Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol.
7, No. 12,
Desember 2022
IMPLEMENTASI
HAAR-LIKE FEATURE DAN SVM UNTUK PENGENALAN WAJAH DARI CITRA THERMAL
Khairul
Fajri, Fitri Arnia, Khairul Munadi
Magister
Teknik Elektro, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
Jurusan
Teknik Elektro dan Komputer, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
Email:
[email protected], [email protected],
[email protected]
Abstrak
Pengenalan wajah
berbasis citra tampak atau visual menimbulkan permasalah iluminasi yang tidak
merata. Iluminasi yang tidak merata ini tidak terjadi pada citra termal.
Penelitian ini bertujuan untuk membangun suatu sistem pengenalan wajah berbasis
citra termal dengan menggabungkan metode deteksi dan segmentasi wajah
menggunakan haar-like feature, metode ekstraksi fitur berbasis tekstur dan
klasifikasi menggunakan support vector machine (SVM). Citra termal
terlebih dahulu dideteksi dan disegmentasi bagian wajah menggunakan metode haar-like
feature. Setelah proses tersebut, citra diberikan noise atau gangguan untuk
menambah variasi citra training. Noise yang ditambahkan adalah gaussian, salt
& pepper, poison, blur dan kombinasi blurring dan gaussian
noise. Selanjutnya, citra termal tersebut diekstraksi fiturnya menggunakan
metode ekstraksi fitur berbasis tekstur, yaitu gray level co-occurrence
matrix (GLCM), local binary pattern (LBP), dan Gabor-wavelet.
Kemudian citra termal wajah dilatih menggunakan metode SVM dan menggunakan
kernel radial basis function (RBF). Pada eksperimen, nilai gamma yang
digunakan untuk kernel RBF adalah 10, 1, 10-1, 10-2, dan
10-3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode ekstraksi fitur
terbaik dalam mengenali wajah menggunakan citra termal adalah metode GLCM
dengan tingkat akurasi mencapai 100%. Akurasi ini dicapai dengan menggunakan
nilai gamma sebesar 10-1 untuk kernel RBF. Hasil terbaik untuk metode
LBP adalah 70% akurasi dan untuk metode Gabor-wavelet adalah 40% akurasi. Hal
ini menunjukkan bahwa metode GLCM memberikan hasil terbaik dalam ekstraksi
fitur citra termal pada sistem klasifikasi pengenalan wajah berbasis citra
termal.
Kata
Kunci:
Citra Termal, Pengenalan Wajah, SVM, Fitur Berbasis Tekstur, Haar-Like Feature.
Abstract
Facial recognition based on visible or visual imagery
creates the problem of uneven illumination. This uneven illumination does not
occur in thermal imagery. This study aims to build a thermal image-based facial
recognition system by combining facial detection and segmentation methods using
haar-like features, texture-based feature extraction methods and classification
using the support vector machine (SVM). Thermal imagery is first detected and
segmented on the face using the haar-like feature method. After the process,
the image is given noise or interference to increase the variety of training
imagery. Added noise is gaussian, salt & pepper, poison, blur and� a combination of blurring and gaussian noise.
Furthermore, the thermal image is extracted using texture-based feature
extraction methods, namely gray level co-occurrence matrix (GLCM), local binary
pattern (LBP), and Gabor-wavelet. Then the thermal image of the face is trained
using the SVM method and using the radial kernel base function (RBF). In experiments,
the gamma values used for the RBF kernel were 10, 1, 10-1, 10-2, and
10-3. The results showed that the best feature extraction method in recognizing
faces using thermal imagery is the GLCM method with an accuracy rate of up to
100%. This accuracy is achieved by using gamma values of 10-1 for the RBF
kernel. The best result for the LBP method is 70% accuracy and for the
Gabor-wavelet method is 40% accuracy. This suggests that the GLCM method
provides the best results in the extraction of thermal image features in
thermal image-based facial recognition classification systems.
Keywords: Thermal Imagery, Facial Recognition, SVM, Texture-Based
Feature, Haar-Like Feature.
Pendahuluan
Pengenalan wajah (Face
Recognition) merupakan domain ilmu biometrik yang paling digemari oleh banyak
peneliti dalam tiga dekade terakhir. Penggunaan citra termal telah menjadi
pilihan untuk proses pengenalan wajah karena memiliki banyak kelebihan yang
tidak terdapat pada citra tampak (visible image). Aplikasi pengenalan wajah
telah banyak diterapkan dalam berbagai bidang terutama dalam sistem keamanan.
Pengenalan pola wajah dari citra termal telah dilakukan oleh banyak peneliti
seperti [1-2]. Berbagai metode digunakan untuk mengenali wajah dari citra
termal. Mulai dari penggunaan fitur tunggal sampai menggunakan beberapa fitur
untuk mengenali wajah dari citra termal.
Beberapa penelitian
juga mengabungkan antara citra termal dan citra visual untuk mengenali wajah,
seperti pada penelitian zhang dkk pada 2018 (T.
Zhang et al., 2018)
dan juga penelitian (Wan
et al., 2018). Penelitian
menjadi menarik ketika masing-masing metode yang dipakai menghasilkan tingkat
akurasi yang berbeda. Waktu proses juga sangat ditentukan dari banyaknya fitur
yang digunakan. Semakin banyak fitur tentunya akan semakin tinggi tingkat
akurasi yang diperoleh, namun akan berbanding terbalik dengan waktu yang
dibutuhkan untuk mengenali wajah.
Pengenalan wajah
membutuhkan teknik yang tepat agar menghasilkan tingkat akurasi yang tinggi.
Beberapa penelitian sebelumnya telah dilakukan untuk memanfaatkan citra termal
dalam proses pengenalan wajah. Penelitian (J.-G.
Wang & Sung, 2007)
menggunakan pendekatan matematis dalam pendeteksian wajah dari citra termal.
Hal ini dilakukan dengan membentuk suatu modeling. Peneliti ini juga
menggabungkan pendeteksian dengan citra tampak. Tahap awal yang dilakukan
adalah membuat bentuk 3D dari pola wajah. Pola ini nantinya akan dilakukan
pencocokan dengan citra termal. Peneliti (Wong
et al., 2012),
menggunakan geometri kurva kepala dalam mengekstraksi pola wajah dari citra
termal. Nilai 90,68% adalah hasil akurasi rata-rata dari metode ini dengan
posisi gambar yang diambil dalam jarak dekat, 92,12% untuk gambar jarak jauh
dan 91,4% untuk gambar secara keseluruhan.
Beberapa penelitian
menggunakan teknik deep learning dalam sistem pengenalan wajah berbasis citra
termal. Wu menggunakan konsep convolutional neural network (CNN) dalam
mengenali wajah menggunakan citra termal. Hasil akurasi yang diperoleh mencapai
100% untuk citra termal yang tidak mempunyai iluminasi yang baik (Wu et
al., 2016).
Selanjutnya, Sayed juga menggunakan CNN untuk autentikasi wajah menggunakan
citra termal. Nilai akurasi yang diperoleh mencapai 99% (Sayed
& Baker, 2018).
Namun, seperti diketahui bahwa pendekatan menggunakan deep learning membutuhkan
dataset dan sumber daya yang besar, sehingga menggunakan konsep ekstraksi fitur
biasa dan teknik klasifikasi tradisional seperti SVM masih menjadi pilihan.
Penelitian ini
bertujuan untuk menghasilkan suatu metode pengenalan wajah dari citra termal
dengan tingkat akurasi yang lebih baik. Pengenalan wajah dalam penelitian ini
dilakukan dengan pendekatan metode Haar-Like Feature dan SVM. Haar-Like Feature
adalah salah satu metode pengenalan objek yang didasarkan pada fitur berbentuk
rectangular (persegi) (Papageorgiou
et al., 1998).
Membagi objek yang akan dikenali menjadi bentuk persegi yang spesifik sehingga
objek dapat dikenali dengan lebih cepat. Selanjutnya, metode pembangkitan fitur
yang digunakan pada penelitian ini adalah pembangkitan fitur berbasis tekstur.
Menurut Wang, pembangkitan fitur yang tepat pada pengenalan citra termal wajah
adalah fitur berbasis tekstur (S.
Wang et al., 2008).
Hal ini diperkuat oleh kajian mendalam dari Hermosilla (Hermosilla
et al., 2012).
Pada penelitian ini, fitur tekstur yang digunakan adalah gray level
co-occurrence matrix (GLCM) (Hermosilla
et al., 2012),
local binary pattern (LBP) (Ojala
et al., 2000),
dan Gabor-wavelet (Z.
Zhang et al., 1998).
Proses klasifikasi wajah yang dikenali dan tidak dikenali dilakukan dengan
pendekatan metode SVM.
Haar-like feature
Haar-Like Feature
adalah suatu metode pengenalan objek yang didasarkan pada fitur berbentuk
rectangular (persegi). Masing-masing fitur dari Haar-Like Feature didefinisikan
pada bentuk dari fitur, yaitu koordinat dari fitur dan juga ukuran dari fitur
tersebut. Objek akan dikenali berdasarkan nilai sederhana dari fitur, bukan
nilai piksel dari image obyek tersebut. Kelebihan utama teknik pengenalan objek
dengan metode ini adalah waktu komputasi yang sangat cepat, jumlah piksel dalam
persegi menjadi acuan dalam metode ini, bukan setiap nilai piksel dari sebuah
citra.
Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM)
Gray level
co-occurrence matrix (GLCM) adalah suatu teknik yang menerapkan konsep dasar
statistik dari distribusi intensitas piksel dalam sebuah citra. Konsep
co-occurrence matriks muncul dikarenakan secara umum fitur dari nilai statisti
dasar seperti nilai mean dan variance tidak dapat mewakili informasi yang
terkandung dalam sebuah citra. Oleh karena itu, diusulkan nilai statistik dari
nilai orde tinggi dari sebuah intensitas piksel, termasuk di dalamnya adalah
matriks co-occurrence (Mirmehdi,
2008).
Sebelum dilakukan
proses ekstraksi fitur GLCM, terlebih dahulu diekstraksi matriks
co-occurance-nya. Teknik GLCM paling sederhana adalah dengan membangkitkan
matriks co-occurrence yang berupa perubahan nilai piksel dengan tetangganya.
Konsep perubahan ini dengan mengikuti tetangga yang berada pada sudut 00, 450,
900 dan 1350.
Fitur yang dapat
dibangkitkan menggunakan matriks co-coccurance diantaranya adalah fitur entropy,
contrast, correlation, homogeneity, dan energy.
Fitur contrast dirumuskan sebagai berikut (Soh
& Tsatsoulis, 1999):
Dimana �adalah matriks co-occurance, �dan �adalah koordinat dari matriks co-occurance.
Fitur correlation dirumuskan sebagai.
Dimana �dan �adalah nilai rata-rata dan standar deviasi
dari matrik . Fitur homogeneity
dirumuskan sebagai
�dan fitur energy dirumuskan sebagai
dan fitur entropy dirumuskan
sebagai
Local Binary Pattern (LBP)
Local Binary Pattern
(LBP) adalah salah satu teknik membangkitkan fitur menggunakan informasi
tekstur dari sebuah citra. Penggunaan fitur LBP pertama kali diperkenalkan oleh
Ojala (Ojala
et al., 2000).
LBP memanfaatkan nilai tetangga dalam menentukan fitur yang akan dibangkitkan.
LBP punya sifat yang sederhana dalam proses perhitungan fiturnya.
Pada dasarnya, LBP
menghitung fitur berdasarkan nilai tekstur tetangganya dan dibandingkan dengan
suatu nilai ambang yang diambil dari nilai piksel ditengah dalam suatu area
yang berukuran 3x3. Jika nilai dari tetangganya lebih besar dari nilai titik
tengah area 3x3, maka diberikan nilai 1, sedangkan jika lebih kecil diberikan
nilai 0. Kemudian semua nilai 1 atau 0 dari matriks 3x3 digabungkan dan diubah
menjadi nilai desiman. Nilai desimal itulah yang menjadi fitur dari LBP. Gambar
1 menunjukkan ilustrasi bagaimana konsep LBP yang sederhana.
Gambar 1 Konsep dasar
LBP [15]
Dalam perkembangannya,
LBP berkembang menjadi lebih jauh dengan melakukan berbagai pendekatan baru,
seperti jumlah piksel per area. Jika pada awalnya LBP hanya dihitung pada area
3x3, maka dalam perkembangannya LBP bisa dihitung dari matriks area 5x5 atau
pun 7x7.
Gabor Wavelet
Gabor-wavelets
menyimpan struktur lokal dari gambar yang sesuai dengan frekuensi spasialnya, lokasi
spasial, dan selektivitas orientasi (Liu
et al., 2012).� Oleh karena itu, mereka secara ekstensif
diterapkan pada beberapa domain penelitian termasuk analisis tekstur dan
segmentasi gambar. Dalam domain spasial, filter Gabor dua dimensi adalah fungsi
kernel Gaussian yang dimodulasi oleh gelombang bidang sinusoidal yang kompleks,
didefinisikan sebagai (Nabizadeh & Kubat, 2015):
dimana �dan �didefinisikan sebagai
dimana �adalah frekuensi sinusoid, �adalah orientasi normal untuk garis-garis
paralel dari fungsi Gabor, �adalah fase offset, �adalah standar deviasi dari amplop Gaussian
dan �adalah rasio aspek spasial yang menentukan
sifat elipsitas dari fungsi Gabor. Biasanya, peneliti menggunakan filter
Gabor-wavelet dalam lima skala berbeda dan delapan orientasi.
Support Vector Machine (SVM)
Pengenalan wajah secara
umum dilakukan melalui empat tahapan yaitu akuisisi citra, segmentasi citra,
ekstraksi ciri dan klasifikasi citra. Support Vector Machine (SVM) dipilih
sebagai metode untuk klasifikasi citra yang dalam hal ini dikelompokkan menjadi
citra wajah yang dikenali dan citra wajah yang tidak dikenali. Konsep SVM dapat
dijelaskan secara sederhana sebagai usaha mencari hyperplane terbaik yang berfungsi
sebagai pemisah dua buah class pada input space.
Hyperplane pemisah
terbaik antara kedua class dapat ditemukan dengan mengukur margin hyperplane
tersebut dan mencari titik maksimalnya. Margin adalah jarak antara hyperplane
dengan pattern terdekat dari masing-masing class. Pattern yang paling dekat ini
disebut sebagai support vector. Vapniks adalah orang yang pertama kali
menemukan teknik SVM, saat itu digunakan untuk klasifikasi biner. Dalam
perkembangannya teknik SVM juga digunakan untuk klasifikasi banyak kelas
(multiclass). Multiclass Classifier dilakukan dengan menggabungkan banyak SVM
biner. Terdapat dua pendekatan yang paling populer digunakan� yaitu metode satu lawan semua (One Against
All) dan metode satu lawan satu (One Against One) (Hsu
& Lin, 2002).
Metode Penelitian
Dataset
Citra termal menjadi
objek dalam penelitian ini. Citra termal mempunyai kelebihan tersendiri
dibandingkan dengan citra visual biasa. Salah satunya disebabkan oleh tidak
adanya gangguan karena ketidakseragaman pencahayaan. Gambar 2 menunjukkan
contoh citra termal yang digunakan pada penelitian ini.
|
|
|
|
|
|
Gambar 2 Contoh citra
termal sebagai objek penelitian
Citra yang digunakan
pada penelitian ini terdiri dari 10 orang. Setiap orang dianggap sebagai satu
kategori atau satu kelas. Setiap satu orang terdiri dari delapan citra,
sehingga total citra yang digunakan untuk penelitian ini adalah 80 citra
termal. Sebanyak tujuh puluh citra digunakan pada proses training dan sepuluh
citra digunakan pada tahapan testing. Sebelum digunakan pada tahapan ekstraksi
fitur dan klasifikasi, terlebih dahulu citra termal disegmentasi menggunakan
metode haar-like feature.
Metode Penelitian
Setelah ditetapkan
metode yang digunakan dalam penyelesaian masalah, maka langkah selanjutnya
membuat alur kerja penelitian sebagai kerangka kerja dalam melakukan
penelitian. Gambar 3 menunjukkan alur dari tahapan penelitian. Berikut adalah
alur kerja yang digunakan dalam melakukan penelitian ini.
1. Akuisi
Citra atau pengambilan Citra.
Ini merupakan tahapan awal dalam mengumpulkan citra
termal. Saat pengambilan gambar juga akan dilakukan penamaan terhadap
masing-masing citra yang diambil. Tahapan ini juga dilakukan pembersihan citra
sehingga mudah dibaca untuk dapat diolah pada tahapan berikutnya.
2. Proses
Segmentasi Citra.
Tahapan berikutnya adalah segmentasi citra termal,
hal ini bertujuan untuk memperkecil ROI dari citra. Proses ini dimaksudkan
untuk membagi daerah citra kedalam area deteksi yang lebih spesifik. Adapun
daerah yang menjadi ROI adalah mata, hidung dan mulut.
3. Ekstraksi
Fitur.
Ekstraksi fitur dilakukan untuk menandai suatu citra
termal dengan ciri tertentu, sehingga akan membedakan citra tersebut dangan
citra wajah yang lainnya.
4. Klasifikasi
Citra.
Setelah mendapati ciri dari citra termal, maka
tahapan berikutnya adalah melakukan klasifikasi terhadap citra tersebut.
Tahapan ini menggunakan metode SVM.
Gambar 3. Alur tahapan
penelitian
Evaluasi
Hasil dari
masing-masing pengujian diukur kinerja dengan menggunakan metode accuracy. Accuracy
adalah metode evaluasi hasil pengenalan yang sudah tersedia pada library
libsvm 3.24. Accuracy dirumuskan dengan :
Hasil Dan Pembahasan
Pada bagian hasil dan
pembahasan dipaparkan hasil penelitian implementasi haar-like feature dan SVM
untuk klasifikasi wajah. Sebelum dilakukan proses klasifikasi menggunakan SVM,
citra terlebih dahulu dilakukan ektraksi fitur menggunakan tiga metode
ekstraksi fitur, yaitu gray level co-occurance matrix (GLCM), local binary
pattern (LBP), dan Gabor-wavelet. Citra masukan untuk ekstraksi fitur ini
didapatkan setelah dilakukan deteksi wajah dan segmentasi menggunakan haar-like
feature.
Hasil segmentasi
Sebelum dilakukan
proses klasifikasi wajah, maka dataset masukan terlebih dahulu disegmentasi
menggunakan metode Haar-like feature. Jumlah dataset yang digunakan pada
penelitian ini terdiri 15 kelas, dimana 10 kelas berhasil disegmentasi dengan
baik dan 5 kelas gagal disegmentasi. Gambar 4.1 menunjukkan contoh hasil
segmentasi wajah menggunakan menggunakan haar-like feature.
|
|
|
|
|
|
Sebelum |
Deteksi |
Segmentasi |
Gambar 4. Hasil deteksi
wajah dan segmentasi menggunakan haar-like feature
Adapun beberapa kelas
citra termal yang gagal disegmentasi terjadi karena dua hal: karena haar-like
feature mendeteksi dua wajah dalam satu citra dan karena tidak haar-like
feature gagal mendeteksi wajah dalam citra tersebut. Gambar 5 dan 6 menunjukkan
citra yang gagal disegmentasi menggunakan haar-like feature.
��
Gambar 5. Haar-like
feature mendeteksi dua wajah dalam satu citra
�
�
Gambar 6. Haar-Like
Feature Tidak Dapat Mendeteksi Wajah
Dari total lima belas
kategori objek atau orang yang digunakan pada penelitian ini, ada 10 kelas yang
berhasil dideteksi dan disegmentasi dengan baik. Persentasi keberhasilan
haar-like feature dalam segmentasi wajah dalam penelitian ini adalah 10/15 atau
67%. Citra hasil deteksi dan segmentasi menggunakan haar-like features menjadi
masukan dalam proses ekstraksi fitur dan klasifikasi.
Hasil Klasifikasi sesudah segmentasi
Dalam proses
klasifikasi wajah, metode klasifikasi yang digunakan adalah metode support
vector machine (SVM). Metode SVM dikenal sangat bagus dalam proses klasifikasi
citra. Metode SVM membutuhkan beberapa parameter utama dalam menjalankan
fungsinya sebagai metode klasifikasi. Kernel yang digunakan pada penelitian ini
adalah kernel radial basis function (RBF). Penggunaan kernel RBF pada proses
klasifikasi membutuhkan suatu variabel yaitu nilai gamma yang digunakan pada
kernel tersebut. Nilai gamma yang digunakan adalah 10-1.
Hasil Klasifikasi menggunakan GLCM
Dengan menggunakan
pembangkitan fitur GLCM, maka jumlah fitur yang menjadi masukan pada SVM
sebanyak 20 fitur yaitu berupa fitur entropy, contrast, energy, homogeneity,
dan correlation. Masing-masing fitur tersebut mempunyai 5 nilai fitur. Tabel 1
menunjukkan hasil klasifikasi wajah menggunakan metode GLCM dan SVM menggunakan
kernel RBF dan nilai gamma 10-1.
Tabel
1
Hasil
klasifikasi wajah menggunakan GLCM dan SVM dengan kernel RBF dan nilai gamma 10-1
Citra
uji |
Prediksi |
Label |
Keterangan |
|
1 |
1 |
Dikenali |
|
2 |
2 |
Dikenali |
|
3 |
3 |
Dikenali |
|
4 |
4 |
Dikenali |
|
5 |
5 |
Dikenali |
|
6 |
6 |
Dikenali |
|
7 |
7 |
Dikenali |
|
8 |
8 |
Dikenali |
|
9 |
9 |
Dikenali |
|
10 |
10 |
Dikenali |
Akurasi |
|
|
100% |
Berdasarkan Tabel 1,
jumlah objek yang dikenali oleh metode klasifikasi adalah 10 dari 10 orang.
Oleh karena itu, akurasi dari sistem pengenalan wajah citra termal menggunakan
gabungan GLCM dan SVM adalah 100%. Fitur GLCM dapat dideteksi dengan sangat
baik oleh SVM menggunakan kernel RBF dengan nilai gamma 10-1. SVM
dengan kernel RBF dan nilai gamma 10-1 mampu mengenali dengan baik
setiap wajah yang menjadi citra uji. Hasil ini merupakan hasil terbaik yang
diperoleh dalam sistem penenalan wajah berbasis citra termal ini.
Hasil Klasifikasi menggunakan LBP
Dalam proses
klasifikasi wajah, metode klasifikasi yang digunakan adalah metode support
vector machine (SVM). Metode SVM dikenal sangat bagus dalam proses klasifikasi
citra. Metode SVM membutuhkan beberapa parameter utama dalam menjalankan
fungsinya sebagai metode klasifikasi. Kernel yang digunakan pada penelitian ini
adalah kernel radial basis function (RBF). Penggunaan kernel RBF pada proses
klasifikasi membutuhkan suatu variabel yaitu nilai gamma yang digunakan pada
kernel tersebut. Nilai gamma yang digunakan adalah 10-1.
Tabel
2
Hasil
klasifikasi wajah menggunakan GLCM dan SVM dengan kernel RBF dan nilai gamma 10-1
Citra
uji |
Prediksi |
Label |
Keterangan |
|
1 |
1 |
Dikenali |
|
9 |
2 |
Tidak
dikenali |
|
8 |
3 |
Tidak
dikenali |
|
4 |
4 |
Dikenali |
|
5 |
5 |
Dikenali |
|
4 |
6 |
Tidak
dikenali |
|
7 |
7 |
Dikenali |
|
8 |
8 |
Dikenali |
|
9 |
9 |
Dikenali |
|
10 |
10 |
Dikenali |
Akurasi |
|
|
70% |
Berdasarkan Tabel 42,
jumlah objek yang dikenali oleh metode klasifikasi SVM adalah 7 dari 10 orang.
Objek kedua, ketiga dan keenam tidak dikenali dengan benar, akan tetapi
dikenali sebagai orang kesembilan, kedelapan, dan keempat. Oleh karena itu,
akurasi dari sistem pengenalan wajah citra termal menggunakan gabungan LBP dan
SVM adalah 70%.
Hasil Klasifikasi menggunakan
Gabor-Wavelet
Dalam proses
klasifikasi wajah, metode klasifikasi yang digunakan adalah metode support
vector machine (SVM). Metode SVM dikenal sangat bagus dalam proses klasifikasi
citra. Metode SVM membutuhkan beberapa parameter utama dalam menjalankan
fungsinya sebagai metode klasifikasi. Kernel yang digunakan pada penelitian ini
adalah kernel radial basis function (RBF). Penggunaan kernel RBF pada proses
klasifikasi membutuhkan suatu variabel yaitu nilai gamma yang digunakan pada
kernel tersebut. Nilai gamma yang digunakan adalah 10-3.
Tabel
3
Hasil
klasifikasi wajah menggunakan GLCM dan SVM dengan kernel RBF dan nilai gamma 10-3
Citra
uji |
Prediksi |
Label |
Keterangan |
|
6 |
1 |
Tidak
dikenali |
|
6 |
2 |
Tidak
dikenali |
|
8 |
3 |
Tidak
dikenali |
|
4 |
4 |
Dikenali |
|
6 |
5 |
Tidak
dikenali |
|
6 |
6 |
Dikenali |
|
7 |
7 |
Dikenali |
|
6 |
8 |
Tidak
dikenali |
|
10 |
9 |
Tidak
dikenali |
|
10 |
10 |
Dikenali |
Akurasi |
|
|
40% |
Berdasarkan Tabel 3,
jumlah objek yang dikenali oleh metode klasifikasi adalah 4 dari 10 orang. Oleh
karena itu, akurasi dari sistem pengenalan wajah citra termal menggunakan
gabungan Gabor dan SVM adalah 40%. Penggunaan nilai gamma 10-3 lebih
baik dari nilai sebelumnya namun masih sangat rendah untuk dapat diimplementasikan
ke dalam sistem pengenalan wajah berbasis citra termal.
Perbandingan fitur GLCM, LBP, dan Gabor
Gambar 7 menunjukkan
pengaruh nilai gamma dari kernel RBF dalam proses klasifikasi wajah dari citra
termal menggunakan metode ekstraksi fitur GLCM, LBP, dan Gabor sebagai fitur
dan SVM sebagai metode klasifikasi. Nilai gamma terbaik yang diperoleh adalah
10-1. Berdasarkan Gambar 4.4, jika nilai gamma semakin membesar dari
10-1, maka kinerja kernel RBF dan SVM semakin menurun. Selanjutnya,
semakin kecil nilai gamma, kinerja kernel RBF dan SVM juga semakin menurun. Hal
sebaliknya ditunjukkan oleh grafik akurasi klasifikasi menggunakan filter
Gabor. Semakin kecil nilai gamma, maka semakin besar nilai akurasi menggunakan
fitur Gabor. Namun, akurasi yang dihasilkan masih sangat rendah dibandingkan
dengan hasil klasifikasi menggunakan filter GLCM atau LBP. Secara umum, kinerja
GLCM lebih baik dari pada kinerja LBP dan Gabor. Berdasarkan Gambar 7, grafik
kinerja GLCM berada di atas grafik LBP dan Gabor, sehingga dapat disimpulkan
kinerja GLCM lebih baik dari pada LBP dan Gabor menggunakan kernel RBF.
Gambar 7. Perbandingan kinerja nilai
gamma dari kernel RBF terhadap GLCM, LBP, dan Gabor
Kesimpulan
Kesimpulan yang daapt
diambil dari penelitian ini adalah klasifikasi wajah berbasis citra termal
menggunakan metode support vector machine (SVM) telah berhasil dibangun dengan
memanfaatkan metode ekstraksi fitur gray level co-occurance matrix (GLCM),
local binary pattern (LBP), dan Gabor-wavelet. Sebelum dilakukan proses
ekstraksi fitur dan klasifikasi, citra termal masukan terlebih dahulu dideteksi
bagian wajahnya menggunakan metode haar-like feature dan kemudian disegmentasi.
Segmentasi yang dilakukan menggunakan haar-like feature gagal dilakukan terhadap
empat objek atau empat orang. Hal ini terjadi karena haar-like gagal mendeteksi
letak wajah atau ada dua wajah yang terdeteksi dalam satu citra. Kernel yang
digunakan ada penelitian ini adalah radial basis function (RBF) dengan nilai
gamma terbaik adalah 10-1. Dengan memanfaatkan kernel RBF dan nilai
gamma 10-1, akurasi yang dicapai adalah 100%. Akurasi ini diperoleh
menggunakan metode ekstraksi fitur GLCM. Sedangkan dengan menggunakan metode
LBP dan Gabor-wavelet, akurasi yang dicapai masing-masing hanya 70% dan 10%.
Hasil terbaik menggunakan fitur Gabor-wavelet adalah 40% dengan nilai gamma 10-3.
Penelitian ke depan diharapkan mengumpulkan dataset yang lebih banyak sehingga
membuat proses training berjalan lebih baik. Penerapan klasifikasi wajah juga
perlu ditinjau menggunakan metode deep learning. Deep learning sudah
menunjukkan hasil yang sangat memuaskan untuk beberapa kasus. Sehingga sangat
disarankan menerapkan deep learning dalam proses klasifikasi wajah berbasis
citra termal.
Budianto, A.,
Kusdarini, E., Masfufiah, I., Nareswarananindya, N., Ramadhani, A. N.,
Oktafiana, B., ... & El Hafizah, N. (2022). Capaian Kinerja LPPM ITATS.
Capaian Kinerja LPPM ITATS, 1(3). Google Scholar.
Hermosilla, G.,
Ruiz-del-Solar, J., Verschae, R., & Correa, M. (2012). A comparative study
of thermal face recognition methods in unconstrained environments. Pattern
Recognition, 45(7), 2445�2459. Google Scholar.
Hsu, C.-W., & Lin,
C.-J. (2002). A comparison of methods for multiclass support vector machines. IEEE
Transactions on Neural Networks, 13(2), 415�425. Google Scholar.
Liu, Y., Muftah, M.,
Das, T., Bai, L., Robson, K., & Auer, D. (2012). Classificatioo of MR tumor
images based on gabor wavelet analysis. Journal of Medical and Biological
Engineering, 32(1), 22�28. Google Scholar.
Mirmehdi, M. (2008). Handbook
of texture analysis. Imperial College Press. Google Scholar.
Nabizadeh, N., &
Kubat, M. (2015). Brain tumors detection and segmentation in MR images: Gabor
wavelet vs. statistical features. Computers & Electrical Engineering,
45, 286�301. Google Scholar.
Ojala, T., Pietik�inen,
M., & M�enp��, T. (2000). Gray scale and rotation invariant texture
classification with local binary patterns. European Conference on Computer
Vision, 404�420. Google Scholar.
Papageorgiou, C. P.,
Oren, M., & Poggio, T. (1998). A general framework for object detection. Sixth
International Conference on Computer Vision (IEEE Cat. No. 98CH36271),
555�562. Google Scholar.
Ressel, R., Frost, A.,
& Lehner, S. (2015). A neural network-based classification for sea ice
types on X-band SAR images. IEEE Journal of Selected Topics in Applied Earth
Observations and Remote Sensing, 8(7), 3672-3680. Google Scholar.
Sayed, M., & Baker,
F. (2018). Thermal face authentication with convolutional neural network. J.
Comput. Sci, 14(12), 1627�1637. Google Scholar.
Soetedjo, A., &
Somawirata, I. K. (2016). Sistem Pemandu Pengemudi Berbasis Kamera Embeded. Google Scholar.
Soh, L.-K., &
Tsatsoulis, C. (1999). Texture analysis of SAR sea ice imagery using gray level
co-occurrence matrices. IEEE Transactions on Geoscience and Remote Sensing,
37(2), 780�795. Google Scholar.
Su, H., Wang, Y., Xiao,
J., & Li, L. (2013). Improving MODIS sea ice detectability using gray level
co-occurrence matrix texture analysis method: A case study in the Bohai Sea.
ISPRS journal of photogrammetry and remote sensing, 85, 13-20. Gooogle Scholar.
Wan, Q., Rao, S. P.,
Kaszowska, A., Voronin, V., Panetta, K., Taylor, H. A., & Agaian, S.
(2018). Face description using anisotropic gradient: thermal infrared to
visible face recognition. Mobile Multimedia/Image Processing, Security, and
Applications 2018, 10668, 160�170. Google Scholar.
Wang, J.-G., &
Sung, E. (2007). Facial feature extraction in an infrared image by proxy with a
visible face image. IEEE Transactions on Instrumentation and Measurement,
56(5), 2057�2066. Google Scholar.
Wang, S., Lv, S., &
Wang, X. (2008). Infrared facial expression recognaition using wavelet
transform. 2008 International Symposium on Computer Science and
Computational Technology, 2, 327�330. Google Scholar.
Wong, W. K., Hui, J.
H., Desa, J. B. M., Ishak, N. I. N. B., Sulaiman, A. Bin, & Nor, Y. B. M.
(2012). Face detection in thermal imaging using head curve geometry. 2012
5th International Congress on Image and Signal Processing, 881�884. Google Scholar.
Wu, Z., Peng, M., &
Chen, T. (2016). Thermal face recognition using convolutional neural network. 2016
International Conference on Optoelectronics and Image Processing (ICOIP),
6�9. Google Scholar.
Zhang, T., Wiliem, A.,
Yang, S., & Lovell, B. (2018). TV-GAN: Generative adversarial network based
thermal to visible face recognition. 2018 International Conference on
Biometrics (ICB), 174�181. Google Scholar.
Zhang, Z., Lyons, M.,
Schuster, M., & Akamatsu, S. (1998). Comparison between geometry-based and
gabor-wavelets-based facial expression recognition using multi-layer
perceptron. Proceedings Third IEEE International Conference on Automatic
Face and Gesture Recognition, 454�459. Google Scholar.
Copyright holder: F. F. Nurbaihaqi,
Rini Andari, Caria Ningsih (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed
under: |