Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 2, Februari 2024

 

PENGARUH CAPITAL INTENSITY, LEVERAGE DAN KOMPENSASI RUGI FISKAL TERHADAP TAX AVOIDANCE

 

Amanda Raihan Luida, Ardan Gani Asalam, Djusnimar Zultilisna

Universitas Telkom, Bandung, Indonesia

Email: [email protected],

[email protected], [email protected]

 

Abstrak

Pajak merupakan sumber pendapatan terbesar negara. Penerimaan pajak yang didapat digunakan untuk kepentingan negara, baik kepentingan rutin maupun kepentingan untuk pembangunan nasional yang sesuai dengan Undang-undang. Namun berbeda dengan perusahaan yang justru pajak dijadikan sebagai beban yang akan mengurangi pendapatan bersih pada perusahaan atau disebut juga dengan tax avoidance. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh capital intensity, leverage, dan kompensasi rugi fiskal terhadap tax avoidance pada perusahaan manufaktur sub sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2016-2021 secara simultan dan parsial. Populasi dalam penelitian ini yaitu perusahaan manufaktur sub sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2015-2018. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel yaitu purposive sampling. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah dari 13 perusahaan selama 6 tahun, sehingga totalnya sebesar 78 sampel. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi data panel dengan menggunakan Eviews 12. Hasil penelitian dengan metode regresi data panel didapatkan hasil variabel capital intensity, leverage, dan kompensasi rugi fiskal berpengaruh secara simultan terhadap tax avoidance. Secara parsial, variabel leverage berpengaruh positif terhadap tax avoidance. Sedangkan variabel capital intensity dan kompensasi rugi fiskal tidak berpengaruh terhadap tax avoidance. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan seputar tax avoidance dan diharapkan menjadi pertimbangan bagi perusahaan dalam melakukan tindakan tax avoidance.

Kata Kunci: Capital Intensity, Kompensasi Rugi Fiskal, Leverage, Tax Avoidance

 

Abstract

Taxes are the country's biggest source of income. The tax revenues obtained are used for the benefit of the state, both for routine purposes and for the interests of national development in accordance with the law. However, it is different from companies where taxes are actually used as a burden which will reduce net income for the company or also known as tax avoidance. This study aims to determine the effect of capital intensity, leverage, and fiscal loss compensation on tax avoidance in food and beverage sub-sector manufacturing companies listed on the Indonesia Stock Exchange (IDX) in 2016-2021 simultaneously and partially. The population in this study are food and beverage sub-sector manufacturing companies listed on the Indonesia Stock Exchange (IDX) in 2015-2018. The technique used in sampling is purposive sampling. The samples taken in this study were from 13 companies for 6 years, bringing a total of 78 samples. The data analysis method used in this study is panel data regression analysis using Eviews 12. The results of the study using the panel data regression method show that the variable capital intensity, leverage, and fiscal loss compensation have a simultaneous effect on tax avoidance. Partially, the leverage variable has a positive effect on tax avoidance. Meanwhile, the capital intensity variable and fiscal loss compensation have no effect on tax avoidance. The results of this study are expected to increase knowledge about tax avoidance and are expected to be a consideration for companies in taking tax avoidance actions.

Keywords: Capital Intensity, Fiscal Loss Compensation, Leverage, Tax Avoidance

 

Pendahuluan

Bursa Efek Indonesia (BEI) merupakan suatu organisasi yang menghubungkan secara langsung atau tidak langsung antara penjual dengan pembeli efek perusahaan yang telah terdaftar didalam bursa itu. Dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) terdapat beberapa macam perusahaan, salah satunya yaitu perusahaan manufaktur. Perusahaan manufaktur merupakan perusahaan dibidang industri yang mengolah bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Perusahaan manufaktur identik dengan pabrik, yang mana pabrik mengaplikasikan banyak mesin, peralatan, teknik rekayasa, serta tenaga kerja. Dalam perusahaan manufaktur terdapat beberapa sektor, diantaranya sektor industri dasar dan kimia, sektor aneka industri, dan sektor industri barang dan konsumsi (Kayo 2020).

Salah satu sub sektor yang masuk ke dalam sektor industri barang dan konsumsi adalah sub sektor makanan dan minuman. Sub sektor makanan dan minuman memiliki potensi pertumbuhan ekonomi yang cukup besar karena didorong oleh sumber daya alam Indonesia seperti air, tumbuhan, dan hewan. Selain itu permintaan produk dari dalam negeri yang cukup tinggi untuk produk sub sektor makanan dan minuman dapat menjadikan perekonomian di Indonesia terus berkembang. Sub sektor makanan dan minuman memiliki pertumbuhan PDB yang fluktuatif setiap tahunnya yang menggambarkan bahwa sub sektor makanan dan minuman dapat berkembang secara pesat walaupun mengalami penurunan. Perusahaan industri barang dan konsumsi sub sektor makanan dan minuman berjumlah 33 perusahaan yang daftar nama perusahaannya dapat dilihat pada lampiran 1. Pada tahun 2019 sektor manufaktur dilebur menjadi tiga sektor baru yaitu sektor industri dan kimia, sektor aneka industri, dan industri barang konsumsi. Objek penelitian yang penulis pilih adalah sektor industri barang konsumsi yaitu subsektor makanan dan minuman.

Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha atau unit ekonomi dalam suatu negara tertentu. Nilai PDB menjadi salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara dalam suatu periode tertentu (Badan Pusat Statistik, 2020). Berikut adalah grafik nilai pertumbuhan PDB industri sub sektor makanan dan minuman pada tahun 2016-2021.

 

Gambar 1. Nilai Pertumbuhan PDB Industri Sub Sektor Makanan dan Minuman Tahun 2016-2021

Sumber: Badan Pusat Statistik, (2020)

 

Gambar diatas menunjukkan bahwa nilai pertumbuhan industri sub sektor makanan dan minuman tahun 2016-2021 yang dilihat dari Produk Domestik Bruto (PDB) cenderung fluktuatif. Pertumbuhan PDB tahun 2016-2017 mengalami peningkatan sebesar 0,9% Pada tahun 2017, pertumbuhan PDB industri makanan dan minuman sebesar 9,23%, lalu di tahun 2020 pertumbuhannya menurun secara drastis sebesar 7,65% sehingga angka pertumbuhannya menjadi 1,58%.  Hal ini dikarenakan adanya pengaruh Covid-19 yang terjadi pada tahun 2020 yang menyebabkan pertumbuhan industri makanan minuman mengalami penurunan yang cukup drastis. Namun pada tahun 2021 angka pertumbuhannya kembali meningkat menjadi 2,54% dikarenakan adanya pemulihan ekonomi yang terjadi di Indonesia.

Kontribusi yang terjadi pada sub sektor makanan dan minuman terhadap nilai PDB memiliki kinerja yang baik jika dilihat dari pertumbuhan PDB tahun 2016-2021 seperti pada gambar 1.1. Perusahaan industri sub sektor makanan dan minuman terus tumbuh dan berkembang meskipun pada tahun 2020 mengalami penurunan karena masa pandemi Covid-19. Pertumbuhan industri sub sektor makanan dan minuman yang mengalami kenaikan dan penurunan menunjukan bahwa kinerja perusahaan sub sektor makanan dan minuman di Indonesia mengalami berkembang walaupun mengalami penurunan karena adanya pandemi, tetapi tidak menutup kemungkinan sub sektor makanan dan minuman akan meningkat dan mengalami pertumbuhan kembali karena adanya pemulihan ekonomi yang terjadi setelah tahun 2020.

Produk Domestik Bruto (PDB) dapat digunakan untuk sebagai kinerja perpajakan suatu negara dengan cara menghitung rasio penerimaan pajaknya terhadap  PDB. PDB sub sektor makanan dan minuman mengalami peningkatan setiap tahunnya yang menandakan seharusnya dapat mempengaruhi tax ratio yang ada. Tetapi dalam kenyataannya tax ratio yang dimiliki oleh Indonesia cenderung fluktuatif. Berikut adalah data tax ratio Indonesia pada tahun 2016-2021:

 

Gambar 2. Ratio Indonesia 2016-2021

Sumber: Kemenkeu, (2022)

 

Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa pada tahun 2016 tax ratio yang dimiliki Indonesia adalah 10,37%. Pada tahun 2017 tax ratio yang dimiliki Indonesia adalah menurun 9.89%. Pada tahun 2018 mengalami peningkatan sebesar 0.35% yang menjadikan tax ratio Indonesia menjadi 10.24%. Pada tahun 2019 tax ratio Indonesia mengalami penurunan sebesar 0.47% menjadi 9.77%. Pada tahun 2020 tax ratio Indonesia kembali mengalami penurunan 1.44% yang menjadikan tax ratio Indonesia menjadi 8.33%. Pada tahun terakhir yaitu 2021 tax ratio Indonesia menjadi meningkat sebesar 0,78% menjadi 9,11%. Merujuk pada data tersebut dapat disimpulkan bahwa PDB harus sebanding dengan penerimaan pajak yang diterima untuk menjadikan tax ratio yang lebih baik. Maka dari itu sub sektor makanan dan minuman harus memiliki PDB yang terus meningkat dan berkontribusi dalam penerimaan pajak negara agar dapat meningkatkan tax ratio yang dimiliki Indonesia. Hal tersebut terjadi karena jika nilai PDB naik seharusnya sebanding dengan kenaikan tax ratio-nya juga.

Berdasarkan informasi diatas, peneliti memilih perusahaan sub sektor makanan dan minuman mengenai tax avoidance sebagai objek penelitian. Dalam penelitian ini juga peneliti mengambil perusahaan sub sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2016-2021 karena laporan keuangan perusahaan yang terdaftar di BEI sangat mudah untuk diakses oleh publik.

Menurut Undang-undang No.16 Tahun 2009 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, pajak merupakan “kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Pajak merupakan sumber pendapatan terbesar negara, dapat dilihat dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2016-2021 pada Gambar 3. sebagai berikut:

 

Gambar 3. Penerimaan Negara Tahun 2016-2021

Sumber: Kemenkeu (2021)

 

Gambar 3. menunjukkan bahwa diantara ketiga sumber pendapatan negara yang terdiri dari penerimaan pajak, PNBP, dan penerimaan hibah yang dilihat dari APBN selama 5 tahun (2016-2020), pendapatan negara tertinggi adalah penerimaan pajak. Penerimaan pajak selama 6 tahun cenderung fluktuatif, karena pada tahun 2017 penerimaan pajak negara mengalami sedikit penurunan dari tahun sebelumnya sebesar Rp 66.456 Miliar. Pada tahun 2018 sudah meningkat kembali sebesar Rp 145.386 Miliar dan sampai tahun 2020 terus meningkat bahkan jumlah penerimaan pajak tertinggi terjadi di tahun 2020 sebesar Rp 1.865.703 Miliar. Pada tahun 2021 kembali mengalami penurunan menjadi sebesar Rp 1.444.541 Miliar. Penerimaan pajak yang didapat digunakan untuk kepentingan negara, baik kepentingan rutin maupun kepentingan untuk pembangunan nasional yang sesuai dengan Undang-undang. Namun berbeda dengan perusahaan yang justru pajak dijadikan sebagai beban yang akan mengurangi pendapatan bersih pada perusahaan.

Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia sebanyak tiga jenis, salah satunya yaitu self assessment system. Self assessment system merupakan suatu sistem pemungutan yang memberikan wewenang kepada wajib pajak (perusahaan) untuk menghitung serta melaporkan besarnya pajak yang terutang. Dengan menggunakan sistem tersebut akan menguntungkan bagi wajib pajak, karena wajib pajak dapat mencari celah besarnya beban pajak yang akan dibayar perusahaan dengan menurunkan jumlah pendapatan kena pajak perusahaan. Cara yang dilakukan agent inilah yang menjadi salah satu strategi perusahaan dalam mengurangi beban pajaknya atau yang disebut dengan tax avoidance.

Tax avoidance merupakan sebuah skema transaksi yang dibentuk untuk meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan beberapa kelemahan (grey area) dari ketentuan perpajakan suatu negara sehingga para ahli pajak dapat menyebut legal karena tidak adanya melanggar peraturan perpajakan (Andini et al., 2021). Tax avoidance memiliki resiko yang besar apabila tindakan yang dilakukan perusahaan tidak sesuai dengan peraturan perpajakan, maka perusahaan dikenakan sanksi berupa denda atau bahkan nama baik perusahaan bisa dinilai tidak baik. Untuk memperkuat bukti adanya tax avoidance, peneliti menggunakan Cash Effective Tax Rate (CETR).

Cash Effective Tax Rate (CETR) merupakan pembayaran pajak secara kas (cash taxes paid) dibagi dengan laba sebelum pajak penghasilan. Menurut Dyreng et al. (2010), Cash Effective Tax Rate (CETR) baik digunakan sebagai alat ukur tax avoidance oleh perusahaan karena CETR merepresentasikan biaya sesungguhnya yang valid atas penghasilan wajib pajak yang dilihat berdasarkan jumlah pajak yang dibayarkan dan CETR tidak berpengaruh dengan adanya penyisihan penilaian atau perlindungan pajak (Ritonga 2019).

Jensen dan Meckling (1976) berpendapat bahwa teori agensi (agency theory) didefinisikan sebagai sebuah kontrak yang dilakukan antara satu atau beberapa orang pemberi kerja (principal) yang mempekerjakan orang lain (agent) untuk melakukan sejumlah kegiatan jasa serta memberikannya wewenang dalam mengambil keputusan. Teori ini menimbulkan adanya perbedaan kepentingan yang dilakukan antara principal dengan agent. Principal ingin dalam pembagian laba yang besar menyesuaikan dengan kondisi perusahaannya. Namun berbeda dengan agent, ia mengharapkan pembagian bonus yang besar dari principal. Maka dari itu dengan perbedaan ini dapat memicu adanya ketidak cocokan antara yang diinginkan dengan kondisinya.

Tax avoidance sering kali terjadi di beberapa perusahaan di Indonesia. Salah satu fenomena yang terjadi pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yaitu pada perusahaan PT Indofood sukses makmur yang melakukan penghindaran pajak. PT Indofood Sukses Makmur Tbk yang melakukan penghindaran pajak senilai 1,3 miliar karena adanya pemekaran usaha pada tahun 2015 (Safteria, 2021). PT Indofood Sukses Makmur melakukan hal tersebut dengan cara mendirikan perusahaan baru dan mengalihkan aktiva, pasiva dan operasional divisi noodle kepada PT Indofood CBP Sukses Makmur. Berdasarkan hal tersebut PT Indofood Sukses Makmur melakukan penghindaran pajak melalui pemekaran usaha. Selain itu PT Indofood Sukses Makmur pada tahun 2014 memiliki tingkat penghindaran pajak 0,294, pada tahun 2015 mengalami kenaikan yaitu -0,293 dan pada tahun 2016 menurun menjadi -0,349. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa PT Indofood pada tahun 2016 masih terindikasikan melakukan tax avoidance karena memiliki tingkat tax avoidance yang meningkat dari tahun 2015-2016 yang seharusnya terjadi penurunan karena tahun sebelumnya sudah terungkap telah menghindari pajak.

Berdasarkan informasi tersebut negara mengalami kerugian yang cukup besar dari praktik penghindaran pajak. Menurut Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suryo Utomo yang dikutip oleh Santoso (2020) diperkirakan kerugian yang diterima oleh negara setiap tahunnya adalah Rp. 68,7 triliun per tahunnya. Berdasarkan hal tersebut tentunya penghindaran pajak sangat merugikan negara dengan nominal yang cukup besar dalam setiap tahunnya.

Berdasarkan fenomena diatas, dapat dikatakan bahwa adanya kemungkinan perusahaan sub sektor makanan dan minuman yang terdaftar di BEI melakukan tax avoidance. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tax avoidance yaitu capital intensity, leverage, dan kompensasi rugi fiskal.

Faktor pertama yang dapat mempengaruhi tax avoidance adalah capital intensity. Capital intensity merupakan suatu rasio aktivitas investasi perusahaan yang berhubungan dengan investasi dalam bentuk intensitas modal, aset tetap maupun persediaan. Capital intensity digunakan untuk mengetahui jumlah modal atau aset yang dibutuhkan serta menunjukkan efektif dan efisiensi perusahaan dalam menggunakan modal atau asetnya untuk menghasilkan suatu penjualan. Capital Intensity adalah rasio besaran aset yang diinvestasikan pada aset tetap perusahaan (Saputra et al., 2020).

Menurut Febriyanto & Finatariani (2021), dalam penelitiannya dijelaskan bahwa perusahaan yang ingin berinvestasi dalam bentuk aset tetap, biaya depresiasi / penyusutannya dihitung dari hasil pengurangan penghasilan dan biaya itulah yang dimungkinkan perusahaan untuk mengurangi pajaknya. Karena hampir seluruh aset tetap mengalami penurunan nilai atau depresiasi yang akan menjadi biaya depresiasi dalam laporan keuangan perusahaan Capital Intensity dapat mempengaruhi tax avoidance karena Capital Intensity Ratio sering dikaitkan dengan jumlah modal yang dimiliki perusahaan dalam bentuk aset tetap dan persediaan. Proporsi aset tetap yang lebih besar akan menyebabkan beban depresiasi yang semakin besar pula, sehingga penghasilan yang dikenakan pajak akan semakin kecil (Indrajati et al., 2018).

Hasil penelitian terdahulu sebelumnya yang menyatakan pengaruh capital intensity terhadap tax avoidance. Penelitian yang dilakukan oleh Humairoh dan Triyanto (2019) dan Widagdo et al. (2020) menyatakan bahwa capital intensity berpengaruh positif terhadap tax avoidance. Tetapi, berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ritonga (2019) dan Saputra et al. (2020) yang menyatakan capital intensity berpengaruh negatif terhadap tax avoidance. Selain itu, adapun penelitian yang dilakukan oleh Ganiswari (2019) dan Jusman dan Nosita (2020) menyatakan bahwa capital intensity tidak berpengaruh terhadap tax avoidance.

Faktor kedua perusahaan melakukan tax avoidance yaitu dilihat dari leverage. Leverage merupakan suatu rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka panjangnya dalam membiayai aset tetapnya. Saputra et al. (2020) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dengan bertambahnya jumlah utang akan menimbulkan munculnya beban bunga. Beban bunga ini akan mengurangi jumlah laba sebelum pajak, sehingga menjadi berkurang jumlah beban pajak yang harus dibayar perusahaan.

Perusahaan dengan tingkat hutang yang tinggi secara tidak langsung akan berpengaruh pada pengurangan beban pajak karena beban bunga akan mengurangi beban pajak yang harus dibayar oleh perusahaan. Jika suatu perusahaan menggunakan banyak utang akan dapat membahayakan kelangsungan hidupnya sendiri karena akan sulit untuk keluar dari hutang yang besar. Untuk menghitung rasio leverage menggunakan Debt to Total Assets Ratio (DAR). Perhitungan DAR ini digunakan untuk mengukur seberapa besar aset perusahaan yang dibiayai dengan utang. Semakin tinggi nilai DAR yang didapat, maka semakin besar pula perusahaan dapat menggunakan utang untuk memenuhi kebutuhan aset dan ini akan menguntungkan buat perusahaannya.

Leverage berpotensi dapat mempengaruhi tax avoidance. Rasio leverage adalah besaran hutang yang dimiliki perusahaan untuk memenuhi kebutuhan perusahaan demi kegiatan operasional yang efektif. Ratnasari dan Nuswantara (2020) mengemukakan bahwa rasio leverage yang tinggi menunjukkan besarnya jumlah pendanaan perusahaan yang bersumber dari hutang, sehingga akan menimbulkan jumlah beban bunga yang tinggi yang dapat mengurangi laba perusahaan. Berikut beberapa hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan pengaruh leverage terhadap tax avoidance. Penelitian yang dilakukan oleh Ratnasari dan Nuswantara (2020) dan Apriliyani dan Kartika (2021) menyatakan bahwa leverage berpengaruh positif terhadap tax avoidance.  Tetapi, berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Widagdo et al. (2020) dan Saputra et al. (2020) menyatakan bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap tax avoidance. Selain itu, adapun penelitian yang dilakukan oleh Artinasari (2019) dan Fatimah et al. (2021) menyatakan bahwa leverage tidak berpengaruh terhadap tax avoidance.

Faktor ketiga perusahaan melakukan tax avoidance yaitu dilihat dari kompensasi rugi fiskal. Berdasarkan Undang-undang No. 36 Tahun 2008 Pasal 6 Ayat 2 tentang pajak penghasilan, kompensasi rugi fiskal didefinisikan sebagai insentif pajak berbentuk fasilitas keringanan pajak, yang mana kompensasi ini dapat dilakukan jika perusahaan yang mengalami kerugian dalam satu periode akuntansi maka akan diberikan keringanan dalam membayar pajaknya selama 5 tahun dan untuk mengurangi jumlah kerugian yang dialami diambil dari laba perusahaan. Hubungan yang terjadi antara kompensasi rugi fiskal dengan tax avoidance yaitu adanya kerugian perusahaan yang dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan kena pajak di periode berikutnya hingga 5 tahun.

Berikut beberapa hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan pengaruh kompensasi rugi fiskal terhadap tax avoidance. Menurut peneliti Ritonga (2019) dan peneliti Irmayani dan Yuli (2022) menyatakan bahwa kompensasi rugi fiskal berpengaruh positif terhadap tax avoidance. Berbeda dengan peneliti Ervina dan Wulandari (2019) peneliti menyatakan bahwa kompensasi rugi fiskal berpengaruh negatif terhadap tax avoidance. Selain itu, adapun penelitian yang dilakukan oleh Humairoh dan Triyanto (2019) menyatakan bahwa kompensasi rugi fiskal tidak berpengaruh terhadap tax avoidance.

Penelitian ini didasarkan pada keingintahuan dan kebaharuan yang ingin dicapai penulis. Keingintahuan tersebut memunculkan kebaharuan penelitian yang berupa beberapa variabel X yaitu ingin mengetahui pengaruh capital intensity, leverage, dan kompensasi rugi fiskal terhadap tax avoidance. Selain itu tahun penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu dari tahun 2016-2021 menjadi kebaharuan penelitian. Selain itu adanya fenomena perusahaan sub sektor makanan dan minuman yaitu PT Indofood Sukses Makmur Tbk yang melakukan tax avoidance menjadikan penulis memilih sub sektor makanan dan minuman menjadi objek penelitian ini.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana capital intensity, leverage, kompensasi rugi fiskal, dan tax avoidance pada perusahaan manufaktur sub sektor makanan dan minuman yang terdaftar di BEI periode 2016-2021, untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh capital intensity, leverage, dan kompensasi rugi fiskal secara simultan terhadap tax avoidance pada perusahaan manufaktur sub sektor makanan dan minuman yang terdaftar di BEI periode 2016-2021 dan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh capital intensity secara parsial terhadap tax avoidance pada perusahaan manufaktur sub sektor makanan dan minuman yang terdaftar di BEI periode 2016-2021.

 

Metode Penelitian

Pada penelitian ini, jenis penelitian yang akan dipilih dan digunakan peneliti berdasarkan tujuannya yaitu jenis penelitian deskriptif verifikatif. Menurut Arikunto (2019), penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dilakukan untuk mendeskripsikan suatu gambaran dari data-data penelitian secara spesifik. Sejalan dengan pendapat Arikunto, menurut Sudaryana & Agusiady (2022), penelitian deskriptif merupakan penelitian yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan data yang telah dikumpulkan secara rinci, tanpa membuat kesimpulan secara umum. Dalam penelitian ini, metode deskriptif digunakan untuk menjawab beberapa rumusan masalah. Menurut Mustafidah & Suwarsito (2020), penelitian verifikatif adalah  penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk membuktikan kebenaran dari suatu hipotesis pada waktu dan tempat tertentu. Dalam penelitian ini, metode verifikatif digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Pendekatan yang digunakan untuk pengembangan teori pada penelitian ini ialah pendekatan deduktif. Pendekatan deduktif merupakan suatu proses penarikan kesimpulan dari pernyataan yang bersifat umum, kemudian nantinya akan dihubungkan ke keadaan khusus (Muhtar, 2019).

Metode penelitian yang akan digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif. Menurut Sugiyono (2019), metode penelitian kuantitatif merupakan suatu metode yang berlandaskan pada filsafat positivism, yang digunakan untuk melakukan penelitian pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara acak, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, serta analisis data yang bersifat kuantitatif bertujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. 

Unit analisis penelitian didefinisikan sebagai sekumpulan data penelitian yang dikumpulkan untuk tahapan penelitian selanjutnya. Unit analisis pada penelitian ini termasuk ke dalam penelitian kelompok, karena objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah data perusahaan sub sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Berdasarkan strategi penelitian, peneliti akan menggunakan strategi penelitian studi kasus dalam penelitian ini. Menurut Sugiyono (2019), strategi penelitian studi kasus ini dilakukan dengan cara mengeksplorasi sebuah kasus yang terjadi selama periode waktu yang ditentukan melalui pengumpulan data secara rinci dari berbagai sumber informasi yang valid. Studi kasus dalam penelitian ini ialah mengenai tax avoidance yang berfokus pada kelompok data perusahaan sub sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2016-2021.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengamatan (observasi). Peneliti melakukan observasi pada dokumen berupa laporan keuangan perusahaan dan studi kepustakaan. Desain sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive sampling merupakan sebuah teknik penentuan sampel penelitian dengan cara menyeleksi secara khusus berdasarkan kriteria tertentu (Sugiyono, 2020). Peneliti menganalisis penelitian ini menggunakan analisis regresi data panel. Menurut Panjawa & Sugiharti (2021:157) analisis regresi data panel merupakan analisis yang dilakukan berdasarkan data gabungan antara data silang (cross section) dan data runtun waktu (time series), dimana arti dari cross section adalah data yang dikumpulkan dalam satu waktu dan time series adalah data yang dikumpulkan berdasarkan interval waktu yang telah ditentukan. Berdasarkan metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini, maka untuk waktu penelitian peneliti menggunakan cross section dan time series. Waktu penelitian dalam penelitian ini sesuai dengan data panel yang terkumpul pada periode 2016-2021.

Dalam penelitian ini, peneliti memiliki keterlibatan yang minimal. Peneliti tidak ikut serta secara langsung terhadap objek penelitian yang akan diteliti, sehingga peneliti tidak dapat mengintervensi data karena peneliti tidak berinteraksi langsung dengan sumber data. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa laporan keuangan perusahaan yang diperoleh di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang valid. Selain itu, peneliti tidak dapat mengintervensi data karena dilihat dari sisi latar penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu non-contrived (kausal). Non-contrived (kausal) diartikan sebagai studi yang dilakukan peneliti untuk mengetahui adanya hubungan sebab akibat dari fenomena yang terjadi sebenarnya (tidak direkayasa) antara variabel independen dengan variabel dependen (Nuryanto & Pambuko, 2018). Latar penelitian non-contrived yang digunakan peneliti bertujuan untuk mengetahui pengaruh capital intensity, leverage, dan kompensasi rugi fiskal terhadap tax avoidance pada perusahaan sub sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2016-2021.

 

Hasil dan Pembahasan

Pengaruh Capital Intensity, Leverage, dan Kompensasi Rugi Fiskal terhadap Tax Avoidance

Berdasarkan hasil uji simultan (Uji F) pada tabel 4.16 diperoleh nilai probabilitas (F-Statistic) < 0,05 yaitu sebesar 0,012267, yang berarti variabel independen capital intensity, leverage, dan kompensasi rugi fiskal berpengaruh secara simultan terhadap variabel dependen tax avoidance pada perusahaan sub sektor makanan dan minuman yang terdaftar di BEI periode 2016-2021. Nilai Adjusted R-Square yang diperoleh dalam model penelitian ini yaitu sebesar 0,123171 atau 12,31%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel independen dalam penelitian ini mampu menjelaskan keterkaitannya dengan variabel dependen tax avoidance pada perusahaan sub sektor makanan dan minuman yang diukur menggunakan proksi CETR sebesar 12,31% sedangkan untuk sisanya sebesar 87,69% dijelaskan dengan menggunakan variabel lainnya di luar penelitian ini.

 

Pengaruh Capital Intensity terhadap Tax Avoidance

Capital Intensity adalah aktivitas investasi yang dilakukan perusahaan yang dikaitkan dengan investasi dalam bentuk aset tetap. Rasio intensitas modal dapat menunjukkan tingkat efisiensi perusahaan dalam menggunakan aktivanya untuk menghasilkan penjualan. Hal tersebut juga dapat dimanfaatkan celah oleh perusahaan sebagai penghindaran pajak yaitu dengan memberikan depresiasi yang besar dari aktiva tetap sehingga beban pajak berkurang.

Berdasarkan hasil uji parsial (Uji t) pada tabel 4.16 diperoleh nilai probabilitas (t-Statistic) > 0,05 yaitu sebesar 0,8897. Hal ini dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak, yang berarti variabel capital intensity secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance. Hal ini tidak sejalan dengan kerangka pemikiran yang menyatakan bahwa capital intensity berpengaruh positif terhadap tax avoidance. Namun hal ini didukung oleh hasil penelitian Jusman dan Nosita (2020) dan Ganiswari (2019) yang berkesimpulan bahwa capital intensity tidak berpengaruh terhadap tax avoidance. Hal tersebut yang  menunjukkan bahwa perusahaan menggunakan aset tetapnya untuk operasional perusahaan dan bukan dipriotitaskan untuk memanfaatkan beban penyusutan aset tetap, yang secara fiskal merupakan beban yang dapat menjadi pengurang penghasilan kena pajak. Hasil uji t tersebut didukung oleh data pada gambar 4 sebagai berikut:

Gambar 4. Hasil uji

 

Pada gambar 4 dari 64 data terdapat 32 data yang cenderung melakukan tax avoidance yang terdiri dari 9 data sampel atau 5 perusahaan yang nilai CIR di bawah rata-rata dan 23 data sampel atau 7 perusahaan yang nilai CIR di atas rata-rata. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh perusahaan terindikasi melakukan tax avoidance atau besar kecilnya nilai capital intensity tidak mempengaruhi perusahaan untuk tetap melakukan tax avoidance walaupun tidak untuk seluruh periode.

 

Pengaruh Leverage terhadap Tax Avoidance

Leverage merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aset perusahaan dibiayai dengan utang. Dapat juga dikatakan rasio leverage merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar beban utang yang harus ditanggung perusahaan. Rasio leverage yang tinggi berarti semakin besar suatu perusahaan dalam menggantungkan pembiayaan asetnya melalui hutang. Bagi perusahaan, hutang menimbulkan beban tetap  yaitu beban bunga dimana beban tersebut menjadi pengurang penghasilan kena pajak (Ratnasari & Nuswantara, 2020).

Berdasarkan hasil uji parsial (Uji t) pada gambar 4 diperoleh nilai probabilitas (t-Statistic) < 0,05 yaitu sebesar 0,0177. Hal ini dapat disimpulkan bahwa H1 diterima, yang berarti variabel leverage secara parsial berpengaruh positif signifikan terhadap tax avoidance. Hasil berpengaruh positif tersebut didukung oleh hasil penelitian Apriliyani dan Kartika (2021) dan Ratnasari dan Nuswantara (2020) yang berkesimpulan bahwa leverage berpengaruh positif terhadap tax avoidance. Hasil berpengaruh tersebut disebabkan karena semakin tinggi leverage maka semakin tinggi pula penghindaran pajak perusahaan. Perusahaan yang memilih utang sebagai pendanaan keuangannya dapat memberikan manfaat dalam hal perpajakan karena dengan utang yang tinggi dapat memunculkan biaya beban bunga yang tinggi pula, dimana beban bunga tersebut akan mengurangi jumlah laba sebelum pajak, sehingga jumlah beban pajak yang harus dibayar perusahaan menjadi berkurang.

Hal ini didukung pada tabel 4.8 terdapat 32 data yang memiliki nilai CETR nya di bawah tarif pajak (25% dan 22%) yang terdiri dari 16 data yang nilai leverage nya di bawah rata-rata dan 16 data yang nilai leverage nya di atas rata-rata. Dari 16 data yang memiliki nilai leverage di atas rata-rata, terdapat 7 dari 11 perusahaan yang nilai CETR nya jauh di bawah tarif pajak (lebih dari 5%) yang yaitu PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk (CEKA), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI), PT Mayora Indah Tbk (MYOR), PT Sekar Laut Tbk (SKLT), PT Siantar Top Tbk (STTP), dan PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA).

 

Pengaruh Kompensasi Rugi Fiskal terhadap Tax Avoidance

Kompensasi rugi fiskal merupakan proses peralihan kerugian dari satu periode ke periode lainnya yang menunjukan perusahaan yang sedang merugi tidak akan dibebani pajak. Kompensasi rugi fiskal diduga dapat dimanfaatakan perusahaan untuk melakukan suatu tindakan tax avoidance.

Berdasarkan hasil uji parsial (Uji t) pada gambar 4 diperoleh nilai probabilitas (F-Statistic) < 0,05 yaitu sebesar 0,1019. Hal ini dapat disimpulkan bahwa H0 diterima, yang berarti variabel kompensasi rugi fiskal secara parsial tidak berpengaruh terhadap tax avoidance. Hasil tidak berpengaruh tersebut didukung oleh hasil penelitian Humairoh dan Triyanti (2019) yang berkesimpulan bahwa kompensasi rugi fiskal tidak berpengaruh terhadap tax avoidance. Hasil tidak berpengaruh tersebut karena perusahaan yang mendapatkan kompensasi selama mengalami rugi fiskal merupakan salah satu tindakan pemerintah untuk mendukung perusahaan tersebut agar tetap beroprasi dan tetap memenuhi kewajibannya sebagai wajib pajak. Hal tersebut merupakan hal yang wajar jika perusahaan tersebut mendapatkan keringanan dalam membayar pajak, sehingga perusahaan tidak akan memanfaatkan fasilitas tersebut untuk menghindari atau mengurangi beban pajak yang ditanggung karena akan berakibat terhadap reputasi perusahaan.

Hal ini didukung jumlah data yang terdapat kompensasi rugi fiskal sebanyak 26 data dan yang tidak terdapat kompensasi rugi fiskal sebanyak 38 data. Dari 26 data tersebut, hanya terdapat 4 perusahaan yang mendapatkan kompensasi rugi fiskal secara berturut-turut dapat dilihat pada tabel 4.9 yaitu PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Siantar Top Tbk (STTP), PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA), dan PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk (ULTJ). Meskipun keempat perusahaan tersebut menggunakan kompensasi rugi fiskal sebagai tujuan untuk melakukan tax avoidance, tetapi mayoritas perusahaan tidak menggunakan kompensasi rugi fiskal sebagai tujuan untuk melakukan tax avoidance.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil uji simultan (uji F) menunjukkan bahwa variabel capital intensity, leverage, dan kompensasi rugi fiskal berpengaruh secara simultan terhadap tax avoidance pada perusahaan sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2016-2021. Hasil uji parsial (uji t) menunjukkan bahwa variabel capital intensity tidak berpengaruh terhadap tax avoidance pada perusahaan sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2016-2021.

Hasil uji parsial (uji t) menunjukkan bahwa variabel leverage berpengaruh positif terhadap tax avoidance pada perusahaan sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2016-2021. Hasil uji parsial (uji t) menunjukkan bahwa variabel kompensasi rugi fiskal tidak berpengaruh terhadap tax avoidance pada perusahaan sektor makanan dan minuman.

 

BIBLIOGRAFI

 

 Amirullah, & Hermawan, S. (2021). Metode Penelitian Bisnis: Pendekatan Kuantitatif & Kualitatif. Media Nusa Creative.

Andini, R., Pranaditya, A., & Andika, A. D. (2021). Pengaruh GCG (Good Corporate Governance) dan Profitabilitas Terhadap Penghindaran Pajak dengan Ukuran Perusahaan Sebagai Variabel Moderating. Media Sains Indonesia.

Anshori, M., & Iswati, S. (2019). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Airlangga University Press.

Apriliyani, L., & Kartika, A. (2021). Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Ukuran Perusahaan dan Sales Growth Terhadap Tax Avoidance Pada Perusahaan Sektor Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015-2019. Jurnal Manajemen, Vol.15 No.2, 180–191.

Artinasari, N. (2019). Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Likuiditas, Capital Intensity dan Inventory Intensity Terhadap Tax Avoidance. Jurnal Ilmu Dan Riset Akuntansi, Vol.7 No.8.

Asri, A. (2021). Buku Ajar Hukum Pajak & Peradilan Pajak. CV Jejak.

Badan Pusat Statistik. (2020). Produk Domestik Bruto (Lapangan Usaha).

Daryanto, A., & Hafizrianda, Y. (2018). Model-Model Kuantitatif untuk Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah: Konsep dan Aplikasi. PT Penerbit IPB Press.

Fatimah, A. N., Nurlaela, S., & Siddi, P. (2021). Pengaruh Company Size, Profitabilitas, Leverage, Capital Intensity dan Likuiditas Terhadap Tax Avoidance Pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI Tahun 2015-2019. Journal Ekombis Review, Vol.9 No.1, 109–120.

Febriyanto, M. I., & Finatariani, E. (2021). Pengaruh Capital Intensity dan Sales Growth Terhadap Tax Avoidance. Sakuntala, Vol.1 No.1, 684–700.

Ganiswari, R. A. (2019). Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Ukuran Perusahaan dan Capital Intensity Terhadap Tax Avoidance.

Humairoh, N. R., & Triyanto, D. N. (2019). Pengaruh Return on Assets (ROA), Kompensasi Rugi Fiskal, dan Capital Intensity Terhadap Tax Avoidance. Jurnal Akuntansi, Audit, Dan Sistem Informasi Akuntansi, Vol.3 No.3, 335–348.

Irmayani, & Yuli, S. L. (2022). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penghindaran Pajak (Studi Kasus Perusahaan Property, Real Estate, dan Building Construction di Bursa Efek Indonesia 2018-2020). Proceeding of National Conference on Accounting & Finance, Vol.4, 243–255.

Ismanto, H., & Pebruary, S. (2021). Aplikasi SPSS dan Eviews Dalam Analisis Data Penelitian. Deepublish.

Jusman, J., & Nosita, F. (2020). Pengaruh Corporate Governance, Capital Intensity dan Profitabilitas Terhadap Tax Avoidance pada Sektor Pertambangan. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 697–704.

Mardiasmo. (2019). Perpajakan (Edisi 2019). Penerbit Andi.

Muhtar. (2019). Tesis dan Disertasi dalam Kebenaran Ilmiah. CV Pustaka Abadi.

Mustafidah, H., & Suwarsito. (2020). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian. UM Purwokerto Press.

Nuryanto, & Pambuko, Z. B. (2018). Eviews Untuk Analisis Ekonometrika Dasar Aplikasi dan Interpretasi. Unimma Press.

Pandoyo, & Sofyan, Moh. (2018). Metode Penelitian Keuangan dan Bisnis . Penerbit In Media.

Panjawa, J. L., & Sugiharti, R. (2021). Pengantar Ekonometrika Dasar Teori dan Aplikasi Praktis untuk Sosial-Ekonomi. Penerbit Pustaka Rumah C1nta.

Ratnasari, D., & Nuswantara, D. A. (2020). Pengaruh Kepemilikan Institusional dan Leverage Terhadap Penghindaran Pajak (Tax Avoidance). Jurnal Akuntansi Unesa, Vol.09 No.01.

Ritonga, J. C. (2019). Pengaruh Kompensasi Rugi Fiskal, Pertumbuhan Penjualan, dan Intensitas Modal terhadap Penghindaran Pajak pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2014-2017.

Rusdiono. (2021). Apa itu Tax Avoidance dan Bagaimana Skema yang Sering Terjadi. Rusdiono Consulting.

Saputra, Abd. , W., Suwandi, M., & Suhartono. (2020). Pengaruh Leverage dan Capital Intensity Terhadap Tax Avoidance dengan Ukuran Perusahaan Sebagai Variabel Moderasi. Islamic Accounting and Finance Review, Vol. 1 No.2, 29–47.

Saragih, M. G., Saragih, L., Purba, W. P. J., & Panjaitan, P. D. (2021). Metode Penelitian Kuantitatif: Dasar-Dasar Memulai Penelitian. Yayasan Kita Menulis.

Septiawan, K., Ahmar, N., & Darminto, D. P. (2021). Agresivitas Pajak Perusahan Publik di Indonesia & Refleksi Perilaku Oportunis Melalui Manajemn LabaAgresivitas Pajak Perusahan Publik di Indonesia & Refleksi Perilaku Oportunis Melalui Manajemn Laba. Penerbit NEM.

Setiadi. (2022). Buku Praktikum Pajak. Penerbit Qiara Media.

Sudaryana, B., & Agusiady, R. (2022). Metode Penelitian Kuantitatif. Deepublish.

Sugiyono. (2020). Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta.

Syarifudin, A. (2021). Pengaruh Leverage Terhadap Profitabilitas dan Return Saham Dengan Intervening Asset Growth. Penerbit KBM Indonesia.

Widagdo, R. A., Kalbuana, N., & Yanti, D. R. (2020). Pengaruh Capital Intensity, Ukuran Perusahaan, dan Leverage Terhadap Tax Avoidance pada Perusahaan yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index. Jurnal Riset Akuntansi Politala, Vol.3 No.2, 46–59.

 

Copyright holder:

Amanda Raihan Luida, Ardan Gani Asalam, Djusnimar Zultilisna (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: