Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN:
2548-1398
Vol. 7, No. 12, Desember 2022
KEWAJIBAN
NOTARIS MEMBERIKAN JASA HUKUM SECARA CUMA-CUMA KEPADA ORANG TIDAK MAMPU
Novia
Eka Maghfiroh, Moh. Ali, Firman Floranta A
Universitas
Jember Jawa Timur, Indonesia
Email:
[email protected]
Abstrak
Menyadari bahwa
profesi notaris diperlukan pada pembangunan, maka Pasal 37 ayat (1) Undang Undang Jabatan Notaris menunjukkan bahwa Notaris menjalankan
profesi dalam memberikan perlindungan dan jaminan tercapainya kepastian hukum
kepada masyarakat tanpa melihat kemampuan ekonomi kliennya. Pada ketentuan
Pasal 37 ayat (2) Undang Undang Jabatan Notaris sebagai pengawal
pelaksanaan kinerja notaris pada pemberian jasa hukum dibidang kenotariatan
secara cuma-cuma di masyarakat. Pemberian makna pada setiap orang berbeda
tergantung pada pemahaman masing-masing. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui kinerja dari notaris. Metode penelitian memakai tipe penelitian yuridis normatif, dengan 3 (tiga) macam
pendekatan yaitu pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual serta
pendekatan historis. Bahan hukum meliputi bahan hukum primer dan sekunder,
dengan analisis bahan hukum yang digunakan ialah deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa, Pertama
: Makna dari Pasal 37 ayat (1) UUJN terhadap Notaris yang memberi jasa
secara cuma-cuma terhadap orang yang tidak mampu yaitu mengandung nilai rohani,
ekonomis serta sosiologis. Dapat disimpulkan Pemberian jasa hukum pada bidang
kenotariatan yang bisa diberikan Notaris yakni berupa pengurangan honorarium
Notaris terhadap jasanya yang membuatkan sebuah akta akan tetapi semua tidak
semestinya hanya pengurangan honorarium saja namun sejumlah notaris dikarenakan
jiwa sosialnya terdapat yang memberi jasanya dengan cuma-cuma kepada orang
tidak mampu tersebut. Pengertian jasa hukum yang diberikan Notaris secara
cuma-cuma yaitu bahwa Notaris memberi jasa hukumnya pada penghadap tanpa
meminta honorarium ataupun dipungut biaya, akan tetapi oleh karena Pasal 37
UUJN tidak menyampaikan dengan spesifik terkait jasa hukum secara cuma-cuma
sebagaimana yang bisa diberikan terhadap orang yang tidak mampu, namun secara
logis bisa dilakukan pengambilan kesimpulan bahwa jasa hukum yang bisa
diberikan Notaris secara cuma-cuma terhadap orang yang tidak mampu yakni berupa
konsultasi hukum serta penyuluhan hukum.
Kata
Kunci:
notaris; jasa hukum; kinerja
Abstract
Realizing that the notary profession is needed in development, Article 37 paragraph
(1) of the Notary Position Law shows that the Notary carries out the profession
in providing protection and guarantees of achieving legal certainty to the
public regardless of the economic capabilities of his clients. In the
provisions of Article 37 paragraph (2) �of the Notary Position Law as a bodyguard for the implementation of notary
performance in the provision of legal services in the field of notarization
free of charge in the community. The giving of meaning to each person is
different depending on their respective understandings. �The purpose of this study is to find
out the performance of the notary. �The research
method uses a normative juridical type of research, with 3 (three) kinds of approaches, namely the statutory approach, the conceptual
approach and the historical approach. Legal materials include primary and
secondary legal materials, with the analysis of the legal materials used is
descriptive qualitative. Based on the results of the study, the results were
obtained that, First: The meaning of Article 37 paragraph (1) of the UUJN against Notaries who
provide services free of charge to people who are not capable, namely
containing spiritual, economic and sociological values. �It can be
concluded �that the provision
of legal services in the field of
notarization that can be provided by a Notary is in the form of a reduction in
the Notary's honorarium for his services in making a deed, but all should not
only be a reduction in honorarium, but a number of notaries because of their
social spirit are there who provide their services free of charge to the
incapacitated person. The definition of legal services provided by Notaries for
free is that Notaries provide their legal services to the notary without asking
for honorarium or charges, but because Article 37 of the UUJN does not convey
specifically related to legal services for free as can be given to people who
are not capable, but logically it can be concluded that legal services that can
be provided by Notaries free of charge to people who are not able to do so
are� in the form of legal consultation
and legal counseling.
Keywords: notary; legal services; Performance
Pendahuluan
Salah satu teori asal mula negara memberikan
pengertian bahwa suatu negara adalah
tertib hukum yang timbul karena diciptakannya peraturan-peraturan hukum yang
menentukan bagaimana orang di dalam masyarakat itu harus bertanggung jawab
terhadap perbuatan-perbuatannya (Maulana, 2019). Indonesia menganut sistem negara hukum, sesuai konsep
dasar negara dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Di dalam negara yang menganut konsep negara
hukum (rechtstaat) memiliki politik
hukum sebagai suatu landasan atau dasar bagi pembangunan hukum, dimana
penyelenggaraan kenegaraan dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang memiliki
prinsip untuk memberikan kepastian dan keadilan hukum bagi sebesar-besarnya
rakyat (Simamora, 2014).
Sebagai negara hukum, Negara Indonesia berkewajiban untuk
menjamin hak dan kewajiban setiap warga negaranya berdasarkan undang-undang
dengan tujuan untuk menciptakan ketertiban, melindungi serta
memberikan jaminan terdapatnya kepastian hukum dalam bermasyarakat. Salah satu wujud adanya kepastian hukum untuk
masyarakat pada bidang keperdataan
adalah adanya alat bukti berupa tulisan, saksi, persangkaan, pengakuan serta
sumpah (Pasal 1866 KUH Perdata) Alat bukti berupa tulisan dibedakan menjadi dua yakni
autentik serta di bawah tangan (Pasal 1867 KUH Perdata). Akta autentik adalah akta yang dibuat oleh ataupun
dihadapan pegawai umum yang mempunyai wewenang dalam bentuk maupun tata cara
yang telah dilakukan penetapan oleh undang-undang (Pasal 1868 KUH Perdata).
Tulisan di bawah tangan ialah
akta yang ditandatangani di bawah tangan, sejumlah surat maupun sejumlah
tulisan lain yang dibuat tanpa perantara pegawai umum yang berwenang (Pasal 1874 KUH Perdata).
Berkaitan dengan pembuatan akta autentik, yang disebut sebagai pegawai umum yang berwenang
adalah Notaris. Notaris merupakan pejabat umum
yang oleh undang-undang diberikan wewenang untuk melakukan pembuatan akta
autentik terkait perjanjian, perbuatan serta penetapan yang oleh aturan perundang-undangan diharuskan ataupun dikehendaki oleh para pihak yang mempunyai kepentingan
kemudian dituangkan pada sebuah bentuk akta autentik, selama
pembuatan akta itu oleh
undang-undang tidak dikecualikan kepada pejabat ataupun orang lain (Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014,
2004).
Seperti halnya dinyatakan pada ketetapan Pasal 1 angka 1 UU No. 30 Tahun 2004
terkait Jabatan Notaris sebagaimana diubah dengan UU No. 2 Tahun 2014 terkait
Perubahan Atas UU No. 30 Tahun 2004 terkait Jabatan Notaris bahwa �Notaris
adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat
akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang ini.� Notaris ialah sebuah profesi mulai dikarenakan sangat erat keterkaitannya
terhadap kemanusiaan. Akta yang dibuat Notaris bisa menjadi alas hukum terhadap
status harta benda, hak serta kewajiban baik seorang individu ataupun badan
hukum. Keberadaan Jabatan Notaris sangat penting serta diperlukan oleh
masyarakat, mengingat fungsi Notaris yakni selaku Pejabat Umum yang melakukan
pembuatan alat bukti tertulis berupa
akta autentik (Ghansham Anand & Kn, 2018).
Notaris dalam membuat akta autentik dapat dikatakan melaksanakan kewenangan
utamanya selain beberapa kewenangan
lainnya seperti halnya dilakukan pengaturan pada Pasal 15 ayat (1) dan (2) Undang Undang Jabatan Notaris (yang
selanjutnya disebut dengan UUJN) mengemukakan :
1)
��Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang
diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
2)
Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
notaris berwenang pula:
a)
Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian
tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar
dalam buku khusus;
b)
Membukukan surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam
buku khusus;
c)
Membuat kopi dari asli surat
dibawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis
dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
d)
Melakukan pengesahan kecocokan
fotokopi dengan surat aslinya;
e)
Memberikan penyuluhan hukum
sehubungan dengan pembuatan akta;
f)
Membuat akta yang berkaitan dengan
pertanahan; atau
g)
Membuat akta risalah lelang�
Kewenangan dalam melaksanakan profesi jabatannya selaku Notaris ialah jenis pekerjaan yang
bersifat menuntut keilmuan yang tinggi, khusus dan latihan yang istimewa dengan
pemagangan serta bisa mempunyai fungsi di masyarakat secara lebih baik. Adanya
pemahaman terhadap kewenangan Notaris untuk menjalankan profesinya selaku
Pejabat Umum sebagaimana dimaksud di atas seyogyanya disertai pemahaman bahwa
Notaris selaku Pejabat Umum yang melaksanakan profesinya untuk memberi jasa hukum
terhadap masyarakat, terhimpun pada suatu wadah organisasi Notaris sebagaimana
dinyatakan pada Pasal 82 UUJN yang mengemukakan bahwa �Notaris berhimpun dalam satu
wadah Organisasi Notaris dan Wadah Organisasi Notaris sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ialah Ikatan Notaris Indonesia.�
Berhubung jabatan notaris merupakan suatu profesi, maka Notaris dituntut untuk bekerja dengan profesional serta memprioritaskan kehati-hatian maupun
kecermatan untuk bekerja supaya produk yang dihasilkan benar-benar sempurna sehingga
memiliki kepastian maupun keadilan hukum bisa tercapai (Baharudin, 2014).�
Jabatan yang dipunyao
Notaris ialah jabatan kepercayaan yang mana seseorang bersedia memercayakan
suatu hal terhadapnya sehingga selayaknya selaku seseorang kepercayaan, Notaris
mempunyai kewajiban untuk merahasiakan seluruh perihal yang diberitahukan
terhadapnya, sekalipun terdapat sebagian yang tidak dicantumkan pada akta.
Dengan begitu, Notaris memiliki kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang
termuat pada akta Notaris benar-benar sudah dipahami serta sesuai terhadap
kehendak sejumlah pihak, yakni satu diantaranya dengan membacakannya, sehingga
menjadi jelas isi akta Notaris itu, dan memberi akses kepada informasi,
termasuk akses kepada perundang-undangan yang terkait untuk sejumlah pihak
penandatanganan akta. Kedudukan Notaris selaku Pejabat Umum mengakibatkan akta
yang dikeluarkan Notaris menjadi akta autentik yang diakui keabsahannya selaku
alat bukti yang sah dan sempurna. Dengan kesempurnaan tersebut maka hakim
menganggap seluruh yang tercantum pada akta ialah suatu perihal yang benar
adanya, kecuali terdapat pihak lainnya yang bisa membuktikan secara terbalik atas keabsahan akta Notaris tersebut (Adjie, 2014).
Notaris ialah Pejabat Umum
yang dilakukan
pengangkatan maupun diberhentikan oleh pemerintah namun tidak menerima
honorarium dari pemerintah, sehingga honorarium yang diterima Notaris berasal dari orang yang telah memakai jasa Notaris dan merupakan pendapatan
pribadi Notaris tersebut. Mengenai honorarium Notaris termuat pada Pasal 36
UUJN, akan tetapi pengaturan ini tidak memiliki daya paksa tentang berapa besar honorarium Notaris yang akan diterima. Setiap akta Notaris memiliki nilai-nilai tersendiri sehingga Notaris bisa melakukan penetapan sendiri besaran honornya sesuai terhadap
kesepakatan sejumlah pihak yang membutuhkan jasa Notaris (Adjie, 2011).
Sistem dalam imbalan jasa dipengaruhi
oleh dua asas yaitu pertama, asas melayani sebatas upah yang diterima. Kedua,
asas melayani sesuai permintaan. Notaris dimungkinkan
memberikan pelayanan terhadap permintaan para penghadap terkait hal-hal lain
disamping pembuatan akta autentik dengan menerima honorarium yang disepakati (Ali et al., 2012).
Untuk menjalankan profesi
selaku Notaris harus sungguh-sungguh mampu memberi pelayanan jasa pada bidang kenotariatan
secara baik terhadap warga. Jasa hukum pada bidang kenotariatan diperlukan oleh
tiap golongan masyarakat, baik oleh masyarakat mampu ataupun yang tidak mampu (SN, 2017).
Perbedaan kemampuan ekonomi menyebabkan dampak kepada pemakaian jasa Notaris.
Seorang Notaris tidak boleh melakukan penolakan kepada tiap client yang datang untuk melangsungkan
perbuatan hukum pada bidang kenotariatan kecuali ada alasan untuk menolaknya (Fariz, 2012) Notaris mempunyai kewajiban untuk membantu
dalam memberi jasa hukum pada bidang kenotariatan secara cuma-cuma bagi mereka
yang tidak mampu (Sari, 2016).
Penyandang jabatan
Notaris sangat bermartabat, mengingat peran Notaris penting untuk warga.
Perilaku maupun tindakan Notaris untuk menjalankan tugasnya haruslah sesuai
terhadap kode etik yang ditetapkan oleh INI (Ikatan Notaris Indonesia). Notaris
mempunyai etika profesi, yang mana etika profesi ialah etika moral yang secara
khusus diciptakan untuk kebaikan jalannya profesi tersebut (Prayitno, 2019).
Kebaikan yang dimaksudkan standar pelayanan Notaris terhadap warga. Besarnya
honorarium yang didapatkan Notaris dalam UUJN tidak dilakukan pengaturan dengan
mutlak, akan tetapi disesuaikan terhadap kondisi tiap-tiap wilayahnya. Tidak
menutup kemungkinan terdapatnya kesepakatan melakukan penentuan honorarium
diantara Notaris terhadap client,
sehingga tidak terdapatnya kesamaan honorarium sesama Notaris.
Jasa hukum pada bidang
kenotariatan diperlukan oleh tiap golongan masyarakat. Pemakaian jasa
kenotariatan oleh warga yang mampu bisa dilaksanakan dengan memberi honorarium
terhadap Notaris. Hal tersebut kebalikannya terhadap golongan warga tidak
mampu, yaitu tidak bisa memberi honorarium terhadap Notaris (Sari, 2016). Perbedaan
kemampuan ekonomi menyebabkan dampak kepada pemakaian jasa Notaris. Secara
umum, Notaris tidak boleh melakukan penolakan kepada tiap kliennya yang datang
untuk melangsungkan tindakan hukum pada bidang kenotariatan sesuai terhadap
Pasal 37 ayat (1) UUJN, bahwa �Notaris wajib memberi jasa hukum pada bidang
kenotaritan secara cuma-cuma terhadap orang yang tidak mampu�. Pasal itu memperlihatkan bahwa
masyarakat tidak mampu bisa diberi jasa kenotariatan dengan cuma-cuma.
Pemberian
jasa hukum pada bidang kenotariatan dengan cuma-cuma dari Notaris dilandasi
keyakinan dikarenakan terdapatnya anggapan yang mulanya timbul berlandaskan
penilaian Notaris yang berkaitan dengan penampilan dan jasa hukum yang
diperlukan oleh client yang datang
padanya, sehingga dari penilaian itu Notaris bisa melakukan pengambilan
keputusan untuk memberi pelayanan jasa hukum dengan cuma-cuma. Serta
terdapatnya keterusterangan client kepada
Notaris dikarenakan terdapatnya kejujuran yang disampaikan client itu yang berkaitan atas ketidakmampuan untuk melakukan
pembayaran honorarium terhadap sebuah jasa hukum yang diperlukannya (Kristyanto
& Wisnaeni, 2018).
Definisi orang tidak mampu sendiri seperti halnya disebutkan pada ketentuan Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Sosial RI No. 15 Tahun 2018 tentang Sistem Layanan dan Rujukan Terpadu Untuk Penanganan Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu, bahwa : �Orang Tidak Mampu merupakan orang yang memiliki sumber mata pencaharian, gaji ataupun upah yang cuma mampu memenuhi kebutuhan dasar yang layak akan tetapi tidak mampu membayar iuran untuk dirinya serta keluarganya.�
Hak untuk memperoleh
manfaat maupun perlindungan hukum ialah hak universal yang diakui secara
internasional, tidak boleh terdapat diskriminasi serta pembedaan, tidak peduli
miskin ataupun kaya, dari agama apa saja serta golongan mana saja. Pada Pasal 3
ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999 terkait Hak Asasi Manusia yang kemudian disebut
Undang-Undang HAM menyampaikan bahwasannya �tiap orang mempunyai hak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat
kepastian hukum serta perlakuan yang sama di depan hukum.� Lebih lanjut pada
ayat (3) menyampaikan bahwa �tiap orang mempunyai hak atas perlindungan hak
asasi manusia serta kebebasan dasar manusia tanpa diskriminasi.�
Hukum benar-benar erat
kaitannya terhadap keadilan, bahkan hukum haruslah digabungkan dengan keadilan
agar benar-benar mempunyai arti sebagai hukum, dikarenakan memang tujuan hukum
ialah terwujudnya rasa keadilan kepada masyarakatnya. Tiap hukum dijalankan ada
tuntutan untuk keadilan, maka hukum tanpa keadilan akan sia-sia sehingga hukum
tidak lagi berhaga didepan warga, hukum mempunyai sifat objektif berlaku untuk
semua masyarakat, sementara itu keadilan mempunyai sifat subjektif (Kristyanto & Wisnaeni, 2018).
Terdapatnya Pasal 37 ayat
(1) UUJN, menegaskan bahwa �Negara menjamin seluruh hak warga negaranya tanpa
terkecuali selama berada di Wilayah NKRI.� Pernyataan itu dengan tegas
disampaikan pada Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945. Indonesia selaku negara
hukum mempunyai ciri khas (Achmad Zuabaidi, 2007).
Pasal 37 ayat (1) UUJN harus bisa dijalankan oleh Notaris untuk memberi hak
terhadap masyarakat tidak mampu. Keadilan di Indonesia dideskripsikan di dalam
Pancasila selaku dasar negaranya yakni pada sila kelima yang berbunyi �keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.�
Sejujmlah nilai yang
termuat pada sila kelima dilandasi maupun dijiwai oleh sila pertama hingga sila
keempat. Maka pada sila kelima itu termuat sejumlah nilai keadilan yang harus
terwujud pada kehidupan bersama. Adapun keadilan itu dilandasi serta dijiwai
oleh hakikat keadilan kemanusiaan yakni keadilan dalam hubungan manusia
terhadap dirinya sendiri, manusia dengan manusia yang lain, manusia terhadap
masyarakat, bangsa, negara dan Tuhannya (Subadi, 2007).
Makna yang termuat pada pasal
37 (1) UUJN perlu diperjelas lagi walaupun terdapatnya lampiran �penjelasan
umum� serta dinyatakan jelas. Standar kualifikasi masyarakat tidak mampu
dibutuhkan penjelasan, supaya bisa diterapkan. Norma hukum semestinya berisikan
kenyataan normatif yang semestinya dilaksanakan, sehingga bisa dilaksanakan
tanpa memunculkan multi persepsi dalam Pasal 37 (1) UUJN. Kehadiran Notaris
dikehendaki oleh aturan hukum melalui tujuan guna memberikan bantuan maupun
memberikan pelayanan kepada warga yang memerlukan alat bukti tertulis yang
sifatnya autentik terkait perbuatan, keadaan ataupun peristiwa hukum. Melalui
dasar semacam itu, mereka yang diangkat Notaris haruslah mempunyai semangat
untuk memberikan pelayanan kepada warga serta atas pelayanan itu warga yang sudah
merasa diberikan pelayanan oleh Notaris sesuai terhadap tugas jabatannya bisa
memberi honorarium terhadap Notaris. Maka sebab itu, Notaris tidak memiliki
arti apa-apa apabila warga tidak memerlukannya (Adjie, 2021).
Notaris terikat maupun
patuh kepada peraturan yang melakukan pengaturan terkait jabatan Notaris yaitu
UUJN. Aturan perundang-undangan itu menjadi pedoman Notaris untuk melaksanakan
tugas maupun kewajibannya, jika melanggar akan memperoleh sanksi. Notaris yang
melakukan pelanggaran terhadap Pasal 37 (1) UUJN, akan mendapatkan sanksi
seperti:
a)
��Peringatan lisan;
b)
Peringatan tertulis;
c)
Pemberhentian sementara;
d)
Pemberhentian dengan hormat; serta
e)
Pemberhentian tidak hormat.�
Sanksi
ialah suatu wujud tindakan pemerintah, supaya Notaris menjalankan Pasal 37 (1)
UUJN sesuai terhadap ketetapan yang berlaku. Makna Pasal 37 (1) UUJN selaku
penentu kualifikasi sanksi yang akan diberikan terhadap Notaris. Kontradiksi
diantara das sollen dengan das sein diakibatkan karena terdapatnya
perbedaan pandangan serta prinsip kepentingan hukum. Hukum menghendaki
terpenuhinya sejumlah hak dari masyarakat tidak mampu, untuk Notaris kondisi
itu mengakibatkan kerugian dikarenakan honorarium Notaris didapatkan dari client.
Mengacu
pada ketetapan terkait honorarium Notaris seperti halnya yang sudah dilakukan
pengaturan pada UUJN dan berkaitan terhadap Notaris selaku makhluk ekonomi pada
saat berhadapan dengan Pasal 37 UUJN
Notaris
yang mengemukakan bahwa �apabila pihak penghadap ialah masyarakat tidak mampu
maka notaris wajib memberi jasa hukumnya secara gratis. Notaris bisa diadukan
ke MPW (Majelis Pengawas Notaris) apabila terbukti melakukan penarikan
honorarium terhadap masyarakat tidak mampu (Sulihandari & Rifiani, 2013).�
Menyadari
bahwa profesi Notaris diperlukan pada pembangunan, maka Pasal 37 (1) UUJN
memperlihatkan bahwa Notaris melaksanakan profesinya untuk memberi perlindungan
maupun jaminan terwujudnya kepastian hukum terhadap warga tanpa melihat
kemampuan ekonomi dari kliennya. Pada ketentuan Pasal 37 (2) UUJN selaku
pengawal pelaksanaan kinerja Notaris dalam pemberian jasa hukum pada bidang
kenotariatan secara cuma-cuma kepada masyarakat. Pemberian makna terhadap tiap
orang berbeda-beda tergantung kepada pemahamannya masing-masing. Makna pada
sebuah objek, ditandai dengan kesepakatan bersama untuk merujuk kata tersebut.
Ilmu hukum yang memberi kemanfaatan serta kepastian memandang bahwa makna dalam
hukum harus ditafsirkan sama.
Adanya ketentuan yang demikian mencerminkan bahwa Negara
Indonesia menjamin hak setiap warga negaranya dalam mendapatkan keadilan
terutama dalam bidang hukum tanpa terkecuali. Negara memberikan kemudahan bagi
warga negara untuk mendapatkan akses keadilan hukum dalam tatanan
bermasyarakat. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk
menganalisis hal tersebut dalam bentuk penulisan tesis hukum yang mempunyai judul �Kewajiban Notaris dalam Memberikan Jasa Hukum Secara Cuma-Cuma Kepada Orang
Yang Tidak Mampu�.
Metode Penelitian
Guna menjaga sebuah
kebenaran ilmiah, maka pada sebuah penulisan harus menggunakan metode penulisan
yang tepat dikarenakan hal itu sangat dibutuhkan serta adalah pedoman untuk
rangka melangsungkan analisis atas data hasil penelitian. Beberapa ciri karya
ilmiah pada bidang hukum ialah memiliki kesesuaian serta kebenaran yang bisa
dipertanggungjawabkan. Secara hakikatnya, metodologi berupaya untuk memberi
pedoman terkait tata cara seorang ilmuwan untuk mempelajari, melakukan analisis
dan memahami sejumlah lingkungan yang dihadapinya. Dengan begitu, penelitian
ialah sebuah upaya untuk melakukan penghimpunan dan menemukan sejumlah hubungan
yang ada diantara beberapa fakta yang diteliti dengan seksama.��
Dalam melaksanakan sebuah
penelitian hukum tidak bisa terlepas dari pemakaian metode penelitian,
dikarenakan dalam tiap penelitian akan memakai metode untuk melakukan analisis
terhadap sejumlah masalah yang diamati. Melaksanakan sebuah penelitian ilmiah
mutlak memakai metode, dikarenakan dengan metode itu mempunyai arti bahwa
penyelidikan yang terjadi menurut sebuah rencana tertentu. Begitu juga pada
penelitian ini, digunakan beberapa langkah seperti di bawah ini.
Hasil dan Pembahasan
A. Kriteria
Orang Yang Tidak Mampu Terkait Dengan Pasal 37 Ayat (1) Undang-Undang Jabatan
Notaris.
1. Pengaturan
Hukum Kewajiban Notaris Memberikan Pelayanan Secara Cuma Cuma Kepada Masyarakat
Sebagaimana sudah disampaikan bahwa keberadaan Notaris
sangat penting dan vital untuk rangka memberi jaminan kepastian hukum
berdasarkan sifat autentik atas akta yang dilangsungkan sejumlah pihak, yang
dibuat oleh Notaris selaku penerapan wujud kepastian hukum untuk sejumlah pihak
yang melangsungkan transaksi. Sebagaimana terdapat pada UUJN Pasal 1 ayat 1
menyatakan bahwa �Notaris ialah pejabat umum yang memiliki wenang untuk membuat
akta autentik serta mempunyai kewenangan lainnya sebagaimana dimaksudkan pada
Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.� Terkait wewenang
Notaris umumnya dilakukan penetapan pada Pasal 15 (1) UUJN yang menetapkan
bahwasannya : �Notaris mempunyai wewenag untuk melakukan pembuatan akta
autentik terkait seluruh perbuatan, perjanjian serta penetapan yang diharuskan
oleh aturan perundang-undangan dan/atau dikehendaki oleh yang memiliki
kepentingan untuk dinyatakan pada akta, memberikan jaminan kepastian tanggal pembuatan
akta, melakukan penyimpanan akta, memberi grosse, salinan maupun kutipan akta,
semuanya itu selama pembuatan akta tersebut tidak juga ditugaskan ataupun
dikecualikan terhadap pejabat lainnya ataupun orang lain yang ditetapkan oleh
undang-undang.�
Notaris diberikan wewenang oleh undang-undang untuk
menuangkan seluruh perbuatan, perjanjian serta penetapan yang dikehendaki oleh
pihak ataupun sejumlah pihak yang sengaja datang kepada Notaris untuk
mengkonstatir keterangan tersebut pada sebuah akta autentik, serta supaya akta
yang dibuatnya tersebut mempunyai kekuatan bukti yang lengkap serta mempunyai
keabsahan.� Notaris wajib memenuhi
seluruh ketetapan Jabatan Notaris serta sejumlah peraturan yang lain. Notaris bukanlah
hanya juru tulis, akan tetapi Notaris perlu melakukan pengkajian apakah yang
diharapkan penghadap untuk dinyatakan pada akta autentik tidak berlawanan
terhadap UUJN serta peraturan hukum yang berlaku. Kewajiban guna mengetahui
maupun memahami sejumlah persyaratan otentisitas, keabsahan serta beberapa
sebab kebatalan sebuah akta Notaris, sangat penting untuk menghindari secara
preventif terdapatnya cacat hukum akta Notaris yang bisa menyebabkan hilangnya
otentisitas serta batalnya akta Notaris, yang bisa menyebabkan kerugian
terhadap kepentingan warga, khususnay beberapa pihak yang mempunyai
kepentingan.
Peranan Notaris secara normatif yakni media untuk
lahirnya sebuah akta autentik Notaris bukan pihak dalam akta yang dibuatnya, sehingga
hak maupun kewajiban hukum yang dilahirkan dari tindakan hukum yang disebutkan
pada akta Notaris, cuma mengikat sejumlah pihak pada akta tersebut, serta
apabila berlangsung sengketa terkait isi perjanjian, maka Notaris tidak turut
serta pada pelaksanaan kewajiban serta dalam melakukan penuntutan terhadap
sebuah hak, dikarenakan Notaris ada di luar tindakan hukum dari sejumlah pihak
itu.��
2. Faktor-Faktor
Yang Melatar Belakangi Notaris dalam Pemberian Jasa Hukum Cuma-Cuma Kepada
Orang Yang Tidak Mampu
Kebutuhan jasa hukum pada bidang kenotariatan bisa
diberikan terhadap warga serta tidak mengenal status sosial, baik dari golongan
warga mampu ataupun warga tidak mampu yang memerlukan jasa hukum itu haruslah
memperoleh pelayanan yang sama.� Untuk
memberi jasa hukum terhadap warga kurang mampu sesuai terhadap kewenangan yang
dilakukan pengaturan pada UUJN tidak diwajibkan menerima upah ataupun
honorarium, namun pada praktiknya terutama klien yang datang untuk meminta jasa
hukum pada bidang kenotariatan secara cuma-cuma hanya ditemukan beberapa saja
serta tidak semua Notaris memberikan pelayanan atas pemberian jasa secara
cuma-cuma.
Berdasarkan pendapat responden narasumber yakni
Notaris sepanjang melangsungkan praktik belum ada ditemukan klien yang datang
untuk bermaksud meminta pemberian jasa hukum pada bidang kenotariatan secara
cuma-cuma, hal tersebut dikarenakan secara umum klien yang datang itu memiliki
maksud untuk melakukan pembuatan notaril akta terkait pemindahan hak maupun
kewajiban diantara sejumlah pihak terkait sebuah transaksi yang memiliki nilai
ekonomis misalnya perjanjian sewa menyewa, legalisir berkas, waarmeking atuapun
legalisasi. Disamping itu, terdapat pula klien yang datang ke kantor secara
umum mempunyai maksud untuk melakukan pembuatan sebuah akta untuk pendirian
ORMAS (Organisasi Masyarakat), yayasan, Firma ataupun bentu mascap yang lain,
sehingga dengan begitu klien yang datang itu tidak dapat dinyatakan seseorang
yang tidak mampu dikarenakan klien itu memiliki harta kekayaan.
Untuk menjalankan kewajiban berlandaskan UUJN yang
berkaitan terhadap pemberian jasa hukum pada bidang kenotariatan secara
cuma-cuma kepada warga kurang mampu, dilatarbelakangi dari tiga faktor yakni:
a. Faktor
kemanusiaan.
b. Faktor
keterusterangan klien.
c. Faktor
keyakinan Notaris bahwasannya klien yang datang memang termasuk masyarakat
kurang mampu.
Berdasarkan pendapat responden Notaris dalam wawancara
yang dilaksanakan mengemukakan bahwasanya �Notaris memberi jasa hukum secara
cuma-cuma terhadap klien yang termasuk kurang mampu bisa berlandaskan terhadap
keterusterangan klien itu, bahwa ia tidak mampu untuk melakukan pembayaran
biaya jasa hukum dari Notaris tersebut sehingga jasa hukum diberikan dengan
cuma-cuma.� Pada wawancara yang dilaksanakan bahwa �Notaris berlandaskan
keyakinannya bisa melakukan penilaian terhadap klien yang datang kepadanya
patut diberi pelayanan jasa hukum pada bidang kenotariatan dengan cuma-cuma
dapat diketahui dari penampilan maupun jenis jasa hukum apa yang hendak ia
peroleh dari Notaris tersebut.� Notaris tidak akan meminta persyaratan misalnya
surat keterangan dari instansi pemerintah contohnay surat keterangan miskin
ataupun tidak mampu terhadap klien yang tidak mampu guna memperoleh pelayanan
jasa hukum pada bidang kenotariatan dikarenakan dengan meminta persyaratan itu
berdasarkan pendapat Notaris akan memberatkan klien itu.
Hasil wawancara terhadap responden Notaris
mengemukakan �sampai saa ini pada praktik memberi jasa kepada warga kurang
mampu seperti memberi penyuluhan hukum ataupun ada yang menghadap untuk
melakukan konsultasi, tidak pernah dilakukan pemungutan biaya ataupun jasa yang
diberikan dikarenakan niat Notaris untuk memberikan bantuan kepada sesamanya.�
Tiap menjalankan kewenangan maupun kewajiban untuk memberi jasa hukum terhadap
klien, Notaris haruslah melaksanakannya secara profesional dalam artian
bahwasannya apabilam memang jasa hukum itu diberikan terhadap klien tanpa
melakukan pemungutan upah, maka Notaris tersebut wajib melaksanakannya, namun
apabila memang jasa hukum itu tidak dapat diberikan dengan cuma-cuma, maka
notaris harus menerangkan alasannya terhadap klien sehingga bisa dipahami.
Sekarang ini lembaga hukum sudah menjadi bagian dari
kebutuhan hukum seluruh warga guna memperoleh pelayanan jasa hukum pada bidang
kenotariatan yang berkaitan terhadap pembuatan akta autentik dan kewenangan
lainnya yang tidak dilakukan penetapan di dalam UUJN. Notaris untuk
melaksanakan profesinya dituntut supaya bisa menyesuaikan keahlian maupun
keterampilannya terhadap perkembangan zaman yang menyebabkan perkembangan
kebutuhan hukum yang makin rumit. Berdasarkan definisi dalam kamus, bahwasannya
jabatan mempunyai arti yakni pekerjaan ataupun tugas dalam organisasi ataupun
pemerintahan.
Pengertian jabatan sebagaimana disebutkan di atas
merupakan definisi yang umum untuk seluruh bidang tugas ataupun pekerjaan yang
sengaja dibuat untuk kebutuhan yang bersangkutan baik dari pemerintahan ataupun
organisasi yang bisa dilakukan perubahan sesuai atas kebutuhannya. Jabatan
memiliki pengertian sebagai tugas, fungsi, wilayah kerja pemerintah secara umum
ataupun badan perlengkapan secara khusus. Sebutan ataupun istilah jabatan ialah
sebuah istilah yang dipakai selaku fungsi ataupun tugas atau wilayah kerja
dalam pemerintah. Disamping itu, Notaris dituntut supaya senantiasa siap
memberikan pelayanan terhadap warga di wilayah kerjanya. Notaris wajib memberi
pelayanan hukum terhadap warga yang memerlukan jasa Notaris, pada perihal
tersebut pelayanan jangan didefinisikan sempit misalnya hanya melakukan
pembuatan akta, melangsungkan legalisasi atas akta di bawah tangan, memberi
konsultasi ataupun penyuluhan hukum yang berkaitan terhadap bidang konotariatan
akan tetapi berkaitan pula terhadap sejumlah aspek mulai dari kemudahan warga
memperoleh informasi terkait sejumlah syarat untuk membuat akta autentik maupun
keramahan Notaris serta pegawainya untuk memberikan pelayanan kepada klien yang
semua itu ialah sebagian dari kegiatan untuk melaksanakan fungsi Notaris.
Pelayanan hukum pada bidang kenotariatan haruslah
senantiasa merujuk maupun patuh terhadap UUJN dan Kode Etik Notaris melalui
tujuan supaya dalam menjalankan jabatan Notaris di lingkungan warga tidak
menurunkan harkat maupun martabat dan keluhan profesi Notaris. Berdasarkan
pendapat Franz Magnis Suseno terdapat lima parameter yang dapat menjadi alat
ukur kualitas pelayanan apabila dihubungan terhadap jabatan Notaris yakni :
a. Keandalan
ataupun reliability ialah kemampuan yang dipunyai notaris untuk menciptakan
segala suatu sesuai janjinya.
b. Kepastian
ataupun assorance ialah kemampuan yang dipunyai notaris untuk menciptakan
keyakinan terhadap kliennya.
c. Penampilan
ataupun tangible ialah tampilan diri, kantor, peralatan serta segala sesuatu
yang sifatnya kebendaan yang bisa memberikan peningkatan terhadap kepercayaan
kliennya.
d. Empati
ataupun emphaty ialah kemampuan notaris untuk memahami maupun merasakan
permasalahan yang dihadapi kliennya.
e. Daya
tanggap ataupun responsineness ialah kemampuan notaris untuk memberi solusi
secara cepat pada kliennya.
Berlandaskan penjabaran tersebut pastinya bisa memberi
pemahaman mengenai apa yang disebut dengan pelayanan serta bagaimana proses
pelayanan untuk mendukung kesuksesan profesi Notaris. Kedudukan Notaris selaku
Pejabat Umum untuk memberi pelayanan hukum pada bidang kenotariatan bisa pual
diberi secara cuma-cuma terutama terhadap kliennya yang termasuk warga kurang
mampu. Pemaparan terkait sejumlah syarat guna memperoleh pelayanan cuma-cuma
dari Notaris tidak dilakukan pengaturan dengan rinci pada UUJN.
Ketentuan dalam Pasal 37 UUJN menerangkan bahwasannya
Notaris wajib memberi jasa hukum pada bidang kenotariatan dengan cuma-cuma
kepada masyarakat tidak mampu, sehingga implementasi pasal itu untuk
melaksanakan jatabannya tergantung Notaris yang bersangkutan yang terpengaruhi
dari faktor kemanusiaan, keterusterangan klien serta keyakinan Notaris.
Pemaparan terkait beberapa faktor yang melatarbelakangi terkait pemberian jasa
hukum dengan cuma-cuma tersebut berdasarkan pandangan penulis yakni seperti di
bawah ini.
a. Faktor
kemanusiaan. Pemberian jasa hukum pada bidang kenotariatan dengan cuma-cuma
oleh Notaris dilandaskan kepada faktor kemanusiaan dikarenakan terdapatnya
dorongan moralitas dari diri notaris itu guna memberikan bantuan kepada sesama
manusia pada perihal tersebut klien dari golongan warga kurang mampu yang
menghadap untuk meminta tolong untuk membuatkan akta tanpa memberi honorarium
ataupun imbalan terhadap Notaris, kondisi tersebut menggambarkan besarnya
integritas moral Notaris untuk menjalankan kewajibannya dengan profesional.
b. Faktor
keterusterangan klien terhadap Notaris. Pemberian jasa hukum pada bidang
kenotariatan dengan cuma-cuma oleh Notaris yang dilandasi oleh faktor
keterusterangan klien itu berkaitan terhadap ketidakmampuan untuk melakukan
pembayaran upah ataupun honorarium terhadap sebuah jasa hukum yang
diperlukannya, sehingga dengan begitu bisa menggugah jiwa sosial Notaris
tersebut untuk memberi jasanya dengan cuma-cuma.
c. Faktor
keyakinan Notaris bahwasannya klien yang datang padanya memang termasuk
masyarakat kurang mampu. Pemberian jasa huikum pada bidang kenotariatan dengan
cuma-cuma oleh Notaris yang dilandasi faktor keyakinan dikarenakan terdapatnya
anggapan yang mulanya timbul berlandaskan penilaian notaris berkaitan dengan penampilannya
dan jasa hukum yang diperlukannya, sehingga dari penilian itu Notaris bisa
melakukan pengambilan keputusan untuk memberi pelayanan jasa hukum dengan
cuma-cuma.
Berdasarkan ketiga faktor yang memberikan pengaruh
terhadap pemberian jasa hukum secara cuma-cuma kepada warga kurang mampu pada
praktiknay yang dilaksanakan narasumber Notaris dilandaskan dari faktor
kemanusiaan, dikarenakan imbalan jasa yang diberikan kepada masyarakat kurang
mampu bukan berbentuk upah ataupun honorarium, namun Notaris mengharapkan
pahala atas jasanya itu dari Tuhan.
Berlandaskan dari keterangan tersebut, penulis bisa
melakukan penarikan kesimpulan bahwasannya makna pemberian jasa hukum dengan
cuma-cuma oleh Notaris kepada masyarakat kurang mampu mempunyai definisi bahwasannya
pemberian jasa tersebut terpengaruhi dari faktor kemanusiaan yang dilandasi
dari moralitas maupun integritas Notaris, dan didukung pula dari faktor ilmu
pengetahuan terkait sejumlah ketetapan yang ada pada UUJN yang satu diantaranya
terkait kewajiban untuk memberi jasa hukum dengan cuma-cuma terhadap warga
tidak mampu, dikarenakan tanpa wawasan yang cukup terkait ketetapan pada salah
satu kewajibannya maka kewajiban itu tidak akan diimplementasikan untuk
melaksanakan jabatannya di lingkungan warga.
Terselenggarakannya ketetapan kewajiban yang termuat
pada Pasal 37 UUJN serta Pasal 3 (7) Kode Etik Notaris akan meningkatkan harkat
maupun martabat Notaris serta menambahkan kepercayaan warga terhadap Notaris
yang berkaitan dengan pemberian sejumlah jasa hukum pada bidang kenotariatan.
Totalitas Notaris pada saat melaksanakan tugasnya akan memberikan peningkatan
terhadap kredibilitas Notaris itu sehingga Notaris akan mendapatkan kebahagiaan
maupun kesejahteraan hidup. Seiring atas berjalannya waktu, dinamika kehidupan
warga yang mengalami perubahan makin cepat maka kebutuhan warga terhadap
perlindungan hukum makin mengalami peningkatan, hal inilah karenanya terdapat
persepsi umum yang dipercaya bahwasannya pelayanan jasa hukum khususnya pada
bidang kenotariatan pada perihal pembuatan akta otentik makin dibutuhkan baik
pada perekomian negara serta kehidupan bermasyarakat yang makin membaik.
Pada UUJN sudah dilakukan pengaturan bahwasannya
Notaris yang profesional dituntut supaya senantiasa meningkatkan kualitasnya,
baik ilmu, moral maupun sosial dan selalu menjunjung tinggi martabat Notaris,
sehingga untuk memberi pelayanan terhadap warga selalu mengacu pada kode etik
profesi serta UUJN. Agar bisa melaksanakan sebuah jabatan sesuai terhadap
tuntutan etika profesi, Notaris haruslah mempunyai tiga ciri moral yakni:
a. Harus
menjadi seseorang yang tidak diselewengkan dari tekadnya oleh seluruh macam
perasaan emosi, malas, takut, malu serta yang lainnya. Yang berarti Notaris
haruslah mempunyai kepribadian moral yang kuat.
b. Harus
sadar bahwasannya mempertahankan tuntutan etika profesi ialah sebuah kewajiban
yang berat.
c. Harus
mempunyai idealisme kode etik Notaris didasari oleh fakta bahwasannya Notaris
selaku pengemban profesi ialah seseorang yang mempunyai keilmuan maupun
keahlian pada bidang kenotariatan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan warga yang
membutuhkan pelayanan khususnya terhadap warga kurang mampu.
Notaris secara pribadi mempunyai tanggung jawab
terhadap mutu pelayanan jasa yang diberinya. Ukuran nilai kemanusian untuk
jabatan Notaris mempunyai arti yaitu memperlakukan kliennya dengan baik. Tidak
melaksanakan diskriminasi diantara klien yang mampu terhadap yang tidak mampu
dan memperlakukannya dengan sejajar maupun seimbang. Nilai kemanusiaan pula
mendasari Notaris untuk tidak melakukan penyalahgunaan profesinya mengingat
secara sosiologis mempunyai posisi yang tidak seimbang apabila dilakukan
perbandingan terhadap masyarakat lainnya. Nilai humanitas mencirikan Notaris
untuk bertindak maupun berperilaku manusiawi sehingga bisa melaksanakan
jabatannya dengan professional. Profesi ialah sebuah pelayanan dikarenakan
Notaris haruslah bekerja tanpa pamrih, khususnya untuk klien kurang mampu.
Profesi harsulah dipandang maupun dihayati selaku sebuah pelayanan, sehingga sifat
tanpa pamrih menjadikan ciri khasnya untuk mengembangkan profesinya. Tanpa
pamrih mempunyai arti yakni pertimbangan yang melakukan penentuan untuk
mengambil keputusan yakni kepentingan klien maupun kepentingan umum, serta
bukan kepentingan sendiri. Apabila sifat tanpa pamrih tersebut diabaikan, maka
pengembangan profesi tersebut akan merujuk kepada pemanfaatan (yang bisa
menjurus terhadap penyalahgunaan) sesama manusia yang tengah mengalami
kesusahan ataupun kesulitan.
Untuk memahami Notaris selaku sebuah profesi,
berdasarkan pendapat Liliana Tedjosaputro mengemukakan �falsafah, hakikat dari
profesi serta profesionalisme secara integral.� Berdasarkan pendapatnya
megemukakan bahwasannya �persyaratan keseimbangan, keselarasan maupun
keserasian sesuai terhadap Pancasila ialah perihal yang haruslah
diperhatikan.�
Kesimpulan
Berlandaskan penjabaran
dalam beberapa bab sebelumnya, bisa disampaikan sejumlah kesimpulan yakni
seperti berikut.� (1) Makna dari Pasal 37
ayat (1) UUJN kepada Notaris yang memberi jasanya secara cuma-cuma terhadap
orang tidak mampu yaitu mengandung nilai rohani, ekonomis serta sosiologis.
Pemberian jasa hukum pada bidang kenotariatan yang bisa diberikan Notaris yakni
berupa pengurangan honorarium Notaris terhadap jasanya untuk melakukan
pembuatan sebuah akta akan tetapi semua tidak semestinya hanya pengurangan
honorarium saja namun sejumlah notaris dikarenakan jiwa sosialnya ada yang
memberi jasa secara cuma-cuma kepada orang tidak mampu tersebut. Definisi jasa
hukum yang diberikan oleh Notaris secara cuma-cuma ialah bahwa Notaris memberi
jasa hukum pada penghadap tanpa meminta honorarium ataupun dilakukan pemungutan
biaya, akan tetapi oleh karena Pasal 37 UUJN tidak menyampaikan secara spesifik
terkait jasa hukum secara cuma-cuma sebagaimana apa yang bisa diberikan
terhadap orang tidak mampu, namun secara logis bisa dilakukan pengambilan
kesimpulan bahwa jasa hukum yang bisa diberikan oleh Notaris secara cuma-cuma
terhadap orang tidak mampu ialah berupa konsultasi hukum serta penyuluhan
hukum. Hal tersebut disebabkan karena apabila jasa hukum berupa pembuatan akta
diberikan terhadap orang tidak mampu rasanya selalu memberatkan Notaris, karena
tentu pada pembuatan akta tidak cuma sekedar mengeluarkan harga kertas maupun
tinta, akan tetapi lebih dari itu, banyak biaya yang haruslah ditanggung
Notaris, contohnya apabila berkaitan terhadap Pajak, Badan Pertanahan Nasional
serta yang lainnya. (2) Persyaratan pada penentuan pelaksanaan jasa hukum cuma-cuma
terhadap orang tidak mampu oleh Notaris di wilayah kerjanya secara umum tidak
dilakukan pengaturan pada UUJN dan Kode Etik Notaris, akan tetapi Notaris bisa
melakukan penentuan sendiri kriterianya yang terdiri dari 2 (dua) bagian yakni
pertama, bila Notaris sudah mengetahuu maupun melihat secara langsung kondisi
ekonomi dari warga yang kurang mampu itu maka Notaris tidak membutuhkan
persyaratan khusus untuk memberi jasa hukum cuma-cuma terhadap orang kurang
mampu itu. Kedua, bila Notaris tidak mengetahui maupun melihat dengan lebih
jelas dari orang yang kurang mampu itu maka Notaris memberi syarat terhadap
orang kurang mampu itu untuk membawa surat keterangan kurang mampu dari kepala
lingkungan tempat tinggal tersebut. Sebagai perbandingan, kriteria bantuan
hukum secara cuma-cuma untuk advokat diatur secara spesifik dalam Peraturan
Pemerintah No. 83 Tahun 2008 terkait Persyaratan dan Tata Cara Pemberian
Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma. Bantuan hukum secara cuma-cuma adalah jasa
hukum yang diberikan Advokat tanpa menerima pembayaran honorarium meliputi
pemberian konsultasi hukum, menjalan kuasa, mewakili, memberikan pendampingan,
membela, dan melaksanakan tindakan hukum lainnya untuk kepentingan pencari
keadilan yang tidak mampu. (3) Konsep pengaturan ke depan bahwa telah
selayaknya dan semestinya Notaris memberi jasa hukum secara cuma-cuma berupa
penyuluhan hukum maupun konsultasi hukum terhadap masyarakat, karena Notaris
ialah profesi yang mulia, akan tetapi pada perihal memberi jasa hukum berupa
akta notaris, maka semestinya tidak terdapat paksaan terhadap notaris itu untuk
memberi jasa hukum berupa melakukan pembuatan akta secara cuma-cuma, mengingat
tidak semua Notaris memiliki finansial yang cukup. Sehingga perlu terdapatnya
telaah ulang terkait sanksi yang dilakukan pengaturan pada UUJN serta Kode Etik
Notaris kepada Notaris yang tidak memberi bantuan secara cuma-cuma kepada
penghadapnya.
BIBLIOGRAFI
Achmad
Zuabaidi. (2007). Pendidikan Kewarganegaraan,. Paradigma.
Adjie, H. (2011). Kebatalan dan
Pembatalan Akta Notaris. Refika Aditama. Google Scholar
Adjie, H. (2014). Hukum Notaris
Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris). Surabaya: PT.
Refika Aditama. Google Scholar
Adjie, H. (2021). Kedudukan Hukum
Perjanjian Internasional Yang Tidak Menggunakan Bahasa Indonesia. Jurnal
Education And Development, 9(2), 517�522. Google Scholar
Ali, M., Gultom, R. J., & Chouw,
N. (2012). Capacity of innovative interlocking blocks under monotonic loading. Construction
and Building Materials, 37, 812�821. Google Scholar
Baharudin. (2014). Kewenangan Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam Proses Jual Beli Tanah, Bandar Lampung. Jurnal
Hukum Universitas Bandar Lampung, 2014. Hlm 2.
Fariz, H. R. (2012). Tanggung
Jawab Notaris Dalam Pembuatan Akta Yang Tidak Memenuhi Ketentuan Pasal 16 Ayat
(1) Huruf L Dan Ayat (7) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan
Notaris. Diponegoro University. Google Scholar
Ghansham Anand, S. H., & Kn, M.
(2018). Karakteristik Jabatan Notaris di Indonesia. Prenada Media. Google Scholar
Kristyanto, H. S. A., & Wisnaeni,
F. (2018). Pemberian Jasa Hukum Bidang Kenotariatan Berdasarkan Pasal 37
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Jabatan Notaris (Studi Kasus Notaris Di Kota
Semarang). Notarius, 11(2), 266�282. Google Scholar
Maulana, M. R. (2019). Upaya
Menciptakan Produk Hukum Berkualitas Konstitusi Melalui Model Preventif Review.
Jurnal Konstitusi, 15(4), 774�795. Google Scholar
Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 15 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014. (2004). Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 terkait Jabatan Notaris.
Pasal 1866 KUH Perdata
Pasal 1867 KUH Perdata
Pasal 1868 KUH Perdata
Pasal 1874 KUH Perdata
Prayitno, I. S. (2019). Akibat Hukum
Terhadap Pelanggaran Atas Ketentuan Honorarium Akta Notaris. Res Judicata,
2(1), 186�199. Google Scholar
Sari, D. A. P. (2016). Makna
Pemberian Jasa Hukum Secara Cuma-cuma Oleh Notaris Pada Orang Tidak Mampu
Terkait Sanksi Yang Diberikan Oleh Undang-undang Jika Tidak Dipenuhi (Analisis
Pasal 37 Ayat (1) Dan (2) Undang-undang Jabatan Notaris No. 2 Tahun 2014).
Brawijaya University. Google Scholar
Simamora, J. (2014). Tafsir Makna
Negara Hukum dalam Perspektif Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Jurnal Dinamika Hukum, 14(3), 547�561. Google Scholar
SN, H. R. (2017). Pelaksanaan
Pelayanan Jasa Notaris Terhadap Orang Tidak Mampu. Keadilan Progresif, 8(1).
Google Scholar
Subadi, T. (2007). Pendidikan
kewarganegaraan. BP-FKIP UMS. Google Scholar
Sulihandari, H., & Rifiani, N. (2013).
Prinsip-prinsip dasar profesi Notaris. Jakarta: Dunia Cerdas. Google Scholar
Copyright holder: Novia Eka Maghfiroh (2022) |
First publication right: Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |