Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol.
7, No. 11, November
2022
AKAD
WAKALAH BI AL-ISTITSMAR DALAM PENGHIMPUNAN DANA BERDASARKAN FATWA DEWAN SYARIAH
NASIONAL
Muhsinin,
Akhmad Faozan
Program
Studi Ekonomi Syari�ah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Prof. K.H.
Saifuddin Zuhri Purwokerto, Indonesia
Email:
[email protected], [email protected]
Abstrak
Wakalah adalah
suatu jenis akad yang bertujuan untuk memberikan kuasa dari muwakkil ( pemilik dana) kepada perwakilan (lembaga keuangan syariah)
untuk mengelola dana sebagai langkah untuk mendapatkan keuntungan. Filosofi dasar lembaga keuangan syariah tentunya sangat diarahkan
untuk mencapai keridhaan Allah untuk memperoleh segala kebaikan dunia dan
akhirat. Penerapan akad wakalah bi al-istitsmar
tentunya membutuhkan aturan yang jelas agar pelaksanaannya sesuai dengan
dhawabith (ketentuan) dan hudud (batasan) aset yang didasarkan pada konsep
syariah. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
kualitatif yang merupakan metode yang digunakan sebagai langkah pengukuran yang
sesuai dengan kondisi objek dan objek penelitian. Setiap
kegiatan lembaga keuangan Islam sangat memperhatikan akad. Hukumnya juga sangat jelas mengenai penggunaan akad syariah.
Selanjutnya penelitian ini diselesaikan secara deskriptif.
Riset dilakukan untuk memberikan informasi tentang produk
lembaga keuangan syariah. Itu juga dilakukan untuk memberikan informasi
tentang bagaimana menggunakan produk ini di masa depan.
Kata
Kunci:
Wakalah, Penghimpunan Dana, Dewan Syariah.
Abstract
Wakalah is a
type of contract that aims to give power of attorney from the muwakkil (fund
owner) to representatives (Islamic financial institutions) to manage funds as a
step to gain profit. The basic philosophy of Islamic financial institutions is
of course highly directed to achieve the pleasure of Allah to obtain all the
goodness of the world and the hereafter. The application of the wakalah bi
al-istitsmar contract certainly requires clear rules so that its implementation
is in accordance with the dhawabith (provisions) and hudud (limits) of assets
based on sharia concepts. This study uses a qualitative descriptive method
which is a method used as a measurement step that is in accordance with the
conditions of the object and research object. Every activity of an Islamic
financial institution pays close attention to the contract. The law is also
very clear regarding the use of sharia contracts. Furthermore, this research
was completed descriptively. Research was conducted to provide information
about products of Islamic financial institutions. It is also done to provide
information on how to use this product in the future.
Keywords: Wakalah,
fundraising, Sharia Council.
Pendahuluan
Kegiatan
ekonomi dalam Islam yang dianjurkan dan sesuai adalah kegiatan ekonomi yang
bebasis bisnis dan investasi. Hal tersebut telah
dijelaskan dalam beberapa ayat al-Qur�an dan hadis Rasulullah SAW. Islam mengembangkan sistem ekonomi untuk meningkatkan ekonomi dan
kesejahteraan umat dalam jangka panjang. Sistem
keuangan Islam tidak terlepas dari Bank dan lembaga keuangan merupakan dua hal
yang tidak lepas dari sistem ekonomi yang memiliki tanggungjawab untuk
mengemban amanat sesuai dengan tujuan konsep sistem ekonomi Islam itu sendiri.
Penghimpunan dana dalam Islam berkembang hanya sebatas zakat, infaq,
sedekah, wakaf dan lain sebagainya yang terjadi sejak zaman nabi berada di
pusat peradaman Islam saat itu yaitu kota Madinah. Penghimpunan dana pada zaman nabi dilakukan terpusat di masjid yang
menjadi cikal bakal terbentuknya Baitul maal. Pengelolaan baitul maal berlanjut
pada zaman Khalifah Abu Bakar dan pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin
Khattab mengalami perkembangan sebagai tempat mengelola keuangan pemerintah
untuk memenuhi kepentingan masyarakat (Hamid, 2018).
Seiring berjalannya
waktu, tempat penghimpunan dana terus berkembang
hingga saat ini tidak hanya terpusat pada baitul maal akan tetapi dalam konsep
perbankan. Selain konsep perbankan, ada juga konsep koperasi akan
tetapi tidak mampu mengungguli perkembangan perbankan yang sangat pesat.
Koperasi dan perbankan memiliki kesamaan dalam penghimpunan dana
yaitu mengelola dan mengatur simpanan (tabungan) dan investasi. Akan tetapi,
simpanan (tabungan) dan investasi mempunyai karakteristik dan kriteria yang
tidak sama walaupun keduanya merupakan bagian dari penghimpunan dana di lembaga
keuangan (Janwari & Muliawati, 2016).
Lembaga keuangan
berdasarkan SK Menkeu RI No. 792 Tahun 1990 merupakan setiap badan yang
memiliki kegiatan dalam bidang keuangan, melaksanakan penghimpunan dan
penyaluran dana kepada masyarakat untuk melakukan
pembiyaan investasi perusahaan. Walaupun dalam peraturan tersebut fungsi utama
lembaga keuangan untuk melakukan pembiyaan investasi perusahaan, akan tetapi
tidak membatasi kegiatan lembaga keuangan karena pada kenyataannya dapat
diperuntukan untuk pembiayaan lain seperti kegiatan konsumsi, distribusi dan
jasa (Mensari, 2017).
Lembaga keuangan dalam
pandangan konvensional merupakan badan usaha yang memiliki aset utama berupa
aset keuangan, kredit, penanaman dana dengan surat
berharga, jasa keuangan asuransi, pembiayaan, simpanan, investasi dan
lain-lain. Lembaga keuangan syariah adalah lembaga atau institusi yang memiliki
kekayaan dalam wujud financial assets (aset keuangan) maupun aset riil yang
berasaskan pada konsep syariah (Ahmad & Hamid, 2008).
Tidak
ada penjelasan yang sempurna tentang pengertian lembaga keuangan perspektif
syariah. Namun ada beberapa karakteristik
lembaga keuangan yang memiliki konsep dasar syariah, diantaranya: lembaga
keuangan yang merupakan milik umat Islam, merupakan bagian dari organisasi
Internasional Assosciation of Islamic Bank (IAIB), memberikan pelayanan kepada
umat Islam, memiliki dewan syariah dan sebagainya.
Organisasi
Konferensi Islam (OKI) merupakan organisasi umat Islam yang merintis
terbentuknya lembaga keuangan syariah pada bulan Maret tahun 1973 di Libya.
Islamic Development Bank (IDB) merupakan lembaga pertama yang dibentuk
organisasi Islam tersebut dengan memiliki dana awal sebesar 2 Milyar dinar (Antonio, 2001). Terbentuknya
IDB memberikan dorongan bagi Negara lain untuk
membangun lembaga keuangan Islam seperti Dubai, Mesir, Arab Saudi dan banyak
lagi termasuk Indonesia. Bank Syariah pertama di Indonesia yaitu Bank Muamalat
Indonesia (BMI) yang mengawali bermunculannya lembaga keuangan lain yang berprinsip syariah Islam.
�Perbankan syariah di Indonesia di atur oleh
Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah dan diatur pula
dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia tahun 2003 tentang haramnya bunga. PP RI
No. 72 mendasari perbankan berprinsip bagi hasil dan Fatwa Dewan Sayariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 152/DSN-MUI/VI/2022 mendasari lembaga
keuangan syariah tentang penghimpunan dana dengan akad
wakalah bi al-istitsmar.
Wakalah merupakan jenis
akad yang bertujuan untuk memberikan kuasa dari muwakkil (pemilik dana) kepada wakil (lembaga keuangan syariah) untuk
melakukan pengelolaan dana sebagai langkah untuk mendapatkan keuntungan. Akad wakalah memiliki bagian akad berupa wakalah bi al-istitsmar
yang merupakan akad wakalah yang bertujuan untuk menginvestasikan dan melakukan
pengembangan modal muwakkil baik berupa Wakalah bi al-Ujrah (wakalah dengan
imbalan) atau Wakalah bi ghoiri al-Ujrah (wakalah tanpa imbalan).
Dalam praktik
penghimpunan dana lembaga keuangan syariah sangat
perlu melakukan pengembangan produk penghimpunan dana yang menerapkan prinsip
akad wakalah bi al-istitsmar untuk melakukan upaya peningkatan kesejahteraan
umat. Penerapan akad wakalah bi al-istitsmar tentunya sangat
diperlukannya tata aturan yang jelas sehingga diterapkan sesuai dengan
dhawabith (ketentuan) dan hudud (batasan).
Metode Penelitian
Penelitian ini
menggunakan sebuah metode kualitatif dengan kajian pustaka (library research)
yang menggunakan literature buku, jurnal, laporan penelitian dan catatan pendukung
lainnya yang relevan (Agung, 2012). Selanjutnya penelitian ini dijelaskan dengan deskriptif. Metode penelitian deskriptif kualitatif menjadi metode yang
dimanfaatkan sebagai langkah penggamaran sesuai dengan kondisi objek maupun
objek penelitian.
Hasil dan Pembahasan
A. Konsep Wakalah Bi al-Istitsmar
Wakalah
merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab yang bermakna penyerahan atau pemeliharaan. Sedangkan
dalam pandangan ahli fiqih, wakalah diartikan sebagai tindakan melimpahkan
tanggungjawab kepada orang lain untuk mengelola dan mengatur suatu hal yang
tidak bertentangan dengan ketentuan syariat Islam. Penjelasan yang lebih mudah
terkait wakalah yaitu mewakilkan suatu wewenang untuk melakukan sesuatu atau
untuk memelihara suatu barang (Rizal, 2015). Wakalah bi al-Istitsmar merupakan suatu akad wakalah untuk
menginvestasikan dan mengembangkan modal muwakkil baik dengan imbalan atau
tanpa imbalan.
Wakalah
dalam praktik muamalah memiliki dasar hukum dalam al-Qur�an, al-Sunnah dan
al-Ijma. Salah satu firman Allah SWT yang menjadi
dasar hukum wakalah yaitu surat al-Kahfi ayat 19:
�Maka
suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu
ini dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia
membawa makanan dari yang lebih baik itu untukmu� (QS. Al-Kahfi : 19)
Potongan
ayat al-Kahfi ayat 19 �fab�atsu ahadakum biwariqikum hadzihi� yang bermakna
�Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang
perakmu ini� memiliki istimbat hukum yang berhubungan dengan wakalah. Ibnu al-�Arabi berpendapat bahwa ayat ini menjadi dasar hukum
wakalah yang paling kuat. Selain surat al-Kahfi
ayat 19, hukum wakalah juga didasari dengan surat al-Baqarah ayat 283:
��Maka,
jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai
itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya� (QS. Al-Baqarah: 283)
Ayat-ayat
tersebut menjadi dasar hukum praktik wakalah dalam bermacam permasalahan
termasuk praktik penghimpunan dana di lembaga keuangan
syariah. Selain ayat al-Qur�an, hukum dasar wakalah juga didasari oleh
al-Sunnah diantaranya yaitu hadis Nabi yang diriwayatkan oleh al-Khamsah illa
al-Nasa�i (diriwayatkan oelh Imam Hadis yang lima selain Imam al-Nasa�i) :
�Bahwa
Nabi Shallallaahu �alaihi wa Sallam pernah memberinya
(�urwah) satu dinar agar dibelikan untuk beliau seekor kambing. Maka ia membeli untuk beliau (dengan uang tersebuat) dua ekor
kambing lalu menjual salah satunya dengan harga satu dinar. Dan ia datang kepada beliau denngan satu dinar dan seekor
kambing. Maka beliau mendoakan keberkahan dalam jual belinya,
sehingga kalau membeli debu pun, ia akan memperoleh keuntungan.�
Ijma ulama
memberikan pandangan bahwa wakalah diperbolehkan karena tidak setiap orang
memiliki kapabilitas dan kemampuan untuk mengelola/mengurus harta dan semua
urusannya. Walakalah juga bisa
menjadi jalan untuk saling tolong menolong yang tentunya diperintahkan dalam
Islam untuk melakukannya.
Wakalah bi
al-istitsmar juga dijelaskan dalam ketentuan AAOIFI dalam al-Ma�ayir
al-Syar�iyah (Shari�ah Standards):
�Al-Wakalah
bi al-istitsmar hukumnya boleh dengan syarat sesuai dengan ketentuan-ketentuan
syariah�
Fatwa-fatwa
yang menjadi rujukan untuk Wakalah bi al-istitsmar, yaitu (Gayo & Taufik, 2012):
1.
Fatwa DSN-MUI No.
10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Wakalah;
2.
Fatwa DSN-MUI No.
20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana
Syariah;
3.
Fatwa DSN-MUI No.
40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip
Syariah di Bidang Pasar Modal;
4.
Fatwa DSN-MUI No.
52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad wakalah bi Urah pada Asuransi Syariah dan
Reasuransi Syariah
5.
Fatwa DSN-MUI No.
80/DSN-MUI/III/211 tentang Penerapan Prinsip Syariah Dalam Mekanisme Perdagangan
Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek;
6.
Fatwa DSN-MUI No.
113/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Wakalah bi Ujrah.
B. Konsep Akad Wakalah Bi
Al-Istitsmar Dalam Penghimpunan Dana
Fatwa
Dewan Syariah Nasional No: 152/DSN-MUI/VI/2022 tentang Penghimpunan Dana Dengan
Akad Wakalah Bi Al-Istitsmar poin pertama memberikan ketentuan penghimpunan dana adalah penghimpunan dana yang dilakukan oleh lembaga
keuangan syariah. SK Menkeu RI nomor 792 tahun 1990 menjelaskan bahwa lembaga
keuangan adalah semua lembaga yang melaksanakan kegiatan keuangan, penghimpunan
dana dan penyaluran dana kepada masyarakat. Undang-undang
RI nomor 10 tahun 1998 menjelaskan bahwa Bank merupakan suatu lembaga usaha yang
melaksanakan penghimpunan dana dari masyarakat dalam wujud simpanan dan
menyalurkannya dalam wujud kredit atau wujud lainnya sebagai usaha agar taraf
hidup masyarakat semakin meningkat. Tidak berbeda jauh dengan
lembaga keuangan syariah yang memiliki fungsi dan sistem operasionalnya saling
mendukung sehingga terhubung erat dengan bank konvensional. UU No. 10 tahun 1998 secara tegas memberikan penjelasan bahwa dalam
perbankan di Indonesia ada dua sistem (dual system banking) yaitu konvensional
dan syariah.
Secara
garis besar pelaskanaan penghimpunan dana pada bank
konvesional yaitu berupa tabungan, giro dan deposit. Tidak jauh berbeda dengan
lembaga keuangan syariah juga melakukan penghimpunan dan tabungan, giro dan
deposit, akan tetapi pelaksanaan di lembaga keungan
syariah disesuaikan dengan prinsip syariah. Ketentuan prinsip
syariah yang dijalankan lembaga keuangan syariah yaitu tiddak mengenal bunga
dan menerapkan sistem wadiah dan mudharabah. Salah
satu perbedaan yangbsangat jelass antara bank konvensional dengan lembaga
keuangan syariah adalah bank konvensional menerapkan bunga pada kegiatannya
seedangkan lembaga keuangan syariah tidak menerapkan bunga. Setiap kegiatan lembaga keuangan syariah sangat memperhatikan
akadnya.
Ketentuan
ketiga dalam fatwa DSN-MUI menjelaskan bahwa Wakalah adalah akad pemberian
kuasa dari pemilik dana (muwakkil) kepada wakil yaitu
lembaga keuangan syariah untuk melakukan pengelolaan dana sebagai usaha
menperoleh keuntungan. Ketentuan selanjutnya menjelaskan
bahwa wakalah bi al-istitsmar merupakan akad wakalah yang bertujuan untuk
menginvestasikan dan melakukan pengembangan modal muwakkil baik dengan adanya
ujrah/fee/imbalan (wakalah bi al-ujrah) maupun tanpa adanya ujrah/fee/imbalan
(wakalah bi ghairi al-ujrah). Ujrah merupakan imbalan
atau upah yang wajib dibayar oleh wakil atas suatu jasa yang telah dilakukan.
Modal yang diinvestasikan dalam praktik wakalah bi
al-istitsmar disebut dengan ra�s wakalah bi al-istitsmar.
Penerapan
akad wakalah bi al-istitsmar dibagi menjadi dua jenis, yaitu: 1) Akad wakalah
bi al-istitsmar yang memiliki batasan jenis investasi, jangka waktu, tempat
dan/atau batasan lainnya yang ditentukan disebut wakalah bi al-istitsmar
al-muqayyad; 2) Akad wakalah bi al-istitsmar yang tidak memiliki batasan jenis
investasi, jangka waktu, tempat dan/atau batasan lainnya yang ditentukan hanya
dibatasi oleh kelaziman dan urf (kebiasaan) atau sesuatu yang memiliki nilai
kemaslahatan bagi muwakkil. Ketentuan muwakkil merupakan
pihak yang berkedudukan sebagai penerima kuasa, baik syakhsiyah
thabi�iyah/natuurelijke person (orang) atau yang dipersamakan dengan orang baik
yang memiliki badan hukum atau tidak memiliki badan hukum (syakhsiyah
I�tibariah/ syakhsiyah hukmiyah/rechtpersoon). Dalam
undang-undang juga sudah sangat jelas terkait penggunaan akad syariah untuk
penggunaan produk lembaga keuangan syariah. Penggunaan akad tersebut
juga sangat berakaitan dengan fungsi lembaga keuangan syariah, yaitu: 1)
Lembaga keuangan syariah sebagai menajemen investasi berdasarkan kontrak
mudharabah atau kontrak perwakilan; 2) Lembaga keuangan syariah menawarkan jasa
keuangan berdasarkan fee based dalam sebuah kontra perwakilan atau penyewaan (Abdurohman et al., 2021).
Beberapa
ketentuan lain yang perlu diperhatikan dalam akad wakalah bi al-istitsmar,
yaitu: 1) Wakil, muwakkil, sighat akad, ras� al mal, Istitsmar, ujrah dan hasil
istitsmar ketentuannya harus sesuai dan mengikuti subtansi fatwa nomor
126/DSN-MUI/VII/2019 tentang akad wakalah bi al-istitsmar; 2) Akad wakalah bi
al-istitsmar yang dilaksanakan dengan adanya ujrah (imbalan/fee) maka harus
memperhatikan ketentuan ujrah yang dijelaskan pada fatwa nomor
113/DSN-MUI/IX/2017 tentang akad wakalah bi al-ujrah; 3) Wakil tidak
diperkenankan untuk mewakilkan tanggung jawabnya kembali kepada pihak lain
(tawkil al-wakil) kecuali hal tersebut atas izin dari muwakkil sebagaimana
dijelaskan dalam ketentuan fatwa nomor 113/DSN-MUI/IX/2017 tentang akad wakalah
bi al-ujrah dan fatwa nomor 126/DSN-MUI/VII/2019 tentang akad wakalah bi
al-istitsmar; 4) Sebagai wakil dalam akad wakalah bi al-istitsmar, pelaksanaan
usaha yang dilakukan oleh lembaga keuangan syariah harus menggunakan akad-akad
yang telah ada dalam ketentuan fatwa DSN-MUI seperti mudharabah, murabahah,
salam, musyarakah, istisna�, dan ijarah.
Proses
praktiknya dalam penghimpunan dana pada lembaga keuangan syariah tentu tidak
akan ada jaminan semuanya akan berjalan lancar, jika terjadi perselisihan, maka
penyelesaian sengketa wajib dilakukan sesuai dengan prinsip syariah dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku: 1) melalui proses musyawarah
mufakat; 2) melalui lembaga penyelesaian sengketa, antara lain melalui Badan
Atribase Syariah Nasional (BASYARNAS) dan apabila musyawarah mufakat tidak
tercapai maka melalui Pengadilan Agama.
Kesimpulan
Terdapat pengaruh yang
siginifikan pada variabel kesadaran wajib pajak terhadap Berdasarkan uraian di
atas, dapat disimpulak beberapa hal berikut, yaitu: Pertama, Lembaga keuangan
syariah merupakan sebuah badan/lembaga usaha keuangan yang dijalankan sesuai
dengan prinsip syariat Islam dan tidak melakukan praktik riba, maisir, dan gharar.
Kedua, praktik penghimpunan dana dengan menerapkan
akad wakalah bi al-istitsmar boleh dilakukan dengan catatan harus mengikuti
ketentuan (dhawabith) dan batasan (hudud) seperti yang dijelaskan dalam fatwa
nomor 152/DSN-MUI/VI/2022 tentang penghimpunan dana dengan akad wakalah bi
al-istitsmar. Ketiga, penyelesaian sengketa wajib dilakukan
sesuai dengan prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Abdurohman, D.,
Mukhlas, O. S., & Abd Hakim, A. (2021). Perkembangan Pemikiran Norma
Penghimpunan Dana dan Perwujudannya dalam Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Ecobankers:
Journal of Economy and Banking, 2(2), 115�130.
Agung, A. A. P. (2012).
Metodologi Penelitian Bisnis. Malang: Universitas Brawijaya.
Ahmad, R., & Hamid,
A. (2008). Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Zikrul Hakim.
Antonio, M. S. (2001). Bank
Syariah: dari teori ke praktik. Jakarta: Gema Insani.
Dewan Syariah Nasional.
Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia No: 1 26/DSN-MUI/V1/2019
Tentang Akad Wakalah Bi Al-Istitsmar, 2019.
Dewan Syariah Nasional.
�Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 152/DSN-MUI/VI/2022 Tentang Penghimpunan Dana
Dengan Akad Wakalah Bi Al-Istitsmar,� 2022.
Gayo, A. A., &
Taufik, A. I. (2012). Kedudukan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia Dalam Mendorong Perkembangan Bisnis Perbankan Syariah (Perspektif
Hukum Perbankan Syariah). Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum
Nasional, 1(2), 257�275.
Hamid, A. M. (2018).
Peran Baitul Mal Dalam Kebijakan Keuangan Publik. ADILLA: Jurnal Ilmiah
Ekonomi Syari�ah, 1(1), 96�116.
https://doi.org/10.52166/adilla.v1i1.735.
Janwari, Y., &
Muliawati, N. N. (2016). Pemikiran Ekonomi Islam: Dari Masa Rasulullah Hingga
Masa Kontemporer. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mensari, R. D.
&Ahmad D. (2017). Islam dan Lembaga Keuangan Syariah. Journal of
Chemical Information and Modeling, 3(1), 239�256.
Rizal, R. (2015).
Implementasi Wakalah pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah. Equilibrium:
Jurnal Ekonomi Syariah, 3(1), 125�139.
https://doi.org/10.21043/equilibrium.v3i1.1275.
Copyright holder: Muhsinin, Akhmad Faozan (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal
Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |