Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, No. 2, Februari 2021
URGENSI
GOOD WILL PEMERINTAH DALAM PEMBENTUKAN UNDANG – UNDANG YANG BAIK
Harmono dan Iis Isnaeni Nurwanty
Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta, Indonesia
Email: mashar.crb@gmail.com dan
iis.isnaeni.nurwanty@live.de
Abstract
The journey of legal politics in Indonesia has
experienced so many reforms that can be felt. The various contents of the
formation of laws and regulations influenced by various aspects are now
emerging. The formation of a good government regulation should refer to Law
Number 12 Year 2011 concerning the Establishment of Legislation. Hopefully the
purpose of this research can
be used as a consideration in the formation of legislation.
In the end the overall solution
in society requires rules that are made with good
intentions and in accordance with the existing provisions. The research method in this paper refers to a normative juridical
research method, namely researching and analyzing several laws and regulations
in 2020 whether they are in accordance with Law Number 12 of 2011. Legislation
is a shield and is a legal certainty that will be obtained by society and as
maintainers of order in a country.
Keywords: political law; society; formation
of legislation - invitation
Abstrak
Perjalanan politik hukum di Indonesia, telah mengalami begitu banyak
pembaharuan yang begitu terasa. Berbagai macam isi dari pembentukan peraturan perundang-undangan dipengaruhi oleh berbagai aspek kini kian
muncul ke permukaan. Pembentukan peraturan pemerintah yang baik harusnya
mengacu kepada UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Pembentukan Perundang-undangan. Tujuan dari penelitian
ini semoga bisa dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam pembentukan perundangan. Pada akhirnya keseluruhan solusi di masyarakat membutuhkan aturan yang di
buat dengan niat baik dan sesuai dengan ketentuan yang ada. Metode penelitian dalam tulisan ini mengacu kepada metode penelitian yang
bersifat yuridis normatif, yakni meneliti serta menganalisis beberapa aturan perundang-undangan di tahun 2020 apakah sudah sesuai dengan UU
Nomor 12 Tahun 2011. Peraturan perundang-undangan merupakan tameng serta merupakan kepastian hukum yang akan
didapatkan oleh masyarakat dan sebagai pemelihara ketertiban dalam suatu
negara.
Kata kunci: politik hukum; masyarakat; pembentukan peraturan perundang-undangan
Pendahuluan
Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila telah ditetapkan
sebagai grundnorm ataupun rechtsidee
dalam setiap pelaksanaan setiap aturan di Indonesia. Oleh karena itu kebijakan
pembaharuan yang tidak relevan dan menyinggung kepada dasar penentu
penyelenggaraan negara yang menjadi arah kebijakan pembangunan hukum, yaitu
Pancasila dapat diartikan bersifat parsial sebab masih kurang melihat sisi
pembangunan hukum Indonesia secara integral. Sebagai negara hukum yang
berprinsip demokrasi, maka dalam pelaksanaan negara, Indonesia juga secara
langsung harus menyelenggarakan pemerintahannya harus berprinsip pada
demokratis. (Marwan, 2013) dalam bukunya menuliskan bahwa Bangsa Indonesia
akan membangun tatanan kehidupan bersama dalam wadah negara Indonesia yang
demokratis dan didasarkan pada aturan hukum, artinya, bangsa Indonesia akan
meletakkan prinsip demokrasi dan prinsip hukum sebagai suatu sinergi yang
saling bersimbiose-mutualistik dalam mewujudkan
adanya national legal order yang demokratis dalam
negara. Pembangunan adalah karya terstruktur yang mempunyai implikasi luas
terhadap kualitas hidup manusia. Hal ini disebabkan oleh kontruksi
pembangunan disusun berdasakan serangkaian aktivitas
yang telah direncanakan untuk memajukan kondisi hidup manusia. Penganalogian ini menyiratkan bahwa melalui karya
pembangunan yang terstrukturdi dalam berbagai bidang
kehidupan yang dilakukan selama ini, telah menjadi pengantar untuk bangsa
Indonesia memasuki era baru yang memiliki berbagai konsekuensi. Pembangunan
yang melihat kearah kesetaraan sebagai bagian dari
kesejahteraan sosial juga tak bisa terpisahkan dari pembangunan nasional, juga
mengambil peran aktif dalam meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia.
Raharjo berpendapat bahwa Pembentukan undang-undang
adalah bagian dari aktivitas dalam mengatur masyarakat yang terdiri dari atas
gabungan individu-individu manusia dengan segala dimensinya (Rahardjo, 1998) (Suriadinata, 2019), Eddyono menjelaskan
jika suatu peraturan perundang-undangan yang baik adalah peraturan yang
menceritakan kehendak masyarakat dan paling mensejahterakan
masyarakat itu sendiri (Eddyono, 2020) (Ilhami, 2020), menurut Soejito dalam hal ini keterlibatan banyak pihak sangatlah diperlukan, agar tercipta suatu aturan yang
memang baik sehingga merancang dan membentuk undang-undang yang dapat diterima
masyarakat luas merupakan suatu pekerjaan yang sulit (Soejito, 1993) (Astomo, 2016). Menurut
penulis sulit dalam hal ini dimaksudkan karena suatu aturan dapat membunuh
ataupun dapat menyelamatkan nyawa, kata membunuh dan menyelamatkan diartikan
bahwa suatu aturan mampu mengatur begitu dalam terkait kehidupan manusia.
Kesulitan ini terletak pada kenyataan bahwa kegiatan pembentukan undang-undang
adalah suatu bentuk komunikasi antara lembaga yang menetapkan yaitu pemegang
kekuasaan legislatif dengan rakyat dalam suatu negara, Cotte
berpendapat terkait hal ini juga diperlukan begitu banyak partisipasi agar
suatu aturan dapat terbentuk dengan baik (Cotte, 1991) (Karina, 2019). Seperti kita semua ketahui
bahwa setiap aktivitas kehidupan manusia pasti tidak akan terlepas dari aturan
hukum. Pada peraturan perundangan, hukum diidentikan
sebagai hubungan yang mengatur antara warganya dengan negara atau dapat
dikategorikan bahwa hukum bersifat umum. Pembuatan peraturan perundangan
umumnya dibuat dan digagas berdasarkan kepada urgensinya, dalam hal ini dibuat
khususnya untuk mengindari konflik yang mungkin
terjadi, adanya peraturan yang menjadi batasan membuat suatu negara menjadi
tenteram dan jelas. Kenyataannya yang terjadi di Indonesia saat ini, aturan perundang-undangan
di dasari oleh pengaruh politik yang ada di dalam legislasi, sehingga produk
hukum yang dihasilkan tidak memuat apa yang menjadi landasan pentingnya suatu
aturan dibuat, bahkan tidak jarang terjadi banyak sekali pasal-pasal dalam peraturan yang sudah di pesan dan
dititip untuk diundangkan, untuk itu
dalam penulisan ini dibahas beberapa
aturan perundangan yang menuai problematika pada tahun 2020 baik yang masih berupa rancangan
maupun yang telah diundangkan sebagai bahan kajian bagaimana
sebaiknya suatu aturan perundangan di bentuk, serta agar diketahui permasalahan apa yang ada di dalam pembentukan perundangan pada tahun 2020 dan bagaimana sebetulnya arti goodwill
dalam pembentukan suatu aturan perundangan.
Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam
melakukan penelitian artikel ini dilaksanakan
berdasarkan metode yuridis normatif, yakni penulis menganalisis
beberapa peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan
pada tahun 2020 apakah sudah sesuai dengan
ketentuan UU No 12/2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan atau belum kemudian bagaimana politik hukum pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut, apakah sudah sesuai dengan
pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik atau belum.
Hasil dan Pembahasan
Hasil analisis peraturan perundang-undangan
yang di bentuk di tahun 2020 dapat diambil beberapa aturan yang telah
diundangkan. Contoh beberapa peraturan yang masuk ke dalam prolegnas
prioritas 2020. Pada prolegnas tahun 2020 terdapat 50
RUU yang dianggap menjadi prioritas untuk dibahas dan disahkan di tahun 2020, diantaranya:
1. Selama tahun 2020 hanya ada 3 RUU
yang disahkan oleh pemerintah, diantaranya:
a.
RUU tentang perubahan atas UU No 4/2009 Tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara
Proses bembentukan UU No
4/2009 Tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara memiliki permasalahan
ketika dalam proses pembahasan, pada tahap presiden menunjuk perwakilan wakil pemerintah untuk ikut andil
dalam pembahasan yakni dalam hal
ini beberapa Menteri terkait sumber daya alam, namun
yang menjadi rancu dalam surat penunjukan
yang dikeluarkan Presiden tersebut tidak disertai lampiran Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) (DPR,
K7-RJ-20200515-10312101462:5) RUU Minerba dari Pemerintah, secara pembentukan peraturan perundangan hal ini dapat
dikategorikan sebagai suatu permasalahan, seperti pernah dibahas oleh salah satu dosen saat perkuliahan,
beliau menjelaskan bahwa surat penunjukan
yang dikeluarkan presiden bukan semata – mata hanya sebuah
formalitas yang harus dipenuhi, namun dalam surat itu
hendaknya mendelegasikan maksud apa yang presiden inginkan dan dalam surat itu
mengandung arah politik hukum apa
yang harus dipegang dan harus dibuang, karena surat itu
merupakan wakil dari presiden itu sendiri
dalam keikutsertaannya membuat suatu aturan
yang akan mempengaruhi kehidupan rakyatnya.
b.
RUU tentang perubahan atas UU No. 13/1985 tentang Bea Materai,
Pembahasan tentang RUU ini tidak diposting dalam website resmi DPR
RI.
c.
RUU Cipta Kerja
Urgensi pengesahan ketiga peraturan tersebut sebetulnya tidak terlalu mendesak, namun kenyataannya pemerintah tahun 2020 ini mengesahkan peraturan tersebut, sudut pandang mana yang sebetulnya diambil, hingga saat ini
penulis masih belum menemukan jawaban pastinya, selain itu dalam
UU 11/2020 tentang Cipta kerja, menuai banyak
penolakan dari berbagai kalangan, selain itu banyak
sekali aspek-aspek dalam UU cipta kerja yang menimbulkan kontroversi di masyarakat. Pembuatannya yang dinilai sangat cepat membuat
uu ini dinilai
tidak mempunyai standarisasi peraturan perundangan yang baik, sebab dalam pembuatannya
banyak sekali hal-hal yang harus dicermati, misalnya dalam penulisan pasal, banyak kekeliruan
typo yang terjadi, sehingga
undang – undang ini dinilai kacau.
Zainal Arifin Mochtar dalam kuliah politik
hukum menjelaskan bahwa seharusnya para pembentuk aturan, khususnya dalam pembentukan perundangan wajib memperhatikan apa yang terkandung di dalam UU 12/2011 Tentang Pembuatan Peraturan Perundangan, perlakuan para pembuat undang-undang harus berhati-hati dalam penyunannya karena pembuatan peraturan, undang-undang merupakan sesuatu yang sakral dan harus sangat diperhatikan dengan penuh kehati-hatian.
2. Rancangan Undang-Undang yang dikeluarkan dari prolegnas:
Pada tahun 2020 ini kita semua
dikejutkan dengan beberapa hal yang dilakukan oleh para anggota dewan
yang terhormat dalam pembentukan peraturan perundangan. Seperti hadiah pada umumnya, tidak semua kejutan
itu memang baik dan memberikan feedback yang
patut diapresiasi, dalam hal ini
ada beberapa Rancangan Undang-Undang yang menurut penulis dianggap penting dan urgensi untuk dilaksanakan, namun kenyataannya malah justru dikeluarkan dari proglenas.
a.
Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual
Dalam (Butterfield, 2018) pemberitaan jerman disebutkan bahwa Zwei Millionen Frauen und Mädchen
werden laut Weltgesundheitsorganisation
(WHO) jährlich Opfer von früher Heirat,
Kinderprostitution, sexuellen
Verstümmelungen und Vergewaltigungen, die in vielen Fällen eine
Lebensgefahr darstellen (Süddeutsche Zeitung 04.10.94). Die Sterblichkeitsrate für Mädchen zwischen
zehn und vierzehn Jahren, die Kinder zur
Welt bringen, ist fünfmal höher
als bei Müttern
zwischen 20 und 24. Jährlich sterben 70.000 bis
200.000 Frauen an den Folgen von
Abtreibungen (je nach Untersuchung). Mehr als 80 Millionen
Frauen und Mädchen sind die
Genitalien beschnitten (Stoller 1994 und Honey 1994).
WHO mencatat pertahun
lebih dari dua juta perempuan dan anak perempuan menjadi korban pernikahan
dini, pelacuran anak, mutilasi seksual dan pemerkosaan, yang dalam banyak kasus
menimbulkan bahaya yang mematikan
Penulis berpendapat bahwa RUU ini seharusnya masuk ke dalam
kategori prolegnas prioritas DPR di tahun ini mengingat bahwa
telah banyak konferensi internasional
dan berita – berita Internasional maupun lokal yang mengatakan bahwa perempuan
dan anak memerlukan perlindungan yang sangat khusus, mengingat kedudukannya
yang sangat rentan menjadi korban dan dalam kekerasan seksual, perempuan dan anaklah yang biasanya target utamanya. Women shall be especially protected against any attack
on their honour, in particular against rape, enforced
prostitution, or any form of
indecent assault. A complementary principle to the basic
principle is that women must
be treated with all consideration
due to their
sex (de Preux, 2010). Artikel
ini memuat tentang berapa pentingnya perlindungan bagi perempuan, penegasan bahwa perempuan harus
dilindungi secara khusus merupakan suatu hal mendasar yang patut pemerintah
tindaklanjuti secara khusus dari serangan apa pun terhadap kehormatan mereka,
khususnya terhadap pemerkosaan, pelacuran yang dipaksakan, atau segala bentuk
serangan tidak senonoh. Prinsip yang melengkapi prinsip dasarnya adalah bahwa
perempuan harus diperlakukan dengan segala pertimbangan karena jenis
kelaminnya.
RUU PKS telah terus menerus
mengalami penundaan, padahal secara urgensi justru RUU ini sangat dibutuhkan
oleh masyarakat, jika di bandingkan dengan UU lain yang ada di dunia, misalnya ada statement yang mengatakan bahwa ruu ini
akan mendiskrimasi pihak laki-laki, menurut pendapat penulis hal itu
sangatlah tidak tepat, mengingat bahwa hanya ada
beberapa jenis dasar ruu saja,
jika ruu pks dianggap diskriminasi dan membuat laki-laki insecure,
kita harus melirik bahkan di sexual offences act 2003 Inggris, pengkategorian kekerasan seksual dibuat lebih details dan menyeluruh lagi, untuk itu mengapa
sebagian anggota dewan khsusunya laki-laki terkesan ketakutan akan aturan ini,
padahal ini merupaka aturan yang sangat baik untuk segera
ditindaklanjuti di Indonesia, mengingat
bahwa kita harus melihat bahwa
jika harus dibandingkan dengan apa yang ada di Inggris ruu ini
belum ada apa-apanya namun walau demikian dan belum lengkap jika
dibandingkan, kita bisa tetap mengatakan
bahwa RUU PKS ini sudah masuk dalam
kategori baik dan apabila kita tetap
berpegang teguh pada undang-undang sebelumnya, saya fikir hal
itu tidaklah betul mengingat jika di depan mata
sudah ada hal baik, mengapa
tidak dilanjutkan tahapanya? Selain itu pemerintah selalu mengagung-agungkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat, namun mengapa
hingga saat ini aspirasi rakyat
khususnya perempuan tidak diseriusi oleh pemerintah?
Hal tersebut patut menjadi pertanyaan selanjutnya tentang bagaimana sebetulnya sistem penyusunan peraturan perundangan yang
Indonesia terapkan.
b.
Rancangan Undang-Undang Pekerja Rumah Tangga
RUU ini sedikit
unik, setelah sebelumnya membutuhkan selama 16 tahun merangkak untuk masuk ke dalam
prolegnas, setelah sekian lama akhirnya masuk ke dalam
prolegnas prioritas di 2020
namun sayangnya, pada bulan Juni 2020 RUU ini lagi-lagi malah
menjadi salah satu dari 16 RUU yang dikeluarkan dari prolegnas, urgensi ruu ini
juga sama halnya dengan RUU PKS diatas, namun sayangnya perjuangan bertahun-tahun kini terhempas sudah, tetapi lucunya
di bulan desember ini, RUU tersebut masuk kembali ke
dalam usulan prolegnass prioritas di tahun 2020, artinya kita bisa melihat
bahwa para perwakilan rakyat dalam memperlakukan
RUU dapat diibaratkan seperti sedang bermain-main saja, jika memang RUU ini dianggap penting,
mengapa di bulan Juni 2020 harus dikeluarkan? Begitu pula jika sebaliknya, jika ia tidak
penting, mengapa ia kembali dimasukan
dalam prolegnas? Hal tersebut menurut penulis dipandang sebagai hal yang sia-sia dilakukan oleh para wakil rakyat,
memang betul bahwa mereka memegang
kekuasaan atas pemilihan mana yang termasuk kedalam prolegnas prioritas dan bukan, namun secara tersirat
hal ini dapat
dipandang membuang waktu untuk sesuatu
yang tidak konsisten
c.
Rancangan Undang-Undang Sistem Kesehatan
Nasional
Selain RUU diatas,
menurut penulis RUU Sistem Kesehatan Nasional juga merupakan
RUU yang seharusnya diseriusi
untuk dilaksanakan pembahasan oleh pemerintah, alasannya sebab telah kita sepakati
bahwa di tahun ini, dunia digegerkan oleh
pandemic covid 19. Pandemic covid
19 mendorong pemerintah secara tidak langsung
harus berfokus untuk melaksanakan penanganan dan upaya peningkatan serta pemulihan Kesehatan bagi warganya, untuk itu disini sistem
kesehatan nasional harus diperhatikan, mengingat banyak tahapan masyarakat untuk melaksanakan pemeriksaan kesehatan, disisi lain juga, kita telah mengetahui bahwa selama ini
sistem jaminan kesehatan masyarakat yang diberikan oleh pemerintah pelaksanaannya belum efektif dan masih menuai banyak permasalahan,
untuk itu maka disini pemerintah
perlu melaksanakan fungsinya.
d.
Rancangan Undang-Undang Kehutanan
Rancangan Undang-Undang Kehutanan ini juga merupakan salah satu rancangan undang-undang yang kemudian ikut dikeluarkan dari proglenas prioritas di tahun ini, padahal kenyataannya
menurut penulis seharusnya sebelum pemerintah menetapkan UU No
11/2020, pemerintah haruslah
terlebih dahulu menetapkan RUU Kehuatan ini, karena ketika
investasi dibuka sebesar-besarnya, akan memberikan imbas kepada kehutanan, dalam hal ini
misalkan saja aada investor yang tertarik dalam usaha kelapa
sawit, untuk membuka usaha kelapa
sawit maka dibutuhkan pembukaan lahan, dalam hal
ini pasti akan berlari ke
lahan yang ada dihutan, untuk itu perlu dilihat
sudah sejauh apa sektor kehutanan
dilindungi? Bagaimana dengan hutan konservasi
yang bisa menjadi target
para pemodal dan izin-izin
yang dilakukan selama ini?
e.
Rancangan Undang-Undang Pertanahan
Berdasarkan analisis penulis dengan membaca beberapa sumber di internet, diambil kesimpulan bahwa RUU ini juga merupakan RUU yang sangat penting untuk dibahas
oleh anggota legislasi, mengingat bahwa telah lama sekali permasalahan pernahan terjadi di Indonesia mulai dari konflik pertanahan,
konflik agrarian, pegklaiman
lahan.
Pada aturannya, memang
betul bahwa penyelenggara negara mempunyai wewenang untuk melahirkan suatu peraturan perundang-undangan yang
bertujuan dalam rangka mengubah tatanan dan memperbaiki tertib sosial agar sesuai dengan apa
yang negara cita citakan. Pelaksanaan kewenangan itu kemudian dituangkan
ke dalam politik hukum. Menurut penulis politik hukum itu
sendiri adalah suatu arah pernyataan
keinginan suatu negara terkait hukum apa
yang ingin berlaku di wilayahnya serta sebagai kompas kearah mana hukum akan dikembangkan dan bermuara. Sehingga dalam pembentukan perundang-undangan sudah pasti ada tujuan
apa yang hendak dicapai dari dikeluarkannya
peraturan perundangan tersebut, maka dengan sifatnya yang demikian, artinya suatu aturan perundangan
pasti akan bermuatan politik, karena suatu aturan
perundangan dibuat tidak akan terlepas
dari kepentingan politik itu sendiri,
akan tetapi tidaklah mutlak demikian bahwa kepentingan politik lebih utama daripada
apa yang diinginkan rakyat. Seperti kita ketahui bahwa
hukum yang baik merupakan hukum yang lahir melalui kehendak
rakyat dan sesuai dengan kebutuhan rakyat. Hukum yang sesuai dengan apa yang rakyat inginkan dan kehendaki, akan otomatis menjawab kebutuhan apa yang memang rakyat inginkan,
selain itu rakyat juga akan secara sukarela mematuhi dan melaksanakan hukum tersebut, sebab hukum bukan
suatu paksaan dari negara kepadanya.
Arah politik
hukum yang dianut oleh pemerintah selama 2020 ini lebih terfokus
kepada politik hukum yang mengarah kepada kebijakan ekonomi, khususnya investasi, dalam hal ini memang
betul salah satu permasalahan yang dihadapi
Indonesia sebagai negara berkembang
adalah bagaimana cara Indonesia menghadapi pembangunan dan semakin meningkatnya jumlah pengangguran setiap tahunnya, namun selain jumlah pengangguran,
harusnya kita patut melihat bagaimana
aspirasi dan reaksi rakyat terhadap suatu peraturan perundangan.
Berkaca kepada
undang-undang cipta kerja kita bisa
melihat, bahwa begitu banyak kontroversi
dan aksi protes yang dilakukan rakyat di depan Gedung-gedung anggota dewan di setiap kota, apabila pemerintah
lebih peka, seharusnya pemerintah melihat bahwa bukan
aturan itu yang masyarakat perlukan saat ini. Kritik
terhadap pemerintah terkait pembuatan peraturan perundangan adalah bahwa kita
harus belajar memahami bahwa salah satu ciri pembentukan
peraturan perundangan yang baik, selain dari
bagaimana proses pembentukannya,
juga dapat dianalisis melalui ada
tidaknya pertentangan yang terjadi. Secara
proses pembentukan suatu suatu aturan kiranya dilandaskan pada
pemikiran kearah pembentukan peraturan
perundang-undangan, secara taat asas, adanya korelasi antara segi materi dan
manfaatnya, atau baiknya dari segi daya lakunya harus menjadi perhatian
pembentuk peraturan perundang-undangan. Ini setidaknya dapat digunakan sebagai
parameter bagi lahirnya Peraturan perundangan yang responsive/
populistic untuk itu dalam hal ini perlu adanya rekonstruksi
terhadap politik hukum pembentukan suatu peraturan agar peraturan itu bisa
menjadi peraturan yang baik.
Menurut
Montesquieu menuliskan bahwa terkait
dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum pengaturan, hal
penting harus diperhatikan adalah pembentukan peraturan perundang-undangan (Putra, 2015). Peraturan perundang-undangan yang baik
merupakan peraturan perundang-undangan yang pembentukannya didasarkan pada
asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Hal ini sesuai
dengan pendapat Maria Farida Indrati berpendapat
bahwa asas-asas pembentukan peraturan
perundang-undangan adalah suatu pedoman atau suatu rambu-rambu dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik (Indrati & Farida, 2007). Attamimi berpendapat
bahwa asas-asas umum pembentukan peraturan
perundang-undangan yang baik (beginselen van behoorlijke wetgeving) adalah asas hukum yang memberikan pedoman
dan bimbingan bagi penuangan isi peraturan ke dalam bentuk dan susunan yang
sesuai, bagi penggunaan metoda pembentukan yang
tepat, dan mengikuti proses dan prosedur pembentukanya
yang telah ditentukan (Attamimi, 1990). Berkaitan dengan dengan
asas-asas yang menjadi dasar dalam pembentukan peraturan perundang-undangan
yang baik, Van der Vlies telah membagi dalam dua asas, yakni
asas-asas formal dan asas-asas materiil dalam asas-asas ini diantaranya
terdapat beberapa aspek yang harus diaplikasikan dalam suatu peraturan dan
tidak dapat dilepaskan (Van der Vlies, 2005).
Kesimpulan
Lesson learn yang dapat kita petik di tahun
2020 ini berdasarkan kepada hasil analisis
beberapa peraturan perundang-undangan yang di bentuk
pada tahun 2020, dapat dikatakan bahwa peraturan perundang-undangan di
Indonesia di nilai tidak dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku serta dalam
perumusan peraturan perundangan para pembentuk peraturan perundangan harus kembali berkaca
bahwa mereka telah terlalu jauh
melangkah dan langkahnya kini sudah terlampau
sulit untuk diraih oleh masyarakat, mereka harus mengingat
kembali bahwa kekuasaan yang mereka miliki bukanlah seutuhnya milik mereka, melainkan kekuasaaan yang didelegasikan
oleh rakyat kepada mereka sebagai wakil rakyat. Pembentukan peraturan perundangan telah diatur dengan
baik dalam UU No 11/2012 untuk itu dalam
pembuatan peraturan harus mengikuti aturan tersebut, bukan malah dilaksanakan
dan dipoles sesuka hati
para penguasa saat ini, walaupun memang
kenyataannya sudah menjadi sifat dasar
manusia, yang apabila ia diberikan kekuasaan,
ia akan bertindak
sewenang-wenang, namun disinah hukum mempunyai
andil untuk mengaturnya agar kembali sesuai jalur yang telah ditentukan dalam hukum.
Arah politik hukum yang lebih mengarah kepada nilai ekonomi menjadikan
pembuatan perundangan hanya bersifat bisnis dan akan dilaksanakan jika memang itu akan
memberikan keuntungan dalam segi materi
sehingga tidak sesuai dengan target yang diinginkan, bahkan kemudian hari tidak
menutup kemungkinan akan lahir aturan-aturan
yang bukannya semakin baik, malah sebaliknya.
Kita bisa lihat dalam contoh nyata
di UU 11/2020 telah diatur perizinan lingkungan berbasis resiko. Konsep keberlanjutan yang di pakai dalam UU No 32/2009 saja di Indonesia masih menuai berbagai masalah,
padahal secara konseptual UU tersebut sudah sangat baik, rasanya terlalu beresiko jika tanpa kajian lebih lanjut dan kesiapan yang
matang kemudian Indonesia khususnya,
menerapkan konsep perizinan berbasis resiko.
Permasalahan lain yang akan menjadi penghambat dalam hal perizinan berbasis resiko juga dapat muncul dari aparat penegak hukumnya,
telah diketahui secara umum bahwa isu kelembagaan di Indonesia masih sangat
lemah sekali dan tingkat kasus koruspsi di Indonesia
masih sangat tinggi, dengan keberadaan pengkonsepan
yang belum disiapkan dengan baik, maka kegiatan korupsi dapat menganga bebas.
Selain dukungan dari prinsip keberlanjutan yang memang telah di dukung oleh
konsep-konsep yang matang, pendekatan berbasis resiko kini dianggap terlalu gegabah mengingat setiap
sumber daya alam mempunyai batasnya sendiri, dan jika kita akan berhubungan
dengan sumber daya alam dan ekosistemnya harus dilaksanakan berdasarkan kepada
prinsip kehati-hatian.
Pemerintah yang dianggap sangat gegabah dalam pembuatan
peraturan perundangan dianggap akan membuat
negara bukannya semakin baik tapi akan
lebih mengacaukan lagi, hal ini
di dukung dengan adanya fakta di lapangan yang dapat kita lihat secara
nyata, dimulai dari semakin naiknya
korupsi di Indonesia, semakin
banyaknya jumlah gelandangan, pengangguran dan naiknya tingkat kejahatan merupakan salah satu permasalahan yang ditimbulkan oleh aturan yang kurang berfungsi sebagaimana mestinya untuk itu penulis
merasa bahwa urgensi kesadaran harus dibentuknya peraturan perundang-undangan sangat diperlukan, selain itu dalam
proglegnas tahun depan diharapkan dapat dipilah dan dipilih kembali mana saja Rancangan Undang-Undang yang harus dijadikan prioritas, mengingat bahwa produk hukum tersebut
akan memberi imbas yang sangat besar dalam kehidupan,
selain itu pemerintah diharapkan dapat mendengar lagi suara hati
rakyat, karena rakyatpun ingin yang terbaik untuk negaranya,
serta rakyatpun tentu tidak mau
imbas yang buruk terjadi pada negaranya, serta arah politik
hukum sebaiknya dikembalikan lagi, misalkan kepada anggota – anggota perwakilan rakyat yang memang buta hukum,
apa salahnya mereka untuk sekolah
lagi fakultas hukum, setelah kita berkaca pada perlakuan perwakilan rakyat dalam pembuatan
UU 11/2020 kemarin dapat kita lihat bahwa
banyak anggota dewan yang tidak mengerti hukum hingga penulisan
bahkan banyak penempatan kata yang salah, serta
typo mereka jadikan sebagai suatu hal
yang wajar, padahal kenyataannya dalam pembuatan perundangan yang sakral tersebut, hal seperti demikian
harusnya tidak terjadi.
BIBLIOGRAFI
Astomo, Putera. (2016). Pembentukan Undang-Undang
dalam Rangka Pembaharuan Hukum Nasional Di Era Demokrasi. Jurnal Konstitusi,
11(3), 577–599.
Attamimi,
A. Hamid S. (1990). Peranan keputusan presiden republik Indonesia dalam
penyelenggaraan pemerintahan negara: suatu studi analisis mengenai keputusan
presiden yang berfungsi pengaturan dalam kurun waktu Pelita I-Pelita IV.
Butterfield,
Hester. (2018). Integration (un) erwünscht?! Emanzipatorische Soziale Arbeit
mit ge. Soziale Arbeit Mit Frauen Und Mädchen: Positionsbestimmungen Und
Handlungsperspektiven, 1, 202.
Cotte,
Pierre Andre. (1991). The Interpretation of Legislation in Canada, Les Editions
Yvon Balais. Inc., Quebeec.
de
Preux, Jean. (2010). Summary III: Special protection of women and children. International
Review of the Red Cross (1961-1997), 25(248), 292–302.
Eddyono,
Sri Wiyanti. (2020). Gerakan Advokasi Legislasi Untuk Perlindungan Pekerja
Migrant Indonesia (Edisi Pert). Jakarta: Migrant Care.
Ilhami,
Nadya. (2020). Upaya Migrant Care dalam Perlindungan Pekerja
Migran Indonesia Di Malaysia (2014-2019). Universitas
Muhammadiyah Malang.
Indrati,
Maria Farida, & Farida, Maria. (2007). Ilmu Perundang-Undangan, Proses
dan Teknik Pembentukannya. Yogyakarta: Kanisius.
Karina,
Ratna Eta. (2019). Perlindungan Hukum bagi Advising Bank atas Terjadinya
Fraud dalam Transaksi Perdagangan Internasional Menggunakan Letter of Credit.
UNS (Sebelas Maret University).
Marwan,
Awaludin. (2013). Filsafat Hukum Progresif Sadjipto Rahardjo.
Yogyakarta: Thafa Media.
Putra,
Muhammad Amin. (2015). Perkembangan Muatan HAM dalam Konstitusi di Indonesia. Fiat
Justisia: Jurnal Ilmu Hukum, 9(2).
Rahardjo,
Satjipto. (1998). Penyusunan Undang-Undang yang Demokratis. Makalah Dalam
Seminar “Mencari Model Ideal Penyusunan Undang-Undang Yang Demokratis Dan
Kongres Asosiasi Sosiologi Hukum Indonesia” Fakultas Hukum Universitas
Diponegoro Semarang Tanggal, 15–16.
Soejito,
Irawan. (1993). Teknik Membuat Undang-Undang (Cetakan Ke). Jakarta: PT.
Pradnya Paramita.
Suriadinata,
Vincent. (2019). Penyusunan Undang-Undang di Bidang Investasi: Kajian
Pembentukan Omnibus Law di Indonesia. Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum,
4(1), 115–132.
Van
der Vlies, I. C. (2005). Buku Pegangan Perancang Peraturan Perundang-undangan
diterjemahkan oleh Linus Doludjawa. Jakarta Selatan: Direktorat Jenderal
Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI.