Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol.
7, No. 12,
Desember 2022
Upaya
Evaluasi Polri Sebagai Respon Perubahan Terhadap Deretan Kasus Di Tubuh Polri
Edi
Saputra Hasibuan, Lusia Sulastri
Fakultas
Hukum, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, Indonesia
Email:
[email protected],
[email protected]
Abstrak
Sebagai sebuah
institusi yang memiliki tugas dalam memberikan perlindungan dan menegakkan
hukum, maka tentu hal ini memiliki tantangan tersendiri bagi Polri untuk
menjaga profesionalisme dan integritas mereka terhadap masyarakat serta
tanggung jawab kepada negara. Badai yang menimpa Polri melalui beberapa kasus
yang menimpa anggota mereka menjadi sebuah pecutan keras bahwa Polri harus
membenahi diri dan memperbaiki kualitas institusi mereka, salah satunya adalah
penembakan yang terjadi antara anggota Polri yang dilakukan oleh salah satu
petinggi Polri, Irjen Pol. Ferdy Sambo kepada anak buahnya yaitu Brigadir
Nofriansyah Josua Hutabarat dengan memerintahkan salah satu anak buah dari
Ferdy Sambo yaitu Bharada Richard Eliezer sedang menjadi pembicaraan dan perhatian
segenap masyarakat Indonesia, sejak tulisan ini dibuat kasus ini pun sedang
dalam proses persidangan. Wajah Polri Presisi yang telah berhasil dicapai harus
ternodai tatkala munculnya kasus penembakan tersebut, menurunnya tingkat
kepercayaan masyarakat menjadi sebuah catatan penting bagi Polri bahwa hal ini
harus menjadi batu loncatan mereka agar segera melakukan evaluasi dan perubahan
dalam rangka merebut kembali kepercayaan masyarakat. Upaya yang dilakukan oleh
Polri bukanlah hal yang mudah, namun bagaimana cara mereka menghadapi rintangan
tersebut yang kemudian menarik untuk dibahas dalam tulisan ini.
Kata
Kunci:
Perubahan, Polri, Kasus.
Abstract
As an institution
that has a duty to provide protection and enforce the law, of course this has
its own challenges for the National Police to maintain their professionalism
and integrity towards society and responsibility to the state. The storm that
hit the National Police through several cases that befell their members became
a strong warning that the National Police must improve themselves and improve
the quality of their institutions, one of which was the shooting that occurred
between members of the National Police carried out by one of the senior police
officials, Irjen Pol. Ferdy Sambo to his men, Brigadier Nofriansyah Josua Hutabarat
by ordering one of Ferdy Sambo's men, namely Bharada Richard Eliezer, was in
talks and� the attention of all
Indonesian people, since this writing, this case is also under trial. The face
of the �Presisi� Police that has been successfully achieved must be tainted
when the shooting case arises, the decline in the level of public trust is an
important note for the National Police that this must be their stepping stone
to immediately evaluate and change in order to regain the trust of the
community. The efforts made by the National Police are not easy, but how they
deal with these obstacles which is then interesting to discuss in this paper.
Keywords: Transformation,
Polri, Cases.
Pendahuluan
Terjadinya kasus
penembakan yang dilakukan oleh Ferdy Sambo sebagai seorang petinggi Polri
terhadap bawahannya yaitu Brigadir Nofriansyah Joshua menjadi sebuah hal yang
sangat tidak terduga bahkan oleh institusi Polri sendiri, tepat pada bulan Juli
yang lalu peristiwa ini mengalihkan seluruh perhatian setiap masyarakat, saat
kejadian awal disampaikan oleh kepala biro penerangan divisi humas Polri yaitu
Brigjen Ahmad Ramadhan bahwa adanya dugaan pecehan seksual oleh Brigadir Josua
kepada istri dari Ferdy Sambo yang saat itu sedang tidak ada di lokasi oleh
karena sedang melakukan test PCR.
Oleh karena kejadian
tersebut, timbul rasa tidak percaya juga rasa tidak nyaman yang ada dalam
masyarakat (Ampuno, 2020). Hal ini bukan
tanpa alasan, melainkan sebagai garda terdepan pelindung masyarakat serta sosok
penegak hukum, Polri seakan sudah menjadi pilihan yang tepat dalam
mengembalikan sebuah keadaan agar menjadi aman dan terkendali, tetapi bagaimana
kondisi aman dan nyaman itu akan diperoleh jika sesama anggota terjadi konflik
sampai tembak-menembak seperti ini (Maisondra, 2022).
Sebagai sebuah institusi
yang memegang peran penting dalam penegakkan hukum di suatu negara, maka Polri
sudah dapat dipastikan memegang tanggung jawab yang berat (Hakim & Kamelo, 2013). Hal yang sangat
penting yang harus diingat bahwa polisi adalah bertugas untuk merespon sesuatu
atau sebuah kejadian serta gejala yang ada di masyarakat (Haqqani, 2020). Kegiatan ini
disebut sebagai �to police� yaitu ketika seorang anggota polisi melihat dan
menangkap suatu gejala dan kemudian dicerna melalui akal dan nalar berfikirnya
untuk selanjutnya diproses dengan suatu standar atau norma yang ada (Haqqani, 2020). Apabila gejala
atau kejadian tersebut tidak sesuai dan melanggar norma yang ada maka polisi
akan melakukan segala tindakan yang diperlukan dalam rangka mengupayakan agar
situasi normal kembali (Syukron, 2017). Ada pun mengembalikan
sebuah kondisi kembali ke titik nol,�
dari sini sudah dapat diambil suatu ciri kepolisian yaitu memiliki
insting untuk menjaga agar situasi tetap aman dan terkendali dalam masyarakat
dengan berbagai pengetahuan yang telah mereka peroleh selama pendidikan (Saleh et al., 2021).
Menurut (Syafuddin, 2022) dijelaskan bahwa bagi
Polri sendiri tentu kepercayaan masyarakat merupakan harga mati, karena mereka
berasal dari masyarakat itu sendiri serta setiap harinya selalu bersinggungan dengan
segala lapisan masyarakat. Pujian dan kritikan merupakan sebuah keharusan bagi
institusi ini (Banamtuan, 2019). Perilaku polisi
sangat diperhatikan oleh masyarakat, salah satu diantaranya mengenai penggunaan
perilaku represif atau cara kekerasan yang kadang kala dilakukan oleh oknum
anggota, dan sadar tidak sadar hal ini dilihat langsung oleh masyarakat,
Indriyanto Seno Adji mengatakan bahwa hal ini seakan menjadi budaya, terutama
dalam tahap penyidikan, dimana kekerasan menjadi sebuah alat untuk menekan
terduga pelaku agar mengakui perbuatannya.
Melihat begitu banyaknya tanggung
jawab yang diberikan kepada institusi ini begitu besar membuat kita seringkali
lupa bahwa anggota polisi juga seorang manusia yang tak luput dari kesalahan (Anggraini, 2015). Namun memang di
sisi lain seorang anggota kepolisian adalah merupakan anak-anak terbaik bangsa,
dan mereka yang terpanggil untuk mengabdi kepada negara harus melalui banyak
tahapan serta tes yang mencakup fisik, psikologi, dan pengetahuan (Tantowi, 2022). Hal ini
dilakukan agar para anggota nantinya dapat memahami betul posisi mereka dan
tanggung jawab yang merekan emban, sehingga harus memperkecil kesalahan serta
dapat selalu mampu menjaga marwah mereka di mata masyarakat.
Polri sendiri sebenarnya
selalu menjaga dan mengevaluasi tindak tanduk setiap anggotanya, bahkan hal ini
sudah terlihat dari sejak Indonesia belum merdeka, dalam buku yang di tulis
oleh M.Oudang terdapat penjelasan mengenai jabatan yang disebut sebagai
�pimpinan technis� dan penguasaan administratif dalam tangan technis leider
polisi di bawah kepala daerah, �technisch leider� ini memberikan pemberitaan
tentang polisi lapangan dalam suatu wilayah kepada kepala daerah termasuk saran
dan upaya untuk perbaikan, pemberitaan yang dimaksud memuat laporan dan
keterangan mengenai peningkatan atau penurunan tingkat kejahatan pada suatu
daerah, selain itu di dalamnya harus memuat mengenai penjelasan atau penilaian
apakah keberadaan polisi di lapangan memiliki pengaruh atau tidak, juga
melaporkan mengenai hasil pendidikan anggota polisi dari baris berbaris hingga
penggunaan senjata (saat itu senapan dan klewang), serta memperhatikan kinerja
anggota dengan perangkat negara lain seperti Pamong Pradja dan alat kepolisian
lainnya, tentu informasi dan laporan yang disediakan harus bersifat A.1.
Berdasarkan apa yang
telah dijelaskan di atas, maka peneliti melihat bahwasanya perlu untuk melihat
lebih jauh mengenai bagaimana institusi Polri menghadapi masalah yang menerpa
mereka, oleh karena terjadinya peristiwa yang menimpa Polri maka hal ini harus
menjadi sebuah evalusi dan juga semangat baru untuk memperbaiki nama Polri dan
mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada mereka, karena polisi dalam
menjalankan tugasnya harus selalu taat pada hukum yang berlaku, menjadi contoh
bagi masyarakat, kasus yang menimpa Polri harus dijadikan pelajaran bagi setiap
anggotanya agar hal ini tidak terulang di kemudian hari, setiap anggota Polri
harus menjadi lambang keadilan dan bukan justru sebaliknya.
Metode Penelitian
Pada penelitian kali ini peneliti
menggunakan metode penelitian normatif dengan menelaah setiap penelitian (Fajar & Achmad, 2010). Aturan dan
penerapannya, serta digabungkan dengan studi kepustakaan atau literatur dengan
menganalisis buku, jurnal, paper, media cetak, maupun berita online yang
terkait dengan kepolisian baik kasus, evaluasi, dan terobosan yang dilakukan
oleh institusi Polri. Target data yang dikumpulkan adalah terkait dengan kasus
kepolisian, evaluasi, dan penerapannya di lapangan.
Hasil dan Pembahasan
A. Ringkasan
Kasus yang Menimpa Institusi Polri
Pertama-tama
peneliti ingin menyampaikan dan meninjau kembali terkait dengan peristiwa atau
deretan kasus yang menimpa atau yang terjadi kepada anggota Polri maupun yang
dilakukan oleh oknum polisi, bukan tanpa sebab melainkan ini sebagai catatan
dan bahan evaluasi, serta pengingat bahwa kejadian seperti ini tidak boleh lagi
sampai terulang, setiap pelanggaran maupun kejahatan memiliki sanksi bagi para
pelakunya, begitupun bagi anggota Polri sendiri yang lebih memahami betul
mengenai arti hukum dan penegakkan hukum maka sudah seharusnya tingkat
pelanggaran anggota dapat ditekan.
1. Kasus
Penembakan Brigadir Nofriansyah Josua Hutabarat
Kasus
penembakan oleh mantan Kadiv Propam Irjen Pol. Ferdy Sambo kepada anak buahnya
yaitu Brigadir Nofriansyah Josua Hutabarat dengan memerintahkan Bharada Richard
Eliezer yang juga merupakan sesama ajudan telah menarik perhatian masyarakat. Bukan
hanya itu, kasus ini membuat institusi Polri harus menelan kritikan dari
berbagai pihak. Kasus ini dimulai ketika laporan masuk dari Ferdy Sambo sendiri
melalui Polres Metro Jakarta Selatan dan Divisi Propam, laporan awal masuk
dengan kronologi bahwa korban Brigadir Josua telah melakukan pelecehan seksual
terhadap istri dari Ferdy Sambo yang mana tentu adalah atasan dari korban, selanjutnya
kejadian tersebut diketahui oleh Bharada Eliezer, dalam kondisi tersebut
Brigadir Josua yang panik langsung mengeluarkan senjata dan akhirnya terjadi
baku tembak di antara keduanya. Tembakan masuk dalam tubuh korban oleh karena
Bharada Eliezer dikatakan sebagai penembak yang ulung dan menjadi pelatih dalam
latihan tembak menembak. Akhirnya laporan masuk sebagai kasus tembak menembak
antara Brigadir Josua dan Bharada Eliezer.
Selayaknya
peristiwa pidana lainnya, anggota penyidik kepolisian melakukan olah tkp sesat
setelah laporan tersebut, namun tak disangka terjadi adanya intervensi dari
beberapa anggota Biro Paminal Divisi Propam Polri, keluarga dari korban juga
mendapat beberapa halangan ketika ingin melihat jasad dari Brigadir Josua, dari
semua kejanggalan dan rekayasa tersebut membuat Polri mengambil keputusan bulat
dengan membentuk tim investigasi khusus Polri agar kejadian yang juga dikawal
oleh segenap masyarakat ini dapat diselesaikan secara transparan dan maksimal.
Sejak
tulisan ini dibuat kasus ini sedang dalam persidangan, dalam meja hijau
persidangan, sedikit demi sedikit mulai terungkap bahwa tidak ada kasus
tembak-menembak dalam kejadian tersebut, melainkan murni atas perintah Ferdy
Sambo kepada Bharada Eliezer untuk menembak Brigadir Josua, beberapa anggota
lain yang terlibat dalam kasus ini pun turut diseret ke persidangan dengan
tuduhan �obstruction of justice� yaitu perintangan penyidikan, bagaimana akhir
dan kepastiannya tentu akan dibuktikan di pengadilan, namun yang jelas hal ini telah
mencoreng nama baik Polri, dan terhadap hal itu, Polri memiliki tugas baru
yaitu turut mengawal kasus ini agar terungkap dengan terang dan memastikan agar
tidak terulang kembali.
2. Tragedi
Supporter Arema di Stadion Kanjuruhan
Laga
pertandingan antara dua klub kebanggaan Indonesia harus menelan kenyataan
pahit, dunia olahraga terutama pertandingan sepakbola harus berduka, hal ini
lantaran kerusuhan yang terjadi dalam pertandingan tersebut, laga antara
Persebaya Surabaya dan Arema Malang harus ditutup dengan kedukaan mendalam
tatkala lebih dari 100 orang meninggal dunia.
Pertandingan
berjalan lancar dari awal sampai berakhirnya pertandingan dengan ditiupnya
peluit oleh wasit sebagai penanda pertandingan telah berakhir. Kekalahan yang
dialami oleh Arema Malang sepertinya terlalu dalam dirasakan oleh pendukung
mereka, ini membuat para supporter merangsek masuk ke lapangan, rivalitas
antara Persebaya dan Arema memang sudah menjadi rahasia umum, masuknya
supporter ke lapangan membuat situasi mulai tidak kondusif, mereka berusaha
mencari pemain dan official tim untuk meluapkan kekecewaan mereka. Melihat hal
tersebut sebagai pasukan yang mengamankan pertandingan Polisi dan TNI mulai
mengambil Tindakan untuk mengusir supporter agar kembali ke lapangan. Adanya
perlawanan dan jumlah supporter yang begitu banyak membuat aparat kewalahan,
sebagian oknum anggota memperlakukan tindakan represif dengan memukul supporter
agar kembali ke tribun mereka, peristiwa tak terduga kemudian terjadi tatkala
oknum anggota polisi melakukan tembakan gas air mata ke arah tribun.
Banyaknya
jumlah supporter dan sedikitnya ruang gerak mengakibatkan penumpukan massa pada
satu titik, dan akhirnya timbul kepanikan antara supporter untuk mencari jalan
keluar menjauhi sumber gas air mata. Keterangan�
dari Kadinkes Kabupaten Malang Wiyanto Widodo menyebutkan bahwa penyebab
timbulnya korban jiwa adalah karena sesak nafas dan terinjak-injak oleh
supporter lain, bukan karena bentrokan antar supporter.
Peristiwa
ini dinilai oleh banyak pihak oleh karena tembakan gas air mata yang dilakukan
oleh salah satu oknum anggota polisi, melihat kejadian tersebut Polri segera
melakukan penyidikan dan kemudian menetapkan empat orang tersangka, di
antaranya adalah Dirut LIB, lalu Kabag Ops Polres Malang, Kasat Samapta Polres
Malang, dan Komandan Kompi Brimob Polda Jatim.�
Kejadian tersebut bukan hanya memakan korban dari pihak supporter namun
dua orang anggota polisi juga menjadi korban meninggal dunia, kasus ini juga terus
diselidiki karena ada beberapa keterangan yang menyatakan bahwa tidak adanya
perintah untuk menembak dari Kapolres Malang, namun justru dari komandan di
lapangan yaitu Komandan Kompi Brimob, dan Kepala Samapta Polres Malang,
tersangka juga bertambah dua orang dengan masuknya nama Ketua Pelaksana
Pertandingan dan Security Officer.
Dengan
masuknya nama anggota Polri sebagai tersangka dalam tragedi di stadion
Kanjuruhan Malang semakin menambah tanggung jawab Polri dalam mengembalikan
nama baik mereka pada masyarakat, tentunya ke depan hal ini jangan sampai
terulang, terlepas dari itu semua, kerjasama dari masyarakat juga harus
senantiasa ada, perilaku pelanggaran dengan memasuki arena pertandingan
sangatlah fatal, sudah seharusnya semua instrument dan perangkat negara saling
bekerja sama dalam mencapai suatu keamanan, ketertiban, serta kesejahteraan
dalam bermasyarakat.
3. Kasus
Narkoba Kapolda Jawa Timur Irjen Teddy Minahasa
Irjen
Pol. Teddy Minahasa adalah salah satu perwira tinggi Polri yang ditunjuk oleh
Kapolri Jenderal Listyo Sigit untuk menduduki jabatan sebagai Kepala Kepolisian
daerah Jawa Timur, ia ditunjuk untuk menggantikan Irjen Pol. Nico Afinta
terkait kasus di stadion Kanjuruhan Malang. Sayangnya hal ini justru harus
ternodai dengan ditangkapnya Teddy Minahasa terkait kasus narkoba, ia terlibat
dalam peredaran kasus narkoba yang diduga berupa Sabu seberat 5 kg.
Terungkapnya
kasus ini antara lain diawali dengan laporan masyarakat terhadap peredaran
narkoba, setelahnya polisi mengamankan beberapa tersangka yang ternyata juga
anggota polisi, keduanya berpangkat Bripka dan Kompol, setelah melakukan
pengembangan penyidikan kasus ini bermuara pada Irjen Teddy Minahasa yang
diduga turut terlibat, narkoba jenis Sabu tersebut merupakan barang bukti kasus
narkoba di tempat lain, yang oleh salah satu pelaku ditukar dengan tawas dan
kemudian diambil untuk diedarkan kembali�
ke kampung Bahari di Jakarta, namun dalam prosesnya baru sekitar 1,7 kg
yang berhasil di edarkan, sedangkan sisa dari 3,3 kg lagi telah lebih dulu
diamankan oleh polisi.
Tidak
lama dari penangkapan Teddy Minahasa, ia dimutasi menjadi Yanma Polri agar
tidak menghambat proses penyidikan dan penyelidikan terhadap dirinya, namun
tidak berlangsung lama, Polri kemudian menetapkan Jenderal dengan kekayaan
fantastis ini sebagai tersangka, publik juga menyoroti sumber kekayaan polisi
yang satu ini, Teddy Minahasa terancam hukuman paling lama 20 tahun penjara dan
mungkin juga hukuman mati,� karena
hukuman terhadap pengedar lebih berat daripada penyalahguna narkoba.
Sekali
lagi institusi ini harus diuji oleh tindakan dari anggota mereka, apapun hasil
dari kejahatan oknum ini memang pada akhirnya akan dibuktikan di pengadilan,
namun apa yang telah beredar di masyarakat telah membuat Polri harus menahan
berbagai kritikan pedas, dan membuat Polri harus siap bertanggung jawab, contoh
kasus di atas adalah kasus yang terjadi dalam rentan waktu yang berdekatan,
pekerjaan rumah dari Polri masih banyak institusi ini masih harus melayani
masyarakat� di tengah gempuran kasus yang
mencoreng nama baik Polri (Susantono, 2014).
B. Evaluasi
Polri Dalam Memaksimalkan Penegakkan Hukum
Apabila
kita menelaah kembali terhadap beberapa kasus di atas, maka terdapat dua kasus
yang di dalamnya terdapa dua orang tersangka yang memiliki pangkat dan jabatan
yang tinggi dalam struktur Polri, yaitu Irjen Pol. Ferdy Sambo dan Irjen Pol.
Teddy Minahasa, keduanya merupakan jenderal bintang dua dengan jabatan yang
cukup tinggi, artinya mereka tentu menduduki jabatan sebagai kepala divisi
maupun kepala kepolisian daerah, maka ini menandakan kedua orang tersebut
memimpin dan membawahi langsung anggota atau personel Polri di bawah mereka,
sayangnya jabatan tersebut harus ternodai dengan pelanggaran atau kejahatan
yang mereka lakukan.
Kapolri
Jenderal Listyo Sigit sudah menghimbau bahwa dia akan �memotong kepala�,
artinya jika terjadi suatu pelanggaran baik kode etik, maupun kejahatan tindak
pidana, yang akan bertanggung jawab adalah komandan atau atasan dari pelaku
pelanggaran tersebut, apalagi dalam kasus di atas, yang melakukan adalah
komandan itu sendiri maka tentu Kapolri Listyo Sigit tidak ragu untuk mencopot
jabatan anggota. Benar saja dalam kasus yang terjadi pada kedua Jenderal
tersebut baik Teddy dan Ferdy Sambo langsung dicopot dan di nonaktifkan agar
penyidikan terhadap mereka dapat berjalan tanpa intervensi, sekaligus
membuktikan keseriusan Kapolri dalam melakukan penanganan terhadap kasus yang
terjadi dalam institusi yang ia pimpin, dalam berbagai kesempatan Kapolri
selalu mengingatkan �potong kepala� agar para anggota dapat lebih memahami
keseriusan beliau.
Keputusan
atau Langkah Kapolri ini rasanya sudah tepat, mengapa? Karena apabila mengacu
kepada permasalahan dalam internal Polri terdapat berbagai macam faktor
penyebab terjadinya penyimpangan, salah satunya adalah kepemimpinan,� dengan adanya jabatan yang tidak dibarengi dengan
jiwa kepemimpinan maka tidak aneh apabila terjadi suatu pelanggaran yang
dilakukan oleh pemimpin setingkat jenderal bintang dua seperti yang terjadi di
atas, ketika unsur pimpinan Polri sudah menyimpang maka kemudian tinggal
menunggu waktu sebelum akhirnya diikuti oleh anggota, oleh karena itu sistem
�potong kepala� ini dapat dikatakan sudah sesuai, tinggal bagaimana
penerapannya agar lebih maksimal.
1. Evalusi
Oleh Presiden dan Dukungan Kapolri Terdahulu
Pada
14 September 2022 Presiden Joko Widodo memanggil semua pimpinan dalam tubuh Polri
mulai dari pejabat setingkat Kapolres, Kapolda, serta jabatan strategis oleh
perwira tinggi lainnya, termasuk tentunya Kapolri Jenderal Listyo Sigit
sendiri, untuk datang ke istana dalam rangka evaluasi dan pemberian arahan
langsung. Presiden Joko Widodo memerintahkan agar seluruh pejabat yang hadir
untun datang tanpa dikawal oleh ajudan mereka dan hanya membawa pulpen dan buku
saja tanpa ada satupun alat komunikasi yang dibawa ke ruang pertemuan.
Dalam
pertemuan yang diselenggarakan secara tertutup tersebut Presiden menyampaikan
setidaknya 5 catatan penting yang menjadi evaluasi terhadap Polri ke depan,
antara lain:
a.
Jaga Kesolidan;
Polri harus menjaga kesolidan ketika menunaikan tugas pokok mereka dalam rangka
memenuhi fungsi mereka sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat
b.
Bantu Pemda;
Polri harus membantu dan bekerja sama dengan Pemda setempat dalam melalui masa
sulit terutama dalam menghadapi situasi ekonomi global yang sedang sulit
c.
Jaga Tahun
Politik; Presiden menghimbau agar Polri dapat terus bersikap netral serta
mempersiapkan diri dalam menghadapi gejolak pada tahun politik yang akan datang
d.
Berantas Judi
Online, Narkoba; Kasus narkoba dan pemberantasan terhadap judi online menjadi
salah satu poin penting yang harus diberantas oleh Polri
e.
Gaya Hidup;
Presiden menghimbau terhadap para pejabat dalam lingkungan Polri agar menjaga
gaya hidup mereka, sehingga mencegah penurunan kepercayaan masyarakat terhadap
Polri oleh karena gaya hidup hedonisme.
Selanjutnya
dukungan moril juga diberikan oleh mantan Kapolri dari tahun sebelumnya kepada
Jenderal Listyo Sigit, terdapat tujuh orang eks Kapolri yang datang untuk
memberikan dukungan moril dan masukan terhadap berbagai permasalahan yang saat
ini sedang dihadapi oleh Polri, mereka adalah Jenderal Pol (purn). Dai
Bachtiar, Jenderal Pol (purn). Roesmanhandi, Jenderal Pol (purn). Chaerudin
Ismail, Jenderal Pol (purn). Soetanto, Jenderal Pol (purn). Bambang Hendarso,
Jenderal Pol (purn). Timur Pradopo, dan Jenderal Pol (purn). Badrodin Haiti.
Kedatangan dari eks Kapolri tersebut sebagai bentuk perhatian kepada institusi
Polri yang pernah mereka pimpin, bahwa tentu harapan ke depan Polri dapat
menjadi institusi yang lebih baik lagi.
2. Terbitnya
Perkap Kepolisian Republik Indonesia No.2 tahun 2022 dan Penghapusan Tilang
Manual
Salah
satu keseriusan dalam memperbaiki nama institusi Polri juga dapat dilihat
melalui terbitnya Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No.2 tahun
2022 tentang Pengawasan Melekat di Lingkungan Kepolisian Negara Republik
Indonesia (Romandhoni &
Yanto, 2022). Salah satu poin penting dan menarik pada aturan tersebut yaitu pada
pasal 9 yang berbunyi � Atasan yang tidak melakukan kewajiban dalam
melaksanakan Waskat sebagaimana diatur dalam peraturan Kapolri ini diberikan
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan� (Nasution &
Pratiwi, 2022).
Dikeluarkannya
aturan ini merupakan suatu bukti bahwa Polri terus melakukan upaya dan evaluasi
perubahan terhadap institusi mereka, perubahan ini dilakukan dengan melimpahkan
pengawasan kepada para pimpinan, sehingga peran mereka semakin kuat dan
bertanggung jawab, pengawasan yang dilakukan secara internal ini dilakukan
terhadap setiap anggota baik secara langsung maupun tidak langsung (Sosiawan &
Indonesia, 2019).
Selanjutnya,
dalam mengurangi dan menekan adanya pelanggaran anggota di lapangan, terutama
di jalan raya, atau lalu lintas, Polri kini telah memberlakukan tilang
elektronik (ETLE) sepenuhnya, hal ini dipicu oleh seringnya pelanggaran yang
dilakukan oleh oknum anggota dengan meminta sejumlah uang agar para pelanggar
tidak dikenakan tilang. Tentu hal tersebut menjadi sebuah terobosan dalam
menekan pelanggaran anggota dan menarik kembali kepercayaan masyarakat. Berdasarkan
survey yang dilakukan juga oleh Lemkapi (Lembaga Kajian Strategis Kepolisian
Indonesia) masyarakat senang dan kembali melihat hasil evaluasi oleh Polri,
dari sekitar 1000 responden yang dimintai pendapatnya, dicapai angka 82,5
persen masyarakat semakin percaya Polri dengan penghapusan tilang manual ini.
Dengan
penghapusan tersebut diharapkan tidak ada lagi pungutan oleh oknum anggota
polisi, dan di sisi lain terhadap masyarakat tentu juga harus memiliki tanggung
jawab (Riswan, 2017). Dengan tidak diberlakukan tilang manual bukan
berarti dapat berkendara dengan sesuka hati tanpa mengindahkan aturan, apabila
terjadi laka lantas (kecelakaan lalu lintas) maka tetap pengendara dapat
ditilang secara langsung, penghapusan ini juga masih bersifat sementara dan
terus dikasi ulang agar dapat mencapai fungsi yang maksimal (Yuri, 2021).
Kesimpulan
Polri telah melakukan
banyak perubahan dan transformasi dari sejak lahirnya institusi ini, namun
sebagai sebuah perangkat negara yang menjadi garda terdepan dalam melakukan
perlindungan dan penegakkan hukum tentu sudah wajib untuk tidak pernah
melakukan perubahan, evaluasi, dan pengembangan institusi. Tidak dapat
dipungkiri bahwa badai kasus yang menimpa Polri ini seakan membuka sisi gelap
yang menjangkiti Polri, pelanggaran, kejahatan, dan penyimpangan yang terjadi
dalam institusi ini seakan menjadi sel kanker yang terus berkembang, jika
memang seperti itu maka serangkaian kasus di atas dapat menjadi diagnose
penyakit di Kepolisian, dan kini saat yang tepat untuk mulai memberantas
penyakit tersebut.
Di sisi lain upaya dan
evaluasi yang telah dilakukan Polri sudah terlihat, peneliti sendiri melihat
akan ada perubahan besar dalam pelayanan ke depannya oleh anggota Polri, namun
tentu ini tidak bisa menjadi tolak ukur untuk Polri menjadi cepat puas, masih
banyak pekerjaan rumah yang harus dibereskan satu per satu oleh institusi ini,
penegakkan hukum tidak semudah membalikkan telapak tangan, dan tidak semudah
menarik garis lurus dengan dibuatkannya undang-undang, penegakkan hukum adalah
hal yang kompleks dan oleh karenanya Polri masih harus bekerja keras yang tentu
harus didukung oleh segenap masyarakat dan seluruh stakeholder yang ada.
Ampuno, S. (2020).
Perilaku Asertif Generasi Milenial Dalam Perspektif Psikologi Islam. JIVA:
Journal of Behavior and Mental Health, 1(1).
Anggraini, D. (2015).
Fungsi Penelitian Kemasyarakatan Dari Bapas Anak Dalam Hubungannya Denga
Putusan Hakim Pengadilan Anak di Pengadilan Negeri Pontianak. Jurnal Hukum
Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum)
Universitas Tanjungpura, 4(2).
Banamtuan, E. F. (2019).
Evaluasi Program Sekolah Ramah Anak (SRA) Berbasis Nilai di SD Inpres Liliba
Kota Kupang Tahun Pelajaran 2012/2013. Jurnal Ilmu Pendidikan, 4(1).
Fajar, M., & Achmad,
Y. (2010). Dualisme penelitian hukum normatif dan empiris. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Hakim, A., & Kamelo,
T. (2013). Peranan Polri dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian oleh Anak
(Studi di Wilayah Hukum Kepolisian Resort Kota Medan). Jurnal Mercatoria,
6(2), 147�175.
Haqqani, M. I. (2020).
Pemanfaatan Media Sosial Instagram Oleh Bhabinkamtibmas Guna Mengantisipasi
Penyebaran Hoax Pemilu 2019 di Polres Banyumas. Police Studies Review, 4(1),
297�372.
Maisondra, M. (2022). Semangat
Aparatur Melawan Korupsi (Seri Manajemen Sumber Daya Manusia Aparatur). CV.
RTUJUH MEDIAPRINTING.
Nasution, A. M., &
Pratiwi, I. (2022). Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak Pelaksana Kontrak
Penyediaan Barang Serta Jasa (Studi di Bahagian Umum Sekretariat Daerah Kota
Tanjungbalai). Citra Justicia: Majalah Hukum Dan Dinamika Masyarakat, 23(1),
51�67.
Riswan, R. (2017). Efektivitas
Pengawasan Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar terhadap Oknum Kepolisian
ditinjau dari Hukum Pidana Islam (Studi Kasus Kota Makassar Tahun 2015-2017).
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Romandhoni, F. U., &
Yanto, Y. (2022). Deradikalisasi Narapidana Terorisme dan Mantan Narapidana
Terorisme Yang Dilakukan Oleh Densus 88 Anti Teror Polri di Wilayah Hukum
Daerah Istimewa Yogyakarta.
Saleh, N. A., Rauf, M. A.
J. A. I., Lahabu, I., Nurimansyah, M., Santoso, B., Zuhriah, S., Kayyis, M.,
Salim, A., Al Ayyuby, S., & Ardi, M. (2021). Transformasi Kepemimpinan
HMI. Nas Media Pustaka.
Sosiawan, U. M., &
Indonesia, H. (2019). Peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pencegahan
dan pemberantasan korupsi. Jurnal Penelitian Hukum De Jure, 19(4),
517�538.
Susantono, B. (2014). Revolusi
Transportasi. Gramedia Pustaka Utama.
Syafuddin, K. (2022).
Analisis Jaringan Isu# percumalaporpolisi Sebagai Bentuk Rendahnya Kepercayaan
Netizen Terhadap Kepolisian di Twitter. JIKA (Jurnal Ilmu Komunikasi
Andalan), 5(1), 24�42.
Syukron, B. (2017). Agama
Dalam Pusaran Konflik (Studi Analisis Resolusi Terhadap Munculnya Kekerasan
Sosial Berbasis Agama Di Indonesia). Riayah: Jurnal Sosial Dan Keagamaan,
2(01), 1�28.
Tantowi, H. A. (2022). Pendidikan
Islam di era transformasi global. PT. Pustaka Rizki Putra.
Yuri, F. R. (2021). Pengawasan
Angkutan Barang Oleh Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor Muara Lembu
Kabupaten Kuantan Singingi. Universitas Islam Riau.
Copyright holder: Edi Saputra Hasibuan, Lusia Sulastri (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal
Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |