Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 12, Desember 2022

 

HAMBATAN KOMUNIKASI INTERPROFESIONAL PADA FASILITAS LAYANAN KESEHATAN RUMAH SAKIT: SEBUAH PENELUSURAN SISTEMATIK

 

Amelia Rahayu, Ede Surya Darmawan

Kajian Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Rumah sakit memiliki sumber daya manusia profesional dari multidispilin ilmu. Profesional saling berkomunikasi untuk melakukan kolaborasi pelayanan pasien. Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi dari seseorang kepada orang lain dengan menggunakan media komunikasi. Komunikasi merupakan unsur yang sangat penting dilakukan oleh profesional di fasilitas layanan kesehatan. Komunikasi sangat mudah untuk disebutkan, namun pada prakteknya terdapat banyak kekurangan sehingga informasi yang disampaikan tidak dapat diterima dengan baik. Kekurangan ini bisa terdapat pada pengirim pesan, media komunikasi, maupun pada penerima pesan. Studi ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana hambatan pelaksanaan komunikasi interprofesional di fasilitas layanan kesehatan rumah sakit yang berimplikasi pada pelayanan kepada pasien. Studi ini menggunakan metode PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-analyses). Pencarian dilakukan pada 3 database, yaitu Pro Quest, Scopus, dan Springer Link serta sumber tambahan lain dari Pub Med. Data kemudian di ekstraksi menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan. Proses komunikasi interprofesional dalam melakukan kolaborasi dan kerjasama tim belum optimal pelaksanaannya. Banyak hambatan yang menghalangi tercapainya tujuan ini antara lain hambatan individu, tim, lingkungan dan sosiodemografi, serta hambatan organisasi. Komunikasi interprofesional yang efektif dapat membuat luaran pasien serta kualitas pelayanan pasien menjadi baik. Standar keselamatan pasien juga dapat dipenuhi. Namun, pada kenyataanya praktek komunikasi interprofesional di rumah sakit menemukan hambatan yang menggangu tercapainya tujuan ini. Menghadapi hal itu organisasi dan individu sendiri dapat melakukan pelatihan komunikasi dan menjadikan komunikasi ini sebagai budaya organisasi dalam praktek profesional sehari-hari.

 

Kata Kunci: Hambatan Komunikasi, Komunikasi Interprofesional, Rumah Sakit.

 

Abstract

The hospital has professional human resources from multidisciplinary sciences. Professionals communicate with each other to collaborate on patient care. Communication is the process of conveying information from one person to another using communication media. Communication is a very important element carried out by professionals in health care facilities. Communication is very easy to mention, but in practice there are many deficiencies so that the information conveyed cannot be received properly. This deficiency can be found in the sender of the message, the communication media, or the recipient of the message. This study was conducted to find out how the obstacles to the implementation of interprofessional communication in hospital health care facilities have implications for services to patients. This study uses the PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-analyses) method. The search was carried out on 3 databases, namely Pro Quest, Scopus, and Springer Link as well as other additional sources from Pub Med. The data was then extracted using predetermined inclusion and exclusion criteria. The process of interprofessional communication in collaboration and teamwork has not been optimally implemented. Many obstacles hinder the achievement of this goal, including individual, team, environmental and sociodemographic barriers, as well as organizational barriers. Effective interprofessional communication can improve patient outcomes and improve the quality of patient care. Patient safety standards can also be met. However, in reality the practice of interprofessional communication in hospitals encounters obstacles that interfere with the achievement of this goal. Facing this, organizations and individuals themselves can carry out communication training and make this communication an organizational culture in everyday professional practice.

 

Keywords: Communication Barriers, Interprofessional Communication, Hospitals.

 

Pendahuluan

Rumah sakit merupakan fasilitas yang melayani kesehatan perorangan baik pelayanan rawat inap, rawat jalan, maupun gawat darurat (Republik Indonesia, 2015). Dalam melakukan fungsi pelayanannya, rumah sakit mempunyai sumber daya manusia profesional. Kompetensi keilmuan yang dimiliki oleh profesional kesehatan digunakan untuk memberikan perawatan kepada pasien. Profesional kesehatan dari berbagai disiplin ilmu saling berkolaborasi dalam melayani pasien. Kolaborasi interprofesional ini menuntut suatu proses komunikasi yang baik dan efektif (McSherry & Pearce, 2016; Swanwick & McKimm, 2017; Wilkie, 2012). Dokter, perawat, bidan, apoteker, radiologis, analis kesehatan bekerjasama dalam tim untuk memberikan pelayanan kepada pasien rumah sakit.

����������� Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi antara pengirim pesan melalui media komunikasi dan kemudian diterima oleh penerima pesan. Komunikasi yang dilakukan oleh berbagai profesi kesehatan di layanan kesehatan terutama di rumah sakit disebut komunikasi interprofesioanal (Dow et al., 2017; Reeves et al., 2018). Komunikasi yang dilakukan dapat secara langsung maupun tidak langsung serta verbal maupun nonverbal.

����������� Komunikasi efektif diperlukan dalam kerjasama tim pelayanan pasien untuk memenuhi kualitas layanan kesehatan. Selain itu, manfaat yang didapatkan dari komunikai dan kolaborasi tim yang baik pada perawatan/pelayanan pasien antara lain pengurangan tingkat hospitalisasi, meningkatkan efisiensi, meningkatkan inovasi pada perawatan, meningkatkan kepuasan pasien, mengurangi tingkat kesalahan, dan memberikan luaran pasien yang baik serta mengurangi angka kematian pasien (Budak, 2017; Daly et al., 2014; Huseb� & Olsen, 2019; Nzinga et al., 2018; Swanwick & McKimm, 2017).

����������� Praktek komunikasi sehari-hari dalam kolaborasi interprofesional ternyata tidak semulus yang dibayangkan. Banyak hal-hal yang menghambat proses komunikasi ini sehingga luaran pasien kurang baik. Sasaran keselamatan pasien juga terkesampingkan oleh kurang optimalnya pelaksanaan proses ini. Media komunikasi yang paling banyak digunakan untuk proses komunikasi interprofesional selain melalui komunikasi tatap muka adalah melalui catatan perkembangan pasien terintegrasi dan lembar rekam medis lainnya. Pada pelaksanaannya, lembar ini juga sering tidak dioptimalkan penggunaannya oleh profesional kesehatan (Doherty, 2014, 2015; Hofmann & Vermunt, 2021; Huseb� & Olsen, 2016; Sukawan et al., 2021). Melihat fenomena ini, penulis ingin melakukan penelusuran sistematis mengenai hambatan implementasi komunikasi interprofesional di rumah sakit.

 

Metode Penelitian

Studi ini menggunakan metode PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-analyses). Systematic Review ini fokus pada satu pertanyaan, yaitu bagaimana hambatan pelaskanaan komunikasi interprofesional di rumah sakit sehingga berdampak pada pelayanan pasien. Pertanyaan penelitian ini dibuat berdasarkan strategi PICO (Tabel 1).

 

Tabel 1. Strategi PICO

Population (P)

Profesional pemberi asuhan di rumah sakit

Intervention (I)

-

Comparison (C)

-

Outcome (O)

Rekomendasi untuk perbaikan rumah sakit

Study (S)

Semua jenis studi di rumah sakit

 

����������� Untuk menemukan jawaban dari pertanyaan ini, dilakukan pencarian pada literatur yang relevan di beberapa database elektronik seperti Pro Quest, Scopus, dan Springer Link dan sumber tambahan lain dari Pub Med. Kata kunci yang digunakan adalah Hospital Interprofessional Communication. Data kemudian di ekstraksi sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi. Kriteria inklusi pada studi ini terdiri dari:

1.    Artikel berbahasa Inggris

2.    Artikel dipublikasikan antara tahun 2017 sampai 2021

3.    Lokasi penelitian di rumah sakit

4.    Populasinya adalah profesional pemberi asuhan di rumah sakit

5.    Outcome penelitian menunjukkan pada kualitas pelayanan pasien.

Sedangkan kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah:

1.    Artikel yang tidak tersedia teks lengkap

2.    Judul artikel tidak sesuai

3.    Abstrak artikel tidak sesuai

4.    Penelitian melibatkan profesional di luar bidang kesehatann

Kata kunci digunakan untuk mengidentifikasi artikel. Pencarian awal berhasil mengidentifikasi 33.469 artikel. Kemudian dilakukan pencaarian artikel dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan dan didapatkan 71 artikel yang sesuai. Lima puluh empat data diekslusi karena terdapat duplikasinya di database lain. Selanjutnya dilakukan skrining terhadap judul, abstrak dan kata kunci pada 15 artikel. Lima artikel ditemukan tidak terdapat kesesuaian pada abstrak. Sebanyak 10 artikel kemudian dibaca secara keseluruhan (full text) dan didapatkan 7 artikel sesuai dengan kualifikasi yang dapat menjawab pertanyaan penelitian. Alur seleksi artikel sesuai metode PRISMA dapat terlihat pada gambar 1.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Text Box: IDENTIFICATIONText Box: SCREENINGText Box: ELIGIBILITYText Box: INCLUDED
 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 1. Alur pemilihan artikel dengan metode Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-analyses (PRISMA).

 

Hasil dan Pembahasan

Proses komunikasi interprofesional dalam melakukan kolaborasi dan kerjasama tim belum optimal pelaksanaannya. Banyak hambatan yang menghalangi tercapainya tujuan ini. Hambatan-hambatan tersebut antara lain:

A.  Hambatan Individu

Sebuah tim terdiri dari individu-individu didalamnya. Hambatan komunikasi pada poin ini muncul dari dalam diri individu tersebut. Kurangnya pengetahun dan informasi mengenai proses komunikasi, dampak dan manfaatnya pada layanan kesehatan membuat individu kurang termotivasi untuk melakukan komunikasi efektif pada praktek sehari-hari. Selain itu, faktor kepemimpinan dari dalam diri setiap profesional juga menentukan pencapaian komunikasi efektif. Kepemimpinan yang baik membuat masing-masing profesional mampu untuk mendengarkan secara aktif, menggali pengetahuan untuk kemudian di bagi kepada profesional lainnya terutama tim yang terlibat dalam pelayanan kepada pasien (Goodall & Stoller, 2017; �ZYURT et al., 2021).

B.  Hambatan Tim

Rasa ikatan antar tim didalam pelayanan pasien masih minim sehingga kepedulian satu sama lain juga kurang. Hirarki sosial yang ada di struktur pelayanan rumah sakit menyebabkan hambatan komunikasi. Status profesi yang ada pada hirarki bawah akan sulit mengemukakan pendapat, pandangan dan pengetahuannya terhadap pelayanan kepada pasien. Hambatan hirarki ini menyebabkan hambatan juga pada proses pengambilan keputusan terhadap pelayanan pasien.

C.  Hambatan Lingkungan dan Sosiodemografik

������� Lingkungan kerja dengan tingkat beban kerja yang tinggi mengharuskan sesorang untuk fokus pada area kerjanya. Tekanan yang tinggi bisa disebabkan oleh beban kerja yang tinggi. Lingkungan tempat tinggal dan keadaan tempat tinggal juga memberikan dampak bagi hambatan ini. Semua aspek tersebut berefek pada perubahan perasaan ataupun stress pada pekerjaan. Hal ini membuat profesional melakukan praktek komunikasi yang kurang efektif kepada tim kerjanya.

D.  Hambatan Organisasi

Organisasi rumah sakit yang belum mempunyai budaya komunikasi efektif menyebabkan belum adanya standardisasi perilaku dan komunikasi. Sumber daya manusia yang ada didalam organisasi tersebut tidak bisa melihat contoh yang baik dari atasannya di organisasi akan penerapan komunikasi efektif. Selain itu, keterlibatan semua unsur profesional pemberi asuhan di organisasi rumah sakit sangat diperlukan dalam pengambilan keputusan pelayanan kepada pasien.

Penjelasan dari hasil artikel yang ditelusuri dapat dilihat pada tabel 2.


Tabel 2. Hasil Penelusuran Artikel

No.

Judul

Penulis.Tahun

Lokasi

Tujuan

Hasil

1

Interprofessional communication in the operating room: a narrative review to advance research and practice

Etherington, C et al.

2019

Kanada

Menginformasikan best practice komunkasi interprofesional yang efektif di kamar operasi yang berefek pada keselamatan pasien dan kulaitas pelayanan

Komunikasi interprofesional yang efektif merupakan kunci untuk menghasilkan praktek dan luaran pasien yang efektif di ruangan operasi. Namun, banyak tantangan dalam prakteknya seperti tantangan dari individu, tim, lingkungan, dan organisasi. Faktor yang mendukung komunikasi efektif tidak terdokumentasikan dengan baik. Daftar arahan keselamatan, pelatihan komunikasi (teknik closed-loop) dan kerja tim adalah teknik yang paling umum digunakan untuk meningkatkan komunikasi interprofesi di kamar operasi

2

Understanding the impact of interprofessional collaboration on the quality of care: a case report from a small-scale resource limited health care environment

Busari,JU

et al

2017

Belanda

Menilai persepsi komunikasi perawat-dokter pada pelayanan kepada pasien di Karibia setting.

Penelitian ini menunjukkan bahwa perspektif dokter sama dengan perspektif perawat pada pelayanan pasien. Komunikasi dalam kolaborasi mengalami hambatan karena kurangnya respect antara dokter dan perawat. Kurangnya pengetahuan juga menyebabkan proses transfer pengetahuan dalam komunikasi juga terhambat. Hal ini berimbas pada pelayanan kepada pasien.

3

Interprofessional Collaborative Practice in the Medical Intensive Care Unit: a Survey of Caregivers� Perspective

Chen, DW

et al

2018

Amerika

�Memeriksa persepsi dari caregivers tentang interaksi tim dan kompetensi untuk praktek kolaborasi interprofesional dan kepuasan seluruh unsur dalam Medical Intensive Care Unit (MICU)

Caregiver setuju bahwa kolaborasi antar profesional berperan dalam memenuhi pelayanan kepada pasien. Komunikasi interprofesional merupakan faktor yang mempengaruhi pelayanan yang berfokus pada pasien.

4

An exploratory study of healthcare professionals� perception of interprofessional communication and collaboration

Verhaegh, KJ

et al

2017

Belanda

Mengidentifikasi perspektif dari profesional kesehatan pada ronde pasien di rumah sakit pendidikan.

Komunikasi antar profesional saat ronde merupakan hal yang penting karena mereka adalah pengambil keputusan atas pelayanan pasien. Asuhan keperawatan dan medis diperlukan untuk hal ini. Keterlibatan pasien/keluarga pasien juga merupakan aspek penting dalam pemberian pelayanan pada pasien. Hambatan dalam struktur sosial dan spasial mempengaruhi komunikasi dalam kolaborasi interprofesional dan juga pasien/keluarga,

5

Effects on Interprofessional Communication Approach on Support Needs, Quality of Life, and Mood of Patients with Advanced Lung Cancer: a Randomized Trial

Krug,K et al

2021

Jerman

Mengevaluasi efek dari Milestone Communication Approach (MCA) dalam menangani dukungan kebutuhan, kualitas hidup, dan suasana hati dibandingkan dengan� perawatan onkologi standar.

Komunikasi dalam kolaborasi interprofesioanl terhadap pelayanan pada pasien kanker sangat diperlukan untuk meningkatkan kebutuhan penunjang, kualitas hidup, dan mood pasien. Pasien melaporakan tidak terpenuhi kebutuhan informasi setelah menerima perawatan MCA dibandingkan dengan pasien yang menerima perawatan onkologi standar. Faktor yang mempengaruhinya berupa sosiodemografik faktor. Umur, tempat tinggal dan lingkungannya, status pernikahan, mempunyai anak/tidak, serta level pendidikan merupakan faktor sosiodemografik yang paling mempengaruhi.

6

Communication Challenge of Oncologist and Intensivist Caring for Pediatric Oncologu Patients: A Qualitative Study

Odeniyi, F

et al

2017

Amerika

Menggambarkan pengalaman dan tantangan yang dihadapi oleh ahli onkologi pediatrik dan intensivis dan bagaimana hubungan onkologis-intensivis berdampak pada komunikasi dan inisiasi tujuan goals of care discussion (GCDs).

Terdapat hambatan/tantangan komunikasi antar dan dalam tim profesional pemberi asuhan. Kesulitan komunikasi didalam tim disebabkan adanya struktur hirarki yang menyebabkan komunikasi tidak sampai dengan utuh dan baik dan ini berdampak pada proses pengambilan keputusan. Kesulitan komunikasi antar tim saat operan dimana tidak semua profesional terlibat saat ronde besar karena suatu urusan struktural. Informasi yang telah disampaikan tidak didokumentasikan dengan baik pada catatan rekam medis pasien dan tentu saja ini menghambat proses komunikasi antar profesional. Selain itu terdapat kekurangan dalam kemampuan mendengar dan konflik dalam pengambilan keputusan mana tindakan terbaik yg akan dilakukan.

7

Interprofessional communication in an emergency care unit: a case study

Coifman, AHM et al

2021

Brazil

Memetakan faktor interal dan eksternal di unit gawat darurat (UGD) yang menganggu praktek komunikasi interprofesional

Profesional kesehatan mengerti bahwa komunikasi sangat penting dalam pengukuran keselamatan pasien dan mereka berbagi informasi saat pergantian shift jaga dan komunikasi tertulis. Tapi, kelebihan jumlah pasien dari daya tampung UGD, kelebihan beban kerja, kurangnya standardisasi perilaku, dan kurangnya hubungan atau ikatan interprofesional merupakan faktor yang menghambat komunikasi efektif.

 

 

 


E.  Diskusi

Komunikasi para profesional kesehatan dalam tim kerja mengalami hambatan dalam rangka memunculkan komunikasi yang efektif. Hal ini membuat pasien merasakan implikasinya. Dampak dari hal ini adalah luaran pasien yang buruk, kualitas layanan kesehatan serta standar keselamatan pasien tidak terlaksana dengan baik pula. Hambatan-hambatan yang ada seperti hambatan individu, hambatan tim, hambatan lingkungan dan sosiodemografik, serta hambatan organisasi harus segera disadari oleh semua profesional kesehatan. Organisasi yang baik layaknya mempunya budaya organisasi yang baik pula. Komunikasi yang efektif tercermin dari budaya ini. Dengan budaya komunikasi efektif yang telah ada, akan sangat mudah untuk organisasi menetapkan standar komunikasi dan perilaku profesional kesehatan. Berbagai alat kerja akan dapat ditemukan untuk mengatasai hambatan lainnya dari sisi individu, tim, dan lingkungan.

Fakta-fakta dilapangan sampai saat ini masih dapat dilihat bahwa implementasi komunikasi efektif masih jauh dari kata optimal. Penyebab hambatan ini sesuai dengan pembahasan sebelumnya baik dari individu, tim, lingkungan dan sosiodemografi, serta organisasi. Kita bisa melihat contoh bahwa tidak semua rumah sakit terutama di Indonesia mengadakan wadah untuk komunikasi antar profesional pemberi asuhan, seperti pelaksanaan ronde besar. Ronde besar merupakan wadah yang dapat digunakan oleh semua profesional pemberi asuhan untuk bersama-sama mengunjungi pasien dalam satu waktu yang sama untuk kemudian melakukan dialog mengenai keadaan pasien didepan keluarga pasien. Harapannya dengan proses ini, semua profesional pemberi asuhan dapat berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan bagi pasien. Semua informasi dapat diberikan secara transparan kepada semua peserta ronde termasuk pasien/keluarag pasien. Pada proses ini juga pasien/keluarga pasien dapat ikut serta untuk mengambil keputusan pelayanan yang akan diberikan kepada pasien.

Dalam mewujudkan pelaksanaan komunikasi interprofesional yang efektif, pelatihan-pelatihan yang berhubungan dengan komunikasi dapat diadakan oleh organisasi dengan pesertanya adalah individu profesioanal kesehatan. Sosialisasi, monitoring dan evaluasi terhadap budaya ini dilakukan secara akuntabilitas. Ritme ini diharapkan mampu memunculkan kesadaran individu untuk berkomunikasi secara efektif pada praktek interprofesionalnya.

 

Kesimpulan

Rumah sakit mempunyai peran sebagai fasilitas pemberi layanan kesehatan. Banyak profesional kompeten yang bertugas didalamnya. Para profesional pemberi asuhan saling berkomunikasi dan berkolaborasi untuk memberikan pelayanan dan perawatan kepada pasien. Namun pada kenyataannya proses komunikasi interprofesioanl ini banyak mendapatkan hambatan baik dari sisi individu, tim, lingkungan, dan sosiodemografi, serta organisasi. Hambatan ini dapat diatasi dengan pemberian pelatihan komunikasi agar proses ini menjadi budaya dalam organisasi tersebut. Dengan cara ini diharapkan kegiatan komunikasi interprofesioanl yang efektif dapat berjalan. Komunikasi interprofesional yang efektif dapat membuat luaran pasien serta kualitas pelayanan pasien menjadi baik. Standar keselamatan pasien juga dapat dipenuhi.

BIBLIOGRAFI

 

Budak, F. (2017). The Importance of Clinical Leadership in Healthcare Management. Journal of Current Researches on Health Sector, 7(2), 1�20. https://doi.org/10.26579/jocrehes_7.2.1. Google Scholar

 

Daly, J., Jackson, D., Mannix, J., Davidson, P. M., & Hutchinson, M. (2014). The importance of clinical leadership in the hospital setting. Journal of Healthcare Leadership, 6, 75�83. https://doi.org/10.2147/JHL.S46161. Google Scholar

 

Doherty, J. (2014). Leadership from � below �? Clinical staff and public hospitals in South Africa. 4. https://doi.org/10.13140/RG.2.1.3960.0487. Google Scholar

 

Doherty, J. (2015). Strengthening clinical leadership in hospitals : a review of the international and South African literature. January 2013. https://doi.org/10.13140/RG.2.1.1273.0725. Google Scholar

 

Dow, A. W., Zhu, X., Sewell, D., Banas, C. A., Mishra, V., & Tu, S. P. (2017). Teamwork on the rocks: Rethinking interprofessional practice as networking. Journal of Interprofessional Care, 31(6), 677�678. https://doi.org/10.1080/13561820.2017.1344048. Google Scholar

 

Goodall, A., & Stoller, J. K. (2017). The future of clinical leadership: Evidence for physician leadership and the educational pathway for new leaders. BMJ Leader, 1(2), 8�11. https://doi.org/10.1136/leader-2017-000010. Google Scholar

 

Hofmann, R., & Vermunt, J. D. (2021). Professional learning, organisational change and clinical leadership development outcomes. Medical Education, 55(2), 252�265. https://doi.org/10.1111/medu.14343. Google Scholar

 

Huseb�, S. E., & Olsen, �. E. (2016). Impact of clinical leadership in teams� course on quality, efficiency, responsiveness and trust in the emergency department: Study protocol of a trailing research study. BMJ Open, 6(8), 1�9. https://doi.org/10.1136/bmjopen-2016-011899. Google Scholar

 

Huseb�, S. E., & Olsen, �. E. (2019). Actual clinical leadership: A shadowing study of charge nurses and doctors on-call in the emergency department. Scandinavian Journal of Trauma, Resuscitation and Emergency Medicine, 27(1), 1�9. https://doi.org/10.1186/s13049-018-0581-3. Google Scholar

 

McSherry, R., & Pearce, P. (2016). What are the effective ways to translate clinical leadership into health care quality improvement. Journal of Healthcare Leadership, 8, 11�17. https://doi.org/10.2147/JHL.S46170. Google Scholar

 

Nzinga, J., McGivern, G., & English, M. (2018). Examining clinical leadership in Kenyan public hospitals through the distributed leadership lens. Health Policy and Planning, 33, ii27�ii34. https://doi.org/10.1093/heapol/czx167. Google Scholar

 

�ZYURT, E., AVCI, K., & �İZMECİ ŞENEL, F. (2021). the Impact of Clinical Leadership on Quality and Accreditation Studies in Health Services. Journal of Basic and Clinical Health Sciences, 221�232. https://doi.org/10.30621/jbachs.955272. Google Scholar

 

Reeves, S., Xyrichis, A., & Zwarenstein, M. (2018). Teamwork, collaboration, coordination, and networking: Why we need to distinguish between different types of interprofessional practice. Journal of Interprofessional Care, 32(1), 1�3. https://doi.org/10.1080/13561820.2017.1400150. Google Scholar

 

Republik Indonesia. (2015). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2015 Tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit. Google Scholar

 

Sukawan, A., Meilany, L., & Rahma, A. N. (2021). Literature Review: Peran CPPT dalam Meningkatkan Komunikasi Efektif Pada Pelaksanaan Kolaborasi Interprofesional di Rumah Sakit. Indonesian of Health Information Management Journal (INOHIM), 9(1), 30�37. https://doi.org/10.47007/inohim.v9i1.239. Google Scholar

 

Swanwick, T., & McKimm, J. (2017). ABC of Clinical Leadership (1st ed). Wiley-Blackwell. Google Scholar

 

Wilkie, V. (2012). Leadership and management for all doctors. British Journal of General Practice, 62(598), 230�231. https://doi.org/10.3399/bjgp12X636290. Google Scholar

 

Copyright holder:

Amelia Rahayu, Ede Surya Darmawan (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: