Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol.
7, No. 12,
Desember 2022
KONSEP
PERILAKU MANUSIA DALAM EKONOMI ISLAM
Dina
Arfianti Siregar, M. Yasir Nasution, Sugianto
Politeknik
Negeri Medan, Indonesia
Universitas
Islam Negeri Sumatera Utara Medan, Indonesia
Email:
[email protected]
Abstrak
Islam merupakan
agama universal yang bersifat fleksibel, pemenuhan kebutuhan manusia selalu di lingkari
dengan adanya prilaku manusia yang berfisat tidak puas dalam kepemilikan
sesuatu dalam hal ini islam mengatur dengan berbagai cara salah satunya dengan
metode pemenuhan kebutuhan melalui maqashid assyariah, keberadaan manusia
adalah yang paling sempurna dari seluruh makhluk ciptaan tuhan. Penelitian ini
membahas bagaimana konsep manusia dalam Islam kemudian, model prilaku manusia
dalam Konsep Rasionalitas dan Konsep Individu.penelitian ini menggukan metode
kualitatif deskriptif, dimana peneliti akan mengurai problematika konsep dan
mengambil kesimpulan dari konsep tersebut. Hasil dari penelitian ini bahwa
Hakikat manusia menurut Islam bukanlah seperti hewan, tumbuhan, atau makhluk
lainnya yang bernyawa manusia memiliki fisik, perasaan, hawa nafsu, juga akal
yang membuat manusia berbeda dengan makhluk lainnya. Kemudian Prilaku manusia
dapat dilihat dalam konsep rasionalitas, bahwa manusia disebut rasional jika ia
melakukan sesuatu yang sesuai dengan self-interest, dan pada saat yang sama
konsisten dengan pilihannya.
Kata
Kunci:
Perilaku Manusia, Ekonomi Syariah, Maqashid Syariah.
Abstract
Islam is a
universal religion that is flexible, fulfilling human needs is always
surrounded by human behavior that is dissatisfied with the ownership of
something, in this case Islam regulates it in various ways, one of which is the
method of fulfilling needs through maqashid assyariah, human existence is the
most perfect of all of God's creatures. This research discusses how the human
concept in Islam then, models human behavior in the concept of rationality and
the concept of the individual. This research uses descriptive qualitative
methods, where researchers will analyze the problematic concepts and draw
conclusions from these concepts. The results of this study are that human
nature according to Islam is not like animals, plants, or other creatures whose
human soul has a physical, emotional, lustful, and intellect that makes humans
different from other creatures. Then human behavior can be seen in the concept
of rationality, that humans are called rational if they do something that is in
accordance with self-interest, and at the same time is consistent with their
choices.
Keywords: Human Behavior,
Sharia Economics, Maqashid Sharia.
Pendahuluan
Islam adalah agama yang mengatur segala perilaku
manusia, baik itu perilaku manusia dengan Allah (hablum minallah) maupun perilaku manusia dengan manusia (hablum minan nas). Hampir sepanjang
aktivitas manusia berhubungan dengan manusia lain dalam memenuhi kebutuhannya.
Baik itu dalam ranah konsumsi, produksi dan distribusi. Konsumsi bersifat wajib
karena aktivitas manusia dalam rangka menjalankan tujuan syariat (maqasid syari'ah) bersifat hifdzu nafs (menjaga kelangsungan jiwa
manusia) (Suryanto & Kurniati, 2020).
Dalam
hal ini ilmu ekonomi memang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari
manusia. Kebutuhan dan keinginan manusia menjadi hal yang penting untuk dipenuhi.
Namun alat ataupun sumberdaya untuk memenuhi dua hal tersebut sangatlah
terbatas. untuk itu agar dapat memenuhinya, manusia haruslah pintar-pintar
menggunakan rasionya. Karena konsistensi seseorang dinilai dalam
menentukan atau memutuskan pilihannya bila dihadapkan pada beberapa alternatif
atau pilihan-pilihan. cara mengambil pilihan itu pun hendaknya dilakukan secara
rasionalitas ekonomi (Khasanah, 2021).
Falah
merupakan tujuan utama manusia dalam kehidupan manusia. Kebahagian itu akan
dicapai apabila segala kebutuhan hidup dapat terpenuhi baik secara spiritual serta
material, dalam jangka pendek maupun panjang. Terpenuhinya akan menempatkan
manusia berada dalam suatu keadaan yang disebut sebagai sejahtera. Pemenuhan
kesejahteraan ini sering banyak mendapatkan hambatan karena adanya keterbatasan
sumber daya alam maupun keterbatasan pengetahuan dan keterampilan manusia (Wanimbo, 2019).
Menurut
(Sutriswanto et al., 2020) dalam Perilaku
merupakan seperangkat perbuatan atau tindakan seseorang dalam melakukan respon
terhadap sesuatu dan kemudian dijadikan kebiasaan karena adanya nilai yang
diyakini. Perilaku manusia pada hakekatnya adalah tindakan atau aktivitas dari
manusia baik yang diamati maupun tidak dapat diamati oleh interaksi manusia
dengan lingungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan
tindakan. Perilaku secara lebih rasional dapat diartikan sebagai respon
organisme atau seseorang terhadap rangsangan dari luar subyek tersebut. Respon
ini terbentuk dua macam yakni bentuk pasif dan bentuk aktif dimana bentuk pasif
adalah respon internal yaitu yang terjadi dalam diri manusia dan tidak secara
langsung dapat dilihat dari orang lain sedangkan bentuk aktif yaitu apabila
perilaku itu dapat diobservasi secara langsung.
Rasionalitas
kerap dijadikan asumsi perilaku individu dalam model dan analisis ekonomi mikro
dan muncul di hampir semua penjelasan pembuatan keputusan manusia yang ada di
buku pelajaran ekonomi. Bahkan rasionalitas juga penting bagi ilmu politik
modern, sosiologi, dan filsafat (Harwika et al., 2021). Sudut pandang para sekuralis telah memunculkan sebuah
konsep yang mengungkit paradigma ekonomi kovensional. Salah satu darinya adalah
�manusia ekonomi yang rasional. Darwin adalah pihak yang memiliki pandangan
dunia (word view) ini (Harahap & Ferri Alfadri, 2022). Prilaku rasional tidak memperlihatkan kepedulian social
(social interest) dan tidak merealisasikan tujuan-tujuan yang
memiliki sifat normative. Kebebasan individu merupakana cerminan utama �selft
intersest� dan juga sebagai maksimalisasi kepuasan diantara mereka.
Pandangan dunia Islam tentang ekonomi didasarkan pada
suatu paradigma yang membenarkan ekonomi sosial sebagai dasar obyektifitasnya,
dengan memposisikan umat dalam posisi terdepan dibanding kepentingan individu
(self interest.) menurut pandangan ekonomi konvensional hal ini sangat tidak
rasional dan tidak memenuhi persyaratan transitifitas. Sedangkan rasionalitas ekonomi syariah dapat dilihat pada
asas-asas ekonomi Syariah dan prinsip dasar sistem yang dipakai dimilikinya
(Ngasifudin, 2018).
Sedangkan pandangan dunia (world view) Islam tentang ekonomi didasarkan pada suatu paradigma yang membenarkan
ekonomi sosial
(sosio economics) sebagai dasar obyektifitasnya, dengan memposisikan umat (social) dalam
posisi terdepan dibanding kepentingan individu (selft interest.) menurut
pandangan ekonomi konvensional hal ini sangat tidak rasional dan tidak memenuhi
persyaratan transitifitas (Ansori et al., 2021).
Untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia, maka apapun akan dilakukan untuk mendapatkannya. Untuk sesuatu yang
diinginkan juga mendapat kepuasan batin tersendiri. Persoalan batin sering kali
mengingkari dan mengabaikan hal-hal yang pada prinsipnya merupakan tatanan
syar'i. Banyaknya kebutuhan dalam hidup, di satu sisi akan menyebabkan
pengadaan barang menjadi meningkat tajam, sedangkan di sisi lain budaya
konsumerisme menjadi gaya hidup yang telah merasuk ke pola pikir seluruh
lapisan masyarakat, baik masyarakat berekonomi rendah hingga tinggi
(Pratiwi, 2022).
Dari
pembahasan latar belakang artikel
diatas,
maka dalam penelitian ini penulis lebih memfokuskan pada bagaimana Konsep
Manusia dalam Islam kemudian, model prilaku manusia dalam Konsep Rasionalitas
dan Individu.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif
dengan mengunakan pendekatan studi kasus. Penelitian dengan menggunakan metode
kualitatif, akan dapat menggali suatu informasi secara mendalam dari narasumber
yang akan dijadikan sebagai sumber data yang dibutuhkan (Creswell & Creswell,
2017).
Kemudian dalam pendekatan studi kasus, dilakukan untuk dapat mengetahui atau
menjelaskan wawasan terkait dengan suatu fenomena yang terjadi pada suatu
daerah agar dapat disampaikan secara jelas dan memahaminya secara mendalam (Mansyah, 2017). Peneliti akan mengurai problematika konsep Manusia
dalam Islam serta model Perilaku Manusia ditinjau dari� Konsep Rasionalitas dan Individu melalui
hasil kajian. Untuk menyempurnakan kajian ini, peneliti menggunakan data
sekunder melalui pendekatan studi literatur yang bersumber dari buku,
penelitian terdahulu, jurnal, maupun website-website terpercaya yang dapat
dijadikan sebagai sumber rujukan.
Hasil dan Pembahasan
A. Konsep
Manusia dalam Islam
Manusia adalah makhluk yang Allah ciptakan dalam bentuk sesempurnanya
Makhluk. Keberadaan manusia adalah yang paling sempurna jika dibandingkan
dengan makhluk yang lainnya. Manusia memiliki fisik, perasaan, hawa nafsu, juga
akal yang membuat manusia berbeda dengan makhluk lainnya. Hakikat manusia menurut Islam bukanlah
seperti hewan, tumbuhan, atau makhluk lainnya yang bernyawa.
Dalam (Abdurrahman,
2020) dijelaskan Manusia diciptakan tentu
memiliki tujuan. Bagi umat islam konsep manusia adalah dilihat dari bagaimana
maksud atau tujuan Allah di dalam kehidupan ini. Sebagian ummat lain menganggap
bahwa manusia tercipta sendirinya dan melakukan hidup dengan apapun yang mereka
inginkan, sebebas-bebasnya. Dalam ilmu pendidikan islam, yang berbicara mengenai
konsep manusia tentunya tidak didefinisikan seperti itu. Adapun tujuan di
ciptakannya masnusia di muka bumi ada tiga yaitu Pertama, Beribadah kepada Allah. Allah berfirman : �Dan
tidaklah Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah
kepada-Ku� (QS Adzariyat : 54). Kedua
, Mendapatkan
Ujian Dunia untuk Masa Depan Akhirat. Allah berfirman: ���Dan sungguh akan Kami berikan
cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa
dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, �Inna
lillaahi wa innaa ilaihi raaji�uun.� Mereka itulah yang mendapat keberkatan
yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang
mendapat petunjuk,� (QS. Al-Baqarah: 155-157). Dan yang ketiga, Melakukan Pembangunan di Muka Bumi dan Tidak berbuat
Kerusakan. Firman allah yang berbunyi : �Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
kepada para Malaikat: �Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi.� Mereka berkata: �Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di
bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?�
Tuhan berfirman: �Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.� (QS : Al Baqarah : 30).
B. Model
Prilaku Manusia dalam Konsep Rasionalitas
Manusia merupakan makhluk Allah SWT yang memiliki kelebihan dari makhluk lainnya yaitu akal dan nafsu. Agar hidup seorang muslim itu selalu berada pada jalan yang lurus, maka akal dan nafsu tersebut harus dilandasi dengan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Setiap manusia umumnya mempunyai keinginan dan kebutuhan. Manusia akan selalu berusaha untuk mengejar dan mendapatkan kepuasan diri dari yang diperlukan untuk menunjang hidup. Apabila keinginan dan kebutuhannya telah terpenuhi maka ia akan merasa aman, senang dan lega. Rasionalitas menjadi membingungkan ketika dapat berarti banyak, seperti tidak memihak, beralasan, logis, dan mempunya maksud tertentu. Serta lebih lanjut keputusan rasional yang dibuat terkadang tidak selalu sesuai dengan yang diharapkan. Perbedaan pengertian rasional ini pun juga terjadi antara sesame ilmuwan social (Lisa, 2020). Dimana rasionalitas menjadi topik yang kontroversial dan tidak ada defeni yang jelas, lugas, serta gamblang yang bisa diterima secara umum oleh semua pihak.
Dalam literature teori ekonomi modern, seorang pelaku ekonomi diasumsikan rasional berdasarkan kriteria berikut (Ngasifudin, 2018), setiap orang selalu tahu apa yang mereka mau dan inginkan Keputusan yang diambil berdasarkan pertimbangan tradisi, nilai nilai dan mempunya alasan dan argumentasi yang lugas. Setiap keputusan yang diambil oleh individu harus menuju pada pengkuantifikasian keputusan akhir dalam satuan unit moneter. Dalam model produksi dari kapitalisme, tasionalitas berarti kepuasan yang dapat dicapai dengan prinsif efisiensi dan tujuan ekonomi itu sendiri
Perilaku seorang individu yang rasional dalam mencapai kepuasan berdasrkan kepentingan sendiri yang bersifat material akan menuntun pada perbuatan barang barang sosial yang berguna bagi kemaslahatan umat Pilihan dapat dikatan rasional jika pilihannya secara keseluruhan dapat dijelaskan oleh syarat syarat hubungan konsisten pilihan yang lebih disukai dengan definisi penampakan pilihan yang lebih disukai. Dari penjelasan diatas dapat digambarkan bahwa rasionalitas dalam banyak ekonomi literatur berarti kepentingan sendiri dan pada saat bersamaan konsisten pada pilihan berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, dimana bisa dikuantifikasikan menuju maksimalisasi beberapa ide kesejahteraan umum.
Dalam (Fuadi et al., 2021) Konsep rasionalitas dalam buku ekonomi
konvensional, berbagai persyaratan yang
pendapatnya perlu dilakukan perubahan dalam ekonomi Islam agar dapat
diaplikasikan oleh konsumen muslim, yaitu :
1.
Perluasan
konsep rasionalitas
Pertama pendapat
tentang self-interest rationality yang diperkenalkan oleh
Edgeword ialah konsep yang lebih
baik dalam artian kita berasumsi bahwa individu mengejar banyak tujuan, bukan
hanya memperbanyak kekayaan secara moneter. Kedua pendapat bahwa teori modern
tentang keputusan rasional tidak disepakati secara menyeluruh. Dalam nilaiIslam
terdapat dua cara untuk mendistribusikan pendapat yaitu zakat dan infak.
2.
Persyaratan
transitivitas
Andaikan seorang
dihadapkan pada pilihan antara A dan B, ia akan memilih A. Bila dihadapkan pada
pilihan B dan C, ia memilih B. Dihadapkan pada pilihan antara C dan A. Pilihan
ini kelihatannya intransitive karena kita melihat bahwa ia hanya memiliki tiga
alternatif.
3.
Utilitas
dan infak
Utilitas dalam ekonomi
Islam tidak semata-mata terbatas pada materi yang sifatnya keduniawian semata, tetapi juga harus melihat faktor-faktor yang
bersifat keakhiratan (ukhrowi). Sehingga prinsip dan tujuan konsumsi
yang digariskan oleh Islam tidaklah sempit kepada hal-hal yang bersifat
kebendaan dan untuk kepentingan pribadi semata namun juga kepada kepentingan
masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Dianjurkannya sedekah sebagai suatu
sarana untuk pemerataan konsumsi menjadi suatu keharusan.
4.
Melonggarkan
persyaratan kontinuitas
Mari kita diasumsikan
bahwa permintaan Y haram dalam keadaan darurat. Anda dapat membayangkan permintaan
terhadap daging babi jika tidak ada makanan halal yang tersedia, permintaan
pada babi ini bukan merupakan permintaan kontinu melainkan diskrit. Karena itu
permintaannya ialah permintaan titik (point demand). Beberapa harga
daging babi pada saat itu, permintaanya Qp, yakni
permintaan sejumlah tertentu daging babi untuk memenuhi kelangsungan
hidup dan setelah masa darurat lewat daging babi tidak akan dikonsumsi lagi.
5.
Perluasan
horizon waktu
Perspektif Islam
tentang waktu tidak dibatasi hanya pada masa kini. Islam memandang waktu
sebagai horizon karena itu analisis statis bagaimana dikenal oleh ekonom klasik
tidak memadai untuk menerangkan perilaku ekonomi dalam perspektif Islam
waktu sangat penting dan sangat bernilai nilai waktu tergantung pada bagaimana
seseorang memanfaatkan waktunya, semakin produktif seseorang memanfaatkan
waktunya semakin banyak nilai yang diperolehnya. Sehari merupakan 24 jam
tapi nilai waktunya akan berbeda-beda.
Dalam islam rasional
tetaplah penting sebagai pertama, Fungsi analitis: asumsi dasar dalam
pembangunan teori (efek kenaikan harga terhadap konsumsi), kedua, Fungsi
deskriptif: menjelaskan realitas (kenaikan tingkat bunga dilakukan untuk
mengurangi inflasi, tapi juga menaikkan pembiayaan bank syariah), dan terakhir
Fungsi preskriptif: Apa yang seharusnya dilakukan secara rasional (kenaikkan
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga zakat karena dukungan pemerintah dan
dampak produktif)
Manusia memiliki sifat
multi interest (self + social + tuhan), yang dibuktikan dari adanya variasi
tujuan, misalnya membahagiakan keluarga, mengisi waktu, dan ibadah. Islamic
rational man adalah orang yang memilih pilihan yang tepat dalam aktivitas
ekonominya, dalam aspek self maupun social interest. Perbedaan rasionalitas
dalam islam dengan konvensional adalah social interest merupakan bagian dari private
dan self interest, berarti adanya hak bagi orang lain dalam hak pribadi.
Seseorang yang rasional akan menentukan keinginan mana yang harus dipenuhi dan yang tidak perlu dipenuhi. Berarti, seseorang yang rasional akan memenuhi keinginan yang merefleksikan kebutuhan, bukan keinginan. Keinginan adalah tidak terbatas, seperti dalam hadits riwayat Bukhari bahwa seseorang yang diberi lembah emas akan terus meminta lembah emas yang selanjutnya. Prioritas dapat dilakukan melalui 3 level maslahah, yaitu� pertama, Keinginan yang apabila tidak dipenuhi akan mengancam kehidupan. Kedua, keinginan yang apabila tidak dipenuhi akan mengganggu kehidupan dan terakhir, keinginan yang tidak mengganggu apabila tidak dipenuhi.
C. Model
Prilaku Manusia dalam Konsep Individu
Kesejahteraan hidup manusia bisa tercapai saat kebutuhan atau
keinginan terpenuhi. Kebutuhan merupakan
cerminan perasaan atau persepsi rasa tidak puas atau rasa kekurangan yanga ada
dalam diri manusia yang ingin dipenuhi agar meraih kepuasan. Kegiatan ekonomi
yang penting salah satunya adalah konsumsi. Kegiatan produksi, konsumsi dan
distribusi merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan dan ketiganya tidak
dapat dipisahkan satu sama lainnya. Kegiatan produksi ada karena yang
mengkonsumsi, kegiatan konsumsi ada karena ada yang memproduksi dan kegiatan
distribusi muncul karena ada gap antara konsumsi dan produksi.
Pembahasan dalam ekonomi konvensional, perilaku konsumen dalam mengkonsumsi didasarkan pada dua (2) nilai dasar yaitu: (1) rasionalisme dan (2) utilitarianisme. Kedua nilai merupakan dasar untuk menyusun perilaku konsumsi yang bersifat invidualis sehingga seringkali menyebabkan ketidakseimbangan dan ketidakharmonisan social. Hal ini berbeda dengan konsep ekonomi islam, yang berpandangan konsumsi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari peranan keimanan. Peranan keimanan menjadi standar melakukan konsumsi sebab akan menjadi panduan yang mempengaruhi perilaku dan kepribadian manusia. Pembahasan teori kebutuhan islami, terdiri dari tema-tema yang dibahas diantaranya antara lain: konsep islam tentang kebutuhan; maslahah versus utilitas; konsep pemilihan dalam konsumsi dan pengalokasian sumber untuk Kebutuhan.
D.
Konsep Kebutuhan Dalam Islam
Pandangan ekonomi konvensional atau kapitalisme tentang
kebutuhan atau keinginan merupakan segala
sesuatu yang diperlukan manusia dalam rangka menyejahterakan hidupnya.
Kebutuhan mencerminkan adanya perasaan ketidakpuasan atau kekurangan dalam diri manusia yang ingin dipuaskan. Orang
membutuhkan sesuatu karena tanpa sesuatu itu ia merasa ada yang kurang dalam
dirinya. Kebutuhan merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh manusia untuk
mencapai tingkat kesejahteraan, sehingga jika kebutuhan manusia tersebut tidak
terpenuhi dengan baik maka manusia mereka merasa tidak sejahtera (Sada, 2017).
Hal ini sesuai dengan
pendapat (Pasira, 2020) definisi kebutuhan; yakni �A need is a
fundamental physical or psychological state of felt deprivation. Maksudnya
kebutuhan adalah salah satu keadaan sesorang merasa kekurangan secara fisik
atau psikologis terhadap pemuas dasar tertentu/hakekat biologis. Selanjutnya
Muhammad keinginan (wants), merupakan hastrat atau kehendak yang kuat akan
pemuas kebutuhan spesifik. Dari definisi kebutuhan dan keinginan dapat diambil
kesimpulan bahwa kebutuhan dan keinginan merupakan segala sesuatu yang diperlukan
oleh manusia yang bertujuan untuk mempertahankan dan mensejahterakan hidupnya.
Kebutuhan adalah cerminan perasaan ketidakpuasan atau kekurangan dalam diri
manusia yang ingin dicapainya.
Akan tetapi hal
tersebut tidak didukung pendapat yang disampaiakn oleh Imam Al-Ghozali, beliau
berpendapat bahwa kebutuhan dan keinginan itu berbeda jauh. Menurut Imam
al-Ghazali kebutuhan adalah keinginan manusia untuk mendapatkan sesuatu yang
diperlukan dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidupnya dan menjalankan fungsinya
yaitu menjalankan tugasnya sebagai hamba Allah dengan beribadah secara
maksimal. Karena ibadah kepada Allah adalah wajib, maka berusaha untuk memenuhi
kebutuhan agar kewajiban itu terlaksana dengan baik, hukumnya menjadi wajib
juga, sebagaimana kaidah yang berlaku.
Menurut Islam, yaitu senantiasa mengaitkannya dengan tujuan utama manusia diciptakan yaitu ibadah. Untuk memenuhi kebutuhan ini, maka Allah menghiasi manusia dengan hawa nafsu (syahwat), dengan adanya hawa nafsu ini maka muncullah keinginan dalam diri manusia. Menurut al-Syathibi, rumusan kebutuhan manusia dalam Islam terdiri dari tiga macam, yaitu dharuriyat, hajiyat, dan tahsiniyat.
1.
Dharuriyat
(primer)
Dharuriyat (primer) adalah kebutuhan paling utama dan paling penting. Kebutuhan ini harus terpenuhi agar manusia dapat hidup layak. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi hidup manusia akan terancam didunia maupun akhirat. Kebutuhan ini meliputi, khifdu din (menjaga agama), khifdu nafs (menjaga kehidupan), khifdu �aql (menjaga akal), khifdu nasl (menjaga keturunan), dan khifdu mal (menjaga harta). Untuk menjaga kelima unsur tersebut maka syari�at Islam diturunkan. Sesuai dengan firman Allah SWT, dalam (QS. Al-Baqarah: 179 dan 193).
وَلَكُمۡ
فِي
ٱلۡقِصَاصِ
حَيَوٰةٞ
يَٰٓأُوْلِي
ٱلۡأَلۡبَٰبِ
لَعَلَّكُمۡ
تَتَّقُونَ
١٧٩
Artinya: Dan dalam qishaash itu ada (jaminan
kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.
وَقَٰتِلُوهُمۡ
حَتَّىٰ لَا
تَكُونَ فِتۡنَةٞ
وَيَكُونَ
ٱلدِّينُ
لِلَّهِۖ
فَإِنِ ٱنتَهَوۡاْ
فَلَا
عُدۡوَٰنَ
إِلَّا عَلَى ٱلظَّٰلِمِينَ
١٩٣
Artinya: Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak
ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika
mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali
terhadap orang-orang yang zalim
Oleh sebab itu tujuan yang bersifat dharuri adalah tujuan utama untuk pencapaiaan kehidupan yang abadi bagi manusia Lima kebutuhan dharuriyah tersebut harus dapat terpenuhi, apabila salah satu kebutuhan tersebut diabaikan akan terjadi ketimpangan atau mengancam keselamatan umat manusia baik didunia maupun diakhirat kelak. Manusia akan hidup bahagia apabila ke lima unsur tersebut dapat dilaksanakan dengan baik.
2.
Hajiyat
(sekunder)
Kebutuhan hajiyat adalah kebutuhan sekunder atau kebutuhan setelah kebutuhan dharuriyat. Apabila kebutuhan hajiyat tidak terpenuhi tidak akan mengancam keselamatan kehidupan umat manusia, namun manusia tersebut akan mengalami kesulitan dalam melakukan suatu kegiatan. Kebutuhan ini merupakan penguat dari kebutuhan dharuriyat. Maksudnya untuk memudahkan kehidupan, menghilangkan kesulitan atau menjadikan pemeliharaan yang lebih baik terhadap lima unsur pokok kehidupan manusia. Apabila kebutuhan tersebut tidak terwujudkan, tidak akan mengancam keselamatannya, namun akan mengalami kesulitan. Pada dasarnya jenjang hajiyat ini merupakan pelengkap yang mengokohkan, menguatkan, dan melindungi jenjang dharuriyat. Atau lebih spesifiknya lagi bertujuan untuk memudahkan atau menghilangkan kesulitan manusia di dunia.
3.
Tahsiniyat
(tersier)
�Kebutuhan tahsiniyah adalah kebutuhan yang tidak mengancam kelima hal pokok yaitu khifdu din (menjaga agama), khifdu nafs (menjaga kehidupan), khifdu �aql (menjaga akal), khifdu nasl (menjaga keturunan), serta khifdu maal (menjaga harta) serta tidak menimbulkan kesulitan umat manusia. Kebutuhan ini muncul setelah kebutuhan dharuriyah dan kebutuhan hajiyat terpenuhi, kebutuhan ini merupakan kebutuhan pelengkap.
Kesimpulan
Manusia adalah makhluk
yang Allah ciptakan dalam bentuk sesempurnanya Makhluk. Keberadaan manusia
adalah yang paling sempurna jika dibandingkan dengan makhluk yang lainnya.
Manusia memiliki fisik, perasaan, hawa nafsu, juga akal yang membuat manusia
berbeda dengan makhluk lainnya. Hakikat manusia menurut islam bukanlah seperti
hewan, tumbuhan, atau makhluk lainnya yang bernyawa.
Prilaku manusia dapat
dilihat dalam konsep rasionalitas, bahwa manusia disebut rasional jika ia
melakukan sesuatu yang sesuai dengan self-interest, dan pada saat yang sama
konsisten dengan membuat pilihan-pilihannya dengan tujuan yang dapat
dikuantifikasikan (dihitung untung ruginya) menuju kesejahteraan umum.
Sementara dalam ekonomi Islam pelaku ekonomi, baik itu produsen maupun konsumen
akan berusaha untuk memaksimalkan maslahah. Dalam islam Rasionalitas dalam
perilaku pembelian konsumen muslim harus berdasarkan aturan islam. Seseorang
yang rasional akan menentukan keinginan mana yang harus dipenuhi dan yang tidak
perlu dipenuhi. Berarti, seseorang yang rasional akan memenuhi keinginan yang
merefleksikan kebutuhan, bukan keinginan. Keinginan adalah tidak terbatas.
Kemudian prilaku manusia
juga dapat dilihat dalam konsep kebutuhan individu dimana senantiasa
mengaitkannya dengan tujuan utama manusia diciptakan yaitu ibadah. Untuk
memenuhi kebutuhan ini, maka Allah menghiasi manusia dengan hawa nafsu
(syahwat), dengan adanya hawa nafsu ini maka muncullah keinginan dalam diri
manusia. Dalam hal ini al-Syathibi, merumuskan kebutuhan manusia dalam Islam terdiri
dari tiga macam, yaitu dharuriyat, hajiyat, dan tahsiniyat.
Abdurrahman, Z. (2020).
Teori Maqasid Al-Syatibi dan Kaitannya dengan Kebutuhan Dasar Manusia Menurut
Abraham Maslow. Jurnal Ushuluddin: Media Dialog Pemikiran Islam, 22(1).
Ansori, M., Afandi, A.,
Fitriyah, R. D., Safriyani, R., & Farisia, H. (2021). Pendekatan-pendekatan
dalam university-community engagement. UIN Sunan Ampel Press.
Creswell, J. W., &
Creswell, J. D. (2017). Research design: Qualitative, quantitative, and
mixed methods approaches. Sage publications.
Fuadi, F., Sudarmanto,
E., Nainggolan, B., Martina, S., Rozaini, N., Ningrum, N. P., Hasibuan, A. F.
H., Rahmadana, M. F., Basmar, E., & Hendrawati, E. (2021). Ekonomi
Syariah. Yayasan Kita Menulis.
Harahap, D., & Ferri
Alfadri, S. E. I. (2022). Ekonomi Mikro Islam. Merdeka Kreasi Group.
Harwika, D. M.,
Puspitasari, A., Parmasari, E. K., & Silfiyah, I. (2021). . Peran
kriminologi sebagai ilmu bantu hukum pidana:(Studi Kasus Pembunuhan Cakung). COURT
REVIEW: Jurnal Penelitian Hukum (e-ISSN: 2776-1916), 1(03), 1�15.
Khasanah, U. (2021). Rasionalitas
dalam Ekonomi. Center for Open Science.
Lisa, A. N. (2020). Etika
Rasionalitas Ekonomi Terhadap Kepentingan Dalam Diri Manusia. BALANCA:
Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam, 2(02), 95�105.
Mansyah, B. (2017). Fenomena
Berita Hoax Media Sosial (Facebook) dalam Menghadapi Pemilihan Umum Gubernur
DKI Jakarta Tahun 2017. PERPUSTAKAAN.
Ngasifudin, M. (2018).
Rasionalitas dalam Ekonomi Islam. JESI (Jurnal Ekonomi Syariah Indonesia),
7(2), 111. https://doi.org/10.21927/jesi.2017.7(2).111-119
Pasira, E. (2020). Hubungan
Pemenuhan Kebutuhan Fisiologis Terhadap Prestasi Non Akademik Mahasiswa
Bimbingan dan Konseling Islam (BKI) IAIN Parepare. IAIN Parepare.
Pratiwi, S. R. (2022). Qonaah
sebagai pencegahan perilaku konsumtif perspektif sufistik Buya Hamka.
UINSunan Ampel Surabaya.
Sada, H. J. (2017).
Kebutuhan Dasar Manusia dalam Perspektif Pendidikan Islam. Al-Tadzkiyyah:
Jurnal Pendidikan Islam, 8(2), 213.
https://doi.org/10.24042/atjpi.v8i2.2126
Suryanto, & Kurniati,
P. S. (2020). Tourism Development Strategy in Indonesia. Academy of
Strategic Management Journal, 19(6).
Sutriswanto, S., Putri,
S., & Djohan, H. (2020). Hubungan Perilaku Dengan Kejadian Tuberkulosis
Paru. Jurnal Laboratorium Khatulistiwa, 3(2).
Wanimbo, E. (2019).
Kehidupan Sosial Ekonomi Keluarga Petani Dalam Meningkatkan Taraf Hidup (Studi
di Desa Bapa Distrik Bogonuk Kabupaten Tolikara Propinsi Papua). HOLISTIK,
Journal Of Social and Culture.
Copyright holder: Author (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal
Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |