Syntax Literate: Jurnal
Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol.
7, No. 12, Desember 2022
ANALISIS PENYIMPANAN DAN DISTRIBUSI OBAT, ALAT
KESEHATAN DAN BAHAN MEDIS HABIS PAKAI DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT GIGI
MULUT UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
Ayudewi Komala Indriastuti1,
Helen Andriani2
1Mahasiswa Magister
Kajian Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, 2Departemen
Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Indonesia
Email : 1[email protected], 2[email protected]
Abstract
The problem of improper storage and distribution of drugs, medical devices (Alkes), and medical consumables (BMHP) that have not been distributed optimally can reduce the quality of services provided to patients so that it can have an impact on patient satisfaction. The purpose of this study is to analyze the storage and distribution of drugs, medical devices (Alkes), and consumable medical materials (BMHP) at the Pharmacy Installation of RSGM Unjani Cimahi. This study uses a qualitative descriptive type of research by conducting in-depth interviews with 2 informants, namely the Head of the Pharmacy Installation and the Director of General Administration and Finance of RSGM Unjani, reviewing IFRS data documents and studying literature. This research was conducted in May 2022. Storage of drugs, medical devices (Alkes), and consumable medical materials (BMHP) in pharmaceutical installations is in accordance with hospital pharmacy service standards in Permenkes No. 72 of 2016, but in storage warehouses it is still there is a shortage in terms of the warehousing criteria that should be. Meanwhile, for distribution, the distribution channel system uses a complete room inventory system that has been running well. Storage criteria that are in accordance with hospital pharmaceutical service standards need to be improved and there are still shortcomings, especially in storage warehouses that can implement the procurement of facilities and infrastructure in order to improve the quality of pharmacy and improve the quality of hospital services. In the distribution flow that is already running at the planning stage, it is necessary to have precise forecasts regarding the amount of drugs, medical devices (Alkes), consumable medical materials (BMHP), so that the distribution process can run more optimally.
Keywords
: Pharmacy warehouse, drug
distribution, drug storage, pharmaceutical installation
Abstrak
Permasalahan
penyimpanan yang kurang tepat dan pendistribusian obat, alat
kesehatan (Alkes), dan bahan medis habis pakai (BMHP) yang belum tersalurkan secara
optimal dapat menurunkan kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien sehingga
dapat berdampak terhadap kepuasan pasien. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis penyimpanan dan pendistribusian
obat, alat kesehatan (Alkes), dan bahan medis habis pakai (BMHP) di Instalasi
Farmasi RSGM
Unjani Cimahi.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan
melakukan wawancara mendalam kepada 2 informan yaitu Kepala Instalasi Farmasi
dan Direktur Administrasi Umum dan Keuangan RSGM Unjani, telaah dokumen data
sekunder IFRS dan studi literatur. Penelitian ini dilakukan
pada bulan Mei 2022. Penyimpanan obat, alat kesehatan (Alkes), dan bahan
medis habis pakai (BMHP) di instalasi farmasi sudah sesuai dengan standar
pelayanan kefarmasian rumah sakit pada Permenkes No 72 tahun 2016, namun pada
gudang penyimpanan masih terdapat kekurangan dari segi kriteria pergudangan
yang seharusnya. Sementara
untuk pendistribusian dari sistem alur distribusinya �menggunakan sistem persediaan
lengkap ruangan (floor stock) yang sudah berjalan dengan baik. Kriteria
penyimpanan yang sudah sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian rumah sakit perlu
ditingkatkan dan yang masih terdapat kekurangan terutama pada gudang
penyimpanan dapat mengimplementasikan pengadaan sarana dan
prasarana agar dapat meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian maupun
meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit. Pada alur distribusi yang sudah berjalan pada tahap perencanaan diperlukan
peramalan yang tepat mengenai jumlah obat, alat kesehatan (Alkes), bahan
medis habis pakai (BMHP) sehingga proses pendistribusian dapat berjalan
lebih optimal.
Kata Kunci: Gudang
penyimpanan, distribusi obat, penyimpanan obat, instalasi farmasi
Rumah sakit merupakan suatu usaha yang melakukan kegiatan produksi
jasa dan berkaitan dengan kegiatan
logistik yang menyangkut manajemen persediaan bahan barang dan peralatan yang
dibutuhkan (Febriawati,
2013). Produk utama dari sebuah rumah sakit adalah pelayanan medik yang
sekaligus memiliki akuntabilitas terhadap aspek efisien,efektif, manusiawi dan
merata. Elemen minimal yang harus dipenuhi oleh sebuah rumah sakit dalam
mencapai suatu mutu pelayanan yang baik adalah mutu atau kualitas terhadap
pelayanan dan proses administrasi, sarana dan fasilitas serta pelayanan medik.
Hal-hal tersebut yang berkaitan dengan adanya kepuasan pasien (Imron TA, 2019).
Pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit telah memiliki standar yang
ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan No 72 Tahun 2016� yang bertujuan� untuk meningkatkan mutu pelayanan
kefarmasian, menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian, dan melindungi pasien
dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan
pasien (Permenkes, 2016).
Pelayanan
kefarmasian meliputi dua
kegiatan yaitu kegiatan yang bersifat manajerial yang memiliki ruang lingkup pengelolaan sediaan obat, alat kesehatan (Alkes), bahan medis habis pakai (BMHP) dan kegiatan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut perlu adanya dukungan sumber daya manusia (SDM), sarana dan prasarana. Pengelolaan
sediaan obat, Alkes, dan BMHP
harus dilakukan secara multidisiplin, terkoordinir, dan
menggunakan proses yang efektif untuk dapat menjamin kendali biaya dan mutu.
Sehingga
rumah sakit harus dapat menyusun kebijakan yang terkait dengan manajemen penggunaan obat yang efektif lalu harus dievaluasi
kembali sekurang-kurangnya satu tahun sekali. Proses evaluasi tersebut berguna untuk memahami kebutuhan dan prioritas dari
perbaikan sistem mutu dan keselamatan penggunaan obat yang berkelanjutan (Permenkes, 2014).
Instalasi Farmasi Rumah Sakit
juga memberikan pelayanan kefarmasian yang terdiri dari pelayanan paripurna yang
berupa serangkaian kegiatan perencanaan, pengadaan, penyimpanan,
pendistribusian obat serta pengawasan mutu (Haq et al., 2019). Ketidakterkaitan antara masing-masing tahap akan
mengakibatkan tidak efisiennya sistem suplai logistik yang ada, hal ini juga memberikan dampak negatif
terhadap rumah sakit baik secara medis maupun ekonomis (Malinggas et al., 2015).
Manajemen Logistik Obat merupakan hal yang
sangat penting bagi rumah sakit karena adanya pasokan obat yang terlalu besar
ataupun terlalu sedikit dapat membuat pendapatan rumah sakit menurun. Kerugian
yang diperoleh dalam bentuk biaya pengadaan obat-obatan naik dan akhirnya dapat
menggangu aktivitas operasional pelayanan di rumah sakit (Verawaty et al., 2015). Logistik obat dan BMHP memiliki peranan untuk
mendukung pelayanan kesehatan di semua tingkat pelayanan kesehatan untuk
keberlangsungan rumah sakit sehingga dibutuhkan�
pengelolaan logistik yang efektif dan
efisien dapat membantu mewujudkan pelayanan yang baik (Kemenkes, 2016). Pengelolaan logistik di rumah sakit harus
mampu dilaksanakan dengan professional karena rumah sakit merupakan institusi
yang padat karya, modal,teknologi dan
informasi. Ketidakefisienan dan terhambatnya sistem
pengelolaan obat akan memberikan dampak negatif kepada rumah sakit dari segi medik,
sosial dan juga dari segi ekonomi (Rahmiyati
& Irianto, 2021).
Salah satu fungsi manajemen logistik yaitu penyimpanan dan pendistribusian. Penyimpanan merupakan kegiatan menyimpan untuk
memelihara sediaan farmasi yang telah diterima dan ditempatkan pada tempat yang
sesuai guna mencegah terjadinya gangguan fisik berupa kerusakan maupun aman dari
pencurian. Pendistribusian merupakan kegiatan untuk menyalurkan sediaan farmasi
di Rumah Sakit untuk pelayanan pasien pada proses pelayanan rawat jalan maupun
rawat inap (Rahmiyati & Irianto, 2021).
Penyimpanan alat dan bahan yang tidak sesuai akan berakibat pada kerusakan obat dan pendistribusian
obat, Alkes,
dan BMHP yang tidak berjalan
dengan baik (Susanto et al., 2017). Kurang
terdistribusinya obat, Alkes, dan BMHP ke masing-masing unit/ruangan dapat memberikan penilaian mutu yang
berkurang serta kualitas pelayanan yang kurang optimal (Puspasari et al., 2021). Sehingga,
sistem alur distribusi harus sesuai agar dalam tahap penyalurannya
terhadap unit/ pasien tetap terjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah dan
ketepatan waktunya (Tiarma et al.,
2019).
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2022 di RSGM Unjani. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif melalui wawancara mendalam (In-depth Interview) yang dilakukan secara tatap muka dengan informan dan menerapkan protokol kesehatan, telaah dokumen data sekunder dari Instalasi Farmasi RSGM Unjani berupa dokumen pencatatan dan laporan distribusi obat, Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Rumah Sakit, serta studi literatur.
Penentuan informan ditentukan dengan menggunakan prinsip kesesuaian yaitu informan sebagai sumber data dengan kriteria tertentu yang dianggap mengetahui secara menyeluruh dan mendalam mengenai masalah yang ingin diketahui oleh peneliti yaitu mengenai penyimpanan dan pendisribusian obat, Alkes, dan BMHP. Selain itu, kriteria lainnya adalah informan dapat dipercaya dan menjadi sumber data tentang apa yang diharapkan dari penelitian serta memenuhi kriteria kecukupan yaitu informasi yang disampaikan bervariasi dan tujuan peneilitian hingga mencapai titik jenuh dan tidak ada lagi informasi yang dapat diperoleh. Wawancara dilakukan antara penulis dengan Direktur Administrasi Umum dan Keuangan serta Kepala Instalasi Farmasi RSGM Unjani Cimahi.
Ketika melakukan wawancara
diperlukan alat tulis/ media elekronik dan juga alat perekam apabila dibutuhkan
untuk pencatatan dan pendokumentasian. Bahan yang digunakan adalah dokumen-dokumen terdahulu yang berkaitan
dengan penyimpanan dan pendistribusian di Instalasi Farmasi RSGM Unjani dan Permenkes
tentang standar pelayanan kefarmasian rumah sakit.. Variabel penelitian dilakukan metode triangulasi untuk memperoleh
kebenaran informasi yang didapatkan.
Hasil Dan Pembahasan
A. Penyimpanan
Berikut merupakan
hasil observasi di Gudang penyimpanan sudah terdapat beberapa kriteria/indikator
yang sudah terpenuhi namun masih indikator yang belum terpenuhi terutama di
Gudang penyimpanan BMHP dan Alkes.
Tabel 1.
Kondisi Gudang penyimpanan
BMHP dan Alkes di� Instalasi Farmasi RSGM
Unjani
NO |
Kriteria/Indikator |
Hasil |
Keterangan |
|
Sudah
Sesuai |
Belum
Sesuai |
|||
1 |
Gudang
penyimpanan obat terpisah dari ruang pelayanan atau apotek RS |
�
|
|
|
2 |
Ruang penyimpanan BMHP dan
Alkes terpisah dengan obat |
�
|
|
Obat semua di instalasi
Farmasi ; BMHP dan Alkes di Gudang penyimpanan dan Floor stock |
3 |
Gudang memiliki ventilasi |
|
�
|
Gudang penyimpanan terdapat AC untuk
pengaturan suhu |
4 |
Penerangan gudang yang cukup |
�
|
|
|
5 |
Adanya pengaturan suhu ruangan |
�
|
|
|
���� 6 |
Terdapat ruangan atau lemari khusus yang memisah dengan obat/bahan mudah terbakar |
���������� |
� �� |
Alkohol dan Betadine masih
menyatu di satu lemari namun penempatannya berbeda sekat |
7 |
Terdapat
lemari pendingin untuk menyimpan jenis obat tertentu |
�
|
|
Obat-obat yang harus disimpan di lemari pendingin seperti vaksin, supositoria, dll |
8 |
Terdapat
alat bantu pemindahan obat dalam gudang |
�
|
|
Terdapat semacam troli untuk
alat pemindahan barang |
9 |
Tersedia kartu stok obat untuk memberi
keterangan �pada masing-masing obat dan BMHP |
�
|
|
|
10 |
Tersedia papan alas untuk barang dibawah
lemari |
|
�
���� |
Belum terdapat papan alas
untuk penempatan barang yang seharusnya diperlukan untuk meminimalisir
kerusakan obat |
11 |
Tersedia keterangan untuk obat berbahaya
dan mudah terbakar |
�
|
|
Menggunakan simbol untuk
menandakan |
Tabel 2.
Gambaran Penyimpanan Obat di Instalasi Farmasi RSGM Unjani
NO |
Kriteria/Indikator |
Hasil |
Keterangan |
|
�Sudah Sesuai |
Belum Sesuai |
|||
1 |
Penyimpanan
obat disimpan dalam ruangan Instalasi farmasi RSGM
Unjani dan terpisah dari barang-barang yang lain |
� |
|
Penyimpanan
obat terpusat di Instalasi Farmasi dan BMHP dengan sistem floor stock |
2 |
Penyimpanan
obat LASA (look alike sound alike) tidak ditempatkan berdekatan dan
harus diberi penandaan khusus |
� |
|
Sudah
diberikan tanda untuk penyimpanan obat dengan LASA |
3 |
Penyimpanan
sudah
obat sesuai
metode FIFO dan FEFO |
� |
|
|
4 |
Penyimpanan
obat berdasarkan jenis obat, bentuk sediaan, berdasarkan abjad dan
khasiat/kelas terapi |
� |
|
|
5 |
Lemari
obat-obatan narkotika dan psikotropika selalu terkunci |
� |
|
|
6 |
Diberikan
pelabelan nama obat pada rak penyimpanan |
� |
|
|
Penyimpanan merupakan sebuah proses
kegiatan penyimpanan logistik dan peralatan di gudang dengan cara
menempatkan logistik dan peralatan yang telah diterima. Penyimpanan
diselenggarakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan kondisi yang
dipersyaratkan (Kemenkes, 2016). Kesesuaian
berdasarkan penempatan sesuai dengan denah, aman dari pencurian dan gangguan
fisik, aman dari adanya pencemaran secara kimiawi dan bilogi yang dapat merusak
kualitas dan kuantitas alat dan bahan, serta tentunya aman dari kebakaran dan
penataan sesuai dengan standar pergudangan yang telah ditetapkan (Rahmiyati & Irianto, 2021).
Gudang farmasi
merupakan awal dari penyimpanan perbekalan farmasi yang datang dari supplier,
perbekalan farmasi tersebut kemudian didistribusikan ke bagian unit-unit
pelayanan rumah sakit.
Persyaratan Gudang� penyimpanan
perbekalan farmasi yang utama ruang penyimpanan harus mudah dan cepat diakses
serta kapasitas penyimpanan harus mampu menampung barang yang ada (Seto, 2008). Gudang farmasi mempunyai fungsi sebagai tempat penyimpanan yang
merupakan kegiatan dan usaha untuk mengelola barang persediaan farmasi yang
dlakukan sedemikian rupa agar kualitas dapat diperhatikan. Gudang
farmasi berperan sebagai pilar dari manajemen logistik karena dapat menentukan
kelancaran dari proses pendistribusian. Oleh karena itu, metode pengendalian
persediaan/ inventory control harus dapat diterapkan dan dipahami dengan
baik (Sheina et al., 2010).
Berdasarkan PMK No. 72 Tahun 2016
menyatakan bahwa �Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan
penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian dan penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan sesuai
dengan persyaratan kefarmasian. lPersyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan
keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis
sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan�. (Kemenkes RI,
2016)
Tertera pula pernyataan mengenai �Instalasi farmasi harus dapat memastikan bahwa obat disimpan secara benar dan diinspeksi secara periodik. Sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang harus disimpan terpisah yaitu:� (Permenkes, 2014)
1.
Bahan
yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi tanda khusus
bahan berbahaya
2.
Gas
medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi penandaan untuk
menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis.
Berdasarkan hasil observasi yang
telah dijabarkan pada tabel 1 pada Gudang penyimpanan beberapa indikator telah
sesuai dengan ketentuan namun masih terdapat beberapa indikator yang belum
terpenuhi seperti ventilasi berupa jendela di gudang penyimpanan RSGM Unjani namun
memakai AC untuk pengaturan suhunya. Kemudian hal yang penting dari hasil
observasi yaitu belum tersedianya lemari terpisah/lemari khusus untuk
bahan/obat yang mudah terbakar seperti alkohol dan betadine sehingga penyimpanan
masih disatukan pada satu lemari bahan lain namun
berbeda sekat. Hal ini dapat dijadikan perhatian karena seharusnya bahan mudah
terbakar disimpan pada ruangan dan lemari khusus agar tidak terjadi hal yang
tidak diinginkan dan Gudang penyimpanan farmasi ini mempunyai peran yang sangat
vital dalam menjamin kelancaran proses distribusi kepada unit/pasien sehingga
harus memiliki standar kesesuaian.(Rahmiyati & Irianto, 2021) Berikut adalah �informasi yang didapatkan dari informan
:
� Ya penyimpanan obat hanya terpusat di instalasi
farmasi saja, namun untuk Alkes dan BMHP ditempatkan di Gudang penyimpanan dan
di masing-masing unit pelayanan, Pendidikan, radiologi, laboratorium, dan IGD� ( IF 1)
� Ya, belum ada lemari khusus untuk penyimpanan
bahan mudah terbakar seperti alkohol dan betadine masih dijadikan satu lemari
namun berbeda sekat hal ini karena keterbatasan tempat � (IF 1)
�Ya, belum terdapat papan alas
barang dibawah lemari, seharusnya memang ada untuk meminimalisir kerusakan obat
dan BMHP� (IF 1)
�Ya, sejauh ini berjalan dengan
baik meski masih banyak kekurangan mungkin karena sistem semua masih manual
semoga dengan nanti berjalannya sitem informasi logistik rumah sakit dapat
membuat metode penyimpanan lebih efisien dan pencatatan lebih baik � (IF 1)
Berdasarkan kesesuaian dengan PMK Nomor 72 Tahun 2016 tertera
bahwa �Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan
kelas terapi, bentuk sediaan, dan jenis sediaan farmasi dan perbekalan
Kesehatan dan disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First
Expired First Out (FEFO) dan First in First� Out (FIFO) disertai sistem informasi
manajemen�.
Dari hasil observasi yang terlihat pada tabel 2
metode penyimpanan di Instalasi Farmasi RSGM Unjani
telah mengikuti prosedur yaitu sudah menerapkan prinsip FIFO dan FEFO, serta
sudah menyimpan sediaan farmasi dan perbekalan Kesehatan, yang penampilan dan
penamaan yang mirip (LASA, Look Alike Sound Alike/NORUM) tidak
ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus untuk mencegah
terjadinya kekeliruan dalam pengambilan obat.
Pencatatan kartu
stok yang masih secara manual merupakan salah satu kekurangan prasarana di
Gudang instalasi Farmasi RSGM Unjani. Kriteria penyimpanan obat di Instalasi Farmasi RSGM Unjani kurang lebih
70% telah memenuhi ketentuan standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit namun
masih terdapat indikator yang belum terpenuhi sehingga menjadi saran untuk
dapat terpenuhinya guna meningkatkan penyimpanan dan kualitas obat, Alkes,
maupun BMHP yang nantinya akan berpengaruh terhadap pelayanan dan kepuasan
pasien.
�Selain itu, ketidaktepatan perencanaan dan
kurangnya pengawasan terhadap mutu penyimpanan sediaan farmasi kemungkinan
dapat menimbulkan terjadinya kerusakan dan penurunan mutu sediaan farmasi
sehingga dibutuhkan indikator�
persentase obat kadaluarsa dan rusak yang bertujuan untuk
mengetahui kerugian RS dari sistem penyimpanan yang kurang tepat. (Novitasari, 2019) Sehingga dibutuhkan pengembangan manajemen
institusi jasa rumah sakit dalam sistem pengendalian sistem informasi yang
memadai khususnya pada bagian gudang farmasi yang diharapkan mampu meningkatkan
produktifitas dalam sistem pencatatan barang masuk maupun keluar dengan
efektif, memudahkan perubahan data yang ada, kebutuhan informasi dapat
disajikan dengan cepat dan pembuatan laporan yang akurat. (Sheina et al., 2010)
B. Pendistribusian
Salah satu tugas pokok dalam
pelayanan kefarmasian di rumah sakit adalah pendistribusian obat. Tahap distribusi dalam
pengelolaan obat memegang peranan penting, seperti melakukan pendistribusian
obat dan BMHP maupun Alkes ke setiap unit dirumah sakit, termasuk ke pasien.
Distribusi obat yang tidak mencukupi dapat menyebabkan
tingkat ketersediaan obat menurun. Sebaliknya, tidak hanya dapat
menyebabkan kekosongan obat tetapi kemungkinan akan
menyebabkan tingginya akumulasi obat yang tidak terpakai sehingga obat melewati
masa baik penggunaannya atau kadaluarsa dan tidak dapat digunakan. Kondisi ini pula terkait dengan berbagai fungsi managemen logistic
lainnya yang saling berkesinambungan. Selain itu kondisi ini dapat
mempengaruhi anggaran dalam proses pengelolaan obat dan BMHP di Instalasi
Farmasi. (Sari et al., 2020)
Penjelasan lain mengenai pendistribusian yaitu
�Distribusi merupakan suatu proses dalam rangka mendistribusikan
sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dari tempat penyimpanan hingga sampai kepada unit
pelayanan/pasien dengan tetap menjaga mutu, stabilitas, jenis,jumlah,
dan ketepatan waktu.� �(Kemenkes, 2016)
Suatu sistem
pendistribusian yang efisien dan efektif sangat tergantung pada design sistem
distribusi obat yang didesain dan dikelola baik harus harus dapat menapai
hal-hal sebagai berikut : (Siregar & Amalia,
2004)
1. Ketersediaan obat yang tetap terpelihara
2. Mutu dan kondisi obat/tetap stabil dalam seluruh
proses distribusi
3. Kesalahan obat minimal dan memberi keamanan
maksimum pada pasien
4. IFRS mempmunyai akses dalam semua tahap proses
distribusi untuk pengendalian, pemantauan dan penerapan pelayanan farmasi
klinik
Pendistribusian Alkes dan BMHP di
Instalasi Farmasi RSGM Unjani ke masing-masing unit dilakukan kecuali obat
karena obat semuanya berpusat di Instalasi Farmasi hal ini karena RSGM
merupakan rumah sakit khusus gigi mulut sehingga pelayanan untuk kedokteran
umum berupa Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Poli masih terbatas dan belum
adanya pelayanan rawat inap sehingga sistem distribusi masih menggunakan sistem
floor stock.
Sistem distribusi persediaan
lengkap di ruangan (floor stock) merupakan sebuah tatanan kegiatan
penghantaran sediaan obat sesuai dengan yang ditulis dokter pada order obat,
yang disiapkan dari persediaan ruang oleh perawat dan dengan mengambil
dosis/unit obat dari persediaan yang langsung diberikan kepada pasien.(Siregar, 2003) Namun, dalam implementasi di RSGM Unjani yang
dimaksudkan menggunakan sistem floor stock hanya BMHP dan Alkes
sedangkan untuk obat masih berpusat di Instalasi Farmasi RSGM Unjani. BMHP dan Alkes yang disimpan di masing-masing depo unit ataupun di masing-masing
ruangan harus dalam jenis dan jumlah yang sangat dibutuhkan.
Hasil wawancara dengan Kepala Instalasi Farmasi RSGM Unjani yaitu sistem pelayanan untuk BMHP dan Alkes menggunakan sistem persediaan lengkap di ruangan (floor stock). Penyaluran kepada tiap-tiap unit di RSGM Unjani diantaranya unit pendidikan lantai 2 dan 3 yang masing-masing memiliki depo BMHP dan Alkes tersendiri, selanjutnya unit poli gigi umum dan spesialis, unit poli dokter umum,� unit laboratorium, unit radiologi, dan unit IGD yang semua ruangan dan unit telah tersedia persediaan lengkap (floor stock) dengan terdapatnya depo di masing-masing unit yang nantinya petugas disana bertanggung jawab kepada kepala instalasi farmasi. Sedangkan untuk obat semua berdasarkan resep yang telah diberikan kepada pasien dan berpusat di Instalasi Farmasi RSGM Unjani.
Setiap bulannya, masing-masing unit membuat pengajuan BMHP Kepada Kepala Instalasi Farmasi yang nantinya� akan dilakukan evaluasi terlebih dahulu apakah pengajuannya sudah sesuai dengan jumlah dan dilakukan crosscheck ke gudang penyimpanan� terlebih dahulu sebelum akhirnya Kepala Instalasi Farmasi membuat laporan akhir yang telah disimpulkan untuk melakukan pengajuan kepada Kepala Bagian pelayanan. Kabag Pelayanan melakukan evaluasi ulang kesesuaian dengan anggaran dan prioritas dari masing masing Obat, Alkes dan BMHP yang diajukan. Surat pengajuan selanjutnya akan diajukan kepada direktur untuk persetujuan. Kemudian setelah itu bagian pengadaan membelanjakan sesuai dengan pengajuan.
Setelah dilakukan pemesanan, semua barang baik itu
alkes, obat, dan BMHP� berpusat di
Instalasi Farmasi dan kemudian dilakukan pengecekan� sesuai faktur dan pembuatan berita acara oleh
tim komisi dengan tujuan untuk memastikan apakah barang dan bahan yang datang
sesuai pesanan atau tidak. Setiap barang datang selalu dibuat laporan sebelum
akhirnya didistribusikan ke masing-masing unit. BMHP dan alkes didistribusikan
ke masing-masing unit, sedangkan untuk obat-obatan berpusat di Instalasi
Farmasi.
Beberapa kendala pada sistem distribusi ini dikatakan
oleh Direktur Administrasi dan Keuangan yaitu pendistribusian yang masih belum
berjalan dengan optimal. Contohnya pada beberapa waktu masih terdapat
kekurangan BMHP di salah satu ruangan dan akhirnya meminta/meminjam ke ruangan
lain untuk mendapatkannya.
� Selama ini alur
pendistribusian sudah berjalan cukup baik, namun kadang terdapat kendala berupa
kebutuhan BMHP yang diluar perencanaan, namun dapat diatasi dengan baik� (IF 1)
� Karena belum berjalannya Sistem Informasi Manejemen
Rumah Sakit (SIMRS) yang terkadang membuat distribusi BMHP dan Alkes belum
optimal� (IF 2)
Hal ini sudah dievaluasi dan dipertegas apabila pada
pertengahan bulan sebelum waktunya unit membuat pengajuan kepada KA Instalasi
farmasi terjadi kekosongan BHMP dan membutuhkan bahan tersebut , unit membuat
pengajuan CITO kepada Instalasi Farmasi yang nantinya akan diteruskan kembali
kepada Kepala Bagian Pelayanan dan Direktur untuk memenuhi permintaan tersebut. Pada kondisi
lain apabila ada suatu jenis BMHP yang hanya ada pada satu ruangan namun
diperlukan diwaktu yang bersamaan BMHP tersebut dapat dibagi pemakaiannya
dengan sesuai prosedur yang aman agar meminimalisir pergerakan dari setiap
petugas Ketika terjadi kekurangan/ kekosongan BMHP. Hal ini terjadi tatkala
bukan hanya pada sistem pendistribusiannya namun dari segi anggaran maupun pada
tahap seleksi dan perencanaan yang kurang tepat terkait pengadaan Bahan Medis
Habis Pakai pada bulan atau tahun sebelumnya.
�Dari pembahasan diatas
Instalasi Farmasi RSGM Unjani harus dapat menentukan sistem alur distribusi yang tepat dan memiliki solusi
terbaik apabila terdapat kendala pada alur pendistribusiannya. Tentunya hal
distribusi ini berkaitan erat dengan proses/tahap pengadaan yang merupakan
suatu proses untuk merealisasikan kebutuhan yang telah ditetapkan dan disetujui
anggarannya dalam fungsi perencanaan.(Febriawati, 2013) Apapun
model yang digunakan untu mengelola sistem pengadaan dan distribusi, prosedur
yang efisien harus diterapan untuk memastikan kualitas produk yang baik.
(Quick et al., 2012)
Proses Sistem Informasi Rumah Sakit
(SIMRS) yang sedang berjalan di RSGM Unjani menjadi harapan untuk dapat
membantu meningkatkan keefisienan dalam pendistribusian obat, alkes, dan BMHP
di Instalasi Farmasi RSGM Unjani karena dengan adanya aplikasi sistem tersebut
dapat mempermudah suatu pengolahan data obat maupun permintaan obat secara
online di bagian instalasi farmasi serta dapat menerapkan fitur informasi yang
dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan informasi obat maupun BMHP. (Saputra, 2018)
�Teknologi informasi dan
komunikasi semakin berperan dalam mendukung sistem informasi manajemen
logistik. �Kementrian Kesehatan melalui Direktorat
Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan telah mengembangkan sistem
informasi manajemen logistic elktronik untuk memfasilitasi pengelolaan data
obat dan BMHP dalam menghasilkan informasi yang mendukung pengambilan
keputusan�. (Kemenkes, 2016)
Kesimpulan
Sistem penyimpanan obat, Alkes, dan BMHP di Instalasi Farmasi RSGM Unjani
Cimahi� pada beberapa kriteria/indikator sudah sesuai
dengan peraturan pemerintah tentang standar pelayanan farmasi rumah sakit,
namun beberapa kriteria/indikator lainnya masih harus dapat diimplementasikan yaitu berupa pengadaan
sarana dan prasarana terutama di Gudang penyimpanan agar dapat meningkatkan
kualitas pelayanan kefarmasian maupun meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit. Terkait hal penyimpanan
tersebut disarankan untuk dievaluasi kembali setiap
waktu berdasarkan peraturan pemerintah tentang standar penyimpanan sediaan
farmasi di rumah sakit agar dapat meningkatkan mutu pelayanan. �Sistem pendistribusian
dengan persediaan lengkap (floorstock) sudah berjalan dengan baik
meskipun masih terdapat kendala kekurangan BMHP di beberapa bagian namun dapat
diatasi dengan baik oleh KA Instalasi Farmasi RSGM Unjani. Dalam proses pendistribusian, untuk dapat mencegah terjadinya ketidaksesuaian
jumlah obat, Alkes, dan BMHP diperlukan peramalan dan perencanaan yang matang sebelumnya agar
perkiraan lebih sesuai dan melakukan pendistribusian di masing masing ruangan
agar lebih efisien para petugasnya dalam bekerja.
BIBLIOGRAFI
Febriawati, H. (2013). Manajemen
Logistik Farmasi Rumah Sakit. gosyen publishing. Google Scholar.
Haq, M., Nurhidayat, &
Octaviani, R. D. (2019). Managing Drugs Supply in Pharmacy Logistic of Public
Hosipital in Indonesia. Global Research on Sustainable Transport & Logistics.
Google Scholar.
Imron TA, M. (2019). Manajemen
Logistik Rumah Sakit (edisi kedu). Sagung seto. Google Scholar.
Kemenkes. (2016). Panduan
Penggunaan Sistem Informasi Manajemen Logistik di Instalasi Farmasi Pemerintah.
Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Google Scholar.
Kemenkes RI. (2016). Farmasi
Rumah Sakit dan Klinik (1st ed.). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Google Scholar.
Malinggas, N. E. R., Soleman,
T., & Posangi, J. (2015). Analisis Manajemen Logistik Obat di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Daerah DR Sam Ratulangi Tondano. Jikmu, 5(2),
448�460.
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jikmu/article/download/7853/7904. Google Scholar.
�
Novitasari, M. (2019).
Analisis Pengeloaan Obat pada Tahap Distribusi dan Penggunaan Obat di Instalasi
Farmasi RSUD Surakarta. Jurnal Kesehatan Tujuh Belas, 1(1). Google Scholar.
Permenkes. (2014). Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar Kefarmasian di Rumah
Sakit. Google Scholar.
Permenkes. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Google Scholar.
Puspasari, D. H., Permadi, Y.
W., & Wirasati. (2021). Evaluasi Manajemen Logistik Obat di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Berdasarkan Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian
di Rumah Sakit Tahun 2019. Kajen, 5(2). Google Scholar.
Quick, J. D., Rankin, J. R.,
Laing, R., Hogerzeil, H. V, & Dukes, M. N. G. (2012). Managing Drug
Supply (2nd ed). Revised and Expanded, Kumarian Press. Google Scholar.
Rahmiyati, A., & Irianto,
G. (2021). Teori Dan Praktik Manajemen Logistik Rumah Sakit (Rachmi
(Ed.); Kesatu). Pt Refika Aditama. Google Scholar.
Saputra, D. (2018). Aplikasi
Sistem Manajemen Logistik Obat pada Dinas Kesehatan Kota Pontianak Berbasis
Web. Jurnal Khatulistiwa Informatika, VI(1). Google Scholar.
Sari, S. R., Khairunnisa,
& Dalimunthe, A. (2020). Evaluation of Drug Management of Pharmacy
Installation at Universitas Sumatra Utara Hospital. Indonesian Journal of
Pharmaceutical and Clinical Research, 03(2), 41�46. Google Scholar.
Seto, S. (2008). Manajemen
Farmasi (Edisi kedu). Airlangga Univiersity Press. Google Scholar.
Sheina, B., Umam, M. ., &
Solikhah. (2010). Penyimpanan Obat di Gudang Instalasi Farmasi RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta Unit I. Jurnal Kesmas, 4(1), 1�75. Google Scholar.
Siregar, C. J. (2003). Farmasi
Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Buku Kedokteran EGC. Google Scholar.
Siregar, C. J., & Amalia,
L. (2004). Teori dan Penerapan Farmasi Rumah Sakit. Buku Kedokteran EGC.
Google Scholar.
Susanto, A. K., Citraningtyas,
G., & Lolo, W. A. (2017). Evaluasi Penyimpanan dan Pendistribusian Obat di
Gudang Instalasi Farmasi Rumah Sakit Advent Manado. Pharmacon Jurnal Ilmiah
Farmasi, 6(4). Google Scholar.
Tiarma, Citraningtyas, G.,
& Yamlean, P. (2019). Evaluasi Penyimpanan dan Pendistribusian Obat di
Instalasi Farmasi RSUD Noongan, Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara. Pharmacon,
8(1). Google Scholar.
Verawaty, D. M., Damayanti, D.
D., & Santosa, B. (2015). Metode Probabilistik Continuous Review ( S , S )
System pada Bagian Instalasi Farmasi Rumah Sakit AMC. Jurnal Rekayasa Sistem
& Industri, 2(1), 27�32. Google Scholar.
Copyright holder: Ayudewi Komala
Indriastuti1, Helen Andriani2 (2022) |
First publication
right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is
licensed under: |