Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 12, Desember 2022

 

ANALISIS PROBLEMATIKA BANK SYARIAH INDONESIA SETELAH MERGER STUDI KASUS BANK SYARIAH INDONESIA (BSI)

 

Ananda Dwi Cahya, Tuti Anggraini

Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Riset ini membahas tentang problematika yang mungkin bisa terjadi pasca merger yang dilakukan Bank Syariah Indonesia (BSI). Pada riset ini memakai metode kualitatif deskriptif, dengan memakai data sekunder. Yaitu data yang didapat dari riset terdahulu, laporan financial, buku-buku yang teori didalam nya berkaitan dengan riset yang berlangsung. Adapun teknik pengumpulan data dengan dokumentasi. Dan analisis data secara deskriptif, yaitu dengan 3 cara: pertama melakukan reduksi data atau merangkum data. Kemudian menampilkan data dan menganalisis atau mengkaji serta menyimpulkan hasil riset. Adapun hasil dari riset ini ialah bahwa dampak yang terjadi sebelum dan sesudah merger, peningkatan total aset, jumlah pendanaan, jumlah pendanaan pihak ketiga bahkan keuntungan pasca merger. Dan jumlah pelanggan akan meningkat melalui merger secara otomatis. Merger yang terjadi ternyata tidak menimbulkan monopoli, hal ini dapat dikatakan sebab hasil rapat pertemuan manajemen BSI dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyebutkan BSI tidak akan memonopoli pasar perbankan syariah tetapi justru diharpkan menjadi pendobrak ekosistem perbankan syariah secara nasional. Minimnya tingkat literasi masyarakat, proses kinerja SDM yang sulit dan persaingan pelayanan produk menjadi problematika yang harus dihadapi secara serius oleh Bank Syariah Indonesia (BSI). Untuk menghadapi problematika tersebut Bank BSI perlu melakukan edukasi kepada masyarakat dengan mendirikan event. Kemudian melakukan pelatihan dan studi banding pada bank syariah secara internasional untuk meningkatkan kualitas SDM.

 

Kata Kunci: Bank Syariah, Merger, Problematika.

 

Abstract

This research discusses the problems that might occur after the merger conducted by Bank Syariah Indonesia (BSI). This research uses descriptive qualitative method, using secondary data. Namely data obtained from previous research, financial reports, books whose theory is related to ongoing research. The data collection techniques with documentation. And descriptive data analysis, namely in 3 ways: firstly doing data reduction or summarizing the data. Then display the data and analyze or review and conclude the research results. The results of this research are that the impact that occurs before and after the merger is an increase in total assets, the amount of funding, the amount of third party funding and even post-merger profits. And the number of customers will increase through the merger automatically. The merger that occurred did not result in a monopoly, this can be said because the results of the meeting between BSI's management and the Business Competition Supervisory Commission (KPPU) stated that BSI would not monopolize the Islamic banking market but instead was expected to be a breaker for the sharia banking ecosystem nationally. The low level of public literacy, difficult HR performance processes and product service competition are problems that must be seriously faced by Bank Syariah Indonesia (BSI). To deal with these problems, Bank BSI needs to educate the public by setting up events. Then conduct training and comparative studies on Islamic banks internationally to improve the quality of human resources.

 

Keywords: Islamic Bank; Merger; Problems.

 

Pendahuluan

Perbankan syariah ialah salah satu produk perbankan. Tatanan Ekonomi Islam, atau Syariah saat ini telah menjadi bahan perdebatan di Indonesia. Lembaga financial syariah dan dinamika sosial masyarakat banyak mendesak pemerintah Indonesia untuk segera memperkenalkan system ekonomi syariah ke dalam system ekonomi Indonesia (Hadi, 2021).

Kata bank berasal dari bahasa Italia banco. "Lembaran". Istilah ini populer karena pertama kali digunakan oleh karyawan bank untuk memungkinkan penabung melakukan bisnis. Berdasarkan KBBI, bank didefinisikan lembaga financial yang kegiatan utamanya ialah pemberian kredit dan jasa transportasi, pembayaran dan penyaluran dana. Pendanan dalam bahasa Arab ialah Masrif, yang berarti tempat pertukaran, yaitu pertukaran atau penjualan mata uang. Kata ini ialah nama tempat berlangsungnya perdagangan pertukaran. Bank ialah hal yang terlibat dalam kedua kegiatan tersebut. Menyediakan dan menjelaskan pendanaan dan pencairan dana remunerasi berdasarkan prinsip syariah. Syariah yang dominan prosedural, dengan tata cara menurut Islam, berarti menghindari segala sesuatu yang mungkin mengandung unsur keharaman. Aktivitas bank syariah hamper sama pada bank konven. Kegiatannya meliputi produk simpanan dana, deposito berjangka, penyertaan modal, sukuk, reksa dana dan giro. Sedangkan dana dapat disalurkan dalam bentuk pinjaman (Budiono, 2017).

Pendanaan didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan dana/dukungan financial diserahkan oleh satu pihak untuk membantu pihak lain. Guna berjalannya operasi bisnis dan investasi terencana (Lubis et al., 2022).

Di Indonesia, Peraturan Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008 mengatur tentang perbankan Syariah, beroperasi berdasarkan prinsip Syariah dan diselenggarakan sebagai Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan Bank Rakyat Syariah (BPRS). Bank syariah atau selanjutnya disebut bank syariah, ini ialah bank bebas bunga. Lembaga financial atau lembaga perbankan yang biasa disebut dengan bank syariah atau bank bebas bunga, yang mengembangkan bisnis dan produknya berdasarkan AlQur'an dan Hadist. Dengan kata lain, bank syariah ialah lembaga financial yang bisnis utamanya menyediakan layanan financial serta untuk melakukan pembayaran dan mengedarkan uang dan bisnisnya sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Islam (Pranesti, 2021).

Bank Islam dan Lembaga finacial Islam semakin gencar dengan terdapatnya dukungan untuk pengembangan Perbankan Syariah, seperti juga ditunjukkan dengan adanya "Sistem Perbankan ganda" di mana bank konven diizinkan untuk membuka entitas Syariah menjadi lebih aktif. Bahkan, system perbankan syariah tidak dibatasi oleh pasarnya ke nasabah (komunitas Muslim) dengan ikatan agama dan emosional. Layanan perbankan Syariah tersedia bagi siapa saja, tanpa memandang agama, selama bersedia mengikuti praktik bisnis yang diizinkan. Masyarakat membutuhkan forum financial yg kuat, transparan, adil & berkomitmen buat menaikkan perekonomian. serta bisnis nasabahnya (Siregar & Sissah, 2021).

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksikan peningkatan sebesar 9,22% atau Rp.545,39 triliun pada Juni 2020. Namun, di Bank Syariah, jumlah yang dibayarkan adalah Rp377,53 triliun, meningkat lagi 10,13 Tingkat Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar Rp430,21 triliun atau meningkat 8,99%. Kesenjangan antara Penetrasi pasar bank syariah & konven lebih rendah dibandingkan menggunakan bank syariah (6,18% per 2020), dengan sisanya pada perbankan konven. Sebab keresahan pemerintah, bank syariah akan merger dengan Bank Syariah Mandiri (BSM), Bank Rakyat Indonesia Syariah (BRIS), Bank Negara Indonesia (BNI) dan mengubah nama bank menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI) Sesuai jadwal. Usai merger, akan ada penyelarasan untuk meningkatkan aset dibandingkan sebelum merger. Tiga bank syariah telah secara resmi bergabung dan aset gabungan dari bank syariah diperkirakan mencapai Rs 220-225 triliun. Merger ialah penggabungan dua perusahaan atau lebih dan penemuan proyek oleh satu perusahaan atau badan lain, yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang diperoleh melalui perjanjian kemitraan. Ada konsep dan definisi yang berbeda terkait dengan merger dan akuisisi. Namun secara umum, merger dapat diartikan sebagai suatu transaksi atau peleburan yang mengakibatkan terbentuknya satu kesatuan. Merger didefinisikan sebagai penggabungan satu perusahaan dengan perusahaan lain (Anggraini et al., 2015).

Dengan beroperasinya Bank BUMN Syariah atau BSI, apakah bank BRI Syariah, Bank Mandiri Syariah dan BNI Syariah akan hilang dari dunia perbankan syariah di Indonesia. Pertanyaan sederhananya, mampukah bank syariah ini mempertahankan loyalitas tiga nasabah bank syariahnya? Apakah nasabah-nasabah ini akan seheboh dulu lagi, karena setiap bank syariah memiliki ciri khasnya masingmasing. Menurut riset terdahulu merger tidak meningkatkan profitabilitas atau meningkatkan likuiditas dalam jangka pendek. Selain itu, perkembangan perbankan syariah masih jauh dari ideal. Menurut (Rahmani, 2020), penggabungan bank syariah tidak tepat. Karena akan terlahirnya bank syariah besar yaitu BSI hasil merger yang dimana akan besar dari segi kekayaan. Sebuah bencana yang mempengaruhi bankbank Islam kecil. Jika dampaknya kuat, pangsa pasar Bank syariah kemungkinan akan jatuh lagi. Pasalnya, jika bank syariah digabung maka akan hadir di tengah masyarakat dengan segala fasilitas yang lebih nyaman dibandingkan bank syariah lainnya, maka masyarakat bisa beralih ke perbankan syariah hasil merger tersebut. Lantas bagaimana nasib bank syariah lainnya? Bank syariah lainnya akan menyusut dan kemungkinan bubar (Indonesia, 2014). Dengan begitu, Bank Syariah Indonesia (BSI) bisa saja memonopoli pangsa pasar bank syariah. Dengan kata lain, hal ini akan mengurangi persaingan yang dengan bank-bank syariah yang lain. Apakah ini pertanda baik? Pristiwa ini masih diperdebatkan (Nasution, 2018).

Dari paparan diatas dapat diketahui, bahwa merger selain membawa dampak yang baik juga bisa menimbulkan problematika yang buruk. Hal inilah yang membuat saya tertarik ingin meneliti problematika apa saja yang bisa terjadi pasca melakukan merger, pada riset ini saya melakukan pada bank Bank Syariah Indonesia (BSI) yang dimana bank tersebut telah melakukan merger. Adapun tujuan pada riset ini ialah : 1. Untuk mengetahui perkembangan bank syariah sebelum dan setelah merger pada Bank Syariah Indonesia (BSI) 2. Untuk mengetahui apakah merger dapat menimbulkan terjadinya monopoli 3. Untuk mengetahui problematika apa saja yang bisa muncul setelah melakukan merger.

 

Metode Penelitian

Riset pada dasarnya merupakan pengumpulan data untuk tujuan tertentu. Metode ilmiah merupakan kegiatan riset yang didasarkan pada ciri-ciri ilmiah (Sarwono, 2006). Metode yang dipakai pada riset ini ialah penelitian kualitatif deskriptif. Yaitu metode yang berfungsi guna memahami subjek dan memberikan visi secara detail terkait subjek yang diteliti. Metode ini dimaksudkan untuk analisis yang lebih detail, yaitu melihat kasus-kasus individual (Hardani, 2020).

Riset kualitatif memiliki sejarah panjang dan unik dalam banyak disiplin ilmu humaniora. Kualitatif memainkan peran yang sangat penting dalam ilmu-ilmu sosial tahun 1920-an dan 1930-an. Riset kualitatif pada saat itu bertujuan untuk mempelajari kehidupan sekelompok orang. Riset kualitatif telah berkembang dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan digunakan dalam disiplin ilmu sosial lainnya seperti pendidikan, pekerjaan sosial, dan ilmu komunikasi.

Riset kualitatif didefinisikan sebagai riset lapangan ilmiah yang independen. Jenis data yang pakai pada riset ini ialah data sekunder. Data historis atau hasil penelitian masa lalu yang relevan dengan penelitian saat ini, dapat berarti data seperti dokumen dan data sekunder yang diperoleh secara tidak langsung dari lembaga atau instansi tertentu. Diambil dari buku-buku yang berkaitan dengan riset saat ini dan masa lalu. Riset kualitatif berfokus pada analisis proses penalaran deduktif dan induktif serta dinamika hubungan antara fenomena, yang berfokus pada analisis proses penalaran deduktif dan induktif serta dinamika hubungan antara fenomena yang diamati dengan menggunakan logika. Riset alami (natural state), juga dikenal sebagai riset kualitatif, mengacu pada riset yang dilakukan dalam kondisi alami subjek. Yaitu menggambarkan generalisasi dari riset serta membedah tujuan riset secara rinci. Metode pengambilan sampel non-probabilistik. Data yang diperoleh adalah deskriptif dan analisis data bersifat induktif.

Studi ini menekankan pentingnya di atas generalisasi. Salah satu ciri riset kualitatif ialah tidak perlunya merumuskan hipotesis. Selanjutnya, karena kedalaman dan intensitas riset yang bersangkutan, survei kualitatif memiliki sampel yang relatif kecil. Pengambilan sampel secara acak dan terarah tidak memerlukan uji signifikansi dan hasilnya hanya menggeneralisasi riset ini ke berbagai subjek. Riset kualitatif bersifat deskriptif karena tujuan analisis data bukan membuat pendapat atau menolak hipotesis (bila ada), tetapi untuk menjelaskan fenomena yang diamati.

Teknik yang digunakan dalam riset ini ialah membaca, memahami, dan menganalisis dokumen yang sesuai riset. Teknik dokumentasi memungkinkan peneliti untuk melihat objek tertulis seperti buku, dokumen, dan lainnya. Metode analisis yang dipakai ialah deskriptif, dan peneliti menggambarkannya apa adanya, yaitu menurut data lapangan. Analisis data kualitatif memiliki tiga komponen: mereduksi data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan.

 

Hasil dan Pembahasan

A.  Perkembangan Bank Syariah Sebelum Dan Setelah Merger pada Bank Syariah Indonesia ( BSI )

Merger ialah upaya untuk menggabungkan dua atau lebih perusahaan secara bersamaan, dengan menggunakan nama baru. Kegiatan tersebut menghasilkan suatu perusahaan yang baru. Penggabungan ialah inisiatif strategy buat membangun entitas usaha yg berdaya saing tinggi. Inisiatif strategis ini bertujuan buat menaikkan kinerja sistem secara parsial financial.

Dalam hal ini, optimisme yang diharapkan banyak pihak akan adanya penyegaran inovasi akan penggabungan tiga bank syariah besar Indonesia, yang akan menjadi satu organisasi perbankan, yaitu Bank Syariah Indonesia (BSI) yang diharapkan mengarah pada pertumbuhan ekonomi. Harapan tersebut tentunya untuk mengembangkan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Serta kehadiran Bank Syariah Indonesia diharapkan menjadi peluang besar untuk perkembangan bank syariah di Indonesia kedepannya.

Bank Syariah Indonesia (BSI) juga ingin mendorong penggabungan dan pertumbuhan literasi financial syariah di Indonesia. Serta Bank Syariah Indonesia dapat menjadi motor penggerak utama dalam pengembangan literasi financial syariah yang memperkuat ekonomi dan ekosistem financial syariah di Indonesia.

 

Dalam Rupiah

Gambar 1. Kinerja 3 Bank Syariah BUMN dan Hasil Merger BSI

 

Dari data tersebut terlihat bahwa pada tahun 2019, Bank BNI Syariah memiliki total aset 44,98 triliun, total dana 43,77 triliun, dana pihak ketiga 32,58 triliun, dan laba 0,6 triliun. Dan pada tahun 2020, Bank BNI Syariah memiliki aset 55,01 triliun, pendanaan 47,97 triliun, dana pihak ketiga 33,05 triliun dan laba 0,5 triliun. Kemudian pada 2019, Bank BRI Syariah memiliki total aset 43,12 triliun, total dana 34,12 triliun, dana pihak ketiga 27,38 triliun, dan laba 0,074 triliun. Dan pada tahun 2020, Bank Syariah memiliki aset 57,7 triliun, total pendanaan 49,34 triliun, dana pihak ketiga� 40,00 triliun, dan laba 0,25 triliun. Dan pada 2019, Bank Mandiri Syariah memiliki total aset 112,29 triliun, total pinjaman 99,81 triliun, dana pihak ketiga 75,54 triliun dan laba 1,28 triliun. Pada 2020, Bank Mandiri Syariah memiliki total aset 126,85 triliun, pendanaan 112,58 triliun, dana pihak ketiga 83,43 triliun, dan laba 1,43 triliun. Setelah merger, Bank Syariah Indonesia (BSI) berdiri pada Desember 2020 dengan total aset 239,56 triliun, pinjaman 209,98 triliun, dana pihak ketiga 156,51 triliun dan laba 2,19 triliun. Dari data tersebut dapat kita lihat bahwa merger memberikan dampak yang sangat positif bagi bank syariah.

Penggabungan ini akan menciptakan bank syariah global yang modern, inovatif, berbasis digital, yang diharapkan dapat membawa manfaat yang lebih luas dan pada akhirnya membantu perekonomian Indonesia berkembang.

B.  Potensi Terjadinya Monopoli Setelah Merger

Pasar monopoli dalam ekonomi mikro digambarkan sebagai kebalikan dari pasar persaingan sempurna di mana produsen dapat bertindak sebagai pedagang, monopoli dan pembuat harga barang-barang mereka. Di Indonesia, monopoli dianggap persaingan usaha tidak sehat dan dilarang. Berlawanan dengan pengertian sistem monopoli dalam ekonomi mikro, monopoli dalam ekonomi Islam berarti tindakan menimbun barang. Pengertian monopoli dalam hukum ekonomi Islam sebenarnya berbeda dengan pengertian teori ekonomi konvensional.

Adapun dalil terkait larangan monopoli dalam islam yaitu:

Hadist Abu Sa‟id al-Khudri radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu�alaihi wa sallam bersabda:

 

ال ضرر وال ضرار، من ضار ضاره هللا، ومن شاق شق هللا عليه

 

�Jangan menyakiti diri sendiri atau orang lain. Barang siapa menyakiti orang lain, Allah akan menyakitinya. Dan barang siapa membebani orang lain, Allah akan membebaninya.� (HR. Daruquthni (3/77), lihat juga Bulughul Maram Hadis: 910)

 

Berdasarkan penjelasan pada ayat di atas, Islam sangat mengutuk praktik monopoli dalam persaingan pasar. Islam mengajarkan, Al-Hadits nabi, bahwa kekayaan harus berasal dari bisnis yang sah dan dengan cara yang sah. Islam melarang penipuan dan memusatkan kekayaan hanya pada orang kaya. Oleh karena itu, dosa bagi seseorang untuk menipu untuk mendapatkan keuntungan maksimal, orang yang lebih lemah merasa sulit untuk bersaing dengan upaya orang lain, terutama melawan pihak yang kuat disebabkan praktik monopoli (Munawwarah, 2021).

Pelaksanaan monopoli dalam hukum Indonesia juga merupakan tindakan yang dilarang berdasarkan UUD No.5 tahun 1999. Undang-undang mendefinisikan monopoli sebagai "pengendalian atau penguasaan oleh pelaku ekonomi atau kelompok pelaku ekonomi atas produksi atau pemasaran barang dan/atau penggunaan jasa tertentu". (Undang-Undang Nomor 5, 1999) (Ningsih, 2019).

Badan Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai penggabungan tiga anak perusahaan BUMN Syariah dengan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Kemungkinan praktik monopoli. Hal ini untuk menghambat persaingan usaha di sektor perbankan syariah. BSI merupakan hasil penggabungan tiga anak perusahaan BUMN yaitu PT Bank BRI Syariah Tbk, PT Bank Syariah Mandiri (BSM) dan PT Bank BNI Syariah. Ketua KPPU Kodrat Wibowo mengatakan, pihaknya telah mengumpulkan pejabat dari Kementerian BUMN dan BSI untuk membahas masalah tersebut. Hal itu dibahas dalam rapat koordinasi (rakor) pekan lalu. Menurutnya dari hasil analisis, dominasi pasar bank syariah yang terlibat berpotensi terjadinya praktik monopoli. Menurut catatan KPPU, pangsa pasar BSI di pasar perbankan syariah mencapai lebih dari 50%. Meski demikian, Kodrat mengatakan pihaknya akan menyambut baik BSI untuk terus beroperasi. Beliau mengatakan merger akan dilanjutkan, tetapi lebih dari 50% pangsa pasar ialah pangsa pasar BSI di pasar perbankan syariah, dan tujuan BSI adalah masuk ke Book Banking Kategori IV.

Penggabungan tiga bank syariah milik negara diduga memicu monopoli. Dalam rapat dengan Badan Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), manajemen Bank Syariah Indonesia (BSI) mengatakan bank hasil merger tidak menimbulkan praktik monopoli. Hal ini juga menjadi sumber energi baru bagi perekonomian Indonesia. Tribuana Tunggadewi, Direktur Kepatuhan dan Human Capital BSI, berpendapat bahwa BSI memang diharapkan dapat menjadi pengungkit atau leverage dalam ekosistem perbankan syariah Tanah Air. Menurut Dewi, julukan Tribuana karena prinsip syariah yang� �mendasari� �penggabungan:� �persatuan� �dan� �taawun.� �Hal� �ini� �dikatakan� �dapat mempercepat pertumbuhan perbankan syariah di tingkat nasional dan menjadi sumber energi baru bagi perekonomian Indonesia. Populasi Muslim Indonesia telah mencapai lebih dari 200 juta jiwa, terhitung sekitar 87,2 dari total populasi Indonesia. Namun, pangsa pasar bank syariah masih sangat kecil yaitu kurang dari 7%. BSI memperkuat dan mengembangkan ekosistem ekonomi syariah dan industri halal dalam negeri bersama lembaga syariah lainnya. Perusahaan, bank, perdagangan, UMKM, koperasi bahkan organisasi sosial. BSI akan terbuka untuk menjadi lembaga financial syariah yang menjadikan perekonomian Indonesia lebih baik ke depannya. Hal ini telah mendukung inisiatif pemerintah terkait pemulihan ekonomi, seperti mendorong pertumbuhan ekonomi dan financial syariah. Dan BSI selalu berusaha memberikan solusi dan layanan terbaik untuk semua segmen, baik enterprise, retail maupun UMKM. BSI berharap dapat bekerjasama serta berkolaborasi dengan semua badan financial lainnya untuk memperluas ekosistem keuangan syariah Indonesia.

C.  Problematika yang Bisa Muncul Setelah Melakukan Marger

1.     Minimnya literasi keuangan syariah masyarakat

Problem yang pertama di sektor perbankan syariah ialah rendahnya inklusi dan literasi keuangan. Berdasarkan data yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan, tingkat inklusi financial syariah Indonesia hanya 9,1% dan tingkat literasinya hanya 8,93%. Angka ini jauh di bawah tingkat inklusi financial konven di 76,19% dengan tingkat literasi 38,03%. Angka tadi sejatinya bertambah menurut survei yg dilakukan sebelumnya yg mendeskripsikan bahwa taraf literasi dalam produk perbankan syariah hanya sebesar 21,84% saja.

Namun, melihat penambahan tersebut, tidak ada perubahan besar dan harus diperkuat terkait dengan kapasitas financial syariah masyarakat. Adanya kesenjangan tingkat inklusivitas dan literasi financial antara syariah dan konvensional menjadi dasar untuk melanjutkan edukasi. Oleh karenanya diperlukannya proses pengenalan secara berkelanjutan, menggunakan bermacam media, baik media bellow the line (event-event, seminar, brosur, spanduk, umbul-umbul) juga media bove the line (televisi,� radio, koran, majalah). Untuk media televisi terlihat masih jarang, padahal lewat media ini relatif efektif buat pembentukan branch image & branch awareness. Perlu digarisbawahi bahwa esensi menurut pengenalan itu merupakan bagaimana caranya buat menciptakan pandangan baru sebagai akibatnya bisa mengganti pilihan menurut nasabah. Dengan terjadinya merger 3 bank syariah maka akan melahirkan satu bank syariah yang baru, yang tentunya belum banyak diketahui masyarakat, sehingga sangat memerlukan peran yang baik dalam hal promosi serta edukasi kepada masyarakat agar masyarakat mengetahui terkait Bank Syariah Indonesia (BSI) serta mengetahui produk-produk didalamnya. Adapun perlunya literasi financial ialah guna meningkatkan kualitas pengambilan keputusan financial individu.

2.     Proses kinerja SDM yang tidak mudah

Problem lainnya yg dihadapai Bank Syariah Indonesia merupakan proses adaptasi kerja pasca merger yg tentu tidaklah mudah. Manajemen Bank Syariah Indonesia menyatakan bahwa proses konsolidasi akan menciptakan reorganisasi dan kepegawaian yang adil dan profesional tanpa menghilangkan departemen personalia yang sebelumnya berkualitas tinggi dan antara manajer bank syariah dengan yang lainnya menghindari adanya kesulitan berkomunikasi serta berkerjasama. Tidak hanya faktor menurut Internal SDM saja yg sebagai tantangan Bank Syariah Indonesia, tetapi faktor eskternal SDM buat perekrutan menurut luar pada hal ini merupakan Peningkatan SDM Bank output merger akan relatif sulit. Lantaran mencari SDM perbankan syariah yg berkualitas, amanah, & professional belum sepenuhnya tersedia (Putri, 2017). Sebagian besar Sumber Daya Manusia terutama level ke atas masih sulit ditemukan. Padahal, ketika ini diperlukan SDM yg tidak hanya sanggup pada menguasai ilmu ekonomi atau sistem perbankan modern, namun jua tahu esensi menurut fiqih dan sanggup berinovasi & menyesuaikan diri pada hal penyelesaian problem bank syariah yg sistemnya masih dikatakan relatif baru. Hal tadi tentu sebagai tantangan tersendiri bagi Bank Syariah Indonesia bagaimana buat menentukan SDM yang berkualitas. Langkah nyata yg bisa dilakukannya merupakan melalui sosialiasi, pelatihan, seminar, studi banding, dan pelatihan lain yg dibutuhkan guna mewujudkan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

3.     Persaingan dalam hal pelayanan dan produk

Persaingan produk dan layanan jasa financial tidak dianggap setara jika dibandingkan dengan industri keuangan konvensional. Pasalnya, model bisnis dan integrasi industri syariah mungkin masih terbatas untuk menjawab tantangan tersebut. Bank Syariah Indonesia (BSI) dapat melakukannya dengan cara meningkatkan produk serta layanannya untuk bersaing dengan bank konven, dalam hal ini Bank Syariah Indonesia (BSI) perlu membuat suatu produk layanan bank syariah yang terbaru serta memberikan manfaat yang baik bagi nasabah. Misal dalam pembiayaan untuk masyarakat, tabungan untuk masyarakat dan lainnya, dalam segi produk bank BSI perlu mendekor ulang yaitu membuat sesuatu yang baru dan membawa manfaat tentunya agar hal ini dapat menjadi perhatian kepada calon nasabah. Sehingga banyak yang memilih untuk memakai jasa Bank Syariah Indonesia (BSI) (Hendriani & Hadi, 2020). Contoh berikutnya melakukan layanan perbankan digital. Hal ini akan meningkatkan teknologi digital Bank Syariah Indonesia untuk lebih memenuhi kebutuhan mereka dan membuatnya lebih beragam. Digitalisasi sistem perbankan merupakan salah satu bentuk financial technology yang memiliki beberapa keunggulan. Pertama, untuk dapat mengakses data layanan perbankan dan melakukan transaksi kapan saja, di mana saja. Kedua, dapat menjangkau orang di daerah tertinggal di garda terdepan dan terluar di Indonesia yang tidak memiliki cabang Bank. Ketiga, penghematan biaya perbankan dan� pemasaran. Keempat, digitalisasi ini akan meningkatkan pengakuan publik terhadap Bank Syariah melalui kerjasama dengan penyedia layanan teknologi financial lainnya. Selain memperkuat dukungan untuk dan meratakan akses Internet untuk di kawasan, keamanan data dan tingkat dana pelanggan juga dipantau untuk meminimalkan potensi penyalahgunaan (fraud) sangat perlu lebih ditingkatkan. Intinya dalam hal mengatasi persaingan dengan bank konven maka, Bank Syariah Indonesia (BSI) perlu melakukan suatu perubahan yang baik. Sehingga dengan perubahan tersebut dapat memudahkan nasabah dan dapat menarik nasabah.

 

Kesimpulan

Berdasarkan data yang ada, sangat terlihat bahwa dampak yang terjadi sebelum dan sesudah merger, peningkatan total aset, jumlah pendanaan, jumlah pendanaan pihak ketiga bahkan keuntungan pasca merger. Dan jumlah pelanggan akan meningkat melalui merger secara otomatis. Setiap bank syariah memiliki nasabah yang sangat banyak sehingga pada saat terjadi merger, penggabungan nasabah masing-masing bank syariah secara otomatis menghasilkan bank syariah dengan jumlah nasabah yang banyak secara langsung. Merger yang terjadi ternyata tidak menimbulkan monopoli, hal ini dapat dikatakan sebab hasil rapat pertemuan manajemen BSI dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang mengatakan bahwa BSI tidak akan memonopoli pasar perbankan syariah tetapi justru diharpkan menjadi pendobrak ekosistem perbankan syariah secara nasional. Minimnya tingkat literasi masyarakat, proses kinerja SDM yang sulit dan persaingan pelayanan produk menjadi problematika yang harus dihadapi secara serius oleh Bank Syariah Indonesia (BSI).

BIBLIOGRAFI

 

Anggraini, T., Nasution, Y. S. J., & Sugianto, S. (2015). Lembaga keuangan syariah dan dinamika sosial (editor: Muhammad Yafiz). Google Scholar

 

Budiono, A. (2017). Penerapan prinsip syariah pada lembaga keuangan syariah. Law and Justice, 2(1), 54�65. Google Scholar

 

Hadi, A. (2021). Penelitian kualitatif studi fenomenologi, case study, grounded theory, etnografi, biografi. CV. Pena Persada. Google Scholar

 

Hardani, H. (2020). Buku Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif, CV. Pustaka Ilmu Grou. Tersedia pada: https://www. researchgate. net/publication/34002154 ï¿½. Google Scholar

 

Hendriani, A. D., & Hadi, E. N. (2020). Evaluasi Standar Promosi Kesehatan Rumah Sakit Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya. Jukema (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh), 6(1), 29�42. Google Scholar

 

Indonesia, I. B. (2014). Memahami bisnis bank syariah. Gramedia Pustaka Utama. Google Scholar

 

Lubis, N. R., Rahma, T. I. F., & Inayah, N. (2022). Pengaruh Pekerjaan, Pendidikan dan Pendapatan terhadap keputusan Masyarakat dalam Menggunakan Layanan Fintech Berbasis Online (Studi Kasus Masyarakat Kota Medan). JIKEM: Jurnal Ilmu Komputer, Ekonomi Dan Manajemen, 2(2), 3438�3445. Google Scholar

 

Munawwarah, E. (2021). Pasar Monopoli dalam Pandangan Islam. Citra Ekonomi, 2(1). Google Scholar

 

Nasution, M. L. I. (2018). Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. Google Scholar

 

Ningsih, A. S. (2019). Implikasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pada Pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Jurnal Penelitian Hukum De Jure, 19(2), 207�215. Google Scholar

 

Pranesti, D. M. (2021). Dampak merger terhadap pangsa pasar bank syariah BUMN. IAIN Palangka Raya. Google Scholar

 

Putri, A. (2017). Kesiapan sumber daya manusia kesehatan dalam menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN (MEA). Jurnal Medicoeticolegal Dan Manajemen Rumah Sakit, 6(1), 55�60. Google Scholar

 

Rahmani, N. A. B. (2020). Pengaruh Return On Equity, Deb To Equity Ratio dan Current Ratio terhadap Harga Saham Perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Indeks dengan Price Earning Ratio sebagai Variabel Moderating. Jurnal Penelitian Medan Agama, 11(2). Google Scholar

 

Sarwono, J. (2006). Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Google Scholar

 

Siregar, E. S., & Sissah, S. (2021). Analisis Dampak Kebijakan Merger Dalam Pengembangan Bank Syariah Di Indonesia. Jurnal Ekonomi Syariah, Akuntansi Dan Perbankan (JESKaPe), 5(1), 16�24. Google Scholar

 

Copyright holder:

Ananda Dwi Cahya, Tuti Anggraini (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: