Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol.
7, No. 12,
Desember 2022
KARAKTERISTIK
PASIEN KARSINOMA SEL SKUAMOSA TELINGA DAN TULANG TEMPORAL DI RSUP DR. HASAN
SADIKIN BANDUNG
Widya
Maulina Lestari, Sally Mahdiani, Bambang Purwanto
Fakultas
Kedokteran, Universitas Padjadjaran, Indonesia
Rumah
Sakit Hasan Sadikin Bandung, Indonesia
Email:
[email protected], [email protected],
[email protected]
Abstrak
Keganasan pada liang telinga merupakan kasus yang jarang terjadi, kurang
dari 0.2% dari seluruh keganasan pada regio kepala dan leher. Secara histologis karsinoma sel skuamosa (KSS) merupakan jenis karsinoma
terbanyak karena terjadi pada 80% kasus keganasan pada telinga luar. Prognosis KSS biasanya buruk dan mengancam jiwa. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik klinis
pasien KSS di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Penelitian
deskriptif dari data rekam medis pasien KSS telinga dan tulang temporal di RSUP
DR Hasan Sadikin Bandung periode Januari 2014 - Desember 2019. Didapatkan
49 pasien dengan KSS telinga dan tulang temporal, laki-laki dan perempuan
sebesar 3:1.75. Usia termuda adalah 21 tahun dan
tertua 62 tahun, umumnya bekerja sebagai petani dan buruh pabrik. Mayoritas IMT adalah kategori underweight dan normal.
Predileksi KSS terbanyak di liang telinga (79.5%), sebanyak 57.1% dengan
limfadenopati leher, sejumlah 10.2% dengan paralisis nervus fasialis HB V, dan
gangguan pendengaran tipe konduktif derajat berat sebanyak 44.8%. Berdasarkan
klasifikasi histopatologi, didapatkan 89.7% pasien tipe well differentiated,
dengan 28.5% disertai metastasis, dan sebanyak 57.1% berada pada stadium IV. Tatalaksana yang dilakukan sebagian besar adalah operasi diikuti
radioterapi, dengan angka kesembuhan 18.3% dan rekurensi 12.2%. KSS adalah keganasan telinga dan tulang temporal yang paling umum,
namun jarang ditemukan di praktik sehari-hari. Gejala
KSS menyerupai kelainan telinga jinak dan sifatnya agresif, biasanya pasien
datang ketika sudah dalam stadium lanjut sehingga memiliki prognosis buruk dan
mengancam jiwa. Angka harapan hidup yang lebih baik akan
dicapai dengan diagnosis dan tatalaksana sedini mungkin pada pasien dengan
risiko tinggi.
Kata
Kunci:
Karsinoma sel skuamosa, karakteristik umum, pemeriksaan, tatalaksana, luaran.
Abstract
Malignancy of
the ear canal is a rare case, accounting for less than 0.2% of all malignancies
in the head and neck region. Histologically, squamous cell carcinoma (SCC) is
the most common type of carcinoma because it occurs in 80% of cases of
malignancy of the outer ear. The prognosis for KSS is usually poor and
life-threatening. The study aims to identify the clinical characteristics of
KSS patients at RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. A descriptive study of medical
record data from patients with ear and temporal bone SCC at DR Hasan Sadikin
General Hospital in Bandung from January 2014 to December 2019. There were 49
patients with ear and temporal bone SCC, male and female, at 3:1.75. The
youngest is 21 years old, and the oldest is 62 years old; they generally work
as farmers and factory workers. The vast majority of BMI values fall into the
underweight and normal ranges. The highest predilection for SCC was in the ear
canal (79.5%), followed by neck lymphadenopathy (57.1%), HB-V facial nerve
paralysis (10.2%), and severe conductive hearing loss (44.8%). Based on
histopathological classification, 89.7% of patients were of a
well-differentiated type, with 28.5% accompanied by metastases, and 57.1% were
at stage IV. Most of the management involves surgery followed by radiotherapy,
with a cure rate of 18.3% and a recurrence rate of 12.2%. SCC is the most
common malignancy of the ear and temporal bone, but it is rarely found in
everyday practice. Symptoms of KSS resemble benign ear disorders and are
aggressive in nature; usually, patients come when they are in an advanced
stage, so they have a poor and life-threatening prognosis. Better survival
rates will be achieved with earlier diagnosis and management of high-risk
patients.
Keywords: Squamous cell
carcinoma, general characteristics, examination, management, outcome.
Pendahuluan
Karsinoma sel skuamosa
(KSS) merupakan keganasan paling umum di temporal diikuti dengan karsinoma sel
basal (KSB), karsinoma kistik adenoid (KKA), adenokarsinoma seruminosa, dan
adenokarsinoma telinga tengah (Imanto, 2016). Keganasan pada
liang telinga merupakan kasus yang jarang, terjadi
kurang dari 0.2% dari seluruh keganasan pada kepala dan leher yang hanya 4%
dari keganasan seluruh tubuh. Angka kejadian keganasan ini setiap tahunnya
diperkirakan antara 1 hingga 6 orang dari satu juta populasi dengan
perbandingan sekitar 1/1.000.000 populasi (Restuti et al., 2019).
Sebagian besar kasus
KSS terjadi pada laki-laki usia 50 hingga 60 tahun.
Hasil dari penelitian mendapatkan 480.000 kasus baru yang terdeteksi dan
320.000 pasien meninggal karena kanker ini, dengan rata-rata� mortalitas pada laki-laki : perempuan adalah
sebesar 8.8:5.1 per 100.000 (Surono et al., 2016). Riwayat radiasi pada daerah kepala dan leher, terpapar
sinar matahari dalam waktu lama, penyakit telinga kronis, dan kebiasaan
mengorek telinga dapat berkontribusi pada kejadiaan KSS di telinga dan tulang
temporal (Dewi
& Mkes, 2019).
Etiologi
multifaktor dan adanya riwayat paparan radiasi berperan sebagai faktor risiko
penting pada tumor yang berasal dari kulit pada pinna dan liang
telinga luar. Pada sebuah penelitian kohort didapat bahwa insidensi KSS pada pasien
yang telah mendapat terapi radiasi adalah 0.13%, angka kejadian ini 1000 kali
lebih tinggi dibandingkan populasi umum. Otitis media kronis,
otitis eksterna dan kolesteatoma juga diketahui terlibat sebagai penyebab
primer KSS tulang temporal. Sebanyak 12.6% dan 43% pasien KSS temporal
memiliki riwayat otitis eksterna kronis atau otitis media dan otitis media
supuratif kronis, secara berturut-turut (Allanson
et al., 2018).
�KSS secara primer dapat mengenai liang telinga, telinga tengah, atau mastoid, atau sekunder
dari lokasi ekstratemporal. Lokasi ekstratemporal yang
umumnya menginfiltrasi tulang temporal di antaranya kulit periaurikula,
kelenjar parotis, dan dasar tengkorak. Pada keganasan tulang temporal,
kulit periaurikula dan kelenjar parotis merupakan tempat yang paling dominan
selain dari tulang temporal itu sendiri (Lovin
& Gidley, 2019).
Pemeriksaan yang dapat
dilakukan untuk mendeteksi KSS adalah dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan
dengan menggunakan mikroskopi dan endoskopi telinga untuk mengidentifikasi massa pada liang dan telinga tengah. Terkadang gambaran KSS
dapat disalahartikan sebagai otitis eksterna atau otitis media sehingga
diperlukan biopsi untuk konfirmasi diagnosis (Gidley, 2018; Restuti et al., 2019). Pemeriksaan
fisik juga menekankan evaluasi fungsi saraf fasialis, adanya ekstensi massa ke
kelenjar parotis atau organ lain, dan adanya limfadenopati leher (Quaz et al., 2013)
Audiometri diperlukan
untuk menilai jenis dan derajat pendengaran karena efek ekstensi massa ke kavum timpani atau ke telinga bagian dalam.
Pemerikaan penunjang lain yang perlu dilakukan
meliputi CT scan, MRI, dan pemeriksaan histopatologi. CT scan
dan MRI dengan atau tanpa kontras dilakukan untuk mengevaluasi keadaan temporal
dan ekstensinya ke organ sekitar. Selain itu
pemeriksaan rontgen toraks dan USG abdomen juga perlu dilakukan untuk menilai
adanya metastasis jauh. Secara histologis KSS merupakan jenis karsinoma
tersering pada liang telinga (Quaz et al., 2013).
Stadium KSS telinga dan
tulang temporal sesuai Modified University of Pittsburg Staging System for
SCC of the temporal bone meliputi stadium I-IV dengan melakukan penilaian
terhadap tumor (T) mulai dari tidak adanya erosi tulang atau keterlibatan
jaringan lunak lain hingga ke tahapan tumor sudah mengerosi koklea, kanal
karotis, foramen jugular, atau adanya paresis wajah. Stadium juga dinilai
dengan mengevaluasi keterlibatan kelenjar getah bening di sekitar leher (Lovin & Gidley, 2019).
Pilihan
utama tata laksana KSS telinga dan tulang temporal adalah operasi.
Radioterapi umumnya diberikan sebagai terapi adjuvan setelah
operasi. Indikasi dilakukan radioterapi antara lain
adanya metastasis ke kelenjar getah bening, invasi perineural, tumor berulang,
dan invasi tulang. Berbagai penelitian telah menunjukkan hasil yang lebih baik
pada pasien yang diberikan terapi adjuvan setelah operasi dibandingkan dengan
operasi saja (Lovin & Gidley, 2019).
Prognosis
KSS biasanya buruk dan mengancam jiwa. KSS seharusnya dapat dideteksi sejak dini untuk mencegah morbiditas
dan mortalitas pada stadium lanjut. Penelitian ini
dilakukan untuk mengidentifikasi karakteristik klinis pasien KSS telinga dan
tulang temporal di RSUP DR Hasan Sadikin Bandung.
Metode Penelitian
Penelitian
kohort retrospektif dengan data rekam medis pasien KSS telinga dan tulang
temporal periode Januari 2014 sampai Desember 2019.
Data karakteristik umum, hasil pemeriksaan, tatalaksana, dan luaran akan diidentifikasi dan dianalisis.
Hasil dan Pembahasan
����������� Didapatkan
49 pasien dengan KSS telinga dan tulang temporal.
Karakteristik umum sampel dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel� 1. Karakteristik Umum
VARIABEL |
JUMLAH |
|
n |
% |
|
Usia
(tahun)(RI, 2009) 0 - 5 5 - 11 12 - 16 17 - 25 26 - 35 36 - 45 46 - 55 56 - 65 >65 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan IMT(Bmi & Bmi, 2004) Underweight Normal Overweight Obesitas Pekerjaan Tidak bekerja Petani Buruh pabrik Wiraswasta |
0 0 0 1 6 5 36 2 0 31 18 19 24 5 1 7 13 18 12 |
0 0 0 2 12.2 10.2 73.4 2.2 0 63 37 38.7 48.9 10.2 2.2 14.2 26.5 36.7 24.4 |
Perbandingan pasien KSS
pada laki-laki dan perempuan yaitu 3 : 1.75. Usia pasien termuda 21 tahun dan usia tertua 62 tahun,
dengan rata-rata usia 45 tahun. Sebagian besar pasien
memiliki berat badan normal (48.9%). Pekerjaan pasien
paling banyak buruh pabrik (36.7%).
Tabel
2.
Hasil Pemeriksaan
VARIABEL |
JUMLAH |
|
n |
% |
|
Predileksi Liang telinga Daun telinga Retroaurikula Preaurikula KGB leher (+) (-) Paralisis Nervus
Fasialis HB I HB II HB III HB IV HB V HB VI Audiogram CHL ringan CHL sedang CHL berat SNHL ringan SNHL sedang SNHL berat SNHL sangat berat MHL ringan MHL sedang Hasil CT Scan Liang telinga Telinga tengah dan mastoid Telinga dalam Apeks petrosus Ekstensi ke organ lain Histopatologi Well Differentiated Moderate Differentiated Poor Differentiated Metastasis (+) (-) Stadium I II III IV |
39 4 3 7 28 21 0 0 1 3 5 4 3 12 22 2 0 9 0 1 0 39 13 8 4 11 44 4 1 14 35 3 5 13 28 |
79.5 8.1 6.1 14.2 57.1 42.8 0 0 2.0 6.1 10.2 8.1 6.1 24.4 44.8 4.0 0 18.3 0 2.0 0 79.5 26.5 16.3 8.16 22.4 89.7 8.1 2.0 28.5 71.4 6.1 10.2 26.5 57.1 |
Predileksi KSS telinga
dan tulang temporal terbanyak berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopi dan
endoskopi telinga adalah di liang telinga (79.5%),
akan tetapi ada beberapa pasien dengan predileksi lebih dari satu tempat
dikarenakan massa yang sudah meluas. Keterlibatan KGB leher
didapat pada 57.1% pasien. Paralisis nervus fasialis didapat pada 13
pasien, sebanyak 10.2% pasien mengalami paralisis nervus fasialis HB V.
Pemeriksaan audiometri menunjukan CHL (conductive hearing loss) pada
hampir seluruh pasien dengan derajat berat. Hasil CT scan menunjukkan lokasi
paling banyak di liang telinga sebanyak 79.5% akan tetapi ada beberapa pasien
dengan tempat predileksi lebih dari satu tempat, dan sebanyak 11 pasien
mengalami ekstensi ke organ lain yaitu sebanyak 8 pasien ekstensi ke parotis
dan 3 pasien ekstensi ke sendi temporomandibula.�
Berdasarkan hasil
pemeriksaan histopatologi sebagian besar pasien (89.7%) dengan tipe well
differentiated squamous cell carcinoma. Didapatkan 14
pasien (28.5%) dengan metastasis, 12 pasien metastasis ke paru dan 2 pasien
metastasis ke abdomen. Stadium terbanyak berdasarkan kriteria modified
university of pittsburg staging system for SCC of the
temporal bone adalah stadium IV (57.1%).�
Tabel
3.
Tatalaksana
VARIABEL |
JUMLAH |
|
n |
% |
|
Operasi Operasi+Radiasi Kemoradiasi Kemoterapi |
4 22 16 7 |
8.1 44.8 32.6 14.2 |
Tatalaksana
yang dilakukan paling banyak adalah operasi dengan radiasi yaitu sebesar 44.8%.
Operasi yang dilakukan diantaranya adalah lateral
temporal bone resection, lateral
temporal bone resection dengan aurikulektomi, mastoidektomi dengan dan
tanpa obliterasi,�
parotidektomi, dan diseksi KGB leher. Sedangkan
kemoterapi yang banyak digunakan diantaranya 5-fluorouracil, docetaxel, dan
cisplatin.
Tabel
4.
Luaran
VARIABEL |
JUMLAH |
|
n |
% |
|
Sembuh Meninggal Masih dalam terapi Rekuren |
9 11 23 6 |
18.3 22.4 46.9 12.2 |
Luaran
tata laksana sebagian besar pasien masih dalam terapi yaitu sebesar 46.9%.
Sebagian besar pasien masih dalam kemoterapi 5-fluorouracil,
docetaxel, dan cisplatin, dan ada beberapa pasien yang masih menjalani
radioterapi dikarenakan pengobatan sempat terhenti sementara.
A. Pembahasan
Usia termuda
pasien usia 21 tahun dan tertua 62 tahun dengan prevalensi terbanyak adalah laki-laki. Pada penelitian ini
didapatkan KSS terjadi rata-rata pada usia 45 tahun dengan rentang usia
terbanyak 46 � 55 tahun (73.4), dan 63% terjadi pada laki-laki. Hal ini sejalan dengan Lee, dkk. pada penelitianya
mendapatkan pasien dengan riwayat KSS pada telinga sebagian besar (94%) terjadi
pada laki-laki, namun berbeda dengan usia yang didapatkan, rata-rata usia
pasien KSS adalah 71 tahun (Lee et al.,
2012).
Mayoritas
IMT pada peneltian adalah kategori normal diikuti dengan underweight.
Penurunan berat badan merupakan salah satu gejala yang dikeluhkan oleh pasien
pada penelitian lain. Indeks massa tubuh yang rendah juga dihubungkan dengan
prognosis yang lebih buruk (Wang et al.,
2019), (Li et al., 2015). Pekerjaan pasien
terbanyak adalah buruh pabrik dan petani, hal ini berkorelasi dengan penelitian
lain yang menyebutkan bahwa salah satu faktor risiko terjadinya KSS adalah
riwayat paparan sinar matahari dalam jangka waktu lama (Sari et al., 2021).
Pada penelitian ini predileksi tersering KSS sejalan dengan penelitian Nam,dkk, yang
mendapatkan 92.3% sampel dengan lesi KSS pada liang telinga dapat terlihat
dengan pemeriksaan otoskopi.(Nam et al.,
2019) Pada Wermker dkk., KSS yang predileksinya di
daun telinga memiliki laju metastasis 15.5% dan risiko terjadi destruksi pada
kartilago, sehingga akan meningkatkan risiko metastasis ke tempat lain. Pada
penelitian ini didapatkan sebesar 22.4% pasien mengalami ekstensi ke organ lain
terutama parotis kemungkinan karena penyebaran massa
melalui nodus limfatikus parotis.13�
Pasien dengan KSS telinga dan tulang temporal
dapat mengeluhkan adanya gangguan pendengaran. Gangguan
pendengaran dapat terjadi karena progresi keganasan ke telinga tengah ataupun
telinga dalam, ataupun dampak dari tindakan operatif. Beberapa
laporan kasus melaporkan pasien mengalami kehilangan pendengaran konduktif
beberapa bulan atau tahun terakhir sebelum pasien datang berobat. Pada penelitian ini, pasien umumnya mengalami tuli konduktif dan
sebagian di antaranya mengalami tuli sensorineural. Pada berbagai
penelitian terdapat angka kejadian berbeda-beda dari jenis tuli, di mana hal
ini bergantung pada saat pasien pertama didiagnosis dan sudah seberapa jauh
tumor ekstensi hingga menyebabkan disfungsi dari struktur lain yang berdekatan.
Hilangnya pendengaran pada KSS telinga dan tulang temporal
dapat berupa sensorineural (SNHL), konduktif (CHL), atau campur (MHL).� Gangguan dengar konduktif maksimum terjadi
jika ada perluasan massa ke telinga tengah, sedangkan SNHL terjadi jika ada
perluasan massa ke telinga dalam ataupun setelah tindakan� reseksi kapsul otik, reseksi tulang
temporal subtotal dan total. Jika telinga bagian dalam masih dipertahankan,
pasien masih mungkin mengalami SNHL karena ototoksisitas dari kemoterapi
dan� radioterapi.(Lovin & Gidley, 2019),(Koo et al., 2018)
Pada penelitian ini sebagian besar pasien
memiliki keterlibatan KGB leher. Penelitian yang dilakukan
oleh Eldeeb menunjukkan keterlibatan pada berbagai level KGB di leher dengan
yang terbanyak adalah level II dan III. Keterlibatan KGB ini merupakan
fenomena yang umum terjadi pada KSS pada liang
telinga. Menurut Clark et. al,
analisis multivariat menemukan bahwa status keterlibatan KGB merupakan
prediktor independen terhadap kesintasan pasien. Studi lain oleh Benjamin et. al menunjukkan bahwa keterlibatan KGB merupakan
prognostik buruk pada pasien KSS.(Bibas & Gleeson, 2006)
Pemeriksaan otomikroskopi pada liang
telinga dan membran timpani dapat membantu diagnosis dari keganasan otologi,
akan tetapi semakin tumor tumbuh, maka visualisasi dengan otomikroskop menjadi
terbatas. Sehingga pencitraan memiliki peran yang signifikan
dalam penentuan stadium dan tatalaksana. CT scan yang didapat
menunjukkan sebagian besar massa terdapat pada liang
telinga dan beberapa berekstensi ke telinga tengah, serta ke organ lain. Hal ini menunjukkan bahwa sifat dari KSS temporal cukup invasif.
Temuan pada liang telinga berupa adanya bayangan
jaringan lunak di kanalis akustikus eksternus, tanpa ekspansi yang signifikan
dengan perubahan dinding yang abnormal dimana terjadi metaplasia epitel. Pada
laporan kasus dalam penelitian lain, ekstensi ke telinga tengah didapat adanya massa berbatas tegas pada prosesus mastoid. Dalam laporan
tersebut juga didapat adanya kerusakan pada kanal karotis, serta dinding kanal
saraf fasialis.(Hu et al., 2015)
Keterlibatan
saraf fasialis dapat menjadi faktor prognostik buruk dari KSS pada telinga dan
tulang temporal, karena menandakan KSS sudah menyebar ke telinga tengah bahkan
telinga dalam. Pasien
dapat datang dengan keluhan paralisis wajah dengan kelumpuhans ringan sampai
berat. Pada penelitian ini juga menunjukkan beberapa pasien� sudah mengalami disfungsi saraf
fasialis berat. Keluhan paralisis wajah juga umumnya terdapat pada pasien
dengan keluhan hilang pendengaran bertahun-tahun.(Hu et al., 2015)
Berdasarkan
data histopatologi pada penelitian ini, 89.7% sampel penelitian adalah well
differentiated SCC. Sejalan dengan penelitian Surono,
dkk. yang mendapatkan 85% sampel penelitiannya memiliki gambaran
histopatologi KSS well differentiated, dan 15% sisanya adalah poor
differentiated, tanpa ada kasus dengan moderately differentiated (Penelitian
et al., 2015) Pada penelitian Boisen, dkk., menyatakan moderately
atau poorly differentiated SCC akan meningkatkan risiko tumor, dan
secara umum mengindikasikan prognosis yang lebih buruk.(Boisen et al.,
2016)
Pada penelitian ini sebagian besar pasien mengalami metastasis dan sudah
pada stadium IV. Terdapat
lima pola penyebaran dari KSS temporal, diantaranya superior melalui tegmen
tympani tipis ke dalam fosa kranial tengah, anterior melalui fisura Santorini
dan foramen Huschke ke dalam fosa glenoid dan fossa infratemporal, inferior
melalui hipotimpanum dan jugularis foramen, posterior ke dalam sel udara
mastoid, dan medial ke dalam telinga tengah dan kanal karotis.(Allanson et al.,
2018) Pada penelitian oleh Gidley et al. melaporkan
bahwa KSS temporal meluas ke anterior ke liang telinga pada 63% kasus dan
melibatkan foramen jugularis pada 23%, arteri karotis pada 11%, fossa
infratemporal pada 11%, dan sendi temporomandibular (TMJ) pada 4%.(Gidley et al.,
2010)
Tatalaksana yang dilakukan pada hampir seluruh pasien adalah operasi
yang diikuti radioterapi sebagai terapi adjuvan. Operasi menjadi bentuk utama tatalaksana dari
keganasan pada liang telinga dan tulang temporal. Operasi
yang dilakukan dapat berupa lateral temporal bone resection
(LTBR), subtotal temporal bone resection (STBR), dan total temporal
bone resection (TTBR), dapat disertai parotidektomi dan diseksi KGB leher. 2 Radioterapi
umumnya digunakan sebagai terapi adjuvant post-operasi dengan indikasi seperti
tumor stadium T3/T4, invasi perineural, dan metastasis KGB. Tidak ada data yang mendukung penggunaan rutin
kemoterapi sebagai adjuvant.(Allanson et al.,
2018)
Luaran klinis pada penelitian ini yaitu sembuh
sebanyak 18.3%. Pada
berbagai penelitian lain didapati hasil angka
kesembuhan berkisar antara 43.2 � 66.8%. Pada penelitian ini
angka rekurensi dan kematian masing-masing mencapai 12.2% dan 22.4%.
Berdasarkan Shiga, et al., angka survival
rate keseluruhan pada pasien KSS tulang temporal adalah 80,6%, dengan 100%
pada stadium I, II dan III serta 69,2% untuk pasien stadium IV pada 5 tahun.18
Pada penelitian ini sebanyak 14.2% masih dalam kemoterapi
5-fluorouracil, docetaxel, dan cisplatin, dan ada beberapa pasien yang masih
menjalani radioterapi dikarenakan pengobatan sempat terhenti sementara.
Kesimpulan
KSS
adalah keganasan telinga dan tulang temporal yang paling umum, namun jarang
ditemukan di praktek sehari-hari. Karena gejala KSS
menyerupai kelainan telinga jinak dan sifatnya yang agresif,biasanya
pasien datang ketika sudah dalam stadium lanjut sehingga memiliki prognosis
buruk dan mengancam jiwa. Angka harapan hidup yang lebih baik akan dicapai
dengan diagnosis dan tatalaksana sedini mungkin pada pasien dengan resiko tinggi� terjadinya
KSS.
Allanson, B. M., Low,
T.-H., Clark, J. R., & Gupta, R. (2018). Squamous Cell Carcinoma of the
External Auditory Canal and Temporal Bone: An Update. Head and Neck
Pathology, 12(3), 407�418. https://doi.org/10.1007/s12105-018-0908-4.
Bibas, A. G., &
Gleeson, M. J. (2006). Bilateral squamous cell carcinoma of the temporal bones.
Skull Base : Official Journal of North American Skull Base Society ...
[et Al.], 16(4), 213�218. https://doi.org/10.1055/s-2006-953509.
Bmi, W. H. O., &
Bmi, T. W. H. O. (2004). Public health Appropriate body-mass index for Asian
populations and its implications for policy and intervention strategies. 363,
157�163.
Boisen, J., Malone, C.
H., Kelly, B., & Jr, R. F. W. (2016). Case Report Cutaneous Squamous Cell
Carcinoma with Invasion through Ear Cartilage. Hindawi Publishing
Corporation, 2016(0), 1�3.
Dewi, Y. A., &
Mkes, S. K. (2019). Buku Tht. Bandung: Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL
FKUP/RSHS.
Gidley, P. W. (2018).
Squamous Cell Carcinoma and Basal Cell Carcinoma of the Ear Canal and Temporal
Bone. In Temporal Bone Cancer (pp. 83�107). Springer International
Publishing.
Gidley, P. W., Roberts,
D. B., & Sturgis, E. M. (2010). Squamous cell carcinoma of the temporal
bone. The Laryngoscope, 120(6), 1144�1151. https://doi.org/10.1002/lary.20937.
Hu, X.-D., Wu, T.-T.,
& Zhou, S.-H. (2015). Squamous cell carcinoma of the middle ear: report of
three cases. International Journal of Clinical and Experimental Medicine,
8(2), 2979�2984.
Imanto, M. (2016).
Radang Telinga Luar. Jurnal Kesehatan, 6(2).
Koo, H. J., Lim, S.,
Choe, J., Choi, S. H., Sung, H., & Do, K. H. (2018). Radiographic and CT
features of viral pneumonia. Radiographics, 38(3), 719�739.
https://doi.org/10.1148/rg.2018170048.
Lee, K. C., Higgins,
Wi., Lajevardi, N., Cruz, A. P., & Dufresne, R. G. (2012). Characteristics
of Squamous Cell Carcinoma In Situ of the Ear Treated Using Mohs Micrographic
Surgery. Dermatology Surgery, 0(0), 1�5.
https://doi.org/10.1111/j.1524-4725.2012.02581.x.
Li, Z.-Q., Zou, L.,
Liu, T.-R., & Yang, A.-K. (2015). Prognostic value of body mass index
before treatment for laryngeal squamous cell carcinoma. Cancer Biology &
Medicine, 12(4), 394�400.
https://doi.org/10.7497/j.issn.2095-3941.2015.0043.
Lovin, B. D., &
Gidley, P. W. (2019). Squamous cell carcinoma of the temporal bone: A current
review. Laryngoscope Investigative Otolaryngology, 4(6), 684�692.
https://doi.org/10.1002/lio2.330.
Nam, G.-S., Moon, I.
S., Kim, J. H., Kim, S. H., Choi, J. Y., & Son, E. J. (2019). Prognostic
Factors Affecting Surgical Outcomes in Squamous Cell Carcinoma of External
Auditory Canal. Clinical and Experimental Otorhinolaryngology, 11(4),
259�266.
Penelitian, A. H.,
Kurniasari, F. N., & Surono, A. (2015). Indonesian Journal of Human
Nutrition. 2(1), 60�67.
Quaz, K., Robier, A.,
Lescancce, E., Bobillier, C., & Moriniere, S. (2013). Cancer of the
External Auditory Canal. Elsivier Masson SAS.
Restuti, R. D.,
Maryadi, I. P., & Saleh, R. R. (2019). Tatalaksana karsinoma sel skuamosa
kanalis akustikus eksternus. ORLI, 49(1), 73�84.
RI, D. K. (2009). Klasifikasi
Umur Menurut Kategori.
Sari, N. P., Argaheni,
N. B., Hasanah, L. N., Hairuddin, K., Apsari, D. A., Wahyuddin, W., Ritonga,
N., Salman, S., Ramdany, R., & Nasution, N. H. (2021). Pengantar Ilmu
Kesehatan Masyarakat. Yayasan Kita Menulis.
Surono, A.,
Hariwiyanto, B., & Samodra, E. (2016). Detection of Epstein-Barr and Human
Papilloma Viruses in the Middle Ear Squamous Cell Carcinoma. Indian Journal
of Otolaryngology and Head & Neck Surgery, 5(0).
https://doi.org/10.1007/s12070-016-0991-3.
Wang, C., Pan, Y., Xu,
Q., Li, B., Kim, K., Mao, M., Li, J., Qin, L., Li, H., Han, Z., & Feng, Z.
(2019). Relationship between body mass index and outcomes for patients with
oral squamous� cell carcinoma. Oral
Diseases, 25(1), 87�96. https://doi.org/10.1111/odi.12963.
Copyright holder: Widya Maulina Lestari, Sally Mahdiani, Bambang
Purwanto (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal
Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |