Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, No. 3, Maret 2021
KOMUNIKASI DAKWAH DALAM MENINGKATKAN SELF CONTROL
PADA NARAPIDANA NARKOBA DILAPAS KELAS II A PEKANBARU
Didin Siskawati
Universitas Riau (UNRI),
Indonesia
Email: didinsiskawati28@gmail.com
Abstract
The purpose of this
study is to describe and analyze the form of communication carried out by
prison officers to drug convicts in improving the self-control of drug
convicts, to describe and analyze the ustadz da'wah
communication techniques used in improving the self-control of drug convicts,
and to describe and analyze the Self Control of Drug Prisoners. at the Class II
Correctional Institution in Pekanbaru. The data
collection technique was done by observing, interviewing and documenting. The
data analysis technique was carried out by the stages of data presentation,
data reduction, and conclusion / verification. The validity test in qualitative
research includes credibility, transferability, dependability, and
confirmability tests. The results showed that the visible forms of da'wah
communication were personal communication and group communication. The visible
forms of personal communication are ustadz and prison
guards directly inviting inmates to participate in religious activities, for
example in the case of the Koran, prayer, and so on. Then the form of group
communication that is carried out is with the inmates participating in the
recitation activity which is a routine program and must be followed by inmates
at the mosque by listening to religious lectures by the appointed ustadz.
Keywords: dakwah communications; selfcontrol; drug convicts
Abstrak
Tujuan penelitian
ini adalah mendeskripsikan dan menganalisis bentuk
komunikasi yang dilakukan petugas lapas kepada narapidana narkoba dalam
meningkatkan self control narapidana narkoba, untuk mendeskripsikan dan
menganalisis teknik komunikasi dakwah ustadz yang
digunakan dalam meningkatkan self control narapidana narkoba, dan untuk
mendeskripsikan dan menganalisis Self Control Narapidana Narkoba di
Lembaga Permasyarakatan Kelas II Pekanbaru. Dalam penelitian ini diterapkan jenis metode penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Jenis
pendekatan studi kasus ini merupakan
jenis pendekatan yang digunakan untuk menyelidiki dan memahami sebuah kejadian atau masalah yang telah terjadi dengan
mengumpulkan berbagai macam informasi yang kemudian diolah untuk mendapatkan sebuah solusi agar masalah yang diungkap dapat terselesaikan. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik
analisis data dilakukan dengan tahapan penyajian data, reduksi data, dan
penarikan kesimpulan/verifikasi. Uji keabsahan dalam penelitian kualitatif meliputi uji credibility,
transferability, dependability, dan confirmability. Hasil penelitian
menunjukkan bentuk komunikasi dakwah yang terlihat yaitu komunikasi pribadi dan
komunikasi kelompok. Bentuk komunikasi pribadi yang terlihat adalah ustadz dan
juga penjaga lapas mengajak secara langsung narapidana untuk mengikuti kegiatan
keagamaan, misalnya dalam hal mengaji, sholat, dan sebagainya. Kemudian bentuk komunikasi
kelompok yang dilakukan adalah dengan para narapidana mengikuti kegiatan
pengajian yang merupakan program rutin dan wajib diikuti oleh narapidana di
masjid dengan mendengarkan uraian ceramah agama oleh ustadz yang telah
ditunjuk.
Kata kunci: komunikasi dakwah; selfcontrol; narapidana narkoba
Coresponden Author
Email: didinsiskawati28@gmail.com
Artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi
Pendahuluan
Secara
Semantik, dakwah berarti ajakan, atau panggilan (Ma’ruf, 2015). Allah SWT mengajak orang-orang
beriman pada perkampungan damai’ (Dar Al-salam) yang penuh dengan kebahagiaan
yang kekal. Para nabi mengajak umatnya ke jalan yang lurus, di sisi lain
syaitan pun mengajak kelompoknya pada kesesatan. Kehadiran nabi merupakan
sebentuk kasih sayang Allah terhadap manusia, meski manusia kerap kali
mengingkari, menentang, dan bahkan membunuhnya. Allah selalu mengutus nabi
berikutnya yang berakhir pada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Semua
nabi berasal dari manusia, tidak ada jin yang diangkat menjadi nabi. Ajaran
nabi berlaku pula bagi jin. Dakwah Islam menyeru manusia kepada fitrah yang
hanif sebagai ciptaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Fitrah merupakan kesaksian
bahwa tiada Tuhan kecuali Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Zat Yang Maha Tunggal dan
Maha Kekal.
Secara
terminologi, dakwah adalah upaya untuk mengajak orang lain kepada ajaran Islam
dengan terlebih dahulu membina diri sendiri. Pembinaan diri sendiri menjadi
sesuatu yang mutlak karena dakwah membutuhkan keteladanan. Penyampaian ajaran
agama kepada masyarakat dilakukan secara bijak sehingga Islam dipahami dan diamalkan
oleh masyarakat. Diperlukan adanya pembimbing kehidupan beragama agar agama
menjadi panduan bagi kehidupan manusia (Kafie, 2016).
Manusia
membutuhkan ajaran Islam sebab Islam mengajarkan hal yang mendasar, yaitu Tauhidullah.
Ajaran Islam merupakan ajaran yang haq (benar) yang melandasi semua
aspek yang dilakukan oleh manusia. Manusia akan tertimpa kegelapan batinnya
bila tidak memenuhi panggilan Tuhannya.
Dengan mengesakan Allah, manusia akan bisa mengetahui dari mana manusia
berasal, hendak kemana, dan dengan cara apa menempuhnya. Komunikasi dakwah
sebagai kelanjutan dari tugas dakwah Islam berupaya untuk mengenalkan
nilai-nilai Islam kepada masyarakat luas dengan format yang lebih cair dan
santai (Anshari, 2017).
Pada
komunikasi
dakwah
terdapat faktor teknologi komunikasi dan informasi seperti media massa
(televisi, film, novel) dan media
sosial. Dengan masuknya teknologi komunikasi, dakwah menjadi sangat fleksibel
dan memiliki mobilitas tinggi. Komunikasi dakwah dapat mengantarkan
pesan secara tepat dan mendalam,
masing-masing dapat mengisi kelemahan yang lain.
Komunikasi dakwah dapat digunakan oleh komunitas non-muslim. Tetapi, bila tidak
cermat melaksanakan agendanya, komunikasi dakwah akan kontraproduktif bagi
kegiatan dakwahnya. Pada komunikasi
dakwah,
karena adanya faktor media, terutama
media massa dan media jejaring sosial terlihat lebih menghibur. Karena
membutuhkan capital yang cukup besar untuk modal pendirian dan operasionalnya,
komunikasi
dakwah
dikemas dengan baik agar menarik sehingga membawa citra yang positif.
Komunikasi dakwah
dapat membawa pencitraan yang baik dan popularitas, sedangkan dakwah membawa
pengamalan Islam secara langsung sehingga terasa hangat dan manfaat (Hafidhuddin, 2018). Aktivitas komunikasi dakwah harus memiliki
sifat-sifat mulia sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Mudatsir (74:1-7):
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلۡمُدَّثِّرُ ١ قُمۡ فَأَنذِرۡ ٢
وَرَبَّكَ
فَكَبِّرۡ ٣ وَثِيَابَكَ
فَطَهِّرۡ ٤
وَٱلرُّجۡزَ
فَٱهۡجُرۡ ٥ وَلَا
تَمۡنُن
تَسۡتَكۡثِرُ ٦
وَلِرَبِّكَ
فَٱصۡبِرۡ
٧
“Hai orang-orang
yang berkemul (berselimut), bangunglah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu
agungkan, dan pakaianmu bersihkan, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan
janganlah kamu memberi (dengan masksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.
Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah”.
Komunikasi
dakwah memiliki tujuan yaitu untuk menciptakan suatu tatanan kehidupan individu
dan masyarakat yang aman, damai, serta sejahtera yang dinaungi oleh kebahagiaan
jasmani dan rohani dalam sinaran Illahi. Komunikasi dakwah sangat penting
dilakukan untuk memperoleh keluaran yang tertukar. Umat Islam berupaya dapat
mewujudkan agenda kebajikan, keadilan, dan keindahan dalam kehidupan
sehari-hari (Aziz, 2019).
Komunikasi
dakwah
mencakup semua aktivitas jasmani dan rohani dan mental-intelektial yang
diperoleh melalui interaksi positif dengan sentuhan personal, kolektif, atau
massal dalam berbagai segi kehidupan. Nabi Muhammad SAW, sebagai figur panutan
utama, bersama para sahabat radliyallah ‘anhum (semoga Allah meridai
mereka) telah melakukan aktivitas ini dalam rangkaian yang integral. Dakwah
Nabi SAW, telah mengubah tatanan sosial, politik, ekonomi, tingkah laku, dan
pemikiran di negeri Arab dan non Arab. Keberhasilan dakwah merupakan kesuksesan
dalam penyampaian informasi yang aksesibel, selain sebagai taufik dari Allah
SWT yang sangat besar (Munir, M, dan Ilahi,
2016).
Komunikasi
dakwah berupaya untuk menyegarkan ‘amar ma’ruf dan nahyi munkar’ yang
tidak bisa digantikan dengan kenikmatan hidup para dai yang telah sukes dan
memperoleh kehidupan gebyar (glamour). Komunikasi dakwah tidak boleh
kehilangan jati diri akan kesahajaan hidup karena hakikat kemewahan
diperuntukkan bagi orang-orang yang hidup di surga (Munir, M, dan Ilahi, 2016).
Salah
satu komunikasi dakwah yang dilakukan adalah di lembaga pemasyarakatan,
khususnya pada napi narkoba. Napi narkoba merupakan seseorang yang dihukum
karena penyalahgunaan obat psikotropika (narkoba). Narkoba menurut
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman baik sintestis maupun semi sintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan kedalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang
atau yang kemudian ditetapkan sebagaimana keputusan Menteri Kesehatan.
Sedangkan Korp Recerce Narkoba mengatakan bahwa narkotika adalah zat yang dapat
menimbulkan perubahan perasaan, susunan pengamatan atau penglihatan karena zat
tersebut mempengaruhi susunan saraf (Narkoba., 2017).
Undang-undang
RI No. 35
tentang narkotika menjelaskan terdapat tiga jenis golongan narkotika, yaitu
sebagai berikut:
Tabel 1
Jenis-Jenis Narkotika
No |
Jenis-jenis
Narkotika ( Narkotika dan Obat-obatan ) |
1. |
Narkotika Golongan 1 Seperti:
Ganja, Heroin, Tanaman koka, Opium, Ganja, dan lebih dari 65 macam jenis
lainnya. |
2. |
Narkotika Golongan II, sementara
narkotika golongan 2 ini bisa dimanfaatkan untuk pengobatan asalkan sesuai
dengan resep dokter. Narkotika golongan 2 ini memiliki kurang lebih ada 85
jenis. Seperti: Morfin, Alfaprodina, petidin, fentanyl, Metadon dan lain-lain.
Narkotika golongan 2 (dua) ini bisa
berpotensi tinggi yang mengakibatkan ketergantungan. |
3. |
Golongan III adalah narkotika
yang memiliki resiko ketergantungan yang cukup ringan, dan dimanfaatkan untuk
pengobatan serta terapi. |
Sumber: Undang-Undang
RI No.35 Tentang Narkotika
Narapidana
narkoba yang terjadi di Indonesia saat ini mengalami pertambahan jumlah yang
signifikan. Mereka memiliki peran yang beragam yaitu ada yang berperan sebagai bandar, kurir, pengedar
dan pemakai. Jumlah narapidana narkoba di Riau khususnya di Lembaga
Pemasyarakatan di Jalan Lembaga Pemasyarakatan pada tanggal 13 November 2019
berjumlah 1314. Dari banyaknya jumlah yang terdapat di lapas tersebut pengedar
adalah jumlah yang sangat banyak. Jumlah tersebut mengalami peningkatan dari
tahun ketahun. Mereka yang ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan (disingkat
Lapas) yang telah dijatuhi hukuman oleh penegak hukum. Dengan bertambahnya
jumlah narapidana narkoba tersebut menunjukkan bahwa narkoba merupakan problem
sosial yang bisa menimpa siapa saja yang berada di dekatnya.
Adanya
komunikasi dakwah di sela-sela kehidupan Narapidana narkoba di lapas menjadi
suatu bimbingan yang sangat penting. Maka dari itu harapan dan tujuan
komunikasi dakwah sebagai upaya untuk melakukan perubahan ke arah yang positif
dan menumbuhkan sikap kesadaran para Narapidana narkoba agar dapat menjalani
kehidupan yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, baik
sesuai aturan agama maupun aturan negara (Lapas Kelas II A Pekanbaru).
Dalam
penyampaian komunikasi dakwah yaitu ceramah yang dilaksanakan di Lapas Kelas II
A Pekanbaru oleh 17 Ustadz yang mengisi kegiatan dakwah tersebut. Kegiatan ini
dilaksanakan setiap hari senin sampai dengan hari sabtu. Adapun daftar nama Ustadz yang mengisi ceramah di Masjid
At-Taubah Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Pekanbaru yaitu:
Tabel
2
Data
Ustadz yang Mengisi Kegiatan Dakwah Kepada Narapida Narkoba di Lapas Kelas II A
Pekanbaru
No |
Nama Ustadz |
Materi |
1 |
Ustadz DKM Masjid At-Taubah |
Tahsin Al-qur’an |
2 |
Ustadz Apriyadi, S.Ag. |
Tilawah Al-Qur’an |
3 |
Buya DR. H. Agustiar, MA |
Bahasa Arab |
4 |
Ustadz Drs, Wizard Adnan, Mirwan
M.Pd, Buya Makmur, Haromain dan Ali Imron (MDI dan IKMI). |
Kajian ilmu Qur’an Hadits, Aqidah
Akhlak, Tasawuf dan Khasanah Islam |
5 |
Ustadz DR. H. Mawardi Saleh,
Lc.MA |
Kajian Ilmu Fiqih |
6 |
Ustadz-ustadz Taboligh |
Kajian Fadilah Amal |
Sumber: Erik Suranta Ginting (Kasi Binadik)
Lapas Kelas II A Pekanbaru, 2020
Menurut
Carver dan Scheier, setiap prilaku pasti ada penyebabnya, ada suatu proses yang
mengontrol seseorang berprilaku baik yang berasal dari diri sendiri (self
regulation/internal regulation). Ketika narapidana narkoba merasa berada di
tempat yang salah, tidak merasa bersalah karena bukan pelaku criminal, hanya
sebagai pengguna narkoba dan merasa bahwa kasusnya merupakan pengembangan dari
kasus orang lain, itu menunjukkan bahwa regulation atau control diri
narapidana tersebut lemah (Carver, 2017).
Lembaga
Pemasyarakatan adalah sebuah lembaga yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk
memberi wadah dalam membina narapidana dan anak didik pemasyarakatan agar
mereka mempunyai cukup bekal untuk menyongsong kehidupan yang lebih baik
setelah menjalani masa pidana. Oleh sebab itu, Lembaga Pemasyarakatan merupakan
suatu tenpat keadilan yang bertujuan untuk mencapai reintegrasi sosial atau
pulihnya hubungan antara narapidana di Lembaga Pemasyarakatan dengan masyarakat
(Lapas Kelas II A Pekanbaru).
Kajian terdahulu yang digunakan peneliti
sebagai pendukung dalam penelitian ini ada empat, yaitu yang pertama penelitian
oleh Budi Ariyantodari, dkk dari Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati
bandung dengan judul “Pembinaan Mental di Lembaga Pemasyarakatan: Tinjauan
Strategi komunikasi Dakwah. Kedua penelitian oleh Muklis
dari Universitas Walisongo
Semarang dengan judul
“Strategi Dakwah Bagi Narapidana Narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A Semarang. Penelitian ketiga oleh Faridah dari Universitas Alauddin Masakassar dengan judul “Strategi Dakwah Dalam Pembinaan
Spiritual Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Wanita Kelas II A Sungguhminasa Gowa.
Terakhir adalah penelitian terdahulu oleh Asep Afriansyah dari Universitas Islam Negeri Walisongo
Semarang dengan judul “Bimbingan Keagamaan Menggunakan terapi SEFT
(Spiritual Emotional Freedom Technique) untung mengembangkan Self Control (Studi
Analisis Warga Binaan di Madrasah Diniyah At-Taubah LapasKelas II A Kedungpane Semarang. Penelitian yang berjudul pelaksanaan bimbingan agama islam untuk meningkatkan selfcontrol pada narapidana
di pondok pesantren nurul hidayah lapas
kelas II B tegal yaitu bertjuan untuk mengetahui pelaksanaan bimbingan agama islam pondok pesantren
nurul hidayah lapas kelas II B tegal. Kegiatan spiritusl pada kajian terdahulu berbeda dengan kegiatan spiritual yang ada pada penelitian yang telah peneliti laksanakan, sehingga terdapat perbedaan pada konsep bimbingan secara spiritualisme yang ada di lembaga pemasyarakatan kelas II A Pekanbaru.
Tujuan dalam penelitian
ini adalah untuk menjelaskan dan menganalisis bentuk komunikasi dakwah dalam meningkatkan selfcontrol pada narapidana
narkoba di lembaga pemasyarakatan kelas II A Pekanbaru, untuk menjelaskan dan menganalisis teknik komunikasi dakwah dalam meningkatkan
selfcontrol pada narapidana
narkoba di lembaga pemasyarakatan kelas II A Pekanbaru, dan untuk menjelaskan dan menganailis selfcontrol narapidana narkoba di lembaga pemasyarakatan kelas II A Pekanbaru. Manfaat dari penelitian ini adalah penelitian
ini dapat dijadikan sebagai sumber acuan mengenai
komunikasi dakwah dan memperoleh data empiris tentang komunikasi dakwah dalam meningkatkan
selfcontrol pada narapidana
narkoba di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Pekanbaru. Penelitian
ini diharapkan mempunyai manfaat baik secara langsung
maupun secara tidak langsung kegunaans teoritis dan kegunaan praktis. Kegunaan teoritus yaitu penelitian ini berguna untuk
menambah pengetahuan mengenai komuniaksi dakwah dan memeproleh data empiris tentangkomunikasi dakwah yang dilakukan ustadz kepada narapidana
narkoba dilembaga pemasyarakatan kelas II A Pekanbaru. Kegunaan praktis yaitu penelitian
ini diharapkan dapat menjadi bahan
masukan dan informasi kepada smeua pihak
lembaga pemasyarakatan kelas II A Pekanbaru dalam menggunakan komuniaksi dakwah sebagai teknik paling efektif dalam meningkatkan
selfcontrol pada narapidana
narkoba.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian yang dilaksanakan oleh
peneliti terdiri dari data primer dan data sekunder.
Lokasi
penelitian dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Pekanbaru, Jalan
Lembaga Pemasyarakatan No.19, Provinsi Riau sebagai tempat para Narapidana
Narkoba yang dihuni oleh Laki-laki. Sebagai penelitian kualitatif, maka subjek
dalam penelitian ini adalan informan yang dijadikan sebagai sumber data. Teknik
pemilihan informan yang digunakan adalah teknik purposive (purposive). Teknik ini mencakup orang-orang yang dipilih
berdasarkan kriteria-kriteria atau kategori tertentu yang dibuat sesuai
kebutuhan tujuan penelitian.
Hasil dan Pembahasan
Komunikasi
dakwah merupakan penyampaian pesan-pesan keagamaan dalam berbagai tatanan agar
jamaahnya terpanggil dan merasakan pentingnya nilai Islam dalam kehidupan.
Penyampaian ajaran agama kepada masyarakat dilakukan secara bijak sehingga
ajaran Islam dipahami dan diamalkan oleh masyarakat, diperlukan adanya
pembimbing kehidupan beragama agar agama menjadi panduan bagi kehidupan
manusia.
Demikian
pula yang bisa dilihat di Lembaga Permasyarakatan Kelas II A Pekanbaru terutama
terkait dengan Narapidana Narkoba. Di LP tersebut dilakukan pembinaan
narapidana oleh seorang ustadz untuk mengajarkan dan membimbing narapidana
untuk lebih mendalami ajaran Islam serta mengamalkannya sehingga dapat
berdampak bagi dirinya terutama dalam hal self control. Narapidana merupakan
sumber daya manusia yang harus diperhatikan dalam konsensus dakwah. Narapidana
yang telah melakukan kesalahan tentu harus diarahkan agar tidak mengulang
kesalahannya serta setelah selesainya masa hukuman dapat kembali bermasyarakat
dan dapat berkompetisi serta berkontribusi kembali seperti sumber daya manusia
lainnya.
Narapidana
sendiri adalah suatu pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang
terpidana yang dilakukan dengan menutup orang tersebut didalam sebuah Lembaga
Pemasyarakatan dengan mewajibkan orang itu untuk mentaati semua peraturan tata
tertib yang dilakukan di dalam Lembaga Pemasyarakatan bagi meraka yang telah
melanggar norma-norma. Tindak pidana adalah tindakan melanggar hukum yang telah
dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat
dipertanggungjawabkan atas tindaknya dan oleh undang-undang telah dinyatakan
sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.
Hukuman
yang diberikan kepada
narapidana bertujuan untuk membina atau memperbaiki perilaku yang menyimpang
agar menjadi manusia yang lebih baik lagi. Pembinaan yang harus dilakukan oleh
petugas Lembaga Pemasyarakatan adalah budi pekerti narapidana untuk
membangkitkan dirinya sendiri, untuk mengembangkan tanggung jawab, menyesuaikan
dinya dengan kehidupan di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Petugas lapas selain membina,
wajib juga memberikan hak-hak narapidana yang telah ditetapkan oleh
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Pasal 14 yang dengan tegas menyatakan
narapidana berhak mendapatkan hak seperti melakukan ibadah sesuai dengan
agamanya atau keyakinan, mendapatkan perawatan rohani, maupun jasmani,
mendapatkan perawatan kesehatan, mendapatkan makanan yang layak, serta berhak
menyampaikan keluhan yang dirasakan.
Jumlah
narapidana narkoba di Lembaga Permasyarakatan Kelas II A Pekanbaru adalah
sebagai berikut:
Tabel 3
Narapidana
Narkoba di Lembaga Permasyarakatan Kelas II A Pekanbaru Tahun 2020
No |
Golongan
Narapidana |
Jumlah |
1. |
B I |
1.158 |
2. |
B IIA |
- |
3. |
B IIB |
- |
4. |
B III |
20 |
5. |
Mati |
3 |
6. |
S H |
15 |
Jumlah |
1.196 |
Sumber:
Lembaga Permasyarakatan Kelas II A Pekanbaru, 2020
A.
Bentuk
Komunikasi Dakwah Di Lembaga Permasyarakatan Kelas II A Pekanbaru
Bentuk komunikasi dakwah yang tertera di lapas kelas II A pekanbaru melalui wawancara petugas lapas yaitu.
“Seperti yang telah diungkap oleh Erik
Suranta Ginting selaku Kepala Seksi Bimbingan Napi/Anak Didik pada tanggal 7
September 2020 bahwa:
“Dalam pembinaan
di LP Kelas II A Pekanbaru diikuti oleh semua tahanan/narapidana yang ada tanpa
terkecuali, tidak ada pemisahan maupun pembedaan. Kami selalu memberikan hal
yang terbaik agar proses pembinaan dapat berjalan dengan lancar dan dapat
betul-betul diterima oleh tahanan/narapidana”.
Pembinaan yang dilakukan merupakan
program dari pemerintah
pusat yang wajib dijalankan oeh seluruh Lembaga Pemasyarakatan yang ada di
seluruh daerah, tanpa terkecuali di LP Kelas II A Pekanbaru. Kemudian program
pembinaan yang dilakukan juga terdiri dari 3 tahapan yang berdasarkan kondisi
dari narapidana. Proses pembinaan yang dilakukan secara bertahap yaitu
pada awal mereka
akan melalui proses masa
pengenalan lingkungan dan kemudian bergabung
dengan tahanan yang lebih dulu masuk ke Rutan untuk pengenalan selama satu
minggu.
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Pekanbaru telah sejak lama mengadakan kegiatan pembinaan spiritual dalam hal
ini pembinaan dakwah. Khususnya untuk narapidana narkoba
yang beragama Islam juga telah rutin diadakan. Kebijakan ini merupakan program
dari pemerintah pusat yang wajib dijalankan oleh seluruh Lembaga Pemasyarakatan
yang ada di Indonesia. Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II
A Pekanbaru pada dasarnya tetap mengacu pada pembinaan Narapidana pada umumnya
dan berdasarkan Undang Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan yang
dimana tujuan dari pembinaan adalah untuk membentuk warga binaan pemasyarakatan
agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan
tidak mengulangi hal yang sama yang telah mereka perbuat dan mendapat suatu
hukuman sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat. Untuk
mencapai tujuan tersebut warga binaan diwajibkan untuk mengikuti seluruh
rangkaian kegiatan pembinaan yang telah diterapkan di LP Kelas II A Pekanbaru.
Pembinaan yang dilakukan merupakan
program dari pemerintah
pusat yang wajib dijalankan oeh seluruh Lembaga Pemasyarakatan yang ada di
seluruh daerah, tanpa terkecuali di LP Kelas II A Pekanbaru. Kemudian program
pembinaan yang dilakukan juga terdiri dari 3 tahapan yang berdasarkan
kondisi dari narapidana. Proses pembinaan yang dilakukan secara bertahap yaitu
pada awal mereka
akan melalui proses masa
pengenalan lingkungan dan kemudian bergabung
dengan tahanan yang lebih dulu masuk ke rutan untuk pengenalan
selama satu minggu. Selain itu mereka juga akan dibimbing untuk melakukan aktivitas olahraga,
keterampilan dan program keagamaan. Dalam pelaksanaan pembinaan tahanan di LP
Kelas II A Pekanbaru, dilaksanakan berdasarkan tahap pembinaan tahanan sebagai
berikut:
1) Tahap
awal (awal masuk s.d.
1/3 masa pidana)
2) Tahap
pembinaan I (1/3 sampai ½ masa pidana)
3) Tahap
pembinaan II (1/2 sampai akhir masa pidana)
Salah satu program pembinaan adalah
program pembinaan keagamaan yang dalam hal ini penulis kaji dalam lingkup
komunikasi dakwah. Bentuk komunikasi dakwah yang dilakukan di LP Kelas II A
Pekanbaru dijelaskan oleh informan sebagai berikut:
1.
Komunikasi
Interpersonal
Dalam upaya komunikasi dakwah yang
dilakukan terdapat beberapa bentuk komunikasi dakwah yang dilakukan oleh pihak
lapas baik yang melibatkan Ustadz selaku pembimbing maupun pegawai lapas
lainnya.
“Bentuk komunikasi dakwahnya, ada
yang personal (face to face), ada yang komunikasi kelompok lewat penyampaian
ceramah di Mesjid lewat Ustadz-ustadz” (Wawancara dengan Erik Suranta Ginting
selaku Kepala Seksi Bimbingan Napi/Anak Didik pada tanggal 7 September 2020”.
Bentuk komunikasi dakwah yang pertama
adalah melalui komunikasi personal yaitu interpersonal (face to face) antara ustadz dengan narapidana, maupun antara
penjaga lapas dengan narapidana. Bentuk komunikasi tersebut dapat dilihat
misalnya pada saat adzan sholat lima waktu berkumandang, ustadz maupun penjaga
lapas mengajak secara langsung narapidana untuk mengambil wudhu dan
melaksanakan sholat secara bersama-sama di Mesjid secara bergantian dengan
narapidana lain. Hal ini dibenarkan oleh salah satu narapidana narkoba yang
menyatakan:
“Pada saat
jam-jam waktu sholat baik penjaga lapas mengajak untuk melaksanakan sholat,
terkadang juga dari ustadznya sendiri yang mendatangi langsung narapidana” (Wawancara
dengan Abizar (29 tahun) selaku narapidana kasus narkoba pada tanggal 3
September 2020)
Hal ini juga senada dengan apa yang
disampaikan oleh Ustadz yang bertugas yang dalam wawancaranya menyatakan:
“Iya
terkadang saya keliling lapas
untuk mengajak secara langsung narapidana untuk melaksanakan sholat pada saat
sudah masuk waktu sholat. Kemudian di jam-jam tertentu saya ajak ngobrol dengan
narapidana untuk lebih meluangkan waktu, misalnya ketika ada jam kosong untuk
mengaji” (Wawancara
dengan Happy Noviardi selaku Ustadz di LP pada tanggal 7 September 2020).
Komunikasi
interpersonal adalah termasuk pesan pengiriman dan penerimaan pesan antara dua
atau lebih individu. Hal ini dapat mencakup semua aspek komunikasi seperti
mendengarkan, membujuk, menegaskan, komunikasi nonverbal, dan banyak lagi.
Pengertian lain menyatakan bahwa komunikasi antar pribadi (interpersonal
communication) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang
memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung,
baik secara verbal ataupun nonverbal.
Komunikasi
dapat dikatakan sukses apabila, baik pengirim pesan dan penerima pesan akan
menafsirkan dan memahami pesan-pesan yang dikirim dengan makna dan implikasi
pada tingkat yang sama. Tujuan komunikasi adalah untuk memberikan keterangan
tentang sesuatu kepada penerima, memengaruhi sikap penerima, memberikan
dukungan psikologis kepada penerima, atau memengaruhi penerima.
Tujuan
penerapan komunikasi interpersonal ini oleh ustadz maupun pegawai lapas adalah
untuk mengubah perilaku narapidana narkoba. Hal ini sesuai dengan salah satu
tujuan komunikasi interpersonal yaitu dalam komunikasi interpersonal sering
terjadi upaya mempengaruhi, merubah sikap dan perilaku orang lain. Seseorang
ingin mengikuti cara dan pola yang dimiliki (Sendjaja, 2016).
2.
Komunikasi
Kelompok
Selain
bentuk komunikasi personal, juga terdapat bentuk komunikasi kelompok yang
dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Pekanbaru. Komunikasi kelompok
merupakan kegiatan komunikasi yang berlangsung diantara kelompok. Pada
tingkatan ini, setiap individu yang terlibat masing-masing berkomunikasi sesuai
dengan peran dan kedudukannya dalam kelompok. Pesan atau informasi yang
disampaikan juga menyangkut seluruh anggota kelompok, bukan bersifat pribadi.
Komunikasi kelompok juga bisa diartikan sebagai kumpulan orang yang mempunyai
tujuan yang sama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan
bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka menjadi salah satu
bagian dari kelompok tersebut. Dimana, komunikasi kelompok dilakukan oleh lebih
dari dua orang tetapi dalam jumlah terbatas dan materi komunikasi tersebut juga
dikalangan terbatas, khusus bagi anggota kelompok tersebut.
Berdasarkan data yang didapatkan
berikut program komunikasi dakwah yang dilakukan di Mesjid At Taubah Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Pekanbaru.
a. Dzikir
Asmaul Husna
Komunikasi dakwah yang
diiplmentasikan dalam bentuk program atau kegiatan Dzikir Asmaul husna telah
lama dijalankan di Lapas Kelas iI A
Pekanbaru. Dzikir Asmaul Husna dilakukan agar narapidana memperoleh ketenangan dna mengurangi tingkat stress selama menjalani masa tahanan di Lapas Kelas A Pekanbaru.
b. Belajar
Tahsin Al-Quran
Tahsin Al-Qur’an merupakan tuntutan
agar dalam membaca alqur’an harus benar dan tepat sesuai dengan contohnya
demi terjaganya orisinalitas
praktik tilawah sesuai dengan sunnah rasulullah S.A.W.
c. Kajian
Aqidah Akhlak
Kajian aqidah akhlak
adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan narapindana untuk mengenal,
memahami, menghayati, dan mengimani Allah SWT., merealisasikanya dalam perilaku
Akhlak dalam kehidupan sehari-sehari melalui kegiatan bimbingan, pelatihan,
pengajaran, penggunaan pengalaman, keteladanan dan pembiasaan. Dalam kehidupan
masyarakat yang majemuk pada bidang keagamaan, penididikan ini juga diarahkan
pada peneguhan aqidah di satu sisi dan peningkatan toleransi serta saling
menghormati dengan penganut agama lain.
d. Kajian
Khazanah Islam
Kajian Khazanah Islam
merupakan kajian atau pembelajaran mengenai sejarah Islam baik sejarah hukum,
budaya Islam, dan sebagainya.
e. Belajar
Bahasa Arab
Kegiatan belajar Bahasa
Arab juga merupakan program yang dilaksanakan bagi narapidana narkoba di LP
Kelas II A Pekanbaru.
f.
Kajian Al-Quran dan
Hadits
Kajian Al-Quran dan
Hadist adalah kajian mengenai makna dan terjemahan Al-Quran dan hadits Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Setiap pertemuan dikatakan oleh ustadz
lapas disesuaikan dengan materinya.
g. Kajian
Fadilah Amal
Program lain komunikasi
dakwah yang dilakukan adalah Kajian Fadilah Amal. Kajian Fadilah Amal adalah
kajian tentang amal-amal dalam Islam yang bermanfaat dan mendatangkan pahala
bagi yang mengamalkan
B.
Teknik
Komunikasi Dakwah Di Lembaga Permasyarakatan Kelas II Pekanbaru
Teknik komunikasi dakwah yang terjadi
di lapas juga dilakukan dengan memaparkan beberapa teknik komunikais dakwah. Seperti yang di jelaskan dalam hasil wawancara
berikut:
“untuk awal
pertama itu lebih ke perintah
yang memaksa, karena awal napi masuk
mereka belum terbiasa dengan pembinaan pembinaan yang ada di lapas, mereka
masih menganggap seperti rumah sendiri,
jadi proses komunikasi dalam mengikuti program dakwah yang dilakukan bersifat memaksa dimana para napi wajib mengikuti.. kemudian proses komunikasi juga kita selingi dengan ajakan persuasive misalnya kita ajak shalat
dan mengaji dan sebagainya”
(wawancara dengan Bapak
Erik Suranta Ginting selaku Kepala Seksi
Bimbingan Napi/Anak Didik pada tanggal 7 September
2020).
Teknik komunikasi dakwah yang digunakan sangat menentukan di dalam keberhasilan pembinaan dakwah para narapidana narkoba. Lembaga Pemasyarakatan dalam hal ini
melihat bahwa tingkat keberhasilan yang dicapai sudah cukup
baik namun masih tetap perlu
ada perbaikan.
“Sudah cukup
berjalan dengan baik oleh memang untuk mencapai hasil yang diinginkan masih butuh usaha
yang ptimal daris emua ihak yang terlibat dalam pembinaan bai itu Ustadz maupun pegawai
lapas disini” (wawancara dengan Bapak eruk Suranta Ginting
selaku kepala seksi bimbingan napi/anak didik
pada tanggal 7 september
2020).
Dalam penerapannya sendiri teknik komuniaksi yang dilakukan juga menemui beberapa kendala dan hal tersebut dirasakan
pada saat awal narapidana pertama kali masuk.
“Kendala
yang dihadapi biasanya di awal napi amsuk,
mereka masih ada yang ogah-ogaha sehingga biasanya kita beri sanksi
bagi yang tidak mau mengikuti kegiatan
keagamaan” (Wawancara dengan Bapak Erik Suranta Gintingselaku Kepala Seksi Bimbingan Napi/ Anak Didin pada tanggal 7 september 2020).
C.
Self Control Narapidana Narkoba Di
Lembaga Permasyarakatan Kelas II Pekanbaru
Self
Control (Kontrol diri) merupakan suatu kecakapan
individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan lingkungannya serta kemampuan
untuk mengontrol dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan
kondisi untuk menampilkan diri dalam melakukan sosialisasi. Proses pembinaan
atau komunikasi dakwah yang dilakukan oleh narapidana telah membawa banyak
perubahan dari dalam diri mereka seperti dalam hal perilaku. Kebiasan narapidana pada
awal-awal masuk ke lapas belum menunjukkan kontrol diri yang baik. Namun setelah
diadakannya pembinaan atau komunikasi dakwah sudah mulai terlihat perubahan
dari kontrol yang diinginkan. Keberhasilan dari penerapan atau pelaksanaan
program komunikasi dakwah atau pembinaan dakwah sangat diharapkan salah satunya
dalam hal mengubah control diri narapindana ke arah yang lebih baik lagi.
Dimana narapidana dihaparkan dapat mengontrol setiap perilaku mereka baik
selama berada di dalam lapas dalam rangka menjalani masa hukuman maupun setelah
nanti keluar dari lapas.
Hasil komunikasi dakwah dalam hal
kontrol diri untuk menumbuhkan kepribadian dan kesehatan mental serta
terhindar dari gangguan-gangguan kejiwaan dapat ditinjau dari prinsip sebagai
berikut: Pertama, gambaran dan sikap yang baik terhadap diri sendiri (self image). Self image antara lain dapat diperoleh dengan cara penerimaan diri,
keyakinan diri dan kepercayaan kepada diri sendiri; Kedua, keterpaduan atau
integrasi diri adanya keseimbangan antara kekuatan-kekuatan jiwa dalam diri,
kesatuan pandangan, dan sanggup mengatasi ketegangan emosi atau stres; Ketiga,
perwujudan diri sebagai proses kematangan diri dapat berarti sebagai kemampuan
mempergunakan potensi jiwa dan memiliki gambaran dan sikap yang baik terhadap
diri sendiri serta peningkatan motivasi dan semangat hidup; Keempat,
berkemampuan menerima orang lain, melakukan aktivitas sosial dan mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat tinggal.
Kesimpulan
Kesimpulan
pada penelitian ini adalah Bentuk komunikasi dakwah
yang terlihat di Lembaga Permasyarakatan Kelas II A Pekanbaru yaitu komunukasi
pribadi dan komunikasi kelompok. Bentuk komunikasi pribadi yang terlihat adalah
ustadz dan juga penjaga lapas mengajak secara langsung narapidana untuk mengikuti
kegiatan keagamaan, misalnya dalam hal mengaji, sholat, dan sebagainya. Teknik
komunikasi dakwah yang terlihat di Lembaga Permasyarakatan Kelas II A Pekanbaru
yaitu Komunikasi koersif (coercive
communication) dengan cara memberi perintah, komunikasi ini dilakukan di
awal-awal narapidana masuk ke dalam lapas dan diterapkan pada program pembinaan
dakwah yang dilakukan di masjid setiap harinya pada pukul 8 atau 9 pagi. Self Control yang terlihat pada diri
narapidana yaitu kontrol diri yang terlihat misalnya mereka sudah punya
inisiatif sendiri untuk dating tepat waktu jam 8 atau jam 9 mengikuti kegiatan
komunikasi dakwah, mereka juga bisa mengontrol emosi dan sikap dalam bergaul
dengan sesama napi di lapas.
BIBLIOGRAFI
A Amin,
Samsul Munir. 2018. Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Islam. Jakarta: Amzah
Anshari,
Hafi. (2017). Pemahaman dan Pengalaman Dakwah. Jakarta: Al-ikhlas.
Aziz, Moh Ali. (2019). Ilmu Dakwah: Edisi Revisi. Jakarta:
Prenada Media.
Bukhari,
B. (2016).
Toleransi Terhadap Umat Kristiani Ditinjau adri Fundamentalisme Agama dan
Kontrol diri, Penelitian Individu, IAIN Walisongo, Semarang.
Bungin,
Burhan, (2017).
Metode Penelitian Sosial : Format-Format
Kuantitatif & Kualitatif. Surabaya:
Airlangga University Press.
Carver, C. S. (2017). Handbook of Positif Psychology. New York:
Oxford.
Creswell,
John W. (2018).
Research Design Pendekatan Kualitatif,
Kuantitatif, dan Mixed.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Djamal,
M. (2015).
Paradigma Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Effendy, Onong Uchjana. (2016). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya
Fajar
M. (2018).
Ilmu Komunikasi Teori Dan Praktik.
Yogyakarta: Graham Ilmu.
Freud,
Sigmun. (2016).
A General Introduction to Psychoanalysis (Pskinoanalisis Sigmun Freud), (Ira Puspitorini. Terjemahan).
Yogyakarta: Ikon Teralitera.
Grayson,
Stuart. (2017).
Spiritual Healing: Penyembuhan Spiritual. Semarang: Dahara Prize.
Ghufron, M
Nur & Rini
Risnawati S. (2018).
Teori-Teori Psikologi. Yogyakarta:
Ar-RuzzMedia.
Hamzah, A.
(2017).
Terminologi Hukum Pidana, Jakarta: Sinar
Grafika.
Ilaihi, Wahyu. (2016). Komunikasi
Dakwah. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hafidhuddin, Didin. (2018). Dakwah Aktual. Jakarta: Gema Insani
Press.
Kafie, Jamaluddin. (2016). Psikologi Dakwah. Surabaya: Offset
Indah.
Kriyantono,
Rahmat. (2017).
Teknik Praktis Riset Komunikasi.
Jakarta: PT. Kencana Perdana.
Ma'arif,
Bambang S. 2016. Komunikasi Dakwah
Paradigma untuk Aksi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Ma’ruf, Noor Farid. (2015). Dinamika dan Akhlak Dakwah. Surabaya:
Bina Ilmu.
Munir, M, dan Ilahi, W. (2016). Manajemen Dakwah. Jakarta: Kencana.
Narkoba., Korp Reserce Polri Direktorat Reserce. (2017). Peranan
Generasi Muda dalam Pemberantasan Narkoba. Jakarta: POLRI.
Sendjaja, Sasa Djuarsa. (2016). Pengantar Komunikasi. Jakarta:
Universitas Terbuka.