Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol.
7, No. 12,
Desember 2022
PERLINDUNGAN
HUKUM TERHADAP PEMILIK MEREK DAGANG INTERNATIONAL
Efranda
Praviatin, Christine S.T. KansiL
Fakultas
Hukum Univeritas Tarumanagara, Indonesia
Email:
[email protected], [email protected]
Abstrak
Merek
merupakan tanda yang terdapat pada suatu produk dengan tujuan untuk membedakan
antara suatu barang dengan barang jenis lainnya. Tanda tersebut
ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka,
susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara,
hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk
membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum
dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa. Permasalahan
dalam penelitian ini adalah Bagaimana Perlindungan Hukum Terhadap Pemilik Hak
atas Merek dan Bagaimana Pertimbangan Hukum Hakim dalam Putusan Nomor
69/Pdt.Sus/Merek/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst. Penulisan
penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa Perlindungan hukum terhadap pemilik hak merek ada dua yaitu
perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif dan Putusan Nomor
69/Pdt.Sus/Merek/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst tidak tepat dari segi penerapan
hukumnya, karena jika dilihat antara merek Penggugat dengan tergugat, ternyata
merek tersebut tidak memiliki persamaan pada pokoknya ataupun keseluruhannya,
sehingga merek Penggugat harus dilindungi oleh hukum.
Kata
Kunci:
Perlindungan Hukum, Pemilik Hak, Merek.
Abstract
A brand is a
sign found on a product to distinguish one item from other types of goods. The
sign is displayed graphically in the form of an image, logo, name, word,
letter, number, color arrangement, in the form of 2 (two) dimensions and/or 3
(three) dimensions, sound, hologram, or a combination of 2 (two) or more these
elements are to distinguish goods and/or services produced by persons or legal
entities in the activities of trading goods and/or services. The problem in
this thesis is how to protect the law against the owner of the right to the
mark and how the judge's legal considerations in the decision Number:
69/Pdt.Sus/Merek/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst. The writing of this thesis uses a
normative juridical method. The results of the study conclude that there are
two legal protections for trademark rights owners, namely preventive legal
protection and repressive legal protection and Decision Number
69/Pdt.Sus/Merek/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst is not appropriate in terms of legal
application, because if seen between the plaintiff's mark and the defendant's
mark, it turns out that the mark does not have similarities in principle or its
entirety, so the plaintiff's mark must be protected by law.
Keywords: Legal
Protection, Rights Owners, Brands.
Pendahuluan
Dalam dunia perdagangan
setiap pelaku usaha memiliki produk yang diperdagangkan kepada pelanggan atau
konsumen baik dari pedagang kaki lima hingga pedagang di dalam suatu plaza (Anwar & Ambarsari, 2017). Dalam
memperkenalkan produk kepada masyarakat, produsen akan memberikan tanda
terhadap barang dan/atau jasa yang dihasilkannya sebagai suatu hal yang dapat
membedakan dengan produk lainnya (Arifin & Iqbal, 2020). Tanda yang
diberikan oleh produsen atau pelaku usaha kepada produk yang diperdagangkannya
disebut sebagai merek (Mangatur et al., 2021).
Merek merupakan
identitas dari sebuah barang yang diperdagangkan serta sering dikaitkan sebagai
suatu image, reputasi, maupun kualitas suatu produk barang atau pun jasa (Sumanti, 2022). Sebuah merek
juga memerlukan proses yang panjang hingga merek dari suatu produk tersebut
dapat dikenal oleh masyarakat (Sovani et al., 2016). Produsen atau
pelaku usaha harus mempertahankan kualitas dan mutu dari barang ataupun jasa
yang diperdagangkan sesuai dengan standar yang ada (Nurcahyo & Nurcahyo, 2018). Apabila kondisi tersebut dapat dipertahankan oleh perusahaan maka
merek dapat menjelma menjadi �roh� suatu produksi barang atau jasa.
Sebagai �roh� produksi merek melambangkan kualitas produk, serta menjadi jaminan
dan reputasi barang atau jasa dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa
sewaktu diperdagangkan (Johanes et al., 2021). Oleh sebab itu
merek merupakan suatu kekayaan intelektual yang dibuat oleh produsen dan sangat
berharga bagi pembuatnya (Iskandar, 2018).
Di Indonesia sendiri
perlindungan hukum yang dimiliki bagi pemegang hak merek diatur di dalam
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 yang kemudian diubah dengan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 1992 dan diubah kembali dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001
dan yang terakhir diganti dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang
Merek dan Indikasi Geografis (Semaun, 2016). Hal ini
menandakan bahwa peranan merek sangatlah penting sehingga diperlukannya
peraturan yang lebih rinci agar dapat memberikan rasa kepastian hukum bagi
pemilik atau pemegang hak merek (Koto, 2018). Adanya
perlindungan hukum bagi pemilik merek yang sah dimaksudkan untuk memberikan hak
yang sifatnya eksklusif (khusus) bagi pemilik merek (exclusive right) agar
pihak lain tidak dapat menggunakan tanda yang sama
atau mirip dengan yang dimilikinya baik untuk barang atau jasa yang sama atau
hampir sama. �Hak khusus tersebut cenderung bersifat
monopoli, artinya hanya pemilik merek yang dapat menggunakannya�.
Dalam
penelitian ini, penulis meneliti kasus pada Putusan Nomor
69/Pdt.Sus/Merek/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst. yang merupakan
kasus merek antara perusahaan Acer in Corporated selaku Penggugat melawan
Pemerintah Republik Indonesia (Johanes et al., 2021). Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. komisi banding merek selaku tergugat (Arifin & Iqbal, 2020).
Pada
kasus tersebut, awalnya Penggugat mengajukan permohonan pendaftaran merek yaitu
merek �Predator + logo� di Direktorat HKI. Direktorat
Merek, namun setelah diterima dan diperiksa ternyata menurut Dirjen HKI merek
yang diajukan oleh Penggugat mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek
milik pihak lain yang telah terdaftar terlebih dahulu, yaitu merek �Predator +
logo� milik Wijen Chandra Tjia. Atas putusan Dirjen HKI.
Dirjen Merek tersebut, kemudian Penggugat melakukan banding merek pada komisi
banding merek, namun komisi banding merek juga menolak dengan alasan yang sama
yaitu memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek milik pihak lain yang telah
terdaftar terlebih dahulu yaitu merek milik Wijen Chandra Tjia. Berdasarkan putusan tersebut, kemudian Penggugat melakukan gugatan
di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Berdasarkan
uraian tersebut di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan
mengkaji lebih jauh terkait masalah perlindungan hukum terhadap pemilik hak
atas merek dengan judul �Perlindungan Hukum Terhadap Pemilik Merek Dagang
international (Studi Putusan Nomor 69/Pdt.Sus/Merek/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst).�
Metode penelitian adalah cara atau langkah-langkah
untuk mencari, menganalisis, menyimpulkan dan menyajikan hasil penelitian dalam
bentuk jurnal ilmiah.
Mengingat hal yang
telah dipaparkan sebelumnya tersebut, maka terdapat beberapa problematika yang
selanjutnya akan dijabarkan didalam penulisan ini,
anatara lain:
1.� Bagaimanakah
perlindungan hukum terhadap pemilik� merek dagang international?
2.� Bagaimanakah
Pertimbangan yang digunakan oleh hakim pada Putusan Nomor
69/Pdt.Sus/Merek/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst ?
Metode Penelitian
Metode penelitian
adalah cara atau langkah-langkah untuk mencari, menganalisis, menyimpulkan dan
menyajikan hasil penelitian dalam bentuk jurnal ilmiah (Zaluchu, 2021). Metode
penelitian yang dipakai pada penulisan ini adalah penelitian yuridis normatif
(legal research) atau disebut dengan penelitian kepustakaan, di mana penelitian
hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder
sebagai dasar bahan untuk diteliti dengan cara melakukan penelusuran terhadap
peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan
yang diteliti, yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder (Novitasari & Rochaeti, 2021).
Hasil dan Pembahasan
A.
Perlindungan
Hukum Terhadap Merek Dagang International
Suatu merek akan memperoleh perlindungan hukum apabila merek tersebut telah didaftarkan lebih dulu pada Dirjen KI Departemen Hukum dan HAM yang nantinya akan mendapatkan hak atas merek. Di Indonesia menerapkan sistem pendaftaran merek berdasar pada sistem konstitutif. Dimana pada sistem ini terdapat keharusan melalui proses pendaftaran terlebih dahulu agar nantinya suatu merek mendapatkan perlindungan, sistem ini dikenal juga dengan sebutan sistem first to file.1 Dalam sistem ini ditegaskan yang berhak pada hak atas merek hanyalah orang yang pertama kali mendaftarkan mereknya. Penjaminan perlindungan hukum yang diberikan secara mutlak oleh pemerintah terhadap merek terdaftar sebagai pemegang hak atas merek yaitu :
1. Setiap produsen memerlukan suatu kepastian dalam berusaha;
2. Menarik investor pemegang merek asing, sedangkan bagi merek dalam negeri pada nantinya diharapkan dapat lebih berkembang luas dalam ranah Internasional.
Dalam UU menjelaskan hak atas merek berupa pemberian hak ekaklusif pada si pemilik merek terdaftar sesuai kurun waktu tertentu merek itu digunakan sendiri atau dapat digunakan orang lain melalui izin. Pelindungan hukum diberikan terhadap merek asing hanya pada merek yang telah terdaftar atau didaftarkan dengan hak prioritas. Terdapat dua bentuk perlindungan hukum yaitu perlindungan bersifat pencegahan (preventif) dan bersifat pengendalian (represif) penjelasan perlindungan hukum adalah sebagai berikut;
1. Perlindungan secara preventif adalah dengan melakukan pendaftaran merek. Dikatakan bahwa merek yang telah didaftar akan dilindungi hukum dengan jangka waktu 10 tahun dan keberlakuan surut mulai dari tanggal diterimanya merek bersangkutan yang sudah didaftar. Orang lain tidak boleh meganggu gugat merek yang dilindungi serta telah didaftarkan atau dengan kata lain merek milik orang yang telah terdaftar tidak perlu dikhawatirkan apabila adanya tuntutan dari orang lain dikarenakan merek yang didaftarkannya telah dilindungi undang � undang
2. Perlindungan secara represif dilakukan apabila ada hak atas merek yang dilanggar dengan adanya gugatan perdata atau tutuntan pidana. Dalam hal ini pemilik merek terdaftar akan mendapat perlindungan hukum atas tindakan pelanggaran hak atas suatu merek baik berupa perbuatan ganti kerugian atau pemberhentian seluruh tindakan terkait pemakaian merek tersebut maupun atas dasar tuntutan hukum pidana dari para penegak hukum. Terhadap pemegang merek terdaftar juga mempunyai hak untuk mengajukan permohonan batalnya pendaftaran merek terhadap merek yang dimilikinya yang telah didaftarkan oleh orang lain secara lebih dahulu tanpa adanya hak.
Dalam melindungi hak merek dari pemilik yang sah, hakim Pengadilan Negeri/Niaga memberikan ketetapan sementara. Pada Pasal 94 UU No. 20 Tahun 2016, apabila ada bukti yang cukup terjadi kerugian terkait hak pemilik merek, dapat meminta hakim mengeluarkan ketetapan sementara terkait;
1. Mencegah barang dugaan melanggar hak merek memasuki jalur jual � beli;
2. Menyimpan alat bukti terkait pelanggaran merek;�������
3. Barang bukti pelanggar hak merek harus diamakan guna mencegah kehilangan;dan
4. Pelanggaran dihentikan untuk menghindari rugi besar.
Lain halnya dengan diselesaikan berdasarkan jalur arbitrase mendapat putusan memaksa dari pihak penengah dan memang telah diserahkan untuk mengeluarkan hasil akhir serta kekuatan hukum yang tetap dimana para pihak akan terikat.
B.
Pendaftaran
Merek International dengan Hak Prioritas
Permohonan pendaftaran merek dengan hak prioritas termuat di aturan Pasal� 9� dan Pasal 10 UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Lain halnya secara Internasional, Hak prioritas bersumberkan pada asas - asas Paris Convention yang telah tergabung dalam� TRIP�s� Agreement.� Adapun� ketentuan� penting dalam� Paris� Convention, yaitu ;
1.
Suatu penanganan nasional yang lebih
dikenal dengan istilah principle of
national treatment pada intinya
memuat perlakuan yang sama terhadap perlindungan KI yang diberikan pada WNI dan WNA;
2.
Dalam menggunakan hak prioritas
didasarkan atas permintaan pendaftaran pertama
di negara asal, yang
selanjutnya dapat melakukan permohonan perlindungan hukum dalam jangka waktu yang telah
ditentukan yaitu 6 atau 12 bulan yang secara tidak langsung
terdaftar pada hari atau tanggal
yang sama pada permintaan pertama
di negara tujuan.
Selain ketentuan diatas telah terpenuhi, permohonan dengan hak prioritas harus disertakan tanda yang membuktian mengenai penerimaan permohonan pendaftaran merek pertama kali dilakukan sehingga timbul hak prioritas. Adapun bukti yang dimaksudkan yaitu dalam bentuk surat serta tanda terima yang berisikan kejelasan tanggal permohonan pendaftaran tersebut. Dirjen KI akan memberikan mengenai apa hal yang disampaikan dalam bentuk salinan surat atau tanda terima apabila pertama kalinya mengajukan permohonan. Bukti - bukti ini wajib diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Selanjutnya Direktorat Jenderal KI akan memeriksa kelengkapan syarat - syarat pendaftaran merek khusus terhadap kelengkapan administrasi. Apabila terdapat kekurangan pada persyaratan dimaksud, maka merek yang diajukan dengan hak pioritas harus memenuhi kelengkapan dalam kurun waktu selama - lamanya 3 bulan dihitung dari tanggal berakhir rentan waktu permohonan merek yang diajukan brdasarkan hak prioritas. Jika tidak memenuhi kelengkapan, maka permohonan tetap diproses tetapi tanpa penggunaan hak prioritas. Bagi pemegang hak prioritas, rentan waktu 6 - 12 bulan cukup panjang untuk dapat melakukan pembatalan pada pelaku pendaftar merek sama di tempat lainnya.
Pendaftaran merek dengan hak prioritas hak Pemohon untuk mengajukan Permohonan yang berasal dari negara yang tergabung dalam Konvensi Paris tentang Pelindungan Kekayaan Industri (Paris Convention for the Protection of Industrial Property) atau Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing the World Trade Organization) tujuannya adalah untuk memperoleh pengakuan bahwa Tanggal Penerimaan di negara asal merupakan tanggal prioritas di negara tujuan yang juga anggota salah satu dari kedua perjanjian itu, selama pengajuan tersebut dilakukan dalam kurun waktu yang telah ditentukan berdasarkan perjanjian internasional dimaksud.
C. Analisa Putusan
69/Pdt.Sus/Merek/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst
Pada tahun 2019 telah terjadi sengketa antara Acer Incorporated dengan Pemerintah Repbulik Indonesia. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Komisi Banding Merek. Pada awalnya penggugat (Acer Incorporated ) merupakan perusahaan multinasional yang bergerak di bidang perangkat keras komputer dan elektronik yang didirikan pada tahun 1976. Sejak pendiriannya, Penggugat telah menjual berbagai macam produk dengan berbagai produk dan merek termasuk produk �PREDATOR� di banyak negara di dunia, termsuk Indonesia yang digunakan untuk produk-produk computer seperti Desktop Komputer, Laptop, Proyektor dan Mouse.
Bahwa penggunaan produk dan kegiatan promosi dan pemasaran secara ekstensif atas atas produk-produk dengan merek �PREDATOR�. Merek PREDATOR milik Acer Incorporated ini dikenal secara luas di kalangan masyarakat dan memperoleh reputasi yang sangat baik. Berbagai inovasi dan teknologi terbaru yang diperkenalkan oleh Acer Incorporated dan mendapat penghargaan bergengsi antara lain:
1. COMPUTEX d&I gold award 2019
2. Red Dot Award d&I award 2019,
3. COMPUTEX d&I award 2019, dan
4. Red Dot Design Award 2019
Merek �PREDATOR� merupakan asset yang sangat penting bagi penggugat dalam menjalani kegiatan usahanya; Merek "PREDATOR" milik Penggugat telah terdaftar di Taiwan untuk Kelas 9 (spesifikasi perangkat elektronik) sejak tahun 2008. Acer Incorporated telah mengajukan permohonan pendaftaran Merek "PREDATOR + Logo" dengan detail permohonan No. Agenda D00.2017.047770, pada tanggal 26 September 2019 di Kelas 9 untuk melindungi produk-produk; "Perangkat keras komputer; komputer; komputer desktop; komputer notebook;tablet PC;periferal komputer, yaitu, monitor, headset, speaker, tas komputer, cover komputer, kabel komputer, konverter komputer, pena stylus komputer;mouse komputer;papan tombol (keyboard) komputer.":
D. Namun setelah melalui proses pemeriksaan substantif maupun prosedur
pendaftaran Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Direktorat Jenderal Hukum
Kekayaan I Perlindungan Hukum Terhadap Merek Dagang International
Suatu merek akan memperoleh perlindungan hukum apabila merek tersebut telah didaftarkan lebih dulu pada Dirjen KI Departemen Hukum dan HAM yang nantinya akan mendapatkan hak atas merek. Di Indonesia menerapkan sistem pendaftaran merek berdasar pada sistem konstitutif. Dimana pada sistem ini terdapat keharusan melalui proses pendaftaran terlebih dahulu agar nantinya suatu merek mendapatkan perlindungan, sistem ini dikenal juga dengan sebutan sistem first to file.1 Dalam sistem ini ditegaskan yang berhak pada hak atas merek hanyalah orang yang pertama kali mendaftarkan mereknya. Penjaminan perlindungan hukum yang diberikan secara mutlak oleh pemerintah terhadap merek terdaftar sebagai pemegang hak atas merek yaitu :
1. Setiap produsen memerlukan suatu kepastian dalam berusaha;
2. Menarik investor pemegang merek asing, sedangkan bagi merek dalam negeri pada nantinya diharapkan dapat lebih berkembang luas dalam ranah Internasional.
Dalam UU menjelaskan hak atas merek berupa pemberian hak ekaklusif pada si pemilik merek terdaftar sesuai kurun waktu tertentu merek itu digunakan sendiri atau dapat digunakan orang lain melalui izin. Pelindungan hukum diberikan terhadap merek asing hanya pada merek yang telah terdaftar atau didaftarkan dengan hak prioritas. Terdapat dua bentuk perlindungan hukum yaitu perlindungan bersifat pencegahan (preventif) dan bersifat pengendalian (represif) penjelasan perlindungan hukum adalah sebagai berikut;
1. Perlindungan secara preventif adalah dengan melakukan pendaftaran merek. Dikatakan bahwa merek yang telah didaftar akan dilindungi hukum dengan jangka waktu 10 tahun dan keberlakuan surut mulai dari tanggal diterimanya merek bersangkutan yang sudah didaftar. Orang lain tidak boleh meganggu gugat merek yang dilindungi serta telah didaftarkan atau dengan kata lain merek milik orang yang telah terdaftar tidak perlu dikhawatirkan apabila adanya tuntutan dari orang lain dikarenakan merek yang didaftarkannya telah dilindungi undang � undang
2. Perlindungan secara represif dilakukan apabila ada hak atas merek yang dilanggar dengan adanya gugatan perdata atau tutuntan pidana. Dalam hal ini pemilik merek terdaftar akan mendapat perlindungan hukum atas tindakan pelanggaran hak atas suatu merek baik berupa perbuatan ganti kerugian atau pemberhentian seluruh tindakan terkait pemakaian merek tersebut maupun atas dasar tuntutan hukum pidana dari para penegak hukum. Terhadap pemegang merek terdaftar juga mempunyai hak untuk mengajukan permohonan batalnya pendaftaran merek terhadap merek yang dimilikinya yang telah didaftarkan oleh orang lain secara lebih dahulu tanpa adanya hak.
Dalam melindungi hak merek dari pemilik yang sah, hakim Pengadilan Negeri/Niaga memberikan ketetapan sementara. Pada Pasal 94 UU No. 20 Tahun 2016, apabila ada bukti yang cukup terjadi kerugian terkait hak pemilik merek, dapat meminta hakim mengeluarkan ketetapan sementara terkait;
1. Mencegah barang dugaan melanggar hak merek memasuki jalur jual � beli;
2. Menyimpan alat bukti terkait pelanggaran merek;�������
3. Barang bukti pelanggar hak merek harus diamakan guna mencegah kehilangan;dan
4. Pelanggaran dihentikan untuk menghindari rugi besar.
Lain halnya dengan diselesaikan berdasarkan jalur arbitrase mendapat putusan memaksa dari pihak penengah dan memang telah diserahkan untuk mengeluarkan hasil akhir serta kekuatan hukum yang tetap dimana para pihak akan terikat.
E.
Pendaftaran
Merek International dengan Hak Prioritas
Permohonan pendaftaran merek dengan hak prioritas termuat di aturan Pasal� 9� dan Pasal 10 UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Lain halnya secara Internasional, Hak prioritas bersumberkan pada asas - asas Paris Convention yang telah tergabung dalam� TRIP�s� Agreement.� Adapun� ketentuan� penting dalam� Paris� Convention, yaitu ;
1.
Suatu penanganan nasional yang lebih
dikenal dengan istilah principle of
national treatment pada intinya
memuat perlakuan yang sama terhadap perlindungan KI yang diberikan pada WNI dan WNA;
2.
Dalam menggunakan hak prioritas
didasarkan atas permintaan pendaftaran pertama
di negara asal, yang
selanjutnya dapat melakukan permohonan perlindungan hukum dalam jangka waktu yang telah
ditentukan yaitu 6 atau 12 bulan yang secara tidak langsung
terdaftar pada hari atau tanggal
yang sama pada permintaan pertama
di negara tujuan.
Selain ketentuan diatas telah terpenuhi, permohonan dengan hak prioritas harus disertakan tanda yang membuktian mengenai penerimaan permohonan pendaftaran merek pertama kali dilakukan sehingga timbul hak prioritas. Adapun bukti yang dimaksudkan yaitu dalam bentuk surat serta tanda terima yang berisikan kejelasan tanggal permohonan pendaftaran tersebut. Dirjen KI akan memberikan mengenai apa hal yang disampaikan dalam bentuk salinan surat atau tanda terima apabila pertama kalinya mengajukan permohonan. Bukti - bukti ini wajib diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Selanjutnya Direktorat Jenderal KI akan memeriksa kelengkapan syarat - syarat pendaftaran merek khusus terhadap kelengkapan administrasi. Apabila terdapat kekurangan pada persyaratan dimaksud, maka merek yang diajukan dengan hak pioritas harus memenuhi kelengkapan dalam kurun waktu selama - lamanya 3 bulan dihitung dari tanggal berakhir rentan waktu permohonan merek yang diajukan brdasarkan hak prioritas. Jika tidak memenuhi kelengkapan, maka permohonan tetap diproses tetapi tanpa penggunaan hak prioritas. Bagi pemegang hak prioritas, rentan waktu 6 - 12 bulan cukup panjang untuk dapat melakukan pembatalan pada pelaku pendaftar merek sama di tempat lainnya.
Pendaftaran merek dengan hak prioritas hak Pemohon untuk mengajukan Permohonan yang berasal dari negara yang tergabung dalam Konvensi Paris tentang Pelindungan Kekayaan Industri (Paris Convention for the Protection of Industrial Property) atau Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing the World Trade Organization) tujuannya adalah untuk memperoleh pengakuan bahwa Tanggal Penerimaan di negara asal merupakan tanggal prioritas di negara tujuan yang juga anggota salah satu dari kedua perjanjian itu, selama pengajuan tersebut dilakukan dalam kurun waktu yang telah ditentukan berdasarkan perjanjian internasional dimaksud.
F.
Analisa
Putusan 69/Pdt.Sus/Merek/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst
Pada tahun 2019 telah terjadi sengketa antara Acer Incorporated dengan Pemerintah Repbulik Indonesia. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Komisi Banding Merek. Pada awalnya penggugat (Acer Incorporated ) merupakan perusahaan multinasional yang bergerak di bidang perangkat keras komputer dan elektronik yang didirikan pada tahun 1976. Sejak pendiriannya, Penggugat telah menjual berbagai macam produk dengan berbagai produk dan merek termasuk produk �PREDATOR� di banyak negara di dunia, termsuk Indonesia yang digunakan untuk produk-produk computer seperti Desktop Komputer, Laptop, Proyektor dan Mouse.
Bahwa penggunaan produk dan kegiatan promosi dan pemasaran secara ekstensif atas atas produk-produk dengan merek �PREDATOR�. Merek PREDATOR milik Acer Incorporated ini dikenal secara luas di kalangan masyarakat dan memperoleh reputasi yang sangat baik. Berbagai inovasi dan teknologi terbaru yang diperkenalkan oleh Acer Incorporated dan mendapat penghargaan bergengsi antara lain:
1. COMPUTEX d&I gold award 2019
2. Red Dot Award d&I award 2019,
3. COMPUTEX d&I award 2019, dan
4. Red Dot Design Award 2019
Merek �PREDATOR� merupakan asset yang sangat penting bagi penggugat dalam menjalani kegiatan usahanya; Merek "PREDATOR" milik Penggugat telah terdaftar di Taiwan untuk Kelas 9 (spesifikasi perangkat elektronik) sejak tahun 2008. Acer Incorporated telah mengajukan permohonan pendaftaran Merek "PREDATOR + Logo" dengan detail permohonan No. Agenda D00.2017.047770, pada tanggal 26 September 2019 di Kelas 9 untuk melindungi produk-produk; "Perangkat keras komputer; komputer; komputer desktop; komputer notebook;tablet PC;periferal komputer, yaitu, monitor, headset, speaker, tas komputer, cover komputer, kabel komputer, konverter komputer, pena stylus komputer;mouse komputer;papan tombol (keyboard) komputer.":
Namun setelah melalui proses pemeriksaan substantif maupun prosedur pendaftaran Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Direktorat Jenderal Hukum Kekayaan Intelektual� Merek dan Indikasi Geografis ternyata kemudian menerbitkan surat tertanggal 12 Februari 2019 mengenai pemberitahuan penolakan permohonan pendaftaran produk �PREDATOR + Logo� milik Penggugat karena adanya persamaan pada pokoknya dengan produk yang telah terdaftar terlebih dahulu, yaitu Produk + Logo "PREDATOR & Logo" atas snama Wijen Chandra Tjia:
Akibat penolakan Komisi Banding Tersebut tersebut pada akhirnya Acer Incorporated menggugat Direktorat Jenderal Hukum Kekayaan Intelektual� Merek dan Indikasi Geografis teregister perkara Nomor 69/Pdt.Sus/Merek/2019/PN Niaga Jkt.Pst. Dalam Surat Guagatan Penggugat, petitumnya meminta agar permohonan pendaftaran Produk "PREDATOR + Logo" No. Agenda D00.2017.047770 Tanggal 26 September 2019 dapat diterima dan meminta agar tergugat (Dir. HKI) membatalkan Merek + Logo "PREDATOR & Logo" atas nama Wijen Chandra Tjia yang sudah terdaftar lebih dahulu Namun sekali lagi upaya hukum yang ditempuh Acer Incorporated oleh Majelis Hakim Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara Nomor 69/Pdt.Sus/Merek/2019/PN Niaga Jkt.Pst dalam amar putusannya Menolak Gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
Adapun bukti dalam persidangan adalah sebagai berikut;
Bukti
Penggugat;��������������������������������������
1. P-1 Bukti Permohonan pendaftaran merek "PREDATOR + Logo" dengan Agenda No.D002017047770, tertanggal 26 September
2017, untuk barang-
barang dalam Kelas 9, atas nama
Penggugat;
2. P-2 Bukti pendaftaran merek �PREDATOR� di negara Taiwan dengan No. Pendaftaran 01328454 tanggal 15 September
2008 untuk melindungi barang barang dalam kelas 9;dan
3. P-3.Bukti pendaftaran merek �ACER PREDATOR�
di negara Uni Eropa dengan No. Pendaftaran 006592976 tanggal 12 Desember 2008 untuk melindungi barang
Bukti
Tergugat ;
1. T-1. Bukti Permohonan
Tanggal 27 Februari 2013;dan
2. T-2.
Bukti terdaftar Nomor Daftar : IDM0000482291 yang telah terdaftar lebih dahulu untuk barang sejenis
Pertimbangan Hakim
1. Menimbang
setelah Majelis membandingkan dan memperhatikan merek dengan Agenda No.D002017047770 yang diajukan oleh ACER INCORPORATED (Penggugat) sebagaimana tersebut dalam bukti P-1 = T-1 dengan
Merek � � nomor Daftar IDM0000482291 milik pihak lain yakni atas nama WIJEN CHANDRA TJIA yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang sejenis
sebagaimana tersebut dalam
bukti T-5, maka Majelis menilai bahwa Merek dengan Agenda No.D002017047770 mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek � � nomor Daftar
IDM0000482291 yang telah terdaftar dalam Daftar Umum Merek, yaitu adanya persamaan
unsur merek kata �PREDATOR�,
konseptual, dan juga kesan adanya persamaan bunyi ucapan, dimana Merek PREDATOR terdiri dari susunan
huruf kata PREDATOR, yang memiliki
persamaan pada pokoknya dengan Merek PREDATOR yang terdiri dari susunan huruf P, R, E, D, A, T, O, R,
sehingga unsur merek yang menonjol adalah kata PREDATOR;
2. Menimbang,
bahwa Merek kata PREDATOR milik Penggugat dengan Merek kata PREDATOR atas nama WIJEN CHANDRA TJIA yang telah terdaftar dalam Daftar Umum Merek merupakan merek kata yang sama-sama
memiliki 8 (delapan) huruf yang sama
dan penempatan hurufnyapun sama, serta bila dibaca atau disebutkan sambil mengucapkan kata �PREDATOR� maka juga
memiliki persamaan pada bunyi ucapan, sehingga terdapat kesan yang menimbulkan
adanya persamaan bunyi ucapan juga terpenuhi, sehingga adanya persamaan pada
pokoknya
3. Menimbang,
bahwa prinsip hukum merek di Indonesia menganut asas First to file yang berarti
pemohon pendaftaran merek yang mengajukan lebih dahulu yang akan diberi
perlindungan hukum yang tentunya dengan melalui prosedur hukum yang berlaku,
dalam perkara ini Merek PREDATOR Nomor Daftar Agenda : IDM0000482291 telah
terdaftar lebih dahulu di Indonesia sehingga Negara memberikan hak eksklusif
kepada pemilik merek terdaftar tersebut, sedangkan Merek PREDATOR di Indonesia
baru diajukan oleh Penggugat setelah terdaftarnya Merek � � nomor Daftar
IDM0000482291.
Putusan Majelis Hakim Nomor 69/Pdt.Sus/2019/PN Niaga Jkt.Pst ;
1. Menolak untuk
seluruhnya gugatan penggugat;
2. Menghukum penggugat untuk membayar biaya
perkara yang timbul dalam perkara ini sebesar
Rp. 1.901.000,00 (satu juta sembilan
ratus satu ribu rupiah)
G. Analisis
Setelah Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan putusan, kemudian Acer in Corporated selaku pihak yang kalah mengajukan kasasi. Terhadap permohonan kasasi tersebut, Mahkamah Agung telah menjatuhkan putusan Nomor 1146 K/Pdt.Sus-HKI/2020 tanggal 28 September 2020. Dalam putusan tersebut, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Acer in Corporated dan membatalkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 69/Pdt.Sus/Merek/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst., tanggal 11 Maret 2020, sehingga Mahkamah Agung mengadili sendiri yaitu: (1) mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya; (2) Membatalkan Putusan komisi banding merek Nomor 424/KBM/HKI/2019 tertanggal 26 Juni 2019; (3) Mengabulkan permohonan pendaftaran merek �Predator + Logo� milik Penggugat yang dimintakan permohonan pendaftaran mereknya di bawah Agenda Nomor D00.2017.047770, pada tanggal 26 September 2017 di kelas 9 untuk melindungi jenis barang: Perangkat keras komputer; komputer; komputer desktop; komputer notebook; tablet PC; periferal komputer, yaitu, monitor, headset, speaker, tas komputer, cover komputer, kabel komputer, konverter, stylus pen; mouse; keyboard); dan (4) Menghukum Termohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan, yang dalam tingkat kasasi sejumlah Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Menurut Sudikno Mertokusumo, bahwa hukum itu bertujuan untuk tercapainya ketertiban dalam masyarakat sehingga diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi demi mencapai tujuannya dan bertugas membagi hak dan kewajiban antar perorangan dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengutamakan pemecahan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum artinya Harus adanya perlindungan hukum Indikasi Geografis suatu barang yang ingin didaftarkan di Indonesia hal itu jelas dikatakan dalam Undang- Undang No 20 Tahun 2016 merek atau produk yang ingin mendapat perlindungan harus mengajukan permohonan kepada kementrian agar mendapat hak ekslusif bagi pemegang hak dan menunjukan dokumen indikasi geografis yang dapat membuktikan secara orisinil barang ciptaannya faktanya penggugat dalam persidangan sudah menunjukan bukti-bukti Merek Bernama P R E D A T O R sudah terdaftar terlebih dahulu di Negara Taiwan namun tidak dapat menguatkan dalil-dali Penggugat.
Perlindungan Hukum Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2006 tentang Merek dan Indikasi Geografis menjelaskan hak atas merek berupa pemberian hak ekaklusif pada sipemilik merek terdaftar sesuai kurun waktu tertentu merek itu digunakan sendiri atau dapat digunakan orang lain melalui izin. Pelindungan hukum diberikan terhadap merek asing hanya pada merek yang telah terdaftar atau didaftarkan dengan hak prioritas. Terdapat dua bentuk perlindungan hukum yaitu perlindungan bersifat pencegahan (preventif) dan bersifat pengendalian (represif). Dalam melindungi hak merek dari pemilik yang sah, hakim Pengadilan Negeri/Niaga memberikan ketetapan sementara. Pada Pasal 94 UU No. 20 Tahun 2016, apabila ada bukti yang cukup terjadi kerugian terkait hak pemilik merek, dapat meminta hakim mengeluarkan ketetapan sementara terkait :
1. Mencegah barang dugaan melanggar hak merek memasuki jalur jual � beli
2. Menyimpan alat bukti terkait pelanggaran merek
3. Barang bukti pelanggar hak merek harus diamakan guna mencegah kehilangan
4. Pelanggaran dihentikan untuk menghindari rugi besar
Bahwa atas kasus tersebut hakim hanya melihat perdaftaran terdahulu di Negara Indonesia saja, faktanya penggugat telah terdaftar produk+logo PREDATOR di negara Taiwan dan di Uni Eropa seharusnya hakim tidak menolak dikarenakan negara Taiwan termasuk negara yang ikut dalam Perjanjian Internasional sebagai anggota organisasi perdagangan internasional yang dimana mengadopsi TRIP�s dan juga mengigat sejarah lahirnya Undang-Undang 20 Tahun 2016 berdasarkan perjanjian Internasional.
Intelektual� Merek dan Indikasi Geografis ternyata kemudian menerbitkan surat tertanggal 12 Februari 2019 mengenai pemberitahuan penolakan permohonan pendaftaran produk �PREDATOR + Logo� milik Penggugat karena adanya persamaan pada pokoknya dengan produk yang telah terdaftar terlebih dahulu, yaitu Produk + Logo "PREDATOR & Logo" atas snama Wijen Chandra Tjia:
Akibat penolakan Komisi Banding Tersebut tersebut pada akhirnya Acer Incorporated menggugat Direktorat Jenderal Hukum Kekayaan Intelektual �Merek dan Indikasi Geografis teregister perkara Nomor 69/Pdt.Sus/Merek/2019/PN Niaga Jkt.Pst. Dalam Surat Guagatan Penggugat, petitumnya meminta agar permohonan pendaftaran Produk "PREDATOR + Logo" No. Agenda D00.2017.047770 Tanggal 26 September 2019 dapat diterima dan meminta agar tergugat (Dir. HKI) membatalkan Merek + Logo "PREDATOR & Logo" atas nama Wijen Chandra Tjia yang sudah terdaftar lebih dahulu Namun sekali lagi upaya hukum yang ditempuh Acer Incorporated oleh Majelis Hakim Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara Nomor 69/Pdt.Sus/Merek/2019/PN Niaga Jkt.Pst dalam amar putusannya Menolak Gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
Adapun bukti dalam persidangan adalah sebagai berikut;
Bukti Penggugat;��������������������������������������
1.
P-1 Bukti Permohonan pendaftaran merek "PREDATOR + Logo" dengan Agenda No.D002017047770, tertanggal 26 September
2017, untuk barang-
barang dalam Kelas 9, atas nama
Penggugat;
2.
P-2 Bukti pendaftaran merek �PREDATOR� di negara Taiwan dengan No. Pendaftaran 01328454 tanggal 15 September
2008 untuk melindungi barang barang dalam kelas 9;dan
3.
P-3.Bukti pendaftaran merek �ACER PREDATOR�
di negara Uni Eropa dengan No. Pendaftaran 006592976 tanggal 12 Desember 2008 untuk melindungi barang
Bukti Tergugat ;
1. T-1. Bukti Permohonan
Tanggal 27 Februari 2013;dan
2.
T-2.
Bukti terdaftar Nomor Daftar : IDM0000482291 yang telah terdaftar lebih dahulu untuk barang sejenis
Pertimbangan Hakim
1.
Menimbang
setelah Majelis membandingkan dan memperhatikan merek dengan Agenda No.D002017047770 yang diajukan oleh ACER INCORPORATED (Penggugat) sebagaimana tersebut dalam bukti P-1 = T-1 dengan
Merek � � nomor Daftar IDM0000482291 milik pihak lain yakni atas nama WIJEN CHANDRA TJIA yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang sejenis
sebagaimana tersebut dalam
bukti T-5, maka Majelis menilai bahwa Merek dengan Agenda No.D002017047770 mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek � � nomor Daftar
IDM0000482291 yang telah terdaftar dalam Daftar Umum Merek, yaitu adanya persamaan
unsur merek kata �PREDATOR�,
konseptual, dan juga kesan adanya persamaan bunyi ucapan, dimana Merek PREDATOR terdiri dari susunan
huruf kata PREDATOR, yang memiliki
persamaan pada pokoknya dengan Merek PREDATOR yang terdiri dari susunan huruf P, R, E, D, A, T, O, R,
sehingga unsur merek yang menonjol adalah kata PREDATOR;
2.
Menimbang,
bahwa Merek kata PREDATOR milik Penggugat dengan Merek kata PREDATOR atas nama WIJEN CHANDRA TJIA yang telah terdaftar dalam Daftar Umum Merek merupakan merek kata yang sama-sama
memiliki 8 (delapan) huruf yang sama
dan penempatan hurufnyapun sama, serta bila dibaca atau disebutkan sambil mengucapkan kata �PREDATOR� maka juga
memiliki persamaan pada bunyi ucapan, sehingga terdapat kesan yang menimbulkan
adanya persamaan bunyi ucapan juga terpenuhi, sehingga adanya persamaan pada
pokoknya
3. Menimbang,
bahwa prinsip hukum merek di Indonesia menganut asas First to file yang berarti
pemohon pendaftaran merek yang mengajukan lebih dahulu yang akan diberi
perlindungan hukum yang tentunya dengan melalui prosedur hukum yang berlaku,
dalam perkara ini Merek PREDATOR Nomor Daftar Agenda : IDM0000482291 telah
terdaftar lebih dahulu di Indonesia sehingga Negara memberikan hak eksklusif
kepada pemilik merek terdaftar tersebut, sedangkan Merek PREDATOR di Indonesia
baru diajukan oleh Penggugat setelah terdaftarnya Merek � � nomor Daftar
IDM0000482291.
Putusan Majelis Hakim Nomor 69/Pdt.Sus/2019/PN Niaga Jkt.Pst ;
1. Menolak untuk
seluruhnya gugatan penggugat;
2. Menghukum penggugat untuk membayar biaya
perkara yang timbul dalam perkara ini sebesar
Rp. 1.901.000,00 (satu juta sembilan
ratus satu ribu rupiah)
H. Analisis
Setelah Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan putusan, kemudian Acer in Corporated selaku pihak yang kalah mengajukan kasasi. Terhadap permohonan kasasi tersebut, Mahkamah Agung telah menjatuhkan putusan Nomor 1146 K/Pdt.Sus-HKI/2020 tanggal 28 September 2020. Dalam putusan tersebut, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Acer in Corporated dan membatalkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 69/Pdt.Sus/Merek/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst., tanggal 11 Maret 2020, sehingga Mahkamah Agung mengadili sendiri yaitu: (1) mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya; (2) Membatalkan Putusan komisi banding merek Nomor 424/KBM/HKI/2019 tertanggal 26 Juni 2019; (3) Mengabulkan permohonan pendaftaran merek �Predator + Logo� milik Penggugat yang dimintakan permohonan pendaftaran mereknya di bawah Agenda Nomor D00.2017.047770, pada tanggal 26 September 2017 di kelas 9 untuk melindungi jenis barang: Perangkat keras komputer; komputer; komputer desktop; komputer notebook; tablet PC; periferal komputer, yaitu, monitor, headset, speaker, tas komputer, cover komputer, kabel komputer, konverter, stylus pen; mouse; keyboard); dan (4) Menghukum Termohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan, yang dalam tingkat kasasi sejumlah Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Menurut (Justitia & Aidi, 2018), bahwa hukum itu bertujuan untuk tercapainya ketertiban dalam masyarakat sehingga diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi demi mencapai tujuannya dan bertugas membagi hak dan kewajiban antar perorangan dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengutamakan pemecahan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum artinya Harus adanya perlindungan hukum Indikasi Geografis suatu barang yang ingin didaftarkan di Indonesia hal itu jelas dikatakan dalam Undang- Undang No 20 Tahun 2016 merek atau produk yang ingin mendapat perlindungan harus mengajukan permohonan kepada kementrian agar mendapat hak ekslusif bagi pemegang hak dan menunjukan dokumen indikasi geografis yang dapat membuktikan secara orisinil barang ciptaannya faktanya penggugat dalam persidangan sudah menunjukan bukti-bukti Merek Bernama P R E D A T O R sudah terdaftar terlebih dahulu di Negara Taiwan namun tidak dapat menguatkan dalil-dali Penggugat.
Perlindungan Hukum Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2006 tentang Merek dan Indikasi Geografis menjelaskan hak atas merek berupa pemberian hak ekaklusif pada sipemilik merek terdaftar sesuai kurun waktu tertentu merek itu digunakan sendiri atau dapat digunakan orang lain melalui izin (Wijanarko & Pribadi, 2022). Peelindungan hukum diberikan terhadap merek asing hanya pada merek yang telah terdaftar atau didaftarkan dengan hak prioritas. Terdapat dua bentuk perlindungan hukum yaitu perlindungan bersifat pencegahan (preventif) dan bersifat pengendalian (represif) (Sasono & Haryanto, 2022). Dalam melindungi hak merek dari pemilik yang sah, hakim Pengadilan Negeri/Niaga memberikan ketetapan sementara. Pada Pasal 94 UU No. 20 Tahun 2016, apabila ada bukti yang cukup terjadi kerugian terkait hak pemilik merek, dapat meminta hakim mengeluarkan ketetapan sementara terkait :
1. Mencegah barang dugaan melanggar hak merek memasuki jalur jual � beli
2. Menyimpan alat bukti terkait pelanggaran merek
3. Barang bukti pelanggar hak merek harus diamakan guna mencegah kehilangan
4. Pelanggaran dihentikan untuk menghindari rugi besar
Bahwa atas kasus tersebut hakim hanya melihat perdaftaran terdahulu di Negara Indonesia saja, faktanya penggugat telah terdaftar produk+logo PREDATOR di negara Taiwan dan di Uni Eropa seharusnya hakim tidak menolak dikarenakan negara Taiwan termasuk negara yang ikut dalam Perjanjian Internasional sebagai anggota organisasi perdagangan internasional yang dimana mengadopsi TRIP�s dan juga mengigat sejarah lahirnya Undang-Undang 20 Tahun 2016 berdasarkan perjanjian Internasional.
Kesimpulan
Perlindungan hukum terhadap pemilik hak merek merupakan perlindungan yang memberikan kekuasaan kepada pemiliknya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya yaitu kepentingan untuk melarang pihak lain yang tanpa sepengetahuannya menggunakan atau memakai merek miliknya secara melawan hukum. Perlindungan hukum terhadap pemilik hak merek ada dua yaitu perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Perlindungan hukum preventif bagi pemilik hak merek adalah di mana pemerintah menghadirkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis untuk mengatur secara khusus merek. Perlindungan represifnya adalah di mana ketika terjadi pelanggaran terhadap hak atas merek, maka dapat dilakukan upaya hukum baik upaya hukum perdata maupun pidana oleh pemiliknya yang tujuannya adalah memberikan sanksi bagi pelanggarnya. Upaya hukum perdata yang dilakukan oleh pemilik hak atas merek adalah dengan cara melakukan gugatan di Pengadilan Niaga dengan tujuan untuk memperoleh ganti rugi. Kemudian upaya hukum pidananya adalah dengan cara melaporkan kepada pihak yang berwajib bagi pelaku pelanggaran hak atas merek.
Prosedur pendaftaran perlindungan merek International dengan hak prioritas di Indonesia wajib melalui permohonan pendaftaran terlebih dahulu yang didasarkan permintaan pendaftaran pertama di negara asal dapat memohon perlindungan hukum (first to file) sesuai jangka waktu tertentu 6 atau 12 bulan yang secara tidak langsung telah terdaftar pada tanggal yang sama pada permintaan pertama di negara yang dituju. Selanjutnya disertakan juga bukti penerimaan permohonan pendaftaran pertama kali berupa bukti surat serta tanda terima yang berisi kejelasan tanggal permohonan pendaftaran, kemudian bentuk salinan berupa bukti tersebut diberikan oleh Dirjen KI serta bukti - bukti ini wajib diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan Paris Convention serta Pasal 9 dan Pasal 10 UU No. 20 Tahun 2016.
Analisa atas kasus tersebut hakim hanya melihat perdaftaran terdahulu dalam negara Indonesia tidak melihat indikasi geografis yang dimana penggugat mempunya hak prioritas dalam Merek Bernama Predator, faktanya penggugat telah terdaftar Merek+logo PREDATOR di negara Taiwan dan di Uni Eropa seharusnya hakim tidak menolak dikarenakan negara Taiwan termasuk negara yang ikut dalam Perjanjian Internasional sebagai anggota organisasi perdagangan internasional yang dimana mengadopsi TRIPs dan juga mengigat sejarah lahirnya Undang-Undang 20 Tahun 2016 berdasarkan perjanjian internasional.
Anwar, S., &
Ambarsari, R. (2017). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan
Pedagang Kaki Lima Kota Tarakan. Jurnal Ekonomika, 8(2), 44�57.
Arifin, Z., &
Iqbal, M. (2020). Perlindungan Hukum Terhadap Merek Yang Terdaftar. Jurnal
Ius Constituendum, 5(1), 47�65.
Iskandar, H. (2018).
Status Hukum Produksi Gawai Replika. Jurnal Justiciabelen, 1(1),
72�90.
Johanes, S., Haryanto,
H., & Kusumadewi, Y. (2021). Perlindungan Hukum Terhadap Pemilik Hak Atas
Merek. Krisna Law, 3(2), 1�11.
Justitia, W., &
Aidi, Z. (2018). Perlindungan Hukum Terhadap Bank sebagai kreditur baru dalam
pengalihan piutang atas kredit pemilikan rumah secara Top Up. Jurnal Yuridis,
4(2), 110�130.
Koto, I. (2018). Pertanggungjawaban
Pidana Perbuatan Penggunaan Merek yang Sama pada Pokoknya Tanpa Izin (Analisis
Putusan MA. RI No: 2037/Pid. Sus/2015).
Mangatur, F., Noor, T.,
& Sutarni, S. (2021). Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Air Minum Dalam
Kemasan Terhadap Produk Yang Dipasarkan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 501
K/PDT. SUS-BPSK/2020). Jurnal Hukum Al-Hikmah: Media Komunikasi Dan
Informasi Hukum Dan Masyarakat, 2(4), 588�609.
Novitasari, N., &
Rochaeti, N. (2021). Proses Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana
Penyalahgunaan Narkotika Yang Dilakukan Oleh Anak. Jurnal Pembangunan Hukum
Indonesia, 3(1), 96�108.
Nurcahyo, E., &
Nurcahyo, E. (2018). Pengaturan dan pengawasan produk pangan olahan kemasan. Jurnal
Magister Hukum Udayana, 7(3), 402�417.
Sasono, D. A., &
Haryanto, I. (2022). Perlindungan Hukum Terhadap Pendaftaran Merek International
Dengan Hak Prioritas Di Indonesia. JOURNAL TRANSFORMATION OF MANDALIKA (JTM)
e-ISSN 2745-5882 p-ISSN 2962-2956, 2(1), 209�217.
Semaun, S. (2016).
Perlindungan Hukum Terhadap Merek Perdagangan Barang dan Jasa. DIKTUM:
Jurnal Syariah Dan Hukum, 14(1), 108�124.
Sovani, J. T., Dh, A.
F., & Arifin, Z. (2016). Pengaruh Penerapan Corporate Social Responsibility
(CSR) Terhadap Citra Merek, Kepercayaan Merek dan Loyalitas Merek (Survei pada
Masyarakat Sekitar PT. Tirta Investama, Desa Keboncandi, Kecamatan Gondang
Wetan, Kabupaten Pasuruan). PROFIT: JURNAL ADMINISTRASI BISNIS, 10(1),
24�33.
Sumanti, J. J. (2022).
Akibat Hukum Pemakaian Merek yang Memiliki Persamaan Pada Pokoknya Ditinjau
Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis. LEX
PRIVATUM, 10(2).
Wijanarko, D. S., &
Pribadi, S. (2022). Perlindungan Hukum Preventif terhadap Merek Dagang di
Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan
Indikasi Geografis. Logika: Jurnal Penelitian Universitas Kuningan, 13(02),
192�201.
Zaluchu, S. E. (2021).
Metode Penelitian Di Dalam Manuskrip Jurnal Ilmiah Keagamaan. Jurnal Teologi
Berita Hidup, 3(2), 249�266.
Copyright holder: Efranda Praviatin, Christine S.T.KansiL (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal
Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |