Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 12, Desember 2022

 

IMPLEMENTASI PENGGUNAAN KEKAYAAN INTELEKTUAL SEBAGAI JAMINAN KREDIT PERBANKAN

 

Jessica Francis Gunawan, Yunanto

Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Implementasi penggunaan kekayaan intelektual sebagai jaminan kredit perbankan telah menjadi topik yang semakin penting dalam dunia perbankan saat ini. Kekayaan intelektual dapat meliputi paten, hak cipta, merek dagang, dan rahasia dagang yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Dalam beberapa tahun terakhir, perbankan telah mulai mengakui nilai kekayaan intelektual dan mempertimbangkan kekayaan intelektual sebagai aset yang dapat dijadikan jaminan kredit. Namun, penggunaan kekayaan intelektual sebagai jaminan kredit masih menjadi hal yang kurang dipahami oleh sebagian besar perusahaan, terutama oleh perusahaan kecil dan menengah. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian hukum mengenai HKI sebagai jaminan kredit perbankan, khususnya mengetahui dan memahami bagaimana kedudukan HKI sebagai jaminan kredit perbankan di dalam sistem hukum perbankan di Indonesia serta mengetahui dan memahami apa yang menjadi kendala mengapa aset HKI masih belum dapat menjadi objek jaminan kredit di perbankan. Metode penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Dengan dilakukan pendekatan perundang-undangan dan konseptual disertai dengan Teknik pengumpulan data digunakan dalam jurnal ini studi dokumen bahan Pustaka. Metode ini dilakukan dengan mengkaji peraturan perundang-undangan, buku, literatur, jurnal yang berasal dari data sekunder. Selain itu, terdapat metode analisa penelitian dengan pendekatan kualitatif. Kedudukan aset HKI sebagai intangiable assets dapat dijadikan sebagai objek jaminan kredit perbankan karena: termasuk benda bergerak dengan bentuk tidak berwujud, mempunyai nilai ekonomis (value), dapat dialihkan, dapat dibebani dengan jaminan fidusia, meski sudah ditegaskan di dalam ketentuan peraturan perundang-undangan untuk dapat menjadi objek jaminan perbankan, namun nyatanya belum semua bank dapat menerima hal tersebut.

 

Kata Kunci: Kekayaan Intelektual, Hak Cipta, Jaminan Fidusia.

 

Abstract

The implementation of the use of intellectual property as a guarantee of banking credit has become an increasingly important topic in today's banking world. Intellectual property can include patents, copyrights, trademarks, and trade secrets owned by a company. In recent years, banks have begun to recognize the value of intellectual property and consider intellectual property as an asset that can be used as credit collateral. However, the use of intellectual property as credit collateral is still something that is poorly understood by most companies, especially by small and medium-sized companies. This study aims to conduct a legal study on IPR as a bank credit guarantee, specifically knowing and understanding how the position of IPR as a bank credit guarantee in the banking legal system in Indonesia and knowing and understanding what are the obstacles why IPR assets still cannot be the object of credit guarantee in banking. This research method uses normative juridical methods. With a statutory and conceptual approach accompanied by data collection techniques used in this journal, document studies, library materials. This method is carried out by reviewing laws and regulations, books, literature, journals derived from secondary data. In addition, there is a research analysis method with a qualitative approach. The position of IPR assets as intangiable assets can be used as objects of bank credit guarantees because: including movable objects with intangible forms, having economic value (value), transferable, can be burdened with fiduciary guarantees, although it has been affirmed in the provisions of laws and regulations to be able to become objects of banking guarantees, but in fact not all banks can accept this.

 

Keywords: Intellectual Property, Copyright, Fiduciary Guarantee.

 

Pendahuluan

Kekayaan Intelektual merupakan hak yang diperoleh dari hasil intelektual seseorang yang dituangkan dalam bentuk yang nyata, tidak hanya sekedar ide/gagasan tetapi ada bentuk fisiknya (Kusumaningtyas, 2016). Kekayaan Intelektual didapatkan seseorang dengan penuh pengorbanan dilihat dari segi biaya, tenaga, dan waktu maka hasil dari KI perlu mendapatkan perlindungan. KI terdiri dari Hak Cipta dan Hak Milik Industri seperti Paten, Merek, Rahasia Dagang, Desain Industri, dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Ardhianto, 2019).

Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan perundangundangan (Raharja, 2020). Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaanya dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra antara lain dapat terdiri dari buku, program komputer, ceramah, kuliah, pidato, ciptaan lain yang sejenis dengan itu, serta hak terkait dengan Hak Cipta (Chosyali, 2018). Rekaman suara dan/atau gambar pertunjukan seorang pelaku (performer), merupakan hak terkait yang dilindungi Hak Cipta.

Hak Cipta diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta selanjutnya disebut UUHC Tahun 2014, pengaturan Hak Cipta di Indonesia Sendiri telah beberapakali mengalami perubahan (Ulinnuha, 2017). Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta merupakan hasil perubahan dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Sedangkan UndangUndang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997, sedangkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987. Sementara itu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta merupakan pengganti Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta yang menggantikan Undang-Undang Hak Cipta Tahun 1912, yaitu UndangUndang Hak Cipta peninggalan pemerintah kolonial Belanda yang pada masa penjajahan jepang dinyatakan masih berlaku (Sudaryat & Permata, 2010).

Seperti yang telah kita ketahui bahwa karya cipta lagu atau music merupakan salah satu karya ciptaan yang mendapatkan perlindungan hak cipta seperti yang telah tercantum dalam pasal 40 huruf (d) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Di Indonesia, pengaturan hak cipta mengenal 2 (dua) konsep, yaitu hak ekonomi dan hak moral. Hak ekonomi adalah suatu hak yang secara eksklusif diberikan kepada pencipta dimana kemudian pencipta bisa mendapatkan manfaat ekonomi dari ciptaannya. Sedangkan hak moral adalah hak yang melekat secara abadi pada diri pencipta (Ningsih & Maharani, 2019). Terkait dengan hal karya cipta musik dan/atau lagu, saat ini ada berbagai macam cara untuk menikmati karya-karya ciptaan lagu. Salah satunya adalah dengan mengunduh aplikasi streaming musik.

Perkembangan Hak Cipta dengan adanya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta memberikan perlindungan hukum bagi pencipta karya cipta, selain itu Hak Cipta juga dapat dijadikan sebagai objek Jaminan Fidusia, hal ini menunjukan bahwa Hak Cipta sekarang ini sangat bermanfaat bagi pencipta karya cipta karena dengan hasil ciptaan dapat digunakan sebagai agunan dalam memperoleh utang (Tirtakoesoemah & Arafat, 2020). Ketentuan mengenai Hak Cipta dapat dijadikan sebagai Jaminan Fidusia tertuang dalam Pasal 16 ayat 3 UUHC Tahun 2014. Hal ini tentunya sangat berarti pencipta karya cipta dapat mengakses kredit dengan cara menjaminkan karya ciptaanya kedalam Jaminan Fidusia.

Pada industri ekonomi kreatif (ekraf) Indonesia menempati urutan ketiga terbesar di dunia setelah Amerika Serikat dan Korea Selatan. Meskipun hanya urutan ketiga, ekraf memiliki peran penting dalam perekonomian, antara lain menyediakan lapangan kerja, menjadi sumber pendapatan, meningkatkan penghasilan, meningkatkan nilai ekspor non migas, dan menguatkan perekonomian nasional (Asri, 2020). Peran penting ekraf menjadikan sektor ini diandalkan untuk dapat memulihkan perekonomian nasional yang terpuruk akibat pandemi Covid-19, apalagi ekraf terbukti mampu bertahan dalam menghadapi Covid-19. Bahkan dikutip dari Statistik Industri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2020, ekraf merupakan salah satu sektor yang diharapkan menjadi pilar perekonomian Indonesia pada masa mendatang. Oleh karena itu perkembangan sektor ekraf menjadi fokus perhatian pemerintah. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah, khususnya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/ Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia untuk mendukung ekraf, antara lain dengan meningkatkan infrastruktur dan sumber daya manusia sektor ekraf.

Untuk membantu pelaku ekraf mendapatkan sumber pembiayaan, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif (PP Ekraf). PP Ekraf ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 12 Juli 2022 dan berdasarkan Pasal 41 PP Ekraf mulai berlaku 1 tahun sejak tanggal diundangkan. Berdasarkan PP Ekraf, kekayaan intelektual dapat dijadikan jaminan utang (Hartarini et al., 2022). Meskipun dinilai menjadi terobosan di industri kreatif, sebagaimana dikemukakan oleh Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, peraturan tersebut menjadi sesuatu yang kompleks karena aset yang dijaminkan, yaitu hak atas kekayaan intelektual (HKI) merupakan aset yang tidak berwujud, sehingga dikhawatirkan tidak diterima oleh bank sebagai pemberi kredit.

Ada pun Penelitian relevan dilakukan oleh Antasena (2019) dengan judul penelitian �Hak Kekayaan Intelektual Sebagai Jaminan Kredit Perbankan Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia� dengan perbedaan penelitian yaitu pada bagian bagaimana kedudukan HKI sebagai jaminan kredit perbankan di dalam sistem hukum perbankan di Indonesia serta mengetahui dan memahami apa yang menjadi kendala mengapa aset HKI masih belum dapat menjadi objek jaminan kredit di perbankan

Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan bahwa dalam konteks industri musik, Hak Cipta sangat penting karena dapat memberikan perlindungan bagi pencipta musik dan para pelaku industri musik seperti produser, publisher, dan distributor. Dengan adanya perlindungan Hak Cipta, pencipta musik dapat mengontrol penggunaan dan pemanfaatan karyanya, serta memperoleh royalti dari penggunaan karyanya. Hal ini juga memacu para pencipta musik untuk terus menciptakan karya-karya yang berkualitas dan bermanfaat bagi masyarakat. Namun, di sisi lain, perlu diakui bahwa masalah pelanggaran Hak Cipta masih cukup tinggi di Indonesia, terutama dalam industri musik. Banyaknya karya musik yang diproduksi secara ilegal dan didistribusikan tanpa izin telah merugikan pencipta musik dan para pelaku industri musik lainnya. Oleh karena itu, peran pemerintah dan masyarakat sangat penting dalam memperkuat perlindungan Hak Cipta dan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya Hak Cipta di Indonesia.

Tulisan ini bertujuan untuk melakukan kajian hukum mengenai HKI sebagai jaminan kredit perbankan, khususnya mengetahui dan memahami bagaimana kedudukan HKI sebagai jaminan kredit perbankan di dalam sistem hukum perbankan di Indonesia serta mengetahui dan memahami apa yang menjadi kendala mengapa aset HKI masih belum dapat menjadi objek jaminan kredit di perbankan. Tulisan ini sangat menarik untuk dikaji, mengingat HKI pada dasarnya merupakan bagian dalam hukum jaminan di Indonesia sebagai salah satu benda yang dapat dijaminkan di bank. Sebagai aset yang tidak berwujud, HKI tergolong dalam sistem hukum kebendaan sesuai Pasal 499 KUH Perdata18 dan Pasal 503 KUH Perdata.

Implikasi dalam penelitian ini yaitu implementasi penggunaan hak kekayaan intelektual sebagai jaminan kredit perbankan memiliki beberapa implikasi penting. Berikut ini adalah beberapa implikasi yang dapat timbul dari penelitian ini: (1) Meningkatkan Akses Keuangan, (2) Meningkatkan Kemampuan Pemilik Hak Kekayaan Intelektual, (3) Menarik Minat Investor, (4) Memperkuat Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, (5) Memperluas Ruang Lingkup Pembiayaan.

 

Metode Penelitian

Jurnal ini disusun berdasarkan metode penelitian yuridis normatif, diartikan sebagai kajian hukum kepustakaan dengan menelaah asas hukum baik tertulis maupun tidak tertulis (Soerjono, 2015). Dengan dilakukan pendekatan perundang-undangan dan konseptual disertai dengan Teknik pengumpulan data digunakan dalam jurnal ini studi dokumen bahan Pustaka. Metode ini dilakukan dengan mengkaji peraturan perundang-undangan, buku, literatur, jurnal yang berasal dari data sekunder. Selain itu, terdapat metode analisa penelitian dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini memproses data-data yang terkumpul secara sistematik. Hasil analisis datanya akan diambil kesimpulannya secara umum berdasarkan pengetahuan tentang hal khusus atau fakta (Suteki, 2020).

 

Hasil dan Pembahasan

A.  Ketentuan Kekayaan Intelektual Hak Cipta Lagu Sebagai Jaminan Utang Atas Bank

Lembaga keuangan adalah mitra usaha bagi para pelaku usaha untuk melakukan suatu kegiatan pinjammeminjam atau sering disebut perkreditan. Salah satu lembaga yang memberikan kredit ataupun pinjaman kepada para pelaku usaha yang ada di Indonesia adalah Fidusia. Jaminan Fidusia yaitu suatu jaminan utang yang bersifat kebendaan. Objek Jaminan Fidusia diberikan pengertian yang luas yang meliputi tidak hanya benda bergerak yang berwujud maupun tidak berwujud melainkan juga benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan. Sehingga secara langsung dengan adanya ketentuan tersebut memberikan sebuah peluang bagi para pelaku usaha untuk melakukan kredit dengan menjaminkan suatu benda yang dimilikinya meskipun tidak berwujud dan salah satunya yaitu Hak Cipta, yang mana berkaitan dengan apa yang tercantum dalam Pasal 16 Ayat (3) UUHC bahwa Hak Cipta sebagai benda bergerak tidak berwujud dapat dijadikan sebagai objek Jaminan Fidusia. Salah satu Hak Cipta yang dapat dijadikan sebagai Objek Jaminan Fidusia adalah Hak Cipta Lagu.

Dalam menjaminkan Hak Cipta Lagu sebagai Objek Jaminan Fidusia oleh pihak Bank terdapat beberapa macam kriteria yang harus dipenuhi sebelumnya yaitu sebagai berikut:

1.    Memiliki Nilai Ekonomis, kriteria ini merupakan suatu kriteria yang penting sebelum menjaminkan suatu jaminan kebendaan serta dalam suatu perjanjian kredit karena benda tersebut tentunya dapat diuangkan. Untuk menghitung Nilai Ekonomis dari Hasil Karya Ciptaan Musik dan Lagu untuk dijadikan sebagai Objek Jaminan Fidusia tentunya pihak Bank dalam memberikan Pinjaman atau kredit akan memperhatikan beberapa hal yaitu

a.    Seberapa seringnya ciptaan Lagu tersebut dimainkan (performing rights),

b.    Larisnya hasil ciptaan Lagu tersebut di dunia hiburan serta kanal musik digital seperti Joox, Spotify, iTunes

c.    Banyaknya jumlah pencarian di situs website resmi seperti Google, Youtube,

d.   Segi ketenaran atau popularitas yang dimiliki oleh pihak si Pencipta lagu.

2.    Terdaftar di Dirjen HKI dan Sesuai dengan Ketentuan UUJF, Hak Cipta Lagu diajukan sebagai Objek Jaminan Fidusia maka sebelumnya ciptaan Lagu tersebut harus terdaftar di Kementrian Hukum dan HAM Republik Indonesia dan Direktoral Jendral HKI untuk mendapatkan suatu kepastian hukum. Melakukan suatu pendaftaran terhadap objek Jaminan tersebut tentunya sesuai dalam ketentuan UUJF sendiri yang mewajibkan untuk mendaftarkan objek Jaminan Fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia, serta tercantum dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 18 dalam UUJF.

3.    Masih Dalam Masa Perlindungan, Hak Cipta Lagu diajukan sebagai Objek Jaminan Fidusia maka sebelumnya ciptaan Lagu tersebut harus masih dalam masa perlindungan untuk dimasukkan di dalam Daftar Umum Ciptaan.

4.    Merupakan Milik Pribadi, prinsip benda Jaminan Fidusia maka Objek yang dijadikan Jaminan benda tersebut haruslah suatu benda milik pemberi fidusia dan bukan benda yang berada dalam status kepemilikan orang lain, karena barang siapa yang menguasai benda tersebut maka ia yang akan dianggap sebagai pemiliknya (Fuady, 2013: 74).

5.    Dapat Beralih Atau Dialihkan, Hak Cipta Lagu yang akan dijadikan sebagai objek Jaminan Fidusia oleh pihak Bank yaitu tentunya dapat beralih atau dialihkan baik secara keseluruhan maupun sebagian, yang mana hal ini juga sesuai dengan Pasal 1 Angka 4 UUJF, pengalihan Hak Cipta Lagu harus dilakukan secara jelas dan tertulis baik dengan atau tanpa akta notaris, sebagaimana disebutkan dalam Penjelasan Pasal 16 Ayat (2) UUHC jo Pasal 5 UUJF.

Pengaturan HKI yang mana Hak Cipta Lagu sendiri termasuk diatur di dalamnya sebagai objek Jaminan Fidusia di pihak perbankan pada umumnya tidak terlepas dari peran serta UNCITRAL (United Nation Commision on International Trade Law) yang mana Negara Singapura juga termasuk anggota didalamnya. Disisi lain Hukum Singapura terkait dengan sebuah Jaminan kredit tersebut pada dasarnya didasarkan pada hukum Inggris. Tercantum dalam Singapore Law Watch (SAL) dalam Commercial Law Ch. 11 The Law of Credit and Security Section 1 yang menyatakan bahwa Setiap jenis kepentingan jaminan melibatkan formalitas hukum yang berbeda dan menciptakan hak dan kewajiban hukum yang berbeda. Sehingga Singapura dalam hal menjalankan dan menerima HKI untuk dijadikan sebagai agunan kredit salah satunya adalah Jaminan Fidusia tentunya merujuk beberapa dasar hukum yang sudah dijelaskan diatas yang tentunya juga termasuk kedalam perjanjian Internasional serta aturan yang diterapkan dengan berpatokan pada hukum yang ada di Inggris.

Disisi lain dalam pemberian suatu kredit melalui Jaminan Fidusia dengan mengadakan suatu benda sebagai objek Jaminannya, dan dalam hal ini berupa HKI yang merupakan benda bergerak tidak berwujud tentunya di beberapa Negara akan memberikan suatu penilaian ataupun appraisal terhadap benda yang nantinya akan dijadikan sebagai objek Jaminan Fidusia. Di Singapura ada yang disebut dnegan IPVL (IP Value Lab) yang mana lembaga ini berfungsi untuk menilai aset HKI serta menjamin pemegang aset-aset HKI salah satunya Hak Cipta untuk dijadikan suatu objek jaminan. Serta ada juga yang disebut dengan The Australian Valuation Office (AVO) yang memberikan layanan valuasi termasuk untuk tujuan penjualan, pembelian, akuisisi dan leasing terhadap HKI. Dan di Negara Amerika ada yang disebut dengan American Society of Appraisers (ASA) yaitu lembaga penilai tertua diserahkan kepada para profesional HKI. Namun jika kita lihat pada Negara kita sendiri yang mana sudah memberikan ataupun menetapkan suatu ketentuan bahwa benda bergerak tidak berwujud seperti Hak Cipta yang dilindungi dalam HKI untuk dijadikan sebagai objek Jaminan Fidusia, yang barang tentu sebelum dijadikan sebagai objek jaminan harus dilakukan sebuah valuasi terlebih dahulu, tetapi Indonesia masih menjadi suatu hambatan untuk merealisasikan hal tersebut karena belum terdapat lembaga penilai seperti Negaranegara yang telah disebutkan diatas terhadap aset HKI sendiri yang akan dijadikan sebagai objek Jaminan (Sri, 2010 : 44).

Oleh karena itu tentunya belajar dari Negara yang sudah mempratikkan konsep HKI sebagai objek Jaminan Fidusia, sudah seharusnya Indonesia memiliki lembaga appraisal atau penilai terhadap aset HKI sebagai objek Jaminan termasuk di dalamnya adalah Hak Cipta. Sehingga ketentuan dari Pasal 16 Ayat (3) UUHC tersebut dapat diterapkan tanpa ada hambatan dalam proses pelaksanaannya. Disisi lain juga dari apa yang terjadi di Indonesia belum ada pihak Bank tertentu yang ditunjuk oleh HKI untuk memfasilitasi Hak Cipta Lagu sebagai objek jaminan maka, regulasi yang sejalan dengan yang ada di Singapura dapat dijadikan sebagai acuan bagi Indonesia dalam membentuk lembaga tertentu dalam penerimaan Hak Cipta Lagu sebagai jaminan kredit perbankan.

B.  Penerapan Penggunaan Kekayaan Intelektual Sebagai Jaminan Kredit Atas Bank

Hak cipta, merupakan salah satu bidang HKI yang di dalam UndangUndangnya menjelaskan bahwa Hak Cipta termasuk dalam salah satu jenis benda. Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta menjelaskan bahwa:

�Hak Cipta merupakan benda bergerak tidak berwujud.�113 Dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia bahwa: �Benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan dan hipotek.�

Berdasarkan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta maka HKI tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan dan hipotek. Hal ini disebabkan memang hak tanggungan dan hipotek hanya diperuntukkan sebagai jaminan kebendaan berupa benda tetap seperti hak atas tanah beserta benda-benda yang ada di atasnya atau kapal laut dan pesawat terbang, sehingga Hak Cipta dimasukkan ke dalam jaminan fidusia atas dasar pengertian dari benda yang diperbolehkan dijadikan jaminan pada jaminan fidusia. Hak Cipta juga dapat beralih, dijelaskan pada Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang Jaminan Fidusia yang berbunyi:

�Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruh maupun sebagian karena:

1.    Pewarisan;

2.    Hibah;

3.    Wakaf;

4.    Wasiat;

5.    Perjanjian tertulis; atau

6.    Sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.�

Sesuai dengan pengertian benda pada jaminan fidusia, Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, sehingga Hak Cipta dapat dijadikan objek Jaminan Fidusia. Bahkan pada Undang-Undang Hak Cipta Pasal 16 ayat (3) menjelaskan bahwa �Hak Cipta dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia�.116 Dan ketentuan mengenai Hak Cipta sebagai objek jaminan fidusia dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dijelaskan pada Undang-Undang Hak Cipta Pasal 16 ayat (4).

Undang-Undang Jaminan Fidusia Pasal 1 angka 2 menjelaskan bahwa �Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan bend tidak bergerak khususnya Bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagi agunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.�

Memahami makna kemanfaatan hukum dan fungsi hukum pada dasarnya merupakan pengakajian tentang makna signifikan suatu peraturan hukum. Konsep hukum yang modern memiliki fungsi untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum akan berlakunya suatu peraturan hokum (Mulyani, 2016).

Melihat dari sisi fungsi hukum adalah bahwa perundang-undangan tentang Fidusia di atas memiliki fungsi ganda (dual function). Di satu pihak perundang-undangan tersebut berusaha untuk memerankan diri sebagai sarana �social control�, yakni mengukuhkan perkembangan hukum di dalam masyarakat yang sudah dipraktikkan dalam jurisprudensi, tetapi di lain pihak juga berusaha untuk mendorong masyarakat khususnya pihak-pihak yang berkepentingan (melakukan social engineering) untuk menjunjung tinggi kejujuran melalui kepastian hukum antara lain melalui prosedur Pendaftaran Jaminan Fidusia, tidak hanya mengutamakan transaksi pinjam-meminjam dengan proses yang di anggap sederhana, mudah dan cepat (Muladi, 2009).

Untuk keperluan penjaminan kredit, bentuk pengalihan yang bisa digunakan dengan objek hak kekayaan intelektual adalah melalui perjanjian jaminan. Adapun bentuk penjaminan yang paling tepat digunakan dalam hal ini adalah dengan menggunakan jaminan fidusia. Jaminan fidusia sebagai jaminan diberikan dalam bentuk perjanjian memberikan pinjaman uang, kreditur mencantumkan dalam perjanjian itu bahwa debitur harus menyerahkan barangbarang tertentu sebagai jaminan pelunasan hutang piutang. Dengan demikian hubungan hukum antara pemegang dan pemberi jaminan adalah hubungan perikatan, di mana pemegang jaminan (kreditur) berhak untuk menuntut penyerahan barang jaminan dari debitur (pemberi jaminan) (Zaini, 2007).

Secara konseptual jaminan fidusia merupakan jaminan yang bersifat kebendaan, setelah benda yang dibebani fidusia didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia. Jadi apabila benda yang dibebani fidusia tidak didaftarkan, maka hak penerima fidusia yang timbul dari adanya perjanjian pembebanan fidusia, bukan merupakan hak kebendaan, tetapi merupakan hak perorangan (Lambok, 2008). Teori fidusia yang menjadi pedoman dalam tulisan ini adalah perjanjian pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan hak kepemilikan atas benda yang dialihkan itu tetap berada dalam penguasaan si pemilik benda. Fidusia sebagai salah satu jaminan merupakan unsur pengaman kredit bank, yang dilahirkan dengan didahului oleh perjanjian kredit bank. Konstruksi ini menunjukkan bahwa perjanjian jaminan fidusia memiliki karakter accessoir, yang diatur dalam Undang-undang Jaminan Fidusia ( UU Nomor 42 Tahun 1999).

Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Jaminan Fidusia, menentukan bahwa yang dimaksudkan dengan fidusia ialah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bagi benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Jaminan Fidusia merupakan hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 4 tahun 1996 yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu yang memberika kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya (Pasal 1 ayat 2 UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia).

Jaminan Fidusia dilihat dari aspek hukum memberikan preferensi (hak didahulukan pelunasannya) dari kreditur lain (konkuren) sebagai berikut.� Pertama, pemegang fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditor lainnya; kedua, pemegang fidusia mempunyai hak didahulukan dalam hal untuk mengambil pelunasan piutangya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia; dan ketiga, pemegang fidusia mempunyai hak yang didahulukan dengan tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi.

Sistem hukum jaminan fidusia dalam tulisan ini terkait dengan substansi hukum jaminan fidusia dan struktur hukumnya memungkinkan pemanfaatan HKI untuk mengakses kredit perbankan.

Pertama, konsep jaminan fidusia. Pasal 1 angka 1 UUJF: fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda; Pasal 1 angka 2 UUJF: jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud yang tetap dal penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang di-utamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya; Pasal 1 angka 4 UU JF: benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik berwujud maupun tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotik.

Kedua, pengikatan pembebanan. Pasal 4 UUJF: jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi; Pasal 5 (1) UUJF: pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan Akta Jaminan Fidusia; Pasal 6 UUJF: akta jaminan fidusia memuat identitas pemberi dan penerima fidusia, data perjanjian pokok yang dijamin fidusia, uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia, nilai penjaminan dan nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia; Pasal 8 UUJF; Pasal 9 dan Pasal 10 UUJF.

Ketiga, pendaftaran jaminan fidusia. Pasal 11 ayat (1) dan Pasal 12 ayat (1) UU Jaminan Fidusia. Pasal 11 ayat (1) menyatakan bahwa, �Benda yang dibebani jaminan fidusia wajib didaftarkan.� Pasal 12 ayat (1) menyatakan bahwa, �Pendaftaran jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dilakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia, di Kanwil Propinsi; Pasal 13 - Pasal 18 UUJF. Keempat, Pengalihan Jaminan Fidusia: Pasal 19, 20, 21 UUJF. Kelima, Eksekusi Jaminan Fidusia: Pasal 29 s/d 34 UUJF.

Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan bahwa Potensi kelemahan atau kekurangan dalam penggunaan jaminan fidusia sebagai bentuk jaminan kredit perbankan, terutama dalam hal pendaftaran dan pengalihan jaminan fidusia. Keterkaitan antara penggunaan jaminan fidusia dengan peraturan dan praktik perbankan lainnya, seperti aturan kreditur lain dan pengalihan hak kepemilikan. Pengaruh kebijakan pemerintah terhadap penggunaan jaminan fidusia sebagai bentuk jaminan kredit perbankan, khususnya dalam hal kebijakan perpajakan dan kebijakan pengawasan perbankan. Perbandingan efektivitas dan efisiensi penggunaan jaminan fidusia dengan bentuk jaminan kredit perbankan lainnya, seperti hipotek atau fidusia lainnya. Pengaruh perubahan teknologi dan bisnis terhadap penggunaan jaminan fidusia sebagai bentuk jaminan kredit perbankan, seperti dalam hal penggunaan teknologi blockchain atau kebijakan terbaru tentang jaminan fidusia dalam perdagangan elektronik.

 

Kesimpulan

Hak Cipta yang dijadikan sebagai objek Jaminan Fidusia harus memenuhi beberapa jenis Kriteria yang diprasyaratkan oleh pihak Bank, karena hal tersebut penting berkaitan dengan asas kehati-hatian Bank di dalam memberikan suatu kredit kepada debitur. Kriteria yang harus dipenuhi Hak Cipta Lagu sebagai Jaminan Fidusia antara lain adalah : a) Suatu Objek Jaminan tersebut harus memiliki suatu Nilai Ekonomis, b) Terdaftar di Dirjen HKI dan Kementrian Hukum dan HAM serta sesuai dengan ketentuan UUJF, c) Masih dalam Masa Perlindungan untuk dimasukkan di dalam Daftar Umum Ciptaan serta dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, d) Prinsip benda fidusia, maka objek yang dijadikan sebagai Jaminan tentunya benda tersebut haruslah merupakan benda milik si pemberi fidusia dan bukan benda yang dalam status kepemilikan orang lain, e) Hak Cipta Lagu tentunya dapat beralih atau dialihkan baik secara keseluruhan maupun sebagian.

Kedudukan aset HKI sebagai intangiable assets dapat dijadikan sebagai objek jaminan kredit perbankan karena: termasuk benda bergerak dengan bentuk tidak berwujud, mempunyai nilai ekonomis (value), dapat dialihkan, dapat dibebani dengan jaminan fidusia, meski sudah ditegaskan di dalam ketentuan peraturan perundang-undangan untuk dapat menjadi objek jaminan perbankan, namun nyatanya belum semua bank dapat menerima hal tersebut.

BIBLIOGRAFI

 

Antasena, D. (2019). Hak Kekayaan Intelektual Sebagai Jaminan Kredit Perbankan Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Universitas YARSI.

 

Ardhianto, V. N. (2019). Peran Notaris dalam Pembuatan Akta HKI (Hak Kekayaan Intelektual) sebagai Objek Jaminan Fidusia bagi Masyarakat Umum. Al Qodiri: Jurnal Pendidikan, Sosial Dan Keagamaan, 16(1), 205�223.

 

Asri, D. P. B. (2020). Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Bagi Produk Kreatif Usaha Kecil Menengah Di Yogyakarta. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, 27(1), 130�150. https://doi.org/10.20885/iustum.vol27.iss1.art7

 

Chosyali, A. (2018). Perlindungan Hukum Hak Cipta Buku Pengetahuan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum, 3(1), 49�66. https://doi.org/10.24246/jrh.2018.v3.i1.p49-66

 

Hartarini, Y. M., Nafiah, Z., & Sopi, S. (2022). Kajian Tentang Ekonomi Kreatif di Kabupaten Kendal. EKOMA: Jurnal Ekonomi, Manajemen, Akuntansi, 2(1), 77�89.

 

Kusumaningtyas, R. F. (2016). Perkembangan Hukum Jaminan Fidusia Berkaitan dengan Hak Cipta Sebagai Objek Jaminan Fidusia. Pandecta Research Law Journal, 11(1), 96�112. https://doi.org/10.15294/pandecta.v11i1.6465

 

Lambok, B. D. (2008). Akibat Hukum Persetujuan Tertulis dari Penerima Fidusia kepada Pemberi Fidusia untuk Menyewakan Obyek Jaminan Fidusia Kepada Pihak Ketiga. Jurnal Hukum Pro Justitia, 26(3).

 

Muladi, P. L. J. F. D. (2009). Pentingnya Lembaga Jaminan Fidusia Dalam meningkatkan Pembangunan Ekonomi Nasional, Makalah. Seminar Nasional �Problematika Dalam Pelaksanaan Jaminan Fidusia Di Indonesia: Upaya Menuju Kepastian Hukum, Fakultas Hukum USM, 16.

 

Mulyani, S. (2016). Rekonstruksi Pemikiran Yuridis Integral dalam Pembaharuan Sistem Hukum Jaminan Fidusia Berpilar Pancasila. Jurnal Ilmiah Hukum Dan Dinamika Masyarakat, 7(2), 120�133. https://doi.org/10.56444/hdm.v7i2.390

 

Ningsih, A. S., & Maharani, B. H. (2019). Penegakan Hukum Hak Cipta Terhadap Pembajakan Film Secara Daring. Jurnal Meta-Yuridis, 2(1), 13�32. https://doi.org/10.26877/m-y.v2i1.3440

 

Raharja, G. G. G. (2020). Penerapan Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Cipta Di Bidang Pembajakan Film. Jurnal Meta-Yuridis, 3(2), 91�112. https://doi.org/10.26877/m-y.v3i2.6029

 

Soerjono, S. (2015). Penelitian Hukum Normatif. Jakarta, Rajawali Pers.

 

Sudaryat, S., & Permata, R. R. (2010). Hak Kekayaan Intelektual Memahami Prinsip Dasar, Cakupan dan Undang-Undang yang Berlaku. Bandung : Oase Media.

 

Suteki, & T. G. (2020). Metodologi Penelitian Hukum (Filsafat, Teori dan Praktik). Jakarta: Raja Grafindo Persada.

 

Tirtakoesoemah, A. J., & Arafat, M. R. (2020). Penerapan Teori Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Atas Penyiaran. Pena Justisia: Media Komunikasi Dan Kajian Hukum, 18(1), 1�14. https://doi.org/10.31941/pj.v18i1.1084

 

Ulinnuha, L. (2017). Penggunaan Hak Cipta Sebagai Objek Jaminan Fidusia. J. Priv. & Com. L., 1, 85.

 

Zaini, A. (2007). Dinamika Perkembangan Lembaga Jaminan Fidusia di Indonesia. Jurnal Al Qalam, 24(3), 407�420.

 

Copyright holder:

Jessica Francis Gunawan, Yunanto (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: