Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 5, No. 5 Mei 2020
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGAMANAN ASET TANAH MILIK PEMERINTAH KOTA
SEMARANG BERDASARKAN PP NOMOR 27 TAHUN 2014
Rudy Kurniawan
Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang
Email: [email protected],
Abstract
Fixed assets are
tangible assets that have a useful life of more than 12 months to be used in
government activities or utilized by the general public. The government must
record its fixed assets even though these fixed assets are used by other
parties. This study aims to analyze the implementation of the policy of
securing land assets belonging to the Semarang City Government and analyze the
supporting and inhibiting factors in the implementation of the security policy.
The research approach used is qualitative using a policy implementation model
according to Edward I. The results of the study indicate that the problems
faced are: Not all managers of Regional Assets / Property understand deeply Permendagri No. 17 of 2007 which became a reference in the
management of assets or regional assets; Many ownership
of land assets are not supported by evidence of legal land rights;
Administration of ownership evidence for Regional Assets is still a lot of
disorderly. The process of securing land assets is carried out by: Identifying
existing Semarang City government assets; Administrative safeguards; Physical
security; Legal action. Inhibiting factors: Bureaucratic system that is still
less efficient and the weak coordination that occurs between related agencies;
Human resource expertise possessed by the parties involved is still not
optimal; The availability of facilities to support the implementation of
policies has not been fully adequate; The authority given to ASN in
implementing the Semarang City Government Land Assets Security Policy is still
ineffective. Supporting factors: There are incentives as implementers; Good
communication and coordination with related parties; Inviting the public to
participate in physically securing Semarang City Government's land assets.
Keywords: Implementation, security, assets, land, government
Abstrak
Aset tetap merupakan aset berwujud yang memiliki masa guna lebih dari 12 bulan untuk dipakai dalam
aktivitas pemerintah ataupun digunakan oleh masyarakat global. Pemerintah harus mencatat aset tetap
yang dimilikinya walaupun aset tetap itu dipakai oleh pihak lain. Penelitian
ini bertujuan menganalisis implementasi kebijakan pengamanan aset tanah milik
Pemerintah Kota Semarang serta
menganalisis faktor-faktor pendukung serta penghambat penerapan prosedur pengamanannya. Pendekatan penelitian yang digunakan yaitu kualitatif dengan menggunakan model implemantasi kebijakan munurut Edward I. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa permasalahan yang dihadapi yaitu: Tidak� semua� pengelola Aset/Barang� Milik Daerah memahami
secara mendalam Permendagri No.17 Tahun 2007 yang menjadi acuan dalam pengelolaan Aset ataupun Barang Milik Daerah; Kepemilikan� aset� tanah� masih banyak� yang� tidak� didukung� dengan �bukti hak atas tanah yang sah; Administrasi terhadap bukti kepemilikan Aset Daerah masih banyak� yang tidak tertib. Proses pengamanan pada aset tanah dilakukan dengan cara: Mengidentifikasi
aset pemerintah Kota
Semarang yang ada; Pengamanan
administratif; Pengamanan fisik; Tindakan hukum. Faktor penghambat:� Sistem birokrasi yang masih kurang efisien dan masih lemahnya koordinasi yang terjadi antar instansi yang terkait; Keahlian sumberdaya manusia yang dimiliki oleh pihak-pihak yang terkait masih kurang
optimal; Ketersediaan fasilitas
untuk mendukung pelaksanaan kebijakan belum sepenuhnya memadai; Kewenangan yang diberikan pada ASN dalam melaksanakan Kebijakan Pengamanan Aset Tanah Milik Pemerintah Kota Semarang masih kurang efektif. Faktor pendukung : Adanya insentif
sebagai pelaksana; Adanya komunikasi �serta koordinasi yang cukup baik dengan
pihak-pihak terkait; Mengajak masyarakat untuk berperan serta dalam mengamankan
secara fisik aset tanah Milik Pemerintah Kota Semarang.
Kata kunci: Implementasi, pengamanan, aset, tanah, pemerintah
Pendahuluan
Lahirnya prinsip Good
Governance, menuntut Pemerintah Daerah harus membuat laporan keuangan yang
transparan dan akuntabel. Tujuan utamanya antara lain adalah agar semua Aset/Barang
Milik Daerah (BMD) yang dilaporkan dapat dipertanggungjawabkan terhadap
masyarakat secara menyeluruh serta sesuai dengan tujuan.� Definisi Aset Tetap dalam Pernyataan Standar
Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ialah aset berwujud yang memiliki masa guna lebih
dari 12 (dua belas) bulan untuk dipakai dalam aktivitas pemerintah ataupun digunakan
oleh masyarakat secara luas. Dengan pembatasan definisi itu sehingga pemerintah
semestinya mencatat aset tetap yang dimilikinya walaupun aset tetap itu dipakai
oleh pihak lain. Pemerintahpun semestinya mencatat hak atas tanah menjadi aset
tetap. Dalam PSAP 07, aset tetap di neraca dikelompokkan enam bagian, yaitu
Tanah; Peralatan dan Mesin; Gedung dan Bangunan; Jalan, Irigasi, dan Jaringan;
Aset Tetap Lainnya; dan Konstruksi Dalam Pengerjaan.
Pengamanan aset ialah aktivitas perilaku pengelolaan dalam
pengurusan BMD dalam bentuk fisik, administrasi, serta perilaku usaha hukum.
Pengamanan BMD merupakan kewajiban dari pengelola, pengguna, dan/atau kuasa
pengguna barang. Kegiatan pengamanan meliputi pengamanan administratif, fisik
dan hukum.
a. Pengamanan
administrasi ialah aktivitas yang dilaksanakan pejabat yang dpilih untuk
menatausahakan dalam kerangka mensejahterakan barang milik daerah dari segi administratif.
b. Pengamanan fisik ialah
aktivitas yang dilaksanakan oleh pejabat yang dipilih untuk mengamankan barang
milik daerah yang diarahkan untuk menghambat berlangsungnya depresiasi fungsi
barang, penurunan kuantitas barang serta hilangnya barang.
c. Pengamanan hukum
ialah aktivitas untuk menyimpan barang milik daerah dengan langkah menyempurnakan
bukti status kepemilikan.
Berdasarkan data dari Laporan Hasil Pemeriksaan BPK
Perwakilan Provinsi Jawa Tengah (LHP BPK) atas Pemeriksaan Manajemen Aset pada
Pemerintah Kota Semarang TA. 2015 dan TA. 2016 (Semester I) masih terdapat
beberapa catatan terkait penatausahaan aset tetap, adapun catatan tersebut yakni:
Masih banyak tanah belum bersertifikat, sertipikat atas nama pihak lain, papan
tanda kepemilikan tanah Pemkot Semarang tidak ada. Dalam LHP BPK Nomor
111/LHP/BPK/XVIII.SMG/10/2016 tanggal 25 Oktober 2016 mengungkap temuan terkait
pengamanan aset tetap (tanah) yaitu belum sepenuhnya tanah milik Pemkot
Semarang bersertifikat, dan belum sepenuhnya tanah milik Pemkot Semarang
mempunyai papan nama tanda kepemilikan.
Faktor lainnya yang�
mempengaruhi adalah terbatasnya tenaga SDM untuk melakukan penjagaan
terhadap keamanan aset tanah tersebut. Sumber
daya manusia merupakan bagian penting dalam aktivitas kerja (Saridawati, 2018). Kebijakan untuk pengamanan aset belum mengakomodir
semua hal yang diperlukan, seperti penguasaan dan pemeliharaan aset agar tidak
hilang, rusak, atau dicuri, dan sebagainya. Permasalahan mengenai pengamanan
aset daerah itu emestinya segera diselesaikan. Meskipun belum sempurna tetapi harus
ada perbaikan dalam pengamanan sebab aset daerah adalah kekayaan yang seharusnya
dipelihara, diamankan, serta dimanfaatkan sebaik mungkin menjadi amanah yang harus
diambil untuk masyarakat.
Untuk menjawab tantangan di atas maka lahirlah Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
Hal tersebut merupakan perubahan paradigma baru dalam pengamanan barang milik
negara/daerah serta memunculkan optimisme baru dalam penataan dan pengamanan
barang/aset negara/daerah yang lebih tertib, akuntabel dan transparan. Pasal 42
ayat (1) menyatakan bahwa �Pengelola barang, pengguna barang dan/kuasa pengguna
barang wajib melakukan pengamanan barang milik negara/daerah yang berada dalam
penguasaannya�. Pasal 42 (2) �Pengamanan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi pengamanan administrasi, pengamanan fisik, dan pengamanan
hukum�. Pasal 43 ayat (1) �Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah harus
disertipikatkan atas nama Pemerintah Republik Indonesia/Pemerintah Daerah yang
bersangkutan�. Oleh sebab
itu, cakupan manajemen aset negara
terdiri atas perencanaan kebutuhan juga penganggaran; pengadaan; pemanfaatan; pemakaian;
pengamanan serta perawatan; penilaian; pembersihan; pengalihan; penatausahaan; pengarahan,
pengawasan, juga pengelolaan. Proses itu adalah siklus logistik yang lebih
terinci yang didasarkan kepada evaluasi pentingnya penyesuaian untuk siklus
perbendaharaan dalam kerangka yang lebih luas (finansial negara).
Aset daerah harus dijaga, dikelola, diamankan dan
dimanfaatkan dengan sebaik mungkin, selain menjadi amanah yang seharusnya
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat selaku stakeholder. Aset daerah juga merupakan
sumber potensial penerimaan daerah serta dapat membantu meningkatkan Pendapatan
Asli Daerah (PAD). Oleh karena itu, pemerintah daerah harus pandai dan terampil dalam
mengelola aset atau barang milik daerah serta dituntut untuk membenahi sistem
pengelolaan aset daerah dengan berpedoman pada regulasi dan Undang-Undang yang
berlaku.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara/Daerah merupakan acuan utama pemerintah dalam pengelolaan
aset daerah, serta dipertegas dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19
Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah. Aset daerah ialah
suatu potensi ekonomi dan sumber daya yang bersifat mutlak bagi setiap
pemerintah daerah. Pengelolaan aset yang baik akan berkontribusi besar bagi
pemerintah daerah, sebaliknya jika pengelolaannya buruk maka akan berdampak
buruk pula pada pemerintah daerah tersebut.
Aset atau barang milik daerah itu sendiri dikelola oleh unit
organisasi yang memiliki hak dan tanggung jawab atas aset tersebut. Pengelola
barang/aset daerah tersebut ialah pejabat yang berdaulat serta berkewaijban
menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan barang milik
negara/daerah. Pengelolaan aset atau barang milik daerah, pemerintah
daerah dituntut agar bisa dengan profesional
serta mandiri mengelola asetnya dengan keahlian pengelolaan aset yang terbagi kedalam
lima tahapan kinerja, yakni: inventarisasi aset, legal audit, penilaian aset,
optimalisasi pemanfaatan aset dan pengawasan dan pengendalian dengan
pengembangan Sistem Informasi Manajemen Aset.
Menjumpai permasalahan manajemen aset daerah butuh proses
yang begitu panjang, pemerintah daerah dituntut agar bekerja keras dalam mengimplementasikannya supaya tujuan itu dapat teraih. Untuk meraih sesuatu itu pastinya
bukan persoalan yang gampang, sebab tidak sedikit hal yang semestinya diperbaharui
serta diperbaiki. Prinsip Good Governance,
menuntut bahwa Pemerintah Daerah harus membuat laporan keuangan yang transparan
dan akuntabel yang mana akan menghasilkan pekerjaan yang baik, begitu pula
sebaliknya. Semuanya harus dilihat dari tupoksinya dan harus disesuaikan dengan
pejabat yang diperlukan sehingga tidak terjadi pemerintahan yang kaya struktur
tapi miskin fungsi, dan tidak juga terjadi sebaliknya kaya fungsi tapi miskin
struktur, harus seimbang antara keduanya. Peraturan perundang-undangan tentang
pengelolaan aset daerah juga harus dipertegas, sepanjang waktu kebijakan
yang ada hanya terkait teknis manajemen serta tidak adanya peraturan
perundang-undangan yang mengatur perihal/punishment bagi pemerintah yang lengah
Tupoksinya.
Pengelolaan Barang Milik Daerah Kota Semarang diatur dalam
Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2007 perihal Pengelolaan Barang Milik Daerah.
Dalam Perda tersebut disebutkan bahwa Walikota ialah pemilik kekuasaan
pengelolaan Barang Milik Daerah. Walikota dibantu oleh Sekretaris Daerah selaku
pengelola barang, Kepala Bagian Umum/Perlengkapan/Unit pengelola Barang Milik
Daerah selaku Pembantu Pengelola Barang, Kepala SKPD selaku Pengguna Barang,
Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah sebagai Kuasa Pengguna Barang, Penyimpan
Barang dan Pengurus Barang. Di dalam Perda ini juga diatur mengenai tugas inti serta
fungsi pejabat pengelola barang milik daerah. Para pengurus barang diangkat
berdasarkan Keputusan Walikota Semarang Nomor 030/5/2016 tanggal 4 Januari 2016
tentang Penunjukan Pengurus Barang dan Penyimpan Barang terhadap Satuan Kerja
Perangkat Daerah/Unit Kerja di Lingkungan Pemerintah Kota Semarang Tahun 2016.
Dalam Keputusan Walikota tersebut juga disebutkan tugas dari Pengurus Barang
dan Penyimpan Barang.
Penelitian ini lebih mengacu pada penelitian yang dilakukan
Rorimpandey dkk (2016) bertujuan untuk menganalisis kesesuaian pengelolaan
Barang Milik Daerah Kabupaten Minahasa Selatan dengan Peraturan Pemerintah No.
27 Tahun 2014. Akan tetapi pada penelitian ini yang dilakukan adalah melakukan
analisis terhadap Implementasi Kebijakan Pengamanan Aset Tanah Milik Pemerintah
Kota Semarang Berdasarkan PP Nomor 27 Tahun 2014.
Metode Penelitian
Karya ilmiah ini berdasarkan penelitian dengan menggunakan
jenis penelitian kualitatif (Sugiyono, 2012). Sumber data yang digunakan, yaitu data primer yang
berasal dari wawancara dan observasi dan dokumentasi dan data sekunder
diperoleh dari Laporan Hasil Pemeriksaan BPK (Bungin, 2007). Lokasi penelitian dilakukan pada Badan Pengelolaan
Keuangan Aset Daerah (BPKAD) Kota Semarang sebagai pengelola Barang Milik
Daerah di Pemerintah Kota Semarang dan pemerintah kelurahan di Kota Semarang.
Pemilihan pemberi informasi dalam
penelitian ini dilaksanakan dengan cara purposive dengan pertimbangan bahwa
informan yang dipilih adalah orang-orang yang benar-benar mengetahui atau
terlibat langsung dengan fokus penelitian. Informan pada penelitian ini adalah
Kepala Bidang pada Bidang Aset BPKAD Kota Semarang, Staf Bidang Aset (Pengurus
Barang) BPKAD Kota Semarang, Kepala Kelurahan Jatibarang Kecamatan Mijen, dan Kepala
Kelurahan Kedungpane Kecamatan Mijen. Adapun teknik
penelitian ini menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi (Moleong, 2008).
Menurut (Miles & Huberman, 2007), analisis data kualitatif
ada tiga alur aktivitas yang berlangsung bersamaan. Kegiatan dalam analisis
data, yaitu: Condensation Data, Display
Data, dan Conclusion
Drawing/Verifications.� �Analisis data yang digunakan melalui
pendekatan kualitatif, yaitu menjawab dan memecahkan masalah dengan melakukan
pemahaman dan pendalaman secara menyeluruh guna menghasilkan data yang akurat dari obyek
yang diteliti kemudian dipaparkan sesuai dengan kondisi dan waktu. Analisis
data pada penelitian kualitatif, dilaksanakan semenjak sebelum memasuki
lapangan, selama di lapangan, serta setelah selesai di lapangan.
Hasil
dan Pembahasan
A. Implementasi Kebijakan Pengamanan Aset Tanah Milik Pemerintah
Kota Semarang
Menurut (Purwanto, 2015), implementasi intinya ialah aktivitas agar menyalurkan
keluaran peraturan (to deliver policy
output) yang dilaksanakan oleh para implementer terhadap kelompok sasaran (target group) sebagai upaya agar dapat meraih
tujuan kebijakan. Tujuan peraturan diharap agar muncul ketika policy output bisa diterima serta
dimanfaatkan dengan baik oleh kelompok sasaran agar dalam jangka panjang hasil
kebijakan akan dapat diwujudkan.
Grindel dalam (Akib, 2012)yang menjelaskan bahwa implementasi merupakan proses umum tindakan
administratif yang dapat diteliti pada tingkat program tertentu. Model
implementasi Kebijakan Jeffrey Pressman dan Aaron Wildavsky dalam (Anggara, 2014) ini menjelaskan tentang model implementasi kebijakan
yang paling awal muncul. Implementasi dapat berhasil bergantung terhadap
keterikatan diantara beragam organsiasi serta departemen pada tingkat lokal
yang berpartisipasi dalam penerapan. Jika ada relasi kolaborasi dalam rangkaian
mata rantai itu yang defisit sehingga akan menimbulkan kegagalan penerapan.
Sesuai
Standar Operasional �Prosedur (SOP) terhadap
Pengamanan Barang �Milik Daerah,
Sekretaris Daerah selaku pengelola barang dengan peran dan tugas �penyimpanan�
bukti� kepemilikan� bagi�
barang� milik� daerah. Dengan� demikian, Sekretaris� Daerah�
Kota� Semarang sesuai �peran�
dan� fungsinya� selaku�
pengelola �barang menyimpan segala
bukti kepemilikan terhadap aset tanah tersebut. Pengamanan� fisik�
terhadap� Barang� Milik�
daerah� berupa� tanah�
dilakukan dengan� maksud� untuk�
mencegah� terjadinya penurunan� fungsi�
tanah,� penurunan nilai� tanah�
serta� agar� semua �pihak�
mengetahui� tanah� tersebut�
milik� Pemerintah Kota� Semarang dan dapat�� dilakukan��
antara�� lain dengan cara pemagaran,
pemasangan tanda batas tanah serta pemasangan papan tanda kepemilikan.
Pemagaran� serta� penerapan�
papan� tanda� kepemilikan�
dilaksanakan� oleh pemakai bagi
tanah��� dan/atau gedung yang dipakai untuk
pengadaan tugas inti sertta fungsi serta�
tanah dan/atau bangunan yang sudah diberikan dari pengguna pada Kepala
Daerah.
Sesuai SOP terhadap
Pengamanan Barang Milik Daerah, Sekretaris Daerah selaku pengelola barang
dengan peran dan tugas �penyimpanan� bukti�
kepemilikan� terhadap� barang�
milik� daerah. Dengan� demikian, Sekretaris� Daerah�
Kota� Semarang sesuai �peran�
dan� fungsinya� selaku�
pengelola �barang menyimpan segala
bukti kepemilikan terhadap aset tanah tersebut. Pengamanan hukum mencakup� aktivitas melengkapi bukti status kepemilikan
tanah, sedangkan upaya hukum dilakukan apabila terjadi pelanggaran hak atau
tindak pidana dan/atau perdata.� Pengamanan� Hukum�
atas �Barang� Milik�
Daerah� berupa� tanah�
dilakukan dengan �maksud� agar�
aset� tanah �memiliki�
kelengkapan� berupa� surat-menyurat maupun data-data yang sah
tentang kepemilikan tanah tersebut. Bukti kepemilikan yang ada harus
berkekuatan hukum seperti sertifikat tanah.
Selanjutnya
dijelaskan tentang Mekanisme dan Prosedur Kerja Berdasarkan� SOP�
Pengamanan� barang� Milik Daerah Pemerintah Kota Semarang yang diuraikan
sebagai berikut:
1) OPD melaksanakan pengamanan
administratif melalui pencatatan�
pemasangan label ��terhadap�� barang��
milik�� daerah,�� pengamanan��
fisik� dengan pemagaran serta
pemasangan papan tanda kepemilikan tanah dan bangunan� serta tindakan hukum� dengan�
melakukan musyawarah untuk penyelesaian�
atas barang� milik daerah� yang� memiliki
masalah� dengan� pihak lain.
2) BPKAD selaku pembantu
pengelola barang milik daerah melakukan koordinasi� dengan�
OPD terhadap pelaksanaan pengamanan administratif,� pengamanan fisik dan tindakan hukum yang
dilaksanakan oleh OPD.
3) Dalam� hal� jika
tidak� tercapai� penyelesaian�
atas� barang� milik�
daerah� yang memiliki masalah dengan
pihak lain atau tidak ditemukan kata mufakat, OPD berkoordinasi dengan� Bagian Hukum�
dalam� upaya� pengadilan�
perdata atau pidana. Selanjutnya dilakukan penerapan hukum melalui tindakan
represif/pengambil� alihan,� penyegelan,�
penyitaan� secara� paksa oleh��
Satuan Polisi�� Pamong�� Praja��
(SATPOL�� PP)�� bersama��
Bagian Hukum/Pembantu Pengelola.
Pengelolaan� aset�
atau� barang� milik�
daerah� yang� dilakukan BPKAD Kota Semarang sudah� dilakukan�
sesuai� prosedur� yang�
ada.� Sesuai� dengan�
pengamatan� yang�� dilakukan,��
bahwa�� prosedur�� tersebut��
menyesuaikan�� dengan�� Peraturan Pemerintah��� Nomor���
27��� Tahun��� 2014���
tentang��� Pengelolaan��� Barang���
Milik Negara/Daerah� dengan� tetap�
menggunakan� Peraturan� Menteri�
Dalam� Negeri omor 17 Tahun 2007
tentang Pedoman Teknis Pengelolaan barang Milik Daerah sebagai�� landasan.��
Selanjutnya�� diturunkan�� Peraturan��
Daerah�� Kota�� Semarang Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Barang Milik Daerah.
Namun
dalam� setiap� pelaksanaannya,� masih saja terdapat berbagai kendala.� Hal�
ini� dapat diketahui berdasarkan� hasil�
wawancara �dengan Kepala Bidang
Aset Daerah BPKAD Kota Semarang yang mengatakan bahwa: �Terdapat� �aset�� tanah��
milik�� pemerintah�� Kota��
Semarang yang�� belum
bersertifikat. Untuk� mengadministrasikan� tanah-tanah�
milik� pemerintah daerah
kendalanya adalah karena tanah yang dikuasai pemerintah itu adalah tanah
turun-temurun yang dikuasai oleh pemerintah daerah serta bukti� surat-suratnya� terdapat�
yang� mudah� dicari�
serta� juga� yang�
sulit dicari bukti kepemilikannya.
Jika� dilihat�
dari� sejarah� kepemilikan�
aset tanah tersebut salah satunya adalah karena terjadinya otonomi
daerah yang mana�� aset�� tanah��
sebelumnya�� milik�� pemerintah��
provinsi,�� diserahkan� kepada�
pemerintah� kabupaten/kota� dengan�
tanpa� dilengkapi oleh� surat-surat�
pendukung.� Belum� lagi�
timbulnya� komplain� dari ahli�
waris� yang� mengaku�
akan� kepemilikan� tanah�
tersebut.� Selain� itu ada ketidaksesuaian data tanah dengan
sertifikat yang ada �sehingga �tidak�
sesuainya� keterangan� pengadministrasian� data�
yang� ada�.� Di samping itu,� tidak�
semua� pengelola Aset/Barang� Milik�
Daerah� memahami� secara dalam�
tentang� Permendagri� No.�
17� Tahun� 2007�
tentang� Pedoman� Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah yang
menjadi acuan dalam pengelolaan Aset ataupun Barang Milik Daerah.
Lebih� lanjut,�
hasil� dari� fenomena�
yang� diamati� dan�
dikaji� selama� penulis melakukan penelitian pada BPKAD Bidang
Aset, yaitu dari total 3.627 persil tanah yang�
dikuasi� oleh� pemerintah�
kota� Semarang sampai� dengan�
per� 31� Desember 2018,� masih�
terdapat� banyak persil� tanah�
yang� belum� bersertifikat�
Hak� Pakai atas nama Pemerintah
Kota Semarang, yaitu sebanyak 1.544 persil tanah (42,56%).
Kepemilikan� aset�
tanah� masih� banyak�
yang� tidak� didukung�
dengan� bukti hak atas tanah yang
sah (sertifikat) sehingga hak atas aset tersebut tidak jelas dan rawan terhadap
penyalahgunaan. Serta di beberapa lokasi dengan aset tanah milik
pemerintah� diduduki� oleh�
warga� dengan� secara�
tidak� sah. �Administrasi terhadap bukti kepemilikan Aset
Daerah masih banyak yang tidak tertib. Terdapat beberapa Barang�� Milik��
Daerah berupa�� aset�� tanah yang��
belum�� diserahkan�� status penggunaannya� oleh�
Kepala� Daerah� sebagai�
Pemegang� Kekuasaan� Pengelolaan Barang Milik Daerah kepada
Pemerintah Kota Semarang.
Penyertifikatan� tanah-tanah�
pemerintah� yang� berasal�
dari� pemberian �atas Pemerintah Pusat maupun Pemerintah
Provinsi kepada daerah tidak segampang yang dibayangkan. Berita�� acara��
penyerahan�� umumnya�� tidak��
disertai�� dengan�� Surat Pelepasan� Hak�
(SPH)� sehingga� syarat�
untuk� meningkatkan� status�
tanah� menjadi �tanah bersertifikat belum cukup dengan Berita
Acara saja. Selain� itu, Pinjam� Pakai�
Tanah� kepada� Pihak�
Ketiga� masih� banyak�
yang �tidak� sesuai���
ketentuan��� dan��� tidak���
mempunyai��� dasar��� perjanjian�
yang jelas.� Pemanfaatan� tanah� milik� Pemerintah�
Daerah� belum� didukung�
dengan� bukti perjanjian� serta�
hasil/pendapatan� sewa� tidak/belum�
diserahkan� ke� Kas�
Daerah.� Serta adanya �Tanah�
Milik� Pemda� yang�
berstatus� Bangun� Guna�
Serah� belum� memiliki Bukti� Kepemilikan�
yang� Legalitas� dan�
bangunan� di� atas�
tanah� tersebut� dikuasai�
oleh pihak lain
Upaya� untuk�
menghadapi� permasalahan-permasalahan� yang�
terjadi� sudah dilakukan� demi�
terciptanya� pengelolaan� aset/barang�
milik� daerah� dengan�
baik, khususnya� bagi� aset�
tanah� yang� merupakan�
salah� satu� aset�
penting� yang� dapat bernilai� guna�
tidak� hanya� sekarang�
tapi� juga� di�
masa� yang� akan�
datang.� Bidang Aset� Daerah pada�
BPKAD Kota� Semarang telah� melaksanakan�
pengajuan� permohonan� pembuatan bukti kepemilikan yang sah atau
sertifikat untuk aset tanah yang belum bersertifikat� atas�
nama� pemerintah� Kota� Semarang
kepada� Badan� Pertanahan �Nasional��
(BPN),�� namun�� dalam��
prosesnya�� BPN�� tidak��
mengabulkan� semua permohonan� tersebut�
karena� dinilai� data�
masih� kurang� lengkap,�
akan� tetapi� data yang�
kurang� lengkap� tersebut�
tidak� langsung� disampaikan�
kembali� oleh� BPN kepada�
pemerintah� Kota� Semarang sehingga� pada�
saat� pengajuan� permohonan-permohonan berikutnya menjadi terhambat.
Mengenai optimalisasi
�pengamanan dan pemeliharaan aset tanah, diawali� dengan�
cara� persuasif� kepada�
pihak� ahli� waris�
yang� merasa �bahwa�
aset� tanah� tersebut�
miliknya,� yang� padahal�
aset� tanah� tersebut �adalah��
milik�� pemerintah.� �Pengamanan��
yang�� dilakukan�� dengan��
tetap melakukan� proses� persuasif�
bagi� masyarakat� yang�
menggunakan� lahan dengan�� tanpa��
izin.�� Untuk�� proses��
pengadministrasian��
sertifikat�� tetap berkoordinasi
kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Optimalisasi�� yang��
dilakukan�� oleh�� BPKAD Kota��
Semarang dalam� proses �pengamanan aset tanah dilaksanakan dengan cara
:
1) Mengidentifikasi aset-aset
pemerintah Kota Semarang yang ada;
2) Pengembangan database aset
Pemerintah� Kota�� Semarang dengan memakai aplikasi� Sistem�
Informasi� Manajemen� Aset�
(SIMA)� dan Sistem� Informasi�
Manajemen� Barang� Daerah�
(SIMBADA)� yang� dibuat untuk mempermudah pendataan aset
daerah serta aset tanah.
3)
Pengamanan administratif (pencatatan,
pemasangan label);
4) Pengamanan fisik (pemagaran,
pemasangan papan tanda kepemilikan);
5) Tindakan�� hukum��
(musyawarah�� untuk�� mencapai�
penyelesaian,�� upaya pengendalian
perdata, serta pengimplementasian hukum dengan tindakan represif).
B. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Kebijakan
Pengamanan Aset Tanah Milik Pemerintah Kota Semarang
Faktor yang pertama, yaitu struktur birokrasi menjadi
penting dalam implementasi kebijakan. Aspek struktur birokrasi ini mencakup dua
hal penting, yakni proses serta struktur organisasi pelaksana sendiri.
Mekanisme implementasi program ditentukan melalui Standar Operating Procedure (SOP) yang dicantumkan dalam guideline program kebijakan. SOP yang
baik mencantumkan kerangka kerja yang tersusun, langsung ke hal inti dan mudah
dipahami oleh siapapun karena akan menjadi acuan dalam bekerjanya implementor, sedangkan
sturktur organisasi pelaksana harus menghindari hal berbelit, panjang dan
kompleks. Strutur organisasi pelaksana harus memastikan terdapatnya pemerolehan
keputusan atas peristiwa yang tidak biasa dalam program dengan cepat.
Berkaitan dengan struktur
organisasi dalam kegiatan Kebijakan
Pengamanan Aset Tanah Milik Pemerintah Kota Semarang,
diperoleh hasil bahwa SOP meliputi identifikasi, inventarisasi,
koordinasi, pengamanan administratif, pengamanan fisik, dan pengamanan hukum.
Akan tetapi dalam pelaksanaannya masih banyak permasalahan dan kendala-kendala
birokrasi. Kondisi ini menjadi faktor yang menghambat kebijakan pengamanan� aset tanah milik Pemkot Semarang. Selain itu
koordinasi yang terjadi antar instansi yang terkait sudah berjalan, tetapi
masih kurang� optimal juga menjadi faktor
yang menjadi penghambat.
Faktor yang kedua, yaitu sumber daya, di mana sumber
daya menekankan setiap kebijakan harus didukung oleh sumber daya yang memadai,
baik sumber daya manusia maupun sumber daya finansial. Sumber daya manusia
adalah kecukupan baik kualitas dan kuantitas implementor yang dapat melingkupi
seluruh kelompok sasaran. Sumber finansial adalah kecukupan modal investasi
atas sebuah program/kebijakan. Keduanya harus diperhatikan dalam implementasi
kebijakan. Sebab tanpa kehandalan implementor, kebijakan menjadi kurang energik
dam berjalan lambat, sedangkan sumber daya finansial menjamin keberlangsungan
kebijakan. Tanpa ada dukungan finansial yang memadai, program tidak dapat berjalan efektif dan cepat dalam mencapai tujuan dan sasaran.
Dukungan finansial bersumber dari PAD Kota Semarang
yang selalu mengalami peningkatan dari tahun 2016 sampai dengan 2018. Sumber PAD yang selalu mengalami peningkatan dari tahun 2016 sampai dengan
tahun 2018 adalah pajak daerah serta hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, sedangkan yang fluktuatif adalah
sumber PAD dari retribusi daerah dan pos lain-lain yang sah.
Pemerintah Kota Semarang berupaya ke arah kemandirian
dalam pembiayaan pembangunan, salah satunya lewat siklus pengelolaan aset tanah
sebagai kekayaan daerah. Pemerintah Kota Semarang berupaya melakukan usaha itu dengan
berasaskan pada peraturan‐peraturan yang
berlaku. Bentuk pemanfaatan atas tanah untuk mendukung PAD antara lain dengan
sewa dan kerjasama pemanfaatan. Sewa adalah imbalan yang diterima atau
diperoleh dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan penggunaan
tanah milik Pemerintah Kota Semarang. Penyewaan merupakan penyerahan hak
penggunaan/pemakaian tanah milik Pemerintah Kota Semarang pada pihak ketiga
dalam hubungannya dengan sewa menyewa dengan ketentuan pihak ketiga itu mesti
memberikan imbalan: uang sewa bulanan, atau tahunan, atau jangka waktu
tertentu, baik sekaligus ataupun secara berkala.
Pemanfaatan aset tanah dengan kerjasama pemanfaatan
dilakukan dengan tujuan memaksimalkan daya guna serta hasil guna aset tanah
milik Pemerintah Kota Semarang dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah.
Kerjasama pemanfaatan aset tanah dapat dioptimalkan dengan kerjasama pelayanan
misalnya perawatan jaringan, pungutan uang parkir kendaraan, penagihan rekening
dan lain-lain. Kerjasama keuntungan merupakan bentuk kerjasama di mana
keuntungan dibagi berdasarkan perjanjian yang sudah disepakati sebelumnya.
Kerjasama produksi merupakan bentuk kerjasama dengan mitra kerja yang telah
memberikan wewenang untuk memproduksi suatu produk dengan menggunakan aset
tanah milik Pemerintah Kota Semarang, misalnya kerjasama industri aset daerah,
pengelolaan tanah sawah/tanah kering miliki daerah, dan lain-lain. Melainkan, sebagian
persoalan timbul mencakup: status kepemilikan aktual tanah serta legalitas
status kepemilikannya, juga minimnya partisipasi pendapatan dari sektor ini ke
pendapatan asli �daerah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa keahlian
sumber daya manusia yang dimiliki oleh pihak-pihak yang terkait
masih kurang optimal, anggaran yang tersedia
tercukupi dan terbatas untuk tingkat BPKAD saja, dan untuk� anggara di tingkat kelurahan tidak ada.
Mengenai ketersediaan fasilitas untuk mendukung pelaksanaan kebijakan belum
sepenuhnya memadai. Kewenangan yang diberikan pada ASN dalam melaksanakan Kebijakan
Pengamanan
Aset Tanah Milik Pemerintah Kota Semarang dirasa masih kurang efektif dibandingkan
dengan aset tanah dimiliki.� Kondisi
seperti ini juga menjadi faktor yang menghambat Kebijakan Pengamanan Aset
Tanah Milik Pemerintah Kota Semarang.
Faktor ketiga, yaitu disposisi yang menekankan
terhadap karakteristik yang erat kepada implementor kebijakan/program. Karakter
yang begitu penting dimiliki implementor yaitu kejujuran, komitmen serta
demokratis. Implementor yang mempunyai komitmen yang tinggi serta jujur hendak
selalu bertahan di antara hambatan yang ditemui dalam kebijakan. Kejujuran memusatkan
implementor untuk selalu ada dalam arah program yang sudah digariskan dalam guideline program/kebijakan. Komitmen
dan kejujuran membawanya semakin antusias dalam melakukan tahap-tahap program dengan
konsisten. Sikap yang demokratis akan meningkatkan kesan baik implementor dan
kebijakan dihadapan anggota kelompok sasaran. Sikap ini akan menurunkan
resistensi dari masyarakat dan menumbuhkan rasa percaya dan kepedulian kelompok
sasaran terhadap implementor dan program/kebijakan.
Berkaitan dengan disposisi
dalam kegiatan Kebijakan Pengamanan Aset Tanah Milik Pemerintah Kota Semarang, diperoleh hasil
bahwa aset
tanah milik Pemerintah Kota Semarang harus dapat dijaga / diamankan sesuai
dengan regulasi yang telah diatur baik secara administrasi, fisik, hukum dan
perlu dilakukan pengawasan secara terus menerus. Dalam hal
ini dari pihak Bidang Aset BPKAD memberikan insentif sebagai pelaksana
pengamanan Aset Tanah Milik Pemerintah Kota Semarang. Hal ini menjadi
faktor pendukung dalam pelaksanaan Kebijakan
Pengamanan Aset Tanah Milik Pemerintah Kota Semaran, sedangkan berkaitan
dengan kegiatan tentang kebijakan ini diketahui bahwa kelurahan tidak menerima
insentif atau honor dari Pemkot Semarang. Kondisi ini dapat menjadi penghambat
pelaksanaan Kebijakan Pengamanan Aset Tanah Milik Pemerintah Kota Semarang.
Faktor yang keempat, yaitu komunikasi yang menekankan bahwa setiap kebijakan akan dapat dilaksanakan dengan baik jika terjadi komunikasi efektif antara pelaksana program (kebijakan) dengan para kelompok sasaran (target grup). Tujuan dan sasaran dari program kebijakan dapat disosialisasikan secara baik sehingga dapat menghindari adanya distorsi atas kebijakan dan program. Berkaitan dengan komunikasi dalam kegiatan Kebijakan Pengamanan Aset Tanah Milik Pemerintah Kota Semarang, diperoleh hasil bahwa adanya komunikasi dan koordinasi yang� cukup baik dengan pihak-pihak terkait dengan berhubungan dengan pengamanan Aset Tanah Milik Pemerintah Kota Semarang. Selain itu juga mengajak masyarakat untuk peran serta dalam mengamankan secara fisik aset tanah Milik Pemerintah Kota Semarang sesuai ketentuan yang berlaku. Kondisi ini menjadikan komunikasi menjadi salah satu faktor yang dapat menjadi pendukung pelaksanaan Kebijakan Pengamanan Aset Tanah Milik Pemerintah Kota Semarang.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang Implementasi
Kebijakan Pengamanan Aset Tanah Milik Pemerintah Kota Semarang Berdasarkan PP
Nomor 27 Tahun 2014 maka berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1.
Permasalahan yang dihadapi dalam proses pengamanan aset tanah, yaitu:
a)
Tidak� semua� pengelola Aset/Barang� Milik�
Daerah� memahami� secara mendalam Permendagri� No.�
17� Tahun� 2007�
tentang� Pedoman� Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah yang
menjadi acuan dalam pengelolaan Aset ataupun Barang Milik Daerah;
b)
Kepemilikan� aset� tanah�
masih� banyak� yang�
tidak� didukung� dengan�
bukti hak atas tanah yang sah;
c)
Administrasi terhadap bukti kepemilikan Aset Daerah masih banyak� yang tidak tertib;
2.
Proses pengamanan pada aset tanah
dilakukan� dengan cara :
a)
Mengidentifikasi aset-aset pemerintah Kota Semarang yang ada;
b)
Pengembangan database aset Pemerintah�
Kota�� Semarang dengan menggunakan
aplikasi� Sistem� Informasi�
Manajemen� Aset� (SIMA)�
dan Sistem� Informasi� Manajemen�
Barang� Daerah� (SIMBADA)�
yang� dibuat untuk mempermudah
pendataan aset daerah serta aset tanah.
c) Pengamanan administratif (pencatatan, pemasangan label);
d)
Pengamanan fisik (pemagaran, pemasangan papan tanda kepemilikan);
e)
Tindakan hukum (musyawarah untuk mencapai penyelesaian, upaya pengendalian
perdata, serta pengimplementasian hukum dengan perilaku represif).
3.
Faktor yang menghambat kebijakan pengamanan� aset tanah milik Pemkot Semarang, antara lain
:
a)
Sistem birokrasi yang
masih kurang efisien dan masih lemahnya koordinasi yang terjadi diantara
instansi yang terhubung.
b)
Keahlian sumberdaya manusia yang dimiliki oleh pihak-pihak yang terkait
masih kurang optimal.
c)
Ketersediaan fasilitas untuk
mendukung pelaksanaan kebijakan belum sepenuhnya
memadai.
d)
Kewenangan yang diberikan pada ASN dalam
melaksanakan Kebijakan Pengamanan Aset Tanah Milik Pemerintah Kota Semarang
masih kurang efektif.
4.
Faktor yang mendukung kebijakan pengamanan� aset tanah milik Pemkot Semarang, antara lain
:
a)
Adanya insentif sebagai pelaksana pengamanan Aset Tanah Milik
Pemerintah Kota Semarang
b)
Adanya komunikasi serta koordinasi
yang cukup baik dengan pihak-pihak terkait dengan berhubungan dengan pengamanan Aset Tanah Milik
Pemerintah Kota Semarang.
c) Mengajak masyarakat untuk partisipasi dalam mengamankan secara fisik
aset tanah Milik Pemerintah Kota Semarang.
BIBLIOGRAFI
Akib,
Haedar. (2012). Implementasi kebijakan: Apa, mengapa dan bagaimana. Jurnal
Ilmiah Ilmu Administrasi Publik, 1(1), 1�11.
Anggara,
Sahya. (2014). Kebijakan Publik, Bandung. Penerbit CV Pustaka Setia.
Bungin,
Burhan. (2007). Analisis data penelitian kualitatif. PT RajaGrafindo
Persada.
Miles,
Matthew B., & Huberman, A. Micheael. (2007). Analisis data Kualitatif (Tjetjep
Rohedi, Pentj). Jakarta: UI Press.
Moleong,
Lexy J. (2008). Metodologi Penelitian Kualitatif eds. Revisi. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya Offset.
Purwanto,
A. E. (2015). Implementasi Kebijakan Publik Konsep dan Aplikasinya di
Indonesia. Yogyakarta: Gaya Media.
Saridawati,
Saridawati. (2018). Pengelolaan Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pada Pt.
Atmoni Shamasta Prezki. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 3(9),
107�122.
Sugiyono.
(2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta.