Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 12, Desember 2022

 

ANALISIS KEBIJAKAN DAN IMPLEMENTASI TERKAIT KESELAMATAN PASIEN DI UNIT FARMASI RSX, LAMPUNG

 

Kartika Malahayati1, Helen Andriani2

Mahasiswa Magister Kajian Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia1

Departemen Administrasi Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia2

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Insiden keselamatan pasien merupakan salah satu penyebab utama angka kesakitan dan kematian global. Rumah sakit bertanggung jawab untuk mengupayakan sistem yang berorientasi menekan insiden keselamatan yang dapat membahayakan pasien. Unit farmasi rumah sakit memiliki peranan penting dalam upaya tersebut. Salah satu fungsi pelayanan kefarmasian adalah melindungi pasien dan masyarakat dari insiden keselamatan pasien yang terkait dengan obat. Demi mewujudkan hal tersebut, unit farmasi rumah sakit diharuskan untuk memiliki kebijakan terkait upaya keselamatan pasien dan mendorong implementasi dari kebijakan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi masalah kebijakan dan implementasi upaya keselamatan pasien di unit farmasi RS X di Lampung dan memberikan usulan pemecahan masalah tersebut. Penelitian ini menggunakan deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif melalui telaah dokumen, wawancara semi terstruktur, dan studi literatur. RS X Lampung telah menerbitkan sejumlah kebijakan terkait upaya keselamatan pasien di unit farmasi, namun beberapa kebijakan yang ada dinilai memiliki ketidaksesuaian isi dengan satu sama lain. Selain itu, beberapa kebijakan terkait penggunaan obat rasional belum diterbitkan. Implementasi upaya keselamatan pasien di unit farmasi RS X juga dinilai belum optimal, masih terdapat petugas farmasi yang kurang memahami dan tidak menjalankan upaya keselamatan pasien sesuai kebijakan yang berlaku. Dari hasil analisis, diketahui masih terdapat berbagai masalah terkait kebijakan dan implementasi upaya keselamatan pasien di RS X. Perlu upaya bersama antara unit farmasi dan manajemen rumah sakit untuk dapat membentuk kebijakan yang mendorong optimalisasi upaya keselamatan pasien.

 

Kata Kunci: Kebijakan, Implementasi, Keselamatan Pasien, Farmasi.

 

Abstract

Patient safety incidents are one of the leading causes of global morbidity and mortality. The hospital is responsible for establishing a system that is oriented towards reducing safety incidents that can endanger patients. The hospital pharmacy unit has an important role in this effort. One of the functions of pharmaceutical services is to protect patients and the public from drug-related patient safety incidents. In order to achieve this, hospital pharmacy units are required to have policies related to patient safety efforts and encourage the implementation of these policies. This study aims to identify policy problems and the implementation of patient safety efforts in the pharmacy unit of Hospital S X in Lampung and propose solutions to these problems. This study uses descriptive analysis with a qualitative approach through document review, semi-structured interviews, and literature study. Hospital X Lampung has issued several numbers of policies related to patient safety efforts in the pharmacy unit, but some existing policies are considered to have incompatible content with each other. In addition, several policies related to the rational use of drugs have not been published. The implementation of patient safety efforts in the pharmacy unit of RS X is also considered not optimal, there are still pharmacists who do not understand and do not carry out patient safety efforts according to applicable policies. From the results of the analysis, it is known that there are still various problems related to the policy and implementation of patient safety efforts at Hospital X. A joint effort is needed between the pharmacy unit and hospital management to be able to establish policies that encourage the optimization of patient safety efforts.

 

Keywords: Hospital Policy, Implementation, Patient Safety, Pharmacy.

 

Pendahuluan

Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien yang lebih aman (Permenkes RI No.11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien, 2017). Hal ini telah menjadi isu global sejak awal 2000-an dengan kampanye �To err is human, building a safer system�, yang memiliki prinsip bahwa pelayanan kesehatan yang kompleks memiliki kerentanan untuk terjadi kesalahan (human error), maka perlu dibentuk sistem pengamanan yang menjamin keselamatan pasien (Kohn et al., 2000). Walaupun kampanye ini sudah lama digaungkan, namun hingga saat ini cedera pasien akibat pengobatan yang tidak aman masih merupakan tantangan dan masih merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan terbanyak di seluruh dunia (WHO, 2021). Adverse event, atau dampak yang tidak diinginkan dari suatu pengobatan, saat ini diperkirakan menjadi penyebab utama ke-14 morbiditas dan mortalitas di dunia, yang artinya memiliki morbiditas yang setara dengan tuberkulosis dan malaria (WHO, 2019). Data dari National Academies of Sciences, Engineering, and Medicine tahun 2018 menyebutkan setidaknya terdapat 134 juta insiden keselamatan pasien terkait pengobatan yang terjadi di rumah sakit di negara berpenghasilan rendah dan menengah karena pengobatan yang tidak aman, yang mengakibatkan lebih dari 2,6 juta kematian setiap tahun (National Academies of Science Engineering and Medicine, 2018).

Studi di sebuah RS Swasta tipe B di Yogyakarta mendapatkan bahwa pada tahun 2017, terdapat 138 insiden keselamatan pasien, 57 dari insiden tersebut (41,30%) terkait dengan penggunaan obat (Budi et al., 2019); (Arifianto et al., 2017). Hal pasien serupa juga terjadi di RS X yang merupakan salah satu rumah sakit swasta di Provinsi Lampung. Sebagai rumah sakit swasta yang berorientasi profit, RS X memiliki visi untuk terus meningkatkan mutu pelayanan dan berfokus pada keselamatan pasien. Namun, tidak sejalan dengan visi tersebut, hingga pertengahan tahun 2022 masih tercatat lebih dari 50 insiden keselamatan pasien per tahun di rumah sakit, dan terbanyak (39%) di antaranya adalah kesalahan terkait pemberian obat di instalasi farmasi. Hasil audit internal RS X mendapatkan fakta bahwa insiden keselamatan pasien tersebut sebagian besar terjadi akibat kelalaian petugas farmasi saat mengambil obat yang memiliki nama serupa.

Selain berpotensi menimbulkan cedera pada pasien, insiden keselamatan pasien juga berdampak pada meningkatnya biaya keuangan dan ekonomi kesehatan perorangan dan masyarakat, menurunnya kepercayaan publik terhadap sistem kesehatan, serta trauma pada petugas kesehatan yang terlibat dalam insiden (WHO, 2021). Kerugian-kerugian yang diakibatkan insiden keselamatan pasien sebagian besar dapat dicegah dengan penerapan sistem keselamatan pasien yang baik (WHO, 2019). Sistem keselamatan pasien meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko, pelaporan dan analisis insiden, tindak lanjut serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan atau tidak melaksanakan suatu tindakan yang seharusnya diambil (Permenkes RI No.11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien, 2017).

Rumah sakit, dan seluruh organ di dalamnya, tidak terkecuali di unit farmasi, wajib mengembangkan pendekatan sistem yang berorientasi pada keselamatan pasien (Permenkes RI No.11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien, 2017). Dalam Permenkes RI no.72 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit disebutkan bahwa salah satu fungsi pelayanan kefarmasian adalah melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional demi keselamatan pasien (Permenkes RI No.72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit, 2016). Selain itu, salah satu sasaran keselamatan pasien di rumah sakit yang diamanatkan oleh pemerintah adalah peningkatan keamanan obat-obatan (Permenkes RI No.11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien, 2017). Dalam rangka menyelenggarakan pelayanan kefarmasian berorientasi keselamatan pasien, pelayanan kefarmasian harus didukung dengan ketersediaan sumber daya kefarmasian, dukungan manajemen, serta kebijakan dan standar prosedur yang memadai (Permenkes RI No.72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit, 2016).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis masalah kebijakan dan implementasi upaya keselamatan pasien di unit Farmasi RS X di Lampung dan memberikan usulan pemecahan masalah tersebut.

 

 

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif. Untuk mendapatkan data, penelitian ini menggunakan metode telaah dokumen, wawancara semi terstruktur, dan studi literatur. Wawancara dilakukan antara penulis dengan 3 (tiga) orang informan dari RS X Lampung yang dipilih secara purposive, yakni manajer penunjang medis, kepala unit farmasi, dan satu orang staf petugas farmasi. Wawancara dilakukan melalui pertemuan secara virtual pada bulan Juni 2022. Instrumen penelitian berupa daftar pertanyaan yang telah dibuat secara terstruktur yang berbeda untuk tiap jabatan informan. Studi Literatur dilakukan dengan referensi yang disarankan dan juga penelusuran mandiri.


Tabel 1. Peraturan terkait keselamatan pasien

No.

Nama Regulasi

Jenis Dokumen

Tanggal terbit

Keterangan

1

Tim kendali mutu pelayanan dan keselamatan pasien

SK Direktur*

01/02/2016

SK belum diperbaharui sejak 2016. Nama petugas kendali mutu pelayanan dan keselamatan pasien yang tertulis di SK sudah tidak bekerja lagi di RS

2

Komite farmasi dan terapi RS

SK Direktur

20/12/2020

-

3

SPO pelayanan farmasi RS

SPO**

20/03/2016

Beberapa isi pedoman pelayanan tidak sejalan dengan SPO yang sudah ada sebelumnya.

4

Pedoman pelayanan farmasi RS

Pedoman

17/04/2019

5

Pelaporan insiden keselamatan pasien

-

-

Belum diterbitkan

6

Formularium obat

-

-

Belum diterbitkan

Penggunaan Obat Rasional

 

 

6

Pengkajian resep dan pelayanan informasi obat

SPO

20/03/2016

-

7

Rekonsiliasi obat

-

-

Belum diterbitkan

8

Pelayanan visite pasien rawat inap

-

-

Belum diterbitkan

9

Pemantauan terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki

-

-

Belum diterbitkan

Peningkatan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai

10

Kebijakan obat high alert

SK Direktur

17/04/2019

-

11

Daftar high alert medication

Surat edaran

17/04/2019

-

12

Pengelolaan high alert medication

SPO

20/03/2016

-

13

Identifikasi, Pelabelan dan

Penyimpanan obat high alert

SPO

20/03/2016

-

*SK: Surat keputusan **SPO: Standar prosedur operasional


Hasil dan Pembahasan

Dari hasil telaah dokumen, didapatkan bahwa RS X Lampung telah memiliki beberapa kebijakan dan regulasi internal yang berkaitan dengan keselamatan pasien. Dokumen tersebut dirangkum dalam tabel 1.

A.  Kebijakan terkait Keselamatan Pasien

RS X Lampung telah mengupayakan adanya kebijakan yang mendukung keselamatan pasien. Permenkes No.11 tahun 2017 tentang keselamatan pasien mengamanatkan bahwa setiap rumah sakit wajib memiliki tim antar disiplin untuk mengelola keselamatan pasien (Permenkes RI No.11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien, 2017). Dari tabel 1 diketahui bahwa RS X sudah memiliki tim kendali mutu pelayanan dan keselamatan pasien yang ditunjuk dengan menggunakan surat keputusan (SK) Direktur tertanggal 1 Februari 2016, namun belum ada pembaharuan untuk SK ini sampai dengan penelitian ini dijalankan. Beberapa nama pegawai yang ditunjuk dalam SK tersebut sudah tidak lagi bekerja di RS X dan belum ada pegawai lain yang ditugaskan untuk menggantikannya. Dari hasil wawancara diketahui bahwa saat ini hanya terdapat satu orang petugas medis yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan sistem keselamatan pasien di RS X. Petugas itu merupakan pelaksana sementara yang ditunjuk tanpa adanya SK direktur.

Setelah telaah dokumen, dilakukan wawancara semi terstruktur. Terdapat tiga orang informan yang diikutsertakan dalam penelitian ini. Data dan karakteristik informan tertuang pada tabel 2.

 

Tabel 2. Karakteristik informan penelitian

No.

Jabatan

Usia (tahun)

Pendidikan terakhir

Lama bekerja di RS X

Inti pertanyaan wawancara

1

Manajer penunjang medis

28

Profesi dokter

3

Kebijakan dan peran manajemen terhadap sistem keselamatan pasien di unit farmasi

2

Kepala unit farmasi

34

Magister farmasi

5

Standar prosedur keselamatan pasien yang diterapkan dan implementasi di unit farmasi

3

Staff unit farmasi (apoteker)

29

Apoteker

4

Standar prosedur keselamatan pasien yang diterapkan dan implementasi di unit farmasi

 

Dari telaah dokumen, penelitian ini menemukan bahwa RS X sudah memiliki beberapa SPO dan pedoman terkait pelayanan kefarmasian di rumah sakit yang mendukung keselamatan pasien, termasuk di dalamnya pengkajian resep dan peningkatan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai. Pedoman adalah kumpulan ketentuan dasar yang memberi arah bagaimana sesuatu harus dilakukan, dengan demikian pedoman merupakan hal pokok yang menjadi dasar untuk melaksanakan kegiatan. Agar pedoman dapat diimplementasikan dengan baik dan benar, diperlukan pengaturan melalui standar prosedur operasional (SPO) yang sejalan (Komisi Akreditasi Rumah Sakit, 2012). Saat penelusuran lebih mendalam terhadap pedoman pelayanan farmasi, ditemukan bahwa beberapa isi pedoman pelayanan tersebut tidak sejalan dengan SPO yang sudah ada sebelumnya.

Wawancara terkait ketidaksesuaian antara pedoman pelayanan dan SPO menghasilkan temuan bahwa pedoman pelayanan farmasi RS X yang diterbitkan pada tahun 2019 merupakan pembaharuan dan kompilasi dari SPO yang sudah ada sebelumnya. Adapun bila ada bagian dari pedoman yang tidak sejalan dengan SPO, maka pedoman yang akan dijadikan sebagai standar baku. Hal ini namun tidak diketahui oleh petugas farmasi (apoteker) di RS X yang diwawancarai dalam penelitian ini. Menurutnya, sampai saat ini, petugas pelaksana di unit farmasi masih menggunakan SPO terbitan tahun 2016 dalam kegiatan operasional sehari-hari. Ketidakjelasan dan perbedaan standar pedoman dan prosedur seperti yang terjadi di RS X dapat menghambat budaya dan implementasi keselamatan pasien pada petugas kesehatan (Nugraheni et al., 2021).

Pedoman pelayanan kefarmasian RS X juga mencakup kewajiban melaksanakan pengawasan penggunaan obat rasional dan kewajiban pelaporan insiden keselamatan pasien. Dari hasil wawancara terhadap manajer penunjang medis dan kepala unit farmasi, pedoman tersebut telah disosialisasikan secara bertahap kepada seluruh unit terkait dengan pedoman sejak 2019, namun belum ada penerbitan SPO terkait pelaporan insiden keselamatan pasien, padahal pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, dan tindak lanjut dari insiden ini penting sebagai upaya menerapkan keselamatan pasien (Permenkes RI No.11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien, 2017).

Praktik penggunaan obat rasional merupakan salah satu komponen penting dalam upaya keselamatan pasien di unit farmasi. Donaldson menyatakan bahwa kesalahan pengobatan lebih sering terjadi di rumah sakit yang praktik kefarmasiannya tidak menjalankan fungsi pengawasan terhadap penggunaan obat dengan baik (Donaldson, 2021). Terlebih lagi, dari telaah dokumen diketahui SPO yang mendukung praktik penggunaan obat rasional seperti pelayanan informasi obat, pelayanan visite pasien rawat inap, pemantauan terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki juga belum diterbitkan.

Formularium Rumah Sakit merupakan daftar obat-obatan yang dibuat oleh komite farmasi dan terapi (KFT). Formularium ini memiliki manfaat dalam kendali mutu dan kendali biaya obat yang akan memudahkan pemilihan obat yang rasional, mengurangi biaya pengobatan, dan mengoptimalkan pelayanan kepada pasien. Selain mengacu kepada formularium nasional, penyusunan formularium rumah sakit juga mengacu pada panduan praktik klinis rumah sakit serta mempertimbangkan hasil evaluasi penggunaan obat di rumah sakit. Menurut standar akreditasi rumah sakit, Formularium Rumah Sakit mengacu pada peraturan perundang-undangan dan didasarkan pada misi rumah sakit, kebutuhan pasien, serta jenis pelayanan yang diberikan (Kementerian Kesehatan RI, 2020). Formularium penting dalam upaya keselamatan pasien di rumah sakit karena obat-obat yang dipilih untuk masuk ke dalam formularium telah melalui tahap pemilihan dan kriteria yang ketat. Pemilihan obat untuk masuk formularium rumah sakit sangat memperhatikan rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling menguntungkan bagi pasien. Selain itu obat yang akan dipilih adalah obat yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence-based medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga yang terjangkau (Permenkes RI No.72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit, 2016).

Saat ini RS X belum memiliki formularium obat yang resmi digunakan di rumah sakit. Menurut penuturan dari informan, diketahui bahwa saat ini formularium obat rumah sakit sedang disusun oleh KFT RS X yang ditunjuk oleh direktur melalui SK Direktur di tahun 2020. Penyusunan formularium ini memakan waktu yang cukup lama karena terkendala kesibukan anggota KFT, kurangnya tenaga KFT (keseluruhan tenaga KFT hanya berjumlah 3 orang, yakni ketua, sekretaris dan 1 orang anggota), dan sulitnya menghubungi klinisi terkait konfirmasi penggunaan obat-obatan yang sesuai dengan panduan praktik klinis rumah sakit. Selama formularium resmi belum diterbitkan, unit farmasi melakukan pengadaan obat berdasarkan permintaan obat dari klinisi yang bekerja di RS X dengan menyesuaikan jumlah perkiraan penggunaan dari bulan-bulan sebelumnya.

Dalam permenkes tentang standar pelayanan kefarmasian, rumah sakit juga diwajibkan untuk mengembangkan kebijakan pengelolaan obat yang aman, khususnya untuk obat yang perlu diwaspadai (high- alert medication). High-alert medication adalah obat yang harus diwaspadai karena sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event) dan obat yang berisiko tinggi menyebabkan reaksi obat yang tidak diinginkan (Permenkes RI No.11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien, 2017). Dari hasil telaah dokumen, diketahui bahwa RS X sudah memiliki peraturan dan kebijakan terkait, di antaranya adalah kebijakan obat high alert berupa SK direktur, surat edaran daftar obat high alert, dan SPO terkait pengelolaan, identifikasi, pelabelan dan penyimpanan obat high alert.

B.  Implementasi terkait Keselamatan Pasien

Unit farmasi berperan penting dalam mencegah terjadinya insiden keselamatan pasien terkait obat sebelum obat diserahkan kepada pasien (Nursetiani & Halimah, 2020). Implementasi upaya peningkatan keselamatan pasien di unit farmasi RS X Lampung diakui oleh informan belum optimal. Hal ini dituturkan oleh manajer penunjang medis saat dilakukan wawancara oleh peneliti. Menurutnya, seringkali ditemukan petugas farmasi yang bekerja tidak sesuai pedoman dan SPO. Hal ini juga dibenarkan oleh kedua informan lain. Dikatakan bahwa pemahaman petugas farmasi terhadap SPO masih rendah, kebanyakan petugas menjalankan tugasnya menggunakan kebiasaan sehari-hari sebagai standar.

Sebagai contoh adalah implementasi SPO pengkajian resep yang sudah dibakukan di RS X sejak tahun 2016. Pengkajian resep adalah salah satu bagian dari pelayanan farmasi klinik (Permenkes RI No.72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit, 2016). yang merupakan kegiatan analisa dan skrining resep untuk mengetahui kesesuaian resep dengan persyaratan administratif, farmasetis, dan klinis (Fahdilla, 2020). Pengkajian Resep bertujuan untuk mengidentifikasi adanya masalah terkait obat. Bila ditemukan masalah terkait obat, maka harus dikonsultasikan kepada dokter penulis resep (Permenkes RI No.72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit, 2016). Pengkajian resep memiliki fungsi penting untuk menghindari adanya kesalahan obat (medication error) yang dapat merugikan bagi pasien (Shiamptanis & Maximos, 2020).

Dari keterangan informan diketahui bahwa saat ini petugas tidak melakukan pengkajian resep sebagaimana yang diatur dalam SPO. Di dalam standar prosedur yang dibuat, pengkajian resep harus setidaknya menilai kelayakan resep dari persyaratan administrasi (identitas pasien, nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien, nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter), persyaratan farmasetik (nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan, aturan dan cara penggunaan), serta persyaratan klinis (ketepatan indikasi, dosis, waktu penggunaan obat, alergi dan reaksi obat yang tidak dikehendaki). RS X juga memiliki form checklist untuk dapat memudahkan proses pengkajian resep tersebut.

Penelitian ini menemukan bahwa implementasi pengkajian resep yang berjalan saat ini di RS X hanya sebatas pada penilaian ada tidaknya identitas pasien dan terbaca tidaknya nama, jumlah, dan cara pemakaian obat di dalam resep. Form checklist pengkajian resep sendiri sudah tidak pernah diisi sejak waktu yang lama. Selain itu, upaya pelayanan farmasi klinis lain yang mendorong penggunaan obat rasional seperti rekonsiliasi obat, pelayanan visite pasien rawat inap, dan pemantauan terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki juga belum diimplementasikan di RS X karena kurangnya tenaga apoteker di RS tersebut. Dari hasil audit internal, kurangnya tenaga apoteker ini juga yang mengakibatkan tingginya angka kesalahan obat di unit farmasi RS X. Hal ini sejalan dengan penelitian Santosa dkk yang menyebutkan bahwa kurangnya tenaga pegawai merupakan salah satu faktor utama insiden keselamatan pasien (Hari Santosa et al., 2021).

Contoh lain belum optimalnya implementasi upaya keselamatan pasien di unit farmasi RS X ada pada kewaspadaan terhadap obat high alert. Berdasarkan hasil telaah dokumen sebelumnya, RS X Lampung telah membuat daftar semua obat high alert dan pedoman pengelolaannya yang disusun sesuai dengan regulasi. Menurut kebijakan tersebut, obat-obatan high alert perlu diidentifikasi dan diberi stiker berwarna merah, sedangkan obat obatan yang serupa, look-alike-sound-alike (LASA) diberi stiker berwarna kuning. Obat-obatan yang teridentifikasi sebagai obat high alert dan LASA oleh petugas farmasi di RS X akan dipisahkan di lemari terpisah, namun seringkali tidak diberi label yang memadai karena ketersediaan label yang terbatas. Hasil audit internal RS X mendapatkan fakta bahwa insiden keselamatan pasien terkait obat sebagian besar terjadi akibat kelalaian petugas farmasi saat mengambil obat yang memiliki nama serupa akibat prosedur pelabelan LASA yang tidak diimplementasikan.

Dari penuturan informan juga diketahui masih terdapat elektrolit konsentrat di ruangan rawat inap. Dimana seharusnya hanya tersedia di unit kerja/instalasi farmasi atau depo farmasi. Tempat penyimpanan obat di rawat inap belum sesuai standar, karena obat disimpan di ruang perawat yang suhunya tidak ideal dan dikhawatirkan mengakibatkan kerusakan pada obat-obatan tertentu (Permenkes RI No.72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit, 2016).

 

Kesimpulan

Masalah implementasi upaya keselamatan pasien di unit farmasi RS X diantaranya adalah terdapat petugas farmasi yang kurang memahami dan tidak menjalankan SPO keselamatan pasien, pengkajian resep di unit farmasi yang tidak sesuai dengan prosedur, dan ketidaksesuaian pengelolaan obat-obatan high alert yang dengan standar regulasi yang berlaku.

Pelayanan Kesehatan di rumah sakit yang kompleks memiliki kerentanan untuk terjadi kesalahan, sehingga penting untuk membentuk suatu sistem bersama yang berorientasi keselamatan pasien. Beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan oleh RS X Lampung adalah mengkaji ulang dan memperbaharui kebijakan-kebijakan terkait upaya keselamatan pasien yang sudah tidak dapat diimplementasikan lagi, termasuk pembaharuan terhadap uraian tugas petugas farmasi. Permenkes No. 72 tahun 2016 merekomendasikan peninjauan kembali uraian tugas tertulis dari masing-masing staf unit farmasi paling sedikit setiap tiga tahun. Perlu dilakukan juga perumusan kebijakan-kebijakan yang saat ini belum ada untuk mengoptimalkan upaya keselamatan pasien.

Sistem keselamatan pasien adalah upaya yang dilakukan bersama antara unit farmasi, manajemen dan semua unit terkait. Selain membentuk kebijakan, manajemen juga perlu memfasilitasi dan mendorong kinerja KFT, salah satunya dengan penambahan anggota komite. Diharapkan dengan ini penyusunan formularium yang mendukung penggunaan obat rasional dapat segera dirampungkan. Anggota KFT yang direkomendasikan terdiri dari dokter yang mewakili semua spesialisasi yang ada di rumah sakit, apoteker unit farmasi, serta tenaga kesehatan lainnya apabila diperlukan. KFT juga harus dapat membina hubungan kerja yang baik dengan komite lain di dalam Rumah Sakit yang berhubungan/berkaitan dengan penggunaan obat.

Dalam hal implementasi, RS X perlu mempertimbangkan penambahan kuantitas dan kapasitas sumber daya manusia di unit farmasi. WHO dalam medication without harm menyampaikan bahwa jumlah petugas yang memadai sesuai beban kerja secara signifikan akan membantu mengurangi risiko insiden keselamatan pasien seperti kesalahan obat. Kapasitas sumber daya manusia dapat dioptimalkan melalui peningkatan kepedulian petugas terhadap keselamatan pasien, serta pelatihan dan sosialisasi tentang uraian tugas, kebijakan, pedoman dan SPO terkait upaya keselamatan pasien yang ada di unit farmasi bagi setiap petugas terkait.

BIBLIOGRAFI

 

Arifianto, A., Arifin, M. T., & Widyastuti, R. H. (2017). Kepatuhan Perawat dalam Menerapkan Sasaran Keselamatan Pasien pada Pengurangan Resiko Infeksi dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri di Rumah. Diponegoro University. Google Scholar

 

Budi, S. C., Sunartini, S., Lazuardi, L., & Tetra, F. S. (2019). Tren Insiden Berdasarkan Sasaran Keselamatan Pasien. Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia, 7(2), 146. https://doi.org/10.33560/jmiki.v7i2.236. Google Scholar

 

Donaldson, L. (2021). Textbook of Patient Safety and Clinical Risk Management. In L. Donaldson, W. Ricciardi, S. Sheridan, & R. Tartaglia (Eds.), Textbook of Patient Safety and Clinical Risk Management. Springer International Publishing. https://doi.org/10.1007/978-3-030-59403-9. Google Scholar

 

Fahdilla, A. S. (2020). Study literatur : Kajian administratif, farmasetis dan klinis pada resep. Program Studi Farmasi, 1�22. Google Scholar

 

Hari Santosa, D., Rumengan, G., & Andarusito, N. (2021). Analisis Perlakuan Risiko Medicarion Error Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Karitas. Jurnal Manajemen Dan Administrasi Rumah Sakit Indonesia (MARSI), 5(1), 79�88. https://doi.org/10.52643/marsi.v5i1.1298. Google Scholar

 

Kementerian Kesehatan RI. (2020). Pedoman penyusunan formularium rumah sakit.

 

Kohn, L. T., Corrigan, J. M., & Molla, S. (2000). To err is human, building a safer system. In National Academy Press. National Academy Press. Google Scholar

 

Komisi Akreditasi Rumah Sakit. (2012). Panduan Penyusunan Dokumen Akreditasi. 29�30.

 

National Academies of Science Engineering and Medicine. (2018). Crossing the Global Quality Chasm. In Crossing the Global Quality Chasm. National academy press.

 

Nugraheni, S. W., Yuliani, N., & Veliana, A. D. (2021). Studi Literatur : Budaya Keselamatan Pasien dan Insiden Keselamatan Pasien di Rumah Sakit 1. Prosiding Seminar Informasi Kesehatan Nasional (SIKesNas), 2018, 290�295. Google Scholar

 

Nursetiani, A., & Halimah, E. (2020). Identifikasi persentase kelengkapan resep di salah satu rumah sakit di kota Bandung. Farmaka, 18(1), 1�15. https://doi.org/10.24198/farmaka.v18i2.26204. Google Scholar

 

Permenkes RI No.11 Tahun 2017 tentang keselamatan pasien, (2017).

 

Permenkes RI no.72 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit. (2016).

 

Shiamptanis, A., & Maximos, M. (2020). Patient safety Pharmacists � role in Medication without harm: FIP; Canada: Patient safety programmes. The Hague: International Pharmaceutical Federation (FIP), 105. Google Scholar

 

WHO. (2019). Medication Safety in high-risk situations. The Third Global Patient Safety Challenge: Medication Without Harm, Webinar on Medication Safety.

 

WHO. (2021). Global patient safety action plan 2021-2030: Towards eliminating avoidable harm in health care. In World Health Organization.

 

Copyright holder:

Kartika Malahayati, Helen Andriani (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: