� ����� Syntax Literate : Jurnal
Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
������
e-ISSN: 2548-1398
������
Vol. 5, No. 4 April 2020
ANALISIS Penguasaan konsep dan
sikap REMAJA SEKOLAH terhadap kesehatan reproduksi
Maesaroh, Eka
Kartikawati dan Devi Anugrah
Unuversitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA (UHAMKA)
Email: [email protected], [email protected] dan
[email protected]
Abstract
Around 60 million people in Indonesia are
at a young age. This potential determines the progress and character of the
nation in the future. Globalization, can gives positive and negative impacts on
the growth and development of the younger generation. One of negative impact
such as deviant sexual behavior that occurs in various parts of the world which
is then known and can be imitated by young people in Indonesia. This research
is motivated by the many young people who feel taboo when talking or asking about
reproductive health. This can be caused by parents who feel ashamed, consider
it not important or do not clearly explain reproductive health to children. This
research aims to detect the understanding and opinions of school adolescents
about the concept of reproductive health. The method in this research is descriptive
with a quantitative approach. The results of the research are 69.9% of teenage
students who already know the basic concepts of reproduction in adolescents. There
were 30.1% among the research samples who did not know the basic concept of
reproduction. The percentage of female school adolescents is better at
understanding reproductive health knowledge. Around 1.8-11.5% of adolescents
expressed an agreed attitude towards premarital sexual behavior and sexual
abuse.
Keywords: school
teenagers, reproduction health and sexual deviant behavior
Abstrak
Sekitar 60 juta jumlah penduduk di Indonesia berada pada usia muda.
Potensi ini sangat menentukkan kemajuan dan karakter bangsa di masa depan.
Globalisasi, dapat memberikan dampak positif maupun negative terhadap
pertumbuhan dan perkembangan generasi muda. Salah satu dampak negatif misalnya
perilaku seksual menyimpang yang terjadi di berbagai belahan dunia yang
kemudian diketahui dan dapat ditiru oleh kalangan muda di Indonesia. Penelitian
ini dilatarbelakangi oleh banyaknya kalangan muda yang merasa tabu membicarakan
atau bertanya terkait dengan kesehatan reproduksi. Hal tersebut dapat
disebabkan orang tua yang merasa malu, menganggap tidak penting atau tidak
secara jelas menjelaskan kesehatan reproduksi kepada anak. Penelitian ini
bertujuan untuk mendeteksi pemahaman dan pendapat remaja sekolah tentang konsep kesehatan
reproduksi. Metode dalam penelitian ini yaitu deskriptif
dengan pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian yaitu
69,9% remaja pelajar telah mengetahui konsep dasar reproduksi pada remaja.
Terdapat 30,1% diantara sampel penelitian yang tidak mengetahui konsep dasar
reproduksi. Remaja sekolah perempuan secara persentase lebih baik dalam memahami pengetahuan
kesehatan reproduksi. Sekitar
1,8-11,5% remaja menyatakan sikap setuju terhadap perilaku seksual pranikah dan
penyimpangan seksual.
Kata kunci: remaja
sekolah, kesehatan reproduksi, perilaku penyimpangan seksual
Pendahuluan
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) menyatakan bahwa yang termasuk kategori remaja yaitu rentang usia 10-24 tahun dan belum menikah. Remaja
merupakan tahapan usia yang pada umumnya seseorang mengalami kematangan
reproduksi secara fisik maupun psikologi. Pengetahuan
tentang
kesehatan reproduksi dalam kehidupan
sehari-hari dapat menunjang pola hidup reproduksi yang sehat. Menurut WHO individu yang dapat
menentukan waktu dan cara melakukan reproduksi merupakan makna dari kesehatan
reproduksi. Terjadinya proses reproduksi yang terlalu cepat misalnya melalui
pernikahan dini, disebabkan kurangnya pengetahuan remaja tentang kesehatan
reproduksi (Puspikawati
& Megatsari, 2019).
Permasalahan kesehatan reproduksi pada remaja
mencakup kurangnya informasi yang akurat mengenai reproduksi sehat, pelayanan
kesehatan dan peratutan perundang-undangan yang kurang mendukung (Kartikasari
et al., 2019). Banyak remaja
memiliki hubungan yang kurang
stabil
dengan orangtua maupun orang dewasa lainnya merupakan penyebab mereka tidak memeroleh informasi
akurat tentang kesehatan reproduksi. Kurangnya akses terhadap pelayanan kesehatan
reproduksi yang terjangkau dan terjamin kerahasiaannya juga semakin membatasi
akses mereka untuk mendapat informasi yang tepat tentang kesehatan reproduksi (Maesaroh
et al., 2019). Hal tersebut selaras dengan hasil penelitian (Fatimah et al., 2019) bahwa remaja lebih merasa nyaman bercerita tentang
masalah kesehatan reproduksi kepada teman. Hasil
penelitian (Ernawati,
2018) menyatakan bahwa yang memengaruhi
pengetahuan kesehatan reproduksi remaja pada kategori baik salah satunya yaitu
pemanfaatan orangtua sebagai sumber informasi. Banyaknya resiko pada kesehatan reproduksi khususnya
remaja sekolah mendorong kami untuk melakukan analisis tentang penguasaan
konsep dan sikap remaja sekolah terhadap kesehatan reproduksi di wilayah
kabupaten Bekasi.
Metode
Penelitian
Penelitian dilaksanakan secara deskriptif untuk memperoleh gambaran tentang
pengetahuan dan sikap remaja sekolah di kabupaten Bekasi sesuai dengan keadaan
sebenarnya (Soendari, 2010). Pendekatan kuantitatif dilakukan untuk memperoleh
data primer hasil penelitian dalam bentuk angka (Mulyadi, 2013). Sampel penelitian sebanyak 167 orang remaja sekolah
tersebar di lima SMA dan SMK negeri maupun swasta dengan kelas X, XI, dan XII di
Kabupaten Bekasi.
Hasil
dan Pembahasan
Pada bagian ini
berisi tentang tingkat pengetahuan reproduksi pada remaja yang diperoleh
melalui hasil kuesioner.
Secara keseluruhan kuesioner berisi 10 pernyataan positif maupun negatif yang
harus diisi responden remaja untuk diketahui tingkat pengetahuannya tentang
reproduksi pada perempuan dan laki-laki. Berdasarkan 174 orang remaja sekolah
di Bekasi yang telah menjadi responden, berikut data tingkat pengetahuan remaja
tentang reproduksi.
Gambar 1 Tingkat
Pengetahuan Reproduksi Remaja Sekolah
Berdasarkan
data grafik di atas diketahui bahwa pada pernyataan 1) sebanyak 86% remaja telah mengetahui bahwa mimpi basah adalah salah satu ciri seks primer
pada remaja laki-laki dan sebanyak 14% belum mengetahuinya.
Pada pernyataan 2)
sebanyak 92% remaja menjawab dengan benar tentang ciri-ciri seks primer pada
remaja perempuan, namun masih terdapat 8% remaja pelajar yang tidak menjawab
dengan benar. Pada pertanyaan ke -3 sebanyak 94% remaja sekolah menjawab dengan benar tentang definisi
menstruasi �dan 6% sisanya menjawab
salah. Pada pernyataan 4)
sebanyak 92% remaja sekolah menjawab
benar bahwa perkembangan organ reproduksi mereka memengaruhi hormone dan
ketertarikan terhadap lawan jenis sedangkan 8% sisanya
tidak mengetahui hal tersebut. Sebanyak 37% remaja mengetahui fungsi seksual
remaja perempuan relatif lebih cepat matang dari pada remaja laki-laki,
sedangkan 63% remaja sisanya menjawab salah pernyataan 5). Pada pernyataan 6)
hanya 37% remaja sekolah yang
mengetahui
bahwa masturbasi merupakan perilaku seks pranikah beresiko dan 63% remaja tidak
mengetahuinya. Pada pernyataan 7)
sebanyak
33% remaja menyatakan benar bahwa
perilaku berkencan, berpegangan tangan dengan lawan jenis
termasuk jenis seks pranikah, dan 67% sisanya berpendapat salah atau tidak
menyetujui pernyataan tersebut. Remaja sekolah sebanyak 60% dinyatakan mengetahui
bahwa melakukan hubungan seks dapat menyebabkan kehamilan walau hanya sekali,
namun sisanya sebanyak 40% tidak membenarkan pernyataan 8) tersebut. Pada
pernyataan 9)
diketahui sebanyak 71% remaja mengetahui bahwa penyakit HIV dan AIDS merupakan salah satu dampak dari
perilaku seks pranikah, dan 29% sisanya tidak mengetahui hal tersebut. Pada
pernyataan ke 10)
diketahui bahwa sebanyak 97% remaja mengetahui perilaku berganti pasangan seks
dapat menyebabkan
HIV dan AIDS sedangkan 3% remaja sisanya menjawab salah pada pernyataan
tersebut.
Pada hasil penelitian diketahui lebih dari separuh sampel populasi
atau tepatnya 69,9% remaja pelajar di Bekasi telah menguasai dengan baik konsep
dasar reproduksi pada remaja. Hal ini hamper sama dengan penelitian (Firdaus
& Astutik, 2019) bahwa 68 % remaja perempuan tingkat SMP
memiliki pengetahuan baik tentang kesehatan reproduksi perempuan. Namun masih terdapat 30,1% diantara sampel penelitian yang tidak
mengetahui beberapa konsep dasar reproduksi. Misalnya untuk ciri-ciri seks
primer pada laki-laki, terdapat 14% sampel yang
tidak mengetahui sedangkan pada ciri perkembangan seks primer pada remaja
perempuan terdapat 8% saja pelajar yang menjawab salah. Hal ini diasumsikan
terjadi pada sampel yang menjawab salah pernyataan tersebut karena mereka
berjenis kelamin perempuan untuk pernyataan ciri seks pada remaja laki-laki dan
begitu juga sebaliknya untuk ciri perkembangan seks pada remaja perempuan.
Remaja perempuan maupun laki-laki tersebut menjawab salah karena mereka tidak
mengalami dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka melupakan konsep
tanda-tanda perkembangan seks primer pada laki-laki maupun perempuan.
Pada pernyataan tentang definisi menstruasi dan pengaruh
perkembangan organ seksual terhadap minat remaja kepada lawan jenis yang
terdapat pada nomor 3 dan 4 hampir seluruh sampel remja menjawab dengan benar
yaitu sebanyak 94% dan 92%. Saat mengetahui makna tentang mesntuasi, diharapkan remaja dapat
menjaga kebersihan organ reproduksi saat menstruasi (Nurulicha,
2019). Berbeda
halnya dengan pernyataan nomer 5 dan 6 hanya 37% remaja yang menjawab benar,
lebih dari setengah sampel remaja sekolah tidak
mengetahui bahwa masturbasi dan onani merupakan perilaku
seks pranikah yang beresiko. Ketidaktahuan remaja tersebut dapat berpengaruh
terhadap perilaku seksual mereka, remaja dapat melakukan kegiatan masturbasi
atau onani karena mereka menganggap kegiatan tersebut tidak beresiko bagi
kesehatan dan kehidupan mereka. Hal tersebut tidak benar, masturbasi yang
dilakukan perpempuan dan laki-laki memiliki resiko kesehatan apalagi bagi yang
belum menikah, dapat berupa: a) menimbulkan nyeri pada kelamin luar, b) merusak
selaput dara, c)
melemahkan syahwat atau hipoten saat telah berumah tangga, d) menganggu ejakulasi
secara normal, e) menurunkan kecerdasan otak baik hard skills maupun soft
skills karena selalu berkhayal atau berpikiran jorok, f) lemahnya daya
tahan tubuh jika terlalu banyak keluar sperma, g) kemungkinan terserang kanker
prostat di usia senja semakin besar, h) dapat mengalami insomnia, i) pada tahap
kronis dapat terjadi sperma keluar dengan sendirinya saat mereka menahan atau tidak melakukan onani, hal
ini terjadi karena sudah otak sudah tidak dapat mengontrolnya, j)
karakter tempramental
atau gampang marah, umumnya dilampiaskan dengan onani/masturbasi, dan k)
menganggu kehidupan sosial.
Berdasarkan data kuesioner selanjutnya, 67% remaja menganggap perilaku berkencan, berpegangan tangan dengan lawan
jenis bukan termasuk jenis seks pranikah. Selain itu, sebanyak 40% remaja sekolah membenarkan
jika melakukan hubungan seks tidak menyebabkan kehamilan jika hanya satu kali.
Sebanyak 29% remaja pelajar tidak mengetahui penyakit HIV dan AIDS dapat diakibatkan kegiatan
seksual pranikah. Terdapat 3% remaja sekolah tidak mengetahui kegiatan berganti pasangan seks
tidak secara aman dapat tertular penyakit HIV dan AIDS.
Berdasarkan (BKKBN, 2006) hal di
atas keliru. Bentuk perilaku seksual bermacam-macam mulai dari tahapan bergandengan tangan, berpelukan, bercumbu, bercumbu berat sampai dengan tahap kegiatan berhubungan seks. Selanjutnya dijelaskan� bahwa perilaku seks
yang tanpa mengakibatkan terjadinya pertukaran cairan vagina dengan
cairan sperma merupakan
perilaku seks aman, misalnya kategori bergandengan
tangan, berpelukan, dan berciuman. Telah dijelaskan pula bahwa kegiatan seks
tanpa menggunakan �pengaman� bukan
termasuk perilaku seks aman dari kehamilan dan Penyakit Menular Seksual termasuk
di dalamnya HIV dan AIDS.
Hasil
kuesioner selanjutnya menunjukkan skala sikap remaja terhadap kesehatan
reproduksi mereka. Terdapat 10 pernyataan yang digunakan untuk mengetahui
kecenderungan sikap remaja laki-laki dan perempuan terhadap kesehatan reproduksi.
Setiap pernyataan memiliki empat pilihan jawaban sikap yaitu: sangat tidak
setuju (STS), tidak setuju (TS), setuju (S), dan sangat setuju (SS). Berikut
merupakan hasil kuesioner pernyataan sikap remaja laki-laki dan perempuan
terhadap kesehatan reproduksi.
Tabel 1 Data Skala Sikap Remaja terhadap
Kesehatan Reproduksi
No. |
Pernyataan |
Persentase
Jawaban (%) |
|||
STS |
TS |
S |
SS |
||
1. |
Hubungan seks boleh dilakukan� sebelum menikah asalkan suka sama suka |
66.5 |
28.8 |
2.9 |
1.8 |
2. |
Setiap orang dapat melakukan hubungan
seks berganti-ganti pasangan |
68.0 |
30.2 |
1.7 |
0.0 |
3. |
Perempuan dan laki-laki harus menunggu dewasa dan
menikah sebelum melakukan hubungan seksual |
2.9 |
1.2 |
41.0 |
54.9 |
4. |
Tindakan aborsi/menggugurkan kandungan adalah dosa |
11.5 |
5.2 |
23.6 |
59.8 |
5. |
Pendidikan tentang kesehatan reproduksi tidak perlu disampaikan di sekolah
secara formal |
8.8 |
39.2 |
41.5 |
10.5 |
6. |
Remaja boleh melakukan onani/masturbasi |
26.0 |
50.9 |
17.9 |
5.2 |
7. |
Hubungan seks sebelum menikah merupakan pergaulan
modern |
52.7 |
36.1 |
7.7 |
3.6 |
8. |
Hubungan seks sebelum menikah adalah dosa bagi agama
yang kamu anut |
9.2 |
9.8 |
20.2 |
60.7 |
9. |
Ciuman, belaian, dan pelukan dari seorang pacar
adalah ungkapan sayang |
39.7 |
41.4 |
13.2 |
5.7 |
10. |
Untuk menjaga keutuhan hubungan, saya tidak akan
menghindari bila pacar melakukan perabaan pada daerah erogen/erotis |
56.1 |
20.2 |
13.9 |
9.8 |
�
Berdasarkan
Tabel 1 dapat diketahui skala kecenderungan sikap remaja terhadap kesehatan
reproduksi yaitu pada peryataan 1 dengan persentase 66,5% menyatakan sangat
tidak setuju jika hubungan seks dapat dilakukan sebelum menikah. Pada
pernyataan 2 remaja menunjukkan sikap sangat tidak setuju dengan persentase 68%
jika setiap orang dapat berganti-ganti pasangan dalam hubungan seks. Pada
pernyataan ke 3 sebanyak 54,9% remaja sekolah menyatakan sangat setuju dengan
pernyataan perempuan dan laki-laki harus menunggu dewasa dan menikah. Pada
pernyataan ke 4 sebanyak 59,8% remaja sekolah menyatakan sangat setuju dengan
pernyataan tindakan aborsi atau menggugurkan kandungan adalah dosa. Sebanyak
41,5% remaja sekolah menyatakan setuju dengan pernyatan 5 bahwa pendidikan
kesehatan reproduksi tidak perlu disampaikan di sekolah, sedangkan 39,2% remaja
menyatakan tidak setuju jika kesehatan reproduksi tidak perlu disampaikan di
sekolah. Sebanyak 50,9% remaja tidak menyetujui jika remaja dapat melakukan
onani atau masturbasi yang diketahui melalui pernyataan 6. Pada pernyataan 7
sebanyak 52,7% remaja bersikap sangat tidak setuju dengan kalimat hubungan seks
sebelum menikah merupakan pergaulan modern. Pada pernyataan 8 yang berisi
berhubungan seks sebelum menikah adalah dosa bagi agaman yang kamu anut,
sebanyak 60,7% remaja pelajar menyatakan sangat setuju. Pada pernyataan 9
sebanyak 41,4% remaja bersikap tidak setuju bahwa ciuman, belaian, dan pelukan
dari seorang pacar adalah ungkapan sayang, sedangkan pada persentase tertinggi
ke dua yaitu sebanyak 39,7% menyatakan sangat tidak setuju. Pada pernyataan ke
10 sebanyak 56,1% remaja bersikap sangat tidak setuju pada pernyataan untuk
menjaga keutuhan hubungan, saya tidak akan menghindari bila pacar melakukan
perabaan pada daerah erogen.
Data penelitian tentang sikap
remaja terhadap kesehatan reproduksi dapat mencerminkan perilaku seksual mereka
dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan KBBI (2017) sikap merupkan perbuatan
yang berdasarkan pada pendirian dan keyakinan. Pernyataan sikap yang
ditunjukkan remaja pada kuesioner penelitian merupakan pendirian dan keyakinan
mereka terhadap suatu peristiwa.
Berdasarkan hasil penelitian
pada Tabel 1 diketahui terdapat 1,8% remaja sekolah di Bekasi menyatakan sikap sangat setuju jika hubungan seks boleh
dilakukan� sebelum menikah asalkan suka
sama suka. Sejalan
dengan hasil penelitian (Sanisahhuri, 2019) bahwa terdapat 58 % siswa/ siswi
tingkat SMA yang memiliki perilaku seksual ringan dan 48 % diantaranya
berpengetahuan kurang tentang eehatan reproduksi. Hal ini seyogyanya menjadi perhatian untuk orangtua, keluarga,
guru di sekolah, dan masyarakat. Penyebab yang dapat memengaruhi sikap remaja
merupakan kompilasi dari keluarga, landasan ajaran agama, dan lingkungan.
Terdapat 2,9% sampel
penelitian menyatakan sikap sangat tidak setuju jka perempuan dan laki-laki harus
menunggu dewasa dan menikah sebelum melakukan hubungan seksual. Sebanyak 11,5%
remaja menyatakan sangat tidak setuju dengan pernyataan tindakan aborsi atau
menggugurkan kandungan adalah dosa. Selain itu, 10,5% remaja sangat setuju
pendidikan tentang kesehatan reproduksi tidak
perlu disampaikan di sekolah secara formal. Sebanyan 5,2% remaja menyatakan
sangat setuju pada pernyataan remaja boleh melakukan onani/masturbasi. Sejumlah
3,6% remaja sangat setuju hubungan seks sebelum menikah merupakan pergaulan
modern. Terdapat 9,2% remaja menyatakan sangat tidak setuju hubungan seks
sebelum menikah adalah dosa bagi agama. Selain itu, 5,7% remaja bersikap sangat
setuju jika ciuman, belaian, dan pelukan dari seorang pacar adalah ungkapan
sayang. Sedangkan 9,8% remaja menyatakan sangat setuju untuk menjaga keutuhan
hubungan, saya tidak akan menghindari bila pacar melakukan perabaan pada daerah
intim.
Hasil penelitian di atas menunjukkan proess
telah terkikisnya rasa malu pada diri sebagian remaja sekolah. Salah satu penyebab
degradasinya moral remaja yaitu pornografi yang dengan mudah dapat diakses.
Paparan pornografi telah memberikan pengaruh terhadap jumlah remaja yang
teridentifikasi mengalami penyimpangan seksual. Bangunan moral remaja dapat
diluluhlantakkan dengan mudah oleh pornografi. Menurut (Isti, 2004) nafsu merupakan sumber
energi yang mengerakkan manusia ke arah sifat kebinatangan. Namun Allah SWT
menciptakan rasa malu dan akal untuk memelihara sifat kemanusiaan. Dengan
akalnya, manusia dapat mengendalikan nafsu untuk meningkatkan kualitas hidup. Penanaman landasan agama
kepada remaja sejak mereka kanak-kanak merupakan upaya sungguh-sungguh yang
dapat dilakukan orangtua untuk membentengi hati, pikiran dan perilaku remaja
dari perilaku seksual yang menyimpang. Agama merupakan peraturan
berdimensi vertikal dan horizontal dari Tuhan Yang Maha Esa yang mampu memberi
dorongan terhadap jiwa manusia yang berakal agar berpedoman menurut peraturan
Tuhan dengan kehendaknya sendiri tanpa dipengaruhi (Sudarsono, 2004)
Lingkungan sekitar dapat memberikan dampak
yang sangat besar terhadap sikap remaja terhadap kesehatan reproduksi. Melalui pendidikan reproduksi pengetahuan tentang
kesehatan reproduksi remaja� pra nikah
dapat meningkat (Indah et al., 2018; Cahyani, 2019; Kismoyo,
2015). Pendidikan reproduksi pada remaja sangat efektif
apabila disampaikan oleh orang terdekat mereka. Peran
orangtua, masyarakat dan guru sebagai pembimbing sangat dibutuhkan dalam hal
ini untuk mencegah perilaku penyimpangan seksual pada remaja.
�������
Kesimpulan
Hasil
penelitian menunjukkan sebanyak 69,9% remaja pelajar
di Bekasi telah mengetahui konsep dasar reproduksi pada remaja. Terdapat 30,1%
diantara sampel penelitian yang tidak mengetahui beberapa konsep dasar
reproduksi.
Remaja sekolah perempuan secara persentase lebih baik dalam memahami
pengetahuan kesehatan reproduksi. Hal ini sejalan dengan hasil survei demografi
dan kesehatan Indonesia tahun 2017 bahwa kepedulianlaki-laki
terhadap kesehatan reproduksi
relative lebih rendah karena 72 % pria kawin umur 15-54 merokok,
63 % diantaranya
merokok setiap hari. Sekitar 1,8-11,5% remaja menyatakan sikap setuju terhadap perilaku
seksual pranikah dan penyimpangan seksual.
BIBLIOGRAFI
BKKBN. (2006). Buku Saku Bagi Petugas Lapangan Program KB Nasional
Materi.
Ernawati, H. (2018). Pengetahuan kesehatan reproduksi remaja
di daerah pedesaan. Indonesian Journal for Health Sciences, 2(1),
58�64.
Fatimah, S., Harahap, W., Pandiangan, A. T. M., &
Julianda, J. (2019). Pengaruh Pembentukan Peer Educator Terhadap Pengetahuan
Kespro Pada Remaja. Prosiding Seminar Nasional: Pertemuan Ilmiah Tahunan
Politeknik Kesehatan Karya Husada Yogyakarta, 1(1), 146�161.
Firdaus, H., & Astutik, E. (2019). Gambaran Pengetahuan
Sikap Dan Perilaku Personal Hygiene Organ Genitalia Eksterna Siswi Smp Di
Kabupaten Banyuwangi Tahun 2017. Journal of Public Health Research and
Community Health Development, 2(1), 52�59.
Indah, H. P., Andalas, U., Barat, S., Harly, K., Indah, P.,
& Harlypratiwigmailcom, E. (2018). Efektifitas Konseling Kesehatan
Reproduksi Terhadap Peningkatan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Pasangan Calon
Pengantin di KUA Kota Padang Bagian Obstetri dan Ginekologi , Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas , Padang , Subbagian Obstetri Sosial , Ba. 2.
Isti, B. M. (2004). Remaja Dirantai Birahi (Kupas Tuntas
Pornografi dalam Perspektif Islam). Pustaka Ulumudin.
Kartikasari, D., Ariwinanti, D., & Hapsari, A. (2019). Gambaran
pengetahuan kesehatan reproduksi siswa smk wisnuwardhana kota malang. Preventia,
1�6.
Maesaroh, M., Kartikawati, E., & Anugrah, D. (2019). Perspektif
Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi Sebagai Upaya Pencegahan Penyimpangan
Perilaku Seksual Di Kabupaten Bekasi. Florea: Jurnal Biologi Dan
Pembelajarannya, 6(1), 36�44.
Mulyadi, M. (2013). Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif
Serta Pemikiran Dasar Menggabungkannya. Jurnal Studi Komunikasi Dan Media,
15(1), 128. https://doi.org/10.31445/jskm.2011.150106
Nurulicha, S. P. D. K. W. (2019). Perbedaan Pengetahuan,
Sikap, Sumber Informasi Dan Faktor Lainnya Pada Personal Hygiene Saat
Menstruasi. Jurnal Kesehatan Dan Kebidanan (Journal Of Health And Midwifery),
8(1), 1�13.
Puspikawati, S. I., & Megatsari, H. (2019). Pengaruh
Pendidikan Sebaya Terhadap Pengetahuan Kesehatan Repoduksi Remaja Di Karang
Taruna Kabupaten Banyuwangi. Journal of Public Health Research and Community
Health Development, 1(2), 80�88.
Soendari, T. (2010). Metode Penelitian Deskriptif. Metode
Penelitian Deskriptif, 1�25.
Sudarsono. (2004). Kenakalan Remaja. PT. Rineka Cipta.