Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 12, Desember 2022

 

PEMBENTUKAN KARAKTER MELALUI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

 

Sri Raharjo Saptono Putro

STMIK Bani Saleh, Bekasi Jawa Barat, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Pendidikan merupakan agen perubahan yang signifikan dalam pembentukan karakter peserta didik. Pendidikan agama Islam merupakan tiang dari pendidikan karakter. Pendidikan karakter dibentuk dari materi akidah akhlak yang terdapat pada mata pelajaran pendidikan agama Islam. Pembelajaran pendidikan agama Islam dapat menjadi media untuk menyalurkan pengetahuan dalam aspek kognitif (keagamaan), sebagai media dalam menyalurkan nilai moral dan norma guna terbentuknya aspek afektif (sikap), yang memiliki peran guna mengendalikan aspek psikomotorik (perilaku), sehingga terciptanya kepribadian individu seutuhnya. Konsep pendidikan influentif pendidikan Islam dalam pembelajaran dapat diterapkan dengan beberapa strategi, yaitu: (1) Pendidikan dengan keteladanan, (2) Pendidikan dengan adat kebiasaan, (3) Pendidikan dengan nasihat, (4) pendidikan dengan memberikan perhatian, dan (5) pendidikan dengan memberikan hukuman.

 

Kata Kunci: Pendidikan Karakter, Pendidikan Agama Islam, karakter.

 

Abstract

Education is an agent of significant change in the formation of the character of students. Islamic religious education is the pillar of character education. Character education is formed from moral aqidah material contained in Islamic religious education subjects. Islamic religious education learning can be a medium for channeling knowledge in cognitive (religious) aspects, as a medium in channeling moral values and norms for the formation of affective aspects (attitudes), which have a role in controlling psychomotor (behavioral) aspects, so as to create a complete individual personality. The concept of Islamic education influentive education in learning can be applied with several strategies, namely: (1) Education by example, (2) Education with customs, (3) Education with advice, (4) education by paying attention, and (5) Education by giving punishment.

 

Keywords: Character Education, Islamic Religious Education.

 

 

 

 

Pendahuluan

Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 dijelaskan bahwa: �Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.�(Undang-Undang No.20, 2003). Berdasarkan tujuan pendidikan nasional tersebut menjelaskan bahwa potensi peserta didik harus berkembang agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia (Wahono, 2018). Hal tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan Islam yaitu pembentukan akhlak dan budi pekerti yang sanggup menghasilkan seseorang yang bermoral, berjiwa bersih, pantang menyerah, bercita-cita tinggi, dan berakhlak mulia (Sholihah & Maulida, 2020).

Selama ini konteks pendidikan di Indonesia hanya menekankan proses pembelajaran yang efektif tanpa mengedepankan proses pendidikan karakter, maka ada satu poin penting yang hilang (Purnomo et al., 2020). Jadi mempelajari karakter tidak lepas dari mempelajari nilai atau sikap, norma, dan moral. Salah satu unsur dalam pendidikan karakter antara lain sikap dan perilaku (Revita et al., 2020). Sikap seseorang diwujudkan dalam perilaku dan perilaku akan dilihat orang lain dan itu akan membuat orang memiliki distingsi yang berbeda. Bahkan dari sikap dan perilaku tersebut orang lain cenderung menilai sebagai cerminan karakternya, walaupun hal yang dilihat orang lain tidak tentu benar (Rachel & Rangkuty, 2020). Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan berdasarkan norma- norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat (Indrawan, 2019). Nilai atau karakter yang diterima atau ditanamkan terhadap seseorang akan mempengaruhi pola sikap dan pola tingkah laku seorang individu nantinya yang dimana sikap tersebut akan menjadi kepribadiannya (Sari et al., 2020).

Gerakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa yang telah dicanangkan pemerintah sejak tahun 2010 mengacu pada lima karakter, yakni: (1) manusia Indonesia yang bermoral, berakhlak, dan berperilaku baik; (2) mencapai masyarakat yang cerdas dan rasional; (3) manusia Indonesia kedepan menjadi manusia inovatif dan terus mengejar kemajuan; (4) memperkuat semangat �harus bisa� yang terus mencari solusi dalam setiap kesulitan; dan (5) manusia Indonesia haruslah menjadi patriot sejati yang mencintai bangsa, negara, dan tanah airnya (Musthofa et al., 2017).

Usaha dalam membentuk karakter peserta didik diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 yang isinya memuat Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) (Huda, 2019). Penguatan pendidikan karakter adalah sebuah proses dalam transmisi, pembentukan, perubahan serta pengembangan potensi pada peserta didik. Sehingga mereka mempunyai nurani yang baik, daya pikir yang baik serta berperilaku yang baik sesuai dengan nilai hidup Pancasila. Dalam penguatan pendidikan karakter tidak memfokuskan pada lingkungan budayanya atau pembawaan individunya, namun karakter merupakan hasil dari korelasi lingkungan budaya dan pembawaan individu (Anshori, 2017).

Lima nilai karakter utama yang menjadi prioritas pengembangan penguatan pendidikan karakter, yaitu: (1) nilai karakter religius, nilai ini mencerminkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan selalu giat dan ikhlas dalam beribadah; (2) nilai karakter nasionalis, nilai ini merupakan cara berpikir, bersikap dan memberikan perbuatan yang baik terhadap bangsa, seperti dengan menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi dan kelompoknya; (3) nilai karakter integritas, nilai yang menunjukkan perilaku seorang individu yang dapat dipercaya dalam hal apapun. Hal ini dapat ditunjukkan dengan selalu berperilaku jujur dalam setiap hal yang kita lakukan; (4) nilai karakter mandiri, nilai yang ditunjukkan dari sikap dan perilaku yang tidak bergantung pada orang lain, seperti contohnya dengan melakukan pekerjaannya sendiri tanpa harus selalu mendapat bantuan dari orang lain; (5) nilai karakter gotong royong, nilai ini mencerminkan tindakan kerja sama dan bahu membahu dalam menyelesaikan persoalan bersama, seperti dengan mengikuti kerja bakti dan aktif dalam organisasi (Upi, 2019).

Nilai-nilai tersebut sangatlah penting bagi kemajuan pendidikan karakter bangsa. Masing-masing nilai tidak berdiri dan berkembang sendiri-sendiri, melainkan saling berinteraksi satu sama lain, berkembang secara� dinamis dan membentuk keutuhan pribadi. Walaupun banyaknya teori, gerakan dan nilai-nilai yang ada, permasalahan mengenai pendidikan karakter di Indonesia masih banyak terjadi. Dekadensi moral sebagai akibat dari derasnya arus globalisasi begitu cepat berdampak pada karakter generasi muda bangsa. Pada dunia pendidikan, pencapaian proses pembelajaran yang berdampak positif terhadap perubahan sikap dan perilaku peserta didik harus dilakukan karena ukuran keberhasilan pendidikan bukan hanya dengan mencapai target akademis saja. (Agboola et al., 2018) berpendapat bahwa untuk menjadi warga negara yang baik, sekolah perlu membekali peserta didiknya dengan pendidikan karakter. Karakter merupakan hasil internalisasi bermacam-macam kebajikan dalam berpikir, bertindak dan berpandangan yang dilakukan oleh seseorang untuk membentuk watak dan perilakunya. Kebajikan seperti keberanian, kejujuran, keadilan dan belas kasih adalah watak untuk berkelakuan baik secara moral (Lickona, 2012).

Secara akademis dirasa sangat kurang apabila peserta didik hanya menguasai kegiatan akademik saja, peserta didik hanya akan berlomba-lomba mendapatkan nilai terbaik dalam mata pelajaran, bahkan apapun dilakukan dengan menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkannya, sehingga lupa pada proses yang digunakan untuk mencapai prestasi akademik tersebut. Peserta didik dituntut untuk memiliki karakter yang baik agar dapat mencapai pendidikan yang berkualitas. Namun dewasa ini, karakter peserta didik di Indonesia menunjukkan kemerosotan moral dan masih menjadi persoalan yang membudaya dimana karakter peserta didik masih membutuhkan perhatian lebih. Merebaknya isu-isu moral di kalangan pelajar di Indonesia seperti penggunaan narkoba, tawuran antar pelajar, pornografi, merusak milik orang, merampas, mencari bocoran soal ujian, dan lain-lain sudah menjadi masalah sosial yang sampai saat ini belum dapat diatasi secara tuntas. Akibat yang ditimbulkan cukup serius dan tidak dapat lagi dianggap sebagai suatu persoalan sederhana karena sudah menjurus kepada tindakan kriminal. Kondisi ini sangat memprihatinkan masyarakat khususnya para orang tua dan para guru, sebab pelaku-pelaku beserta korbannya adalah peserta didik dan warga sekolah lainnya.

Perkembangan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat turut berpengaruh besar terhadap karakter pribadi seseorang. Saat ini, tayangan televisi, konten-konten di internet yang mudah diakses berdampak baik dan buruk bagi peserta didik, seperti tayangan berbau kriminalitas serta video yang mengandung unsur pornografi. Jika hal ini dibiarkan tanpa adanya tindakan maka memungkinkan anak-anak untuk dapat menirunya sesuai dengan apa yang mereka lihat dan mereka dengar, baik itu melalui tayangan program televisi maupun dengan teknologi informatika (internet) yang semakin hari semakin berkembang tanpa batas. Akibatnya peserta didik akan terpengaruh untuk melakukan tindak kekerasan dan tindak asusila, karena disebabkan ikut-ikutan dengan apa yang mereka tonton. (Budi & Wardani, 2017) berpendapat bahwa dengan melihat krisis karakter yang terjadi membuktikan bahwa sistem pendidikan saat ini belum membentuk sumber daya manusia yang diharapkan, sehingga perlunya pendidikan berorientasi membangun karakter peserta didik untuk mengembangkan dan menguatkan karakter mulia, disiplin, tanggung jawab, mandiri dan berbudi pekerti.

Pendidikan merupakan agen perubahan yang signifikan dalam pembentukan karakter anak dan pendidikan agama Islam menjadi bagian yang penting dalam proses tersebut. Penguatan pendidikan karakter pada peserta didik, peran pendidikan agama Islam sangat strategis guna mengaktualkan hal tersebut. Melalui pembelajaran pendidikan agama Islam dapat menjadi media untuk menyalurkan pengetahuan dalam aspek kognitif (keagamaan), sebagai media dalam menyalurkan nilai moral dan norma guna terbentuknya aspek afektif (sikap), yang memiliki peran guna mengendalikan aspek psikomotorik (perilaku), sehingga terciptanya kepribadian individu seutuhnya. Pendidikan Agama Islam merupakan pelajaran yang wajib ada di sekolah, sebab tujuan dari pembelajarannya yaitu untuk meningkatkan nilai-nilai spiritual serta akhlak mulia peserta didik. Oleh karenanya, pendidikan agama Islam mempunyai tugas penting pada penyelenggaraan penguatan pendidikan karakter pada peserta didik di sekolah (Ainiyah, 2018).

Fenomena yang berkembang selama ini adalah pendidikan agama Islam di sekolah hanya diajarkan sebagai sebuah pengetahuan tanpa adanya pengaplikasian dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga fungsi pendidikan agama Islam sebagai salah satu pembentukan akhlak mulia bagi peserta didik tidak tercapai dengan baik. Munculnya paradigma bahwa pendidikan agama Islam bukanlah salah satu materi yang menjadi standar kelulusan bagi peserta didik ikut berpengaruh terhadap kedalaman pembelajarannya. Hal ini menyebabkan pendidikan agama Islam dianggap materi yang tidak penting dan hanya menjadi pelengkap pembelajaran saja dan yang lebih ironis lagi evaluasi pendidikan agama Islam hanya dilakukan dengan tes tertulis.

 

Metode Penelitian

Jenis penelitian pada artikel ini menggunakan library research atau sering disebut penelitian pustaka atau literatur. Penelitian pustaka atau literatur merupakan objek kajian penelitian dengan menggabungkan berbagai informasi atau pendapat para penulis dari jurnal-jurnal yang didapat yang berhubungan dengan tema maupun problema yang sedang dibahas. Sumber data yang didapatkan dari penelitian ini yaitu menggunakan referensi yang relevan baik itu berupa artikel atau buku yang mengkaji tentang penguatan pendidikan karakter melalui Pendidikan Agama Islam.

 

Hasil dan Pembahasan

Agar tercipta dan terwujudnya keberhasilan dalam proses pembelajaran di sekolah guna menguatkan karakter peserta didik diperlukan sebuah usaha yang efektif serta tahap-tahap strategis yang dijalankan oleh pihak sekolah seperti kepala sekolah, guru serta praktisi pendidikan. Pendidikan karakter sudah seharusnya ditanamkan sejak dini kepada peserta didik agar membentuk sikap, kemampuan, keterampilan yang dapat dikembangkan menjadi karakter baik dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta memiliki budi pekerti yang mulia di dalam kehidupannya. Dalam mewujudkan pendidikan di sekolah, pendidikan agama Islam menjadi mata pelajaran yang penting, sebab di dalam mata pelajaran pendidikan agama Islam memiliki pembahasan yang mampu mengarahkan serta mengatasi masalah yang dihadapi setiap individu. Mata pelajaran pendidikan agama Islam adalah sebuah media dalam penguatan karakter pada peserta didik guna menjadikan individu yang dapat berdampingan dengan individu lain karena memiliki moral yang baik (Khaidir & Saputra, 2019).

Karakter merupakan watak, sifat kejiwaan serta tabiat yang dapat membedakan individu dengan yang lainnya. Karakter terbentuk dari lingkungan keluarga dan lingkungan tempat tinggal individu. Terutama pada sekarang ini karakter individu dapat dipengaruhi oleh media sosial yang terinternalisasi dalam diri individu dan menjadi acuan dalam perwujudan perilaku (Agung, 2017). Perilaku tersebut memfokuskan serta menandai pada nilai-nilai kebaikan dalam bentuk tindakan dan perilaku. Individu yang tidak menerapkan nilai-nilai kebaikan seperti berperilaku buruk akan dikatakan sebagai orang yang memiliki karakter buruk. Sebaliknya, apabila individu menerapkan nilai-nilai kebaikan maka akan disebut dengan orang yang berkarakter baik (Khamalah, 2017). Karakter dapat didefinisikan dengan akhlak atau kepribadian. Kepribadian yaitu karakteristik, ciri atau sifat khas pada diri individ (Syarif, 2014). Akhlak lebih menekankan bahwa hakikatnya pada diri individu memiliki keyakinan dimana perilaku baik dan buru itu ada.

Pendidikan karakter yaitu bentuk dari penamaan nilai-nilai karakter yang mencakup keinginan atau kesadaran, berbagai pengetahuan, perilaku dalam pelaksanaan nilai-nilai karakter baik itu terhadap Tuhan, lingkungan sekitar, orang lain serta diri sendiri. Sehingga perkembangan penguatan karakter mampu dilaksanakan dengan cara proses pendidikan peserta didik yang tak lepas dari budaya masyarakat maupun lingkungan masyarakat (Omeri, 2015). Pendidikan karakter secara umum mampu disebut dengan pendidikan yang dapat membangun nilai budaya serta karakter bangsa pada peserta didik. Dengan demikian mereka mempunyai karakter dan nilai, mampu mengimplementasikan nilai-nilai tersebut pada kehidupan sehari-hari serta dapat menjadi masyarakat yang mempunyai jiwa nasionalis, kreatif, produktif dan religius. Pendidikan karakter juga dimaknai dengan pendidikan watak, pendidikan moral serta pendidikan budi pekerti luhur yang mempunyai misi dalam pengembangan kemampuan seluruh warga sekolah guna memiliki keteladanan, memelihara serta mengamalkan kebaikan pada kehidupan sehari-hari, dan memberikan keputusan baik atau buruk.

Kemendiknas merumuskan 18 nilai-nilai pendidikan karakter yang meliputi: 1) Religius, sikap taat dan patuh terhadap keyakinan agama yang dianut dan juga toleransi pada lain kepercayaan serta hidup berdampingan dengan rukun; 2) Jujur, mencerminkan sikap yang memiliki kesamaan dalam perkataan, perbuatan maupun pemikiran sehingga dapat menjadi orang yang bisa dipercaya; 3) Toleransi, mencerminkan sikap yang memiliki kesadaran dan mau menerima akan perbedaan ras, etnis, suku, bahasa, adat, agama, pendapat dan lain sebagainya; 4) Disiplin, sikap ketaatan yang konsisten akan segala peraturan yang berlaku; 5) Kerja keras, sebuah upaya dengan sungguh-sungguh dalam mengerjakan segala masalah, tugas atau pekerjaan dengan baik; 6) Kreatif, mencerminkan sikap yang menemukan sebuah ide-ide baru terhadap suatu pemecahan masalah; 7) Mandiri, perilaku yang tidak bertumpu pada orang lain dalam memecahkan suatu masalah atau pekerjaan; 8) Demokratis, mencerminkan cara berfikir yang memikirkan kewajiban dan ha yang sama secara adil antara orang lain dengan dirinya sendiri; 9) Rasa ingin tahu, mencerminkan sikap keingintahuan kepada hal yang pernah atau sedang didengar, dilihat, dirasa serta dipelajari secara lebih dalam; 10) Nasionalisme atau bisa disebut dengan semangat kebangsaan, perilaku yang selalu memprioritaskan bangsa diatas kepentingan pribadi; 11) Cinta tanah air, mencerminkan sikap peduli, bangga dan setia terhadap negara sehingga sulit menerima tawaran dari negara lain yang memungkinkan bisa membebani bangsa Indonesia; 12) Menghargai prestasi, perilaku yang dapat menerima prestasi orang lain serta dapat menerima kekurangan dari diri sendiri tanpa menyurutkan semangat dalam berprestasi lagi; 13) Komunikatif, perilaku yang terbuka dalam berkomunikasi secara santun terhadap orang lain sehingga menciptakan kerja sama yang baik; 14) Cinta damai, mencerminkan sikap yang memiliki kedamaian, kenyamanan terhadap dirinya pada sebuah kelompok atau masyarakat; 15) Gemar membaca, kebiasaan yang tanpa suatu paksaan dalam membaca baik itu buku, koran, majalah,jurnal dan sebagainya; 16) Peduli lingkungan, sikap yang memiliki upaya dalam menjaga kelestarian lingkungan di sekitarnya; 17) Peduli sosial, mencerminkan sikap yang memiliki kepedulian kepada orang lain yang sedang membutuhkan bantuan; dan 18) Tanggung jawab, perilaku dalam mengerjakan tugas yang sedang diemban baik itu menyangkut pribadi, agama, negara, masyarakat, maupun bangsa dengan sungguh-sungguh dan baik (Kusnoto, 2017).

Berdasarkan nilai-nilai karakter tersebut, Kemendiknas merancang empat nilai karakter yang menjadi pilar dalam implementasi karakter pada peserta didik, meliputi: kejujuran, pemikiran, ketangguhan, dan kepedulian. Dengan begitu terdapat banyak nilai karakter yang mampu diintegrasikan serta dikembangkan oleh sekolah di dalam pembelajaran. Menerapkan semua nilai karakter tersebut merupakan tugas yang sangatlah berat. Oleh sebab itu, perlunya pemilihan dalam nilai-nilai tertentu yang diutamakan penerapannya kepada peserta didik (Muchtar & Suryani, 2019). Pendidikan karakter sangat diperlukan dalam membantu dan membangun perkembangan kepribadian agar siswa mempunyai nilai-nilai perilaku yang berhubungan dengan dirinya serta lingkungannya. Sebab pendidikan ini memiliki tujuan guna membentuk pribadi dengan menanamkan nilai-nilai dan perilaku disiplin, saling menghargai, kejujuran, keberanian, ketekunan, serta kerja sama. Sehingga akan tertanam kepribadian perilaku yang baik serta mampu dijadikan sebagai pembiasaan pada kehidupan peserta didik baik itu di luar sekolah maupun di dalam sekolah (Sunarso, 2020).

Konsep pendidikan karakter telah ada sejak zaman Rasulullah SAW, hal ini terbukti dari perintah Allah bahwa tugas pertama dan utama Rasulullah adalah sebagai penyempurna akhlak bagi umatnya. Substansi makna dari karakter sama dengan konsep akhlak di dalam Islam, keduanya membahas tentang perbuatan perilaku manusia. Al-Ghazali menjelaskan jika akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa perlu adanya pemikiran dan pertimbangan (Ulfa et al., 2016). (Suwito Eko et al., 2020) menyebutkan bahwa akhlak sering disebut juga ilmu tingkah laku atau perangai, karena dengan ilmu tersebut akan diperoleh pengetahuan tentang keutamaan-keutamaan jiwa; bagaimana cara memperolehnya dan bagaimana membersihkan jiwa yang telah kotor. Karakter adalah nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terjawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang.

Berdasarkan pengertian dasar akhlak dan karakter tersebut, mengisyaratkan substansi makna yang sama yaitu masalah moral manusia; tentang pengetahuan nilai-nilai yang baik, yang seharusnya dimiliki seseorang dan tercermin dalam setiap perilaku serta perbuatannya. Perilaku ini merupakan hasil dari kesadaran dirinya sendiri. Seseorang yang mempunyai nilai-nilai baik dalam jiwanya serta dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari disebut orang yang berakhlak atau berkarakter. Akhlak atau karakter dalam Islam adalah sasaran utama dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hadits Nabi Muhammad SAW yang menjelaskan tentang keutamaan pendidikan akhlak, salah satunya hadits berikut ini: �ajarilah anak-anakmu kebaikan, dan didiklah mereka� (Atabik & Burhanuddin, 2015).

Pembentukkan karakter dapat dilakukan melalui pendidikan agama Islam, karena pendidikan agama Islam memiliki misi mengembangkan nilai dan sikap. Mengembangkan nilai dan sikap bisa dalam bentuk perilaku atau yang dikerjakan seseorang atau disebut dengan adab. Adab adalah menggunakan sesuatu yang terpuji berupa ucapan dan perbuatan atau yang terkenal dengan sebutan al-akhlaq al-karimah. Adab dan akhlak dalam Islam mendapat perhatian serius yang tidak didapatkan pada tatanan manapun. Sebab, syariat Islam adalah kumpulan dari akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah. Ini semua tidak bisa dipisah-pisahkan. Manakala seseorang mengesampingkan salah satu dari perkara tersebut, misalnya akhlak, akan terjadi ketimpangan dalam perkara dunia dan akhiratnya karena satu dengan lainnya saling terkait. Salafush Shalih umat ini yaitu Rasulullah SAW, para sahabat radhiallahu anhum, tabiin, dan yang mengikuti mereka, sangat memperhatikan adab. Sebab adab adalah bagian dari syariat yang dengannya terwujud kemaslahatan dunia dan akhirat. Orang yang mencermati kehidupan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiallahu anhum akan mendapatkan sosok yang sempurna akhlak dan adabnya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِفَلْيُحْسِنْ إِلَى جَارِهِ

Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia berbuat baik terhadap tetangganya.� (HR. Muslim)

Di sini terlihat jelas bagaimana kaitan antara akidah dan akhlak yang baik. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menafikan keimanan orang yang tidak menjaga amanah dan janjinya. Beliau bersabda:

لاَ إِيْمَانَ لِمَنْ لاَ أَمَانَةَ لَهُ، وَلاَ دِيْنَ لِمَنْ لاَ عَهْدَ لَهُ

Tidak ada iman bagi orang yang tidak menjaga amanah dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menjaga janjinya. (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)

Bahkan, suatu ibadah menjadi tidak ada nilainya manakala adab dan akhlak tidak dijaga. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالعَمَلَ بِهِ، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Barang siapa tidak meninggalkan ucapan dusta dan perbuatan dusta, Allah tidak butuh dengan (amalan) meninggalkan makan dan minumnya (puasa,-red.).(HR. Bukhari)

Allah Subhanahu wa ta�ala telah menjelaskan bahwa adab memiliki pengaruh yang besar untuk mendatangkan kecintaan dari manusia. Allah subhanahu wa ta�ala berfirman:

فَبِمَا رَحۡمَةٍ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمۡۖ وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ مِنۡ حَوۡلِكَۖ فَٱعۡفُ عَنۡهُمۡ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ وَشَاوِرۡهُمۡ فِي ٱلۡأَمۡرِۖ

�Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Seandainya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.� (QS. Ali Imran: 159)

Ciri dan keistimewaan adab Islami yaitu: Pertama, bersifat menyeluruh. Syariat Islam telah mengatur segala sisi kehidupan kaum muslimin dari yang terkecil hingga yang terbesar; baik sebagai pribadi, di dalam keluarga, ataupun di tengah masyarakat. Selain itu, kewajiban untuk berhias diri dengan adab Islam juga meliputi seluruh muslimin, baik tua maupun muda, laki-laki maupun perempuan; Kedua, kokoh bersamaan dengan kokohnya nilai-nilai Islam, misalnya mengucapkan salam, berjabat tangan, jujur, dan yang lainnya, termasuk adab-adab Islam yang tidak berubah dengan pergeseran waktu dan tempat; Ketiga, peduli terhadap orang lain. Islam mendidik seorang muslim untuk memiliki kepekaan dan perhatian terhadap masyarakat sekitarnya dan manusia secara umum.

Konsep pendidikan di dalam Islam memandang bahwa manusia dilahirkan dengan membawa potensi lahiriah, yaitu: potensi berbuat baik terhadap alam, potensi berbuat kerusakan terhadap alam, potensi ketuhanan yang memiliki fungsi-fungsi non fisik. Ketiga potensi tersebut kemudian diserahkan kembali perkembangannya kepada manusia (Suwito, 2014). Hal ini yang kemudian memunculkan konsep pendekatan yang menyeluruh dalam pendidikan Islam yaitu meliputi unsur pengetahuan, akhlak dan akidah.

Ibnu Faris menjelaskan bahwa konsep pendidikan dalam Islam adalah membimbing seseorang dengan memperhatikan segala potensi pedagogik yang dimilikinya melalui tahapan-tahapan yang sesuai untuk mendidik jiwanya, akhlaknya, akalnya, fisiknya, agamanya, rasa sosial politiknya, ekonominya, keindahannya, dan semangat jihadnya (Ainiyah, 2018). Hal ini memunculkan konsep pendidikan akhlak yang komprehensif, dimana tuntutan hakiki dari kehidupan manusia yang sebenarnya adalah keseimbangan hubungan antara manusia dengan tuhannya, hubungan manusia dengan sesamanya serta hubungan manusia dengan lingkungan di sekitarnya. Pendapat tersebut menggambarkan bahwa akhlak merupakan pilar utama dari tujuan pendidikan di dalam Islam. Hal ini yang mendasari senada dengan latar belakang perlunya diterapkan pendidikan karakter di sekolah; untuk menciptakan bangsa yang besar, bermartabat dan disegani oleh dunia maka dibutuhkan good society yang dimulai dari pembangunan karakter (character building). Pembangunan karakter atau akhlak tersebut dapat dilakukan salah satunya melalui proses pendidikan di sekolah dengan mengimplementasikan penanaman nilai-nilai akhlak dalam setiap materi pelajaran.

Pola pembelajaran terhadap materi pendidikan agama Islam sudah saatnya dirubah. Guru yang menjadi ujung tombak keberhasilan sebuah pembelajaran harus menyadari bahwa tanggung jawabnya terhadap keberhasilan pembelajaran pendidikan agama Islam tidak hanya pada tataran kognitif semata. Tetapi tidak kalah penting adalah bagaimana memberikan kesadaran kepada peserta didik bahwa pendidikan agama adalah sebuah kebutuhan sehingga peserta didik mempunyai kesadaran yang tinggi untuk melaksanakan pengetahuan agama yang diperolehnya dalam kehidupan sehari-hari. Disinilah dibutuhkan kreatifitas guru dalam menyampaikan pembelajaran, dimana pembelajaran pendidikan agama Islam seharusnya tidak hanya diajarkan di dalam kelas saja, tetapi bagaimana guru dapat memotivasi dan memfasilitasi pembelajaran agama di luar kelas melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat keagamaan dan menciptakan lingkungan sekolah yang religius dan tidak terbatas oleh jam pelajaran. Tujuan utama dari pembelajaran pendidikan agama Islam adalah pembentukan kepribadian pada diri peserta didik yang tercermin dalam tingkah laku dan pola pikirnya dalam kehidupan sehari-hari, maka pembelajaran pendidikan agama Islam tidak hanya menjadi tanggung jawab guru pendidikan agama Islam seorang diri, tetapi dibutuhkan dukungan dari seluruh komunitas di sekolah, masyarakat, dan lebih penting lagi adalah orang tua. Sekolah harus mampu mengkoordinir serta mengkomunikasikan pola pembelajaran pendidikan agama Islam terhadap beberapa pihak yang telah disebutkan sebagai sebuah rangkaian komunitas yang saling mendukung dan menjaga demi terbentuknya peserta didik berakhlak dan berbudi pekerti luhur.

Pendidikan agama merupakan usaha untuk mendidik seorang anak berupa bimbingan dan asuhan supaya peserta didik dapat memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran agama ketika kelak ia menyelesaikan pendidikannya serta menjadikan agama sebagai way of life. Pendidikan agama yang di dalamnya ditanamkan pendidikan karakter dianggap lebih efektif untuk membentuk karakter pada peserta didik sehingga mereka lebih bermoral dan religious (Hari Kuncoro et al., 2019). Pendidikan Islam yang merupakan bagian dari suatu sistem pendidikan memiliki kontribusi guna mendukung penguatan karakter peserta didik dengan cukup mapan menggunakan strategi serta metode yang cukup meyakinkan dan mengesankan. Pendidikan Islam diharapkan akan menciptakan individu yang mempunyai akhlak mulia serta keimanan, tidak hanya sekadar pencapaian peningkatan kecerdasan (akal) saja.

(Atabik & Burhanuddin, 2015) menjelaskan konsep pendidikan influentif pendidikan Islam dalam pembelajaran, yaitu: (1) Pendidikan dengan keteladanan, (2) Pendidikan dengan adat kebiasaan, (3) Pendidikan dengan nasihat, (4) pendidikan dengan memberikan perhatian, dan (5) pendidikan dengan memberikan hukuman.

Pertama, pendidikan dengan keteladanan. Ibnu Shina dalam Risalah al-Siy�sah mensyaratkan profesionalitas guru ditentukan oleh kecerdasan, agamanya, akhlaknya, kharisma dan wibawanya.18 Salah satu proses mendidik yang penting adalah keteladanan. Perilaku dan perangai guru adalah cermin pembelajaran yang berharga bagi peserta didik. Tokoh pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa guru selayaknya berprinsip �ing ngarso sung tulodo ing madyo mangun karso� (di depan memberi contoh, di tengah memberikan bimbingan dan di belakang memberikan dorongan). Keteladanan inilah salah satu metode yang seharusnya diterapkan guru dalam pembelajaran pendidikan agama Islam. Guru harus mampu menerapkan nilai-nilai agama dalam kehidupannya sebelum mengajarkan nilai-nilai agama tersebut kepada peserta didik. Karena guru akan menjadi model yang nyata bagi peserta didik untuk dicontoh.

Kedua, pendidikan dengan adat kebiasaan. Pendidikan yang berhubungan dengan kepribadian atau akhlak tidak dapat diajarkan hanya dalam bentuk pengetahuan saja, tetapi perlu adanya pembiasaan dalam perilakunya sehari-hari. Setelah menjadi teladan yang baik, guru harus mendorong peserta didik untuk selalu berprilaku baik dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu selain menilai, guru juga menjadi pengawas terhadap perilaku peserta didik sehari-hari di sekolah, dan disinilah pentingnya dukungan dari semua pihak. Karena di dalam metode pembiasaan, peserta didik dilatih untuk mampu membiasakan diri berperilaku baik dimana saja, kapan saja dan dengan siapa saja. Karakter merupakan hal positif yang berperilaku baik di kehidupan sehari-hari melalui proses penanaman nilai seperti moral, perilaku, serta budi pekerti. Definisi akhlak, karakter dan adab tidak terlalu mempunyai perbedaan. Akhlak, karakter dan adab diartikan sebagai perilaku yang terjadi tanpa pemikiran sebab telah tertancap di dalam pikiran. Dengan kata lain akhlak, karakter dan adab bisa dikatakan juga dengan kebiasaan. Oleh sebab itu, pendidikan karakter harus dibiasakan pada keseharian peserta didik. Meskipun dalam pembentukan karakter akan dibutuhkan ketekunan dan kesabaran dalam proses pembentukan tersebut. Sebab tidak sedikit para orang tua memasrahkan proses pendidikan kepada sekolah dan mereka menuntut lebih cepat adanya perubahan yang lebih baik pada peserta didik tanpa memedulikan proses yang harus dilalui secara bertahap (Ainissyifa, 2017).

Ketiga, pendidikan dengan nasihat. Proses belajar mengajar yang diharapkan didalam pendidikan akhlak adalah lebih kepada mendidik bukan mengajar. Mendidik berarti proses pembelajaran lebih diarahkan kepada bimbingan dan nasihat. Membimbing dan menasehati berarti mengarahkan peserta didik terhadap pembelajaran nilai-nilai sebagai tauladan dalam kehidupan nyata, jadi bukan sekedar menyampaikan yang bersifat pengetahuan saja. Strategi dalam menumbuhkan budaya yang berkarakter meliputi menciptakan suasana kondusif, internalisasi nilai yang meliputi: memberikan pemahaman dan nasehat, teladan dan pembiasaan serta pembudayaan (Masruri, 2019).

Keempat, pendidikan dengan memberikan perhatian. Mendidik dengan memberikan perhatian berarti senantiasa memperhatikan dan selalu mengikuti perkembangan anak pada prilaku sehari-harinya. Hal ini juga dapat dijadikan dasar evaluasi bagi guru bagi keberhasilan pembelajarannya. Karena hal yang terpenting dalam proses pemelajaran PAI adalah adanya perubahan prilaku yang baik dalam kehidupan sehari-harinya sebagai wujud dari aplikasi pengetahuan yang telah didapat.

Kelima, pendidikan dengan memberikan hukuman. Bentuk apresiasi guru terhadap prestasi peserta didik adalah adanya umpa balik yang positif yaitu dengan memberikan ganjaran dan hukuman (reward-punishment). Ganjaran diberikan sebagai apresiasi guru terhadap prestasi peserta didik, sedangkan hukuman diberikan jika peserta didik melanggar aturan yang telah ditentukan, tetapi hukuman disini bukan berarti dengan kekerasan atau merendahkan mental peserta didik, tetapi lebih kepada hukuman yang sifatnya mendidik. Metode reward dan punishment dibutuhkan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam dengan tujuan agar peserta didik selalu termotivasi untuk belajar.

Penguatan pendidikan karakter melalui mata pelajaran pendidikan agama Islam harus melibatkan semua warga sekolah mulai kepala sekolah, guru, staf sekolah maupun peran serta aktif peserta didik. Warga sekolah yang membudayakan perilaku positif dalam situasi yang kondusif, nyaman, dan aman sehingga mampu mewujudkan situasi yang baik guna menciptakan kecerdasan dalam berfikir dan kecerdasan sosial dalam proses pembelajaran. Terciptanya situasi yang kondusif dalam kehidupan peserta didik dengan memiliki tutur kata yang baik, bersikap sopan, saling menghormati, menjaga kebersihan, bertanggung jawab dalam segala hal dan sebagainya. Hal tersebut merupakan hasil dari penerapan penguatan pendidikan karakter yang melalui pendidikan agama Islam. Adanya suasana sekolah yang kondusif, maka akan berpengaruh kepada mutu belajar peserta didik yang lebih baik sehingga mampu menaikkan semangat belajar, keimanan dan ketaqwaan serta pengetahuan. Penerapan penguatan pendidikan karakter melalui pendidikan agama Islam menyebabkan kebiasaan baru yang diterima oleh peserta didik dalam mengamalkan ajaran agama Islam seperti memakai pakaian muslim yang menutup aurat, sholat lima waktu, membaca al-Qur�an, berperilaku sopan terhadap guru, orang tua, maupun terhadap sesama teman. Melalui pendidikan Agama Islam diharapkan mampu menciptakan individu-individu yang lebih bertaqwa serta selalu berusaha dalam menyempurnakan imannya, memiliki akhlak yang mulia, memiliki budi pekerti dan moral yang baik guna dapat mewujudkan hasil dari penguatan pendidikan karakter. Individu yang mempunyai sifat-sifat tersebut diharapkan mampu kuat dalam lingkungan masyarakat yang kecil maupun besar (Rony & Jariyah, 2020).

 

Kesimpulan

Konsep pendidikan dalam Islam adalah membimbing seseorang dengan memperhatikan segala potensi pedagogik yang dimilikinya melalui tahapan-tahapan yang sesuai untuk mendidik jiwanya, akhlaknya, akalnya, fisiknya, agamanya, rasa sosial politiknya, ekonominya, keindahannya, dan semangat jihadnya. Pendidikan karakter dibentuk dari materi akidah akhlak yang terdapat pada mata pelajaran pendidikan agama Islam. Pembelajaran pendidikan agama Islam dapat menjadi media untuk menyalurkan pengetahuan dalam aspek kognitif, sebagai media dalam menyalurkan nilai moral dan norma guna terbentuknya aspek afektif , yang memiliki peran guna mengendalikan aspek psikomotorik , sehingga terciptanya kepribadian individu seutuhnya. Penciptaan suasana kegiatan pembelajaran yang efektif dan efisien serta penerapan di lingkungan luar kelas adalah salah satu strategi suatu pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan dan output yang berwatak serta berkepribadian baik. Konsep pendidikan influentif pendidikan Islam dalam pembelajaran dapat diterapkan dengan beberapa strategi, yaitu: Pendidikan dengan keteladanan, Pendidikan dengan adat kebiasaan, Pendidikan dengan nasihat, pendidikan dengan memberikan perhatian, dan pendidikan dengan memberikan hukuman.

BIBLIOGRAFI

 

Agboola, O. P., Azizul, M. F., Rasidi, M. H., & Said, I. (2018). The cultural sustainability of traditional market place in Africa: A new research agenda. Journal of Rural Studies, 62, 87�106.

Agung, I. (2017). Peran Fasilitator Guru dalam Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Perspektif Ilmu Pendidikan, 31(2), 106�119.

Ainissyifa, H. (2017). Pendidikan karakter dalam perspektif pendidikan Islam. Jurnal Pendidikan UNIGA, 8(1), 1�26.

Ainiyah, N. (2018). Remaja Millenial dan Media Sosial: Media Sosial Sebagai Media Informasi Pendidikan Bagi Remaja Millenial. Jurnal Pendidikan Islam Indonesia, 2(2), 221�236. https://doi.org/10.35316/jpii.v2i2.76

Anshori, I. (2017). Penguatan pendidikan karakter di madrasah. Halaqa: Islamic Education Journal, 1(2), 63�74.

Atabik, A., & Burhanuddin, A. (2015). Konsep nasih ulwan tentang pendidikan anak. Jurnal Elementary, 3(2).

Budi, A. S., & Wardani, K. (2017). Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Pemanfaatan Budayasekolah Di Sd Negeri Kyai Mojo Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017. Trihayu: Jurnal Pendidikan Ke-Sd-An, 4(1).

Hari Kuncoro, M., Tunas, B., & Wibowo. (2019). Career Development of Indonesian National Police: The Case Study Analysis of Police Grand Comissioner Rank. Journal of Business and Behavioural Entrepreneurship, 3(2), 58�71. https://doi.org/10.21009/jobbe.003.2.04

Huda, H. (2019). Membangun Karakter Islami Melalui Al Islam dan Kemuhammadiyahan [Studi Analisis Perpres Nomer 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)]. Tarlim: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 2(1), 55�70.

Indrawan, I. (2019). Konsep Dasar Ekonomi Pendidikan pada Tataran Suprastruktur dan Infrastruktur Politik di Indonesia. INNOVATIO: Journal for Religious Innovation Studies, 19(1), 91�98. https://doi.org/10.30631/innovatio.v19i1.80

Khaidir, K., & Saputra, M. (2019). Penguatan Pendidikan Karakter Melalui Pendidikan Agama Islam di MTSS Nurur Rasyad Al-Aziziyah Tijue. Prosiding SEMDI-UNAYA (Seminar Nasional Multi Disiplin Ilmu UNAYA), 3(1), 359�367.

Khamalah, N. (2017). Penguatan Pendidikan Karakter di Madrasah. Jurnal Kependidikan, 5(2), 200�215.

Kusnoto, Y. (2017). Internalisasi nilai-nilai pendidikan karakter pada satuan pendidikan. Sosial Horizon: Jurnal Pendidikan Sosial, 4(2), 247�256.

Lickona, T. (2012). Character education: Restoring virtue to the mission of schools. In Developing Cultures (pp. 57�76). Routledge.

Masruri, A. (2019). Strategi Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Islam (Studi Kasus Di MAS Jam�iyyah Islamiyyah Pondok Aren). Mumtaz: Jurnal Studi Al-Quran Dan Keislaman, 3(1), 96�112.

Muchtar, D., & Suryani, A. (2019). Pendidikan karakter menurut kemendikbud. Edumaspul: Jurnal Pendidikan, 3(2), 50�57.

Musthofa, Z. A., Husamah, H., Hudha, A. M., Muttaqin, T., Hasanah, I., & Setyawan, D. (2017). Mengurai Sengkarut Bencana Lingkungan (Refleksi Jurnalisme Lingkungan dan Deep Ecology di Indonesia). UMM Press dan PSLK UMM.

Omeri, N. (2015). Pentingnya pendidikan karakter dalam dunia pendidikan. Manajer Pendidikan, 9(3).

Purnomo, H., Mansir, F., Tumin, T., & Suliswiyadi, S. (2020). Pendidikan Karakter Islami Pada Online Class Management di SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta Selama Pandemi Covid-19. Jurnal Tarbiyatuna, 11(1), 91�100.

Rachel, R., & Rangkuty, R. P. (2020). Konsumerisme dan Gaya Hidup Perempuan di Ruang Sosial: Analisis Budaya Pembedaan Diri di Lingkungan FISIP Unimal. Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Malikussaleh (JSPM), 1(1), 97�113.

Revita, F., Dewa, M., Anjani, L., & Fatoni, M. (2020). Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP Al-Irsyad Surakarta. Buletin Literasi Budaya Sekolah, 2(1).

Sari, N. K. S. K., Hutabarat, M. S., Susanti, E., & Sopyan, M. (2020). Strategi Penanaman Karakter Islami Pada Siswa MTS Swasta Al Manar Medan Johor (Studi Kasus Selama Pembelajaran Daring). Al-Ulum: Jurnal Pendidikan Islam, 1(2), 147�164.

Sholihah, A. M., & Maulida, W. Z. (2020). Pendidikan Islam sebagai Fondasi Pendidikan Karakter. QALAMUNA: Jurnal Pendidikan, Sosial, Dan Agama, 12(1), 49�58.

Sunarso, A. (2020). Revitalisasi Pendidikan Karakter melalui Internalisasi Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Budaya Religius. Jurnal Kreatif: Jurnal Kependidikan Dasar, 10(2), 155�169.

Suwito Eko, P., Eko, H., Munandar, M. A., & Rachman, M. (2020). Local Wisdom: Pillar Development of Multicultural Nations and National Education Values. Cypriot Journal of Educational Sciences, 15(6), 1587�1598.

Syarif, Z. (2014). Pendidikan profetik dalam membentuk bangsa religius. TADRIS: Jurnal Pendidikan Islam, 9(1), 1�16.

Ulfa, M., Khairi, N., & Maryam, F. (2016). Formulasi dan evaluasi fisik krim body scrub dari ekstrak teh hitam (Camellia sinensis), Variasi Konsentrasi Emulgator Span-Tween 60. Jurnal Farmasi UIN Alauddin Makassar, 4(4), 179�185. https://doi.org/https://doi.org/10.24252/jurfar.v4i4.2257

Undang-Undang No.20. (2003). Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Upi, B. R. (2019). Fakta Dibalik Anak Indonesia: Indonesia Gawat Darurat Pendidikan Karakter. Diakses Dari Http://Bem. Rema. Upi. Edu/Fakta-Dibalik-Anak-Indonesia-Indonesia-Gawat-Darurat-Pendidikan-Karakter.

Wahono, M. (2018). Pendidikan Karakter: Suatu Kebutuhan Bagi Mahasiswa di Era Milenial. Integralistik, 29(2), 145�151.

 

Copyright holder:

Sri Raharjo Saptono Putro (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: