Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 12, Desember 2022

 

KEWAJIBAN NOTARIS MEMBERIKAN JASA HUKUM SECARA CUMA-CUMA KEPADA ORANG TIDAK MAMPU

 

Novia Eka Maghfiroh, Moh. Ali, Firman Floranta A

Universitas Jember Jawa Timur, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Menyadari bahwa profesi notaris diperlukan pada pembangunan, maka Pasal 37 ayat (1) Undang Undang Jabatan Notaris menunjukkan bahwa Notaris menjalankan profesi dalam memberikan perlindungan dan jaminan tercapainya kepastian hukum kepada masyarakat tanpa melihat kemampuan ekonomi kliennya. Pada ketentuan Pasal 37 ayat (2) Undang Undang Jabatan Notaris sebagai pengawal pelaksanaan kinerja notaris pada pemberian jasa hukum dibidang kenotariatan secara cuma-cuma di masyarakat. Pemberian makna pada setiap orang berbeda tergantung pada pemahaman masing-masing. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kinerja dari notaris. Metode penelitian memakai tipe penelitian yuridis normatif, dengan 3 (tiga) macam pendekatan yaitu pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual serta pendekatan historis. Bahan hukum meliputi bahan hukum primer dan sekunder, dengan analisis bahan hukum yang digunakan ialah deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa, Pertama : Makna dari Pasal 37 ayat (1) UUJN terhadap Notaris yang memberi jasa secara cuma-cuma terhadap orang yang tidak mampu yaitu mengandung nilai rohani, ekonomis serta sosiologis. Dapat disimpulkan Pemberian jasa hukum pada bidang kenotariatan yang bisa diberikan Notaris yakni berupa pengurangan honorarium Notaris terhadap jasanya yang membuatkan sebuah akta akan tetapi semua tidak semestinya hanya pengurangan honorarium saja namun sejumlah notaris dikarenakan jiwa sosialnya terdapat yang memberi jasanya dengan cuma-cuma kepada orang tidak mampu tersebut. Pengertian jasa hukum yang diberikan Notaris secara cuma-cuma yaitu bahwa Notaris memberi jasa hukumnya pada penghadap tanpa meminta honorarium ataupun dipungut biaya, akan tetapi oleh karena Pasal 37 UUJN tidak menyampaikan dengan spesifik terkait jasa hukum secara cuma-cuma sebagaimana yang bisa diberikan terhadap orang yang tidak mampu, namun secara logis bisa dilakukan pengambilan kesimpulan bahwa jasa hukum yang bisa diberikan Notaris secara cuma-cuma terhadap orang yang tidak mampu yakni berupa konsultasi hukum serta penyuluhan hukum.

 

Kata Kunci: notaris; jasa hukum; kinerja

 

 

Abstract

Realizing that the notary profession is needed in development, Article 37 paragraph (1) of the Notary Position Law shows that the Notary carries out the profession in providing protection and guarantees of achieving legal certainty to the public regardless of the economic capabilities of his clients. In the provisions of Article 37 paragraph (2) of the Notary Position Law as a bodyguard for the implementation of notary performance in the provision of legal services in the field of notarization free of charge in the community. The giving of meaning to each person is different depending on their respective understandings. The purpose of this study is to find out the performance of the notary. The research method uses a normative juridical type of research, with 3 (three) kinds of approaches, namely the statutory approach, the conceptual approach and the historical approach. Legal materials include primary and secondary legal materials, with the analysis of the legal materials used is descriptive qualitative. Based on the results of the study, the results were obtained that, First: The meaning of Article 37 paragraph (1) of the UUJN against Notaries who provide services free of charge to people who are not capable, namely containing spiritual, economic and sociological values. It can be concluded that the provision of legal services in the field of notarization that can be provided by a Notary is in the form of a reduction in the Notary's honorarium for his services in making a deed, but all should not only be a reduction in honorarium, but a number of notaries because of their social spirit are there who provide their services free of charge to the incapacitated person. The definition of legal services provided by Notaries for free is that Notaries provide their legal services to the notary without asking for honorarium or charges, but because Article 37 of the UUJN does not convey specifically related to legal services for free as can be given to people who are not capable, but logically it can be concluded that legal services that can be provided by Notaries free of charge to people who are not able to do so arein the form of legal consultation and legal counseling.

 

Keywords: notary; legal services; Performance

 

Pendahuluan

Salah satu teori asal mula negara memberikan pengertian bahwa suatu negara adalah tertib hukum yang timbul karena diciptakannya peraturan-peraturan hukum yang menentukan bagaimana orang di dalam masyarakat itu harus bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatannya (Maulana, 2019). Indonesia menganut sistem negara hukum, sesuai konsep dasar negara dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Di dalam negara yang menganut konsep negara hukum (rechtstaat) memiliki politik hukum sebagai suatu landasan atau dasar bagi pembangunan hukum, dimana penyelenggaraan kenegaraan dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang memiliki prinsip untuk memberikan kepastian dan keadilan hukum bagi sebesar-besarnya rakyat (Simamora, 2014).

Sebagai negara hukum, Negara Indonesia berkewajiban untuk menjamin hak dan kewajiban setiap warga negaranya berdasarkan undang-undang dengan tujuan untuk menciptakan ketertiban, melindungi serta memberikan jaminan terdapatnya kepastian hukum dalam bermasyarakat. Salah satu wujud adanya kepastian hukum untuk masyarakat pada bidang keperdataan adalah adanya alat bukti berupa tulisan, saksi, persangkaan, pengakuan serta sumpah (Pasal 1866 KUH Perdata) Alat bukti berupa tulisan dibedakan menjadi dua yakni autentik serta di bawah tangan (Pasal 1867 KUH Perdata). Akta autentik adalah akta yang dibuat oleh ataupun dihadapan pegawai umum yang mempunyai wewenang dalam bentuk maupun tata cara yang telah dilakukan penetapan oleh undang-undang (Pasal 1868 KUH Perdata). Tulisan di bawah tangan ialah akta yang ditandatangani di bawah tangan, sejumlah surat maupun sejumlah tulisan lain yang dibuat tanpa perantara pegawai umum yang berwenang (Pasal 1874 KUH Perdata). Berkaitan dengan pembuatan akta autentik, yang disebut sebagai pegawai umum yang berwenang adalah Notaris. Notaris merupakan pejabat umum yang oleh undang-undang diberikan wewenang untuk melakukan pembuatan akta autentik terkait perjanjian, perbuatan serta penetapan yang oleh aturan perundang-undangan diharuskan ataupun dikehendaki oleh para pihak yang mempunyai kepentingan kemudian dituangkan pada sebuah bentuk akta autentik, selama pembuatan akta itu oleh undang-undang tidak dikecualikan kepada pejabat ataupun orang lain (Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014, 2004).

Seperti halnya dinyatakan pada ketetapan Pasal 1 angka 1 UU No. 30 Tahun 2004 terkait Jabatan Notaris sebagaimana diubah dengan UU No. 2 Tahun 2014 terkait Perubahan Atas UU No. 30 Tahun 2004 terkait Jabatan Notaris bahwa �Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Notaris ialah sebuah profesi mulai dikarenakan sangat erat keterkaitannya terhadap kemanusiaan. Akta yang dibuat Notaris bisa menjadi alas hukum terhadap status harta benda, hak serta kewajiban baik seorang individu ataupun badan hukum. Keberadaan Jabatan Notaris sangat penting serta diperlukan oleh masyarakat, mengingat fungsi Notaris yakni selaku Pejabat Umum yang melakukan pembuatan alat bukti tertulis berupa akta autentik (Ghansham Anand & Kn, 2018).

Notaris dalam membuat akta autentik dapat dikatakan melaksanakan kewenangan utamanya selain beberapa kewenangan lainnya seperti halnya dilakukan pengaturan pada Pasal 15 ayat (1) dan (2) Undang Undang Jabatan Notaris (yang selanjutnya disebut dengan UUJN) mengemukakan :

1)   Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

2)        Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), notaris berwenang pula:

a)    Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

b)    Membukukan surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

c)    Membuat kopi dari asli surat dibawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

d)   Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

e)    Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;

f)     Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau

g)    Membuat akta risalah lelang

Kewenangan dalam melaksanakan profesi jabatannya selaku Notaris ialah jenis pekerjaan yang bersifat menuntut keilmuan yang tinggi, khusus dan latihan yang istimewa dengan pemagangan serta bisa mempunyai fungsi di masyarakat secara lebih baik. Adanya pemahaman terhadap kewenangan Notaris untuk menjalankan profesinya selaku Pejabat Umum sebagaimana dimaksud di atas seyogyanya disertai pemahaman bahwa Notaris selaku Pejabat Umum yang melaksanakan profesinya untuk memberi jasa hukum terhadap masyarakat, terhimpun pada suatu wadah organisasi Notaris sebagaimana dinyatakan pada Pasal 82 UUJN yang mengemukakan bahwa �Notaris berhimpun dalam satu wadah Organisasi Notaris dan Wadah Organisasi Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ialah Ikatan Notaris Indonesia.Berhubung jabatan notaris merupakan suatu profesi, maka Notaris dituntut untuk bekerja dengan profesional serta memprioritaskan kehati-hatian maupun kecermatan untuk bekerja supaya produk yang dihasilkan benar-benar sempurna sehingga memiliki kepastian maupun keadilan hukum bisa tercapai (Baharudin, 2014).�

Jabatan yang dipunyao Notaris ialah jabatan kepercayaan yang mana seseorang bersedia memercayakan suatu hal terhadapnya sehingga selayaknya selaku seseorang kepercayaan, Notaris mempunyai kewajiban untuk merahasiakan seluruh perihal yang diberitahukan terhadapnya, sekalipun terdapat sebagian yang tidak dicantumkan pada akta. Dengan begitu, Notaris memiliki kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat pada akta Notaris benar-benar sudah dipahami serta sesuai terhadap kehendak sejumlah pihak, yakni satu diantaranya dengan membacakannya, sehingga menjadi jelas isi akta Notaris itu, dan memberi akses kepada informasi, termasuk akses kepada perundang-undangan yang terkait untuk sejumlah pihak penandatanganan akta. Kedudukan Notaris selaku Pejabat Umum mengakibatkan akta yang dikeluarkan Notaris menjadi akta autentik yang diakui keabsahannya selaku alat bukti yang sah dan sempurna. Dengan kesempurnaan tersebut maka hakim menganggap seluruh yang tercantum pada akta ialah suatu perihal yang benar adanya, kecuali terdapat pihak lainnya yang bisa membuktikan secara terbalik atas keabsahan akta Notaris tersebut (Adjie, 2014).

Notaris ialah Pejabat Umum yang dilakukan pengangkatan maupun diberhentikan oleh pemerintah namun tidak menerima honorarium dari pemerintah, sehingga honorarium yang diterima Notaris berasal dari orang yang telah memakai jasa Notaris dan merupakan pendapatan pribadi Notaris tersebut. Mengenai honorarium Notaris termuat pada Pasal 36 UUJN, akan tetapi pengaturan ini tidak memiliki daya paksa tentang berapa besar honorarium Notaris yang akan diterima. Setiap akta Notaris memiliki nilai-nilai tersendiri sehingga Notaris bisa melakukan penetapan sendiri besaran honornya sesuai terhadap kesepakatan sejumlah pihak yang membutuhkan jasa Notaris (Adjie, 2011). Sistem dalam imbalan jasa dipengaruhi oleh dua asas yaitu pertama, asas melayani sebatas upah yang diterima. Kedua, asas melayani sesuai permintaan. Notaris dimungkinkan memberikan pelayanan terhadap permintaan para penghadap terkait hal-hal lain disamping pembuatan akta autentik dengan menerima honorarium yang disepakati (Ali et al., 2012).

Untuk menjalankan profesi selaku Notaris harus sungguh-sungguh mampu memberi pelayanan jasa pada bidang kenotariatan secara baik terhadap warga. Jasa hukum pada bidang kenotariatan diperlukan oleh tiap golongan masyarakat, baik oleh masyarakat mampu ataupun yang tidak mampu (SN, 2017). Perbedaan kemampuan ekonomi menyebabkan dampak kepada pemakaian jasa Notaris. Seorang Notaris tidak boleh melakukan penolakan kepada tiap client yang datang untuk melangsungkan perbuatan hukum pada bidang kenotariatan kecuali ada alasan untuk menolaknya (Fariz, 2012) Notaris mempunyai kewajiban untuk membantu dalam memberi jasa hukum pada bidang kenotariatan secara cuma-cuma bagi mereka yang tidak mampu (Sari, 2016).

Penyandang jabatan Notaris sangat bermartabat, mengingat peran Notaris penting untuk warga. Perilaku maupun tindakan Notaris untuk menjalankan tugasnya haruslah sesuai terhadap kode etik yang ditetapkan oleh INI (Ikatan Notaris Indonesia). Notaris mempunyai etika profesi, yang mana etika profesi ialah etika moral yang secara khusus diciptakan untuk kebaikan jalannya profesi tersebut (Prayitno, 2019). Kebaikan yang dimaksudkan standar pelayanan Notaris terhadap warga. Besarnya honorarium yang didapatkan Notaris dalam UUJN tidak dilakukan pengaturan dengan mutlak, akan tetapi disesuaikan terhadap kondisi tiap-tiap wilayahnya. Tidak menutup kemungkinan terdapatnya kesepakatan melakukan penentuan honorarium diantara Notaris terhadap client, sehingga tidak terdapatnya kesamaan honorarium sesama Notaris.

Jasa hukum pada bidang kenotariatan diperlukan oleh tiap golongan masyarakat. Pemakaian jasa kenotariatan oleh warga yang mampu bisa dilaksanakan dengan memberi honorarium terhadap Notaris. Hal tersebut kebalikannya terhadap golongan warga tidak mampu, yaitu tidak bisa memberi honorarium terhadap Notaris (Sari, 2016). Perbedaan kemampuan ekonomi menyebabkan dampak kepada pemakaian jasa Notaris. Secara umum, Notaris tidak boleh melakukan penolakan kepada tiap kliennya yang datang untuk melangsungkan tindakan hukum pada bidang kenotariatan sesuai terhadap Pasal 37 ayat (1) UUJN, bahwa �Notaris wajib memberi jasa hukum pada bidang kenotaritan secara cuma-cuma terhadap orang yang tidak mampu�. Pasal itu memperlihatkan bahwa masyarakat tidak mampu bisa diberi jasa kenotariatan dengan cuma-cuma.

Pemberian jasa hukum pada bidang kenotariatan dengan cuma-cuma dari Notaris dilandasi keyakinan dikarenakan terdapatnya anggapan yang mulanya timbul berlandaskan penilaian Notaris yang berkaitan dengan penampilan dan jasa hukum yang diperlukan oleh client yang datang padanya, sehingga dari penilaian itu Notaris bisa melakukan pengambilan keputusan untuk memberi pelayanan jasa hukum dengan cuma-cuma. Serta terdapatnya keterusterangan client kepada Notaris dikarenakan terdapatnya kejujuran yang disampaikan client itu yang berkaitan atas ketidakmampuan untuk melakukan pembayaran honorarium terhadap sebuah jasa hukum yang diperlukannya (Kristyanto & Wisnaeni, 2018).

Definisi orang tidak mampu sendiri seperti halnya disebutkan pada ketentuan Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Sosial RI No. 15 Tahun 2018 tentang Sistem Layanan dan Rujukan Terpadu Untuk Penanganan Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu, bahwa : �Orang Tidak Mampu merupakan orang yang memiliki sumber mata pencaharian, gaji ataupun upah yang cuma mampu memenuhi kebutuhan dasar yang layak akan tetapi tidak mampu membayar iuran untuk dirinya serta keluarganya.�

Hak untuk memperoleh manfaat maupun perlindungan hukum ialah hak universal yang diakui secara internasional, tidak boleh terdapat diskriminasi serta pembedaan, tidak peduli miskin ataupun kaya, dari agama apa saja serta golongan mana saja. Pada Pasal 3 ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999 terkait Hak Asasi Manusia yang kemudian disebut Undang-Undang HAM menyampaikan bahwasannya �tiap orang mempunyai hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum serta perlakuan yang sama di depan hukum.� Lebih lanjut pada ayat (3) menyampaikan bahwa �tiap orang mempunyai hak atas perlindungan hak asasi manusia serta kebebasan dasar manusia tanpa diskriminasi.�

Hukum benar-benar erat kaitannya terhadap keadilan, bahkan hukum haruslah digabungkan dengan keadilan agar benar-benar mempunyai arti sebagai hukum, dikarenakan memang tujuan hukum ialah terwujudnya rasa keadilan kepada masyarakatnya. Tiap hukum dijalankan ada tuntutan untuk keadilan, maka hukum tanpa keadilan akan sia-sia sehingga hukum tidak lagi berhaga didepan warga, hukum mempunyai sifat objektif berlaku untuk semua masyarakat, sementara itu keadilan mempunyai sifat subjektif (Kristyanto & Wisnaeni, 2018).

Terdapatnya Pasal 37 ayat (1) UUJN, menegaskan bahwa �Negara menjamin seluruh hak warga negaranya tanpa terkecuali selama berada di Wilayah NKRI.� Pernyataan itu dengan tegas disampaikan pada Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945. Indonesia selaku negara hukum mempunyai ciri khas (Achmad Zuabaidi, 2007). Pasal 37 ayat (1) UUJN harus bisa dijalankan oleh Notaris untuk memberi hak terhadap masyarakat tidak mampu. Keadilan di Indonesia dideskripsikan di dalam Pancasila selaku dasar negaranya yakni pada sila kelima yang berbunyi �keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.�

Sejujmlah nilai yang termuat pada sila kelima dilandasi maupun dijiwai oleh sila pertama hingga sila keempat. Maka pada sila kelima itu termuat sejumlah nilai keadilan yang harus terwujud pada kehidupan bersama. Adapun keadilan itu dilandasi serta dijiwai oleh hakikat keadilan kemanusiaan yakni keadilan dalam hubungan manusia terhadap dirinya sendiri, manusia dengan manusia yang lain, manusia terhadap masyarakat, bangsa, negara dan Tuhannya (Subadi, 2007).

Makna yang termuat pada pasal 37 (1) UUJN perlu diperjelas lagi walaupun terdapatnya lampiran �penjelasan umum� serta dinyatakan jelas. Standar kualifikasi masyarakat tidak mampu dibutuhkan penjelasan, supaya bisa diterapkan. Norma hukum semestinya berisikan kenyataan normatif yang semestinya dilaksanakan, sehingga bisa dilaksanakan tanpa memunculkan multi persepsi dalam Pasal 37 (1) UUJN. Kehadiran Notaris dikehendaki oleh aturan hukum melalui tujuan guna memberikan bantuan maupun memberikan pelayanan kepada warga yang memerlukan alat bukti tertulis yang sifatnya autentik terkait perbuatan, keadaan ataupun peristiwa hukum. Melalui dasar semacam itu, mereka yang diangkat Notaris haruslah mempunyai semangat untuk memberikan pelayanan kepada warga serta atas pelayanan itu warga yang sudah merasa diberikan pelayanan oleh Notaris sesuai terhadap tugas jabatannya bisa memberi honorarium terhadap Notaris. Maka sebab itu, Notaris tidak memiliki arti apa-apa apabila warga tidak memerlukannya (Adjie, 2021).

Notaris terikat maupun patuh kepada peraturan yang melakukan pengaturan terkait jabatan Notaris yaitu UUJN. Aturan perundang-undangan itu menjadi pedoman Notaris untuk melaksanakan tugas maupun kewajibannya, jika melanggar akan memperoleh sanksi. Notaris yang melakukan pelanggaran terhadap Pasal 37 (1) UUJN, akan mendapatkan sanksi seperti:

a)    �Peringatan lisan;

b)        Peringatan tertulis;

c)        Pemberhentian sementara;

d)       Pemberhentian dengan hormat; serta

e)        Pemberhentian tidak hormat.�

Sanksi ialah suatu wujud tindakan pemerintah, supaya Notaris menjalankan Pasal 37 (1) UUJN sesuai terhadap ketetapan yang berlaku. Makna Pasal 37 (1) UUJN selaku penentu kualifikasi sanksi yang akan diberikan terhadap Notaris. Kontradiksi diantara das sollen dengan das sein diakibatkan karena terdapatnya perbedaan pandangan serta prinsip kepentingan hukum. Hukum menghendaki terpenuhinya sejumlah hak dari masyarakat tidak mampu, untuk Notaris kondisi itu mengakibatkan kerugian dikarenakan honorarium Notaris didapatkan dari client.

Mengacu pada ketetapan terkait honorarium Notaris seperti halnya yang sudah dilakukan pengaturan pada UUJN dan berkaitan terhadap Notaris selaku makhluk ekonomi pada saat berhadapan dengan Pasal 37 UUJN Notaris yang mengemukakan bahwa �apabila pihak penghadap ialah masyarakat tidak mampu maka notaris wajib memberi jasa hukumnya secara gratis. Notaris bisa diadukan ke MPW (Majelis Pengawas Notaris) apabila terbukti melakukan penarikan honorarium terhadap masyarakat tidak mampu (Sulihandari & Rifiani, 2013).�

Menyadari bahwa profesi Notaris diperlukan pada pembangunan, maka Pasal 37 (1) UUJN memperlihatkan bahwa Notaris melaksanakan profesinya untuk memberi perlindungan maupun jaminan terwujudnya kepastian hukum terhadap warga tanpa melihat kemampuan ekonomi dari kliennya. Pada ketentuan Pasal 37 (2) UUJN selaku pengawal pelaksanaan kinerja Notaris dalam pemberian jasa hukum pada bidang kenotariatan secara cuma-cuma kepada masyarakat. Pemberian makna terhadap tiap orang berbeda-beda tergantung kepada pemahamannya masing-masing. Makna pada sebuah objek, ditandai dengan kesepakatan bersama untuk merujuk kata tersebut. Ilmu hukum yang memberi kemanfaatan serta kepastian memandang bahwa makna dalam hukum harus ditafsirkan sama.

Adanya ketentuan yang demikian mencerminkan bahwa Negara Indonesia menjamin hak setiap warga negaranya dalam mendapatkan keadilan terutama dalam bidang hukum tanpa terkecuali. Negara memberikan kemudahan bagi warga negara untuk mendapatkan akses keadilan hukum dalam tatanan bermasyarakat. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk menganalisis hal tersebut dalam bentuk penulisan tesis hukum yang mempunyai judul �Kewajiban Notaris dalam Memberikan Jasa Hukum Secara Cuma-Cuma Kepada Orang Yang Tidak Mampu�.

 

Metode Penelitian

Guna menjaga sebuah kebenaran ilmiah, maka pada sebuah penulisan harus menggunakan metode penulisan yang tepat dikarenakan hal itu sangat dibutuhkan serta adalah pedoman untuk rangka melangsungkan analisis atas data hasil penelitian. Beberapa ciri karya ilmiah pada bidang hukum ialah memiliki kesesuaian serta kebenaran yang bisa dipertanggungjawabkan. Secara hakikatnya, metodologi berupaya untuk memberi pedoman terkait tata cara seorang ilmuwan untuk mempelajari, melakukan analisis dan memahami sejumlah lingkungan yang dihadapinya. Dengan begitu, penelitian ialah sebuah upaya untuk melakukan penghimpunan dan menemukan sejumlah hubungan yang ada diantara beberapa fakta yang diteliti dengan seksama.��

Dalam melaksanakan sebuah penelitian hukum tidak bisa terlepas dari pemakaian metode penelitian, dikarenakan dalam tiap penelitian akan memakai metode untuk melakukan analisis terhadap sejumlah masalah yang diamati. Melaksanakan sebuah penelitian ilmiah mutlak memakai metode, dikarenakan dengan metode itu mempunyai arti bahwa penyelidikan yang terjadi menurut sebuah rencana tertentu. Begitu juga pada penelitian ini, digunakan beberapa langkah seperti di bawah ini.

 

Hasil dan Pembahasan

A.  Kriteria Orang Yang Tidak Mampu Terkait Dengan Pasal 37 Ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris.

1.    Pengaturan Hukum Kewajiban Notaris Memberikan Pelayanan Secara Cuma Cuma Kepada Masyarakat

Sebagaimana sudah disampaikan bahwa keberadaan Notaris sangat penting dan vital untuk rangka memberi jaminan kepastian hukum berdasarkan sifat autentik atas akta yang dilangsungkan sejumlah pihak, yang dibuat oleh Notaris selaku penerapan wujud kepastian hukum untuk sejumlah pihak yang melangsungkan transaksi. Sebagaimana terdapat pada UUJN Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa �Notaris ialah pejabat umum yang memiliki wenang untuk membuat akta autentik serta mempunyai kewenangan lainnya sebagaimana dimaksudkan pada Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.� Terkait wewenang Notaris umumnya dilakukan penetapan pada Pasal 15 (1) UUJN yang menetapkan bahwasannya : �Notaris mempunyai wewenag untuk melakukan pembuatan akta autentik terkait seluruh perbuatan, perjanjian serta penetapan yang diharuskan oleh aturan perundang-undangan dan/atau dikehendaki oleh yang memiliki kepentingan untuk dinyatakan pada akta, memberikan jaminan kepastian tanggal pembuatan akta, melakukan penyimpanan akta, memberi grosse, salinan maupun kutipan akta, semuanya itu selama pembuatan akta tersebut tidak juga ditugaskan ataupun dikecualikan terhadap pejabat lainnya ataupun orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.�

Notaris diberikan wewenang oleh undang-undang untuk menuangkan seluruh perbuatan, perjanjian serta penetapan yang dikehendaki oleh pihak ataupun sejumlah pihak yang sengaja datang kepada Notaris untuk mengkonstatir keterangan tersebut pada sebuah akta autentik, serta supaya akta yang dibuatnya tersebut mempunyai kekuatan bukti yang lengkap serta mempunyai keabsahan.Notaris wajib memenuhi seluruh ketetapan Jabatan Notaris serta sejumlah peraturan yang lain. Notaris bukanlah hanya juru tulis, akan tetapi Notaris perlu melakukan pengkajian apakah yang diharapkan penghadap untuk dinyatakan pada akta autentik tidak berlawanan terhadap UUJN serta peraturan hukum yang berlaku. Kewajiban guna mengetahui maupun memahami sejumlah persyaratan otentisitas, keabsahan serta beberapa sebab kebatalan sebuah akta Notaris, sangat penting untuk menghindari secara preventif terdapatnya cacat hukum akta Notaris yang bisa menyebabkan hilangnya otentisitas serta batalnya akta Notaris, yang bisa menyebabkan kerugian terhadap kepentingan warga, khususnay beberapa pihak yang mempunyai kepentingan.

Peranan Notaris secara normatif yakni media untuk lahirnya sebuah akta autentik Notaris bukan pihak dalam akta yang dibuatnya, sehingga hak maupun kewajiban hukum yang dilahirkan dari tindakan hukum yang disebutkan pada akta Notaris, cuma mengikat sejumlah pihak pada akta tersebut, serta apabila berlangsung sengketa terkait isi perjanjian, maka Notaris tidak turut serta pada pelaksanaan kewajiban serta dalam melakukan penuntutan terhadap sebuah hak, dikarenakan Notaris ada di luar tindakan hukum dari sejumlah pihak itu.��

2.    Faktor-Faktor Yang Melatar Belakangi Notaris dalam Pemberian Jasa Hukum Cuma-Cuma Kepada Orang Yang Tidak Mampu

Kebutuhan jasa hukum pada bidang kenotariatan bisa diberikan terhadap warga serta tidak mengenal status sosial, baik dari golongan warga mampu ataupun warga tidak mampu yang memerlukan jasa hukum itu haruslah memperoleh pelayanan yang sama.Untuk memberi jasa hukum terhadap warga kurang mampu sesuai terhadap kewenangan yang dilakukan pengaturan pada UUJN tidak diwajibkan menerima upah ataupun honorarium, namun pada praktiknya terutama klien yang datang untuk meminta jasa hukum pada bidang kenotariatan secara cuma-cuma hanya ditemukan beberapa saja serta tidak semua Notaris memberikan pelayanan atas pemberian jasa secara cuma-cuma.

Berdasarkan pendapat responden narasumber yakni Notaris sepanjang melangsungkan praktik belum ada ditemukan klien yang datang untuk bermaksud meminta pemberian jasa hukum pada bidang kenotariatan secara cuma-cuma, hal tersebut dikarenakan secara umum klien yang datang itu memiliki maksud untuk melakukan pembuatan notaril akta terkait pemindahan hak maupun kewajiban diantara sejumlah pihak terkait sebuah transaksi yang memiliki nilai ekonomis misalnya perjanjian sewa menyewa, legalisir berkas, waarmeking atuapun legalisasi. Disamping itu, terdapat pula klien yang datang ke kantor secara umum mempunyai maksud untuk melakukan pembuatan sebuah akta untuk pendirian ORMAS (Organisasi Masyarakat), yayasan, Firma ataupun bentu mascap yang lain, sehingga dengan begitu klien yang datang itu tidak dapat dinyatakan seseorang yang tidak mampu dikarenakan klien itu memiliki harta kekayaan.

Untuk menjalankan kewajiban berlandaskan UUJN yang berkaitan terhadap pemberian jasa hukum pada bidang kenotariatan secara cuma-cuma kepada warga kurang mampu, dilatarbelakangi dari tiga faktor yakni:

a.    Faktor kemanusiaan.

b.    Faktor keterusterangan klien.

c.    Faktor keyakinan Notaris bahwasannya klien yang datang memang termasuk masyarakat kurang mampu.

Berdasarkan pendapat responden Notaris dalam wawancara yang dilaksanakan mengemukakan bahwasanya �Notaris memberi jasa hukum secara cuma-cuma terhadap klien yang termasuk kurang mampu bisa berlandaskan terhadap keterusterangan klien itu, bahwa ia tidak mampu untuk melakukan pembayaran biaya jasa hukum dari Notaris tersebut sehingga jasa hukum diberikan dengan cuma-cuma.� Pada wawancara yang dilaksanakan bahwa �Notaris berlandaskan keyakinannya bisa melakukan penilaian terhadap klien yang datang kepadanya patut diberi pelayanan jasa hukum pada bidang kenotariatan dengan cuma-cuma dapat diketahui dari penampilan maupun jenis jasa hukum apa yang hendak ia peroleh dari Notaris tersebut.� Notaris tidak akan meminta persyaratan misalnya surat keterangan dari instansi pemerintah contohnay surat keterangan miskin ataupun tidak mampu terhadap klien yang tidak mampu guna memperoleh pelayanan jasa hukum pada bidang kenotariatan dikarenakan dengan meminta persyaratan itu berdasarkan pendapat Notaris akan memberatkan klien itu.

Hasil wawancara terhadap responden Notaris mengemukakan �sampai saa ini pada praktik memberi jasa kepada warga kurang mampu seperti memberi penyuluhan hukum ataupun ada yang menghadap untuk melakukan konsultasi, tidak pernah dilakukan pemungutan biaya ataupun jasa yang diberikan dikarenakan niat Notaris untuk memberikan bantuan kepada sesamanya.� Tiap menjalankan kewenangan maupun kewajiban untuk memberi jasa hukum terhadap klien, Notaris haruslah melaksanakannya secara profesional dalam artian bahwasannya apabilam memang jasa hukum itu diberikan terhadap klien tanpa melakukan pemungutan upah, maka Notaris tersebut wajib melaksanakannya, namun apabila memang jasa hukum itu tidak dapat diberikan dengan cuma-cuma, maka notaris harus menerangkan alasannya terhadap klien sehingga bisa dipahami.

Sekarang ini lembaga hukum sudah menjadi bagian dari kebutuhan hukum seluruh warga guna memperoleh pelayanan jasa hukum pada bidang kenotariatan yang berkaitan terhadap pembuatan akta autentik dan kewenangan lainnya yang tidak dilakukan penetapan di dalam UUJN. Notaris untuk melaksanakan profesinya dituntut supaya bisa menyesuaikan keahlian maupun keterampilannya terhadap perkembangan zaman yang menyebabkan perkembangan kebutuhan hukum yang makin rumit. Berdasarkan definisi dalam kamus, bahwasannya jabatan mempunyai arti yakni pekerjaan ataupun tugas dalam organisasi ataupun pemerintahan.

Pengertian jabatan sebagaimana disebutkan di atas merupakan definisi yang umum untuk seluruh bidang tugas ataupun pekerjaan yang sengaja dibuat untuk kebutuhan yang bersangkutan baik dari pemerintahan ataupun organisasi yang bisa dilakukan perubahan sesuai atas kebutuhannya. Jabatan memiliki pengertian sebagai tugas, fungsi, wilayah kerja pemerintah secara umum ataupun badan perlengkapan secara khusus. Sebutan ataupun istilah jabatan ialah sebuah istilah yang dipakai selaku fungsi ataupun tugas atau wilayah kerja dalam pemerintah. Disamping itu, Notaris dituntut supaya senantiasa siap memberikan pelayanan terhadap warga di wilayah kerjanya. Notaris wajib memberi pelayanan hukum terhadap warga yang memerlukan jasa Notaris, pada perihal tersebut pelayanan jangan didefinisikan sempit misalnya hanya melakukan pembuatan akta, melangsungkan legalisasi atas akta di bawah tangan, memberi konsultasi ataupun penyuluhan hukum yang berkaitan terhadap bidang konotariatan akan tetapi berkaitan pula terhadap sejumlah aspek mulai dari kemudahan warga memperoleh informasi terkait sejumlah syarat untuk membuat akta autentik maupun keramahan Notaris serta pegawainya untuk memberikan pelayanan kepada klien yang semua itu ialah sebagian dari kegiatan untuk melaksanakan fungsi Notaris.

Pelayanan hukum pada bidang kenotariatan haruslah senantiasa merujuk maupun patuh terhadap UUJN dan Kode Etik Notaris melalui tujuan supaya dalam menjalankan jabatan Notaris di lingkungan warga tidak menurunkan harkat maupun martabat dan keluhan profesi Notaris. Berdasarkan pendapat Franz Magnis Suseno terdapat lima parameter yang dapat menjadi alat ukur kualitas pelayanan apabila dihubungan terhadap jabatan Notaris yakni :

a.    Keandalan ataupun reliability ialah kemampuan yang dipunyai notaris untuk menciptakan segala suatu sesuai janjinya.

b.    Kepastian ataupun assorance ialah kemampuan yang dipunyai notaris untuk menciptakan keyakinan terhadap kliennya.

c.    Penampilan ataupun tangible ialah tampilan diri, kantor, peralatan serta segala sesuatu yang sifatnya kebendaan yang bisa memberikan peningkatan terhadap kepercayaan kliennya.

d.   Empati ataupun emphaty ialah kemampuan notaris untuk memahami maupun merasakan permasalahan yang dihadapi kliennya.

e.    Daya tanggap ataupun responsineness ialah kemampuan notaris untuk memberi solusi secara cepat pada kliennya.

Berlandaskan penjabaran tersebut pastinya bisa memberi pemahaman mengenai apa yang disebut dengan pelayanan serta bagaimana proses pelayanan untuk mendukung kesuksesan profesi Notaris. Kedudukan Notaris selaku Pejabat Umum untuk memberi pelayanan hukum pada bidang kenotariatan bisa pual diberi secara cuma-cuma terutama terhadap kliennya yang termasuk warga kurang mampu. Pemaparan terkait sejumlah syarat guna memperoleh pelayanan cuma-cuma dari Notaris tidak dilakukan pengaturan dengan rinci pada UUJN.

Ketentuan dalam Pasal 37 UUJN menerangkan bahwasannya Notaris wajib memberi jasa hukum pada bidang kenotariatan dengan cuma-cuma kepada masyarakat tidak mampu, sehingga implementasi pasal itu untuk melaksanakan jatabannya tergantung Notaris yang bersangkutan yang terpengaruhi dari faktor kemanusiaan, keterusterangan klien serta keyakinan Notaris. Pemaparan terkait beberapa faktor yang melatarbelakangi terkait pemberian jasa hukum dengan cuma-cuma tersebut berdasarkan pandangan penulis yakni seperti di bawah ini.

a.    Faktor kemanusiaan. Pemberian jasa hukum pada bidang kenotariatan dengan cuma-cuma oleh Notaris dilandaskan kepada faktor kemanusiaan dikarenakan terdapatnya dorongan moralitas dari diri notaris itu guna memberikan bantuan kepada sesama manusia pada perihal tersebut klien dari golongan warga kurang mampu yang menghadap untuk meminta tolong untuk membuatkan akta tanpa memberi honorarium ataupun imbalan terhadap Notaris, kondisi tersebut menggambarkan besarnya integritas moral Notaris untuk menjalankan kewajibannya dengan profesional.

b.    Faktor keterusterangan klien terhadap Notaris. Pemberian jasa hukum pada bidang kenotariatan dengan cuma-cuma oleh Notaris yang dilandasi oleh faktor keterusterangan klien itu berkaitan terhadap ketidakmampuan untuk melakukan pembayaran upah ataupun honorarium terhadap sebuah jasa hukum yang diperlukannya, sehingga dengan begitu bisa menggugah jiwa sosial Notaris tersebut untuk memberi jasanya dengan cuma-cuma.

c.    Faktor keyakinan Notaris bahwasannya klien yang datang padanya memang termasuk masyarakat kurang mampu. Pemberian jasa huikum pada bidang kenotariatan dengan cuma-cuma oleh Notaris yang dilandasi faktor keyakinan dikarenakan terdapatnya anggapan yang mulanya timbul berlandaskan penilaian notaris berkaitan dengan penampilannya dan jasa hukum yang diperlukannya, sehingga dari penilian itu Notaris bisa melakukan pengambilan keputusan untuk memberi pelayanan jasa hukum dengan cuma-cuma.

Berdasarkan ketiga faktor yang memberikan pengaruh terhadap pemberian jasa hukum secara cuma-cuma kepada warga kurang mampu pada praktiknay yang dilaksanakan narasumber Notaris dilandaskan dari faktor kemanusiaan, dikarenakan imbalan jasa yang diberikan kepada masyarakat kurang mampu bukan berbentuk upah ataupun honorarium, namun Notaris mengharapkan pahala atas jasanya itu dari Tuhan.

Berlandaskan dari keterangan tersebut, penulis bisa melakukan penarikan kesimpulan bahwasannya makna pemberian jasa hukum dengan cuma-cuma oleh Notaris kepada masyarakat kurang mampu mempunyai definisi bahwasannya pemberian jasa tersebut terpengaruhi dari faktor kemanusiaan yang dilandasi dari moralitas maupun integritas Notaris, dan didukung pula dari faktor ilmu pengetahuan terkait sejumlah ketetapan yang ada pada UUJN yang satu diantaranya terkait kewajiban untuk memberi jasa hukum dengan cuma-cuma terhadap warga tidak mampu, dikarenakan tanpa wawasan yang cukup terkait ketetapan pada salah satu kewajibannya maka kewajiban itu tidak akan diimplementasikan untuk melaksanakan jabatannya di lingkungan warga.

Terselenggarakannya ketetapan kewajiban yang termuat pada Pasal 37 UUJN serta Pasal 3 (7) Kode Etik Notaris akan meningkatkan harkat maupun martabat Notaris serta menambahkan kepercayaan warga terhadap Notaris yang berkaitan dengan pemberian sejumlah jasa hukum pada bidang kenotariatan. Totalitas Notaris pada saat melaksanakan tugasnya akan memberikan peningkatan terhadap kredibilitas Notaris itu sehingga Notaris akan mendapatkan kebahagiaan maupun kesejahteraan hidup. Seiring atas berjalannya waktu, dinamika kehidupan warga yang mengalami perubahan makin cepat maka kebutuhan warga terhadap perlindungan hukum makin mengalami peningkatan, hal inilah karenanya terdapat persepsi umum yang dipercaya bahwasannya pelayanan jasa hukum khususnya pada bidang kenotariatan pada perihal pembuatan akta otentik makin dibutuhkan baik pada perekomian negara serta kehidupan bermasyarakat yang makin membaik.

Pada UUJN sudah dilakukan pengaturan bahwasannya Notaris yang profesional dituntut supaya senantiasa meningkatkan kualitasnya, baik ilmu, moral maupun sosial dan selalu menjunjung tinggi martabat Notaris, sehingga untuk memberi pelayanan terhadap warga selalu mengacu pada kode etik profesi serta UUJN. Agar bisa melaksanakan sebuah jabatan sesuai terhadap tuntutan etika profesi, Notaris haruslah mempunyai tiga ciri moral yakni:

a.    Harus menjadi seseorang yang tidak diselewengkan dari tekadnya oleh seluruh macam perasaan emosi, malas, takut, malu serta yang lainnya. Yang berarti Notaris haruslah mempunyai kepribadian moral yang kuat.

b.    Harus sadar bahwasannya mempertahankan tuntutan etika profesi ialah sebuah kewajiban yang berat.

c.    Harus mempunyai idealisme kode etik Notaris didasari oleh fakta bahwasannya Notaris selaku pengemban profesi ialah seseorang yang mempunyai keilmuan maupun keahlian pada bidang kenotariatan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan warga yang membutuhkan pelayanan khususnya terhadap warga kurang mampu.

Notaris secara pribadi mempunyai tanggung jawab terhadap mutu pelayanan jasa yang diberinya. Ukuran nilai kemanusian untuk jabatan Notaris mempunyai arti yaitu memperlakukan kliennya dengan baik. Tidak melaksanakan diskriminasi diantara klien yang mampu terhadap yang tidak mampu dan memperlakukannya dengan sejajar maupun seimbang. Nilai kemanusiaan pula mendasari Notaris untuk tidak melakukan penyalahgunaan profesinya mengingat secara sosiologis mempunyai posisi yang tidak seimbang apabila dilakukan perbandingan terhadap masyarakat lainnya. Nilai humanitas mencirikan Notaris untuk bertindak maupun berperilaku manusiawi sehingga bisa melaksanakan jabatannya dengan professional. Profesi ialah sebuah pelayanan dikarenakan Notaris haruslah bekerja tanpa pamrih, khususnya untuk klien kurang mampu. Profesi harsulah dipandang maupun dihayati selaku sebuah pelayanan, sehingga sifat tanpa pamrih menjadikan ciri khasnya untuk mengembangkan profesinya. Tanpa pamrih mempunyai arti yakni pertimbangan yang melakukan penentuan untuk mengambil keputusan yakni kepentingan klien maupun kepentingan umum, serta bukan kepentingan sendiri. Apabila sifat tanpa pamrih tersebut diabaikan, maka pengembangan profesi tersebut akan merujuk kepada pemanfaatan (yang bisa menjurus terhadap penyalahgunaan) sesama manusia yang tengah mengalami kesusahan ataupun kesulitan.

Untuk memahami Notaris selaku sebuah profesi, berdasarkan pendapat Liliana Tedjosaputro mengemukakan �falsafah, hakikat dari profesi serta profesionalisme secara integral.� Berdasarkan pendapatnya megemukakan bahwasannya �persyaratan keseimbangan, keselarasan maupun keserasian sesuai terhadap Pancasila ialah perihal yang haruslah diperhatikan.

 

Kesimpulan

Berlandaskan penjabaran dalam beberapa bab sebelumnya, bisa disampaikan sejumlah kesimpulan yakni seperti berikut.(1) Makna dari Pasal 37 ayat (1) UUJN kepada Notaris yang memberi jasanya secara cuma-cuma terhadap orang tidak mampu yaitu mengandung nilai rohani, ekonomis serta sosiologis. Pemberian jasa hukum pada bidang kenotariatan yang bisa diberikan Notaris yakni berupa pengurangan honorarium Notaris terhadap jasanya untuk melakukan pembuatan sebuah akta akan tetapi semua tidak semestinya hanya pengurangan honorarium saja namun sejumlah notaris dikarenakan jiwa sosialnya ada yang memberi jasa secara cuma-cuma kepada orang tidak mampu tersebut. Definisi jasa hukum yang diberikan oleh Notaris secara cuma-cuma ialah bahwa Notaris memberi jasa hukum pada penghadap tanpa meminta honorarium ataupun dilakukan pemungutan biaya, akan tetapi oleh karena Pasal 37 UUJN tidak menyampaikan secara spesifik terkait jasa hukum secara cuma-cuma sebagaimana apa yang bisa diberikan terhadap orang tidak mampu, namun secara logis bisa dilakukan pengambilan kesimpulan bahwa jasa hukum yang bisa diberikan oleh Notaris secara cuma-cuma terhadap orang tidak mampu ialah berupa konsultasi hukum serta penyuluhan hukum. Hal tersebut disebabkan karena apabila jasa hukum berupa pembuatan akta diberikan terhadap orang tidak mampu rasanya selalu memberatkan Notaris, karena tentu pada pembuatan akta tidak cuma sekedar mengeluarkan harga kertas maupun tinta, akan tetapi lebih dari itu, banyak biaya yang haruslah ditanggung Notaris, contohnya apabila berkaitan terhadap Pajak, Badan Pertanahan Nasional serta yang lainnya. (2) Persyaratan pada penentuan pelaksanaan jasa hukum cuma-cuma terhadap orang tidak mampu oleh Notaris di wilayah kerjanya secara umum tidak dilakukan pengaturan pada UUJN dan Kode Etik Notaris, akan tetapi Notaris bisa melakukan penentuan sendiri kriterianya yang terdiri dari 2 (dua) bagian yakni pertama, bila Notaris sudah mengetahuu maupun melihat secara langsung kondisi ekonomi dari warga yang kurang mampu itu maka Notaris tidak membutuhkan persyaratan khusus untuk memberi jasa hukum cuma-cuma terhadap orang kurang mampu itu. Kedua, bila Notaris tidak mengetahui maupun melihat dengan lebih jelas dari orang yang kurang mampu itu maka Notaris memberi syarat terhadap orang kurang mampu itu untuk membawa surat keterangan kurang mampu dari kepala lingkungan tempat tinggal tersebut. Sebagai perbandingan, kriteria bantuan hukum secara cuma-cuma untuk advokat diatur secara spesifik dalam Peraturan Pemerintah No. 83 Tahun 2008 terkait Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma. Bantuan hukum secara cuma-cuma adalah jasa hukum yang diberikan Advokat tanpa menerima pembayaran honorarium meliputi pemberian konsultasi hukum, menjalan kuasa, mewakili, memberikan pendampingan, membela, dan melaksanakan tindakan hukum lainnya untuk kepentingan pencari keadilan yang tidak mampu. (3) Konsep pengaturan ke depan bahwa telah selayaknya dan semestinya Notaris memberi jasa hukum secara cuma-cuma berupa penyuluhan hukum maupun konsultasi hukum terhadap masyarakat, karena Notaris ialah profesi yang mulia, akan tetapi pada perihal memberi jasa hukum berupa akta notaris, maka semestinya tidak terdapat paksaan terhadap notaris itu untuk memberi jasa hukum berupa melakukan pembuatan akta secara cuma-cuma, mengingat tidak semua Notaris memiliki finansial yang cukup. Sehingga perlu terdapatnya telaah ulang terkait sanksi yang dilakukan pengaturan pada UUJN serta Kode Etik Notaris kepada Notaris yang tidak memberi bantuan secara cuma-cuma kepada penghadapnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Achmad Zuabaidi. (2007). Pendidikan Kewarganegaraan,. Paradigma.

 

Adjie, H. (2011). Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris. Refika Aditama. Google Scholar

 

Adjie, H. (2014). Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris). Surabaya: PT. Refika Aditama. Google Scholar

 

Adjie, H. (2021). Kedudukan Hukum Perjanjian Internasional Yang Tidak Menggunakan Bahasa Indonesia. Jurnal Education And Development, 9(2), 517�522. Google Scholar

 

Ali, M., Gultom, R. J., & Chouw, N. (2012). Capacity of innovative interlocking blocks under monotonic loading. Construction and Building Materials, 37, 812�821. Google Scholar

 

Baharudin. (2014). Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam Proses Jual Beli Tanah, Bandar Lampung. Jurnal Hukum Universitas Bandar Lampung, 2014. Hlm 2.

 

Fariz, H. R. (2012). Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Akta Yang Tidak Memenuhi Ketentuan Pasal 16 Ayat (1) Huruf L Dan Ayat (7) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Diponegoro University. Google Scholar

 

Ghansham Anand, S. H., & Kn, M. (2018). Karakteristik Jabatan Notaris di Indonesia. Prenada Media. Google Scholar

 

Kristyanto, H. S. A., & Wisnaeni, F. (2018). Pemberian Jasa Hukum Bidang Kenotariatan Berdasarkan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Jabatan Notaris (Studi Kasus Notaris Di Kota Semarang). Notarius, 11(2), 266�282. Google Scholar

 

Maulana, M. R. (2019). Upaya Menciptakan Produk Hukum Berkualitas Konstitusi Melalui Model Preventif Review. Jurnal Konstitusi, 15(4), 774�795. Google Scholar

 

Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014. (2004). Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 terkait Jabatan Notaris.

 

Pasal 1866 KUH Perdata

 

Pasal 1867 KUH Perdata

 

Pasal 1868 KUH Perdata

 

Pasal 1874 KUH Perdata

 

Prayitno, I. S. (2019). Akibat Hukum Terhadap Pelanggaran Atas Ketentuan Honorarium Akta Notaris. Res Judicata, 2(1), 186�199. Google Scholar

 

Sari, D. A. P. (2016). Makna Pemberian Jasa Hukum Secara Cuma-cuma Oleh Notaris Pada Orang Tidak Mampu Terkait Sanksi Yang Diberikan Oleh Undang-undang Jika Tidak Dipenuhi (Analisis Pasal 37 Ayat (1) Dan (2) Undang-undang Jabatan Notaris No. 2 Tahun 2014). Brawijaya University. Google Scholar

 

Simamora, J. (2014). Tafsir Makna Negara Hukum dalam Perspektif Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jurnal Dinamika Hukum, 14(3), 547�561. Google Scholar

 

SN, H. R. (2017). Pelaksanaan Pelayanan Jasa Notaris Terhadap Orang Tidak Mampu. Keadilan Progresif, 8(1). Google Scholar

 

Subadi, T. (2007). Pendidikan kewarganegaraan. BP-FKIP UMS. Google Scholar

 

Sulihandari, H., & Rifiani, N. (2013). Prinsip-prinsip dasar profesi Notaris. Jakarta: Dunia Cerdas. Google Scholar

 

Copyright holder:

Novia Eka Maghfiroh (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: