Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN : 2548-1398

Vol. 5, No. 4 April 2020

KAJIAN INTERAKSI OBAT PADA RESEP DI POLI PENYAKIT DALAM RSU X CIREBON

��������

Ahmad Azrul Zuniarto, Siti Pandanwangi dan Adis noviani

Sekolah Tinggi Farmasi (STF) YPIB Cirebon

Email: [email protected], [email protected], dan [email protected]

 

Abstract

Drug interactions are one of the drug-related problems that can affect patient therapy. Drug interactions can be defined as the work or effect of drugs that change or undergo modification as a result of drug interactions with one or more drugs. This research is a non-experimental study with retrospective data collection on prescription poly disease in RSU X during the period January-June 2018. Data analysis was conducted descriptively to see the potential for drug interactions, the severity, and types of interactions that occur when there are drug interactions in prescriptions with predetermined criteria, based on the literature used by Medscape Applications, drugs.com and journals in accordance with the research. Of the 200 poly disease prescription samples in RSU X Cirebon taken for research during the January to June 2018 period, 75.5% of the interactions occurred. 32% of minor interactions (mild), 58% moderate interactions (moderate), and 29.5% major interactions (severe). As for the type of pharmacodynamic interactions as much as 62% and pharmacokinetics 35%. 

 

Keywords: Drug interactions, recipes, disease poly in RSU X Cirebon

 

Abstrak

Interaksi obat merupakan salah satu dari masalah terkait obat yang dapat mempengaruhi terapi pasien. Interaksi obat dapat didefinisikan sebagai kerja atau efek obat yang berubah, atau mengalami modifikasi sebagai akibat interkasi obat dengan satu atau lebih. Penelitian ini merupakan penelitian noneksperimental dengan pengambilan data secara retrospektif pada resep poli penyakit dalam di RSU X selama periode Januari�Juni 2018. Analisis data dilakukan secara deskriptif untuk melihat potensi terjadinya interaksi obat, tingkat keparahan dan tipe interaksi yang terjadi apabila terdapat interaksi obat pada resep dengan kriteria yang telah ditetapkan, berdasarkan literatur yang digunakan Aplikasi Medscape, drugs.com dan jurnal yang sesuai dengan penelitian. Dari 200 sampel resep poli penyakit dalam RSU X Cirebon yang diambil untuk penelitian selama periode Januari sampai dengan Juni 2018, sebanyak 75,5 % terjadi interaksi. Sebanyak 32 % interaksi minor (ringan), 58 % interaksi moderate (sedang), dan 29,5 % interaksi mayor (berat). Sedangkan untuk tipe interaksi farmakodinamik sebanyak 62 % dan farmakokinetik 35 %.

���������������������������������������������������������������������

Kata kunci : Interaksi obat, resep, poli penyakit dalam RSU X Cirebon

 

Pendahuluan

Permasalahan dalam peresepan merupakan salah satu kejadian medication eror. Menurut surat keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan bahwa medication eror merupakan kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah (Dwiprahasto, 2006). Medication eror yang terjadibukan hanya dalam penulisan dan kelengkapan resep, namun juga dari obat yang diresepkan yang dapat terjadi interaksi obat satu dengan yang lainya yang dapat meningkatkan atau menurunkan fungsi dari obat itu sendiri.

Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit terjadi karena adanya perjanjian antara Pasien dan Rumah Sakit tentang pelayanan kesehatan (Lambok & Asyiafa, 2019). Hasil penelitian (Nurlaelah, Mukaddas, & Faustine, 2015) pada pasien di RSUD Undata yang melibatkan 61 sampel menemukan potensi interaksi obat sebesar 85,2% (52 pasien). Hasil studi lain yang dilakukan oleh Erick Ogamba di Rumah sakit rujukan di Kenya (2016) dengan menggunakan medscape interaction checker menemukan 96% resep dari 168 pasien terdapat setidaknya 1 interaksi obat, dimana 5% dengan tingkat keparahan major (berat) dan 50% dengan tingkat keparahan moderate (sedang). Rumah sakit di daerah Kabupaten Cirebon yaitu RSU X memiliki jumlah resep rawat jalan yang banyak yakni sekitar 300-500 resep tiap harinya. Banyaknya resep yang masuk ke unit Farmasi RSU X Cirebon ini memerlukan waktu proses pengolahan resep yang cepat. Kondisi yang terjadi seperti ini memungkinkan terjadinya medication eror, sehingga memerlukan penanganan khusus agar resiko medication eror dapat dicegah.

Dari uraian di atas maka dapat diusulkan penelitian yang berjudul �Kajian Interaksi Obat, Pada Resep di Poli Penyakit Dalam RSU X Cirebon�. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan mengambil data yang diperoleh dari Instalasi Farmasi RSU X Cirebon. Dari data resep tersebut dapat dianalisis ada tidaknya efek yang tidak diinginkan seperti interaksi obat, sehingga diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas pelayanan kepada pasien yang optimal serta mendukung pelaksanaan patient safety di rumah sakit tersebut.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian noneksperimental dengan pengambilan data secara retrospektif. Metode yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah metode RCT (Randomize Control Trial) yaitu metode pengambilan sampel yang menerapkan kriteria inklusi dan eksklusi dalam memilih subjek penelitian. Analisis data dilakukan secara deskriptif untuk melihat potensi terjadinya interaksi obat, tingkat keparahan serta tipe interaksi yang terjadi pada resep rawat jalan poli penyakit dalamdi Rumah Sakit Umum X Cirebon.

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah Aplikasi Medscape, Drugs Interaction Checker (drugs.com) dan jurnal yang sesuai dengan penelitian. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah resep pasien rawat jalan poli penyakit dalam yang di terima Instalasi Farmasi RSU X Cirebon periode Januari sampai Juni 2018.

Peneliti melakukan pengurusan perijinan penelitian. Kemudian dilakukan penetapan sampel yang akan dievaluasi. Pengambilan data berupa resep rawat jalan yang sesuai dengan syarat inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan, mengkaji resep ada atau tidaknya interaksi obat. Hasil-hasil yang didapat kemudian dicatat dan selanjutnya dilakukan analisis.

Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis secara deskriptif, dengan menganalisa potensi kemungkinan terjadinya interaksi obat, tingkat keparahan dan tipe interaksi yang terjadi apabila terdapat interaksi obat pada resep dengan kriteria yang telah ditetapkan, berdasarkan literatur yang digunakan Aplikasi Medscape, aplikasi drigs.com dan jurnal yang sesuai dengan penelitian.

Format data hasil pengamatan adalah kerangka tabel yang digunakan untuk hasil pengamatan yang akan dilakukkan, tabel memuat tentang :

1.      Pasien X (1, 2, 3 dst)

2.      Nama obat yang digunakan pasien

3.      Aturan pakai obat yang dikonsumsi pasien

4.      Tingkat keparahan dan Tipe interaksi obat yang terjadi

 

Hasil dan Pembahasan

Setelah dilakukan pengambilan sampel sebanyak 200 resep, periode bulan Januari-Juni 2018 di RSU X Cirebon pada bulan Februari-Maret 2019, maka diperoleh hasil sebagai berikut :

 

Tabel 1 Hasil data berdasarkan tingkat keparahan interaksi

Tingkat keparahan interaksi

Jumlah

Persentase

Minor (ringan)

65

32,5 %

Moderate (sedang)

116

58 %

Major (berat)

59

29,5 %

 

Gambar 1 Diagram berdasarkan tingkat keparahan interaksi

 

Tabel 2 Hasil data berdasarkan tipe interaksi

Tipe interaksi

Jumlah

Persentase

Farmasetik

0

0

farmakodinamik

124

62 %

Farmakokoinetik

70

35 %

 

 

Gambar 2 Diagram berdasarkan tipe interaksi

 

Dari data yang diperoleh setelah dilakukan penelitian, beberapa obat yang berinteraksi dengan obat lainnya yang terdapat dalam satu resep misalnya, Amlodipin mengurangi efek dari Metformin (22 kasus), sehingga kadar gula harus dikontrol jika penggunaanya bersamaan. (medscepe). Amlodipin yang diberikan bersamaan dengan Erythromycin (5 kasus) dapat meningkatkan konsentrasi Amlodipin dalam plasma (drugs.com). Jika diberikan bersamaan dengan Metronidazole (1 kasus), Metronidazole dapat meningkatkan efek dari Amlodipin dengan mempengaruhi enzym hati dan usus (medscepe). Pemberian bersamaan dengan Propranolol (1 kasus) dapat menyebabkan penurunan aditif pada detak jantung dapat terjadi apabila penghambat saluran kalsium diberikan bersamaan dengan penghambat beta (drugs.com). Hydrochlorthiazide (HCT) yang diberikan bersama Amlodipin (2 kasus) menyebabkan efek antihipertensi dari diuretik Amlodipin dan Thiazide mungkin bersifat aditif. Pemantauan tekanan darah harus dilakukan selama pemberian bersamaan (drugs.com). Begitupun pemberian bersamaan dengan Bisoprolol (concor) (5 kasus) dapat menyebabkan penurunan aditif pada deak jantung dan kontraktilitas jantung dapat terjadi ketika penghambat saluran kemih kalsium digunakan bersamaan dengan penghambat beta (drugs.com). Dengan Simvastatin (5 kasus) dapat secara signifikan meningkatkan konsentrasi plasma Simvastatin dan metabolit aktifnya, asam Simvastatin mempotensiasi resiko miopati yang diinduksi statin dengan menghambat metabolisme Simvastatin melalui usus dan hati (drugs.com). Dengan Asam mefenamat (11 kasus) data terbatas menunjukan bahwa beberapa penghambat siklooksigenase dapat mengurangi efek antihipertensi dari beberapa penghambat saluran kalsium, ketika obat antiinflamasi NSAID ditambahkan pada pasien yang menggunakan penghambat saluran kalsium, peningkatan tekanan darah dapat terjadi. (drugs.com). Pemberian bersamaan dengan Ramipril (32 kasus) yang mekanismenya. Penghambat saluran kalsium diberikan bersama inhibitor ACEmungkin memiliki efek hipotensi aditif. Walaupun sering diberikan dengan bersamaan namun pemantauan harus dilakukan terkait tekanan darah selama satu hingga tiga munggu pertama terapi (drugs.com). Pemakaian bersamaan dengan Ciprofloxacin (7 kasus) dapat meningkatkan konsentrasi Amlodipine dalam plasma sehingga dapat meningkatkan toksisitas Amlodipin (drugs.com). Dengan Kalsium Karbononat (6 kasus) produk yang mengandung kalsium dapat menurunkan efektivitas penghambat saluran Kalsium, dengan menjenuhkan saluran Kalsium dengan Kalsium (drugs.com). Dengan Meloxicam (1 kasus) data terbatas menunjukan bahwa beberapa penghambat siklooksigenase dapat mengurangi efek antihipertensi dari beberpa penghambat saluran Kalsium. (drugs.com).

Pemberian Antasida dengan Erythromycin (1 kasus) dapat memperpanjang waktu paruh Erythromycin dengan mekanisme yang belum diketahui (drugs.com). Bila diberikan bersama dengan Furosemide (1 kasus), furosemide dapat menurunkan efek dari antasida dengan meningkatkan pembersihan ginjal, karena Magnesium hidroksida bersifat pencahar sehingga mempotensiasi efek farmakologis dari diuretik (pencahar menyebabkan tubuh kehilangan elektrolit seperti Kalium, Natrium, Magnesium dll sehingga menjadi efek tambahan dari diuretik ) (medscape). Pemberian Antasida dengan ramipril (3 kasus) dapat menurunkan bioavailabilitas obat dan penghambat enzym pengonversi angiotensin lainnya karena penundaan pengosongan lambung dan peningkatan PH lambung. Sebaiknya obat ACE inhibitor diberikan 1-2 jam setelah antasida (drugs.com). Sediaan oral mengandung Aluminum, Magnesium atau Kalsium dapat mengurangi penyerapan gastrointestinal antibiotik Kuinolon seperti Ciprofloxacin (5 kasus) (drugs.com). Antasida dengan Gabapentin (Alpentin) sediaan yang mengandung Aluminum atau Magnesium dapat mengurangi ketersediaaan hayati dari Gabapentin sebanyak 20% (2 kasus), sebaiknya antasida diminum 2 jam sebelum Gabapentin diberikan (drugs.com). Antasida dengan Ondansentron (3 kasus) penggunaan dua obat ini secara bersamaan dapat menyebabkan kehilangan elektrolit tertentu dan meningkatkan resiko aritmia. (drugs.com). Beberapa antasida dapat secara signifikan meningkatkan tingkat penyerapan dan dalam beberapa kasus tingkat penyerapan sulfonilurea oral seperti Glimepiride (2 kasus) (drugs.com). Antasida yang mengandung magnesium yang diberikan secara oral dapat secara signifikan meningkatkan laju dan tingkat penyerapan Asam mefenamat (2 kasus) (drugs.com). Terbutalin jika diberikan bersamaan dengan Antasida (1 kasus) dapat meningkatkan resiko aritmia. (drugs.com)

Acarbose dengan Ciprofloxacin (1 kasus), antibiotik Kuinolon dapat menganggu efek terapi insulin dan agen antidiabetik lainnya, mekanismenya dikaitkan dengan gangguan homeostatis glukosa darah yang kemungkinan berasal dari efek saluran beta pankreas yang mengatur sekresi Insulin (drugs.com). Metformin ketika digunakan bersama dengan acarbose (10 kasus) mungkin memiliki onset kerja yang tertunda dan penurunan ketersediaan hayati, yang disebabkan oleh keterlambatan penyerapan Metformin usus (drugs.com)

Pemberian obat NSAID Asam mefenamat dengan antibiotik Fluoroquinolon seperti Ciprofloxacin (2 kasus), dapat meningkatkan resiko toksisitas SSP seperti tremor, gerakan otot tak sadar dll, karena fluoroquinolon mengikat GABA dengan reseptor otak dan NSAID dapat meningkatkan efek ini (drugs.com). Asam mefenamat juga dapat meningkatkan efek dari Glimepiride (2 kasus) jika digunakan bersamaan, sehingga meningkatkan resiko hipoglikemia dengan meningkatkan sensitivitas insulin dan merangsang sekresi insulin (drugs.com). Asam mefenamat jika digunakan bersamaan dengan Ramipril (3 kasus) dapat mengurangi efek antihipertensi dari Ramipril, dengan mekanisme menghambat sintesis prostaglandin ginjal yang diinduksi NSAID, yang menghasilkan aktivitas pressor yang tidak dikontrol sehingga menghasilkan hipertensi (drugs.com)

Aspilet dosis tinggi dapat menumpulkan efek antihipertensi beta bloker seperti bisoprolol (concor) (2 kasus), dengan menghambat sintesa prostaglandin (drugs.com). Aspilet dalam dosis antiinflamasi dapat menumpulkan respons diuretik dari furosemide (1 kasus) dan natriuretik terhadap loop diuretik , aspilet dapat menghambat efek ginjal loop diuretik yang dimediasi oleh prostaglandin termasuk peningkatan eksresi Natrium (drugs.com). Begitupun jika digunakan dengan spironolactone (1 kasus) dapat menghambat efek natriuretik dari spironolactone (drugs.com). Dengan asam folat, aspirin dapat menurunkan efek dari asam folat dengan menghambat penyerapannya (1 kasus), namun ini berlaku jika keduanya dalam bentuk sediaan oral (drugs.com). Pemberian calsium carbonat juga dapat mengurangi konsentrasi aspilet pada penerima aspilet dosis tinggi dengan pengurangan reabsorbsi tubulus ginjal (1 kasus), karena calsium dapat meningkatkan pembersihan ginjal (drugs.com). Aspilet dengan clopidogrel (1 kasus), clopidogrel telah terbukti mempotensiasi penghambatan agregasi platelet karena Aspirin, studi dosis tunggal belum menunjukan perpanjangan waktu pendarahan ketika aspirin ditambahkan ke clopidogrel, namun resiko perdarahan gastrointestinal dapat meningkatkan (drugs.com). Penggunaan bersamaan aspilet dengan ramipril (1 kasus) dapat melemahkan vasodilator dan hipotensif dari penghambat ACE inhibitor (drugs.com). Penggunaan bersamaan dengan candesartan (1 kasus), Aspilet dalam dosis antiinflamasi dapat melemahkan efek antihipertensi dari antagonis reseptor angiotensin II, dengan mekanisme menghambat sintesa prostaglandin ginjal (drugs.com).

Asam folat dengan Furosemid, Furosemid dapat menurunkan efek dari asam folat (3 kasus) dengan meningkatkan pembersihan ginjal. (medscepe) Allopurinol jika diberikan bersamaan dengan penghambat ACE seperti Ramipril (3 kasus) dapat menyebabakan resiko hipersensitivitas parah, neutropenia, agranulositosis, dan infeksi serius (drugs.com). Allopurinol dengan Hidroklortiadiazid (1 kasus), diuretik Thiazide dapat meningkatkan risiko reaksi hipersensitivitas yang diinduksi allopurinol, terutama pada pasien dengan infusiensi ginjal (drugs.com).

Alprazolam yang digunakan bersamaan dengan isosorbid dinitrat (1 kasus), agen SSP yang digunakan bersamaan dengan antihipertensi khususnya vasodilator dan alpha-bloker dapat mengakibatkan efek aditif pada tekanan darah dan ortostatis.Penggunaan Alprazolam dengan Alpentin (Gabapentin) dapat meningkatkan efek sistem saraf pusat atau pernapasan-depresan terutama pada pasien usia lanjut (1 kasus) (drugs.com).

Bisoprolol jika digunakan dengan Alprazolam (1 kasus) dapat menyebabkan efek hipotensi, pemberian bersamaan dengan antihipertensi dam agem hipotensi lainnya dan alpha blocker dapat mengakibatkan efek aditif pada tekanan darah (drugs.com). Bisoprolol dengan Hidroklortiadiazid (1 kasus), diuretik dengan beta bloker dapat meningkatkan resiko hiperglikemia dan hipertrigliserid terutama pada pasien dengan diabetes (drugs.com). Penghambat saluran Kalsium (Bisoprolol) jika digunakan bersamaan dengan penghambat beta (nifedipin) (2 kasus) akan menyebabkan penurunan aditif pada derka jantung dan kotraktilitas jantung dapat terjadi (drugs.com). Pemberian bersamaan dengan garam calsium (calsium carbonat) dapat menurunkan ketersediaan hayati dari sediaan oral penghambat beta seperti Bisoprolol (1 kasus), sebaiknya gunakan 2 jam sebelum pemberian Bisoprolol (drugs.com). Dengan Meloxicam obat antiinflamasi nonsteroid dapat mengurangi efek antihipertensi beta bloker (Bisoprolol) (1 kasus) dengan penghambatan sintesis prostaglandin ginjal yang diinduksi NSAID yang menghasilkan aktivitas presor yang tidak dikontrol sehingga menghasilkan hipertensi (drugs.com). Bisoprolol dengan candesartan (2 kasus), keduannya dapat meningkatkan serum potasium sehingga penggunaan harus benar-benar dalam pengawasan (medscape). Dengan Furosemid, meskipun sering digabungkan diuretik dan beta bloker dapat meningkatkan resiko hiperglikemia dan trigliserida (2 kasus) terutama pada pasien diabet dan dapat menyebabkan resiko aritmia karena Sotalol dapat meningkat dengan diuretik yang mengurangi Kalium (drugs.com)

Candesartan dengan Spironolakton (2 kasus), penggunaan angiotensin II reseptor bloker dan diuretik hemat Kalium secara bersamaan dapat menyebabkan resiko hiperkalemia, penghambatan hasil angiotensin II dalam penurunan sekrsesi aldosteron yang dapat peningkatan kalium serum yang mungkin aditif dengan yang disebabkan oleh diuretik hemat Kalium (drugs.com). Candesartan juga meningkatkan serum Kalium dan HCT (1 kasus) menurunkan serum potasiun dengan interaksi yang belum diketahui, Candesartan dapat meningkatkan serum potasium dan furosemide (1 kasus) dapat mengurangi serum kalium, interaksi dari keduanya belum diketahui. (medscape)

Cetirizin dengan Gabapentin (1 kasus), penggunaan cetrizin secara bersamaan dengan alkohol atau agen lain yang menunjukan efek depresan sistem saraf pusat dapat mengakibatkan gangguan aditif dari kewaspadaan mental dan kinerja (drugs.com).

Ciprofloxacin dengan Omeprazole (1 kasus), penyerapan Ciprofloxacin yang diperpanjang berkurang sebanyak 20% apabila diberikan bersaman dengan omeprazole, mekanisme secara signifikan belum diketahui (drugs.com). Antibiotik Kuinolon seperti Ciprofloxacin dapat mengganggu efek terapi insulin dan agen antidiabetik seperti Glimepiride (1 kasus) atau Metformin (2 kaus), penggunaan Kuinolon dikaitkan dengan gangguan homeostatis glukosa darah yang kemungkinan berasal dari efek pada saluran berta pankreas yang mengatur sekresi insulin. (drugs.com)

Kalsium karbonat dengan Furosemide (1 kasus) dapat menurunkan level dari Kalsium karbonat dengan meningkatkan pembersihan ginjal (medscape). Kalsium karbonat dengan Nifedipin (2 kasus), produk yang mengandung Kalsium dapat menurunkan efektifitas dari penghambat saluran Kalsium dengan menjenuhkan Kalsium dengan kalsium sehingga menurunkan efek Nifedipin (drugs.com)

Captopril dengan Isosorbid Dinitrate (1 kasus), inhibitor ACE dapat meningkatkan efek vasodilator dan hipotensif (drugs.com). Dengan Glimepiride ACE inhibitor dapat meningkatkan efek hipoglikemia (1 kasus), keduanya dapat menyebabkan penurunan gula darah sehingga penggunaan harus dipantau (drugs.com). Sedangkan diuretik seperti furosemide dengan inhibitor ACE jika diberikan bersamaan dapat menyebabkan hipotensi (1 kasus), beberapa inhibitor ACE dapat menipiskan peningkatan ekskresi Natrium urin yang disebabkan oleh beberapa loop diuretik (drugs.com). Captopril dengan Meloxicam (1 kasus), obat antiinflamasi NSAID dapat mengurangi efek antihipertensi dari inhibitor ACE, dengan menghambat sintesis prostaglandin ginjal yang diinduksi NSAID yang menghasilakan aktivitas presor yang tidak dikontrol yang menghasilkan hipertensi (drugs.com). Dengan Spironolakton (1 kasus), penggunaan ACE inhibitor dengan diuretik hemat Kalium secara bersamaan akan meningkatkan resiko hiperkalemia, penghambat ACE menghasilakan penurunan sekresi aldosteron, yang menyebabkan peningkatan kalsium serum yang mungkin aditif dengan yang diinduksi oleh diuretik hemat kalium (drugs.com). Dengan kortikosteroid Methylprednisolon (1 kasus) dapat mengganggu efek antihipertensi dengan menginduksi Natrium dan retensi cairan. (drugs.com). Captopril dengan Metformin (1 kasus), data terbatas menunjukkan bahwa ACE inhibitor dapat mempotensiasi efek hipoglikemik obat antidiabetik oral (drugs.com).

Digoxin dengan Spironolakton (2 kasus) dapat mengurangi sekresi tubular Digoxin, pembersihan plasma Digoxin dapat menurun dan kadar plasma dapat meningkat, sehingga konsentrasi Digoxin terlalu tinggi (drugs.com). Digoxin dengan Furosemide (1 kasus), penggunaan Digoxin dengan Furosemide dapat menyebabkan hipokalemia dan hipomagnesemia yang diinduksi diuretik dapat mempengaruhi pasien pada digitalis menjadi aritmia (drugs.com). Dengan Metformin, Digoxin adalah obat kationik (1 kasus), secara teoritis dapat mengurangi ekskresi Metformin di ginjal (drugs.com). Digoxin dengan KSR (Kalium klorida), keduanya dapat meningkatkan serum kalium (2 kasus), sebaiknya gunakan alternatif obat lain (medscape).

Furosemide dengan Metformin (2 kasus), data menyebutkan Furosemide dapat meningkatkan konsentrasi Metformin plasma sebesar 22% dan Metformin dapat menurunkan konsentrasi puncak Furosemide (drugs.com). Furosemide dengan Spironolactone (7 kasus) dapat meningkatkan serum postasium dan Furosemide menurunkan serum potasium, efek interaksi kedua obat belum jelas, hal serupa terjadi apabila diberikan bersamaan dengan KSR (1 kasus) (potasium chloride) (medscape). Furosemide dengan Propranolol (1 kasus) diuretik dengan betabloker dapat meningkatkan resiko hiperglikemia dan hipertrigliserid pada beberapa pasien, terutama pada pasien diabetes (drugs.com). Penggunaan kortikosteroid methyprednisolon dengan diuretik Furosemide (1 kasus) dapat menghasilkan hipokalemia dan gangguan elektrolit lainnya, melalui mineralokortikoid (drugs.com). Penggunaan antiinflamasi NSAID seperti Meloxicam (1 kasus) dan diuretik dapat mempengaruhi fungsi ginjal akibat penghambatan NSAID terhadap sintesis prostaglandin, disaat yang sama efek hipotensi dari diuretik dapat dikurangi karena penghambatan prostaglandin dapat menyebabkan aktivitas presor yang tidak diinginkan akibatnya terjadi peningkatakan tekanan darah (drugs.com). Furosemide digunakan dengan Omeprazole (1 kasus), penggunaan kronis inhibitor pompa proton dapat menyebabkan hipomagnesemia, dan risiko dapat meningkat selama penggunaan diuretik. Hipomagnesemia juga dapat menyebabkan gangguan sekresi hormon paratiroid yang dapat menyebabkan hipokalesemia. (drugs.com)

Glimepiride dengan Gemfibrozil (2 kasus), Gemfibrozil meningkatkan efek dari Glimepiride dari kompetisi pengikatan protein plasma (medscape). Glimepiride dengan obat ACE inhibitor (ramipril) (12 kasus) dapat meningkatkan efek hipoglikemia dari obat antidiabetik dengan meningkatkan sensitivitas insulin, sehingga merangsang sekresi insulin (drugs.com). Glimepiride dengan obat NSAID seperti Ibuprofen (1 kasus) dapat meningkatkan resiko hipoglikemia dengan merangsang sekresi insulin (drugs.com), dengan KSR (Kalium Klorida) (1 kasus) dapat meningkatkan efek Glimepiride oleh sinergisme farmakodinamik (medscape). Dengan metformin (44 kasus), pemberian bersamaan dengan sulfonilurea (Glimepiride) atau insulin dapat meningkatkan risiko hipoglikemia. Risiko akan semakin parah ketika asupan kalori kurang atau olahraga berat tidak dikompensasi dengan suplementasi kalori (drugs.com). Glimepiride dengan Clopidogrel (1 kasus), penelitian menunjukan bahwa Clopidogrel yang tinggi dapat menghambat isoenzim CYP450 2C9. Metabolisme obat yang merupakan subtrat untuk enzym ini dapat menurun sehingga mempotensiasi toksisitas obat (drugs.com). Dengan antagonis H2 seperti Ranitidin dan Simetidin (4 kasus) dapat meningkatkan konsentrasi sulfonilurea dalam plasma dan meningkatkan efek hipoglikemik (drugs.com). Beberapa pompa proton seperti Omeprazole (2 kasus) dapat meningkatkan konsentrasi sulfonilurea sehingga risiko hipoglikemik meningkat (drugs.com).

Gemfibrozil dengan Simvastatin (2 kasus) dapat secara signifikan dapat meningkatkan konsentrasi plasma simvastatin, sehingga meningkatkan resiko miopati yang bermanifestasi sebagai nyeri otot atau kelemahan terkait kreatinkinase yang melenbihi batas normal. (drugs.com)

Gliquidon dengan ketorolak (1 kasus) dapat meningkatkan efek Gliquidon dengan mekanisme yang belum diketahui, sehingga meningkatkan resiko hipoglikemia. (medscape)

Hidrokorthidiazid dengan Ramipril (1 kasus), diuretik dan inhibitor ACE jika digunakan secara bersamaan dapat membuat hipotensi dan hipovalemia, beberapa inhibitor ACE dapat menipiskana Natrium urin yang disebabkan loop diuretik . (drugs.com)

Ibuprofen dengan Ramipril (1 kasus), obat antiinflamasi NSAID dapat mengurangi efek antihipertensi dari inhibitor ACE, dengan menghambat sintesis prostaglandin ginjal yang diinduksi NSAID yang menghasilkan aktivitas presor yang tidak dikontrol sehingga menghasilakn hipertensi (drugs.com). Dengan antagonis H2 seperti Ranitidin (1 kasus) dapat mengubah disposisi obat antiinflamasi nonsteroid NSAID, menghasilkan peningkatan atau penurunan konsentrasi plasma. Mekanismenya mungkin terkait penghambatan metabolisme, perubahan pH lambung yang menurunkan penyerapan (drugs.com)

Isosorbid dinitrate dengan Omeprazole (1 kasus) dapat menghambat pengiriman obat nitrat oral, efek antianginal mungkin berkurang dan miokard dapat diperburuk (drugs.com)

KSR (Kalium Klorida) dengan Spironolakton (2 kasus) keduanya meningkatkan serum Kalium, penggunaan diuretik hemat Kalium dengan preparat kalium akan meningkatkan resiko hipekalemia. Sebaiknya gunakan alternative obat lain. (medscape)

Levofloxacin dengan Metronidazole (1 kasus), pemberian bersamaandapat menghasilkan efek aditif dan peningkatan risiko aritmia (drugs.com)

Methylprednisolon dengan Spironolakton (4 kasus), kortikosteroid dapat mengganggu efek antihipertensi dengan menginduksi Natrium dan retensi cairan (drugs.com). Dengan simvastatin, Methylprednisolon (2 kasus) akan menurunkan efek dari Simvastatin dengan mempengaruhi enzim hati/usus, Simvastatin akan meningkatkan efek Methylprednisolon oleh P-glucoprotein (medscape).

Metformin dengan Ramipril (12 kasus), data terbatas menunjukan bahwa ACE inhibitor dapat meningkatkan efek hipoglikemia dari antidiabetik termasuk metformin dengan mekanisme yang belum diketahui (drugs.com). Metformin dengan Ranitidin (2 kasus), Ranitidin adalah obat kationik yang secara teoritis dapat mengurangi ekskresi Metformin dengan bersaing untuk transportasi tubular ginjal (drugs.com). Dengan Nifedipin (1 kasus) dapat meningkatkan konsentrasi Metformin plasma dengan meningkatkan tingkat penyerapan. Peningkatan kadar Metformin dapat meningkatkan resiko asidosis laktat (drugs.com). Metformin dengan vitamin B3 (17 kasus) dapat menurunkan efek Metformin dengan antagonis farmakodinamik. (medscape).

Meloxicam dengan Spironolacton (1 kasus), penggunaan antiinflamasi NSAID dan diuretik dapat mempengaruhi fungsi ginjal akibat penghambatan NSAID terhadap sintesis prostaglandin, disaat yang sama efek hipotensi dari diuretik dapat dikurangi karena penghambatan prostaglandin dapat menyebabkan aktivitas presor yang tidak diinginkan akibatnya terjadi peningkatakan tekanan darah. (drugs.com)

Natrium diklofenak dengan Ranitidin (1 kasus), antagonis H2 dapat mengubah disposisi obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), menghasilkan peningkatan atau penurunan konsentrasi plasma. Mekanismenya mungkin terkait penghambatan metabolisme, perubahan pH lambung yang menurunkan penyerapan (drugs.com). Penggunaan dengan Ramipril (1 kasus) obat antiinflamasi NSAID dapat mengurangi efek antihipertensi dengan mekanisme penghambatan sisntesis prostaglandin ginjal (drugs.com)

Nifedipin dengan Ramipril (2 kasus), penghambat saluran kalsium dan inhibitor ACE mungkin memiliki efek hipotensi aditif. (drugs.com)

Simvastatin dengan Vitamin B3 (2 kasus), jika obat ini diberikan secara bersamaan maka dapat meningkatn resiko rhabdoMyolisis dan meningkatkan toksisitasnya (medscape). Dengan nifedipin, Simvastatin sangat rentan karena bioavailabilitasnya sangat rendah (1 kasus), sehingga dapat meningkatkan konsentrasi plasma inhibitor. (drugs.com)

Propranolol dengan Propilthiourasil (1 kasus), pembersihan beberapa betabloker dengan rasio ekstraksi tinggi dapat dikurangi ketika keadaan eutiroid tercapai setelah penambahan agen antitiroid. (drugs.com)

Tipe interaksi farmasetik dalam penelitian ini tidak ada, karena interaksi ini terjadi diluar tubuh (sebelum obat diberikan) antara obat yang tidak bisa dicampur (inkompatibel). Pencampuran obat demikian menyababkan terjadinya interaksi langsung secara fisika atau kimiawi, yang hasilnya mungkin terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan warna dan lain-lain, atau mungkin juga tidak terlihat.

Untuk interaksi dengan tingkat keparahan major atau berat seperti pada penggunaan Ciprofloxacin dengan Glimepiride yang dapat menyebabkan hipoglikemia parah, maka hal yang perlu diperhatikan adalah menghindari penggunaan obat-obat sulfonilurea dengan antibiotik golongan quinolon, apabila terapi tidak dapat dihindari maka yang perlu dilakukan adalah memonitor dengan ketat kadar gula darah ketika memulai terapi dengan obat golongan Kuinolon (D. Tatro, 2008).

Pada interaksi dengan tingkat keparahan major (berat) seperti Spironolacton dengan Candesartan dapat menyebabkan konsentrasi kalium serum yang tinggi pada pasien bersiko tinggi seperti gangguan ginjal dan diabetes tipe 2. Hal yang perlu diperhatikan adalah memantau secara teratur serum Kalium dan fungsi ginjal pada pasien yang menerima agen-agen ini secara bersamaan, teutama pada pasien lanjut usia dan pasien beresiko tinggi (D. Tatro, 2008).

Penggunaan Kalium klorida (KSR) dengan Spirinolacton data menunjukan bahwa terjadi kematian akibat hiperkalemia akibat suplementasi kalium, diuretik hemat kalium dapat meningkatkan retensi kalium dan laporan kasus menunjukan hiperkalemia dapat berkembang apabila dikombinasikan dengan suplementasi kalium. Dengan mekanisme pengurangan eliminasi ion kalium oleh ginjal. Sebaiknya tidak menggunakan kombinasi kedua obat tanpa bukti pasien tidak memiliki gejala hipokalemia terhadap salah satu obat saja, namun apabila kombinasi obat tidak dapat dihindari maka pasien konsul untuk diet ketat dan memonitor kadar serum potassiumnya (D. Tatro, 2008).

Simvastatin yang diberikan bersamaan dengan Gemfibrozil dapat menyebabkan miopaty atau rhabdomiolisis parah, jika pemberian bersamaan tidak dapat dihindari, gunakan hati-hati dengan pemantauan kretain kinase. Myolisis dan rhabdoMyolisis terkadang disertai dengan gagal ginjal yang dikaitkan dengan pemberian obat seperti Simvastatin, Lovastatin, Atorvastatin. Data yang diterima ada 12 kasus myopati dan rhabdoMyolisis yang terjadi (D. Tatro, 2008).

Kombinasi Captopril dengan Spironolakton dapat meningkatkan konstrasi kalium serum pada pasien resiko tinggi tertentu, setidaknya ada 7 kasus yang telah dilaporkan untuk kombinasi kedua obat ini. Terutama pada pasien dengan hipertensi dan aktivitas renin plasma atau mereka yang menggunakan suplemen kalium. Pada pasien yang menerima kombinasi obat ini perlu secara tearatur memonitor fungsi ginjal dan kadar kalium serum (D. Tatro, 2008).

 

Kesimpulan

Dalam 200 resep yang diambil sebagai sampel dari penelitian yang dilakukan di RSU X Cirebon periode bulan Januari-Juni 2018, terdapat interaksi obat.

1.    Tingkat keparahan yang terjadi adalah interaksi minor (ringan) sebanyak 65 kasus, moderate (sedang) sebanyak 116 kasus, dan major (berat) sebanyak 59 kasus.

2.    Tipe interaksi yang terjadi yaitu farmasetik tidak ada, Farmakodinamik 124 kasus dan farmakokinetik 70 kasus.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Dwiprahasto, I. (2006). Intervensi pelatihan untuk meminimalkan risiko medication error dipusat pelayanan kesehatan primer. Berkala Ilmu Kedokteran, 38(2006).

 

Kee, J. L., & Hayes, E. R. (1996). Farmakologi Pendekatan proses keperawatan. EGC.

 

Lambok, B. D., & Asyiafa, A. P. (2019). Pertanggungjawaban Hukum Tenaga Medis Dalam Tindakan Pemasangan Alat Pernapasan Lewat Mulut (Ventilator) Pada Pasien di Rumah Sakit. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 4(12), 74�86.

 

Nurlaelah, I., Mukaddas, A., & Faustine, I. (2015). Kajian Interaksi Obat Pada Pengobatan Diabetes Melitus (Dm) Dengan Hipertensi Di Instalasi Rawat Jalan Rsud Undata Periode Maret-Juni Tahun 2014. Jurnal Farmasi Galenika (Galenika Journal of Pharmacy), 1(1), 35�41.

 

Tatro, D. (2008). Drug Interaction Facts 2008: facts and comparisons. St. Louis: Wolters Kluwer Health Inc.

 

Tatro, D. S., & Wickersham, R. M. (2009). Drug interaction facts: the authority on drug interactions, 2009. Missouri: Wolters Kluwer Health.