Syntax Literate : Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN : 2548-1398
Vol. 5, No. 4 April 2020
�
PENGARUH EMPAT FAKTOR TERHADAP PEMBERDAYAAN REMAJA DALAM UPAYA PENCEGAHAN
SEKS BEBAS PADA PROGRAM PKPR �
��������
Maesaroh dan Roni
Iryadi
Politeknik Kesehatan Bhakti
Pertiwi Husada Cirebon
Email: [email protected] dan [email protected]
Abstract
Teen problems are very complex, its caused by various factors. Youth empowerment is needed
to improve teenager independencies. Nowadays youth empowerment is low, it is
because the lack of health worker, teacher, friend roles and also teenage
motivation toward the empowerment. The purpose of study is to discover the
influence between the role of health worker, teacher, friend, and teenage
motivation toward youth empowerment as prevention of free sex in PKPR program
at Puskesmas Kesambi area in Kesambi Cirebon 2017. Quantitative method is used
in this study which 138 teenager as samples. The data analysis model used is
Structural Equation Model (SEM) with SmartPLS 2.0 software as a tool. The
result shows that the variable of youth empowerment as prevention of free sex
in PKPR program is influenced by health worker, it�s about 19,65%,
teacher role is 26 %, friend role is 13,7%, teenage motivation is 21,32%.
Direct influence of youth empowerment toward prevention of free sex is 80,68%
and indirect influence is 6,13%, then the total of direct and indirect
influence are 86,81%. Teacher role is the dominant factor that influences youth
empowerment. When teacher role is high, the youth empowerment toward prevention
of free sex is also high. So, health worker must improve teacher as their
partner in teenage empowerment event which also help to improve student motivation
to be active in empowerment event. Additionally, health worker must be able to
improve cross-sectoral with school that can improve the process of youth
empowerment.
Keywords: Role of health
worker, teacher role, friend role, teen motivation, youth empowerment
Abstrak
Permasalahan remaja yang begitu
kompleks disebabkan oleh berbagai faktor sehingga diperlukan pemberdayaan
remaja untuk dapat meningkatkan kemandirian remaja. Rendahnya kegiatan
pemberdayaan remaja karena kurangnya peran tenaga kesehatan, peran guru, peran
teman sebaya dan motivasi remaja terhadap pemberdayaan. Tujuan penelitian ini
adalah mengetahui pengaruh antara peran tenaga kesehatan, peran guru, peran teman sebaya, dan
motivasi remaja terhadap pemberdayaan remaja dalam upaya pencegahan seks bebas
pada Program PKPR di wilayah Kerja Puskesmas Kesambi Kota Cirebon Tahun 2017. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan sampel
yang digunakan sebanyak 138 remaja sebagai responden. Metode analisis yang
digunakan adalah Structural Equation
Model (SEM) dengan software SmartPLS 2.0. Hasil penelitian menunjukan bahwa
variabel pemberdayaan remaja dalam upaya pencegahan seks bebas pada program
PKPR dipengaruhi oleh peran tenaga kesehatan sebesar 19,65%, peran guru sebesar
26,00%, peran teman sebaya sebesar 13,71% dan motivasi remaja sebesar 21,32%.
Pengaruh langsung pemberdayaan remaja dalam upaya pencegahan seks bebas sebesar
80,68% dan pengaruh tidak langsung sebesar 6,13% serta total pengaruh langsung
dan tidak langsung sebesar 86,81%. Peran guru merupakan faktor dominan yang
sangat mempengaruhi pemberdayaan remaja. Semakin tinggi peran guru maka semakin
tinggi pula pemberdayaan remaja dalam upaya pencegahan seks bebas. Diharapkan
tenaga kesehatan dapat meningkatkan partisipasi aktif guru di Wilayah Kerja
Puskesmas Kesambi Kota Cirebon dalam kegiatan pemberdayaan remaja agar semua
guru ikut terlibat sehingga dapat menumbuhkan motivasi siswa untuk
berpartisipasi aktif dalam kegiatan pemberdayaan. Tenaga kesehatan diharapkan juga dapat mengembangkan
dan meningkatkan kerjasama lintas sektoral dengan sekolah sehingga proses
pemberdayaan remaja dapat lebih ditingkatkan.
�
Kata kunci : Peran tenaga kesehatan, peran guru, peran teman sebaya,
motivasi remaja, pemberdayaan remaja
Pendahuluan
Keberadaan remaja memiliki pengaruh yang besar bagi perkembangan masa depan dunia. Pada
tahun 2009 jumlah remaja di dunia mencapai 1,2 milliar dari 6,79 miliar jiwa penduduk dunia. Di Asia Tenggara
mencapai 18-25 % dari seluruh populasi di daerah tersebut. Sedangkan menurut
sensus penduduk pada tahun 2014, jumlah remaja di Indonesia usia 10-24 tahun adalah sebesar � 64 juta jiwa, artinya 27,6 %
dari total penduduk Indonesia 237,6 jiwa (Indonesia, 2014). Besarnya jumlah penduduk pada kelompok ini akan
sangat mempengaruhi pertumbuhan penduduk di masa yang akan datang. Ketika
penduduk kelompok umur ini memasuki umur reproduksi akan mengakibatkan laju
pertambahan penduduk yang tinggi untuk beberapa tahun ke depan, serta menimbulkan
beberapa masalah yang menghawatirkan apabila tidak diadakan pembinaan yang
tepat dalam perjalanan hidupnya terutama kesehatannya. Masa remaja dapat
dikelompokan ke dalam masa remaja awal yaitu usia 12-15 tahun, masa remaja
pertengahan yaitu usia 15-18 tahun, dan masa remaja akhir yaitu usia 18-21
tahun. Masa remaja disebut juga sebagai periode perubahan, tingkat perubahan
dalam sikap, dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan perubahan fisik
yang dialami oleh remaja (Kementerian Kesehatan
RI, 2015).
Pada
masa remaja terjadi perubahan fisik, psikis maupun sosial, perubahan ini sangat
membingungkan remaja dan membutuhkan pengertian, bimbingan dan dukungan
lingkungan di sekitarnya, hal ini akan menyebabkan krisis identitas. Mulai
berfungsinya organ reproduksi dan tumbuhnya tanda seks sekunder dapat
menyebabkan kecanggungan bagi remaja, ditambah lagi perasaan sensitif yang
timbul disertai rasa agresif serta berfikir kritis disertai emosi yang meledak-ledak
yang sulit dikendalikan sehingga sepertinya remaja selalu melawan pada orang
tua, guru atau lingkungannya. Perubahan-perubahan sosial yang terbilang cepat
sebagai konsekuensi modernisasi, industrialisasi, serta kemajuan IT yang
meningkatkan derajat kenakalan anak-anak dan remaja (Sahrudin, 2017). Bila hal ini
terjadi, orang tua atau lingkungan sekitarnya akan berusaha untuk dapat
mengendalikan dengan keras dan memberi tekanan kepada remaja agar mentaati
peraturan-peraturan yang ada dan berlaku di masyarakat. Keinginan untuk mencoba
hal-hal yang baru pada remaja serta kecenderungan melakukan
tindakan tanpa pemikiran yang matang disertai dengan emosi yang masih labil
akan membuat remaja lebih mudah terjerumus ke dalam tindakan yang salah misalnya merokok dan
mencoba-coba narkoba (Hurlock, Istiwidayanti,
Sijabat, & Soedjarwo, 1990).
Perubahan
yang dialami oleh remaja bukan hanya terjadi pada dirinya sendiri tetapi juga terjadi dalam lingkungannya seperti sikap orang tua
atau anggota keluarga maupun masyarakat sekitar pada umumnya. Dalam memenuhi
kebutuhan sosial dan psikologisnya, remaja memperluas lingkungan sosialnya di
luar lingkungan keluarga, seperti lingkungan teman sebaya dan lingkungan
masyarakat lain (Kehidupan, 2011).
Penelitian
yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Perencanaan dan
Pengembangan Nasional (Bappenas) dan The
United Nation Fund for Population Activities (UNFPA) pada tahun 2010
menyatakan bahwa sebagian dari 63 Juta jiwa remaja di Indonesia rentan
berperilaku tidak sehat, dan kehamilan tidak diinginkan (KTD) yang terjadi pada
remaja berkaitan erat dengan kejadian aborsi. Perkiraan� jumlah aborsi per tahun di Indonesia yang
diantaranya terjadi pada kalangan remaja mencapai 2,4 juta dan sekitar 800.000 (Bappenas, 2010).
Perilaku
seksual pranikah pada remaja laki-laki dan perempuan di Indonesia berdasarkan
hasil Riskesdas cenderung meningkat pada umur 10-24 tahun, meskipun angkanya
masih di bawah 5%. Perilaku
berisiko remaja dapat menimbulkan masalah dalam berbagai aspek baik itu
kesehatan, psikologis, sosial budaya dan keamanan, seperti menurunnya prestasi
belajar, ketidakharmonisan keluarga, perkelahian pelajar, dan kehamilan yang
tidak diinginkan di kalangan
pelajar (BKKBN, 2011).
Perilaku
seks bebas di kalangan remaja sudah cukup memprihatinkan. Remaja yang termasuk
di dalamnya adalah pelajar dan mahasiswa sebanyak 6-20% pernah melakukan
hubungan seks bebas, 17,5% remaja lainnya pernah melakukan kegiatan petting dan
hubungan seks bersama pacar, 8% lainnya melakukan hubungan seks dengan sahabat
atau terman mereka sendiri. Masalah utama yang menonjol di kalangan remaja adalah masalah seksualitas
(kehamilan tak diinginkan dan aborsi), terinfeksi Penyakit Menular Seksual
(PMS), HIVdan AIDS serta penyalahgunaan Napza (BKKBN, 2011).
Pemberdayaan
yang dilakukan oleh puskesmas maupun sekolah melalui guru terhadap remaja tentu
tidak lepas dari lingkungan yang diantaranya adalah teman sebaya yang cukup
memberikan pengaruh terhadap remaja. Teman sebaya adalah orang dengan tingkat
umur dan kedewasaan yang kira-kira sama. Salah satu fungsi yang paling penting
dari teman sebaya adalah untuk memberikan sumber informasi dan komparasi
tentang dunia di luar keluarga (Fashihullisan, 2014).
Kelompok
teman sebaya merupakan lingkungan sosial yang pertama dimana seseorang dapat
belajar untuk hidup bersama orang lain yang bukan anggota keluarganya sendiri.
Teman sebaya dapat memberikan motivasi sekaligus suasana yang membangun apabila
sedang berada dalam suatu lingkungan atau dalam kelompok kelas. Seseorang juga
lebih merasa nyaman jika belajar ataupun bertanya mengenai materi pelajaran
dengan teman sebaya karena apabila bertanya dengan guru biasanya akan muncul
suatu perasaan ketakutan tersendiri. Sebagaimana hasil penelitian terdahulu
bahwa teman sebaya dapat mempengaruhi motivasi peserta didik, dimana apabila
seorang peserta didik mengikuti teman yang baik akan mempengaruhi perilakunya
ke arah yang lebih baik begitu juga dengan sebaliknya (Fashihullisan, 2014).
Proses
pemberdayaan remaja tentu tidak lepas dari peranan remaja itu sendiri, motivasi
dipandang penting dalam keberhasilan pemberdayaan remaja, motivasi diri adalah
suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia
bergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu. Untuk itu dalam
rangka mencapai terlaksananya pemberdayaan remaja dibutuhkan motivasi dari
dalam diri remaja tersebut untuk mendukung keberhasilan pemeberdayaan (Nova Susana, Fitria Kasih, 2013).
Kasus
HIV-AIDS di Kota Cirebon terus meningkat dengan prevalensi penyebarannya sangat
bervariatif mulai dari pertukaran jarum suntik yang tidak steril yang digunakan
secara bergantian, hubungan� seksual� dengan�
penderita HIV-AIDS, melalui tranfusi dari penderita HIV-AIDS dan dari
ibu hamil positif HIV-AIDS kepada janin yang dikandungnya. Secara kumulatif
dari tahun 2004 sampai dengan bulan Juni 2012 jumlah kasus HIV-AIDS di Kota
Cirebon� telah� mencapai�
518� kasus� dan�
yang telah meninggal mencapai 54 orang (Depkes, 2016).
Program
Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) merupakan upaya yang dilakukan
pemerintah dalam mewujudkan remaja sehat. Program ini dapat dilaksanakan di puskesmas,
rumah sakit atau sentra-sentra dimana remaja berkumpul. Program kesehatan
reproduksi remaja diintegrasikan dalam Program Kesehatan Remaja di Indonesia
sejak tahun 2003, dimana yang menjadi
sasaran program ini adalah laki-laki dan perempuan usia 10-19 tahun dan belum
menikah. Pada program ini remaja yang produktif dan sehat tentu menjadi harapan
semua pihak, karena itu perlu upaya dalam meningkatkan kualitas hidup remaja
dengan salah satunya adalah dalam bentuk pemberdayaan remaja, dengan harapan
membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri (D. K. RI, 2005).
Berdasarkan
uraian di atas, tujuan
pemaparan dalam jurnal untuk mengetahui pengaruh empat faktor terhadap
pemberdayaan remaja dalam upaya pencegahan seks bebas pada program PKPR.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan
menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional dimana hubungan antara variabel independen dan
dependen diukur pada saat bersamaan. Desain ini dapat mengetahui dengan jelas
mana yang jadi pemajan dan outcome, serta jelas hubungan sebab akibatnya (Solimun, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang berada di
wilayah kerja Puskesmas Kesambi Kota Cirebon yaitu sebanyak 214 orang,
sedangkan untuk penetapan ukuran sampel berdasarkan rumus proporsi binomunal,
sehingga didapat 138 sampel. Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja
Puskesmas Kesambi Kota Cirebon pada bulan Januari-Februari 2017.
Kuesioner dibuat dengan
pertanyaan tertutup, pengumpulan data pada penelitian ini dikumpulkan melalui
wawancara menggunakan kuesioner yang diukur dengan skala perbedaan semantik. Skala
semantik digunakan untuk mengukur persepsi dan pendapat responden dengan cara
memberi urutan kuantitatif terhadap subjek penelitian. Kemudian dilakukan uji
validitas dan reliabilitas pada sampel penelitian dengan melihat nilai Square root of average Variance Extracted
(AVE). Hasil pengukuran dengan membandingkan nilai AVE setiap konstruk dengan
korelasi antara konstruk dengan nilai akar kuadrat AVE. Dalam model penelitian
ini dinyatakan valid jika memberikan nilai AVE di atas 0,50 (Ghozali, 2011).
Setelah diuji validitas dan
dinyatakan variabel serta indikator telah valid, maka dilakukan uji reliabilitas.
Hasil evaluasi reliabilitas outer model diatur dengan mengevaluasi nilai
Cronbach�s Alpha dan Composite Reliability dinyatakan reliable apabila nilai
Cronbach�s Alpha dan Composite reliability diatas 0,70 (Ghozali, 2011).
Analisis data pada penelitian
ini menggunakan analisis univariat dan juga menggunakan analisis Structural Equation Modelling (SEM). SEM
merupakan salah satu analisis multivariate yang dapat menganalisis hubungan
variabel secara kompleks. Analisis ini pada umumnya digunakan untuk
penelitian-penelitian yang menggunakan banyak variabel. Teknik analisis data
SEM, dilakukan untuk menjelaskan secara menyeluruh hubungan antar variabel yang
ada dalam penelitian dengan Partial Least
Square (PLS). Evaluasi outer model dengan indikator refleksif dievaluasi
dengan convergent dan discriminant validity dari indikatornya,
composite reliability untuk blok
indikator, dan AVE, serta nilai composite
reliability. Evaluasi signifikan inner model diatur dalam output PLS dengan
mengevaluasi refleksi nilai T-statistic indikator terhadap variabelnya.
Evaluasi signifikansi Inner model dilakukan untuk menilai signifikansi konstruk
laten dengan konstruknya, yaitu dengan membandingkan nilai T-statistik
masing-masing konstruk laten dengan nilai ��α
= 0,05 (1,96) (Ghozali, 2011).
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil pengolahan data menunjukan bahwa
sebagian besar remaja adalah berumur pada rentang 16-17 tahun sebanyak 70
responden (50,7%). Berdasarkan jenis kelamin remaja
memperlihatkan bahwa sebagian besar responden adalah berjenis kelamin
laki-laki, yaitu sebanyak 79 responden (57,2%). Sedangkan berdasarkan kelas
memperlihatkan bahwa sebagian besar remaja adalah kelas XI sebanyak 65
responden (47,1%).
Untuk melihat discriminant validity dengan melihat
nilai square root of average variance
extracted (AVE). Hasil pengukuran
ini dinyatakan valid karena memberikan nilai AVE di atas 0,50. Sehingga dapat disimpulkan bahwa evaluasi
pengukuran model memiliki discriminant
validity yang baik.
Setelah uji validitas,
maka dilakukan uji reliabilitas dengan mengevaluasi nilai Cronbach�s Alpha dan
Composite Reliability, �dinyatakan reliable karena nilai Cronbach�s
Alpha dan Composite reliability� diatas 0,70 sehingga dapat dikatakan bahwa
kontruks memiliki reliabilitas yang baik.
Gambar 1.� Output PLS (Loading Factors)
Dari Gambar 1 terlihat bahwa nilai faktor loading
telah memenuhi persyaratan yaitu nilai loading
faktors lebih besar dari 0,5. Secara definisi loading factor adalah besar korelasi antara indikator dengan
konstruk latennya. Pengukuran suatu konstruk sangat sering dilakukan secara
tidak langsung melalui indikator-indikatornya. Indikator dengan loading factor yang tinggi memiliki
konstribusi yang lebih tinggi untuk menjelaskan konstruk latennya. Sebaliknya
pada indikator dengan loading factor
rendah memiliki kontribusi yang lemah untuk menjelaskan konstruk latennya (Ghozali, 2011).
Hasil
evaluasi signifikan inner model
diatur dalam Output SmartPLS 2.0 pada Gambar 2 dengan mengevaluasi refleksi nilai T-Statistic
indikator terhadap variabelnya.
Setelah dilakukan bootstrapping
untuk mengukur nilai T-Statistik dari
masing-masing konstruk laten terhadap konstruknya, maka nilai T-Statistik dibandingkan dengan nilai α = 0,05 (1,96).
Ketentuannya, apabila nilai T-Statistik
lebih besar dari nilai α = 0,05 (1,96), maka konstruk laten tersebut
signifikan terhadap konstruknya. Inner model disebut juga
dengan nilai R Square, uji hipotesis T-Statistik, pengaruh variabel langsung
dan prediktif (nilai Q Square) (Ghozali, 2011).
Nilai R-square berfungsi untuk
menilai besaran keragaman atau variasi data penelitian terhadap fenomena yang
sedang dikaji. Pengujian terhadap model struktural dilakukan dengan melihat
nilai R-Square yang merupakan uji goodness-fit model (Ghozali, 2011). Berikut ini adalah hasil pengukuran nilai
R-Square, yang juga merupakan nilai goodness
of fit model. Berikut hasil output-nya dalam bentuk tabel, yaitu:
Tabel 1 Evaluasi
nilai R Square antar
Variabel
Variabel |
R Square |
Motivasi Remaja |
0,779 |
Pemberdayaan Remaja |
0,806 |
Peran Guru |
0,614 |
Peran Tenaga Kesehatan |
|
Teman Sebaya |
0,557 |
Sumber: SmartPLS 2.0 report, 2017
Berdasarkan Tabel 1 didapatkan hasil sebagai berikut;
(1) peran tenaga kesehatan
berkontribusi terhadap peran guru sebesar 0,614; (2) peran tenaga kesehatan dan
peran guru berkontribusi terhadap teman sebaya sebesar 0,557; (3) peran tenaga
kesehatan, teman sebaya dan peran guru berkontribusi terhadap motivasi sebesar
0,779; (4) peran tenaga kesehatan, teman sebaya, peran guru dan motivasi berkontribusi
terhadap pemberdayaan sebesar 0,806. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut
dapat disimpulkan bahwa variabilitas peran tenaga kesehatan berkontribusi terhadap variabilitas
peran guru sebesar 61,45% dan 38,55% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
diteliti. Variabilitas peran tenaga kesehatan dan peran guru berkontribusi �terhadap �variabilitas teman sebaya sebesar 55,72% dan 44,28% dijelaskan
oleh variabel lain yang tidak diteliti. Variabilitas peran tenaga kesehatan, teman
sebaya dan peran guru berkontribusi terhadap variabilitas motivasi sebesar
77,97% dan 22,03% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti.
Variabilitas peran tenaga kesehatan, teman sebaya, peran guru dan motivasi
berkontribusi terhadap variabilitas pemberdayaan sebesar 80,68% dan 19,32%
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti.
Berdasarkan hasil perhitungan menyatakan bahwa peran tenaga kesehatan berpengaruh positif terhadap peran
guru. Hasil uji menunjukan ada pengaruh positif 0,784, sedangkan nilai T-Statistic sebesar 12,419 dan
signifikan pada α=5%. Nilai T-Statistic
tersebut berada di atas nilai kritis (1,96).
Peran tenaga kesehatan berpengaruh positif
terhadap teman sebaya, hasil uji menunjukan ada pengaruh positif 0,178
sedangkan nilai T-Statistic sebesar 2,079 dan signifikan pada α=5%. Nilai
T-Statistic tersebut berada di atas nilai kritis (1,96).
Peran tenaga kesehatan berpengaruh positif terhadap motivasi, hasil uji
menunjukkan ada pengaruh positif 0,205, sedangkan nilai T-Statistic sebesar
3,358 dan signifikan pada α=5%. Nilai T-Statistic tersebut berada di atas
nilai kritis (1,96). Peran tenaga
kesehatan berpengaruh positif terhadap Pemberdayaan. Hasil uji menunjukan
ada pengaruh positif 0,247, sedangkan nilai T-Statistic sebesar 3,272 dan
signifikan pada α=5%. Nilai T-Statistic tersebut berada di atas nilai
kritis (1,96). Peran guru berpengaruh positif� terhadap
teman sebaya, hasil uji menunjukkan ada pengaruh positif 0,599, sedangkan nilai
T-Statistic sebesar 7,19 dan signifikan pada α=5%. Nilai T-Statistic
tersebut berada di atas nilai kritis (1,96). Peran Guru
berpengaruh positif terhadap motivasi. Hasil uji
menunjukan ada pengaruh positif 0,472, sedangkan nilai T-Statistic sebesar
7,347 dan signifikan pada α=5%. Nilai T-Statistic tersebut berada di atas
nilai kritis (1,96). Peran Guru berpengaruh
positif terhadap Pemberdayaan, hasil uji menunjukan ada pengaruh positif 0,306,
sedangkan nilai T-Statistic sebesar 3,872 dan signifikan pada α=5%. Nilai
T-Statistic tersebut berada di atas nilai kritis (1,96).
Teman sebaya berpengaruh positif terhadap motivasi, hasil uji menunjukan ada
pengaruh positif 0,289, sedangkan nilai T-Statistic sebesar 5,584 dan
signifikan pada α=5%. Nilai T-Statistic tersebut berada di atas nilai
kritis (1,96). Teman sebaya berpengaruh positif
terhadap pemberdayaan, hasil uji menunjukan ada pengaruh positif 0,179,
sedangkan nilai T-Statistic sebesar 4,538 dan signifikan pada α=5%. Nilai
T-Statistic tersebut berada di atas nilai kritis (1,96).
Motivasi berpengaruh positif terhada pemberdayaan, hasil uji menunjukan ada pengaruh positif 0,179, sedangkan nilai
T-Statistic sebesar 4,538 dan signifikan pada α=5%. Nilai T-Statistic
tersebut berada di atas nilai kritis (1,96). Motivasi
berpengaruh positif terhadap pemberdayaan, hasil uji menunjukkan ada pengaruh
positif 0,253, sedangkan nilai T-Statistic sebesar 3,017 dan signifikan pada
α=5%. Nilai T-Statistic tersebut berada di atas nilai kritis (1,96).
Gambar 2 Inner Model (T-Statistic) Bootstrapping
Dari Tabel 2 menjelaskan bahwa peran tenaga
kesehatan berpengaruh secara langsung dan tidak langsung terhadap pemberdayaan. Hasil uji koefisien parameter antara peran
tenaga kesehatan terhadap pemberdayaan didapatkan pengaruh langsung sebesar 19,65%, sedangkan untuk pengaruh tidak langsung antara peran
tenaga kesehatan terhadap pemberdayaan melalui teman sebaya, peran guru, maupun
motivasi didapatkan nilai sebesar 0,83%.
Peran guru berpengaruh secara langsung dan tidak
langsung terhadap pemberdayaan. Hasil uji koefisien parameter antara peran guru terhadap pemberdayaan
didapatkan pengaruh langsung sebesar 26,00%, sedangkan
untuk pengaruh tidak langsung antara peran guru terhadap pemberdayaan melalui
teman sebaya dan motivasi didapatkan nilai sebesar 0,54%.
Teman sebaya berpengaruh secara langsung dan
tidak langsung terhadap pemberdayaan. Hasil uji koefisien parameter antara teman sebaya terhadap pemberdayaan
didapatkan pengaruh langsung sebesar 13,71%, sedangkan
untuk pengaruh tidak langsung antara teman sebaya terhadap pemberdayaan melalui
motivasi didapatkan dengan mengalikan koefisien jalur (teman sebaya terhadap
pemberdayaan melalui motivasi) sehingga mendapat nilai sebesar 4,76%.
Tabel 2 Persentase Pengaruh Langsung Dan Tidak Langsung Pemberdayaan Remaja
Dalam Upaya Pencegahan Seks Bebas Pada Program PKPR
Sumber |
LV Correction |
Direct Path |
Indirect Path |
Total |
Direct % |
Indirect % |
Total % |
Peran Tenaga Kesehatan |
0,797 |
0,247 |
0,550 |
0,797 |
19,65 |
0,83 |
20,49 |
Peran Guru |
0,848 |
0,307 |
0,272 |
0,578 |
26,00 |
0,54 |
26,54 |
Teman Sebaya |
0,762 |
0,180 |
0,073 |
0,253 |
13,71 |
4,76 |
18,46 |
Motivasi |
0,840 |
0,254 |
|
0,254 |
21,32 |
0,57 |
21,32 |
Total |
80,68 |
6,13 |
86,81 |
Sumber :
SmartPLS 2.0 report, 2017
Motivasi berpengaruh
secara langsung terhadap Pemberdayaan. Hasil uji koefisien parameter antara motivasi terhadap pemberdayaan
didapatkan pengaruh langsung sebesar 21,32%. Sehingga nilai dari masing-masing pengaruh
langsung variabel laten independen tersebut apabila secara bersama-sama menunjukan
�kesesuaian dengan nilai R
Square atau dengan kata lain hal ini menyatakan bahwa variabel teman
sebaya, motivasi, dan peran guru mampu menjelaskan variabel pemberdayaan sebesar (19,65% + 26,00% + 13,71% + 21,32%) = 80,68%. Berikut persamaan matematis dari setiap
variabel:
h1 = g1 � x1 + z1
Peran guru = 0,784 x peran tenaga kesehatan +0,386
Peran guru dipengaruhi oleh
peran tenaga kesehatan sebesar 0,784 dan dipengaruhi oleh faktor lain sebesar 0,386
h2 = g2 � x1 + β1 � h1 + z2
Teman
sebaya� = 0,178 x peran tenaga kesehatan
+ 0,599 x Peran Guru� + 0,443
Teman sebaya dipengaruhi oleh peran tenaga kesehatan sebesar 0,178,
peran guru sebesar 0,599 dan
dipengaruhi oleh faktor lain sebesar 0,443 artinya terdapat pengaruh yang positif dari peran tenaga kesehatan dan peran
guru terhadap teman sebaya.
h3 = g3 � x1 + β2 � h1 + β4 � h2 + z3
Motivasi = 0,205 x peran tenaga kesehatan + 0,472 x peran guru + 0,289
x teman sebaya + 0,220. Motivasi remaja dipengaruhi oleh
peran kenaga kesehatan sebesar 0,205,
peran guru sebesar 0,472, teman sebaya sebesar 0,289, dan dipengaruhi oleh faktor lain sebesar 0,220
artinya terdapat pengaruh yang positif
dari peran tenaga kesehatan, peran guru, dan teman sebaya terhadap motivasi.
Y =� g4 � x1 + β3 � h1 + β5 � h2 + β6 � h3 +z4
Secara
matematis, bentuk persamaan struktural dari model penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Pemberdayaan
=� 0,247 x peran tenaga kesehatan + 0,307
x peran guru + 0,180 x teman sebaya + 0,254 x motivasi + 0,193
Pemberdayaan di Wilayah Kerja Puskesmas Kesambi Kota Cirebon Tahun 2017 dipengaruhi oleh peran tenaga
kesehatan sebesar 0,247, peran guru sebesar 0,307, teman sebaya sebesar 0,180, motivasi sebesar 0,254, dan dipengaruhi oleh faktor lain sebesar 0,193 artinya terdapat pengaruh yang positif dari
peran tenaga kesehatan, peran guru, teman sebaya, dan
motivasi terhadap Pemberdayaan.
Uji Q-Square (Q2) bertujuan untuk
menilai besaran keragaman data atau variasi data penelitian terhadap fenomena
yang sedang diteliti. Formula yang digunakan untuk mengukur Q-Square
(Q2) adalah sebagai berikut:
Q2� �� =� 1-(1-R12)(1-R22)(1-R32)(1-R42)
Q2 ��� =� 1-((1-0,614486)
x (1-0,557204) x
������������� (1-0,779724) x (1-0,806772))
Q2 ��� =�� 0,9927
⇒ 99,27%
Berdasarkan hasil
perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa model mampu menjelaskan
variabilitas data sebesar 99,27%, sedangkan 0,73%
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dikaji dalam penelitian ini.
1. Pengaruh Peran Tenaga Kesehatan Terhadap Pemberdayaan
Remaja Dalam Upaya Mencegah Seks Bebas Pada Program PKPR
Hasil penelitian
menunjukan terdapat pengaruh langsung
antara variabel Peran tenaga kesehatan terhadap pemberdayaan remaja dalam upaya
mencegah seks bebas sebesar 0,247 atau 19, 65 Nilai T statistic sebesar 3,272 dan signifikan pada α=5%, nilai T statistic tersebut berada di atas
nilai kritis (1,96).
Tenaga kesehatan dapat mendorong dan
menciptakan individu untuk mampu melakukan perubahan ke arah kemandirian (Anwas, 2014). Tenaga kesehatan melalui Program Pelayanan
Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) mempunyai peranan penting terhadap akses
kesehatan reproduksi remaja.
Sehubungan dengan peran yang menjadi
kewajiban dan tanggung jawab agen pemberdaya dalam hal ini tenaga kesehatan
terdiri dari kegiatan pencairan diri dengan kelompok sasaran, menggerakan
kelompok untuk melakukan perubahan dan pemantapan hubungan dengan kelompok
sasaran (Anwas, 2014). Tenaga kesehatan sebagai konselor diharapkan dapat
memberikan bantuan kepada remaja dalam membuat keputusan atau memecahkan suatu
masalah melalui pemahaman terhadap fakta-fakta, harapan, kebutuhan dan perasaan
remaja, sehingga diharapkan tenaga kesehatan dapat menjadi konselor yang baik
terutama dalam membimbing dan membina remaja dengan trik yang menarik.
Faktor yang berperan dalam pemberdayaan
remaja salah satunya adalah peran puskesmas dalam hal ini tenaga kesehatan yang
perannya sangat diharapkan dalam kegiatan pemberdayaan remaja terutama dalam
memonitor dan memfasilitasi kegiatan remaja. Tenaga kesehatan dapat mengukur
pelaksanaan program-program pemberdayaan dengan cara melihat jumlah sasaran
yang secara nyata tertarik untuk hadir dalam setiap pelaksanaan kegiatan,
mengamati frekuensi kehadiran kelompok sasaran remaja pada setiap pelaksanaan
kegiatan remaja, dan meningkatkan kemudahan penyelenggaraan program untuk
menarik minat remaja mengikuti kegiatan pemberdayaan. Penulis menganalisis
bahwa tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya dapat bekeja sama dengan
kader maupun dengan sekolah dalam meningkatkan parisipasi remaja, untuk dapat
mengikuti kegiatan pemberdayaan remaja sehingga upaya untuk meningkatkan
kemandirian remaja agar terhindar dari seks bebas maupun pergaulan remaja yang
salah. Kegiatan dapat dilakukan di dalam maupun luar gedung, baik itu di
sekolah maupun di wilayah tempat tinggal remaja, sehingga diharapkan dengan
adanya penyelenggaraan kegiatan remaja di dalam maupun luar gedung dapat
menigkatkan proses berjalannya kegiatan pemberdayaan.
2. Pengaruh
Peran Guru Terhadap Pemberdayaan Remaja Dalam Upaya Mencegah Seks Bebas Pada
Program PKPR
Hasil penelitian menunjukan bahwa
responden merespon dengan baik, pada variabel peran guru juga menunjukan angka
yang signifikan dengan nilai rho sebesar 0.307 atau 26.00% yang secara
statistic telah membuktikan adanya pengaruh variabel peran guru terhadap upaya pemberdayaan
remaja dalam upaya mencegah seks bebas pada program PKPR di Wilayah Kerja
Puskesmas Kesambi Kota Cirebon. Nilai
T statistic sebesar 3,872 dan signifikan pada α=5%, nilai T statistic tersebut berada di atas
nilai kritis (1,96), sehingga dapat disimpulkan bahwa peran guru juga mempunyai
pengaruh positif terhadap pemberdayaan remaja. Sedangkan untuk pengaruh tidak
langsung antara variabel peran guru terhadap pemberdayaan remaja dalam upaya
mencegah seks bebas pada program PKPR di Wilayah Kerja Puskesmas Kesambi Kota
Cirebon sebesar 0,54%.
Dari hasil penelitian, dapat dilihat bahwa
variabel peran guru tidak dipengaruhi oleh karakteristik responden karena hasil
uji Chi Square dengan tingkat
signifikansi 5% menunjukkan P-value (Asymp.Sig) > 0,05 yang menunjukan
sumber informasi tidak dipengaruhi oleh karakteristik responden.
Hasil penelitian ini diperkuat oleh teori yang
dikemukakan oleh Poerwanti Widodo bahwa peranan guru sangat penting dalam dunia
pendidikan karena selain berperan mentransfer ilmu pengetahuan ke peserta
didik, guru juga dituntut memberikan pendidikan karakter dan menjadi contoh
karakter yang baik bagi anak didiknya (Poerwanti, 2012).
Penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Leni A Manafe, dkk yang dalam salah satu variabel yang dikajinya meneliti
tentang pengaruh peran guru terhadap tindakan pencegahan HIV/AIDS pada siswa di
SMA Negeri 4 Manado yang menyebutkan bahwa peran guru mempunyai nilai yang
signifikan dengan p value = 0,012 (Manafe, 2014). Sehingga diharapkan sekolah melalui peran guru dapat
meningkatkan pemahaman remaja tentang seks bebas, kesehatan reproduksi dan
memotivasi remaja agar aktif terlibat dalam kegiatan pemberdayaan. Hal ini akan
memacu timbulnya minat dan kemandirian dalam diri remaja akan pentingnya
kesehatan reproduksi demi masa depan diri dan keluarganya. Dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang guru tentu
tidak lepas dari mendidik dan membimbing siswa, sehingga sebagai sorang
pendidik dan pembimbing diharapkan guru dapat menjadi
inisiator yang baik, menciptakan suasana belajar yang kondusif, memiliki
ide-ide kreatif terkait pemberdayaan remaja, dan mampu menumbuhkan motivasi
remaja dalam hal-hal postif.
3. Pengaruh
Peran Teman Sebaya Terhadap Pemberdayaan Remaja dalam Upaya Mencegah Seks Bebas
Pada Program PKPR
Variabel peran teman sebaya berpengaruh
terhadap pemberdayaan remaja, hal ini dapat dilihat dari hasil uji terhadap
koefisien parameter antara Peran teman sebaya terhadap pemberdayaan remaja menunjukkan
ada pengaruh positif, sedangkan nilai T-statistik
sebesar 4,538 dan signifikan pada alpha 5%, menunjukan
terdapat pengaruh langsung terhadap pemberdayaan remaja sebesar 0.180 atau
13,71%, sedangkan untuk pengaruh tidak langsung antara peran teman sebaya
terhadap pemberdayaan remaja dalam upaya mencegah seks sebesar 4,76%.
Dari hasil penelitian, dapat dilihat bahwa
variabel peran teman sebaya tidak dipengaruhi oleh karakteristik responden,
karena hasil uji Chi Square dengan
tingkat signifikansi 5% menunjukkan p-value > 0,05. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Leni A Manafe, dkk yang dalam salah satu variabel yang dikajinya
meneliti tentang pengaruh teman sebaya terhadap tindakan pencegahan HIV/AIDS
pada siswa di SMA Negeri 4 Manado yang menyebutkan bahwa peran teman sebaya
mempunyai nilai yang signifikan dengan p value = 0,001 (Manafe, 2014).
Teman sebaya memberikan sebuah dunia
tempat para remaja melakukan sosialisasi dalam suasana yang mereka ciptakan
sendiri. Hasil penelitian diperkuat oleh teori Agustiani yang
menyatakan bahwa remaja memiliki kecenderungan bahwa
teman sebaya adalah tempat untuk belajar bebas dari orang dewasa, belajar
menyesuaikan diri dengan standar kelompok, belajar berbagi rasa, bersikap
sportif, belajar menerima dan melaksanakan tanggung jawab (Kehidupan, 2011). Dengan berteman, seseorang dapat merasa lebih aman
karena secara tidak langsung seorang teman akan melindungi temannya dari apapun
yang dapat membahayakan temannya. Selain itu, sebuah pertemanan dapat dijadikan
sebagai adanya hubungan untuk saling berbagi dalam suka ataupun duka, saling
memberi dengan ikhlas, saling percaya, saling menghormati, dan saling
menghargai.
4. Pengaruh Motivasi Remaja Terhadap Pemberdayaan
Remaja Dalam Upaya Mencegah Seks Bebas Pada Program PKPR
Peran motivasi remaja berpengaruh positif
terhadap pemberdaya remaja dalam upaya mencegah seks bebas menunjukan hasil
uji� T
satistik diperoleh 3,017� maka nilai
t lebih besar dari t tabel yaitu 5% atau nilai t < 1,96
berarti terdapat pengaruh positif motivasi remaja terhadap pemberdayaan remaja
dalam upaya mencegah seks bebas. Model pengaruh motivasi remaja terhadap pemberdayaan
remaja memberikan nilai 0,253 yang dapat diinterpretasikan bahwa terdapat
pengaruh langsung antara motivasi remaja terhadap pemberdayaan remaja sebesar
21, 32% dan pengaruh tidak langsung sebesar 0.00%.
Dari hasil penelitian, dapat dilihat bahwa
variabel motivasi remaja tidak dipengaruhi oleh karakteristik responden, karena
hasil uji Chi Square dengan tingkat
signifikansi 5% menunjukkan P value (Asymp.Sig) > 0,05.
Hasil penelitian sejalan dengan teori lain yang menyatakan bahwa motivasi berpengaruh terhadap
pemberdayaan remaja dalam upaya mencegah seks bebas (Notoatmodjo, 2003). Kondisi remaja menggambarkan kesiapan remaja dalam
menerima pemberdayaan, keadaan remaja, kemauan untuk berubah, patisipasi
masyarakat/kelompok, serta motivasi diri sendiri dalam menjalankan proses
pemberdayaan. Jika tidak ada motivasi atau dorongan dalam diri remaja untuk
mensukseskan program pemberdayaan maka kegiatan pemberdayaan tidak akan
berjalan dengan baik, bahkan jika tidak ada motivasi dalam diri remaja terkait
dengan pencegahan seks bebas, maka menurut asumsi peneliti remaja tersebut
tidak dapat menjaga diri dan bertanggung jawab terhadap kesehatan reproduksinya
sendiri (Santrock, 2007).
5. Pengaruh
Variabel Peran Tenaga Kesehatan Terhadap Peran
Teman Sebaya pada Program PKPR
Variabel peran tenaga kesehatan
berpengaruh terhadap teman sebaya, hal ini dapat dilihat dari hasil uji terhadap
koefisien parameter antara peran tenaga kesehatan terhadap teman sebaya
menunjukkan ada pengaruh positif antara peran tenaga kesehatan terhadap teman
sebaya pada program PKPR di Wilayah Kerja Puskesmas Kesambi Kota Cirebon tahun
2017 sebesar 11,50%, dan nilai T-Statistik
2,079 signifikan pada α=5%.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan
oleh Nurfarida Kusumawati dengan judul rumah remaja sebagai model pemberdayaan
kesehatan reproduksi remaja, mengungkapkan bahwa faktor yang berperan dalam
pemberdayaan remaja adalah peran peer
educator (Pendidik Sebaya/Remaja). Hal ini dapat terjadi karena sebagai
seorang dengan tingkat usia dan kedewasaan yang sama dapat memberikan
konseling, KIE tentang kespro dan mendampingi dalam berobat ke pelayanan
kesehatan. Teman sebaya memberikan sebuah
dunia tempat para remaja melakukan sosialisasi dalam suasana yang mereka
ciptakan sendiri (Perry
dan Potter, 2015). Hal
ini membuktikan bahwa remaja lebih merasa nyaman ketika berbagi dengan teman
sebaya nya dibandingkan dengan orang yang lebih tua. Sehingga diharapkan di
wilayah kerja Puskesmas Kesambi, tenaga kesehatan dapat meningkatkan peran
teman sebaya sehingga banyak remaja yang dapat menangani kesehatannya secara
lebih leluasa dengan berbagi pada temannya, hal ini secara tidak langsung
membantu peran tenaga kesehatan untuk dapat memantau kesehatan remaja.
6. Pengaruh
Peran Tenaga Kesehatan Terhadap Motivasi Remaja Dalam Upaya Mencegah Seks Bebas
Pada Program PKPR
Variabel peran tenaga kesehatan terhadap
motivasi remaja menunjukkan terdapat pengaruh langsung antara peran tenaga kesehatan
terhadap motivasi remaja pada program PKPR sebesar 15,65% dan nilai T-statistic 3,358 signifikan pada α=5%.
Salah satu peran petugas kesehatan adalah
sebagai motivator (Perry dan Potter, 2015). Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap
pemberdayaan salah satunya adalah kesediaan suatu komunitas/kelompok untuk
dapat menerima pemberdayaan. Kesedian remaja dalam menerima pemberdayaan salah
satunya adalah dari remaja itu sendiri (Sumaryadi, 2005).
Motivasi merupakan persyaratan sehingga remaja dapat berpartisipasi, tanpa motivasi remaja
sulit untuk berpartisipasi di semua program. Timbulnya motivasi harus dari
dalam diri remaja sendiri dan pihak luar hanya memberikan dukungan saja (Notoatmodjo, 2003).
Cara selanjutnya adalah memotivasi dengan
bujukan (motivating by enticement,
yaitu cara memotivasi dengan bujukan atau memberi hadiah agar melakukan sesuatu
harapan yang memberikan motivasi. Hal ini dapat dilakukan tenaga kesehatan pada
forum-forum kegiatan, misalkan pemberian apresiasi pada remaja yang mampu
menjadi teladan bagi rekan-rekanya, pemberian penghargaan bagi kader remaja
berprestasi, dan masih banyak lagi yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan
untuk dapat meningktkan motivasi remaja.
Selanjutnya adalah memotivasi dengan
identifikasi (motivating by
identification on egoinvoiremen), yaitu cara memotivasi dengan menanamkan
kesadaran. Hal ini paling efektif dan efisien karena dengan menumbuhkan
kesadaran dalam diri remaja tentu akan lebih bermanfaat bagi remaja itu sendiri (Sumaryadi, 2005). Tenaga kesehatan dapat melakukan penyuluhan, promosi
kesehatan, kerjasama jejaring dengan sekolah dan pihak kepoilisian dalam
memaparkan materi seputar remaja, menjelaskan efek negative, dan postif dari
setiap kegiatan, sehingga remaja tahu dan menyadari pentingnya kesehatan
reproduksi, pencegahan seks bebas, dan lain sebagainya melalui kegiatan
pemberdayaan ini.
7. Pengaruh
Peran Tenaga Kesehatan Terhadap Peran Guru Dalam Upaya Mencegah Seks Bebas Pada
Program PKPR
Variabel peran tenaga kesehatan terhadap
peran guru menunjukkan terdapat pengaruh langsung antara tenaga kesehatan
terhadap peran guru pada program PKPR sebesar 61,45% dan nilai T-statistic 12,420 dan signifikan pada α=5%.
Menurut Cece Wijaya seorang guru bukan
satu-satunya penyampai informasi dan satu -
satunya sumber pengetahuan bagi peserta didik, guru hanya bertugas sebagai
pembangkit motivasi belajar siswa (Wijaya, Djadjuri, & Rusyan, 1991). Membimbing dalam hal ini dapat dikatakan sebagai
kegiatan menuntun anak didik dalam perkembangannya dengan jalan memberikan
lingkungan dan arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Dengan peningkatan
pengetahuan guru seputar remaja, dan peningkatan keterampilan guru dalam
membimbing dan mendidik siswa, seputar kesehatan maka dibutuhkan narasumber dan
pelatih, yaitu tenaga kesehatan, yang memami betul seputar kesehatan remaja,
sehingga di sekolah pun guru dapat terlibat aktif dan membimbing mahasiswa agar
dapat mencegah seks bebas, dan aktif dalam kegiatan pemberdayaan baik di
sekolah melalu PIK R, UKS atau di lingkungan
tempat tinggalnya.
Sebagaimana fungsi puskesmas sebagai pusat
penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat kegiatan pemberdayaan
masyarakat, pusat pelayanan kesehatan strata pertama dan pelayanan kesehatan
masyarakat, puskesmas memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat, karena itu tenaga kesehatan harus dapat melakukan tugas dan
kewajibannnya agar setiap fungsi puskesmas berjalan dengan baik, termasuk
melakukan pembinaan terhadap UKS yang berada di sekolah. Hal ini perlu kerja
sama antara tenaga kesehatan dan guru, maka semakin baik peran tenaga kesehatan
akan semakin baik pula peran guru dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya
terhadap peserta didik.
8. Pengaruh
Peran Guru Terhadap Peran Teman Sebaya Dalam Upaya Pencegahan Seks Bebas Pada
Program PKPR
Variabel peran guru terhadap peran teman
sebaya menunjukan terdapat pengaruh langsung antara variabel peran guru
terhadap teman sebaya pada program PKPR sebesar 44,22% dan nilai T statistic 7,194. Sebagaimana penelitian A. Saifah memperlihatkan adanya
pengaruh antara guru terhadap teman sebaya (Saifah, 2011). Guru tidak semata-mata hanya bertugas sebagai pengajar
yang melakukan transfer of knowledge,
tetapi juga sebagai pendidik yang melakukan transfer of values sekaligus
sebagai pembimbing yang bertugas memberikan arahan dan tuntunan bagi peserta
didiknya. Guru� memiliki� peran�
yang� sangat �penting�
dalam� pembelajaran. Peserta didik
memerlukan peran seorang guru untuk membantunya dalam proses perkembangan diri
dan� pengoptimalan� bakat�
dan� kemampuan� yang�
dimiliki peserta� didik.� Tanpa�
adanya� seorang� guru,�
mustahil� seorang� peserta�
didik� dapat mewujudkan� tujuan�
hidupnya� secara� optimal.�
Hal� ini� berdasar�
pada� pemikiran manusia �sebagai�
mahluk� sosial� yang�
selalu� memerlukan� bantuan�
orang� lain untuk mencukupi semua
kebutuhannya. Remaja akan lebih nyaman dengan teman sebayanya. Laursen menyatakan bahwa kelompok teman sebaya
yang positif memungkinkan remaja merasa diterima, memungkinkan remaja melakukan
katarsis, serta memungkinkan remaja menguji nilai-nilai baru dan
pandangan-pandangan baru. Lebih lanjut Laursen menegaskan bahwa kelompok teman
sebaya yang positif memberikan kesempatan kepada remaja untuk membantu orang
lain, dan mendorong remaja untuk mengembangkan jaringan kerja untuk saling
memberikan dorongan positif. Interaksi di antara teman sebaya dapat digunakan
untuk membentuk makna dan persepsi serta solusi-solusi baru (Laursen, 2005). Dengan guru membimbing dan mendidik diharapkan remaja
juga dapat belajar dari temannya yang telah mendapatkan arahan atau bimbingan
dari seorang guru, karena tidak sedikit remaja yang lebih mendengarkan temannya
dibandingkan guru atau orang tuanya.
9. Pengaruh
Peran Guru Terhadap Motivasi Remaja Dalam Upaya Mencegah Seks Bebas Pada
Program PKPR
Variabel peran guru terhadap motivasi
remaja menunjukkan terdapat pengaruh langsung antara peran guru terhadap
motivasi remaja pada program PKPR di wilayah kerja Puskesmas Kesambi Kota
Cirebon Tahun 2017 sebesar 40% dan nilai T statistic 7,347.
Menurut Prey Katz dalam Sardiman ada beberapa pendapat yang menyatakan
peranan guru sebagai kommunikator, sahabat yang dapat memberikan
nasihat-nasihat, motivator sebagai pemberi inspirasi dan motivasi, pembimbing
dalam pengembangan sikap dan tingkah laku serta nilai-nilai serta seseorang
yang menguasai bahan/materi yang diajarkan (AM, 2011). Peranan guru sebagai motivator ini sangat penting
dalam interaksi belajar mengajar, karena menyangkut esensi pekerjaan mendidik
yang membutuhkan kemahiran sosial, menyangkut penampilan dalam arti
personalisasi dan sosialisasi diri. Bukan hanya dalam proses belajar di kelas
tetapi juga pembelajaran di masyarakat, guru harus
bisa memotivasi peserta didik, termasuk dalam proses pemberdayaan remaja dalam
mencegah seks bebas. Guru memberikan motivasi agar peserta
didik mempunyai keinginan untuk menambah pengetahuan atau keterampilannya
mengenai hak-hak reproduksi melalui kegiatan pemberdayaan.
10. Pengaruh
Teman Sebaya Terhadap Motivasi Remaja Dalam Upaya Mencegah Seks Bebas Pada
Program PKPR
Variabel
teman sebaya berpengaruh teradap variabel motivasi remaja pada program PKPR di
wilayah kerja Puskesmas Kesambi Kota Cirebon Tahun 2017 sebesar 22,32% dan
nilai T statistic 5,585.
Teman sebaya juga memiliki peran yang
sangat penting bagi pencegahan kehamilan di kalangan remaja. Hubungan yang positif antara remaja dengan orang tua
dan juga dengan teman sebayanya merupakan hal yang sangat penting dalam
mengurangi kehamilan pada usia dini. Kaum remaja sering menyatakan bahwa teman
sebaya mereka merupakan salah satu sumber utama mengenai kesehatan seksual,
walaupun mereka mengetahui bahwa informasi tersebut tidak selalu akurat. Para
remaja lebih merasa nyaman membahas masalah-masalah seks dengan teman mereka
daripada guru atau tenaga kesehatan. Beberapa petugas kesehatan melaporkan
keberhasilan proyek pendidikan seks yang melibatkan teman sebaya dan tipe
pendekatan ini sebaiknya disertakan dalam program.
Memperhatikan pentingnya peran teman
sebaya, pengembangan lingkungan teman sebaya yang positif merupakan cara
efektif yang dapat ditempuh untuk mendukung perkembangan remaja. Dalam
kaitannya dengan keuntungan remaja memiliki kelompok teman sebaya yang positif,
Laursen menyatakan bahwa kelompok teman sebaya yang positif memungkinkan remaja
merasa diterima, memungkinkan remaja melakukan katarsis, serta memungkinkan
remaja menguji nilai-nilai baru dan pandangan-pandangan baru (Laursen, 2005). Dalam penelitian lain, mengungkapkan bahwa faktor
yang berperan dalam pemberdayaan remaja adalah peran peer educator (pendidik sebaya/remaja), dimana sebagai seorang
dengan tingkat usia dan kedewasaan yang sama dapat memberikan konseling, KIE
tentang kespro, mendampingi dalam berobat ke pelayanan kesehatan (Kusumawati, 2013). Hal ini membuktikan bahwa remaja lebih merasa nyaman
ketika berbagi dengan teman sebayanya dibandingkan dengan orang yang lebih tua.
Sehingga diharapkan di wilayah kerja Puskesmas lebih meningkatkan kegiatan
pelatihan untuk teman sebaya (peer
educator), sehingga banyak remaja yang dapat menangani kesehatannya secara
lebih leluasa dengan berbagi pada temannya.�
���� Kesimpulan
Hasil pengujian hipotesis dengan Structural
Equation Model (SEM) dengan metode smart PLS didapat temuan bahwa variabel
pemberdayaan remaja dalam upaya pencegahan seks bebas pada program PKPR
dipengaruhi oleh peran tenaga kesehatan peran guru, peran teman sebaya dan
motivasi remaja. Pengaruh langsung pemberdayaan remaja dalam upaya pencegahan
seks bebas sebesar 80,68% dan pengaruh tidak langsung sebesar 6,13%, dengan
variabel peran guru sebagai faktor dominan yang sangat mempengaruhi
pemberdayaan remaja dalam upaya pencegahan seks bebas pada program PKPR di
wilayah kerja Puskesmas Kesambi Kota Cirebon.
BIBLIOGRAFI
AM, S. (2011). Interaksi dan motivasi belajar
mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Anwas, M. (2014). Oos. Pemberdayaan Masyarakat Di Era
Global. Bandung: Alfabeta.
Bappenas. (2010). Kerentanan Remaja terhadap Penyakit HIV
and AIDS.
BKKBN. (2011). Program Keluarga Berencana di Indonesia
Tahun 2008-2011. Jakarta: BKKBN.
Depkes. (2016). Laporan Tahunan Departemen Kesehatan Kota
Cirebon.
Fashihullisan, M. (2014). MODEL PEMBERDAYAAN DALAM PENANGGULANAN
PERILAKU SEKS BEBAS PELAJAR DI PACITAN. Jurnal Penelitian Pendidikan, 6(2),
994�1005.
Ghozali, I. (2011). Structural Equation Modeling Metode
Alternatif Dengan Partial Least Square (PLS) Edisi 3, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro. Semarang.
Hurlock, E. B., Istiwidayanti, Sijabat, R. M., &
Soedjarwo. (1990). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang
rentang kehidupan. Erlangga, Jakarta.
Indonesia, D. S. (2014). Jumlah Penduduk menurut Kelompok
Umur, Jenis Kelamin, Provinsi dan Kabupaten/Kota, 2005. Diakses Tanggal,
30.
Kehidupan, R. (2011). Agustiani, Hendriati.(2006). Psikologi
Perkembangan �Pendekatan Ekologi kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian
Diri pada Remaja�. Bandung: PT Refika Aditama. Jurnal Psikologi Undip. Vol,
10(2).
Kusumawati, N. F. (2013). Rumah Remaja Sebagai Model
Pemberdayaan Kesehatan Reproduksi Remaja. Jurnal Promkes, 1(2),
153�163.
Laursen, E. K. (2005). Rather than fixing kids-build positive
peer cultures. Reclaiming Children and Youth, 14(3), 137.
Manafe, L. A. (2014). Hubungan antara Pengetahuan, Sikap,
Peran Guru, Media Informasi (Internet) dan Peran Teman Sebaya dengan Tindakan
Pencegahan HIV/AIDS pada Siswa di SMA Negeri 4 Manado. JIKMU, 4(4).
Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan perilaku kesehatan.
Nova Susana, Fitria Kasih, N. (2013). Pengaruh Perilaku
Teman Sebaya Terhadap Motivasi Belajar Peserta Didik di SMP Negeri 01 Ranah
Batahan Kabupaten Pasaman Barat.
Perry dan Potter. (2015). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan : Konsep,. Proses,dan Praktik.
Poerwanti, E. dan W. N. (2012). Perkembangan Peserta Didik.
Malang.
RI, D. K. (2005). Laporan Hasil Riset Kesehatan dasar
(Riskesdas) Indonesia. Jakarta.
RI, K. kesehatan. (2015). INFODATIN Pusat Data dan
Informasi Kemeterian Kesehatan RI Situasi Kesehatan Remaja. Jakarta.
Sahrudin, S. (2017). PERAN KONSEP DIRI, RELIGIUSITAS, DAN
POLA ASUH ISLAMI TERHADAP KECENDERUNGAN PERILAKU NAKAL REMAJA DI CIREBON. Syntax
Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(1), 50�62.
Saifah, A. (2011). Hubungan Peran keluarga, guru, teman
sebaya dan media massa dengan perilaku gizi anak usia sekolah dasar di wilayah
kerja Puskesmas Mabelopura Kota Palu. Universitas Indonesia.
Santrock, J. W. (2007). Perkembangan remaja. Jakarta:
Erlangga.
Solimun. (2008). Memahami Metode Kuantitatif Mutakhir
Structural Equation Modeling dan Partial Least Square. Program Studi
Statistika Fmipa, Universitas Brawijaya Malang.
Sumaryadi, I. N. (2005). Perencanaan pembangunan daerah
otonom dan pemberdayaan masyarakat. Citra Utama.
Wijaya, C., Djadjuri, D., & Rusyan, A. T. (1991). Upaya
pembaharuan dalam pendidikan dan pengajaran. PT Remaja Rosdakarya.