Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN:
2548-1398
Vol. 7, No. 12, Desember 2022
ANALISIS
MANAJEMEN PENYIMPANAN DAN PENDISTRIBUSIAN OBAT DI INSTALASI FARMASI RSUD KOTA
MAKASSAR
Dika
Asmawati1, Wiku Bakti Bawono Adisasmito2
1Kajian
Administrasi Rumah Sakit, �2Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan,
1,2 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Beberapa indikator pengelolaan dan penyimpanan obat tidak tercapai selama tahun 2021 diantaranya kesesuaian stok dengan data, presentase stok mati dan presentase obat kadaluarsa. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis masalah tata laksana logistik tahap penyimpanan dan distribusi obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Makassar yang menyebabkan tidak tercapaianya beberapa indikator ditahun 2021. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deksriptif kualitatif dengan menggunakan studi kasus melalui pengumpulan data yang dilakukan dengan wawancara mendalam, observasi, telaah dokumen dan studi literatur. Sampel diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling dan menggunakan formula solvin untuk menghitung minimal sampel. Prosedur penyimpanan obat pada area penyimpanan menggunakan sistem gabungan antara FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out). Ditemukan beberapa penyebab sehingga indikator penting tidak tercapai selama tahun 2021 serta beberapa masalah dalam penyimpanan obat seperti fasilitas gudang yang kurang memadai. Penyimpanan dan pendistribusian obat sudah mengikuti ketentuan yang berlaku namun ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dalam hal fasilitas, tata laksana dan prosedur serta pemanfaatan komputerisasi untuk pencatatan penyimpanan dan pendistribusian obat.
Kata Kunci: Penyimpanan Obat, Distribusi Obat,
Manajemen Logistik, Farmasi, Rumah Sakit.
Abstract
Several indicators of drug management and storage have not been
achieved during 2021, including the conformity of stock with data, the
percentage of dead stock and the percentage of expired drugs. This research was
conducted to identify and analyze problems with the logistical management of
drug storage and distribution stages at the Pharmacy Installation of the
Makassar City General Hospital (RSUD) which resulted in the failure of several
indicators to be achieved in 2021. The method used in this research is a
qualitative descriptive method using a qualitative study. cases through data
collection conducted by in-depth interviews, observation, document review and
literature study. Samples were taken using purposive sampling technique and
using the solvency formula to calculate the minimum sample. The procedure for
storing drugs in the storage area uses a combined system of FIFO (First In
First Out) and FEFO (First Expired First Out). Several causes were found so
that important indicators were not achieved during 2021 as well as several
problems in drug storage such as inadequate warehouse facilities. The storage
and distribution of drugs has complied with the applicable provisions, but
there are a number of things that need to be improved in terms of facilities,
management and procedures as well as the use of computerization for recording
the storage and distribution of drugs.
Keywords: Drug Storage, Drug Distribution, Logistics Management, Pharmacy,
Hospital.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit
(IFRS) merupakan bagian yang penting dan tidak terpisahkan dari sistem pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit. Dalam menjaga standar pelayanan farmasi Rumah Sakit
sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 72 Tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit perlu dilakukan
pengendalian mutu pelayananan kefarmasian yang meliputi monitoring dan evaluasi
demi menciptakan pelayanan kesehatan yang berkualitas.(Menkes, 2016)
Oleh karena itu, dibutuhkan adanya manajemen obat yang terstruktur dimulai dari
proses penerimaan dilanjutkan dengan penyimpanan obat hingga pendistribusian ke
bagian pelayanan di Rumah Sakit sehingga diharapkan keefisien dan kelancaran pelayanan kefarmasian akan memberikan dampak yang positif terhadap
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit baik secara medis maupun sosial-ekonomi.(Siregar & Amalia, 2004)
Pengelolaan obat dimulai dengan tahapan penerimaan dan penyimpanan obat, dilanjutkan ke unit pelayanan di rumah sakit. Tujuan utama dari penyimpanan obat yaitu untuk menjaga kualitas obat, membantu pengendalian obat, dan mempermudah pencarian dan penggunaan obat.(Qiyaam, Furqoni, & Hariati, 2016) Distribusi adalah proses penyerahan obat dari sediaan yang disiapkan oleh IFRS hingga diserahkan kepada petugas kesehatan yang kemudian diserahkan kepada pasien.(Rusdiana, Saputra, & Noviyanto, 2016) Penyimpanan dan distribusi besar sekali peranannya dalam pelaksanaan kesehatan pasien rumah sakit karena dengan terlaksananya proses penyimpanan dan distribusi yang baik maka pasien dapat segera mendapatkan obatnya tanpa harus menunggu lama.(Khasanah, 2019) Oleh karena itu, penting untuk merencanakan proses penyimpanan dan distribusi obat dengan baik demi terciptanya pelayanan kesehatan yang maksimal terhadap masyarakat di rumah sakit.(Rusli, 2016)
Dalam prosesnya, masih banyak Rumah Sakit di Indonesia
yang mengalami hambatan dan kendala dalam menerapkan proses penyimpanan dan
pendistribusian obat sesuai dengan peraturan yang sudah diatur oleh pemerintah.(Kemenkes, 2019)
Contoh hambatan penyimpanan ini salah satunya terjadi pada Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Noongan. Pada hasil penelitian menunjukkan ruangan gudang penyimpanan
yang tampak kecil untuk semua persediaan obat, kurang lengkapnya alat
pengaturan kelembaban, obat diletakkan dilantai karena tidak ada palet.(Monibala, Citraningtyas, & Yamlean, 2019)
Hal ini juga terjadi pada RSUD Kabupaten Muna dalam tahapan distribusi
ditemukan adanya permintaan obat yang tidak terlayani yang disebabkan
kekosongan obat di Gudang penyimpanan.(Ihsan, Amir, & Sahid, 2015)
RSUD Kota Makassar merupakan
salah satu Rumah Sakit Tipe B di Sulawesi Selatan yang menjadi pusat rujukan pelayanan
kesehatan. Mengingat begitu besarnya dampak dari pengelolaan obat terhadap
pelayanan kesehatan masyarakat yang bermutu, maka perlu adanya analisis
tahap‐tahap pengelolaan obat dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya
permasalahan atau kelemahan dalam pelaksanaan penyimpanan dan distribusi obat
di IFRS RSUD Kota Makassar. (Posangi, 2017) Beberapa indikator penyimpanan obat dan
perbekalan farmasi dapat digunakan untuk mengevaluasi efektivitas dan efisiensi
sistem penyimpanan. Indikator penyimpanan tersebut antara lain persentase
kesesuaian data stok antara barang (fisik) dengan kartu stok atau data komputer,
Turn Over Ratio (TOR), sistem penataan gudang, persentase nilai obat
yang kadaluwarsa atau rusak dan persentase stok mati (dead stock). (Ibrahim, 2016)
Berdasarkan keputusan
manajemen Rumah Sakit Umum Daerah kota Makassar sudah ditetapkan standar untuk
masing-masing indikator penyimpanan dan pendistribusian obat. Pada sistem
penataan gudang harus mengikuti standar permenkes no 72 Tahun 2016. Berdasarkan
data dari bagian Instalasi Farmasi RSUD kota Makassar bahwa selama tahun 2021 rata-rata
perbedaan jumlah aktual obat dan yang tercatat di sistem instalasi farmasi Rumah
Sakit adalah 1 %, untuk penataan gudang masih ada beberapa item yang belum
sesuai dengan standar permenkes dan presentase obat kadaluarsa 3%.
Pencapaian indikator
pengelolaan obat di RSUD Kota Makassar dapat juga dibandingkan dengan indikator
pengelolaan obat berdasarkan penelitian di beberapa rumah sakit dapat dilihat
pada tabel 1.
Tabel
1.
Hasil
pencapaian indikator dibeberapa rumah sakit
|
Kesesuaian Stok |
TOR |
Obat Kadaluarsa |
Stok Mati |
Rumah Sakit Mutiara Bunda (Ramadhani, Akbar, & Wan, 2022) |
94,1% |
- |
0% |
9,3% |
RSU PKU Muhamadiyah (Pudjaningsih, 1996) |
84,62% |
29 Kali |
0,03% |
2,18% |
RSUD NTB (Pamudji, 2018) |
73,00% |
4,01 Kali |
2,80% |
4% |
Analisis pada RSUD Kota Makassar dilakukan untuk melihat pengelolaan obat dimasa pandemi COVID-19, hal ini dilakukan karena penelitian sebelumnya terkait dengan pengelolaan obat baik penyimpanan dan distribusi yang dilakukan dimasa sebelum pandemi COVID-19.
Pada penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus melalui pengumpulan data primer dengan melakukan wawancara mendalam, observasi secara langsung, telaah dokumen dan studi literatur. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus tahun 2022 dan data dikumpulkan secara retrospektif dari bulan Januari � Desember 2021. Untuk wawancara, informan dipilih secara purpose sampling yaitu peneliti menentukan sendiri siapa informan yang dapat memberi informasi sesuai dengan yang ingin diketahui oleh peneliti. Wawancara dilakukan antara penulis dengan Kepala IFRS, Apoteker, dan Kepala Gudang penyimpanan obat di RSUD Kota Makassar dengan melakukan wawancara secara langsung dan direkam untuk keperluan pencatatan. Observasi dilakukan dengan datang langsung ke lapangan, melihat aktifitas yang dikerjakan oleh petugas serta dokumentasi di gudang penyimpanan obat. Pada data sekunder diperoleh dari beberapa sumber yang ada seperti dokumen pencatatan dan studi literatur dilakukan dengan referensi yang mengacu ke peraturan pemerintah yang berlaku dan penelusuran mandiri.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh item obat yang terdapat di gudang instalasi farmasi yaitu berjumlah 330 item obat. Pengambilan sampel obat dilakukan dengan teknik purpose sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang berdasarkan pada pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2013). Peneliti menggunakan rumus Slovin untuk menentukan jumlah sampel minimal dari jumlah populasi sebanyak 330 item obat dan margin of error 5%. Hasil perhitungan didapatkan jumlah sampel sebanyak 178 sampel.(Notoatmodjo, 2010)
Variabel penelitian yang dilakukan triangulasi metode dalam penelitian ini adalah Permenkes (Nomor 72, 2016), Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2019), dan Farmasi Rumah Sakit dan Klinik (Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi) untuk memastikan apakah implementasinya berjalan dengan baik. Tahapan dalam penyimpanan dan distribusi obat yang telah diterapkan di RSUD Kota Makassar dan kendala yang terjadi di lapangan akan menjadi dasar bahan diskusi untuk menghasilkan saran dan masukan kebijakan lainnya yang dibutuhkan oleh RSUD Kota Makassar.
A. Penyimpanan
Obat
Tabel 2.
Hasil
pencapaian indikator penyimpanan obat RSUD Kota Makassar
Tahapan |
Indikator |
Tujuan |
Standar |
2021 |
Penyimpanan obat |
Kesesuain barang fisik dan kartu stok |
Untuk jumlah persediaan obat actual |
100% (Pudjaningsih, 1996) |
99% |
|
Turn Over Ratio |
Untuk membuat persediaan berputar lebih efektif |
8-12 (Pudjaningsih, 1996) |
- |
|
Sistem Penataan Gudang |
Untuk membuat proses penyimpanan obat lebih efektif |
Sesuai standar (Menkes, 2016) |
Sesuai standar dengan catatan |
|
Persentase obat kadaluarsa |
Untuk mengetahui jumlah obat yang kadaluarsa |
0,2% (Pudjaningsih, 1996) |
3% |
|
Persentase stok mati |
Untuk mengetahui jumlah obat yang sudah menjadi stok mati |
- |
Salah satu unsur penunjang yang penting dalam penyimpanan obat adalah kesesuaian antara jumlah fisik dan kartu stok. Tujuan indikator ini adalah sebagai pencerminan sediaan farmasi yang ada di gudang. Dari olah data pada penyimpanan gudang di RSUD Kota Makassar, selama tahun 2021 kesesuaian antara jumlah obat fisik dan catatan di kartu stok adalah 99%. Jika dibandingkan dengan penelitian Pudjaningsih bahwa kesesuaian antara jumlah fisik obat dan kartu stok adalah 100%(Pudjaningsih, 1996), maka penyimpanan obat pada indikator pada RSUD Kota Makassar masih belum efisien. Pencatatan pada kartu stok obat masih dilakukan secara manual sehingga kemungkinan kesalahan pencatatan masih cukup tinggi. Sudah tersedia aplikasi komputer yang dapat digunakan untuk mencatat stok obat tetapi belum digunakan secara maksimal.
IFRS RSUD Kota Makassar memiliki dua Gudang utama dan dua Satelit farmasi yaitu satu gudang penyimpanan obat yang terletak di lantai tiga, satu gudang penyimpanan Bahan Medis Habis Pakai (BHMP) di lantai empat dan memiliki dua depo yaitu depo farmasi atas untuk rawat inap dan depo farmasi bawah dikhususkan untuk rawat jalan, UGD, ICU dan kamar operasi.
Dari hasil wawancara terhadap informan dan telaah dokumen
di RSUD Kota Makassar menunjukkan bahwa mekanisme penyimpanan obat di IFRS RSUD
Kota Makassar sudah berjalan efektif. Hasil wawancara dan telaah dokumen
tersebut diperkuat juga dengan hasil observasi langsung pada installasi farmasi
rumah sakit dimana masih ditemukan
beberapa kekurangan berdasarkan Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian
di Rumah Sakit dan Permenkes No 72 Tahun 2016. Hasil observasi yang didapatkan
dalam hal kondisi penyimpanan dan prosedur penyimpanan obat pada Gudang obat
dapat diperhatikan menurut tabel 2 dan 3.
Tabel 2.
Keadaan di Gudang serta
Fasilitas Penyimpanan Obat di IFRS RSUD Kota Makassar berdasarkan Petunjuk
Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit dan Permenkes No. 72 Tahun
2016
Standar Penyimpanan Obat di RS |
Kondisi Gudang Obat di IFRS RSUD Kota Makassar |
|
Ya |
Tidak |
|
Tersedianya rak serta lemari yang cukup |
√ |
|
Rak penyimpanan bersih,terlindungi dari kelembaban dan cahaya berlebihan |
√ |
|
Palet yang cukup untuk mejaga obat dari kelembaban lantai |
√ |
|
Sirkulasi udara yang baik |
√ |
|
Terdapat penerangan cahaya |
√ |
|
Langit-langit tempat penyimpanan tidak bocor |
√ |
|
Ada pendingin ruangan (AC) |
√ |
|
Luas ruangan memungkinkan aktivitas dilakukan secara leluasa |
√ |
|
Harus tersedia minimal dua pintu untuk jalur evakuasi |
|
√ |
Tersedia lemari pendingin untuk penyimpanan obat tertentu |
√ |
|
Tersedia alat pemantau suhu ruangan terkalibrasi |
|
√ |
Terdapat pengukur suhu pada lemari pendingin yang terkalibrasi |
|
√ |
Luas ruang
penyimpanan cukup luas, dengan ada dinding pemisah antara sediaan padat
(tablet/salep) dan sediaan cairan. Hasil yang didapatkan adalah luas gudang
penyimpanan sediaan farmasi adalah 4x12m dan sediaan dalam bentuk cairan 5x7m. Hal
ini berdasarkan Permenkes nomor 72 tahun 2016 yang menyebutkan bahwa ruangan pada
penyimpanan obat minimal memiliki luas 3x4m.(Menkes, 2016)
Berdasarkan wawancara dengan salah satu informan
dengan pernyataan ��suhu ruangan gudang penyimpanan obat sekarang sulit kami
pantau karena thermometer ruangan sudah lama rusak dan belum ada pengganti
sampai sekarang begitu juga dilemari pendingan alat pengukurnya masih tidak
akurat..�(inf-2). Menurut
Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, suhu di dalam
ruangan penyimpanan obat di bawah 250 C.(Kemenkes, 2019) Pada Gudang penyimpanan obat IFRS RSUD Kota
Makassar, kondisi suhu ruangan terasa sedikit panas karena ada AC yang kurang
berfungsi dengan baik untuk mendinginkan ruangan dan tidak adanya alat pemantau
suhu ruangan untuk memonitor kondisi suhu ruangan. Selain itu, pada ruangan harus tersedia minimal
dua pintu untuk memudahkan jalur evakuasi. Namun pada ruangan penyimpanan RSUD
Kota Makassar hanya di dapatkan satu pintu yang digunakan untuk akses keluar
masuk obat serta petugas IFRS.� Kekurangan
lain yang didapatkan adalah tidak tervalidasinya lemari es untuk termolabil
secara berkala dikarenakan pengukur suhu yang digunakan tidak berfungsi dengan
baik. Adanya kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM) pada gudang penyimpanan
menjadi penyebab lain dari kurang rutinnya pengecekan alat pengukur untuk dikalibrasi.
Berikut data observasi mendalam
pada penyimpanan obat menggunakan petunjuk teknis standar kefarmasian di rumah
sakit.
Tabel 3.
Tata Cara Penyimpanan
Obat di IFRS RSUD Kota Makassar berdasarkan Petunjuk Teknis Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit dan Permenkes No. 72 Tahun 2016
Standar Penyimpanan Obat di RS |
Kondisi Gudang Obat di IFRS RSUD Kota Makassar |
|
Ya |
Tidak |
|
Menerapkan prinsip FIFO (First In First Out) |
√ |
|
Menerapkan prinsip FEFO (First Expired First Out) |
√ |
|
Looks Alike Sounds Alike (LASA) |
|
√ |
Posisi obat dengan langit-langit ruangan minimal 50 cm |
√ |
|
Obat tidak langsung diletakkan dilantai |
√ |
|
Penyimpanan obat berdasarkan abjad |
√ |
|
Ada kartu stok lengkap dengan keterangan |
√ |
|
Rak diberi label (penamaan) |
√ |
|
Narkotika dan psikotropika ditempatkan di lemari khusus |
√ |
|
Lemari golongan obat narkotika dan psikotropika dikunci dengan jenis dua kunci yang berbeda |
√ |
|
Kunci lemari khusus dipegang oleh seorang Apoteker/penanggungjawab yang ditunjuk |
√ |
|
Obat berisiko tinggi disimpan di tempat terpisah dan diberi label �High Alert� |
√ |
|
Sistem
pengaturan obat pada Gudang penyimpanan RSUD Kota Makassar memanfaatkan metode gabungan
antara FIFO dan FEFO. Metode FIFO adalah metode penyimpanan obat dengan menyimpan
obat yang baru masuk diletakkan pada posisi dibelakang obat yang sudah lebih
awal masuk, sehingga sediaan farmasi yang terlebih dahulu datang bisa keluar
lebih dulu. Pada metode FEFO, obat yang memiliki expired date (ED) lebih
lama diletakkan di belakang obat yang mempunyai ED lebih cepat. Penerapan
metode penyimpanan ini memiliki tujuan untuk mengurangi oleh karena sediaan
farmasi lama yang seharusnya sudah habis masih tetap tersimpan sehingga obat
menjadi expired. Pada pengamatan, tidak terdapat penanda obat Look
Alike Sound Alike (LASA) namun untuk obat yang serupa dan tidak diletakkan
berdekatan (Rusli, 2016).
Berdasarkan
observasi di lapangan, obat yang sudah diterima akan disusun berdasarkan sesuai
bentuk sediaan dan jenis obat kemudian disimpan dengan penanda kartu stok.
Kartu stok yang diletakkan di dekat obat sudah sesuai dengan ketentuan, namun
pada beberapa kartu stok terdapat tulisan tangan yang kurang jelas sehingga
beresiko menimbulkan kesalahan pencatatan dan perhitungan stok obat (Kemenkes, 2019). Pada
sistem penataan obat disusun berdasarkan alfabetis dan penempatan obat
diletakkan di rak-rak terbuka dan dipisah berdasarkan sumber anggaran yaitu
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD). Untuk Vaksin disimpan
di dalam lemari es dan khusus untuk obat narkotika dan psikotropika disimpan
dalam lemari tertutup serta terkunci. Sesuai ketentuan yang berlaku, obat
narkotika dan psikotropika dikunci dengan dua jenis kunci yang berbeda dan
dipegang oleh dua orang petugas gudang, sehingga syarat penguncian lemari
khusus ini sudah sesuai (Kemenkes, 2019).
B. Pendistribusian
Obat
Pada tahap
distribusi menggunakan metode desentralisasi, dimana sistem pendistribusian
mempunyai cabang di dekat unit perawatan atau pelayanan. Bagian ini dikenal
dengan depo farmasi. Proses distribusi dimulai dari unit perawatan/pelayanan menyusun
daftar permintaan perbekalan farmasi yang ditandatangani kepala bagian sebagai
permintaan kebutuhan obat ke depo. Depo atau apotek melanjutkan daftar permintaan
ke Gudang obat. Setelah petugas Gudang menerima daftar permintaan, petugas akan
mengecek obat terlebih dahulu. Apabila stok obat cukup, petugas menyiapkan obat
sesuai permintaan dan mencatat pengeluaran di kartu stok serta buku
pengeluaran. Setelah dibuat Surat Bukti Barang Keluar (SBBK), obat boleh di
ambil oleh petugas depo atau apotek untuk didistribusikan dan diteruskan ke
unit perawatan/pelayanan yang membutuhkan seperti terlihat pada Gambar 1.
Pada hasil
observasi, tahapan pendistribusian obat sudah dilakukan
secara efektif dengan pendistribusian yang merata ke unit-unit perawatan dan
pelayanan dengan pengiriman dan penerimaan obat yang tepat waktu dan dilakukan
prosedur pencatatan yang baik dengan dikeluarkannya SBBK dahulu sebelum obat
didistribusikan ke depo atau apotek. Namun ditemukan adanya
sistem komputerisasi di manajemen logistik yang belum berjalan optimal. Sistem
informasi di RSUD Kota Makassar sudah diterapkan sejak 2016 dan semua stok obat
yang ada di Gudang IFRS secara berkala di update oleh petugas gudang.
Kendala yang terjadi karena permintaan obat oleh petugas depo atau apotek masih
dilakukan secara manual sehingga sistem komputerisasi belum terintegrasi antara
gudang obat, apotek hingga unit perawatan/pelayanan sehingga informasi stok
obat di unit masing-masing belum dapat dilihat secara real-time.
�
Pada hasil penelitian yang
dilakukan di RSUD Kota Makassar dapat disimpulkan bahwa pengelolaan penyimpanan obat terkait dengan
manajemen stok obat dan efektifitas penyimpanan masih perlu perbaikan karena
belum sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Pada penyimpanan obat khususnya terkait dengan keadaan ruangan dan fasilitas
penyimpanan sesuai dengan standar pelayanan farmasi Rumah Sakit, namun ada
beberapa hal yang belum memenuhi kriteria yaitu tidak tersedianya alat pengukur
suhu ruangan yang terkalibrasi dan termometer yang digunakan untuk mengukur
suhu lemari pendingin belum terkalibrasi serta kurangnya SDM di gudang farmasi.
Pada prosedur penyimpanan obat, obat yang terlihat mirip tidak diletakkan
berdekatan walaupun tidak terdapat penanda obat Look Alike Sound Alike (LASA).
Selama masa pandemi COVID-19, proses
pendistribusian obat sudah dilakukan secara efektif dengan pendistribusian yang
merata ke unit-unit perawatan dan pelayanan dengan pengiriman dan penerimaan
obat yang tepat waktu dan dilakukan prosedur pencatatan yang baik dengan
dikeluarkannya SBBK dahulu sebelum obat didistribusikan ke depo.
�
Ibrahim, A. (2016). Evaluasi
Penyimpanan dan Pendistribusian Obat di Gudang Farmasi PSUP Prof. Dr. RD Kandou
Manado. PHARMACON, 5(2). Google
Scholar.
Ihsan, Sunandar, Amir, Sry Agshary, &
Sahid, Mohammad. (2015). Evaluasi Pengelolaan Obat di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun 2014. Pharmauho, 1(2),
23�28. Google
Scholar.
Kemenkes, R. I. (2019). Petunjuk Teknis
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia: Jakarta. Google
Scholar.
Khasanah, Maulidiyatul. (2019). Gambaran
Sistem Distribusi Perbekalan Farmasi Pasien Rawat Inap Kelas Vip Dan Kelas Iii
Di Rsud Tidar Kota Magelang. Tugas Akhir, Universitas Muhammadiyah
Magelang. Google
Scholar.
Menkes, R. I. Permenkes No 72 tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. , (2016). Google
Scholar.
Monibala, Tiarma, Citraningtyas, Gayatri,
& Yamlean, Paulina V. Y. (2019). Evaluasi Penyimpanan Dan Pendistribusian
Obat Di Instalasi Farmasi Rsud Noongan, Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi
Utara. Pharmacon, 8(1), 79�87. Google
Scholar.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi
Penelitian Kesehatan Notoatmodjo S, editor. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Google
Scholar.
Pamudji, Gunawan. (2018). Evaluasi
Pengelolaan Obat Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB
Tahun 2017. Jurnal Farmasi Indonesia, 15(2), 135�147. Google
Scholar.
Posangi, J. (2017). Analisis Manajemen
Penyimpanan dan Pendistribusian Obat di Instalasi Farmasi Chasan Boesoirie
Ternate. Paradigma Sehat, 5(3). Google
Scholar.
Pudjaningsih, Dwi. (1996). Pengembangan
Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat di Farmasi Rumah Sakit. Universitas
Gadjah Mada. Google
Scholar.
Qiyaam, Nurul, Furqoni, Nur, & Hariati,
Hariati. (2016). Evaluasi Manajemen Penyimpanan Obat Di Gudang Obat Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. R. Soedjono Selong Lombok Timur. Jurnal
Ilmiah Ibnu Sina, 1(1), 61�70. Google
Scholar.
Ramadhani, Syahrizal, Akbar, Depy Oktavian,
& Wan, Jose Refor. (2022). Evaluasi Pengelolaan Obat Pada Tahap Distribusi,
Penyimpanan, Serta Penggunaan Obat Pada Pasien Rawat Jalan Di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Mutiara Bunda Tahun 2019. Generics: Journal Of Research In Pharmacy,
2(1), 61�66. Google
Scholar.
Rusdiana, Nita, Saputra, Bayu, &
Noviyanto, Fajrin. (2016). Alur Distribusi Obat dan Alat Kesehatan Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Malingping. Jurnal Farmagazine, 2(1),
24�29. Google
Scholar.
Rusli, R. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi
Rumah Sakit dan Klinik. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan. Google
Scholar.
Siregar, Charles J. P., & Amalia, Lia.
(2004). Farmasi Rumah Sakit teori dan penerapan. Jakarta: EGC, 14.
Google
Scholar.
Sugiyono, Dr. (2013). Metode penelitian
pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D. Google
Scholar.
Copyright holder: Dika Asmawati, Wiku Bakti Bawono Adisasmito (2022) |
First publication right: Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |
���������������������������������