Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN:
2548-1398
Vol. 7, No. 12, Desember 2022
PEMBENTUKAN
KARAKTER MELALUI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Sri
Raharjo Saptono Putro
STMIK
Bani Saleh, Bekasi Jawa Barat, Indonesia
Email:
[email protected]
Abstrak
Pendidikan
merupakan agen perubahan yang signifikan dalam pembentukan karakter peserta
didik. Pendidikan agama Islam merupakan tiang dari pendidikan karakter. Pendidikan
karakter dibentuk dari materi akidah akhlak yang terdapat pada mata pelajaran
pendidikan agama Islam. Pembelajaran pendidikan agama Islam dapat menjadi media
untuk menyalurkan pengetahuan dalam aspek kognitif (keagamaan), sebagai media
dalam menyalurkan nilai moral dan norma guna terbentuknya aspek afektif
(sikap), yang memiliki peran guna mengendalikan aspek psikomotorik (perilaku),
sehingga terciptanya kepribadian individu seutuhnya. Konsep pendidikan
influentif pendidikan Islam dalam pembelajaran dapat diterapkan dengan beberapa
strategi, yaitu: (1) Pendidikan dengan keteladanan, (2) Pendidikan dengan adat
kebiasaan, (3) Pendidikan dengan nasihat, (4) pendidikan dengan memberikan
perhatian, dan (5) pendidikan dengan memberikan hukuman.
Kata
Kunci:
Pendidikan Karakter, Pendidikan Agama Islam, karakter.
Abstract
Education is an
agent of significant change in the formation of the character of students.
Islamic religious education is the pillar of character education. Character
education is formed from moral aqidah material contained in Islamic religious
education subjects. Islamic religious education learning can be a medium for
channeling knowledge in cognitive (religious) aspects, as a medium in
channeling moral values and norms for the formation of affective aspects
(attitudes), which have a role in controlling psychomotor (behavioral) aspects,
so as to create a complete individual personality. The concept of Islamic
education influentive education in learning can be applied with several strategies,
namely: (1) Education by example, (2) Education with customs, (3) Education
with advice, (4) education by paying attention, and (5) Education by giving
punishment.
Keywords: Character
Education, Islamic Religious Education.
Pendahuluan
Tujuan pendidikan
nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20
Tahun 2003 dijelaskan bahwa: �Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.�(Undang-Undang No.20, 2003). Berdasarkan
tujuan pendidikan nasional tersebut menjelaskan bahwa potensi peserta didik
harus berkembang agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa serta berakhlak mulia (Wahono, 2018). Hal tersebut
sesuai dengan tujuan pendidikan Islam yaitu pembentukan akhlak dan budi pekerti
yang sanggup menghasilkan seseorang yang bermoral, berjiwa bersih, pantang
menyerah, bercita-cita tinggi, dan berakhlak mulia (Sholihah & Maulida, 2020).
Selama ini konteks
pendidikan di Indonesia hanya menekankan proses pembelajaran yang efektif tanpa
mengedepankan proses pendidikan karakter, maka ada satu poin penting yang
hilang (Purnomo et al., 2020). Jadi mempelajari
karakter tidak lepas dari mempelajari nilai atau sikap, norma, dan moral. Salah
satu unsur dalam pendidikan karakter antara lain sikap dan perilaku (Revita et al., 2020). Sikap seseorang
diwujudkan dalam perilaku dan perilaku akan dilihat orang lain dan itu akan
membuat orang memiliki distingsi yang berbeda. Bahkan dari sikap dan perilaku
tersebut orang lain cenderung menilai sebagai cerminan karakternya, walaupun
hal yang dilihat orang lain tidak tentu benar (Rachel & Rangkuty, 2020). Karakter
merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha
Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan, yang terwujud
dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan berdasarkan norma-
norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat (Indrawan, 2019). Nilai atau
karakter yang diterima atau ditanamkan terhadap seseorang akan mempengaruhi
pola sikap dan pola tingkah laku seorang individu nantinya yang dimana sikap
tersebut akan menjadi kepribadiannya (Sari et al., 2020).
Gerakan Nasional
Pembangunan Karakter Bangsa yang telah dicanangkan pemerintah sejak tahun 2010
mengacu pada lima karakter, yakni: (1) manusia Indonesia yang bermoral,
berakhlak, dan berperilaku baik; (2) mencapai masyarakat yang cerdas dan
rasional; (3) manusia Indonesia kedepan menjadi manusia inovatif dan terus
mengejar kemajuan; (4) memperkuat semangat �harus bisa� yang terus mencari
solusi dalam setiap kesulitan; dan (5) manusia Indonesia haruslah menjadi
patriot sejati yang mencintai bangsa, negara, dan tanah airnya (Musthofa et al., 2017).
Usaha dalam membentuk
karakter peserta didik diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 yang
isinya memuat Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) (Huda, 2019). Penguatan
pendidikan karakter adalah sebuah proses dalam transmisi, pembentukan,
perubahan serta pengembangan potensi pada peserta didik. Sehingga mereka
mempunyai nurani yang baik, daya pikir yang baik serta berperilaku yang baik
sesuai dengan nilai hidup Pancasila. Dalam penguatan pendidikan karakter tidak
memfokuskan pada lingkungan budayanya atau pembawaan individunya, namun
karakter merupakan hasil dari korelasi lingkungan budaya dan pembawaan individu
(Anshori, 2017).
Lima nilai karakter utama
yang menjadi prioritas pengembangan penguatan pendidikan karakter, yaitu: (1)
nilai karakter religius, nilai ini mencerminkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan selalu giat dan ikhlas dalam
beribadah; (2) nilai karakter nasionalis, nilai ini merupakan cara berpikir,
bersikap dan memberikan perbuatan yang baik terhadap bangsa, seperti dengan
menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi dan kelompoknya; (3)
nilai karakter integritas, nilai yang menunjukkan perilaku seorang individu
yang dapat dipercaya dalam hal apapun. Hal ini dapat ditunjukkan dengan selalu
berperilaku jujur dalam setiap hal yang kita lakukan; (4) nilai karakter
mandiri, nilai yang ditunjukkan dari sikap dan perilaku yang tidak bergantung
pada orang lain, seperti contohnya dengan melakukan pekerjaannya sendiri tanpa
harus selalu mendapat bantuan dari orang lain; (5) nilai karakter gotong
royong, nilai ini mencerminkan tindakan kerja sama dan bahu membahu dalam
menyelesaikan persoalan bersama, seperti dengan mengikuti kerja bakti dan aktif
dalam organisasi (Upi, 2019).
Nilai-nilai tersebut
sangatlah penting bagi kemajuan pendidikan karakter bangsa. Masing-masing nilai
tidak berdiri dan berkembang sendiri-sendiri, melainkan saling berinteraksi
satu sama lain, berkembang secara� dinamis
dan membentuk keutuhan pribadi. Walaupun banyaknya teori, gerakan dan
nilai-nilai yang ada, permasalahan mengenai pendidikan karakter di Indonesia
masih banyak terjadi. Dekadensi moral sebagai akibat dari derasnya arus
globalisasi begitu cepat berdampak pada karakter generasi muda bangsa. Pada
dunia pendidikan, pencapaian proses pembelajaran yang berdampak positif
terhadap perubahan sikap dan perilaku peserta didik harus dilakukan karena
ukuran keberhasilan pendidikan bukan hanya dengan mencapai target akademis
saja. (Agboola et al., 2018) berpendapat bahwa
untuk menjadi warga negara yang baik, sekolah perlu membekali peserta didiknya
dengan pendidikan karakter. Karakter merupakan hasil internalisasi
bermacam-macam kebajikan dalam berpikir, bertindak dan berpandangan yang
dilakukan oleh seseorang untuk membentuk watak dan perilakunya. Kebajikan
seperti keberanian, kejujuran, keadilan dan belas kasih adalah watak untuk
berkelakuan baik secara moral (Lickona, 2012).
Secara akademis dirasa
sangat kurang apabila peserta didik hanya menguasai kegiatan akademik saja,
peserta didik hanya akan berlomba-lomba mendapatkan nilai terbaik dalam mata
pelajaran, bahkan apapun dilakukan dengan menghalalkan berbagai cara untuk
mendapatkannya, sehingga lupa pada proses yang digunakan untuk mencapai
prestasi akademik tersebut. Peserta didik dituntut untuk memiliki karakter yang
baik agar dapat mencapai pendidikan yang berkualitas. Namun dewasa ini,
karakter peserta didik di Indonesia menunjukkan kemerosotan moral dan masih
menjadi persoalan yang membudaya dimana karakter peserta didik masih
membutuhkan perhatian lebih. Merebaknya isu-isu moral di kalangan pelajar di
Indonesia seperti penggunaan narkoba, tawuran antar pelajar, pornografi,
merusak milik orang, merampas, mencari bocoran soal ujian, dan lain-lain sudah
menjadi masalah sosial yang sampai saat ini belum dapat diatasi secara tuntas.
Akibat yang ditimbulkan cukup serius dan tidak dapat lagi dianggap sebagai
suatu persoalan sederhana karena sudah menjurus kepada tindakan kriminal.
Kondisi ini sangat memprihatinkan masyarakat khususnya para orang tua dan para
guru, sebab pelaku-pelaku beserta korbannya adalah peserta didik dan warga
sekolah lainnya.
Perkembangan bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat turut berpengaruh besar terhadap
karakter pribadi seseorang. Saat ini, tayangan televisi, konten-konten di
internet yang mudah diakses berdampak baik dan buruk bagi peserta didik,
seperti tayangan berbau kriminalitas serta video yang mengandung unsur
pornografi. Jika hal ini dibiarkan tanpa adanya tindakan maka memungkinkan
anak-anak untuk dapat menirunya sesuai dengan apa yang mereka lihat dan mereka
dengar, baik itu melalui tayangan program televisi maupun dengan teknologi
informatika (internet) yang semakin hari semakin berkembang tanpa batas.
Akibatnya peserta didik akan terpengaruh untuk melakukan tindak kekerasan dan
tindak asusila, karena disebabkan ikut-ikutan dengan apa yang mereka tonton. (Budi & Wardani, 2017) berpendapat bahwa
dengan melihat krisis karakter yang terjadi membuktikan bahwa sistem pendidikan
saat ini belum membentuk sumber daya manusia yang diharapkan, sehingga perlunya
pendidikan berorientasi membangun karakter peserta didik untuk mengembangkan
dan menguatkan karakter mulia, disiplin, tanggung jawab, mandiri dan berbudi
pekerti.
Pendidikan merupakan agen
perubahan yang signifikan dalam pembentukan karakter anak dan pendidikan agama
Islam menjadi bagian yang penting dalam proses tersebut. Penguatan pendidikan
karakter pada peserta didik, peran pendidikan agama Islam sangat strategis guna
mengaktualkan hal tersebut. Melalui pembelajaran pendidikan agama Islam dapat
menjadi media untuk menyalurkan pengetahuan dalam aspek kognitif (keagamaan),
sebagai media dalam menyalurkan nilai moral dan norma guna terbentuknya aspek
afektif (sikap), yang memiliki peran guna mengendalikan aspek psikomotorik
(perilaku), sehingga terciptanya kepribadian individu seutuhnya. Pendidikan
Agama Islam merupakan pelajaran yang wajib ada di sekolah, sebab tujuan dari
pembelajarannya yaitu untuk meningkatkan nilai-nilai spiritual serta akhlak
mulia peserta didik. Oleh karenanya, pendidikan agama Islam mempunyai tugas
penting pada penyelenggaraan penguatan pendidikan karakter pada peserta didik
di sekolah (Ainiyah, 2018).
Fenomena yang berkembang
selama ini adalah pendidikan agama Islam di sekolah hanya diajarkan sebagai
sebuah pengetahuan tanpa adanya pengaplikasian dalam kehidupan sehari-hari.
Sehingga fungsi pendidikan agama Islam sebagai salah satu pembentukan akhlak
mulia bagi peserta didik tidak tercapai dengan baik. Munculnya paradigma bahwa
pendidikan agama Islam bukanlah salah satu materi yang menjadi standar
kelulusan bagi peserta didik ikut berpengaruh terhadap kedalaman
pembelajarannya. Hal ini menyebabkan pendidikan agama Islam dianggap materi
yang tidak penting dan hanya menjadi pelengkap pembelajaran saja dan yang lebih
ironis lagi evaluasi pendidikan agama Islam hanya dilakukan dengan tes
tertulis.
Metode Penelitian
Jenis penelitian pada
artikel ini menggunakan library research atau sering disebut penelitian pustaka
atau literatur. Penelitian pustaka atau literatur merupakan objek kajian
penelitian dengan menggabungkan berbagai informasi atau pendapat para penulis
dari jurnal-jurnal yang didapat yang berhubungan dengan tema maupun problema
yang sedang dibahas. Sumber data yang didapatkan dari penelitian ini yaitu
menggunakan referensi yang relevan baik itu berupa artikel atau buku yang
mengkaji tentang penguatan pendidikan karakter melalui Pendidikan Agama Islam.
Hasil dan Pembahasan
Agar tercipta
dan terwujudnya keberhasilan dalam proses pembelajaran di sekolah guna
menguatkan karakter peserta didik diperlukan sebuah usaha yang efektif serta
tahap-tahap strategis yang dijalankan oleh pihak sekolah seperti kepala
sekolah, guru serta praktisi pendidikan. Pendidikan karakter sudah seharusnya
ditanamkan sejak dini kepada peserta didik agar membentuk sikap, kemampuan,
keterampilan yang dapat dikembangkan menjadi karakter baik dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa serta memiliki budi pekerti yang mulia di dalam
kehidupannya. Dalam mewujudkan pendidikan di sekolah, pendidikan agama Islam
menjadi mata pelajaran yang penting, sebab di dalam mata pelajaran pendidikan
agama Islam memiliki pembahasan yang mampu mengarahkan serta mengatasi masalah
yang dihadapi setiap individu. Mata pelajaran pendidikan agama Islam adalah
sebuah media dalam penguatan karakter pada peserta didik guna menjadikan
individu yang dapat berdampingan dengan individu lain karena memiliki moral
yang baik (Khaidir &
Saputra, 2019).
Karakter
merupakan watak, sifat kejiwaan serta tabiat yang dapat membedakan individu
dengan yang lainnya. Karakter terbentuk dari lingkungan keluarga dan lingkungan
tempat tinggal individu. Terutama pada sekarang ini karakter individu dapat
dipengaruhi oleh media sosial yang terinternalisasi dalam diri individu dan
menjadi acuan dalam perwujudan perilaku (Agung, 2017). Perilaku tersebut memfokuskan serta menandai pada
nilai-nilai kebaikan dalam bentuk tindakan dan perilaku. Individu yang tidak
menerapkan nilai-nilai kebaikan seperti berperilaku buruk akan dikatakan
sebagai orang yang memiliki karakter buruk. Sebaliknya, apabila individu menerapkan
nilai-nilai kebaikan maka akan disebut dengan orang yang berkarakter baik (Khamalah, 2017). Karakter dapat didefinisikan dengan akhlak atau
kepribadian. Kepribadian yaitu karakteristik, ciri atau sifat khas pada diri
individ (Syarif, 2014). Akhlak lebih menekankan bahwa hakikatnya pada diri
individu memiliki keyakinan dimana perilaku baik dan buru itu ada.
Pendidikan
karakter yaitu bentuk dari penamaan nilai-nilai karakter yang mencakup
keinginan atau kesadaran, berbagai pengetahuan, perilaku dalam pelaksanaan
nilai-nilai karakter baik itu terhadap Tuhan, lingkungan sekitar, orang lain
serta diri sendiri. Sehingga perkembangan penguatan karakter mampu dilaksanakan
dengan cara proses pendidikan peserta didik yang tak lepas dari budaya
masyarakat maupun lingkungan masyarakat (Omeri, 2015). Pendidikan karakter secara umum mampu disebut
dengan pendidikan yang dapat membangun nilai budaya serta karakter bangsa pada
peserta didik. Dengan demikian mereka mempunyai karakter dan nilai, mampu
mengimplementasikan nilai-nilai tersebut pada kehidupan sehari-hari serta dapat
menjadi masyarakat yang mempunyai jiwa nasionalis, kreatif, produktif dan
religius. Pendidikan karakter juga dimaknai dengan pendidikan watak, pendidikan
moral serta pendidikan budi pekerti luhur yang mempunyai misi dalam
pengembangan kemampuan seluruh warga sekolah guna memiliki keteladanan,
memelihara serta mengamalkan kebaikan pada kehidupan sehari-hari, dan
memberikan keputusan baik atau buruk.
Kemendiknas
merumuskan 18 nilai-nilai pendidikan karakter yang meliputi: 1) Religius, sikap
taat dan patuh terhadap keyakinan agama yang dianut dan juga toleransi pada
lain kepercayaan serta hidup berdampingan dengan rukun; 2) Jujur, mencerminkan
sikap yang memiliki kesamaan dalam perkataan, perbuatan maupun pemikiran
sehingga dapat menjadi orang yang bisa dipercaya; 3) Toleransi, mencerminkan
sikap yang memiliki kesadaran dan mau menerima akan perbedaan ras, etnis, suku,
bahasa, adat, agama, pendapat dan lain sebagainya; 4) Disiplin, sikap ketaatan
yang konsisten akan segala peraturan yang berlaku; 5) Kerja keras, sebuah upaya
dengan sungguh-sungguh dalam mengerjakan segala masalah, tugas atau pekerjaan
dengan baik; 6) Kreatif, mencerminkan sikap yang menemukan sebuah ide-ide baru
terhadap suatu pemecahan masalah; 7) Mandiri, perilaku yang tidak bertumpu pada
orang lain dalam memecahkan suatu masalah atau pekerjaan; 8) Demokratis,
mencerminkan cara berfikir yang memikirkan kewajiban dan ha yang sama secara adil
antara orang lain dengan dirinya sendiri; 9) Rasa ingin tahu, mencerminkan
sikap keingintahuan kepada hal yang pernah atau sedang didengar, dilihat,
dirasa serta dipelajari secara lebih dalam; 10) Nasionalisme atau bisa disebut
dengan semangat kebangsaan, perilaku yang selalu memprioritaskan bangsa diatas
kepentingan pribadi; 11) Cinta tanah air, mencerminkan sikap peduli, bangga dan
setia terhadap negara sehingga sulit menerima tawaran dari negara lain yang
memungkinkan bisa membebani bangsa Indonesia; 12) Menghargai prestasi, perilaku
yang dapat menerima prestasi orang lain serta dapat menerima kekurangan dari
diri sendiri tanpa menyurutkan semangat dalam berprestasi lagi; 13)
Komunikatif, perilaku yang terbuka dalam berkomunikasi secara santun terhadap
orang lain sehingga menciptakan kerja sama yang baik; 14) Cinta damai,
mencerminkan sikap yang memiliki kedamaian, kenyamanan terhadap dirinya pada
sebuah kelompok atau masyarakat; 15) Gemar membaca, kebiasaan yang tanpa suatu
paksaan dalam membaca baik itu buku, koran, majalah,jurnal dan sebagainya; 16)
Peduli lingkungan, sikap yang memiliki upaya dalam menjaga kelestarian
lingkungan di sekitarnya; 17) Peduli sosial, mencerminkan sikap yang memiliki
kepedulian kepada orang lain yang sedang membutuhkan bantuan; dan 18) Tanggung
jawab, perilaku dalam mengerjakan tugas yang sedang diemban baik itu menyangkut
pribadi, agama, negara, masyarakat, maupun bangsa dengan sungguh-sungguh dan
baik (Kusnoto, 2017).
Berdasarkan
nilai-nilai karakter tersebut, Kemendiknas merancang empat nilai karakter yang
menjadi pilar dalam implementasi karakter pada peserta didik, meliputi:
kejujuran, pemikiran, ketangguhan, dan kepedulian. Dengan begitu terdapat
banyak nilai karakter yang mampu diintegrasikan serta dikembangkan oleh sekolah
di dalam pembelajaran. Menerapkan semua nilai karakter tersebut merupakan tugas
yang sangatlah berat. Oleh sebab itu, perlunya pemilihan dalam nilai-nilai
tertentu yang diutamakan penerapannya kepada peserta didik (Muchtar &
Suryani, 2019). Pendidikan karakter sangat diperlukan dalam membantu dan membangun
perkembangan kepribadian agar siswa mempunyai nilai-nilai perilaku yang
berhubungan dengan dirinya serta lingkungannya. Sebab pendidikan ini memiliki
tujuan guna membentuk pribadi dengan menanamkan nilai-nilai dan perilaku disiplin,
saling menghargai, kejujuran, keberanian, ketekunan, serta kerja sama. Sehingga
akan tertanam kepribadian perilaku yang baik serta mampu dijadikan sebagai
pembiasaan pada kehidupan peserta didik baik itu di luar sekolah maupun di
dalam sekolah (Sunarso, 2020).
Konsep
pendidikan karakter telah ada sejak zaman Rasulullah SAW, hal ini terbukti dari
perintah Allah bahwa tugas pertama dan utama Rasulullah adalah sebagai
penyempurna akhlak bagi umatnya. Substansi makna dari karakter sama dengan
konsep akhlak di dalam Islam, keduanya membahas tentang perbuatan perilaku
manusia. Al-Ghazali menjelaskan jika akhlak adalah suatu sikap yang mengakar
dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa
perlu adanya pemikiran dan pertimbangan (Ulfa et al., 2016). (Suwito Eko et al.,
2020) menyebutkan bahwa akhlak sering disebut juga ilmu tingkah laku atau
perangai, karena dengan ilmu tersebut akan diperoleh pengetahuan tentang
keutamaan-keutamaan jiwa; bagaimana cara memperolehnya dan bagaimana
membersihkan jiwa yang telah kotor. Karakter adalah nilai-nilai yang khas-baik
(tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak
baik terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terjawantahkan dalam
perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati,
olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang.
Berdasarkan
pengertian dasar akhlak dan karakter tersebut, mengisyaratkan substansi makna
yang sama yaitu masalah moral manusia; tentang pengetahuan nilai-nilai yang
baik, yang seharusnya dimiliki seseorang dan tercermin dalam setiap perilaku
serta perbuatannya. Perilaku ini merupakan hasil dari kesadaran dirinya
sendiri. Seseorang yang mempunyai nilai-nilai baik dalam jiwanya serta dapat
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari disebut orang yang berakhlak
atau berkarakter. Akhlak atau karakter dalam Islam adalah sasaran utama dalam
pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hadits Nabi Muhammad SAW yang
menjelaskan tentang keutamaan pendidikan akhlak, salah satunya hadits berikut
ini: �ajarilah anak-anakmu kebaikan, dan didiklah mereka� (Atabik &
Burhanuddin, 2015).
Pembentukkan
karakter dapat dilakukan melalui pendidikan agama Islam, karena pendidikan
agama Islam memiliki misi mengembangkan nilai dan sikap. Mengembangkan nilai
dan sikap bisa dalam bentuk perilaku atau yang dikerjakan seseorang atau
disebut dengan adab. Adab adalah menggunakan sesuatu yang terpuji berupa ucapan
dan perbuatan atau yang terkenal dengan sebutan al-akhlaq al-karimah. Adab dan
akhlak dalam Islam mendapat perhatian serius yang tidak didapatkan pada tatanan
manapun. Sebab, syariat Islam adalah kumpulan dari akidah, ibadah, akhlak, dan
muamalah. Ini semua tidak bisa dipisah-pisahkan. Manakala seseorang
mengesampingkan salah satu dari perkara tersebut, misalnya akhlak, akan terjadi
ketimpangan dalam perkara dunia dan akhiratnya karena satu dengan lainnya
saling terkait. Salafush Shalih umat ini yaitu Rasulullah SAW, para sahabat
radhiallahu anhum, tabiin, dan yang mengikuti mereka, sangat memperhatikan
adab. Sebab adab adalah bagian dari syariat yang dengannya terwujud
kemaslahatan dunia dan akhirat. Orang yang mencermati kehidupan Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiallahu anhum akan
mendapatkan sosok yang sempurna akhlak dan adabnya. Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ
كَانَ يُؤْمِنُ
بِاللهِ وَالْيَوْمِ
الْآخِرِفَلْيُحْسِنْ
إِلَى جَارِهِ
Barang siapa
beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia berbuat baik terhadap
tetangganya.� (HR. Muslim)
Di sini terlihat
jelas bagaimana kaitan antara akidah dan akhlak yang baik. Nabi Shallallahu
alaihi wa sallam menafikan keimanan orang yang tidak menjaga amanah dan
janjinya. Beliau bersabda:
لاَ
إِيْمَانَ لِمَنْ
لاَ أَمَانَةَ
لَهُ، وَلاَ دِيْنَ
لِمَنْ لاَ عَهْدَ
لَهُ
Tidak ada iman
bagi orang yang tidak menjaga amanah dan tidak ada agama bagi orang yang tidak
menjaga janjinya. (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)
Bahkan, suatu
ibadah menjadi tidak ada nilainya manakala adab dan akhlak tidak dijaga. Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ
لَمْ يَدَعْ قَوْلَ
الزُّورِ وَالعَمَلَ
بِهِ، فَلَيْسَ
لِلَّهِ حَاجَةٌ
فِي أَنْ يَدَعَ
طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Barang siapa
tidak meninggalkan ucapan dusta dan perbuatan dusta, Allah tidak butuh dengan
(amalan) meninggalkan makan dan minumnya (puasa,-red.).(HR. Bukhari)
Allah Subhanahu
wa ta�ala telah menjelaskan bahwa adab memiliki pengaruh yang besar untuk
mendatangkan kecintaan dari manusia. Allah subhanahu wa ta�ala berfirman:
فَبِمَا
رَحۡمَةٍ مِّنَ
ٱللَّهِ لِنتَ
لَهُمۡۖ وَلَوۡ
كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ
ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ
مِنۡ حَوۡلِكَۖ
فَٱعۡفُ عَنۡهُمۡ
وَٱسۡتَغۡفِرۡ
لَهُمۡ وَشَاوِرۡهُمۡ
فِي ٱلۡأَمۡرِۖ
�Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Seandainya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.� (QS. Ali Imran:
159)
Ciri dan
keistimewaan adab Islami yaitu: Pertama, bersifat menyeluruh. Syariat Islam
telah mengatur segala sisi kehidupan kaum muslimin dari yang terkecil hingga
yang terbesar; baik sebagai pribadi, di dalam keluarga, ataupun di tengah
masyarakat. Selain itu, kewajiban untuk berhias diri dengan adab Islam juga
meliputi seluruh muslimin, baik tua maupun muda, laki-laki maupun perempuan;
Kedua, kokoh bersamaan dengan kokohnya nilai-nilai Islam, misalnya mengucapkan
salam, berjabat tangan, jujur, dan yang lainnya, termasuk adab-adab Islam yang
tidak berubah dengan pergeseran waktu dan tempat; Ketiga, peduli terhadap orang
lain. Islam mendidik seorang muslim untuk memiliki kepekaan dan perhatian
terhadap masyarakat sekitarnya dan manusia secara umum.
Konsep pendidikan
di dalam Islam memandang bahwa manusia dilahirkan dengan membawa potensi
lahiriah, yaitu: potensi berbuat baik terhadap alam, potensi berbuat kerusakan
terhadap alam, potensi ketuhanan yang memiliki fungsi-fungsi non fisik. Ketiga
potensi tersebut kemudian diserahkan kembali perkembangannya kepada manusia
(Suwito, 2014). Hal ini yang kemudian memunculkan konsep pendekatan yang
menyeluruh dalam pendidikan Islam yaitu meliputi unsur pengetahuan, akhlak dan
akidah.
Ibnu Faris
menjelaskan bahwa konsep pendidikan dalam Islam adalah membimbing seseorang
dengan memperhatikan segala potensi pedagogik yang dimilikinya melalui
tahapan-tahapan yang sesuai untuk mendidik jiwanya, akhlaknya, akalnya,
fisiknya, agamanya, rasa sosial politiknya, ekonominya, keindahannya, dan
semangat jihadnya (Ainiyah, 2018). Hal ini memunculkan konsep pendidikan akhlak yang
komprehensif, dimana tuntutan hakiki dari kehidupan manusia yang sebenarnya
adalah keseimbangan hubungan antara manusia dengan tuhannya, hubungan manusia
dengan sesamanya serta hubungan manusia dengan lingkungan di sekitarnya.
Pendapat tersebut menggambarkan bahwa akhlak merupakan pilar utama dari tujuan
pendidikan di dalam Islam. Hal ini yang mendasari senada dengan latar belakang
perlunya diterapkan pendidikan karakter di sekolah; untuk menciptakan bangsa
yang besar, bermartabat dan disegani oleh dunia maka dibutuhkan good society
yang dimulai dari pembangunan karakter (character building). Pembangunan
karakter atau akhlak tersebut dapat dilakukan salah satunya melalui proses
pendidikan di sekolah dengan mengimplementasikan penanaman nilai-nilai akhlak
dalam setiap materi pelajaran.
Pola pembelajaran
terhadap materi pendidikan agama Islam sudah saatnya dirubah. Guru yang menjadi
ujung tombak keberhasilan sebuah pembelajaran harus menyadari bahwa tanggung
jawabnya terhadap keberhasilan pembelajaran pendidikan agama Islam tidak hanya
pada tataran kognitif semata. Tetapi tidak kalah penting adalah bagaimana
memberikan kesadaran kepada peserta didik bahwa pendidikan agama adalah sebuah
kebutuhan sehingga peserta didik mempunyai kesadaran yang tinggi untuk
melaksanakan pengetahuan agama yang diperolehnya dalam kehidupan sehari-hari.
Disinilah dibutuhkan kreatifitas guru dalam menyampaikan pembelajaran, dimana
pembelajaran pendidikan agama Islam seharusnya tidak hanya diajarkan di dalam
kelas saja, tetapi bagaimana guru dapat memotivasi dan memfasilitasi pembelajaran
agama di luar kelas melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat keagamaan dan
menciptakan lingkungan sekolah yang religius dan tidak terbatas oleh jam
pelajaran. Tujuan utama dari pembelajaran pendidikan agama Islam adalah
pembentukan kepribadian pada diri peserta didik yang tercermin dalam tingkah
laku dan pola pikirnya dalam kehidupan sehari-hari, maka pembelajaran
pendidikan agama Islam tidak hanya menjadi tanggung jawab guru pendidikan agama
Islam seorang diri, tetapi dibutuhkan dukungan dari seluruh komunitas di
sekolah, masyarakat, dan lebih penting lagi adalah orang tua. Sekolah harus
mampu mengkoordinir serta mengkomunikasikan pola pembelajaran pendidikan agama
Islam terhadap beberapa pihak yang telah disebutkan sebagai sebuah rangkaian
komunitas yang saling mendukung dan menjaga demi terbentuknya peserta didik
berakhlak dan berbudi pekerti luhur.
Pendidikan agama
merupakan usaha untuk mendidik seorang anak berupa bimbingan dan asuhan supaya
peserta didik dapat memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran agama ketika kelak
ia menyelesaikan pendidikannya serta menjadikan agama sebagai way of life.
Pendidikan agama yang di dalamnya ditanamkan pendidikan karakter dianggap lebih
efektif untuk membentuk karakter pada peserta didik sehingga mereka lebih bermoral
dan religious (Hari Kuncoro et al.,
2019). Pendidikan Islam yang merupakan bagian dari suatu sistem pendidikan
memiliki kontribusi guna mendukung penguatan karakter peserta didik dengan
cukup mapan menggunakan strategi serta metode yang cukup meyakinkan dan
mengesankan. Pendidikan Islam diharapkan akan menciptakan individu yang
mempunyai akhlak mulia serta keimanan, tidak hanya sekadar pencapaian
peningkatan kecerdasan (akal) saja.
(Atabik &
Burhanuddin, 2015) menjelaskan konsep pendidikan influentif pendidikan
Islam dalam pembelajaran, yaitu: (1) Pendidikan dengan keteladanan, (2)
Pendidikan dengan adat kebiasaan, (3) Pendidikan dengan nasihat, (4) pendidikan
dengan memberikan perhatian, dan (5) pendidikan dengan memberikan hukuman.
Pertama,
pendidikan dengan keteladanan. Ibnu Shina dalam Risalah al-Siy�sah mensyaratkan
profesionalitas guru ditentukan oleh kecerdasan, agamanya, akhlaknya, kharisma
dan wibawanya.18 Salah satu proses mendidik yang penting adalah keteladanan.
Perilaku dan perangai guru adalah cermin pembelajaran yang berharga bagi
peserta didik. Tokoh pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa
guru selayaknya berprinsip �ing ngarso sung tulodo ing madyo mangun karso� (di
depan memberi contoh, di tengah memberikan bimbingan dan di belakang memberikan
dorongan). Keteladanan inilah salah satu metode yang seharusnya diterapkan guru
dalam pembelajaran pendidikan agama Islam. Guru harus mampu menerapkan
nilai-nilai agama dalam kehidupannya sebelum mengajarkan nilai-nilai agama
tersebut kepada peserta didik. Karena guru akan menjadi model yang nyata bagi
peserta didik untuk dicontoh.
Kedua,
pendidikan dengan adat kebiasaan. Pendidikan yang berhubungan dengan
kepribadian atau akhlak tidak dapat diajarkan hanya dalam bentuk pengetahuan
saja, tetapi perlu adanya pembiasaan dalam perilakunya sehari-hari. Setelah
menjadi teladan yang baik, guru harus mendorong peserta didik untuk selalu berprilaku
baik dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu selain menilai, guru juga
menjadi pengawas terhadap perilaku peserta didik sehari-hari di sekolah, dan
disinilah pentingnya dukungan dari semua pihak. Karena di dalam metode
pembiasaan, peserta didik dilatih untuk mampu membiasakan diri berperilaku baik
dimana saja, kapan saja dan dengan siapa saja. Karakter merupakan hal positif
yang berperilaku baik di kehidupan sehari-hari melalui proses penanaman nilai
seperti moral, perilaku, serta budi pekerti. Definisi akhlak, karakter dan adab
tidak terlalu mempunyai perbedaan. Akhlak, karakter dan adab diartikan sebagai
perilaku yang terjadi tanpa pemikiran sebab telah tertancap di dalam pikiran.
Dengan kata lain akhlak, karakter dan adab bisa dikatakan juga dengan
kebiasaan. Oleh sebab itu, pendidikan karakter harus dibiasakan pada keseharian
peserta didik. Meskipun dalam pembentukan karakter akan dibutuhkan ketekunan
dan kesabaran dalam proses pembentukan tersebut. Sebab tidak sedikit para orang
tua memasrahkan proses pendidikan kepada sekolah dan mereka menuntut lebih
cepat adanya perubahan yang lebih baik pada peserta didik tanpa memedulikan
proses yang harus dilalui secara bertahap (Ainissyifa, 2017).
Ketiga,
pendidikan dengan nasihat. Proses belajar mengajar yang diharapkan didalam
pendidikan akhlak adalah lebih kepada mendidik bukan mengajar. Mendidik berarti
proses pembelajaran lebih diarahkan kepada bimbingan dan nasihat. Membimbing
dan menasehati berarti mengarahkan peserta didik terhadap pembelajaran
nilai-nilai sebagai tauladan dalam kehidupan nyata, jadi bukan sekedar
menyampaikan yang bersifat pengetahuan saja. Strategi dalam menumbuhkan budaya
yang berkarakter meliputi menciptakan suasana kondusif, internalisasi nilai
yang meliputi: memberikan pemahaman dan nasehat, teladan dan pembiasaan serta
pembudayaan (Masruri, 2019).
Keempat,
pendidikan dengan memberikan perhatian. Mendidik dengan memberikan perhatian
berarti senantiasa memperhatikan dan selalu mengikuti perkembangan anak pada
prilaku sehari-harinya. Hal ini juga dapat dijadikan dasar evaluasi bagi guru
bagi keberhasilan pembelajarannya. Karena hal yang terpenting dalam proses
pemelajaran PAI adalah adanya perubahan prilaku yang baik dalam kehidupan
sehari-harinya sebagai wujud dari aplikasi pengetahuan yang telah didapat.
Kelima,
pendidikan dengan memberikan hukuman. Bentuk apresiasi guru terhadap prestasi
peserta didik adalah adanya umpa balik yang positif yaitu dengan memberikan
ganjaran dan hukuman (reward-punishment). Ganjaran diberikan sebagai apresiasi
guru terhadap prestasi peserta didik, sedangkan hukuman diberikan jika peserta
didik melanggar aturan yang telah ditentukan, tetapi hukuman disini bukan
berarti dengan kekerasan atau merendahkan mental peserta didik, tetapi lebih
kepada hukuman yang sifatnya mendidik. Metode reward dan punishment dibutuhkan
dalam pembelajaran pendidikan agama Islam dengan tujuan agar peserta didik
selalu termotivasi untuk belajar.
Penguatan
pendidikan karakter melalui mata pelajaran pendidikan agama Islam harus
melibatkan semua warga sekolah mulai kepala sekolah, guru, staf sekolah maupun
peran serta aktif peserta didik. Warga sekolah yang membudayakan perilaku positif
dalam situasi yang kondusif, nyaman, dan aman sehingga mampu mewujudkan situasi
yang baik guna menciptakan kecerdasan dalam berfikir dan kecerdasan sosial
dalam proses pembelajaran. Terciptanya situasi yang kondusif dalam kehidupan
peserta didik dengan memiliki tutur kata yang baik, bersikap sopan, saling
menghormati, menjaga kebersihan, bertanggung jawab dalam segala hal dan
sebagainya. Hal tersebut merupakan hasil dari penerapan penguatan pendidikan
karakter yang melalui pendidikan agama Islam. Adanya suasana sekolah yang
kondusif, maka akan berpengaruh kepada mutu belajar peserta didik yang lebih
baik sehingga mampu menaikkan semangat belajar, keimanan dan ketaqwaan serta
pengetahuan. Penerapan penguatan pendidikan karakter melalui pendidikan agama
Islam menyebabkan kebiasaan baru yang diterima oleh peserta didik dalam
mengamalkan ajaran agama Islam seperti memakai pakaian muslim yang menutup
aurat, sholat lima waktu, membaca al-Qur�an, berperilaku sopan terhadap guru,
orang tua, maupun terhadap sesama teman. Melalui pendidikan Agama Islam
diharapkan mampu menciptakan individu-individu yang lebih bertaqwa serta selalu
berusaha dalam menyempurnakan imannya, memiliki akhlak yang mulia, memiliki
budi pekerti dan moral yang baik guna dapat mewujudkan hasil dari penguatan
pendidikan karakter. Individu yang mempunyai sifat-sifat tersebut diharapkan
mampu kuat dalam lingkungan masyarakat yang kecil maupun besar (Rony &
Jariyah, 2020).
Kesimpulan
Konsep pendidikan dalam
Islam adalah membimbing seseorang dengan memperhatikan segala potensi pedagogik
yang dimilikinya melalui tahapan-tahapan yang sesuai untuk mendidik jiwanya,
akhlaknya, akalnya, fisiknya, agamanya, rasa sosial politiknya, ekonominya,
keindahannya, dan semangat jihadnya. Pendidikan karakter dibentuk dari materi
akidah akhlak yang terdapat pada mata pelajaran pendidikan agama Islam.
Pembelajaran pendidikan agama Islam dapat menjadi media untuk menyalurkan pengetahuan
dalam aspek kognitif, sebagai media dalam menyalurkan nilai moral dan norma guna
terbentuknya aspek afektif , yang memiliki peran guna mengendalikan aspek
psikomotorik , sehingga terciptanya kepribadian individu seutuhnya. Penciptaan
suasana kegiatan pembelajaran yang efektif dan efisien serta penerapan di
lingkungan luar kelas adalah salah satu strategi suatu pendidikan dalam
mencapai tujuan pendidikan dan output yang berwatak serta berkepribadian baik.
Konsep pendidikan influentif pendidikan Islam dalam pembelajaran dapat
diterapkan dengan beberapa strategi, yaitu: Pendidikan dengan keteladanan,
Pendidikan dengan adat kebiasaan, Pendidikan dengan nasihat, pendidikan dengan
memberikan perhatian, dan pendidikan dengan memberikan hukuman.
Agboola, O. P., Azizul,
M. F., Rasidi, M. H., & Said, I. (2018). The cultural sustainability of
traditional market place in Africa: A new research agenda. Journal of Rural
Studies, 62, 87�106.
Agung, I. (2017). Peran
Fasilitator Guru dalam Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Perspektif Ilmu
Pendidikan, 31(2), 106�119.
Ainissyifa, H. (2017).
Pendidikan karakter dalam perspektif pendidikan Islam. Jurnal Pendidikan
UNIGA, 8(1), 1�26.
Ainiyah, N. (2018).
Remaja Millenial dan Media Sosial: Media Sosial Sebagai Media Informasi
Pendidikan Bagi Remaja Millenial. Jurnal Pendidikan Islam Indonesia, 2(2),
221�236. https://doi.org/10.35316/jpii.v2i2.76
Anshori, I. (2017).
Penguatan pendidikan karakter di madrasah. Halaqa: Islamic Education Journal,
1(2), 63�74.
Atabik, A., &
Burhanuddin, A. (2015). Konsep nasih ulwan tentang pendidikan anak. Jurnal
Elementary, 3(2).
Budi, A. S., &
Wardani, K. (2017). Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Pemanfaatan
Budayasekolah Di Sd Negeri Kyai Mojo Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017. Trihayu:
Jurnal Pendidikan Ke-Sd-An, 4(1).
Hari Kuncoro, M., Tunas,
B., & Wibowo. (2019). Career Development of Indonesian National Police: The
Case Study Analysis of Police Grand Comissioner Rank. Journal of Business
and Behavioural Entrepreneurship, 3(2), 58�71.
https://doi.org/10.21009/jobbe.003.2.04
Huda, H. (2019).
Membangun Karakter Islami Melalui Al Islam dan Kemuhammadiyahan [Studi Analisis
Perpres Nomer 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)]. Tarlim:
Jurnal Pendidikan Agama Islam, 2(1), 55�70.
Indrawan, I. (2019).
Konsep Dasar Ekonomi Pendidikan pada Tataran Suprastruktur dan Infrastruktur
Politik di Indonesia. INNOVATIO: Journal for Religious Innovation Studies,
19(1), 91�98. https://doi.org/10.30631/innovatio.v19i1.80
Khaidir, K., &
Saputra, M. (2019). Penguatan Pendidikan Karakter Melalui Pendidikan Agama
Islam di MTSS Nurur Rasyad Al-Aziziyah Tijue. Prosiding SEMDI-UNAYA (Seminar
Nasional Multi Disiplin Ilmu UNAYA), 3(1), 359�367.
Khamalah, N. (2017).
Penguatan Pendidikan Karakter di Madrasah. Jurnal Kependidikan, 5(2),
200�215.
Kusnoto, Y. (2017).
Internalisasi nilai-nilai pendidikan karakter pada satuan pendidikan. Sosial
Horizon: Jurnal Pendidikan Sosial, 4(2), 247�256.
Lickona, T. (2012).
Character education: Restoring virtue to the mission of schools. In Developing
Cultures (pp. 57�76). Routledge.
Masruri, A. (2019).
Strategi Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Islam (Studi Kasus Di
MAS Jam�iyyah Islamiyyah Pondok Aren). Mumtaz: Jurnal Studi Al-Quran Dan
Keislaman, 3(1), 96�112.
Muchtar, D., &
Suryani, A. (2019). Pendidikan karakter menurut kemendikbud. Edumaspul:
Jurnal Pendidikan, 3(2), 50�57.
Musthofa, Z. A., Husamah,
H., Hudha, A. M., Muttaqin, T., Hasanah, I., & Setyawan, D. (2017). Mengurai
Sengkarut Bencana Lingkungan (Refleksi Jurnalisme Lingkungan dan Deep Ecology
di Indonesia). UMM Press dan PSLK UMM.
Omeri, N. (2015).
Pentingnya pendidikan karakter dalam dunia pendidikan. Manajer Pendidikan,
9(3).
Purnomo, H., Mansir, F.,
Tumin, T., & Suliswiyadi, S. (2020). Pendidikan Karakter Islami Pada Online
Class Management di SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta Selama Pandemi Covid-19. Jurnal
Tarbiyatuna, 11(1), 91�100.
Rachel, R., &
Rangkuty, R. P. (2020). Konsumerisme dan Gaya Hidup Perempuan di Ruang Sosial:
Analisis Budaya Pembedaan Diri di Lingkungan FISIP Unimal. Jurnal Ilmu
Sosial Dan Ilmu Politik Malikussaleh (JSPM), 1(1), 97�113.
Revita, F., Dewa, M.,
Anjani, L., & Fatoni, M. (2020). Implementasi Pendidikan Karakter dalam
Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP Al-Irsyad Surakarta. Buletin Literasi
Budaya Sekolah, 2(1).
Sari, N. K. S. K.,
Hutabarat, M. S., Susanti, E., & Sopyan, M. (2020). Strategi Penanaman
Karakter Islami Pada Siswa MTS Swasta Al Manar Medan Johor (Studi Kasus Selama
Pembelajaran Daring). Al-Ulum: Jurnal Pendidikan Islam, 1(2),
147�164.
Sholihah, A. M., &
Maulida, W. Z. (2020). Pendidikan Islam sebagai Fondasi Pendidikan Karakter. QALAMUNA:
Jurnal Pendidikan, Sosial, Dan Agama, 12(1), 49�58.
Sunarso, A. (2020).
Revitalisasi Pendidikan Karakter melalui Internalisasi Pendidikan Agama Islam
(PAI) dan Budaya Religius. Jurnal Kreatif: Jurnal Kependidikan Dasar, 10(2),
155�169.
Suwito Eko, P., Eko, H.,
Munandar, M. A., & Rachman, M. (2020). Local Wisdom: Pillar Development of
Multicultural Nations and National Education Values. Cypriot Journal of
Educational Sciences, 15(6), 1587�1598.
Syarif, Z. (2014).
Pendidikan profetik dalam membentuk bangsa religius. TADRIS: Jurnal
Pendidikan Islam, 9(1), 1�16.
Ulfa, M., Khairi, N.,
& Maryam, F. (2016). Formulasi dan evaluasi fisik krim body scrub dari
ekstrak teh hitam (Camellia sinensis), Variasi Konsentrasi Emulgator Span-Tween
60. Jurnal Farmasi UIN Alauddin Makassar, 4(4), 179�185.
https://doi.org/https://doi.org/10.24252/jurfar.v4i4.2257
Undang-Undang No.20.
(2003). Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Upi, B. R. (2019). Fakta
Dibalik Anak Indonesia: Indonesia Gawat Darurat Pendidikan Karakter. Diakses
Dari Http://Bem. Rema. Upi.
Edu/Fakta-Dibalik-Anak-Indonesia-Indonesia-Gawat-Darurat-Pendidikan-Karakter.
Wahono, M. (2018).
Pendidikan Karakter: Suatu Kebutuhan Bagi Mahasiswa di Era Milenial. Integralistik,
29(2), 145�151.
Copyright holder: Sri Raharjo Saptono Putro (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |