������������������������� �� Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia � ISSN : 2541 0849

��������������������������� e-ISSN : 2548-1398

��������������������������� Vol. 2, No 5 Mei 2017

ANALISIS PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI UNGGULAN KAOS ETNIK KHAS CIREBON DI KECAMATAN PLERED KABUPATEN CIREBON

 

Bhakti Nur Avianto

Universitas Nasional Jakarta

[email protected]

 

Abstrak

Industri kreatif adalah salah satu sektor ekonomi yang belakangan sedang dikembangkan. Industri kreatif merupakan industri yang mengutakan produk kreatif yang memiliki nilai jual tinggi. Pada umumnya industri kreatif dipengaruhi oleh daerah dimana industri tersebut berada. Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon adalah daerah yang terkenal dengan industri batik. Berakar dari sana home industry Kaos Etnik Khas Cirebon dikembangkan. Kaos ini merupakan produk yang menonjolkan kultur Cirebon yang kental dengan nuansa batik dan segala hal yang berkaitan dengannya. Namun pada penerapannya home industry tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya. Peneliti dalam hal menyusun karya tulis ini berkepentingan untuk mengungkap rangkaian hal yang ada pada produksi, distribusi dan pemasaran kaos tersebut. Metode penelitian yang peneliti gunakan adalah metode deskriptif yang berorientasi pada penggambaran proses atas ketiga hal yang tadi disebutkan. Menurut hasil pengamatan yang peneliti lakukan didapat beberapa hambatan yang menghambat home industry tersebut. Diantara hambatan-hambatan tersebut adalah adanya kemonotonan dalam hal pemasaran, kesulitam modal, kesulitan pemasaran, serta saingan usaha yang dinilai menyulitkan ruang gerak produk.

Kata Kunci: Pengembangan Home Industri, Kaos Etnik Khas Cirebon

 

Pendahuluan

Salah satu program pemerintah yang sedang di galangkan sejak kabinet pembangunan jilid I dan II yang memiliki kesamaan dengan visi serta misi pembangunan MGMD (Milleneium Development Goals) adalah pengentasan kemiskinan di NKRI. Seperti di ketahui kendati terkenal dengan kekayaan alam yang melimpah Indonesia masih memiliki masalah dengan pengentasan kemiskinan yang hingga kini belum rampung.

Secara umum kemiskinan merupakan kondisi dimana seseorang hidup di bawah garis dan/atau standar kebutuhan hidup. Hadi dan Lincoln (1987) menerangkan bahwa kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang hidup di bawah garis kebutuhan yang ditetapkan berdasarkan kebutuhan-kebutuhan pokok yang diperlukan agar seseorang dapat bekerja dan menjalani kehidupan dengan sehat dan normal. Saat seorang individu hidup dalam kondisi miskin individu tersebut akan mengalami kekurangan barang maupun pelayanan yang diperlukan guna menuju kehidupan yang lebih layak. Kemiskinan bukan merupakan permasalahan yang pelik apabila tersedia pihak yang menjamin kehidupan kalangan yang dianggap miskin.

Penyebaran kemiskinan di Indonesia terbilang mereka. Tidak hanya berpatok pada daerah pedesaan semata. Banyak penduduk kota yang juga hidup dalam kondisi miskin.

Tabel 1

Penduduk Miskin Jawa Barat Periode 2015� 2016

2015

2016

Kota

Desa

Kota

Desa

Semester 1

2.636,38

1.797,32

2.497,59

1.726,73

Semester 2

2.706,52

1.779,13

2.543,3

1.624,81

����������������������������������� Sumber: BPS 2016

Tabel di atas jelas menggambarkan bahwa angka kemiskinan rata di segala daerah, tidak memandang kota maupun desa. Rataan kondisi kimiskinan ini membuat pemerintah harus bekerja ekstra keras untuk mengentaskan masalah kemiskinan di NKRI.

Jika dirunut dari penyebabnya kemiskinan diakibatkan oleh beberapa hal yang cukup fundamental, diantaranya adalah kualitas pendidikan yang buruk, minimnya lapangan kerja, serta masalah kemampuan lemah yang menjadi pengganjang kalangan ini sulit untuk naik. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kemiskinan di 17 provinsi. Faktor-faktor tersebut ialah:

1.      Rendahnya sumber daya manusia yang mumpuni

2.      Lambannya penerapan teknologi di segala bidang

3.      Rendahnya sumber daya fisik yang dimiliki

4.      Kurangnya perhatian dari kelembagaan terkait

5.      Buruknya potensi wilayah yang menjadi tempat tinggal individu yang hidup di bawah garis kemiskinan

6.      Kurang tepatnya kebijakan pemerintah pusat maupun daerah pada agenda pengentasan kemiskinan

Jika studi empiris pusat penelitian sosial ekonomi Departemen Pertanian yang dilakukan di 17 provinsi Indonesia menghasilkan 6 faktor, Asnawi (1994) mengungkapkan bahwa kemiskinan merupakan suatu permasalahan yang diakibatkan oleh 3 faktor berbeda, yakni ketiadaan sumber daya manusia yang mumpuni, faktor sumber daya alam yang terbatas, serta lemahnya pemanfaatan teknologi guna mendompleng kualitas hidup. Namun, jika ditilik dari sudut pandang lain, kemiskinan akan erat kaitannya dengan keberadaan lapangan kerja dan kualitas pendidikan.

Di era global saat ini permasalahan yang muncul bukan lagi ada pada ketiadaan sumber daya alam yang terbatas, namun ide dan kreativitas individu yang terbatas. Era globalisasi merupakan era dimana ide dan kerja keras bermain. Sehingga setiap orang tidak hanya bekerja sebagai pegawai yang hanya mengikuti apa yang diperintahkan atasan. Era global adalah era kreatif dimana masyarakat dituntut aktif untuk dapat menciptakan produk kreatif guna meraih omset dari penjualan produk tersebut.

Bisnis merupakan salah satu jalan yang dapat diambilguna menaikkan derajat hidup seseorang. Maraknya media sosial dan market place juga memudahkan pemilik produk untuk menjual produk dagangannya. Cukup bermain taktik dan ide, setiap barang akan laku dengan kerja keras dan ide kreatif pemilik usaha.

Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon merupakan daerah yang terkenal dengan kualitas batiknya yang mendunia. Di kecamatan tersebut memiliki banyak desa yang menjadi industri kreatif dan menghasilkan produk yang khas dan memiliki nilai jual tinggi. Jika berorientasi pada UU Nomor 6 Tahun 2014 yang dimana desa dijadikan sebagai instrumen untuk mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat, dengan cepat, masyarakat desa yang masuk dalam lingkup Kecamatan Plered akan memiliki kemandirian dan kesejahteraan yang baik. Guna memaksimalkan kondisi tersebut maka dimanfaatkanlah pengembangan kawasan. Kecamatan Plered sebagai sentra batik di Cirebon dipastikan memiliki potensi tinggi dan dapatdimanfaatkan untuk menuju ke arah sana. Secara konvensional pengembangan kawasan diartikan sebagai pengembangan ekonomi dengan perkembangan ekonomi yang berorientasi pada proses pembangunan yang berlangsung pada ekuilibrium matrix lokasi yang tersusun atas pusat pertumbuhan dan daerah penyangga (Moeljarto, 2007: 119).

Pada proses pelaksanaannya pengembangan kawasan erat kaitannya dengan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat sendiri memiliki tujuan guna menciptakan masyarakat yang lebih mandiri, sejahtera, dan partisipatif dalam agenda pembangunan. Pemberdayaan masyarakat pada umumnya dilakukan instansi dengan memberi pelatihan atau seminar. Di samping cara tersebut program pelatihan dan pemberian modal juga jadi salah satu opsi yang dapat dilakukan. Namun jika dikaji lebih dalam pemberdayaan yang paling maksimal adalah pengembangan potensi, baik potensi individu, kelompok, maupun daerah.

Kecamatan Plered sendiri memiliki potensi kuat untuk keberadaan produk seni, salah satunya adalah kaos budaya dan etnik. Di samping batik, produk ini merupakan produk kerajinan yang dapat dipasarkan pada tempat-tempat yang banyak dikunjungi wisatawan. Mengandalkan tenaga dan ide-ide kreatif masyarakat sekitar, produk ini memiliki tempat tersendiri di hati wisatawan. Hal tersebut terlihat dari antusias wisatawan dalam memilih dan memilah kaos etnik yang akan dibeli untuk buah tangan. Kondisi ini tentu sangat menggembirakan mengingat peran masyarakat dalam pengembangan produk dinilai baik dan sesuai dengan apa yang diharapkan.

Merujuk pada paparan dan kondisi di atas, penulis kemudian berinisiatif untuk menyusun karya ilmiah dengan pembahasan analisis pengembangan home industry unggulan kaos etnik khas Cirebon di Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon.

Metodology Penelitian

Metode penelitian yang diterapkan disini adalah model penelitian kualitatif deskriptif yang berorientasi pada penggambaran prosedur, tahapan, waktu kondisi, sumber dan data tersebut diolah.Metode penelitian deskriptif sendiri adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan dan/atau menganalisis hasil penelitian dengan tidak membuat kesimpulan secara lebih luas (Sugiyono: 2005).

Teknik pengambilan data yang digunakan adalah teknik observasi dengan menilik dan/atau mengamati proses berjalannya kegiatan produksi, pemasaran, dan distribusi yang dilakukan oleh home industry kaos etnik khas Cirebon. Tempat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Desa Trusmi Kulon Kecamatan Plered yang merupakan desa penghasil batik terbesar di Cirebon bersama Desa Trusmi Wetan. Observasi dan kegiatan penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2014. Waktu tersebut merupakan waktu ideal untuk mengambil data. Sebab waktu tersebut adalah waktu liburan. Dimana waktu liburan sendiri merupakan waktu dimana produksi mencapai titik tertinggi, sehingga tepat untuk dijadikan sebagai waktu penelitian.

 

 

Hasil dan Pembahasan

A.     Hasil Penelitian

Berdasarkan pengamatan dan observasi yang dilakukan peneliti pada bulan Juli 2014 didapat beberapa hasil sebagaimana berikut:

1.      Ragam metode pemasaran pengusaha yangh cenderung monoton

Kaos Etnik Khas Cirebon adalah produk dengan nilai jual yang cukup baik. Terlebih tempat penjualan kaos tersebut yang berada di kawasan wisata budaya dan belanja Cirebon. Dengan pemasaran yang variatif dan berani produk tersebut seharusnya dapat terjual dengan hasil yang cukup baik. Namun demikian, untuk penjualan Kaos Etnik Cirebon sendiri masih relatif monoton dan kurang berani.

Menurut pengamatan peneliti penjualan yang dilakukan penguasa hanya berpatok pada penjualan fisik dan konvensional. Hal ini tentu mengharuskan produk diproduksi terlebih dahulu dan dijual kemudian. Sehingga, saat produk tersebut tidak terjual, kerugian adalah hal yang akan menghampiri penguasa. Sehingga diperlukan model pemasaran alternatif yang memberikan kemudian serta menguntungkan produsen selaku pembuat produk.

2.      Kurangnya modal produsen

Permasalahan modal adalah permasalahan yang hampir dialami oleh semua pengusaha. Modal adalah alat utama dalam membuat program usaha. Tanpa adanya modal seorang pengusaha akan sulit membuat dan/atau mengembangkan usahanya.

Hal serupa juga dialami oleh home industry yang menaungi pembuatan Kaos Etnik Khas Cirebon. Pada proses awal berdirinya home industry ini mengalami kesulitan modal sehingga penguasa melakukan sedikit siasat untuk dapat membuat dan/atau mengambangkan rumah produksi kaos kreatif ini.

3.      Kesulitan produsen dalam hal pemasaran

Secara umum kaos kreatif adalah produk yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. Namun pada penerapannya nilai ekonomi tersebut sangat dipengaruhi oleh bagaimana teknik produksi, pemasaran, dan distribusi dilakukan. Dalam kasus Kaos Etnik Khas Cirebon. Model pemasaran yang dilakukan masih terkesan monoton dan kurang berani. Pada kondisi tertentu kaos ini bahkan hanya dipajang dalam bentuk fisik pada tempat wisata, car free day, dan tempat-tempat lain yang menjadi tempat berkumpulnya khalayak ramai. Kendati berpotensi cara tersebut masih terbilang konvensional dan kurang efektif.

Oleh karenanya untuk menunjang peningkatan produksi dan omset usaha, pengusaha kaos kreatif seperti Kaos Etnik Khas Cirebon harus memiliki modal pemasaran baru yang berani, nuansa warna tidak monoton serta model lebih kreatif.

4.      Persaingan Usaha

Persaingan usaha adalah kondisi normal dalam hal kegiatan usaha. Setiap pengusaha akan menemui persaingan usaha. Pada kasus home industry Kaos Etnik Khas Cirebon persaingan usaha yang dihadapi adalah showroom-showroom batik yang menawarkan produk batik dengan ragam model yang variatif. Walau menjual produk yang relatif berbeda, namun produk kaos etnik dengan batik memiliki banyak permasaan, yakni sama-sama bergelut dalam produk industri kreatif.

B.     Pembahasan

1.      Ragam Metode pemasaran yang monoton

Rumah produksi Kaos Etnik Cirebon adalah rumah produksi yang bergerak di industri kreatif dengan memanfaatkan tenaga kerja dari pemuda dan masyarakat lokal. Dengan kata lain tenaga kerja yang ada tempat tersebut merupakan tenaga kerja hasil pemberdayaan masyarakat.

Untuk pemasaran rumah produksi tersebut hanya mengandalkan model konvensional, yakni dengan mengandalkan tempat ramai seperti tempat wisata, care free day, dan tempat ramai lainnya.

Jika memang memungkinkan, rumah produksi tersebut harus menyiapkan tenaga ahli yang bergerak di bidang pemasaran. Atau jika mungkin diharuskan pemilik rumah produksi seyogyanya memberikan pelatihan khusus pada karyawan untuk menguasai teknik pemasaran dan sebagainya. Dengan cara tersebut home industry tersebut akan dengan mudah memasarkan produk-produknya. Sebab jika ditilik lebih jauh, banyaknya karyawan yang kompeten dalam pemasaran akan menambah variasi pemasaran yang dapat dilakukan. Dengan demikian, produk-produk Kaos Etnik Khas Cirebon pun akan sangat mudah terjual.

2.      Kurangnya modal

Home Industry Kaos Etnik Cirebon adalah industri kecil menangah yang relatif kesulitan dalam hal pengadaan modal. Hal tersebut membuat banyak sektor seperti pemasaran, produksi, dan distribusi terhambat. Pada tahap lanjut kondisi ini menimbulkan kerugian pada rumah produksi.

Pada dasarnya modal adalah permasalahan kompleks yang hampir dialami oleh industri kecil dan menangah. Walau demikian sekarang telah ada banyak perusahaan perbankan yang menyediakan kredit usaha rakyat. Cara tersebut akan sangat memudahkan pengusaha Kaos Etnik Khas Cirebon untuk memiliki modal usaha. Namun demikian alokasi modal juga harus dipikirkan matang-matang. Sebab status modal adalah pinjaman yang diiringi dengan bunga. Jika alokasi modal tidak dilakukan dengan baik, bukan tidak mungkin pinjaman tersebut akan menyulitkan pengusaha, bahkan tahap yang lebih serius dapat merugikan pengusaha Kaos Etnik Khas Cirebon.

3.      Kesulitan dalam hal pemasaran

Pemasaran adalah hal penting dalam suatu perusahaan yang menghasilkan produk. Dalam kasus home industry Kaos Etnik Cirebon banyak karyawan yang tidak memiliki background marketer sehingga menyulitkan Kaos Etnik Cirebon untuk berkembang. Jalan keluar dalam hal ini adalah dengan menyiapkan marketer melalui pelatihan dan workshop yang disediakan oleh perusahaan atau lembaga terkait. Dengan cara ini home industry Kaos Etnik Cirebon akan memiliki marketer yang membantu menyebarkan produk dan meningkatkan penjualan produk itu sendiri.

4.      Persaingan usaha

Persaingan usaha adalah hal wajar dalam kegiatan usaha. Hal tersebut merupakan hal normal dan resiko untuk setiap pengusaha. Namun demikian, untuk maju dan berkembang perusahaan harus menyiasati hal tersebut dengan cara pemasaran yang unik, berani, danvariatif. Dengan cara tersebut persaingan usaha bukan lagi menjadi momok menakutkan, melainkan hanya menjadi tantangan yang harus dilewati.

Pada dasarnya banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi persaingan usaha. Salah satu cara terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan startegi pemasaran.

Strategi pemasaran adalah rumusan metode pemasaran yang dilakukan untuk meningkatkan penjualan melalui teknik pemasaran yang tepat dan tepat sasaran. Ada beberapa cara dan/atau tahapan yang dapat dilakukan untuk startegi pemasaran. Adapun cara yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a.       Menciptakan produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen

b.      Merumuskan penyaluran produk dengan lebih efektif dan efisien

c.       Merumuskan model komunikasi yang dilakukan untuk menawarkan produk, apakah dengan konvesional atau mengandalkan media sosial

d.      Memperhitungkan kebutuhan produk yang akan diproduksi dengan kekuatan pemasaran yang dimiliki

e.       Memperhitungkan berapa banyak produk yang dijual dengan model promosi yang dilakukan

f.        Menciptakan merk yang unik dan mudah diingat sehingga menarik antusias konsumen

g.       Merumuskan dan/atau menyiapkan pengemasan terbaik untuk menarik minat konsumen

h.       Meningkatkan mutu produk. Dengan cara tersebut produk yang diproduksi akan memiliki kualitas terbaik dan dapat menarik minat konsumen

i.         Merumuskan startegi pengembangan pasar guna meningkatkan wilayah pemasaran produk

 

 

 

 

Kesimpulan

Merujuk pada hasil pengamatan dan pembahasan di atas didapat beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1.      Home industry Kaos Etnik Cirebon merupakan perusahaan yang bergerak di industri kecil menengah yang memiliki masa depan cerah apabila dikembangkan dengan baik

2.      Home industry Kaos Etnik Cirebon merupakan produksi dengan orientasi pemanfaatan masyarakat Plered dan sekitarnya untuk mengembangkan industri kreatif

3.      Ada beberapa hambatan yang ditemui home industry Kaos Etnik Cirebon pada proses pelaksanaannya. Adapun hambatan yang ditemui adalah kesulitan pemasaran, persaingan usaha, kesulitan modal, dan ketidakmampuan perusahaan dalam menyebarkan produk

4.      Metode pemasaran yang monoton diakibatkan oleh minimnya karyawan yang kompeten dalam hal marketing. Hambatan tersebut dapat ditangani dengan cara memberikan pemahaman dan pelatihan marketing yang dilakukan perusahaan dengan berkolaborasi dengan lembaga terkait

5.      Kurangnya modal mengakibatkan home industry Kaos Etnik Cirebon bergelut dalam pengadaan modal sehingga menghambat proses produksi, distribusi, serta pemasaran produk

6.      Persaingan usaha merupakan momok menakutkan bagi hampir semua home industry. Namun jika ditangani dengan baik seperti memperhatikan kualitas, mutu, pemasaran, pengemasan, serta beberapa hal yang berkaitan dengan hal di atas, persaingan usaha bukan lagi menjadi hal demikian. Bahkan jika dipandang dengan pandangan yang cukup serius, peningkatan kualitas, mutu, pemasaran, pengemasan, serta hal-hal yang terkait di dalamnya membuat persaingan usaha menjadi sebuah tantangan tersendiri.

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Asnawi, S. 1994. Masalah Kemiskinan di Pedesaan dan Strategi Penanggulangannya, Seminar Sosial Budaya Mengentaskan Kemiskinan. Kelompok Kerja Panitia Dasawarsa Pengembangan Kebudayaan Provinsi TK.I. Sumatera Barat.

Badan Pusat Statistik Jawa barat. 2016. Jumlah Penduduk Miskin Menurut Provinsi (Jawa Barat) 2013 � 2016. Jawa Barat: BPS

Indonesia. 2014. Undang-Undang Mengenai Desa. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014

Prayitno, Hadi dan Arsyad, Lincoln. 1987. Petani dan Kemiskinan. Yogyakarta: BPEF

Sugiyono. 2005. Metode Penepitian Administrasi. Bandung: Alfabeta

Tjokrominoto, Moeljarto. 2007. Pembangunan: Dilema dan Tantangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar