Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia pISSN:
2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, No. 2, Februari 2021
ULASAN BUKU:
90 TAHUN PROF. EMIL SALIM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN: MENUJU INDONESIA TINGGAL
LANDAS 2045
Julian Nugroho
Institut Pertanian Bogor, Jawa
Barat, Indonesia
Email: juliannugroho@apps.ipb.ac.id
Abstract
This article
reviews the newest book that highlights the paradigm of Prof. Emil Salim which
is entitled 90 Tahun Prof. Emil Salim Pembangunan Berkelanjutan : Menuju
Indonesia Tinggal Landas 2045, a result from Yayasan KEHATI publishing in
previous year of 2020. The dedication of this article is to expose Prof. Emil
Salims understanding as a national
figure in environment topic so the sustainability issues will be highlighted
even in the middle of the hectic of technology and business development in
Indonesia. Reviewer uses literature study as the article writing method. The book itself discussed development
challenge that was lied in front of Indonesia such as middle income trap, along
with the Indonesia human resources quality who needed any productivity
upgrading. The sustainability principle violations would lead into unsustainable
economic growth. Radical optimism was the expected mindset to eliminate
pessimism, false though of resources sufficiency for everyone, and radical
regeneration who took care nature and other people. The Covid-19 pandemic was
the result of natural instability and Omnibus Law that was indicated become so
materialistic economy oriented which environmental analysis was considered as a
disturbance. Conclusion that can be taken to be applied as future anticipation
is Indonesia opportunity to take advantage the demographic bonus for the nation
progress and the requirement to become superior nation are needed to be
prioritized. Strategy that can be used to achieve that goal is education
transformation which produces growth mindset graduates.
Keywords : sustainable
development;
Emil Salim, economic growth, human resources
Abstrak
Artikel ini
mengulas tentang buku terbaru yang mengangkat pemikiran Prof. Emil Salim
berjudul 90 Tahun Prof. Emil Salim Pembangunan Berkelanjutan : Menuju Indonesia
Tinggal Landas 2045, hasil penerbitan Yayasan KEHATI pada tahun 2020 lalu.
Tujuan penulisan artikel adalah untuk mengangkat pemahaman Prof. Emil Salim
sebagai salah seorang tokoh nasional di bidang lingkungan hidup agar isu
lingkungan hidup tersebut tetap disorot meskipun di tengah gegap gempita
perkembangan teknologi dan bisnis di Indonesia. Metode yang digunakan dalam
penulisan ialah studi literatur. Buku tersebut membahas tantangan pembangunan
yang dihadapi Indonesia seperti jebakan pendapatan menengah, berikut kualitas
sumberdaya manusia Indonesia yang perlu ditingkatkan lagi produktivitasnya.
Prinsip keberlanjutan yang dilanggar akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi
tidak akan lestari. Pola pikir yang diharapkan ialah optimisme radikal untuk
melawan pesimisme, pemikiran bahwa sumberdaya itu cukup untuk semuanya, dan
regenerasi radikal yang peduli alam dan sesama. Pandemi Covid-19 akibat
ketidakseimbangan alam dan Omnibus Law yang disinyalir sangat berorientasi
ekonomi materialistis dimana analisis dampak lingkungan dianggap mengganggu.
Kesimpulan yang dapat ditarik untuk diterapkan menyongsong masa depan ialah
peluang Indonesia untuk memanfaatkan bonus demografi demi kemajuan bangsa dan
persyaratan untuk menjadi bangsa unggul juga perlu disorot. Strategi yang digunakan
untuk mencapainya ialah transformasi pendidikan yang menghasilkan
lulusan-lulusan dengan growth mindset.
Kata Kunci: pembangunan berkelanjutan; Emil Salim, pertumbuhan ekonomi, sumberdaya manusia
Pendahuluan
Buku yang diulas tersebut menitikberatkan
penjabaran topik pembangunan berkelanjutan yang terjadi selama ini dengan fokus
pada kontribusi dan perkembangan yang diberikan oleh Prof. Emil Salim selama
karir beliau berkiprah dalam pembangunan berkelanjutan. Ismid Hadad, MPA.
sebagai penulis bagian pembuka dari buku tersebut menyatakan bahwa meningkatnya
ancaman terhadap sumberdaya alam (SDA) dan lingkungan hidup, yang merupakan
modal dasar pembangunan dan sumber kehidupan umat manusia menyadarkan banyak
pihak untuk perlunya membangkitkan kesadaran dan kepedulian masyarakat serta
negara akan pentingnya lingkungan hidup (environment), keanekaragaman
hayati (biodiversity), dan pembangunan berkelanjutan (sustainable
development) (Nalang, V., Rika, A.,
Samedi, Irfan, B., Puspa, D.L., & Muhammad, S., 2020). Menurut (Nalang, V., Rika, A.,
Samedi, Irfan, B., Puspa, D.L., & Muhammad, S., 2020) menjelaskan bahwa Indonesia terjerat
dalam jebakan pendapatan menengah sejak 1986 hingga sekarang. Kondisi tersebut
berkontribusi kepada jumlah penduduk miskin yang tinggi dan Rasio Ketimpangan
Pendapatan (Gini Ratio) yang juga tinggi. Tidak dapat dipungkiri,
perlunya prioritas untuk mendorong pola dan kebijakan pembangunan yang tidak
hanya menekankan laju tingkat pertumbuhan yang tinggi, namun juga mengutamakan
penurunan kemiskinan dan meningkatkan pemerataan pendapatan sangat dirasakan. Itu juga menyoroti rendahnya kualitas sumberdaya manusia yang berpengaruh pada tingkat
produktivitas manusia Indonesia. Beliau berpandangan situasi tersebut terjadi
karena rendahnya tingkat dan kualitas pengembangan sumberdaya manusia. (Nalang, V., Rika, A.,
Samedi, Irfan, B., Puspa, D.L., & Muhammad, S., 2020) juga menjabarkan perihal potensi
Indonesia sebagai negara terkaya sumberdaya alam plasma nutfah dan
keanekaragaman alam hayatinya, terancam oleh semakin besar dan kasarnya
kemampuan manusia untuk mengganggu dan merusak keutuhan ekosistem alami.
Kerusakan tersebut bahkan menyebabkan hadirnya pandemi Covid-19 yang turut
dibahas oleh beliau dalam bukunya. Teknologi ramah lingkungan yang mendukung aktivitas
kehidupan manusia bisa dijadikan solusi dengan tentu didampingi usaha-usaha
pemerataan kemampuan sumberdaya manusianya.
Ulasan serupa dilakukan oleh (Barapatre & Joglekar, 2020) terhadap
buku Ayush in Public Health. Beliau mengulas pesan kunci terhadap
pembaca bahwa Epidemioogi dan Kesehatan Publik tidak seharusnya dibatasi hanya
terhadap permasalahan wilayah penyakit saja. Lebih dari itu, Epidemiologi dan
Kesehatan Publik lebih relevan terhadap studi kenormalan seperti yang sering
dilakukan dalam praktik-praktik yang diturunkan secara budaya. Secara
keseluruhan, tatanan buku tersebut dapat berubah menjdai panduan Epidemiologis
bagi sistem Ayush, jika mereka memegang pendekatan tersebut dan
mengorientasikan diri mereka sendiri kepada isu-isu yang berhubungan dengan
kesehatan publik. (Huang, 2018) juga
melakukan telaah buku yang berjudul Aquaculture in China : Success stories
and modern trends dengan mengupas elemen-elemen kunci dan praktik-praktik
yang telah berkontribusi kepada sukses
akuakultur di Cina. Buku tersebut memasukkan kontribusi-kontribusi dari
lebih 100 para ahli utama di Cina dan menyediakan masukan-masukan ke dalam
beberapa praktik-praktik akuakultur yang sedikit diketahui bagi dunia. Buku
tersebut akan menjadi bacaan esensial bagi para pelaku akuakultur, praktisi,
peneliti dan siswa, dan para perencana serta pengembang. Poggenpohl (2020) mengulas
buku berjudul Bringing Numbers to Life : LAVA and Design-Led Innovation in
Visual Analytics yang ditulis oleh John Armitage. Beliau mengungkapkan
bahwa John Armitage melihat gambaran besarnya. John menceritakan suatu cerita yang
lengkap dan memiliki banyak dimensi. Poggenpohl berpendapat bahwa sebagai
tambahan terhadap analisis visualdan desain software inovatif, refleksi
personalnya dan diskusi akan kerja tim membentuk sebuah tema ketiga buku itu.
John membuat suatu percobaan dengan sepenuhnya terbuka, yang jarang ditemui
dalam studi kasus. Dalam melakukan hal tersebut, dampak dari buku melebar di
luar analisis visualnya dan studi kasus perkembangan software yang
terperinci. Penulis merepresentasikan bagaimana alam desain di abad dua puluh
satu berubah dna para desainer harus bagaimanapun juga memasukkan dan serta
mampu meraih di luar estetika, pengetahuan sejarah desain, dan performa visual
kontemporer. Mereka harus memiliki pengetahuan teknis dan keahlian serta
kemampuan untuk bekerja secara kolaboratif sepanjang disiplin mereka,
menunjukkan kecakapan bisnis, dan menunjukkan kualitas kepemimpinan proyek.
Mereka harus berpikir secara cair, menggunakan logika dan intuisi, melakukan
dan menggunakan penelitian sesuai kebutuhannya, hadir kepada para pengguna
dengan menggunakan prototipe dan menerangkan kebingungan mereka, menghargai
pengetahuan berbasis pembuktian. (Gupte, P. & Supriya, 2020) mengulas
buku Integrative Ayurveda - Proceedings of Workshop and National Seminar :
Tadvidya Sambhasha Ayurveda XII dengan menjabarkan tiga pokok bahasan.
Pokok bahasan pertama ialah integrated antenatal care dengan menyoroti
pentingnya perawatan antenatal guna memastikan progeni yang menyehatkan
berfokus pada kesehatan ibu. Hal tersebut memberikan arahan definisi Ayurvedik
dari kesehatan yang memasukkan tidak hanya fisik tapi kesejahteraan mental,
sosial, dan spiritual juga. Kesehatan ayah juga sama pentingnya. Pokok bahasan
kedua ialah obat-obatan rejuvenatif. Seksi ini mengelaborasi pada topik yang
menjadi bagian dari obat-obatan rejuvenatif yang memastikan usia panjang
kesehatan sepanjang dengan informasi state of art tentang mereka dan
potensial mereka dalam praktik klinikal transnasional. Seksi tersebut dimulai
dengan suatu bio-sketsa dari Dr. Anand Raut
satu dari pendukung paling awal dari obat-obatan transdisiplinari
memanfaatkan baik Ayurveda dan obat-obaan modern, bagi keuntungan pasien.Pokok
bahasan ketiga ialah dampak gaya hidup terhadap kesehatan. Seksi tersebut
mendiskusikan peran dampak gaya hidup terhadap kesehatan publik. Tingkat
penting dari kesehatan diacu dalam perjalanan waktu memiliki makna mendalam dengan
penghargaan terhadap baik filosofis dan Ayurveda yang telah dijelaskan dalam
sesi perkenalan oleh Dr. Vaidya. (Lavanya, A., Kumar, S., Geetha, A., Muralidass, S.D.,
Kannan, M., & Sathiyarajeswaran, 2019) membahas buku berjudul T.V.S.
Siddha medical dictionary first edition yang ditulis oleh T.V. Sambasivam
Pillai. Buku tersebut memberikan masukan mendalam ke dalam sistem medis Siddha.
Buku tersebut juga mencerahkan cahaya baru pada medis Siddha untuk berpikir
dalam cara-cara inovatif yang baru. Hal tersebut akan sangat berguna bagi
target populasi seperti medis dan siswa-siswa sains kehidupan, ahli
obat-obatan, akademisi, peneliti, ilmuwna Tamil, industri kesehatan dalam cara
yang besar. Para pengulas buku tersebut percaya bahwa buku tersebut akan
menjadi buku yang paling dibutuhkan dalam layanan keehatan.
Buku yang diulas dalam artikel
ini merupakan catatan dari orasi
Prof. Emil Salim pada webinar perayaan ulang tahunnya yang ke-90, yang
juga diperkaya oleh tulisan tokoh-tokoh
pemerhati lingkungan hidup yang terinspirasi oleh keteladanan Prof. Emil Salim. Itulah
mengapa judul yang dipilih sangat relevan yaitu 90 Tahun Prof. Emil Salim Pembangunan Berkelanjutan:
Menuju Indonesia Tinggal Landas 2045. Para tokoh tersebut yang bertindak sebagai penulis selain Prof. Emil Salim sendiri adalah Ismid Hadad, MPA., Faisal Basri, S.E., M.A., Prof. Arif Satria, Amanda Katili Niode, Ph.D., Ir. Sarwono Kusumaatmadja, Dra. Masnellyarti Hilman, M.Sc., Prof. Hariadi Kartodihardjo, Dr. Rony Megawanto,
Samedi, Ph.D., Irfan Bakhtiar, Metia
Lembasi, Najelaa Shihab,
Drs. Mas Achmad Daniri, M.Ec., dan Riki Frindos. Para editor yang membantu
terwujudnya buku tersebut ialah Vidya Nalang, Rika Anggraini, Samedi,
Irfan Bakhtiar, Puspa D.
Liman, Muhammad Syarifullah, dan Ahmad Baihaqi. Ilustrasi dan desain sampul dirancang
oleh Rika Anggraini dan Nur Leili
Irma Baynah serta tata letak isi buku
oleh Nur Leili Irma Baynah.
Buku itu sendiri diterbitkan oleh Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia
(KEHATI) sebagai cetakan pertama dalam Bahasa Indonesia.
Buku yang diulas ini terdiri dari 229 halaman dengan bagian sampul
muka berilustrasikan foto Prof. Emil Salim berseragam
safari yang dihiasi dengan warna-warni desain grafis. Bagian Daftar Isi buku menampilkan susunan judul bagian-bagian buku yang dimulai dengan bagian Kata Pengantar yang ditulis oleh Riki Frindos lalu
dilanjutkan dengan tulisan pembuka oleh Ismid Hadad, MPA. Bagian selanjutnya ialah Pengantar Webinar dengan beberapa tulisan yang ditulis oleh Prof. Emil Salim sendiri
lalu Faisal Basri, S.E.,
M.A., Prof. Arif Satria,
dan Amanda Katili Niode,
Ph.D., dan diteruskan dengan
Rumusan Diskusi. Bagian
inti buku merupakan Tulisan
Para Tokoh yang berisi
tulisan-tulisan oleh Ir. Sarwono Kusumaatmadja,
Dra. Masnellyarti Hilman,
M.Sc., Prof. Hariadi Kartodihardjo,
Dr. Rony Megawanto, Samedi, Ph.D., Irfan Bakhtiar dan Metia Lembasi, Najelaa Shihab, Drs. Mas
Achmad Daniri, M.Ec., serta Riki
Frindos. Sampul belakang buku dihias
dengan dominan warna merah muda
cerah serta biru cerah dan menampilkan alamat lengkap Yayasan KEHATI.
Menurut (Nalang, V., Rika, A.,
Samedi, Irfan, B., Puspa, D.L., & Muhammad, S., (2020) menceritakan bahwa Prof. Emil Salim
berusia tepat 90 tahun pada 8 Juni 2020 lalu. Selain dikenal sebagai tokoh
lingkungan hidup, Prof. Emil Salim juga dikenal sebagai Begawan Ekonomi
Indonesia, akademisi, intelektual, serta pemikir strategis dalam bidang
ekonomi. Prof. Emil Salim juga dikenal sebagai teknokrat dan cendekiwan
birokrat yang mengawal pembangunan ekonomi Indonesia. Selain itu, beliau juga
dikenal sebagai tokoh politik meskipun tidak terlibat politik praktis dalam
partai. Keterlibatan politik beliau dilakukan dengan memberikan masukan untuk
perbaikan-perbaikan dalam sistem dan proses politik di Indonesia. Prof. Emil
Salim merupakan ekonom, teknokrat/ahli ekonomi yang kemudian menjadi Guru Besar
di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan beberapa perguruan tinggi
lainnya. Beliau berpengalaman 23 tahun menjalankan jabatan Menteri dalam lima
Kabinet Pembangunan di era Presiden Soeharto serta 15 tahun sebagai ketua dan
anggota Dewan Ekonomi Nasional dan Dewan Pertimbangan Presiden pada tiga
periode pemerintahan yang berbeda.
Tema
kedua ialah keanekaragaman hayati (biodiversity) yang mencerminkan
adanya beranekaragam organisme hidup yang terdapat dalam berbagai jenis dan
ragam flora dan fauna dalam ekosistem kehidupan, baik di darat, air, dan
lautan. Kontribusi Prof. Emil Salim dalam tema kedua tadi adalah berdirinya
Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI), sebuah organisasi nirlaba
independen yang dibentuk dan dipimpinnya bersama sejumlah aktivis LSM dan
pencinta lingkungan sejak tahun 1994 dengan tujuan melestarikan dan
memanfaatkan secara berkelanjutan kekayaan alam berupa aneka-ragam sumberdaya
hayati di Indonesia. Prof. Emil Salim juga menyumbang konsep wawasan
keanekaragaman untuk membangun Indonesia baru berlandaskan kebhinekaan suku,
adat-istiadat, dan nilai-nilai budaya bangsa. Tema ketiga adalah pembangunan
berkelanjutan (sustainable development) yang diartikan sebagai
keberadaan suatu sistem yang mampu bertahan hidup dan terus berfungsi dalam
jangka panjang, bahkan berkelanjutan secara lintas generasi. Kontribusi Prof.
Emil Salim dalam tema ketiga tersebut cukup signifikan. Prof. Emil Salim
termasuk anggota Komisi PBB untuk Lingkungan dan Pembangunan (WCED) dan Tim
Perumus konsep keberlanjutan pembangunan yang memegang peranan penting dalam
proses penyusunan konsep hingga sosialisasi ke masyarakat dan advokasi
kebijakan pelaksanaannya. Selanjutnya, Prof. Emil Salim terpilih sebagai Wakil
Ketua Dewan Penasehat Senior PBB untuk Pembangunan Berkelanjutan pada tahun
1992, Wakil Ketua Komisi Dunia untuk Hutan dan Pembangunan Berkelanjutan pada
tahun 1994, Ketua Komite Persiapan Konferensi Tingkat Tinggi PBB tentang
Pembangunan Berkelanjutan pada tahun 2002, serta Ketua dan Eminent Person Bank
Dunia untuk evaluasi dampak industri ekstraktif dan pertambangan (Extractive
Industries Review) terhadap pembangunan sosial dan lingkungan pada tahun
2001-2004. Beliau terus mendorong prinsip dan nilai-nilai keberlanjutan
pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan terus berlanjut. Prof. Emil Salim
juga menjabat sebagai ketua Dewan Pertimbangan Presiden pada era kepresidenan
SBY.
Buku berjudul 90 Tahun Prof. Emil Salim Pembangunan
Berkelanjutan : Menuju Indonesia Tinggal Landas 2045 yang diulas merupakan
penyegaran isu lingkungan hidup dari buku Prof. Emil Salim terdahulu yang
diterbitkan pada bulan Juni 2010 oleh Gramedia berjudul Pembangunan
Berkelanjutan : Peran dan Kontribusi Emil Salim. (Adioetomo, S.M., Gempur, A., Mubariq, A., Armida,
S.A., Muhammad, A.A., & Iwan, J.A., 2010) menulis dalam
buku Pembangunan Berkelanjutan Peran dan Kontribusi Emil Salim terbitan tahun
2010 tersebut membahas lingkungan hidup secara komprehensif dari sisi ekonomi
dan pembangunan berkelanjutan, kelembagaan, sumberdaya alam dan lingkungan
hidup, kependudukan dan kesehatan, dan biografi singkat Prof. Emil Salim.
Telaah satu dekade perjalanan Prof. Emil Salim beserta dinamika isu lingkungan
hidup kemudian dituangkan dalam buku kedua berjudul 90 Tahun Prof. Emil Salim
Pembangunan Berkelanjutan : Menuju Indonesia Tinggal Landas 2045 disertai
masukan dari pakar yang telah disebutkan pada bagian awal artikel.
Artikel ulasan buku yang ditulis bisa
digunakan sebagai acuan singkat bagi pembaca sebelum membaca buku tersebut
secara lengkap. Manfaat lain ialah artikel ini dapat digunakan juga sebagai
telaah singkat mengenai topik lingkungan hidup berdasarkan pemikiran Prof. Emil
Salim. Tujuan penulisan artikel ialah untuk
mengangkat pemahaman Prof. Emil Salim sebagai salah seorang tokoh nasional di
bidang lingkungan hidup agar isu lingkungan hidup tersebut tetap disorot
meskipun di tengah gegap gempita perkembangan teknologi dan bisnis di
Indonesia.
Penulisan artikel dilakukan berdasarkan telaah dengan
menggunakan metode studi literatur. Literatur yang digunakan merupakan buku
berjudul 90 Tahun Prof. Emil Salim Pembangunan Berkelanjutan : Menuju Indonesia
Tinggal Landas 2045. Pola penulisan mengadaptasi jurnal-jurnal book review yang
diterbitkan oleh Science Direct.
Hasil dan Pembahasan
A. Pengantar
Webinar
Frindos dalam (Nalang, V., Rika, A.,
Samedi, Irfan, B., Puspa, D.L., & Muhammad, S., 2020) menulis
bagian Kata Pengantar yang menerangkan kontribusi Prof. Emil Salim terhadap
Yayasan KEHATI beserta tujuan utama buku tersebut diluncurkan. Beliau
menceritakan tentang Prof. Emil Salim yang dikenal sebagai tokoh lingkungan
hidup, teknokrat, cendekiawan birokrat, akademisi, ekonom intelektual, serta
guru bangsa. Ismid Hadad, MPA. Selaku Ketua Dewan Pembina Yayasan KEHATI
menulis tulisan pembuka dari buku tersebut dengan judul Dari Sumber Daya Alam
ke Generasi Emas : Menuju Indonesia Tinggal Landas. Ismid Hadad, MPA.
menuliskan secara garis besar lima dimensi peran Emil Salim selama 90 tahun
beliau berkarya. Dimensi pertama berasal dari latar belakang pendidikan dan
profesi pertamanya sebagai seorang ekonom dan teknokrat/ahli ekonomi yang
kemudian menjadi Guru Besar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Dimensi
kedua merupakan karir dan reputasi beliau sebagai pejabat tinggi negara,
terutama selama 23 tahun sebagai Menteri di era Presiden Soeharto dan 15 tahun
dalam Dewan Ekonomi Nasional dan Dewan Pertimbangan Nasional pada tiga
pemerintahan Presiden yang berbeda. Dimensi ketiga adalah terkenalnya Prof.
Emil Salim sebagai pakar lingkungan yang menjadi pionir dan paling lama selama
15 tahun menjadi Menteri yang menangani bidang lingkungan hidup. Dimensi
keempat terwujud berkat peran Prof. Emil Salim sebagai pemimpin masyarakat
madani (civil society) yang menjadi figur pelindung, pembuka jalan, penyedia
ruang gerak dan partisipasi publik. Dimensi kelima bersumber dari kepemimpinan
intelektual Prof. Emil Salim baik tingkat nasional maupun global.
Bagian Pengantar Webinar ditulis sebagai penjelasan dari
peristiwa webinar peringatan ulang tahun 90 tahun Prof. Emil Salim bertema
Pembangunan Berkelanjutan : Menuju Indonesia Tinggal Landas 2045 pada tanggal
18 Juni 2020. Webinar tersebut menghadirkan Prof. Emil Salim sebagai pembicara
utama dan tiga tokoh lain yaitu Faisal Basri, S.E., M.A., Prof. Arif Satria dan
Amanda Katili Niode, Ph.D, serta dipandu oleh Desi Anwar selaku Direktur CNN
Indonesia. Webinar tersebut dihadiri oleh 1000 peserta melalui zoom dan 600
peserta yang menyaksikan seara langsung melalui youtube. Prof. Emil Salim
menulis bagian pengantar utama yang berjudul Bangun Bangsa Adil Makmur 2045.
Salim dalam
(Nalang, V., Rika, A.,
Samedi, Irfan, B., Puspa, D.L., & Muhammad, S., (2020) menyoroti
tantangan pembangunan yang dihadapi Indonesia seperti jebakan pendapatan
menengah yang menyebabkan Indonesia terperangkap pada tingkat pendapatan yang
berputar-putar di kisaran tertentu saja. Beliau juga memberikan ulasan mengenai
kualitas sumberdaya manusia Indonesia yang perlu ditingkatkan lagi
produktivitasnya. Hal lain ialah Indonesia dengan keanekaragaman ekosistem
alami terbesar berdasarkan kawasan kepulauan membutuhkan sumberdaya manusia
yang mampu menerapkan ilmu, sains, dan teknologi yang dapat meningkatkan
keunggulan daya saing yang tinggi. Beliau turut mengamati pandemi Covid-19 yang
muncul akibat terganggunya ekosistem alami. Beliau juga mengingatkan perlunya
menjaga kebersamaan dan gotong royong dalam menangani kesulitan dalam pandemi
tersebut. Teknologi digital juga bisa dijadikan media komunikasi sebagai solusi
koordinasi dalam penanganan virus tersebut.
Niode dalam Nalang, V., Rika, A.,
Samedi, Irfan, B., Puspa, D.L., & Muhammad, S. (2020) mengungkapkan
kesepahamannya dengan Prof. Emil Salim dalam tulisannya berjudul Pembangunan
Berkelanjutan 2045 Tanggapan Atas Orasi 90 Tahun Prof. Emil Salim. Beliau
mengedepankan tentang pola pikir manusia dan interaksi dengan alam yang semakin
menjauh belakangan ini bahkan bersifat destruktif. Beliau juga memandang
pemikiran futuris yang memiliki latar belakang keilmuan, menggunakan berbagai
cabang pengetahuan, hasil penelitian, data informasi ribuan publikasi, dan
analisis berdasarkan tren yang berkembang. Futuris menyarankan sekitar 10 tahun
sebagai rentang waktu untuk mempelajari skenario dan strategi masa depan karena
ahli psikologi mempelajari bahwa manusia memiliki fleksibilitas mental untuk
berpikir 10 tahun ke depan. Krisis iklim juga menjadi perhatian beliau yang
sekarang ini sangat terlihat telah merusak kualitas lingkungan, akan tetapi
juga membahayakan kesehatan manusia, keamanan pangan, kegiatan pembangunan
ekonomi, pengelolaan sumberdaya alam, dan infrastruktur fisik. Untuk itu,
beliau mengungkapkan perlunya mobilisasi sumberdaya secara global pula melalui
mitigasi (mengurangi level gas-gas rumah kaca penyebab perubahan iklim akibat
kegiatan manusia dan adaptasi (meningkatkan ketahanan terhadap dampak perubahan
iklim) yang ditetapkan melalui kesepakatan internasional. Birokrasi dan masyarakat
madani juga menjadi perhatian beliau karena kasus lingkungan lokal maupun
nasional dapat digambarkan sebagai persoalan yang sehari-hari dialami langsung
oleh masyarakt seperti pencemaran sungai dan polusi udara. Beliau menambahkan
perbandingan antara masa lalu ketika masalah lingkungan hidup menjadi tanggung
jawab pemerintah untuk mengatasinya, kini peranan pelaku di luar unsur
pemerintah (aktor non-negara) semakin krusial. Beliau mengungkapkan unsur
pemerintah dan non-pemerintah diperlukan untuk prakarsa kerja sama yang
konkret, ambisius, dan berkesinambungan. Beliau juga mengingatkan pentingnya
tindakan daripada retorika.
B. Rumusan
Diskusi
Bagian selanjutnya ialah Rumusan Diskusi dari Webinar 90
Tahun Prof. Emil Salim Pembangunan Berkelanjutan : Menuju Indonesia Tinggal
Landas Tahun 2045. Rumusan tersebut membahas akar masalah proses pengelolaan
lingkungan di Indonesia sebagai penyebab angka kemiskinan yang tinggi dalam
kelimpahan biodiversitas. Akar masalah yang dimaksud antara lain konflik
kepentingan ekonomi, daya tarik sektor lingkungan yang kurang bila dibandingkan
dengan ekonomi, covid-19 akibat terganggunya ekosistem, pandangan dari berbagai
perspektif berbeda, terpisahnya rasionalitas ekologi dan rasionalitas ekonomi,
dan persoalan antara kapitalisme hijau dengan keadilan. Rumusan tersebut juga
mengangkat Indonesia yang lebih fokus mengejar pertumbuhan ekonomi namun
mengabaikan lingkungan. Hal lain yang menjadi sorotan adalah penggabungan dua
kementerian kehutanan dan lingkungan hidup karena pembangunan berkelanjutan
menghendaki semangat tinggi dalam sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup
melebur.
Aspek lain yang juga diamati adalah perhitungan angka
pertumbuhan ekonomi dan kerusakan lingkungan. Diskusi tersebut menyimpulkan bahwa
jika prinsip keberlanjutan dilanggar maka pertumbuhan ekonomi tidak akan
lestari. Selain itu, pondasi yang lemah dan pemulihan yang lama menyebabkan
negara selalu bangkit belakangan. Selanjutnya, diskusi merumuskan pola pikir
para aktornya harus sesuai dengan pembangunan berkelanjutan. Pola pikir yang
diharapkan ialah optimisme radikal untuk melawan pesimisme, pemikiran bahwa
sumberdaya itu cukup untuk semuanya, dan regenerasi radikal yang peduli alam
dan sesama. Rumusan berikutnya ialah pelajaran penting yang bisa ditelaah dan
refleksi dari pandemi Covid-19 yang timbul akibat ketidakseimbangan alam. Aspek
hukum juga tidak luput dari pengamatan yaitu tentang Omnibus Law yang
disinyalir sangat berorientasi ekonomi materialistis dimana analisis dampak lingkungan
dianggap mengganggu, sehingga pertumbuhan ekonomi sebagai kunci investasi
menjadi dewanya. Hal tersebut tentu merisaukan para pakar lingkungan karena
manusia pada hakikatnya merupakan makhluk berhati nurani dan bukanlah makhluk
materialistis. Diskusi tersebut juga merumuskan peluang Indonesia untuk
memanfaatkan bonus demografi demi kemajuan bangsa dan persyaratan untuk menjadi
bangsa unggul. Strategi yang digunakan untuk mencapainya ialah transformasi
pendidikan yang menghasilkan lulusan-lulusan dengan growth mindset. Rumusan
diskusi ditutup dengan pesan Prof. Emil Salim bahwa otak kita harus
terus-menerus mampu menjamin sustainabilitas pembangunan generasi demi
generasi.
C. Tulisan
Para Tokoh
Kusumaatmadja dalam (Nalang, V., Rika, A.,
Samedi, Irfan, B., Puspa, D.L., & Muhammad, S., (2020) sebagai tokoh pertama yang menuliskan keteladanan
Prof. Emil Salim dalam tulisan yang berjudul Prof. Emil Salim: Keteladanan
Abadi. Ir. Sarwono Kusumaatmadja yang sempat menduduki jabatan Menteri Negara
Lingkungan Hidup pada tahun 1993-1998. Beliau menuliskan pribadi Prof. Emil
Salim yang menarik sebagai ilmuwan multidisiplin yang dikenal luas hingga
tingkat dunia. Kepiawaian Prof. Emil Salim membawanya mendapatkan apresiasi dan
penghargaan internasional. Beliau membaca upaya-upaya yang dilakukan Prof. Emil
Salim semasa menjabat Menteri ialah memperkuat legitimasi lingkungan hidup
dengan membangun kesadaran yang meluas. Prof. Emil Salim membangun legitimasi
program sebagai pembuka mata, pikiran, dan hati orang banyak. Legitimasi
tersebut termasuk penghargaan Adipura maupun Kalpataru. Beliau memaparkan bahwa
Prof. Emil Salim juga aktif dalam peranan politik terutama setiap Sidang Umum
MPR. Beliau juga mengungkapkan rasa syukur dan terima kasihnya atas bimbingan
Prof. Emil Salim yang membuatnya mampu sampai ke jenjang Menteri.
(Nalang, V., Rika, A.,
Samedi, Irfan, B., Puspa, D.L., & Muhammad, S., (2020) dalam
tulisannya Pengelolaan Lingkungan Hidup mengungkapkan bahwa pembangunan
berkelanjutan telah menjadi acuan dalam UU No. 04 Tahun 1982 yang memandatkan
pengelolaan lingkungan hidup berasaskan pelestarian kemampuan lingkungan yang
serasi dan seimbang menunjang pembangunan yang berkesinambungan bagi
peningkatan kesejahteraan manusia. Sekretaris Jenderal PBB Javier Perez de
Cuellar pada bulan Desember 1983 mengangkat Ketua Komisi Dunia untuk Lingkungan
dan Pembangunan (WCED) yaitu Gro Harlem Brundtland dan Prof. Emil Salim sebagai
salah satu anggota komisi tersebut. Komisi tersebut menghasilkan laporan
berjudul Our Common Future (Masa Depan Kita Bersama) yang mempopulerkan serta
mendefinisikan istilah pembangunan berkelanjutan. Prof. Emil Salim mengajak perguruan
tinggi, pers, pemerintah daerah, dan pelaku bisnis. Usaha tersebut mendapat
dukungan dari negara-negara donor seperti Kanada melalui EMDI program, Jerman
dengan GTZ, Denmark dengan Danida, Amerika Serikat melalui USAID, Australia
melalui AIDAB, Jepang melalui JICA, serta dari World Bank, ADB, dan UNDP. Prof,
Emil Salim sudah membangun fondasi untuk mencapai tujuan pembangunan
berkelanjutan seperti fasilitas informasi, laboratorium, pusat pelatihan di
Serpong yang dbangun dengan dana bantuan JICA, pembangunan Pusat Pengelolaan
Limbah B3 di Cileungsi, dan Institusi Bapedal, namun dalam pelaksanaannya
memerlukan kerja keras dan idealisme tinggi. Beliau juga menjabarkan kiprah
Prof. Emil Salim dalam diplomasi menghadapi tekanan terhadap lingkungan hidup antara
lain AMDAL industri terhadap kegiatan di sekitar Danau Toba dan Sungai Asahan
untuk PT. Inalum, industri kertas di sekitar Kali Surabaya, penertiban Kawasan
Bogor-Puncak-Cianjur berdasarkan Kepres No. 32 Tahun 1990 serta pembentukan
Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKTRN), AMDAL terhadap pembangunan
real estate di daerah pesisir DKI Jakarta, dan masuknya gajah ke pemukiman
transmigran yang sebenarnya disebabkan oleh pembangunan yang mengabaikan hak hidup hewan dan tumbuhan.
Beliau juga memaparkan sektor ekonomi yang menekan lingkungan hidup. Contohnya
peristiwa industri daur ulang aki yang menyebabkan keracunan timah hitam pada
manusia dan kerusakan kualitas tanah tetap berjalan dengan alasan ekonomi.
Kasus lain ialah pada pelarangan impor limbah plastik yang dibuka kembali
karena alasan resesi ekonomi setelah ditutup. Beliau juga sejalan dengan
harapan Prof. Emil Salim terhadap Indonesia Maju 2045 yang membutuhkan kuatnya
kerjasama, dan memiliki sumberdaya manusia yan g profesional dan berintegritas
tinggi.
Kartodihardjo dalam Nalang, V., Rika, A.,
Samedi, Irfan, B., Puspa, D.L., & Muhammad, S. (2020) selaku
Anggota Dewan Pembina Yayasan KEHATI, Guru Besar Kebijakan Kehutanan IPB,
memaparkan bahwa pembahasan pembangunan berkelanjutan yang diinisiasi oleh
Prof. Emil Salim diterapkan untuk sektor kehutanan terutama usaha-usaha berskala
besar, baik berupa pengusahaan hutan alam produksi maupun usaha hutan tanaman
dalam bentuk sertifikasi ekolabel. Setelah hampir 30 tahun kemudian,
usaha-usaha besar tersebut bukan hanya tidak berkelanjutan, tetapi juga
terwujud konglomerasi yang mematikan usaha-usaha hutan tanaman mandiri,
ketimpangan usaha besar dan kecil serta terpinggirkannya masyarakat adat dan
lokal maupun konversi hutan produksi menjadi tambang dan perkebunan kelapa
sawit, baik melalui mekanisme legal maupun ilegal. Beliau meninjau kenyataan
paradoks tersebut dari tiga hal, hal pertama yaitu pengembangan inisiatif keberlanjutan tidak
dapat hanya dilihat pada lingkup perilaku internal pelaku usaha, kelompok
masyarakat ataupun lembaga-lembaga negara secara terpisah, sebaliknya perlu
tinjauan kebijakan serta teks peraturan maupun praktik bagaimana kebijakan dan
peraturan itu dijalankan. Hal kedua ialah pergeseran dari teks peraturan
menjadi fakta-fakta pelaksanaan peraturan di lapangan tersebut sangat
tergantung pada operasi kerja pemerintahan. Hal ketiga adalah banyak pertanyaan
seputar hambatan perbaikan kebijakan mulai dari rendahnya political will,
minimnya transparansi dan partisipasi publik, lemahnya penegakkan ataupun
maraknya mafia hukum, sampai pada hal-hal teknis seperti ketiadaan data dan
perencanaan yang baik, dapat dijelaskan dari hasil studi maupun telaah
peraturan-perundangan dengan pendekatan telaah dampak isi peraturan terhadap
terjadinya korupsi (corruption impact assessment). Beliau membandingkan
antara skema pembangunan berkelanjutan yang digagas oleh Prof. Emil Salim sejak
30 tahun lalu perlu dicurahkan terhadap perbaikan buruknya tatakelola,
khususnya dalam pengelolaan sumberdaya alam. Dan untuk melakukannya diperlukan
pandangan dan tindakan kritis terhadap rezim pengetahuan, rezim pengaturan, dan
rezim akumulasi yang saat ini sedang terus bekerja.
(Otto, Kibbe, Henn,
Hentschke, & Kaiser, 2018) meneliti tentang sampah elektronik. Riset mereka
mengungkapkan bahwa mayoritas pengukuran
yang mengurangi biaya perilaku akan selalu menuntut pengeluaran dari masyarakat
atau institusi lain yang menginginkan untuk membuat daur ulang sampah
elektronik. Contohnya, kontainer bagi penyimpanan sampah elektronik harus dipelihara,
dan koleksi sisi yang tertahan harus diatur dan diulang secara regular. Hal
lainnya ialah jalan kelestarian yang lebih hijau untuk meningkatkan daur ulang
sampah elektronik dengan meningkatkan determinan lain dari daur ulang sampah
elektronik yaitu motivasi bersifat lingkungan. Peningkatan motivasi bersifat
lingkungan dapat mengkompensasi biaya perilaku yang lebih tinggi contohnya
ketika seseorang harus menginvestasikan waktu dalam membawa sampah elektronik
kepada sebuah pusat daur ulang komunal. Tentu saja sisi lebih dari ini ialah
bahwa membaut motivasi bersifat lingkungan akan mempengaruhi tidak hanya daur
ulang sampah elektronik tapi juga perilaku ekologis lainnya, dan hal itu akan
lestari sepanjang kestabilannya. Pembuatan motivasi bersifat lingkungan
merupakan tugas jangka panjang yang harus dimulai sejak masa kecil karena di
masa itulah waktunya ketika motivasi lingkungan dibentuk dan dapat dialamatkan
secara lebih efektif. Pendidikan lingkungan berbasis alam, secara khusus,
tampaknya akan menjadi satu jalan menjanjikan bagi motivasi lingkungan yang
meningkat. (Samendinger et al.,
2019) melakukan
riset seputar efek Kohler. Eksperimen tersebut tidak mereplikasi efek Kohler
dalam melancarkan motivasi yang didapat ketika mengukur peningkatan dalam
intensitas protokol latihan aerobik dengan SGP. Realisme kondisi latihan tinggi
dan umpan balik (misalnya variabilitas jarak SGP berkelanjutan dalam
sinkronisasinya dengan perubahan partisipan dalam usahanya) telah diidentifikasi
sebagai satu faktor krusial bagi pembangkitan mekanisme pemacu motivasidari
efek Kohler. Lebih jauh lagi, penemuan menyarankan bahwa perspepsi kenikmatan
partisipan dan kepercayaan dri bahwa dirinya mampu dapat memprediksi derajat
motivasi yang didapatkan selama hari-hari dengan interval yang intens, meskipun
tidak kurang dari 30 menit dalam hari-hari yang berturut-turut. Faktanya, semua
partisipan termotivasi kepada meningkatkan performa melebihi targer dasar. (Samsonowa, 2011) memaparkan bahwa klaster-klaster performa,
kelas-kelas KPI, dan KPI final membangun
fondasi bagi bagian pengukuran dari sebuah sistem manajemen performa. Berdasarkan
analisis tersebut langlah-langkah yang dapat disimpukan ialah kita telah
melampaui pengembangan pendekatan
pendahuluan untuk berhadapan dengan elemen-elemen individu dari manajemen
performa sperti KPI, kelas-kelas KPI, klaster-klaster performa dan pada
akhirnya tujuan departemen organisasional. Elemen-elemen tersebut di antara
lainnya akan dianalisis pada satu skala
besar dengan survei kuantitatif.
Megawanto dalam (Nalang, V., Rika, A.,
Samedi, Irfan, B., Puspa, D.L., & Muhammad, S., 2020) selaku
Direktur Program Yayasan KEHATI dalam tulisannya Pembangunan Perikanan
Berkelanjutan, menyoroti hasil KTT Bumi yang menyepakati selain pembangunan
berkelanjutan, juga menyepakati Agenda 21 yaitu program aksi global yang secara
komprehensif mencakup semua bidang pembangunan berkelanjutan, termasuk
perikanan. Bidang perikanan tersebut mengatur pengelolaan sumberdaya perikanan
di laut lepas (high seas) dan di wilayah yurisdiksi nasional. Agenda 21 terkait
kelautan dan perikanan seperti gambaran di atas, pada dasarnya merujuk pada The
United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) atau Konvensi
Hukum Laut Internasional yang disepakati tahun 1982. Selanjutnya pada Agustus
1995 ditandatangani Agreement for the Implementation of the Provisions of the
UNCLOS of 10 December 1982 relating to the Conservation and Management of Stradding
Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks (United Nations Implementing
Agreement/UNIA 1995). KTT Bumi tahun 1992 juga menyepakati Konvensi
Keanekaragaman Hayati (the Convention on Biological Diversity/CBD), yaitu
kesepakatan global tentang konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan keragaman
biologi. Otoritas tertinggi konvensi ini ialah the Conference of the Parties
(COP) yang terdiri dari semua pemerintah yang telah meratifikasi kesepakatan,
termasuk Indoensia. Pada pertemuan COP 10 di Jepang tahun 2010, disepakati
Rencana Strategis Keanekaragaman Hayati dan Target Aichi 2011-2020 yang terdiri
dari 20 target. Beliau melanjutkan pemabahasannya dengan berakhirnya Millenium
Development Goals (MDGs) tahun 2015, UN Sustainable Development Summit 2015 mengadopsi
dokumen Transforming Our World : 2030 Agenda for Sustainable Development
sebagai dokumen agenda pembangunan berkelanjutan 2030. Dokumen ini selanjutnya
dikenal dengan Sustainable Development Goals (SDGs) yang terdiri dari 17 tujuan
dan 169 target. Beliau juga mengungkapkan bahwa Indonesia merupakan tujuh
negara terbesar (top seven) penghasil perikanan tangkap dunia, bersama Cina,
Peru, India, Rusia, AS, dan Vuetnam. Produksi dari ketujuh negara tesebut
mencakup 50% dari total produksi perikanan tangkap. Knotribusi Cina masih
Tertinggi yang mencapai 15%, sementara Indoensia tertinggi kedua dengan
kontribusi sebesar 7%. Beliau memberikan catatan bahwa konsep pembangunan
perikanan berkelanjutan sebagaimana disepakati pada KTT Bumi, UNCLOS, CCRF, dan
UNIA perlu diterapkan dengan disiplin. Tentu dengan mempertimbangkan aspek
kelokalan setiap daerah.
Samedi dalam (Nalang, V., Rika, A.,
Samedi, Irfan, B., Puspa, D.L., & Muhammad, S., 2020) sebagai
Direktur TFCA Sumatera, Yayasan KEHATI dalam tulisannya berjudul Keanekaragaman
Hayati Hutan: Mengapa Perlu Perlindungan ?
menggarisbawahi pernyataan Prof. Emil Salim yang mengatakan bahwa masa depan
ekonmi Indonesia sebagai negara dengan kekayaan keanrkaragaman hayati yan
gsangat tnggi akan bergantung pada sumberdaya alam (SDA) hayati. Beliau
mengungkapkan pentingnya SDA hayati bagi umat manusia diakui masyarakat dunia,
yang secara formal telah menyepakati suatu perjanjian internasional di bawah
payung PBB yaitu Konvensi mengenai Keanekaragaman Hayati (Convention on
Biological Diversity/CBD) yang mengakui bahwa keanekaragaman hayati
merupakan penyangga kehidupan manusia. Beliau juga memaparkan tentang
penjelasan Prof. Emil Salim mengenai kekayaan keanekaragaman hayati hutan
tropis Indonesia beserta peran penting yang dimainkannya telah banyak
didokumentasikan baik tingkat nasional maupun global. Hutan tropis beliau
presentasikan sebagai lumbung keanekaragaman hayati paling kaya di daratan yang
memainkan peran utam dalam pengaturan iklim global. Hutan hujan tropis juga
turut mendukung jutaan kehidupan masyarakat, serta merupakan sumber berbagai
komoditi yang diperdagangkan secara internasional. Beliau juga mengkritisi
deforestasi penyebab kerusakan dan fragmentasi habitat pemicu kepunahan
spesies, selain perburuan dan perdagangan. Mencegah kepunahan ialah tujuan
utama dari konservasi keanekaragaman hayati. Walaupun pencegahan kepunahan
berfokus pada konservasi di tingkat spesies, konservasi keanekaragaman hayati
harus dilaksanakan di tiga tingkat keanekaragaman, yaitu ekosistem, spesies,
dan genetik karena ketiganya saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. Beliau
juga menyayangkan di Indonesia hanya ada satu perundangan yang secara khusus
mengatur konservasi sumberdaya alam hayati yaitu UU Konservasi yan gtelah
berusia 30 tahun, di dalam terjadi banyaknya perubahan lingkungan strategis
nasional, baik sistem politik dan demokratisasi, serta berubahnya peraturan
perundang-undangan sektoral, maupun perubahan lingkungan konservasi global (Smith,
2013) menjelaskan bahwa bahaya lingkungan (environmental
hazard) merupakan peristiwa-peristiwa geofisikal ekstrim, proses-proses
biologis dan kejadian-kejadian teknologikal yang melepaskan konsentrasi atau material-material
ke dalam lingkungan pada skala yang cukup besar untuk memposisikan
ancaman-ancaman besar terhadap aset-aset ekonomis dan hidup manusia.
Bakhtiar dan Lembasi dalam (Nalang, V., Rika, A.,
Samedi, Irfan, B., Puspa, D.L., & Muhammad, S., 2020) sebagai
Strengthening Palm Oil Sustainability (SPOS Indonesia) dari Yayasan KEHATI
dalam tulisan berjudul Sertifikasi Berkelanjutan (Sustainable Certification):
Sebuah Upaya Implementasi Pembangunan Berkelanjutan di Sektor Usaha Berbasis
Lahan, memaparkan perihal upaya untuk menekan kerusakan hutan dan lingkungan
hidup, berbagai inisiatif dikembangkan oleh para pegiat lingkungan, pemerintah,
dan pelaku ekonomi itu sendiri. Salah satu inisiatif yang terbentuk ialah
pengembangan standar dan sistem sertifikasi berkelanjutan. Sertifikasi Forest
Stewardship Council (FSC) merupakan label terbesar di dunia dalam
pengelolaan hutan dan produk kayu, sedangkan di Indonesia terdapat Lembaga
Ekolabel Indonesia (LEI) yang dikenalkan tahun 1998 oleh Prof. Emil Salim,
Djamaludin Suryohadikusumo, dan para pegiat lingkungan. Kemudian terbit sistem
sertifikasi wajib yang dikenal dengan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK),
meskipun di dalam skema tersebut juga terdapat standar Pengelolaan Hutan
Produksi Lestari (PHPL). Di sektor perkebunan terdapat sertifikasi RSPO yan
gorganisasinya didirikan pada bulan April 2004, lalu terbit sistem sertifikasi
wajib yaitu ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) bagi produsen kelapa
sawit. Mereka menjelaskan bahwa pada dasarnya sistem sertifikasi disusun dengan
mengacu pada berbagai prinsip, kriteria dan indikator untuk menilai tiga aspek
pembangunan berkelanjutan dan kelestarian yang ada, yaitu aspek kelestarian
produksi, aspek kelestarian lingkungan, dan aspek kelestarian sosial. Mereka
menjelaskan bahwa kewajiban sertifikasi berkelanjutan pada awalnya dibangun
untuk memastikan dilakukannya pengelolaan sumberdaya lahan (hutan dan kebun)
dengan lebih memperhatikan pronsip pembangunan berkelanjutan. Dengan demikian,
menurut mereka sudah seharusnya sertifikasi ini harus dapat memastikan
pengelolaan sumberdaya lahan yan glebih baik di lapangan seperti misalnya
berkurangnya angka deforestasi di Indonesia. Sistem sertifikasi sukarela
seperti FSC dan RSPO menawarkan adanya harga premium atau premium premium price
di pasar, yang harapannya selisih harga premium ini akan terbagi rata sampai ke
produsen di hulu. Mereka menyayangkan keterlibatan berbagai institusi negara
terkait dalam prakondisi dan implementasi sistem sertifikasi berkelanjutan,
baik yang wajib ataupun sukarela, seringkali menghadapi tantangan dari sisi
layanan institusi negara.
Shihab dalam Nalang, V., Rika, A., Samedi,
Irfan, B., Puspa, D.L., & Muhammad, S., et al. (2020) sebagai seorang pendidik dalam
tulisannya berjudul Pemerataan dan keberlanjutan, Jauh dari Kenyataan,
mengungkapkan bahwa pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan buknnlah hal
baru dalam percakapan ekosistem bekajar-mengajar di negeri ini. Tetapi,
sebagaimana banyak perubahan dalam pendidikan, masih banyak sekali kesalahan
konsepsi yang menyelimuti pendidikan itu. Salah kaprah yang paling utama ialah
kecenderungan membatasi definsinya sebatas pendidikan lingkungan hidup,
khususnya terkait perubahan iklim atau mata pelajaran sains dan geografis di
sekolah semata. Beliau juga membahas tentang pendidikan yang harus relevan
untuk kehidupan masa kini dan masa depan. Kenyataannya, standarisasi masih sangat
sering dipertentangkan dengan kontekstualisasi dalam proses pendidikan saat
ini. Hal tersebut berakibat pada kesenjangan akses dan kulaitas menjadi
kegawatdaruratan utama pendidikan kita hari ini. Beliau mengakui pelajaran
penting dari Prof. Emil Salim adalah dorongan terus menrus tentang perlunya
pola dan kebijakan pembangunan yang tidak hanya menekankan laju tingkat
pertumbuhan yang tinggi, tetapi juga mengutamakan penurunan kemiskinan dan
peningkatan pemerataan pendapatan antar penduduk yang lebih adil. Beliau yakin
pintu awal memulainya adalah memenuhi janji terkait akses dan kualitas
pendidikan untuk semua dan setiap anak, yang masih sulit terwujud selama ini,
dan menjadi makin jauh setelah pandemi. Walau isu kesempatan pendidikan tidak
terkait langsung dengan wabah, satu hal yang terjadi di banyak negara,
kesenjangan terlihat semakin nyata.
Daniri dalam Nalang, V., Rika, A., Samedi,
Irfan, B., Puspa, D.L., & Muhammad, S., et al. (2020) dalam tulisannya berjudul Governansi
Korporat dan Konsep Keberlanjutan, menjelaskan tentang pertimbangan para
pengambil kebijakan perusahaan yaitu manfaat dari bisnis kepada perusahaan tapi
juga pemangku kepentingan, dan juga potensi dampak negatif yang ditimbulkan
dari kegiatan bisnis perusahaan. Beliau menjelaskan konsep Triple Bottom Line
(Profit , People, dan Planet) yang dipopulerkan oleh (Hudson
et al., 1997) ada tiga istilah yang dikenalkan
yaitu economic prosperity, environmental quality, dan social justice. Sehingga,
selain mengejar keuntungan yang merupakan tanggung jawab terhadap pemegang
saham untuk menumbuhkan profit terus menerus, perusahaan juga memperhatikan
kesejahteraan masyarakat dan pelestarian lingkungan dengan selalu mengupayakan
dampak positif bagi pemangku kepentingan. Beliau mengungkapkan bahwa governansi
perusahaan yan gbaik dimaknai sebagai struktur dan proses yang mengatur pola
hubungan harmonis antara peran organ perusahaan dan para stakeholder lainnya.
Governansi perusahaan juga bermakna sebagai mekanisme check and balance
mencakup perimbangan kewenangan atas pengendalian perusahaan dengan membangun
rambu-rambu untuk menghindari pengelolaan yang salah termasuk penyalahgunaan
aset perusahaan guna memanfaatkan peluang bisnis. Beliau menambhakan bahwa
bayak perusahaan meyakini untuk fokus pada keberlanjutan sebagai cara
meningkatkan laba dan memenangkan loyalitas pelanggan secara berkelanjutan.
Kini strategi keberlanjutan perusahaan tidak hanya sebatas menanamkan
prinsip-prinsip keberlanjutan ke dalam perusahaan, tapi lebih dari itu
menjadikan keberlanjutan sebagai bagian dari DNA perusahaan. Dengan demikian,
kebutuhan untuk membangun rambu-rambu governansi yang baik, manajemen resiko
dan kepatuhan secara terintegrasi sudah menjadi kebijakan perusahaan, sebagai
suatu cara untuk memastikan konsep keberlanjutan menjadi DNA perusahaan.
(Jiyun, D., Shen, Z.,
& Yang, (2018) melakukan
penelitian teknologi ramah lingkungan yang menghasilkan studi numerik pada
desain blok bagi peningkatan performa sebuah
turbin cross-flow inline. Hasil riset tersebut menyimpulkan
bahwa arus atas dan arus bawah blok
dapat bertindak sebagai nozzle dan diffuser dalam turbin cross-flow
tradisional untuk memacu kecepatan aliran melalui
baling-baling. Konfigurasi blok yang diajukan bisa meningkatkan perbedaan
tekanan antara sisi arus atas dan arus
bawah dari turbin untuk menghisap lebih banyak air melalui baling-baling. Tenaga keluaran maksimum turbin dapat mencapai 136 W ketika TSR-nya adalah 1.2.
(Rivera, Leadley,
Potter, & Azapagic, 2019; Titus & Ayalur, 2019) melakukan riset tentang tenaga pikohidro dan
menyimpulkan bahwa tenaga pikohidro tampaknya satu dari teknologi menjanjikan
bagi generasi terdistribusi pada sisi penggunaan. Perakitan turbin ditempatkan
hanya di bawah poin outlet dari tanki untuk mengekstrak energi ekses yan
gtersedia dengan air. Keuntungan metode ini ialah tidak terdapat kehilangan air
saat tingkat aliran massa tetap sama
melalui pipa. Hal tersebut berarti bahwa tidak ada gangguan dalam aliran
kecuali bahwa terdapat kehilangan tekanan pada perakitan turbin yang
mengekstrak energi tekanan ekses yang tersedia dengan air. Miniatur tipe dari
mesin sinyal tersebutvdapat digunakan dalam saluran pipa apa saja dengan
modifikasi seperlunya dari ukuran turbin serta generator.
(Kumar, M., &
Monto, 2019) melakukan riset yang mengembangkan kerangka kerja sistem guna menangkap
dan melacak dampak aktif untuk merancang
keputusan manufaktur. Kerangka kerja yang diajukan tidak mempertimbangkan
dimensi teknis, sasaran teknis merupakan nilai yang ditawarkan oleh industri
kepada konsumen melalui teknologi produksinya seperti alternatif demi mengeksekusi proses produksi,
persyaratan teknologi baru. Tabel AIEA yang digunakan telah berhasil diadopsi
dalam umpan balik para ahli yang berlangsung dari sebuah kelompok
interdisipliner pada lingkungan, dampak sosial dan ekonomi, dan data yang
terasosiasi guna mengkarakterisasi kelestarian. Mengikuti pendekatan penilaian
berbasis efektivitas bisa membawa masuk tantangan-tantangan teknis. Berhadapan
dengan tantangan semacam itu sama pentingnya dengan mendesain produk dengan
pemikiran kepedulian lingkungan. Lebih jauh lagi, implementasi kerangka kerja
ini membutuhkan satu pendekatan interdisipliner
dengan pengetahuan serta spesialisasi dari sektor-sektor lain
Frindos dalam Nalang, V., Rika, A., Samedi,
Irfan, B., Puspa, D.L., & Muhammad, S., et al. (2020) selaku Direktur Eksekutif Yayasan
KEHATI berjudul Ketika Kapitalis Mengulurkan Tangan, menekankan pelajaran
penting pembangunan berkelanjutan dalam era pandemi Covid-19 ialah jangan
coba-coba melintasi batas dalam mengeksploitasi dan mengintervensi kapasitas
dan keseimbangan alam sebagai fondasi dasar bagi kehidupan manusia. Satu lagi
ialah jangan melintasi batas dalam menginfiltrasi kehidupan alam liar sebagai
bagian dari keseimbangan kehidupan di planet bumi. Tidak hanya akan meruntuhkan
daya dukung alam bagi kehidupan manusia, tapi juga meruntuhkan benteng-benteng
yang melindungi kita dari berbagai mikroorganisme yang dapat mematikan seperti
virus Covid-19. Beliau mengumpamakan jika kita tidak mengubah gaya hidup kita,
proses produksi, pola konsumsi, strategi investasi yang mengindahkan
aspek-aspek keberlanjutan Planet Bumi. Beliau juga menyoroti melejitnya
popularitas investasi berkelanjutan atau ESG (Environmental, Social, and
Governance) di pasar modal memang cukup fenomenal. ESG merupakan segmen
investasi yang tumbuh paling pesat dalam beberapa tahun terakhir. Beliau
membuka pandangan bahwa investor di pasar modal yang sering dipersepsikan
sebagai kapitalis yang berdiri berseberangan dengan para penggiat lingkungan.
Kini banyak dari mereka mengulurkan tangan untuk berdiri berdampingan dan
berjalan beriringan. Bahkan, pada banyak situasi para kapitalis in iberdiri
jauh di depan dan berlari lebih cepat dalam mendorong isu-isu keberlanjutan.
Sebab, keberlanjutan Planet Bumi tidak hanya berarti keberlanjutan bagi anak
cucu mereka di masa yang akan datang, tapi juga keberlanjutan bagi investasi
mereka. .
Kesimpulan
Webinar tersebut diselenggarakan
dalam rangka peringatan ulang tahun 90 tahun Prof. Emil Salim bertema
Pembangunan Berkelanjutan: Menuju Indonesia Tinggal Landas 2045 pada tanggal 18
Juni 2020. Prof. Emil Salim menjadi pembicara utama disertai Faisal Basri,
S.E., M.A., Prof. Arif Satria dan Amanda Katili Niode, Ph.D, dengan panduan
Desi Anwar selaku Direktur CNN Indonesia. Prof. Emil Salim menyoroti tantangan
pembangunan yang dihadapi Indonesia seperti jebakan pendapatan menengah yang
menyebabkan Indonesia terperangkap pada tingkat pendapatan yang berputar-putar
di kisaran tertentu saja. Beliau mengulas juga mengenai kualitas sumberdaya
manusia Indonesia yang perlu ditingkatkan lagi produktivitasnya.
Prinsip keberlanjutan yang dilanggar
akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi tidak akan lestari. Selain itu, pondasi
yang lemah dan pemulihan yang lama menyebabkan negara selalu bangkit
belakangan. Pola pikir yang diharapkan ialah optimisme radikal untuk melawan
pesimisme, pemikiran bahwa sumberdaya itu cukup untuk semuanya, dan regenerasi
radikal yang peduli alam dan sesama. Rumusan berikutnya ialah pelajaran penting
yang bisa ditelaah dan refleksi dari pandemi Covid-19 yang timbul akibat
ketidakseimbangan alam. Aspek hukum juga tidak luput dari pengamatan yaitu
tentang Omnibus Law yang disinyalir sangat berorientasi ekonomi materialistis
dimana analisis dampak lingkungan dianggap mengganggu, sehingga pertumbuhan
ekonomi sebagai kunci investasi menjadi dewanya. Peluang Indonesia untuk
memanfaatkan bonus demografi demi kemajuan bangsa dan persyaratan untuk menjadi
bangsa unggul juga perlu disorot. Strategi yang digunakan untuk mencapainya
ialah transformasi pendidikan yang menghasilkan lulusan-lulusan dengan growth
mindset.
BIBLIOGRAFI
Adioetomo,
S.M., Gempur, A., Mubariq, A., Armida, S.A., Muhammad, A.A., & Iwan, J.A.,
et al. (2010). Pembangunan Berkelanjutan Peran dan Kontribusi Emil Salim.
Jakarta: PT.Gramedia.
Barapatre, Nishant B., & Joglekar, Vishnu P. (2020). Book
Review of AYUSH in Public Health written by RK Mutatkar. Elsevier.
Gupte, P. & Supriya, B. (2020). Book review of
Integrative Ayurveda Proceedings of Workshop and National Seminar ;
Tadvidya Sambhasha Ayurveda XII (2017). Journal of Ayurveda and Integrative
Medicine.
Huang, S. (2018). Book Review : Aquaculture in
China : Success stories and modern trends. Aquaculture and Fisheries,
3, 174175.
Hudson, M. K., Elkington, S. R., Lyon, J. G., Marchenko, V.
A., Roth, I., Temerin, M., Blake, J. B., Gussenhoven, M. S., & Wygant, J.
R. (1997). Simulations of radiation belt formation during storm sudden
commencements. Journal of Geophysical Research: Space Physics, 102(A7),
1408714102.
Jiyun, D., Shen, Z., & Yang, H. (2018). Performance
enhancement of an inline cross-flow hydro turbine for power supply to water
leakage monitoring system. Applied energy symposium and forum, renewable energy
integration with mini/microgrids REM 2017,. Energy Procedia, 145, 363-367.,
363367.
Kumar, M., & Monto, M. (2019). A systems-based
sustainability assessment framework to capture active impacts in product life
cycle/manufacturing. 16th global conference on sustainable manufacturing
sustainable manufacturing for global circular economy. Procedia Manufacturing.
33. 647-654.
Lavanya, A., Kumar, S., Geetha, A., Muralidass, S.D., Kannan,
M., & Sathiyarajeswaran, P. (2019). Book review of T.V.S. Siddha medical
dictionary first edition written by T.V. Sambasivam Pillai. Journal of
Ayurveda and Integrative Medicine, 10, 319322.
Nalang, V., Rika, A., Samedi, Irfan, B., Puspa, D.L., &
Muhammad, S., et al. (2020). 90 Tahun Prof. Emil Salim Pembangunan
Berkelanjutan : Menuju Indonesia Tinggal Landas 2045. Jakarta:
Yayasan KEHATI.
Otto, Siegmar, Kibbe, Alexandra, Henn, Laura, Hentschke,
Liane, & Kaiser, Florian G. (2018). The economy of E-waste collection at
the individual level: A practice oriented approach of categorizing determinants
of E-waste collection into behavioral costs and motivation. Journal of
Cleaner Production, 204, 3340.
Poggenpohl, S. H. (2020). Bringing Numbers to Life :
LAVA and Design-Led Innovation in Visual Analytics by John Armitage. Visible
Language.
Rivera, Ximena C. Schmidt, Leadley, Craig, Potter, Lynneric,
& Azapagic, Adisa. (2019). Aiding the design of innovative and sustainable
food packaging: Integrating techno-environmental and circular economy criteria.
Energy Procedia, 161, 190197.
Samendinger, Stephen, Hill, Christopher R., Kerr, Norbert L.,
Winn, Brian, Ede, Alison, Pivarnik, James M., Ploutz-Snyder, Lori, & Feltz,
Deborah L. (2019). Group dynamics motivation to increase exercise intensity
with a virtual partner. Journal of Sport and Health Science, 8(3),
289297.
Samsonowa, Tatjana. (2011). Industrial research
performance management: Key performance indicators in the ICT industry.
Springer Science & Business Media.
Smith, Keith. (2013). Environmental hazards: assessing
risk and reducing disaster. Routledge.
Titus, Joel, & Ayalur, Bakthavatsalam. (2019). Design and
Fabrication of In-line Turbine for Pico Hydro Energy Recovery in Treated Sewage
Water Distribution Line. Energy Procedia, 156, 133138.