����� Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

������ e-ISSN : 2548-1398

������ Vol. 3, No. 11 November 2018

 


REFORMASI BIROKRASI PADA PENYEDERHANAAN PROSEDUR SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DI KABUPATEN CIREBON

Junaedi dan Firliana Maulafahry

Program Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati (UNSWAGATI) Cirebon

Email: [email protected]

������������������������������������������������������������ ���������

Abstrak

������ Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan kenyataan sampe sejauh manakah suatu per-undang-undangan itu serasi (sinkron) baik secara vertical maupun horizontal serta untuk meneliti asas � asas hukum didalamnya. Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan metode doctrinal yaitu dengan menggunakan pendekatan yuridis normative yaitu dengan mengkaji/ menganalisis data berupa bahan atau referensi hukum karena itu data ini bersifat primer dan sekunder. Pelaksanaan reformasi birokrasi dalam bi dang oerizinan di kabupaten Cirebon telah terjadi sejak tahun 2008 dengan dibentuknya layanan terpadu atau disebut dengan istilah pelayanan satu pintu sebagai suatu bentuk dibirokratisasi kelembagaan dengan PP Tahun 2007 No 41 mengenai perangkat organisasi perangkat daerah, yang kemudian diganti dengan PP No 18 Tahun 2016 tentang perangkat daerah. Berdasarkan peraturan ini terjadi penataan perangkat daerah yang menjalankan prinsip yang sesuai dengan ukuran dan tepat sesuai dengan keadaan dan kebutuhan pemerintah daerah. Deregulasi dilakukan sebagai upaya penyederhanaan perizinan di daerah misalnya dengan dikeluarkannya Permendagri No 19 Tahun 2017 mengenai pencabutan Permendagri No 27 Tahun 2009. Sebagaimana peraturan tersebut telah diubah dengan Permendagri No 22 tahun 2016 mengenai perubahan pedoman penetapan izin gangguan di daerah.

Kata Kunci: Perubahan, Delegasi, Wirausaha

Pendahuluan

����������� Motivasi merupakan cara seseorang untuk mempengaruhi orang lain berupa dorongan agar seseorang tersebut mempunyai gairah dan semangat dalam mencapai suatu tujuan. Dalam hal ini motivasi berbicara tentang bagaimana mendorong semangat kerja seseorang agar mau mencapai tujuan tetentu yang diinginkan dengan menggunakan potensi dan segenap kemampuannya dalam mencapai tujuan tersebut. Apabila di suatu perusahaan karyawan tersebut mempunyai motivasi kerja yang tinggi akan sangat berdampak baik bagi perusahaan dikarenakan seseorang tersebut akan bekerja dengan mengeluarkan seluruh potensi dan kemampuannya demi tercapainya suatu tujuan organisasi, memiliki tanggung jawab yang tinggi dan juga meningkatkan kedisiplinan karyawan yang berimbas pada naiknya produktivitas perusahaan, mutu, dan kinerja karyawan yang selalu baik sehingga selalu meningkat karena memliki gairah dan antusiasi atas suatu pencapaian.

Salah satu faktor yang mempengaruhi peran menaikan motivasi pegawai adalah gayakepemimpinan. Gaya kepemimpinan seorang atasan dapat sangat berpengaruh atas keberhasilan menaikan motivasi karyawan dikarenkan peran pemimpin dalam suatu perushaan adalah mendorong karyawan agar mau bekerjasama mencapai visi dan misi perusahaan. Dalam hal ini peran gaya kepemimpinan di rasa kurang maximal dari mulai kurangnya keterlibatan karyawan dalam pengambilankeputusan, kurangnya pengakuan pemimpin atas prestasi kerja pegawai, dan juga komunikasi yang efektif antara bawahan dan atasan.

Faktor lain yang mempengaruhi motivasi adalah kompensasi. Kompensasi merupakanhal yang terpenting dan tujuan setiap karyawan memberikan jasanya untuk di beri timbal balik atas hasil kerja yang diberikan. Peran kompensasi sangat penting yakni sebagai pelengkap kebutuhan karyawan demi hasil kerja yang tinggi untuk perusahaan. Dalam penerapan pemberian kompensasi di PDAM Tirta Jati menurut observasi berupa wawancara langsung a danya anggapan sebgaian karyawan bahwa seberapa besar atau baiknya kinerja yang diberikan dianggap sama. Dalam peran menaikan motivasi kerja kurangnya pemberian kompensasi langsung seperti reward maupun bonus ataupun penghargaan atas prestasi kerja yang minim sehingga menurunkan motivasi kerja pegawai.

Apabila kompensasi di rasa tidak sesuai dengan kerja karyawan maka akan memicu perilaku karyawan yang pasif maupun negatif salah satunya dengan menurunnya motivasi bekerja yang berimbas pada produktivitas menurun, tingkat kemangkiran tinggi, pemogokan karyawan dan menurunnya kinerja.

 

Metode Penelitian

����������� Dalam penerlitian ini metode penelitian yang digunakan adalah doctrinal dengan pendekatan yuridis normative yaitu dengan mengkaji/menganalisis data sekunder berupa bahan-bahan hukum, terutama bahan-bahan hukum sekunder. Doctrinal deduktif merujuk pada norma hukum positif sebagai premis mayor dalam penusunan konklusi. Doctrinal deduktif mengacu pada norma positifdalam sistem perundang-undangan namun sebagai ancar-ancar untuk menyelesaikan suatu kasus konkret, yang analisnya akan dikombinasi dengan fakta dilapangan (Esmi Warassih, 2016 : 137-138). Logika deduksi berpangkal dari premis normative yang diyakini bersifat self evidence.

����������� Metode pendekatan Penelitian Normatif/ juridis, hukum diidentifikasikan sebagai norma peraturan atau undang-undang (UU). Kerangka teori menggunakan Teori-teori intern tengtang hukum seperti undang-undang (UU), peraturan pemerintah pembuktian melali pasal. Data yang digunakan menggunakan data sekunder (datayang diperoleh dari studi kepustakaan). Objek kajian hukum positif (aspek internal), optic yang digunakan preskriptif bergantung pada atau menurut ketentuan resmi yang berlaku. Teknik pengumpulan data sekunder dikumpulkan dengan cara studi kepustakaan. Data primer dikumpulkan dengan cara wawancara. Dasar untuk menganalisis norma, yurisprudensi, dan doktrin. Logika berfikir deduktif tujuan membuat keputusan/ menyelesaikan masalah. Bentuk analisis logis normative berdasarkan logika dan peraturan UU), silogisme (menarik kesimpulan yang telah ada), kualitatif. Kajian normative yang lebih mendalami soal kajian law in book, yakni berbicara hukum yang sebagaimana substansinya. Dengan demikian, pendekatan ini lebih ke arah pada wilayah das sollen. Disamping itu juga kajian normative pada umumnya bersifat preskirptif, yakni dengan menjelaskan pada sisi positif dan negatif. Karena itu metode yang dipilih peneliti lebih pada ranah prespiktif substansial. Ilmu hukum yang prespektif adalah disiplin ilmu yang menjelaskan tentang kajian hukum dari sisi nilai, perspektif keadilan, keakuratan aturan hukum, konsep maupun norma hukum. Pada sisi kajian ini peneliti mengharapkan garis besar serta asumsi konsep tentang nilai hukum yang bisa dijadikan pertimbangan dalam merespon masalah penelitian ini. Dalam klarifikasi ini, variable-variable yang ada dijelaskan dan diuji dengan alat ukur yang terdapat pada karakteristik prspektif ilmu hukum, sehingga dapat dicapai hasil yang berorientasi pada penyelesaian masalah hukum.

����������� Selain penelitian doctrinal, penelitian juga melakukan penelitian non doctrinal. Penelitian non-doctrinal merupakan penelitian yang terakhir dalam ranah kajian empiris dalam ajaran sociological jurisprudence yang banyak menghasilkan produk-produk hukumberbasis pada sociology of law. Empiris berarti bahwa penelitian non-doctrinal dilakukan untuk menelaah secara langsung interaksi sosial yang terjadi di masyarakat. Hukum tidak lagi ditafsirkan sebagai hukum tertulis yang mengisyaratkan akan konsepsi filosofi-moral sebagai ius constituendum atau law as what ough to be dan tidak pula dikonsepsikan sebagai positivistis sebagai norma ius constitutum atau law as what it is the books. Metode-metode non-doktrinal tersebut bisa digunakan bagi pemerhati hukum secara khusus dapat membantu peneliti yang sedang mengkaji hukum tentang the real social factors pada sisi legal behaviours as it is in society dengan sekali langkah. Dengan demikian the sosiological jurisprudence sudah menjadi perhatian ilmu sosiologi hukum dengan segala konsekuensinya.

 

Hasil dan Pembahasan

A.  Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Di Dpmptsp Kabupaten Cirebon

Reformasi birokrasi K/L dan pemda dilaksanakan melalui program-program yang berorientasi pada outcomes. Program-program tersebut dilaksanakan secara konsisten dan berkelanjutan guna mendapatkan kinerja yang semakin baik. Ketercapaian reformasi birokrasi dibutuhkan konsekuensi dan komitmen dari pimpinan dan seluruh anggota birokrasi pemerintah di K/L dan Pemerintah Daerah. RMRB 2015-2019 adalah suatu program untuk mewujudkan percepatan program reformasi birokrasi pemerintah. Naskah ini menjadi panduan bagi K/L dan pemda dalam menyusun dan melaksanakan reformasi birokrasi.

Tujuan jangka panjang dalam realisasi reformasi birokrasi di tahun 2014 (rule based bureaucracy), tahun 2019 (performance based bureaucracy), tahun 2025 (dynamic governance). Pemerintahan berdasarkan pada kinerja di tandai dengan berbagai hal, diantaranya adalah sebagai berikut;

a.       Pelayanan pemerintah dilakukan dengan berdasarkan pada prinsip efektif, efisien, dan ekonomis;

b.      Kinerja pemerintah di arahkan pada usaha untuk menciptakan dan mencapai outcomes (hasil). Artinya, seluruh instansi pemerintah diharapakan dapat mengelola birokrasi dengan sistem elektronik sehingga dapat mempermudah akses dan pengelolaan data kinerja;

c.       Setiap pegawai pemerintah memiliki peran dalam menciptakan kinerja yang optimal dalam mengharmonisasikan hubungan antar unit, mulai dari unit yang terkecil hingga pada organisasi secara keseluruhan. Setiap instasi pemerintah, memiliki wewenang dan tanggungjawabnya sehingga tercipta kinerja birokrasi yang sesuai dengan harapan organisasi secara keseluruhan.

Agar bisa merealisasikan tujuan tersebut, maka dibutuhkan penentuan sasaran reformasi birokrasi, hal tersebut diantaranya adalah sebagai berikut;

1.    Birokrasi yang bersih dan akuntabel

2.    Birokrasi yang efektif dan efisien

3.    Birokrasi yang memiliki pelayanan public berkualitas

Program reformasi birokrasi dapat jelaskan dalam peta konsep. Hal ini dapat dijadikan sebagai pedoman bagi praktisi yang menginginkan reformasi birokrasi terutama untuk tingkat nasional. Dengan demikian perlu dilakukan langkah nyata dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas birokrasi pemerintah.

 

B.  Penyederhanaan Prosedur Surat Izin Usaha Perdagangan Di Kabupaten Cirebon

1.      Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Di DPMPTSP Kabupaten Cirebon

Penanaman modal merupakan bentuk investasi yang dilakukan seseorang atau organisasi maupun perusahaan baik lolak (dalam negeri) maupun asing. Dalam rangka pembangunan dan usaha yang diperuntukan diwilayah negara Indonesia. Oleh karena itu pemohon harus memiliki legalitasberupa ijin usaha. Untuk menciptakan iklimusaha ekonomi kondusif, meningkatkan sarapan investasi dan daya saing daerah pemerintah daerah membentuk DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu) one stop service yang merupakan system pelayanan satu pintu (terpadu), yang terpokus untuk melayani segala hal dalam bentuk perizinan maupun non perizinan.

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) merupakan program pelayanan dalam masalah perizinan dan non perizinan. Program ini mendapatkan kewenangan untuk memberikan pelayanan dalam proses pengolaannya mulai dari tahap permohonan hingga pada pengeluaran surat perizinan. Perizinan merupakan proses permohonan yang dilakukan individu atau organisasi untuk tujuan tertentu, yang dalam hal ini perizinan dalam masalah persetujuan untuk melakukan investasi atau dalam bentuk penanaman modal yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang, yaitu pemerintah. Dengan demikian, pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk menerbitkan surat perizinan penanaman modal, dengan dasar peraturan per-Undang-Undangan.

Meyangkut peraturan kewenangan dalam perizinan penanaman modal atau investasi dapat dilihat dari Perda No 6 Tahun 2008 Pasal 9 mengenai petugas teknis atau lembaga organisasi teknis daerah Kab. Cirebon. peraturan Pemda Kab. Cirebon. Kemudian Perda tersebut dirubah atau diganti dengan Peraturan Bupati Nomor 61 tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Cirebon, yakni secara konkrit terletak pada Dinas penanaman modal dan pelayanan satu pintu (terpadu).

2.      Penyederhanaan Dalam Bentuk Deregulasi Atau Pengurangan Perizinan

Bentuk deregulasi atau pengurangan perizinan sebagai kebijakan pemerintah dalam menyederhanakan prosedur perizinan usaha yaitu Permendagri No 27 tahun 2009 mengenai panduan penetapan izin gangguan di daerah. Peraturan tersebut kemudian dirubah dengan Permendagri No 22 tahun 2016 mengenai perubahan dari peraturan sebelumnya. Karena sudah dianggap tidak sesuai dengan kondisi dan perkembangan dalam bidang usaha dan penanaman modal (ease of doing business).

Izin gangguan diatur di dalam Undang-Undang Gangguan (Hinder Ordonnanti) Staatsblad 1926 Nomor 226 sebagaimana telah direvisi dengan staatsblad 1940 Nomor 450. Regulasi ini dikeluarkan pada masa pemerintahan colonial Belanda dan dipertahankan berdasarkan aturan peralihan UUD 1945. Pasal 2 dijelaskan bahwa �segala badan pemerintahan serta perangkat peraturannya yang ada masih berlaku selama belum dirubah dan diterbitkan peraturan baru menurut UUD ini.�

Secara umum bisa dijelaskan bahwa deregulasi serta debbirokratisasi adalah regulasi yang diputuskan pemerintah. Peraturan tersebut direalisasikan pemerintah kedalam bentuk kebijakan. Oleh karena itu, deregulasi serta debirokratisasi dalam masalah perizinan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

 

  1. Tidak menghilangkan atau meniadakan esensi dari prosedur perizinan, terutama yang perlu diperhatikan dalam masalah fungsinya sebagai pedoman kegiatan tertentu,
  2. Deregulasinya direalisasikan pada masalah yang bersifat teknis administrative dan finansial
  3. Deregulasi dan debirokratisasi tidak menghilangkan hal-hal prinsip dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar perizinan,
  4. Deregulasi dan debirokratisasi harus memerhatikan asas-asas yang bersifat universal pemerintahan yang layak (algemene beginselen van behoorlijk bestuur).

 

Kesimpulan

1)      Pelaksanaan reformasi birokrasi dalam bi dang oerizinan di kabupaten Cirebon telah terjadi sejak tahun 2008 dengan dibentuknya lembaga serta pelayanan Terpadu sebagai suatu bentuk dibirokratisasi kelembagaan yang sesuai dengan Permen No 41 tahun 2007 mengenai organisasi perangkat daerah saat ini diganti dengan Permen No 18 Tahun 2016 tentang perangkat daerah. Berdasarkan peraturan ini terjadi penataan perangkat daerah yang menjalankan asas ketepatan gunsi dan ukuran sesuai dengan beban kerja dan keadaan riil di daerah masing-masing. Hal ini juga sejalan dengan prinsip penataan organisasi Perangkat Daerah yang rasional, proporsional, efektif fan efisien dalam bi dang perizinan pemerintahan kabupaten Cirebon.

Hukum sebagai alat rekayasa social yaitu dengan melakukan reformasi birokrasi/merubah budaya birokrasi pada pola pikir (mind set) dan kinerja (culture set) aparatur Negara yang melakukan pengendalian perizinan karena penentu kebijakan perizinan berada langsunga pada individu aparat Negara yang berhubungan secara langsung dengan keadaan konkrit masalah perizinan. Adanya perubahan SOP AP (Standar Operasional Aparatur Aparat Pemerintah) yang berpedoman pada Peraturan MenteriPemberdayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No 35 Tahun 2012 mengenai Pedoman SOP AP. Adanya reformasi birokrasi ini bertujuan untuk meningkatkan profil ataupun performance para pegawai pemerintah. Sehingga menghasilkan pegawai yang memiliki integritas, tanggungjawab, serta produktivitas yang pada akhirnya bisa menampilkan playanan prima bagi pengguna. Selain itu melalui pelayanan prima dapat merubah pola pikir (mind set) serta kinerja (budaya kerja) dalam manajemen pemerintahan.

2)      Deregulasi dilakukan sebagai upaya penyederhanaan perizinan di daerah misalnya dengan dikeluarkannya Permendagri No 19 tahun 2017 mengenai pencabutan Permendagri No 27 tahun 2009 mengenai panduan pemberian izin gangguan daerah. Keudian peraturan tersebut diubah dengan Permendagri No 22 tahun 2016 mengenai perubahan Tas Permendagri No 27 tahun 2009 mengenai panduan penetapan izin gangguan di daerah. Namun hal ini tidak serta mertadapat menghapus izin Gangguan di Daerah Karena Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah pasal 141 yang mengatur tentang HO yang merupakan retribusi perijinan tertentu belum direvisi/ dirubah. Sehingga berlaku asas lex superior derogate legi inferior undang-undang atas meniadakan peraturan bawahnyasehingga implikasi Ijin Gangguan di daerah masih berlaku.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Ali , Zaenudin. 2009. Metode Penelitian Hukum. Sinar Grafika:Jakarta.

 

Anggara, Sahya. 2012. Ilmu Administrasi Negara Kajian Konsep dan Fakta Dalam Upaya Menciptakan Good Governance. Pustaka Setia:Bandung.

 

Warasih, Esmi dkk. 2016. Penelitian Hukum Interdisipliner Sebuah Pengantar MenujuSossio �Legal. Thafa Media: Yogyakarta.

 

_____________, 2015. Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis. PustakaMagister: Semarang.

 

Wahab , SA. 2008. Analisis Kebijaksanaan: Dari Reformsi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Bumi Aksara: Jakarta.

 

Rahardjo, Satjipto. 2010. Penegakkan Hukum Proogresif. Kompas: Jakarta.

 

Undang � Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Revisi ke IV.

 

Undang � Undang Nomor 9 Tahun 2015 Atas Perubahan ke dua Undang � Undang.

 

Nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah.

 

Undang � Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang PenanamanModal.

 

Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2014 yangMengatur Pedoman Pemberian Izin Usaha Mikro dan Kecil.