Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN:
2548-1398
Vol. 7, No. 12, Desember 2022
PENDEKATAN
DAKWAH DALAM MEMBANGUN MENTAL MASYARAKAT KOTA SURAKARTA
Mukhlis
Fathurrohman
Institute Islam Mambaul Ulum Surakarta, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Secara
substansial, dakwah agama dapat dibagi menjadi dua agen. Mereka adalah agen pelayanan sosial dan agen perubahan sosial.
Sebagai agen bakti sosial, dakwah agama mencoba memperbaiki sistem kehidupan
manusia dalam Islam melalui proses amar ma'ruf dan nahi munkar. Dakwah agama
sebagai agen perubahan sosial adalah perubahan situasi dan kondisi umat Islam
dari keterbelakangan, kebodohan, keterpurukan, ateisme, tirani, ketuhanan, dan
masih banyak lagi yang harus diperbaiki atau dialihkan menuju kemajuan
kebijaksanaan, kemakmuran, keimanan, keteraturan, dan masih banyak lagi. Kota
Surakarta merupakan salah satu kota yang memiliki
kejayaan dan sejarah emas Islam sebelum kemerdekaan RI dan awal kemerdekaan.
Keinginan masa depan Kota Surakarta adalah kembali ke Kota Solo seperti masa
lalu, sehingga kejayaan Islam harus dibangun dengan revitalisasi peran dakwah
agama dalam membangun Kota Surakarta. Kondisi Kota Surakarta
sangat beragam. Perlu kreativitas menyampaikan pijatan
dakwah keagamaan, sehingga dapat menciptakan nilai teori Islam di masyarakat.
Beberapa metode dan fenomenologi dalam membangun Kota Surakarta, yaitu :
Fungsional Integratif, Dialog, Pendekatan Budaya, Pendekatan Fisiologi,
Pendekatan Politik, Kerjasama antar Lembaga, dan Membangun Opini Publik.
Kata
Kunci:
Dakwah, Mental Masyarakat, Pelayanan Social.
Abstract
Substantially,
religious proselytizing can be divided into two agents. They are agent of
social service and agent of social change. As the agent of social service,
religious proselytizing tries to fix the system of human live in Islamic
through the process of amar ma�ruf and nahi munkar. Religious proselytizing as
the agent of social change is changing situation and condition of moslems from
underdevelopment, ignorance, destitution, atheism, tyranny, godlessness, and
many more which is to be fixed or diverted toward the progress of wisdom,
prosperity, faith, orderliness, and many more. Surakarta City is one of city
where has glory and golden history of Islam before the freedom of RI and
beginning of freedom. The desire of the future of Surakarta City is to go back
at Solo City like the past time, so that the glory of Islam must be built with
revitalization the role of religious proselytizing in building Surakarta City.
The condition of Surakarta City is very diverse. It
needs creativity of delivering the massage of religious proselytizing, so that
it can create the value of Islam theory in the society. Some of method and
phenomenological in building Surakarta City, namely : Integrative Functional,
Dialogue, Cultural Approach, Physiology Approach, Political Approach,
Cooperation between the Institutions, and�
Building Public Opinion.
Keywords: Proselytizing, Mentality of Society, Social Services.
Pendahuluan
Dakwah adalah aktualisasi imani, yang di manivestasikan
dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan yang
dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berfikir dan
bertindak manusia pada dataran kenyataan terwujudnya ajaran islam dalam semua
kehidupan dengan menggunakan cara-cara tertentu (Riva & Bukhari, 2020).
Dakwah adalah proses menjadikan perilaku seorang muslim
untuk menjalankan Islam sebagai agama rahmatan lil alamin yang harus
didakwahkan kepada seluruh manusia, yang dalam prosesnya melibatkan unsur dai
(subjek), maddah (materi), thariqah (metode), washilah (media), dan madu
(objek) dalam mencapi tujuan dakwah yang melekat dengan Islam yaitu mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat (Zaini, 2013)
Dakwah pada hakekatnya merupakan proses rekonstruksi
sosial dalam arti yanng luas yang sesuai dengan tuntunan islam, maka cakupan
dakwah meliputi seluruh dimensi kehidupan manusia, yang meliputi kesejahteraan
sosial, pendidikan, kehidupan budaya dan lain-lain (Fathul Jannah, 2021)
Oleh
sebab itu secara subtansial, dakwah adalah agent of sosial service sekaligus
sebagai agent of social change. Sebagai agent of
social service dakwah berusaha untuk memperbaiki tata kehidupan manusia secara
Islami melalui proses amar ma�ruf dan nahi munkar. Sedang sebagai agent of
social change adalah merubah situasi dan kondisi umat manusia dari
keterbelakangan, kebodohan, kemiskinan, kekufuran, kedzaliman kefasikan dan
sederet kejelekan� lainnya untuk di perbaiki
atau dialihkan menuju kemajuan kearifan, kesejahteraan, keimanan, keteraturan,
dan sederet kebaikan lainnya (Mu�ti, 2019).
Aktualiasai
dakwah dalam arti upaya dan usaha menyempurnakan dan memperbaiki cara
menyampaikan ajaran islam ini, tiada dapat lepas dari penelitian tentang
perkembangan sosio budaya manusia sebagai obyek dakwah (Fitriani, 2021). Perkembangan dan perubahan budaya manusia di maksud menunjukkan
kepada yang dinamis, yang senantiasa meliputi perubahan pergeseran.
Bahkan untuk abad terakhir ini perkembangan itu tidak bersifat evolotif, akan tetapi justru merupakan loncatan-loncatan yangn amat
tajam. Perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang perwujudannya berupa
industri alisasi, merupakan cirri khusus dari perkembangnan mutakhir (Wicaksono, 2017). Ketertutupan
dalam berbagai bidang kehidupan bergeser pada keterbukaan dalam artian yang luas,
sehingga menimbulkan cara memandang manusia� terhadap
tantangan dunia yang di hadapi. Sesuai dengan karakteristik yang ilmiyah
teknologis, maka terdapat kecenderungan manusia dalam memandang dan
menyelesaikan masalah yang ada harus secara bijaksana dan tepat guna bagi
masyarakat (Arif, 2017).
Kota
Surakarta adalah sebagai pusat kota teramai ke dua di Jawa Tengah, dengan
berbagai macam potensi yang dimilikinya, tentunya juga memiliki berbagai macam
permasalahan sosial yang ada,� mulai dari
latar belakang sosio kultural seperti kelompok elit, santri, abangan, kelompok
marginal dan kelompok urban (Kusuma et al., 2020). Begitu juga
kelompok-kelompok dalam pemahaman beragama Islam sangat beragam yang ada di
kota Surakarta ini antara lain : Kelompok Radikal, Kelompok Liberal, Kelompok
Kultural dan Tradisional, Kelompok Moderat, Kelompok Eksklusif dan lain
sebagainya. Tetapi juga memiliki kearifan local yang berbeda dengan kota yang lain di Jawa Tengah. Sehingga kompleksitas
permasalahan permasalahan obyek dakwah di kota Surakarta mengeharuskan para
Penyuluh Agama, Da�i,� Mubaligh, Ulama,
dan Kyai, memiliki berbagai pengembangan metode dan pendekatan dalam berdakwah
secara kreatif, sehingga pesan dakwah dapat sampai dan diterima masyarakat dan
berpengaruh pada kehidupannya dengan baik. Oleh karenanya penulis ingin
menyajikan berbagai macam pengalaman yang pernah diterapkan dalam melaksanakan
tugas memberikan bimbingan, penyuluhan dan pembangunan melalui bahasa agama di kota Surakarta dapat diterima dengan baik.
Metode Penelitian
Metode
dakwah adalah salah satu unsur penting dalam meraih efektivitas dakwah.
Karena dakwah itu adalah tugas mengembangkan islam, maka perlu sekali merujuk
masalah metode yang terdapat dalam Al-Qur�an (Munir, 2021). Lebih jelasnya juga kita mengamati praktek-praktek pengemban amanat
dakwah itu sendiri yaitu Rasullah SAW dalam melaksanakan tugas dakwahnya.
Jadi metode dakwah bil hikmah adalah suatu cara yang digunakan dalam upaya
membawa orang lain kepada ajaran islam yakni dengan menggunakan argumentasi
yang pasti, bahasa yang menyentuh hati dengan pendekatan ilmu dan akal (Somantri, 2017). Sehingga dakwah dengan metode ini dapat diterima oleh para ilmuwan,
cendikiawan dan intelektual. Hal ini sejalan dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Abdul al-Wahab Kahili, bahwa metode dakwah bil hikmah
merupakan pengetahuan yang paling tinggi dan mengungkapkan bahwa metode ini
juga bersifat filosof yang dapat menundukkan akal dan tidak ada yang dapat
melebihi kedudukan terhadapnya.
Hasil dan Pembahasan
A. Kondisi Obyek Dakwah Di Kota
Surakarta
Potret obyek garapan dakwah di kota Surakarta tidak
bias lepas dengan kondisi sejarah perkembangan kota Surakarta yang telah
melekat dengan situasi tradisi, adat istiadat, kultur dan budaya masyarakat
Kota Surakarta dengan segala perubahan karena adanya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, oleh karenanya kami ingin� membagi dua tinjauan dan latar belakang yaitu
:
1. Karakteristik
Masyarakat Kota Surakarta Sebagai Obyek Dakwah.
Kondisi sosio kultural masyarakat kota Surakarta
pada umumnya bercirikhas sopan santun, beradab, solidaritas tinggi, sebagaimana
istilah falsafah jawa � Wong Jowo Yen Dipangu Mati � artinya kalau orang jawa
di hargai, di hormati, di orangkan, maka akan mati maksudnya akan menerima
semua pesan yang disampaikan. Misalnya ketika relokasi tempat tinggal atau
pedagang kaki lima, oleh Walikota disediakan tempat
baru dan di selenggarakan upacara boyongan atau pindahan dengan berbagai macam
upacara adat seperti; pakaiannya, diarak pakai kereta dan lain sebagainya,
sehingga inilah merupakan kearifan local di kota Surakarta. Adapun kelompok �
kelompok masyarakat yang ada di kota Surakarta dapat di kategorikan kedalam
beberapa kelompok antara lain :
a. Kelompok
Elit
Kelompok elit di kota Surakarta berkembang
eksistensinya tampak dalam aktivitas keseharian di masyarakat, kelompok elit
ini biasanya dikategorikan kelompok � kelompok kelas atas, misalnya ; kelompok
elit politik maksudnya para pimpinan politik, kelompok elit birokrasi atau para
pejabat, ada juga kelompok elit pengusaha,�
konglongmerat, dan punggawa keratin yang memegang prinsip feodalisme,
dan lain sebagainya.
b. Kelompok
Menengah
Kelompok Menengah di Kota Surakarta
sangat dominan di masyarakat, baik dari latar belakang ekonimi, pendidikan,
karyawan suwasta, pegawai negeri, pedagang, pengusaha, wirawasta dan lain
sebagainya.
c. Kelompok� Priyayi, santri dan abangan
Kelompok priyayi, santri dan abangan cukup besar di
masyarakat kota Surakarta, untuk pruyayi berkembang di
lingkungan keluarga saudagar pada masa lalu, dan kelompok ini hamper sama
dengan kelompok ningrat maksudnya kelompok darah biru yaitu kelompok keturunan
pamengku kraton.� Kelompok
ini bertipe feodalisme, dan saling berhubungan dengan kelompok santri dan
abangan, kelompok ini saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya dalam
memenuhi kebutuhan hidup sehari � hari.
d. Kelompok
Marginal / pinggiran.
Kelompok marginal / pinggiran ini, adalah kelompok
masyarakat yang kurang berutnung dan kurang mendapat perhatian dari pemerintah
dan juga kalangan masyarakat (Fatoni, 2021). Kelompok ini
kebanyakan berkembang di daerah � daerah tertentu misalnya sekitar terminal
Tirtonadi, stasiun kerata api Balapan, kelompok ini
tumbuh dan berkembang dikarenakan dampak social dari dibangunnya terminal dan
stasiun kerata api tersebut, akibatnya kehidupan dimasyarakat kurang terkontrol
dan sulit dideteksi. Kelompok ini juga berkembang di sekitar
pasar � pasar dan juga dibantaran sungai bengawas solo dan tanggulnya.
Biasanya kelompok ini berprofesi sebagai buruh harian, pedagang kaki lima, pengangguran, bahkan tidak sedikit yang berprofesi
penjaja seks komersial (PSK).
e. Kelompok
Urban
Kelompok urban ini dating dari berbagai daerah di
sekitar kota Surakarta yaitu Sukoharjo, Klaten, Boyolali, Sragen, Karanganyar,
wonogiri, juga ada yang berasal dari jawa tengah bagian utara dan barat, jawa
timur, jawa barat bahkan ada juga yang berasal dari luar jawa.Kelompok ini
dating ke kota Surakarta karena alas an pekerjaan, perdagangan, sebagaimana
kota � kota lain pada umumnya. Kelompok urban ini kebanyakan
berprofesi sebagai buruh, pedagang, pengusaha, pelajar dan mahasiswa, pegawai
dan lain sebagainya.
f. Kelompok
Penduduk Tidak Tetap
Penduduk tidak tetap di kota
Surakarta sangat banyak, khususnya bahkan dapat dikatakan lebih dari separo
penduduk kota Surakarta adalah dg kembali kerumahnya masing � masing dari luar
kota Surakarta ari kalangan buruh harian, pekerja kasar, pedagang, pelajar dan
mahasiswa yang tiap hari pulang.
g. Kelompok-kelompok
dalam Agama Islam
Kelompok-kelompok gerakan agama
Islam di Kota Surakarta sangat beragam dan bervariasi serta bercirikhas berbeda-beda
antara satu dengan yang lainnya. Ada
yang tingkat perbedaanya tingkat ringan sehingga tidak menimbulkan konflik,
tetapi ada juga tingkat perbedaannya sangat fundamental. Sehingga hal seperti ini kami sebagai Penyuluh Agama Islam harus
mampu beradaptasi dengan kelompok � kelompok tersebut, sehingga kehadiran kita
dapat diterima oleh semua kelompok yang ada di Kota Surakarta. Kelompok-kelompok
tersebut antara lain :
h. Kelompok
Kultural dan Tradisional
Kelompok kultural dan tradisional sangat dominan
dalam serangkaian kegiatan keagamaannya, hal ini tambak sekali dari kegiatan � Solo Bersholawat � telah merebak di seluruh wilayah kota
Surakarta, bahkan melebar ke kabupaten sekitarnya. Jadi kearifan local kota
Surakarta adanya guyup rukun tanpa konflik sangat melekat dalam setiap
rangkaian kegiatan melalui � JAMURO � yang artinya Jamaah Memuji Rosul kemudian
berkembang ada � JAMURI � dan lain sebgainya, yang semua tidak lepas dengan
fariasi seni tradisional seperti reog, tari � tarian jawa dan lain sebagainya
dengan tujuan untuk menunjukan melekatnya kegiatan tersebut dengan masyarakat.
Dan untuk kelompok tradisional merkembang juga di kota
Surakarta, kelompok ini bercirikhas tetap memegang ajaran yang telah diterima
dari para pendahulunya, sehingga mereka masih eksis dalam meyakini cara
beribadah yang telah diajarkannya.
1) Kelompok
Moderat
Kelompok Moderat, senantiasa berkembang� melalui kajian � kajian pada majelis taklim
atau melalui ormas dengan tujuan untuk mendalami ilmu agama dengan mempelajari,
dan mengkaji ilmu � ilmu dan dasar � dasar hokum dalam beribadah yang bersumber
dari al � Qur�an dan al � Hadits. Kelompok ini senantiasa berupaya untuk
berijtihat dan modifikasi�
hokum terkati dengan perkembangan permasalahan yang ada didunia.
2) Kelompok
Liberal
Kelompok Leberal ini berkembang di Kota Surakarta,
hal ini ditandai dengan ada beberapa kelompok yang senantiasa mentaftirkan ayat
� ayat� al �
Qur�an dengan menggunakan ukuran kemampuan akal manusia sehingga tidak
memerlukan hadits lagi sebagai alat untuk memperjelas ayat � ayat al � Qur�an.
Kelompok � kelompok ada seperti adanya kelompok Yayasan Nur Ilahi Nusantara
yang dipimpin oleh Drs. Suyanto, ada juga Yayasan Tauhid Indonesia (YATAIN)
yang dipimpin oleh Drs. Minardi Mursyid pensiunan guru SMP, ada Ahmadiyah dan
lain sebagainya.
3) Kelompok
Radikal.
Kelompok radikal di kota
Surakarta sangat banyak sekali, hal ini ditandai banyaknya lascar � laskar dan
kelompok � kelompok celana cengkang dan lain sebagainya yang berkembang sangat
pesat di kota Surakarta.
4) Kelompok
Eksklusif
Kelompok eksklusif di Kota Surakarta banyak
ditemukan, kelompok ini tidak mau menerima pendapat kelompok lain tetapi
kelompok ini berusaha kelompok lain dapat menerima pendapatnya. Kelompok ini
antara lain LDII, juga kelompok � kelompok Majelis Taklim yang tertutup untuk
menerima pendapat yang lain, antara lain : Majelis
Taklim Masjid Istiqomah Penumping, Majelis Taklim Gumuk, Majelis Taklim
Mujahidin
5) Pendekatan
Dakwah Untuk� Membangun Kota Surakarta
Integratif
Fungsional
Dengan sifat integratif, di maksudkan bagaimana
mengfungsikan dakwah sebagai suatu � pendorong� perkembangan masyarakat.dengan
ungkapan lain bagaimana menjadikan dakwah sebagai variabel perkembangan
masyarakat dan da�i sebagai �agent�
perubahan� masyarakat (Yadi, 2019). Sebagaimana di
kemukakan di atas, bahwa dakwah bukan di lakukan dalam suatu �Kevakuman�,
melainkan dalam setting masyarakat yang selalu berbah dan berkembang.Oleh
karenanya, agar dapat berfungsi, dakwah harus bersifat integratif, artinya
dakwah dalam kegiatannya harus menyatu dengan kegiatan masyarakat. Menyatu
dalam hal ini bukan berarti larut, tetapi kegiatn dakwah perlu
:
6) Dijabarkan
dalam kegiatan �kegiatan mayarakat yang aktual.
7) Didasarkan
(mengantisipasi pada persoalannya yang secara riel sedanng di rasakan oleh
masyarakat.
Dengan ungkapan lain, sifat integratif dakwah
mengharuskan dakwah � dari dalam� masyarakat dan bukan
dakwah yanng berbeda � di luar masyarakat. Ungkapan ini di samping membawa
konsekwensi pada sifat kegiatan, juga pada subyek dakwah yang juga harus
bersifat integratif yang di maksud adalah dalam melakukan tugasnya para da�i
jangan mengidentifikasikan diri sebagai�manusia super� yang datang dari � luar�
melainkan ia adlah bagian dari masyarakat juga,namun sadar akan fungsinya
(sebagai da�i, yaitu berintegrasi dengan sesamanya.
Sifat integratif dakwah hanya dapat
terlaksana dengan baik, apabila pesan dakwah dapat mengantisipasi problem dan
need aktual masyarakat. Dengan demikian dakwah menjadi
nyata dan �di butuhkan�oleh mayarakat dan inilah yang
di maksud dengan �Dakwah� yang fungsional�.
Pendekatan dakwah secara
fungsional, berarti melakukan penyadaran dan pembuktian pada umat bahwa Islam
adalah ajaran yang fungsional, berguna dan falid dalam masyarakat.
Untuk ini maka penjabaran dimensi kerahmatanlil �alamin
dengan cara mengembangkan nilai-nilai normatif islam dalam konsep-konsep yang
operasional, yang fungsionl dalam kehidupan masyarakat.
Dakwah ini ditujukan kepada
kelompok � kelompok masyarakat marginal, urban, pegangguran, eks PSK, kelompok
dzuafa� dan lain sebagainya.
2. Pendekatan
Dialog :
Dakwah dapat di formulasikan
sebagai interaksi kaum muslimin dengan umat manusia.
Suatu interaksi yang bertujuan untuk mengenalkan nilai-nilai dan konsep-konsep islam yang operasinal dan mengupayakan realisasinya dalam
kehidupan manusia.Untuk dapat berlangsungnya interaksi tersebut makapesan
dakwah, yang di dukung dengan metode sedemikian rupa, harus mencakup berbagai
aspek kehidupan manusia, baik pada tingkat individu mapun tingkat komunitas.
Dalam kaitan ini, maka kegiatan� dakwah
merupakan kegiatan yang bersifat multi dialog dan karenanya akan di kenal
sebagai �jalur� dakwah,sesuai dengan pesan yang di sampaikan.
Menghadapi perkembangan dan
perubahan masyarakat pada di Kota Surakarta sebagaimana tersebut di atas, maka
seungguhnya tugas dakwah semakin menjadi berat dan komplek.
Maka untuk menciptakan dakwah islam yang mampu memberikan
jawaban menghadapi permasalahan yang senantiasa mengalami perubahan -
perubahan, terutama dalam memberikan arah dan pedoman perkembangan dan
perubahan sosiokultural masyarakat, diperlukan metode dan strategi dakwah yang
tepat.
Dakwah dengan dialogis sebagai di singgung di muka
ini mengandung uapaya merubah manseat, merubah wawasan, merubah pemahaman,
merubah cara pandang terhadap implementari daripada
nilai � nilai ajaran Islam. Dakwah dengan dialog ini ditujukan kepada kelompok
� kelompok tertentu seperti ; Kelompok Radikal,
kelompok Liberal, kelompok Salafi. Hal ini sudah banyak dirasakan perubahannya
di kota Surakarta sudah tidak tampak gerakan swiping
miras, hiburan malam pada bulan ramadhan dan lain sebagainya.
3. Pendekatan
Kultural.
Yang dimaksud pendekatan kultural adalah kultur dan
budaya atau yang juga�
disebut� dengan ke arifan
lokal yang ada dimasyarakat setempat kita gunakan sebgai media untuk berdakwah
dalam rangka pembangunan kota Surakarta, jadi kultur, budaya dan kearifan lokal
kita kemas dengan nilai � nilai ajaran Islam. Sedangkan pendekatan kultural
sebagai realisasi dari tujuan dakwah adalah bagaimana kita bisa membangung kultur, budaya dan peradaban yang mencerminkan nilai � nilai
Islam dalam masyarakat.� Atau dengan kata
lain merealisasikan seluruh ajaran Islam kedalam seluruh sendi � sendi
kehidupan masyarakat, termasuk didalamnya kultur,
budaya dan peradaban yang bersumberkan dari nilai � nilai ajaran Islam. Hal ini
tampak antara lain sekarang solo disebut sebagai �
Kota Sholawat � karena dengan kegiatan sholawat ini dapat menarik simpati dan
emosional warga kota Surakarta untuk hadir mengikuti kegiatan tersebut,
sehingga ini adalah dapat dijadikan alat pemersatu umat khususnya umat Islam.
4. Pendekatan
Psikologis.
Salah satu pendekatan dakwah adalah proses
pembentukan karakter / watak manusia agar beriman dan bertaqwa serta
berakhlaqul karimah yang mencerminkan nilai nilai Islami (Amin, 2015). Dalam rangka pembentukan itu melalui pendekatan � pendekatan
psikologis agar memungkinkan pesan dakwah dapat diterima dengan senang hati,
sehingga obyek mau melaksanakan isi pesan � pesan dakwah tumbuh kesadaran
sendiri tanpa ada paksaan. Adapun langkah � langkah yang perlu ditempuh adalah :
a. Dalam
menerapkan metode harus berlandaskan pada pertimbangan yang matang berdasarkan
informasi tentang hakekat psikologi manusia sebagai obyek dakwah.
b. Prilaku
yang dinyatakan dalam bentuk penasehatan atau ajakan serta keterangan serta
keterangan � keterangan yang disampaikan dilihat dari segi kedayagunaan
psikologi manusia.
c. Sistem
penyampaian serta tatap muka antar prbadi atau kelompok atas dasar pendekatan
psikologi.
Dengan demikian maka psikologi dakwah merupakan alat
bantu bagi Penyuluh Agama Islam agar didalam
penyampaian materi dakwah kepada sasaran mampu memberikan dorongan, mengadakan
perubahan, mengingatkan dan mengarahkan serta memberikan keyakinan bagi
tercapainya tujun dakwah. Dengan demikian maka psikologi
dakwah mempunyai titik perhatian kepada pengetahuan tentang tingkah laku
manusia (behavioral science). Karena perubahan manusia baru
terjadi bila mana ia telah mengalami proses belajar
dan pendidikan, oleh karena itu psikologi dakwahpun memperhatikan masalah
pengembangan daya cipta, daya karsa dan rasa (kognisi, konasi dan emosi).
5. Pendekatan
Politik.
Kebijakan politik sangat dibutuhkan untuk membangun kota Surakarta, karena melalui putusan politik akan
berakibat bagi kepentingan hidup bersama. Jadi kalau keputusan politik berpihak
kepada kepentingan terwujudnya nilai � nilai Islam, tentunya akan membantu bagi
kelancaran dakwah Islam, begitu juga sebaliknya, kalau keputusan politik tidak
berpihak kepada kepentingan umat Islam, maka dakwah Islam� akan mengalami tantangan yang lebih berat (Amran Suadi & Candra, 2016). Misal keputusan PERDA Anti Miras, PERDA Zakat, Larangan berjudi dan
lain sebagainya.
Kebijakan politik pun juga berpengaruh pada
aktifitas keagamaan bagi jajaran pegawai negeri, TNI, Polri dan jajaran pegawai
swasta,
6. Menjalin
kerjasama lintas Instansi.
Dalam membangun kota
Surakarta perlu adanya kerjasama lintas instansi baik pemerintah maupun swasta
guna mewujudkan nilai � nilai ajaranIslam melalui bimbingan dan penyuluhan. Bentuk kerjasamanya taidak hanya dalam bidang keagamaan saja tapi
juga melingkup pada hajat hidup orang banyak. Antara lain
; dunia usaha, pemberdayaan ekonomi umat, santunan, koperasi dan lain
sebagainya.
7. Membangun
Opini Publik
Membangun opini publik melalui media masa akan
sangat berpengaruh pada pencitraan Isalam melalui pemeluk - pemeluk Islam,
sehingga Islam sebagai agama �Rahmatan lil �Alamin�
betul � betul tampak melalui pencitraan lewat media masa. Membangun oponi
piblik ini sangatlah penting karena akan menumbuhkan daya tarik kepada Islam,
segingga seperti pepatah jawa � Tapel Wates Tanggul
Angin � maksudnya Panter Luwes Akeh Wong Kepingin. Sehingga kehadiran Islam
sebagai agama yang menarik untuk diikuti akan dapat
dirasakan oleh masyarakat luas.
Kesimpulan
Dari uraian tersebut
diatas dapat kami tarik kesimpulan sebagai berikut :a.)
Kota Surakarta, adalah salah satu Kota yang mempunyai sejarah
kejayaan dan keemasan Islam sebelum kemerdekaan RI dan pada awal-awal
Kemerdekaan. b.) Masa depan Kota Surakarta
berkeinginan untuk kembali seperti tempo dulu, sehingga kejayaan Islam juga
harus dibangun dengan revitalisasi peran Dakwal dalam membangun Kota Surakarta.
c.) Kondisi Kota Surakarta yang sangat beragam membutuhkan kreatifitas dalam
menyampaikan pesan dakwah untuk mewujudkn nilai-nilai ajaran Islam dalam
masyarakat. d.) Beberapa metode dan pendekatan dalam membangun kota Surakarta,
antara lain ; Integratif Fungsional, Dialog,�
Pendekatan Kultural, Pendekatan Psikologis, Pendekatan Politik,
Kerjasama antar Instansi, Membangun Opini Publik.
BIBLIOGRAFI
Amin, I. M. (2015). Upaya penanaman nilai-nilai
akhlakul karimah melalui BIAS (bimbingan agama Islam). UIN Sunan Gunung
Djati Bandung.
Amran Suadi, S. H., & Candra, M. (2016). Politik
hukum: Perspektif hukum perdata dan pidana islam serta ekonomi syariah.
Prenada Media.
Arif, M. (2017). Studi Islam dalam Dinamika Global.
STAIN Kediri Press.
Fathul Jannah, R. A. (2021). Strategi Pengembangan Dakwah
Wahdah Islamiyah di Kelurahan Penrang Kecamatan Watang Sawitto Kabupaten
Pinrang. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Fatoni, M. R. (2021). Penyaluran Dana Sosial Islam terhadap
Masyarakat Marginal dan Minoritas di Indonesia. Journal of Indonesian Islamic
Economic Finance, 1, 44�63.
Fitriani, F. (2021). Studi Kritis Perspektif Dakwah
Terhadap Tradisi Manre Sipulung Di Bulu Arawa Desa Kupa Kabupaten Barru.
IAIN Parepare.
Kusuma, G. D., Prayudi, P., & Rochayanti, C. (2020).
Konstruksi Realita Sosial City Branding Magelang Kota Sejuta Bunga (MKSB). Jurnal
Ilmu Komunikasi, 17(3), 314�327.
Mu�ti, A. (2019). Ta�awun untuk Negeri: Konteks
Keindonesiaan. Muhammadiyah University Press.
Munir, M. (2021). Manajemen dakwah. Prenada Media.
Riva, B., & Bukhari, B. (2020). Setting Sosial Dan Budaya
Dalam Al-Qur�an Sebagai Pedoman Pelaksanaan Dakwah. AL MUNIR: Jurnal
Komunikasi Dan Penyiaran Islam, 60�69.
Somantri, A. (2017). Implementasi Al-Qur�an Surat An-Nahl
Ayat 125 Sebagai Metode Pendidikan Agama Islam (Studi Analisis al-Quran Surah
An-Nahl Ayat 125). Wahana Karya Ilmiah Pendidikan, 2(01).
Wicaksono, A. (2017). Pengkajian prosa fiksi (Edisi
revisi). Garudhawaca.
Yadi, A. (2019). Dakwah Kebangsaan Dr.(HC) Ir. KH.
Salahuddin Wahid. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Zaini, A. (2013). Dakwah Melalui Internet. AT-TABSYIR
STAIN Kudus, 1(1), 1�16.
Copyright holder: Mukhlis Fathurrohman (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |