Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol.
7, No. 12,
Desember 2022
OPTIMALISASI
LAHAN PERTANIAN BERWAWASKAN KONSERVASI PADA TANAH PEDSOL DENGAN TEKNOLOGI IOT
SMART BIOSOILDAM
Nugroho
Widiasmadi1, Djoko Suwarno2
Universitas
Wahid Hasyim, Semarang, Indonesia1
Soegijapranata
Catholic University, Semarang, Indonesia2
Email:
[email protected]
Abstrak
Penurunan daya dukung lahan saat ini
dikuatkan sebagai salah satu faktor utama akibat penurunan kesuburan tanah,
kesehatan dan daya serap (laju infiltrasi), yang dipicu oleh penggunaan pupuk
anorganik (kimia) dan pestisida yang berlebihan. Tujuan dari analisis peningkatan laju
infiltrasi tanah pada lahan pertanian Pedsol dengan melibatkan pupuk hayati
MA-11 pada Biosoildam. Sebagai kontrol adalah tanah asli tanpa dipicu
aktivitas mikroba. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai Desember
2021 di areal agroland bawang merah di Kabupaten Tanah Datar Sumatra Barat.
Penelitian ini menggunakan double ring infiltrometer untuk mengukur infiltrasi
tanah dengan tiga kali ulangan pada setiap jarak dari Biohole dan menggunakan
electrolit conductor (EC) untuk mengukur kesuburan tanah dengan konsentrasi ion
garam dan kemasaman tanah. Pengukuran dilakukan setiap lima menit dan periode
pengamatan setiap lima belas hari selama empat puluh lima hari. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa laju infiltrasi, kapasitas infiltrasi, kesuburan
& keasaman tertinggi terjadi pada tanah yang menggunakan pupuk hayati
MA-11. Laju infiltrasi menunjukkan nilai konstan pada tingkat
75 sampai 105 cm/jam yang dicapai setelah hari ke-26. Sedangkan nilai EC
dalam kondisi stabil dicapai pada hari ke-30 dengan nilai antara 1035 � 1285
uS/cm. Sehingga aktivitas agens hayati pada tanah Andosol dengan tingkat
infiltrasi akan optimal pada hari ke-31.
Kata
Kunci:
Infiltration,
Biosoildam, Land Use, Pedsol, Alfaafa Microba, Fertility, Acidity.
Abstract
The decline in
the carrying capacity of the land is currently corroborated as one of the main
factors due to a decrease in soil fertility, health and absorption
(infiltration rate), which is triggered by the excessive use of inorganic
(chemical) fertilizers and pesticides. The objective of this
analysis improvement of soil infiltration rate on Pedsol agroland with involve
biofertilizer MA-11 on the Biosoildam. As a control is original soil without
microbial activity triggered. The research was carried out on September to Desember
2021 at area of shallot agroland in Tanah Datar Districts West Sumatra. The
research was use doublering infiltrometer to measure soil infiltration with three replication on each distance from Biohole and use
electrolit conductivity meter (EC) to measure soil fertility by salt ion
consentration and soil acidity. The measurement was done in every five minute
and observtianperiode every fifteen days along forty five days. The result of
research show that the highest of infiltration rate, infiltration capacity , fertility & acidity was happened on soil with
involve Biofertilizer MA-11. The infiltration rate shows a constant value at a
level of 75 to 105 cm / hour which is achieved after the 26 th day. Meanwhile,
the EC value in stable conditions is achieved on the 30th day with a value
between 1035 - 1285 uS / cm. So that the activity of biological agentson Pedsol
soil with the infiltration level will be optimal on day 31.
Key Word: Infiltration, Biosoildam, Land Use, Pedsol, Alfaafa
Microba, Fertility, Acidity.
Pendahuluan
Penurunan daya dukung lahan saat ini
terus meluas, hal ini salah satu faktor utamanya disebabkan karena menurunnya
kesuburan, kesehatan dan daya serap (laju infiltrasi) tanah, kondisi ini dipicu
oleh pemakaian Pupuk dan Pestisida anorganik (kimia) yang berlebihan (Widiasmadi,
2019). Untuk mengembalikan daya dukung
lahan tersebut dengan cepat dan terukur agar kembali produktif maka tidak cukup
hanya dialiri oleh air saja tetapi diperlukan agen hayati dalam mendukung
konservasi tanah dan air. Selain itu sistem monitoring & asesmen terhadap
budidaya pertanian selama ini kurang terukur baik secara berkala dan
kontinyu/sepanjang waktu (real time). Sehingga diperlukan suatu informasi yag
akurat terhadap suatu parameter tanah dalam mencapai suatu target panen.
Infiltrasi adalah proses aliran air
masuk ke dalam tanah yang umumnya berasal dari curah hujan, sedangkan laju
infiltrasi merupakan jumlah air yang masuk ke dalam tanah per satuan waktu (Manaqib,
2017). Proses ini merupakan bagian yang
sangat penting dalam daur hidrologi yang dapat mempengaruhi jumlah air yang
terdapat dipermukaan tanah, dimana air yang terdapat dipermukaan tanah akan
masuk ke dalam tanah kemudian mengalir ke sungai (Sunjoto,
1988). Air yang dipermukaan tanah tidak
semuanya mengalir ke dalam tanah, melainkan ada sebagian air yang tetap tinggal
di lapisan tanah bagian atas (top soil) untuk kemudian diuapkan kembali ke
atmosfer melalui permukaan tanah atau soil evaporation (Suripin,
2013).
Kapasitas infiltrasi adalah
kemampuan tanah dalam merembeskan banyaknya air ke dalam tanah dan dipengaruhi
oleh aktifitas mikroorganisma dalam tanah (Widiasmadi,
2020c). Besarnya kapasitas infiltrasi
dapat memperkecil berlangsungnya aliran permukaan tanah. Berkurangnya pori-pori
tanah yang umumnya disebabkan oleh pemadatan/kompaksi tanah, menyebabkan
menurunnya infiltrasi, kondisi ini sangat dipengaruhi juga oleh adanya cemaran
tanah (Widiasmadi,
2020c). akibat pemakaian pupuk dan
pestisida kimia secara berlebihan sehingga tanah menjadi keras.
Smart-Biosoildam adalah pengembangan
dari teknologi Biodam dimana melibatkan aktifitas mikroba dalam meningkatkan
laju infitrasi secara terukur dan terkontrol (Widiasmadi,
2022). Aktifitas hayati melalui peran
mikroba sebagai agen pengurai biomasa dan pemulia tanah menjadi informasi yang
penting dalam usaha pemuliaan/konservasi tanah untuk mendukung ketahanan pangan
sehat. Pengembangan teknologi Biodam yang melibatkan agen hayati ini telah
menggunakan mikrokontroler sebagai pemantau yang efektif terhadap aktifitas
agen hayati tersebut melalui pramater elektrolit konduktifiti sebagai input
analog dari sensor EC yang ditanam dalam tanah dan kemudian diubah menjadi
informasi digital oleh mikrokontroler.
Sebaga kontrol terhadap aktifitas
agen hayati maka diperlukan variabel lain seperti informasi tingkat pH,
kelembapan (M) dan temperatur (T) tanah yang juga didapat melalui sensor pH,
Senror T, sensor (M). Sensor-sensor tersebut yang dihubungkan dengan
mikrokontroler yang dapat diakses melalui pin yang berfungsi sebagai GPIO
(General Port Input Ouput) dalam Modul ESP8266 sehingga memberikan kemampuan
tambahan mikrokontroler terhubung ke Wifi untuk mengirim semua respon analog
menjadi digital secara rial time tiap: detik, menit, jam, hari dan bulanan.
Data ini selanjutnya bisa ditampilkan dalam informasi grafis dan tabel angka
untuk disimpan dan diolah dalam WEB (Wasisto,
2018).
Sehingga dapat diperjelas bahwa
peneltian ini bertujuan untuk meningkatkan daya dukung lahan pertanian vulkanis
melalui sistem terukur secara real time dengan melibatkan mikroba pembenah
tanah. Sehingga masyarakat daerah Kepahiyang akan lebih optimal lagi
memanfaatkan lahan-lahan tidur melalui usaha konservasi tanah berpasir menjadi
lahan yang mempunyai nilai ekonomi.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan di lahan pertanian bawang merah yang sudah menjadi ladang matapencaharian puluhan tahun masyarakat Desa Salimpauang Batusangkar Kabupaten Tanah Datar Sumatra Barat. Pengolahan lahan tersebut kurang memperhatihan konservasi tanah dan air, masyarakat menggunakan pupuk & pestisida kimia yang berlebihan.
Pengolahan Data
1) Debit
Katalisa
Inovasi Smartbiosoildam
menggunakan debit limpasan sebagai media penyebaran agen hayati secara radial
melalui lubang masuk/inflow (Biohole) sebagai pusat penyebaran populasi mikroba
bersama air (Widiasmadi, 2020c). Perhitungan debit limpasan sebagai dasar formula
Inflow Biosoildam diperlukan tahap sebagai berikut:
1.��� Melakukan
analisis curah hujan.
2.��� Menghitung
luas tangkapan hujan.
3.��� Menganalisis
lapisan tanah/batuan.
Struktur Biosoildam dapat
dibuat dengan lubang pada lapisan tanah tanpa atau menggunakan pralon / bis
beton dengan lapisan berlubang sebagai jalan penyebaran mikorba secara radial.
Menghitung debit yang masuk ke Biohole sebagai fungsi karakteristik lahan
tangkapan air dengan formula rasional:
Q = 0,278 CIA������ (1)
dimana C adalah nilai koefisien limpasan, I adalah
intensitas curah hujan dan A adalah luas area (Sunjoto, 1988). Berdasarkan rumus tersebut, didapat hasil debit
limpasan seperti pada Tabel.
2) Infiltrasi
Penyebaran mikroba sebagai agen perombak biomassa
dapat dikontrol melalui perhitungan laju infiltrasi dibeberapa radius titik
dari Biohole sebagai pusat penyebaran Mikroba dengan menggunakan metode Horton.
Horton mengamati bahwa infiltrasi berawal dari suatu nilai baku fo dan secara
eksponen menurun sampai pada kondisi konstan fc. Salah satu persamaan
infiltrasi paling awal yang dikembangkan oleh Horton adalah:
f(t) = fc + (fo � fc)e-kt������ (2)
dimana:
k adalah pengurangan konstan terhadap dimensi [T -1]
atau konstanata penurunan laju infiltarsi
fo adalah kapasitas laju infiltrasi pada saat awal
pengukuran.
fc adalah kapasitas infiltrasi konstan yang
tergantung pada tipe tanah.
Parameter fo dan fc didapat dari pengukuran di
lapangan menggunakan alat double ring infiltrometer. Parameter fo dan fc adalah
fungsi jenis tanah dan tutupan. Untuk tanah berpasir atau berkerikil nilai
tersebut tinggi, sedang tanah berlempung yang gundul nilainya kecil, dan
apabila permukaan tanah ada rumput nilainya bertambah (Sutanto, 2012).
Perhitungan infiltrasi dari hasil pengukuran pada 15
menit pertama, 15 menit kedua, 15 menit ketiga dan 15 menit keempat pada masing
masing jarak dari pusat Biohole dikonversikan data penurunan air tersebut dalam
satuan cm/jam dengan rumus sebagai berikut:
Laju infiltrasi = (ΔH/t x 60)���������� (3)
dimana:
ΔH = Tinggi penurunan (cm) dalam selang waktu
tertentu.
T���� = Selang
waktu yang dibutuhkan oleh air pada ΔH untuk masuk ke
tanah (menit) (Huang & Shan,
1997). Pengamatan ini dilakukan tiap 3 hari sekali selama
satu bulan.
a.� Populasi
Mikroba
Agen hayati yang digunakan dalam analisa ini adalah
MA-11 telah diuji oleh Lab. Microbiologi UGM dengan standar Peraturan Menteri:
No 70/Permentan/ SR.140/10 2011, meliputi:
Table 1. Microbes
Analysis
No |
Population Analysis |
Result |
No |
Population Analysis |
Result |
1 |
Total of Micobes |
18,48 x 108cfu |
8 |
Ure-Amonium-Nitrat Decomposer |
Positive |
2 |
Selulotik
Micobes |
1,39 x 108cfu |
9 |
Patogenity
for plants |
Negative |
3 |
Proteolitik Micobes |
1,32 x 108cfu |
10 |
Contaminant E-Coly
& Salmonella |
Negative |
4 |
Amilolitik
Micobes |
7,72 x 108cfu |
11 |
Hg |
2,71 ppb |
5 |
N Fixtation Micobes |
2,2 x 108cfu |
12 |
Cd |
<0,01 mg/l |
6 |
Phosfat Micobes |
1,44 x 108cfu |
13 |
Pb |
<0,01 mg/l |
7 |
Acidity |
3,89 |
14 |
As |
<0,01 ppm |
(Widiasmadi, 2020a)
Penerapannya dalam
Biosoildam adalah mengkonsentrasikan mikroba tersebut ke dalam �media
pupulasi�, sebagai sumber pembenah tanah dalam meningkatkan laju infiltrasi dan
mengembalikan kesuburan alami (Widiasmadi, 2020b).
b.� Mikrokontroler
terhadap Kandungan Hara, Keasaman, Temperatur & Kelembapan Tanah
Indikasi aktifitas mikroba terhadap kesuburan dapat
dikontrol melalui tingkat keasamaan. Banyak sedikitnya kandungan unsur hara
pada tanah merupakan indikator tingkat kesuburan tanah tersebut akibat
aktifitas agen hayati dalam mengurai biomassa. Faktor penting yang mempengaruhi
proses penyerapan unsur hara (EC) oleh akar tanaman adalah derajat keasaman
tanah (pH tanah), temperatur (T) dan Kelembapan (M). Derajat Keasaman Tanah
(pH) berpengaruh besar terhadap laju pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Boardman &
Skrove, 1966).
Aktifitas�� Mikroba sebagai penyumbang nutrisi tanah dari hasil perombakan biomassa dapat
dikontrol melalui tingkat salinitas larutan nutrisi yang dinyatakan melalui
konduktivitas demikian pula parameter lain adalah sebagai input analog. Konduktivitas
dapat diukur memakai EC, Elektrokonduktivitas atau Electrical (or Electro)
Conductivity (EC) merupakan kepekatan unsur hara dalam larutan. Semakin pekat
larutan maka semakin besar pengantaran aliran listrik dari kation (+) dan anion
(-) ke anode dan katode EC meter sehingga EC semakin tinggi. Satuan ukuran EC
adalah mS/cm (milli siemen) (Tian & Huang,
2000). Mikrokontroler Arduino Uno yang digunakan dalam penelitian
ini memiliki 14 pin digital yang diantaranya terdapat 6 pin yang dapat
digunakan sebagai output Pulse Width Modulation atau PWM yaitu pin D.3, D.5,
D.6, D.9,
�
D.10, D.11 dan 6 pin input
analog seperti unsur parameter tanah tersebut yaitu EC, T, pH, M. Pemograman
pada Arduino Uno untuk input analog penelitian ini menggunakan bahasa C dan
untuk pemrogramannya menggunakan suatu perangkat lunak yang bisa digunakan
untuk semua jenis Arduino (Greengard, 2017). Fasilitas komunikasi yang dimiliki mikrokontroler
Arduino Uno meliputi komunikasi antara Arduino Uno dengan komputer termasuk
smartphone. mikrokontroler yang digunakan ini menyediakan fasilitas USART
(Universal Synchronous and Asynchronous Serial Receiver and Transmitter) yang
terdapat pada pin D.0 (Rx) dan pin D.1 (Tx).
Dalam penelitian ini
sebagai sistem transmisi data digunakan ESP8266 memiliki firmware dan set AT
Command yang bisa diprogram dengan Arduino. Modul ESP8266 adalah sebuah sistem
on chip yang memiliki kapabilitas untuk terhubung dengan jaringan WIFI. Selain
itu juga terdapat beberapa pin yang berfungsi sebagai GPIO (General Port Input
Ouput) yang dapat digunakan untuk mengakses sensor-sensor parameter�� tanah��
tersebut�� yang dihubungkan dengan
Arduino, sehingga memberikan kemampuan tambahan sistem ini untuk bisa terhubung
ke Wifi (Schwab, 2017). Dengan demikian input analog berbagai parameter
tanah tersebut dapat diproses menjadi informasi digital yang bisa kita olah
melalui web.
Hasil dan Pembahasan
A. Hujan Rancangan dan Intensitas
Durasi Frekuensi (IDF)
Penentuan intensitas hujan
rancangan menggunakan data hujan Stasiun Padang 2010-2020. Analisis statistik
dilakukan untuk mengetahui jenis distribusi yang digunakan, distribusi yang
digunakan dalam penelitian adalah distribusi Log Person III. Pengecekan
distribusi dapat diterima atau tidak peluang hujan yang dihitung menggunakan
uji Chi Square dan uji Smirnov Kolmogorov, Selanjutnya dihitung intensitas
hujan rancangan menggunakan rumus mononobe.
B. Debit Rencana
Debit rencana sebagai
katalisa mikroba MA-11 menggunakan intensitas hujan selama 1 jam, karena
diperkirkan lama hujan yang paling dominan di daerah penelitian memiliki durasi
hujan 1 jam. Koefisien limpasan untuk berbagai permukaan koefisien aliran
digunakan sebesar 0,70 � 0,95 (Suripin, 2013), sedangkan pada
penelitian ini menggunakan nilai koefisien aliran terkecil yaitu 0,70.
Debit rencana dengan
luas tangkapan berfariasi antara 9 m2 s/d 110 m2 memiliki hubungan berbanding
lurus, karena semakin luas petak menyebabkan debit rencana yang dihasilkan juga
akan besar sebagai inflow biohole. Kedalaman Biohole di daerah penelitian pada
periode ulang 25 tahun berkisar antara 0,80 m hingga 1,50 m. Volume resapan
akan menentukan kapasitas maksimum air yang terdapat didalam Biohole, sehingga
semakin besar volume Biohole maka wadah untuk menampung air akan semakin besar.
C. Desain Biohole
Dinding Biohole
menggunakan dinding alami berdiameter 1,0 m dengan kedalaman 0,8 m atau
memiliki luas tampungan 36 m2. Di atas materi organik (limbah jerami bawang
merah yang dipres padat) sebagai tempat populasi mikroba dilapisi batu pecah setebal
5 cm yang berfungsi sebagai media pemecah energi agar saat terisi air materi
organik sebagai sumber mikroba tetap stabil untuk menjaga agar mikorba mampu
menyebar secara radial.
Volume tampung Biohole
dengan dimensi tersebut adalah 0,157 m3, dengan luas tangkapan 36 m2 dan
menggunakan debit 25 tahun = 0.0000841 m3/det akan terisi penuh sekitar selama
15 s/d 20 menit, angka ini mempertimbangkan sumber daya alam berupa intensitas
hujan di daerah studi yang disesuaikan dengan populasi daya sebaran mikorba.
Sehingga fase pengosongan air dan pembentukan populasi mikroba dapat
berlangsung optimal.
D. Pengaruh Perlapisan tanah pada Biohole
Geomorfologi lahan
pertanian dan sekitarnya berupa tanah Pedsol, yaitu jenis lapisan yang berasal
dari sedimen kuarsa dan terbentuk karena pengaruh suhu yang rendah dan curah
hujan yang tinggi. Tanah podsol dapat berwarna kuning, merah, ataupun kuning
keabuan. Ciri tanah podsol adalah tanahnya tidak subur, dan bertekstur pasir
hingga lempung.
Tanah podsol ini
tersebar di daerah pegunungan Sumatra, Kalimantan, Maluku, Papua, dan Jawa
bagian barat. Tanaman yang cocok dengan tanah ini adalah horti dan tanaman
keras seperti karet, kelapa sawit, jambu mete, dan kelapa.
Tanah ini tidak subur
karena curah hujan yang tinggi. Tanah podsol miskin unsur hara karena
kandungannya sudah tercuci oleh air hujan. Tanah podsol juga memiliki kandungan
alumunium dan besi yang tinggi, itulah mengapa tanah podsol dapat berwarna
kuning hingga kemerahan. Sehingga teknologi Biosoilal akan meningkatkan
menyuburkan tanah ini.
Ciri lain tanah podsol
adalah lapisan pada tanahnya terlihat jelas perbedaannya. Lapisan atasnya
biasanya berwarna abu pucat, sedangkan lapisan bawahnya berwarna kuning
kemerahan. Ini karena tanah ini telah mengalami podsolisasi, yaitu proses
pemindahan bahan organik maupun mineral tanah dari lapisan bagian atas ke
bawahnya, proses ini terjadi karena air hujan. Untuk tanah podsol di Indonesia,
banyak yang dijumpai berwarna merah kekuningan. Ini karena curah hujan
Indonesia yang tinggi menyebabkan besi yang terkandung di tanah podsol berkarat
atau teroksidasi, sehingga memberi tampilan warna merah. Sedangkan di daerah
yang curah hujannya rendah memiliki warna kuning keabuan.
Gambar 1. Graphic EC
Pedsols
Konduktivitas
Electrolit Tanah Pedsol
�
Keasaman
Tanah
Kelembapan
Tanah
Temperatir
Tanah
Gambar 2. Graphyc of Soil : Acidity, Moisture & Themperature Pedsol
�
Laju
Infiltrasi Stasiun A
Laju
Infiltrasi Stasiun B
Laju
Infiltrasi Stasiun C
Gambar 3. Infilrasi Rate Pedsol
Aktivitas
mikroba dapat dilihat pada grafik EC di atas pada stasiun A, B dan C. Pola
grafik EC ketiga stasiun pada tanah Pedsolpada awalnya langsung naik
signifikan, kemudian pada hari ke 23 sampai hari ke 33 grafiknya cenderung datar
kemudian setelah 33 hari grafiknya naik tapi tidak tajam (cenderung miring).
Untuk Stasiun A nilai EC dimulai pada kisaran 310 uS/cm, grafik meningkat
hingga 13 hari kemudian cenderung mendatar selama 5 hari kemudian naik kembali
dengan kemiringan relatif signifikan hingga 1135 uS/cm pada hari ke-33 kemudian
grafiknya miring dari hari ke 35 Perubahan kemasaman tanah dengan nilai pH
sedang dari kondisi asam 5,3 menjadi normal 6 pada hari ke-18 dan terus
berlanjut hingga konstan hingga 6,7 pada hari ke-33. Nilai kelembaban tanah
juga berubah dari 28% menjadi 35% dan setelah hari ke-28. cenderung konstan
pada suhu tanah 22 sampai 25�C. Untuk Stasiun B nilai EC dimulai pada kisaran
315 uS/cm, grafik mendatar hingga 7 hari kemudian mulai naik secara signifikan
hingga 385 uS/cm kemudian grafik terus naik hingga 800 uS/cm pada Hari ke 23
dan terus meningkat namun relatif lambat hingga stabil pada 887 uS/cm pada hari
ke 33 sampai 37. Perubahan keasaman tanah dengan nilai pH yang relatif lambat
dari kondisi asam 5,2 menjadi normal 6,1 atau 6,5 pada hari ke 33. Kelembaban
tanah kadarnya dari 25% meningkat menjadi 32% menjadi 38% dengan suhu tanah 23
hingga 28�C.
Sedangkan
untuk Stasiun C nilai EC juga dimulai pada kisaran 312 uS/cm, grafiknya miring
hingga 7 hari kemudian naik perlahan dengan nilai 386 uS/cm dan bergerak turun
lagi hingga hari ke 23 kemudian mulai naik secara signifikan namun perlahan
hingga stabil hingga mencapai 734 uS. / cm dan kemudian grafiknya miring dari
hari ke 35. Perubahan keasaman tanah melalui nilai pH juga relatif lambat dari
kondisi asam 5,3 menjadi normal 6,2 atau 6,3 pada hari ke 34, tingkat
kelembaban rata-rata 32hingga 35% pada susu tanah 25 hingga 27 � C.
Parameter
tanah tersebut di atas dapat dikontrol terhadap tingkat laju infiltrasi, dimana
grafik laju infiltrasi menunjukkan nilai konstan pada tingkat 75 sampai 105
cm/jam yang dicapai setelah hari ke-28. Sedangkan nilai EC dalam kondisi stabil
dicapai pada hari ke 28dengan nilai antara 935 � 1182 uS/cm. Sehingga aktivitas
agens hayati pada tanah regosol dengan tingkat infiltrasi akan optimal pada
hari ke 32.
Kesimpulan
a)
Aktivitas
agens hayati pada tanah Pedsol akan terlihat nyata pada hari ke 23 sampai hari
ke 31 dengan peningkatan nilai EC hingga 290 uS/cm.
b)
Perubahan
nilai pH tanah dari kondisi asam ke netral pada tanah Pedsol dicapai antara 32
sampai 36 hari setelah dimulainya aktivitas agens hayati.
c)
Peningkatan
nilai EC berkaitan dengan tingkat pH tanah, semakin tinggi EC maka tanah
cenderung berada pada tingkat pH netral dengan nilai pH tanah antara 5,1 sampai
6,2.
d)
Aktivitas
mikroba dapat meningkatkan laju infiltrasi dan sebaliknya laju infiltrasi juga
dapat mempengaruhi kecepatan penyebaran aktivitas mikroba dimana hubungan ini
dapat dilihat pada level EC 327 hingga 1025 uS/cm yang akan membentuk porositas
tanah dengan laju infiltrasi 75 hingga 121 cm/jam.
e)
Tanah Pedsol
merupakan jenis tanah yang berwarna kemerahan adalah tanah vulkanik tercuci
yang berasal dari gunung berapi sehingga memiliki tingkat kesuburan yang
tinggi. Dari hasil analisa di atas kondisi ideal ini mudah menjadi asam jika
dilakukan pengolahan tanah seperti penggunaan pupuk kimia dan pestisida secara
berlebihan
f)
Metode
biosoildam dapat digunakan untuk mengendalikan tanah regosol dari kadar asam
agar lebih efektif dan optimal, perlu diuji berbagai variabel seperti:
�
Analisis
distribusi nutrisi dengan sistem tekanan irigasi tetes (drib irigasi tekanan).
� Analisis jarak formasi dan ukuran jenis biohole.
BIBLIOGRAFI
Boardman, C. R., & Skrove, J. (1966). Distribution in
fracture permeability of a granitic rock mass following a contained nuclear
explosion. Journal of Petroleum Technology, 18(05), 619�623.
Greengard, S. (2017). Making chips smarter. Communications of the ACM,
60(5), 13�15.
Huang, Z., & Shan, L. (1997). Action of Rainwater use on soil and
water conservation and suistanable development of Agricukture. Bulletin of
Soil and Watr Conserv, 17(1), 45�48.
Manaqib, M. (2017). Pemodelan Matematika Infiltrasi Air pada Saluran
Irigasi Alur. J. Mat.�MANTIK, 3(1), 25.
Schwab, K. (2017). The fourth industrial revolution. Currency.
Sunjoto, S. (1988). Optimasi Sumur Resapan Air Hujan Sebagai Salah Satu
Usaha Pencegahan Instrusi Air Laut. Yogyakarta: Fakultas Teknik Universitas
Gadjah Mada.
Suripin. (2013). Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan.
Penerbit Andi.
Sutanto. (2012). Desain Sumur Peresapan Air Hujan. Fakultas
Geografi Universitas Gadjah Mada.
Tian, J., & Huang, C.-H. (2000). Soil erosion and dryland farming.
CRC press.
Wasisto, S. (2018). Aplikasi Internet of Things (IoT) dengan Arduino
& Android: Penerbit Deepublish Yogyakarta.
Widiasmadi, N. (2019). Peningkatan Laju Infiltrasi dan Kesuburan Lahan
dengan Metode Biosoildam pada Lapisan Tanah Keras dan Tandus. Prosiding SNST
Fakultas Teknik, 1(1).
Widiasmadi, N. (2020a). Analisa Elektrolit Konduktifitas & Keasaman
Tanah Secara Real Time Menggunakan Smart Biosoildam. Prosiding Seminar
Nasional NCIET, 1(1), 11�24.
Widiasmadi, N. (2020b). Analysis of Soil Fertlity and Acidity in Real Time
Using Smart Biosoildam to Improe Agricultural Land: International Journal of
Research and Analytical Reviews (IJRAR). Volume, 7, 194�200.
Widiasmadi, N. (2020c). Soil improvement and conservation based in
biosoildam integrated smart ecofarming technology (applied in java alluvial
land and arid region in east Indonesia). Int j Innov, 5(9).
Widiasmadi, N. (2022). Teknologi Smart Biosoildam untuk Analisa EC &
PH Tanah sebagai Usaha Peningkatan Daya Dukung Lahan. Jurnal Pendidikan Dan
Konseling (JPDK), 4(5), 2558�2567.
Copyright holder: Nugroho Widiasmadi, Djoko Suwarno (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal
Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |