Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol.
8, No. 1, Januari
2023
ANALISIS
KUALITAS KOPAL (GETAH DAMAR) & MODAL PENGEMBANGAN USAHA KECIL BERBASIS
KEARIFAN LOKAL DI HUTAN PENDIDIKAN - HONITETU
Lydia
Riekie Parera, Iskar, Marthina Tjoa, Hendrik S.E.S Aponno
Fakultas
Pertanian Universitas Pattimura, Indonesia
Email:
[email protected]
Abstrak
Kopal
merupakan hasil hutan bukan kayu yang dihasilkan dari penyadapan pohon damar
(Agathis sp.).
Salah satu pemanfaatan kopal yaitu vernis yang merupakan bahan finishing
praktis yang dapat langsung diaplikasikan pada permukaan berbagai produk kayu
tanpa menggunakan bahan finishing lain. Keunggulan lainnya
yaitu nilai estetikanya yang mampu menampilkan keindahan tekstur kayu secara
alami. Penelitian ini menggunakan 2 (dua)
metode yaitu metode survey dan metode eksperimen. Alat yang
digunakan pada penelitian ini adalah : Gelas ukur 250 ml, gelas aiso 240 ml,
pengaduk cairan, timbangan, alat giling, phi band, kuas, alat hitung, kamera,
wadah penampung dan alat tulis menulis. Dari hasil
perhitungan analisa usaha, biaya produksi pembuatan pernis asal negeri Honitetu
adalah sebesar Rp. 53,606.00 bila dibandingkan dengan harga pernis komersial
sebesar Rp. 60,000.00. Hal ini sangat direkomendasikan
karena cukup kompetatif dan memiliki nilai tambah untuk dikembangkan oleh
petani pengumpul getah damar, karena pemanfaatan getah damar dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat namun tergantung dari pemasaran yang tersedia.
Kata
Kunci:
Kopal; Usaha Kecil; Kearifan Lokal; Honitetu.
Abstract
Kopal is a
non-timber forest product produced from tapping resin trees (Agathis sp.). One
of the uses of copal is varnish, which is a practical finishing material that
can be directly applied to the surface of various wood products without using
other finishing materials. Another advantage is its aesthetic value which is
able to display the natural beauty of wood texture. This study uses 2 (two)
methods, namely the survey method and the experimental method. The tools used
in this study were: 250 ml measuring cup, 240 ml aiso glass, liquid stirrer,
scales, grinding tool, phi band, brush, calculating tool, camera, container and
stationery. From the results of business analysis calculations, the production
cost of making varnish from the country of Honitetu is Rp. 53,606.00 when
compared to the price of commercial varnish of Rp. 60,000.00. This is highly
recommended because it is quite competitive and has added value to be developed
by damar sap collector farmers, because the use of resin sap can increase people's
income but depends on available marketing.
Keywords: Copal; Small
Business; Local Culture; Honitetu.
Pendahuluan
Kopal adalah salah satu
hasil hutan bukan kayu yang dihasilkan oleh pohon damar (Agathis sp.) yang
merupakan tanaman asli Maluku, Sulawesi dan Philipina (Parera, 2022). Namun kini
sudah dibudidayakan di berbagai tempat termasuk di pulau Jawa (Dumanauw, 2001). Manfaat utama damar adalah diambil getahnya untuk diolah menjadi
kopal (manila copal). Kegunaan kopal adalah sebagai bahan baku cat,
korek api, vernis dan politer (Hakim & Saiban, 1994). Salah satu
pemanfaatannya kopal yaitu vernis, yang merupakan salah satu jenis bahan
finishing yang terkenal karena kepraktisannya (Waluyo et al., 2004). Bahan ini
dapat secara langsung dilaburkan pada berbagai produk kayu tanpa menggunakan
bahan finishing yang lain (Haygreen & Bowyer, 1989). Keunggulan
lain dari vernis adalah kualitas estetikanya yang mapu menampilkan keindahan
kayu alami (Sitanggang & Luthan, 2019). Vernis hadir dengan berbagai warna namun umumnya tetap dapat
memperlihatkan keindahan serat kayu di bawahnya. Karena praktis dan
hasilnya menarik, berbagai proses finishing kayu pun banyak memanfaatkan vernis
(Edriana et al., 2004). Metode finishing dengan vernis banyak diminati untuk lantai kayu,
lis perahu, kusen pintu, hingga lemari. Di pasaran,
berbagai produk vernis telah banyak beredar dengan beragam variasi. Vernis unggul karena tahan lama, hingga vernis mampu memberikan
hasil akhir yang baik dengan berkualitas tinggi.
Kearifan Lokal
merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari
bahasa masyarakat itu sendiri dan biasanya diwariskan secara turun temurun dari
satu generasi ke generasi berikutnya melalui cerita mulut ke mulut (Agustina, 2018). Perspektif
struktural sebagai kaca mata kearifan lokal dipahami dari keunikan struktur
sosial yang berkembang di lingkungan masyarakat (Sumadiwangsa, 2000). Struktur sosial tersebut tidak saja menjelaskan tentang institusi
sosial, organisasi sosial, kelompok sosial yang hadir di tengah masyarakat
lokal, tetapi juga bertautan dengan dominasi wewenang dan kekuasaan yang
melahirkan kelas atau stratafikasi sosial atau topologi masyarakat. Kearifan lokal di Indonesia pada berbagai daerah sangat beragam.
Di masyarakat Maluku dikenal dengan �Sasi�, yaitu salah satu ketentuan hukum
adat yang bertujuan untuk membatasi ruang gerak anggota masyarakat dalam
pengelolaan lingkungan hidup (Mulki, 2022).
Negeri Honitetu, di
daerah pegunungan Seram Bagian Barat merupakan salah satu tempat tumbuh pohon
damar lebih khususnya Agathis alba. Getah
damar yang diperoleh merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat setempat.
Metode Penelitian
Pengambilan
getah damar pada areal Hutan Pendidikan � Honitetu dan penelitian dilanjutkan
di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian,
Universitas Pattimura. Penelitian ini
menggunakan 2 (dua) metode yaitu metode survey dan metode eksperimen.
Alat yang digunakan
pada penelitian ini adalah : Gelas ukur 250 ml, gelas aiso 240 ml, pengaduk
cairan, timbangan, alat giling, phi band, kuas, alat hitung, kamera, wadah
penampung dan alat tulis menulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Getah damar, toluene teknis, alkyd sintetis,
spirtus putih, dry cobalt, dry calcium, kayu pulai, kayu durian dan tripleks.
Hasil dan Pembahasan
A. Karakteristik Petani Damar
Umur merupakan karakteristik penduduk yang pokok karen
berpengaruh penting terrhadap tingkah laku demografis dan sosial ekonomi
penduduk dan juga menjadi faktor yang menentukan pola pikir seseorang. Umur produktif memberikan kontribusi dalam usaha mulai dari
peneresan getah damar, sampai pengangkutan ke tempat pengumpulan. Jenis
kelamin oleh masyarakat Honitetu tidak memberikan bentuk perbedaan yang nyata
antara laki-laki dan perempuan, namun biasanya akan
dibedakan berdasarkan peran masing-masing. Pengangkutan getah
dapat dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dalam volume yang berbeda. Pedidikan merupakan unsur yang pnting dalam menyiapkan sumberdaya
manusia yang berkualitas. Tingkat pendidikan
berpengaruh terhadap pemahaman seseorang. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tingkat pendidikan tidak memberikan peran yang besar karena proses pengelolaan
damar yang sampai saat ini dipraktekkan adalah dari pengetahuan lokal yang
diwariskan secara turun temurun. Jenjang pendidikan tinggi
biasa berhubungan dengan kapasitas masyarakat dalam mengelola Sumber daya alam
yang ada termasuk damar. Jumlah rata-rata anggota
keluarga responden yang bersekolah adalah 2 orang per kepala keluarga. Mata pencaharian masyarakat Honitetu lebih dominan adalah petani.
Pekerjaan sebagai petani tentunya sangat berkontribusi untuk
pengelolaan damar. Pengelolaan getah damar lebih
banyak diusahakan oleh penduduk asli, namun ada juga oleh pendatang yang
menetap dan menikah dengan penduduk setempat. Penduduk
asli dalam pengelolaan damar sangat tinggi karena terkait dengan kepemilikan
dusung damar yang diwariskan secara turun temurun. Hal
tersebut terkait dengan hak-hak waris untuk setiap keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga
responden berkisar antara 2 � 11 orang, dengan rata-rata jumlah anak adalah 5
anak per kepala keluarga. Jumlah rata-rata anggota
keluarga responden yang sudah bekerja adalah 2 orang per kepala keluarga,
sehingga pekerjaan pengelolaan damar juga tidak terlalu maksimal.
B. Bentuk Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Getah Damar
Menurut Wahyono (2000), masyarakat Maluku mempunyai kearifan lokal dalam
mengelola sumberdaya alam agar memberikan manfaat secara berkesinambungan
(sustainable) bagi seluruh masyarakat sekitarnya. Semua
kegiatan yang memanaatkan sumberdaya alam, baik darat maupun lautan saling
terkait yang diatur dalam hukum adat.
Pohon damar yang dimiliki masyarakat Honiteru
umumnya pohon yang tumbuh secara alami dan sudah ada sejak leluhur
(turun-temurun). Tahun 2006 baru adanya penanaman damar oleh beberapa kelompok
masyarakat dengan adanya bantuan bibit dari Dinas Kehutanan Provinsi Maluku.
Bentuk kearifan lokal adalah dalam bentuk �Sasi�, yang diatur
untuk menghasilkan getah damar yang lebih banyak dan berkelanjutan. Sasi dimaksud adalah larangan untuk tidak mengambil getah
damar/meneres getah selama jangka waktu tertentu (biasanya 3-6 bulan). Setelah �buka sasi� baru dilakukan peneresan terhadap pohon damar
tersebut. Sasi merupakan suatu bentuk kerifan lokal
dan merupakan bentuk aturan pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat
yang telah dilakukan turun temurun oleh masyarakat pesedaan di Maluku sebagai
upaya pelestarian demi menjaga mutu dan populasi sumberdaya hayati. Hak kepemilikan lahan damar pada umumnya dalam bentuk kepemilikan
marga yang didalamnya terdapat kepemilikan individu keluarga. Luasan lahan damar yang dimiliki responden, terkecil adalah luasan
1-6 Ha, luasan sedang 10-20 Ha dan luasan terbesar dengan luasan 200 Ha.
Lahan damar dapat terpisah dari lahan kebun yang umumnya di
tanam tanaman perkebunan maupun pertanian lainnya, namun biasanya bercampur
lahan damar dan kebun/dusung responden. Pohon damar
yang tumbuh alami di lahan marga, otomatis dimiliki secara individu keluarga,
artinya hak untuk memanfaatkan pohon tersebut ada pada individu keluarga
tersebut. Waktu pengambilan getah damar sepanjang
tahun biasanya tidak menentu. Pekerjaan meneres
biasanya dilakukan oleh kepala keluarga atau anak laki-laki dewasa, dengan pola
berbentuk huruf W atau melingkar setengah lingkaran dengan menggunakan
peralatan sederhana. Selain itu juga mereka memanen
dengan mengumpulkan getah damar yang langsung jatuh di bawah pohon. Getah damar rata-rata dipanen 3 bulan sekali dengan jumlah panen
sebanyak 100 kg. Dalam setahun dipanen sebanyak 3 kali dengan harga jual
sekitar Rp.10.000,-�
- Rp.20.000,- / kg. Hasil analisis pendapatan responden petani damar
juga diperoleh dari usaha pertanian berupa tanaman pangan dan perkebunan� juga usaha
lain yang dikerjakan petani damar, yang�
memiliki kontribusi pendapatan yang lebih untuk menambah pendapatan
petani.
Gambar 1. Grafik Perbandingan Tingkat Pendapatan Responden
C. Kualitas Getah Damar Menjadi Pernis
Kualitas getah damar untuk dijadikan pernis pada penelitian ini dilakukan
dengan cara uji fisik dan kimia pernis, meliputi kadar
kotoran, kekentalan, lamanya pengeringan, warna, daya kilap, kesan raba,
pelaburan, aplikasi, kontaminasi udara. Sedangkan sifat
pernis untuk melihat kekuatan geser, berat jenis, warna, lama pengeringan dan
kekentalan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani pengumpul
getah damar memiliki pengetahuan terkait kualitas getah damar yang diperoleh
turun temurun. Menurut responden, getah damar putih lebih bagus, getah dari
agathis kulit merah getahnya kurang, getah damar tua (damar batu) berubah warna
coklat, getah damar muda adalah getah damar papeda.
Tabel 1.
Pengujian Sifat dan Aplikasi Pernis
No. |
Jenis
Pengujian |
Pernis
buatan |
Pernis
komersial |
1 |
Lama
pengeringan |
4 |
2 |
2 |
Daya
kilap |
Baik |
Baik |
3 |
Kesan
raba |
Licin, agak tebal |
Licin,
tipis |
4 |
Warna |
Coklat muda, agak keruh |
Kuning kecoklatan, bening |
5 |
Kontaminasi
dengan udara |
Mengental
(24
jam) |
Agak kental (24 jam) |
6 |
Pelaburan |
Merata-tebal |
Merata-tipis |
7 |
Aplikasi
: a.
Warna kayu cerah b.
Warna kayu gelap c.� Triplek |
- Warna kayu tetap, corak
lebih muncul -� Warna agak pekat -� Warna sedikit agak pekat |
- Warna kayu tetap, corak
lebih muncul -� Warna agak pekat -� Warna sedikit agak pekat |
8 |
Banyaknya pernis yang
dipakai, (g/cm2) |
125 |
160 |
Sumber : Data Primer Diolah, 2019
Berdasarkan hasil tabel 1. dapat dijelaskan bahwa
pernis buatan dari getah damar asal negeri Honitetu, untuk lama pengeringan
adalah 4 jam. Ada selisih 2 jam dengan pernis komersial. Untuk
daya kilap, hasil penelitian menunjukkan bahwa pernis buatan lebih baik
dibandingkan pernis komersial. Hasil uji kesan raba,
pernis buatan memiliki kesan licin dan agak tebal dibandingkan pernis komersial
yang berkesan licin, tipis. Untuk uji coba warna,
pernis buatan memiliki warna coklat muda dan agak keruh, jika dibandingkan
dengan pernis komersial yang beredar di pasaran yang memiliki warna kuning
kecoklatan dan bening. Untuk uji kontaminasi terhadap udara ditemukan
bahwa pernis buatan mengental pada 24 jam, sedangkan
untuk pernis komersial bersifat agak kental pada 24 jam kemudian. Uji sifat pelaburan pada contoh kayu dan multiplek, pernis buatan
tersebar merata dan tebal sedangkan pernis komersial tersebar merata, tipis.
Uji aplikasi warna terhadap papan cerah untuk kedua pernis ini adalah sama yang warna kayu tetap dan corak lebih muncul, sedangkan
pada papan gelap, pernis buatan warnanya sedikit agak pekat sedangkan pernis
komersial warnanya agak pekat. Kemudian aplikasi pada multiplek, pernis buatan
dan pernis komersial adalah sama yaitu warna sedikit
agak pekat. Untuk uji banyaknya pernis yang digunakan bagi kedua pernis adalah
125 g/cm2 untuk pernis buatan dan 160 g/cm2 untuk pernis komersial.
Berdasarkan sifat pernis, untuk pernis hasil penelitian menunjukkan bahwa
pernis yang dihasilkan mempunyai sifat yang baik dan sama
dengan contoh pernis kualitas pasaran.
Tabel 2.
Sifat Pernis Hasil Penelitian Dan Pernis Komersial
1 |
Sifat Pernis |
Pernis buatan |
Pernis komersial |
Standar pabrik |
1 |
Kekuatan geser, (cm) |
5.8 |
6.5 |
5
- 7 |
2 |
Berat jenis, (g/cm3) |
0.93 |
0.89 |
0.91
� 0.94 |
3 |
warna |
Coklat
muda, agak keruh |
Kuning
kecoklatan dan bening |
Coklat
muda, bening |
4 |
Lama pengeringan, (jam) |
3.5 |
2 |
2
� 4 |
5 |
Kekentalan (centipoise) |
6.5 |
5.5 |
6
� 7 |
Sumber: Data Primer Diolah, 2019
Berdasarkan hasil penelitian, kekuatan geser pernis buatan 5.8 cm
sedangkan pernis komersial 6.5 cm, berarti pernis buatan masuk kriteria standar
pabrik. Untuk berat jenis, pernis buatan juga sesuai standar
pabrik yaitu 0.93 g/cm3. Selanjutnya untuk warna,
pernis buatan (coklat muda, agak keruh) sudah mendekati standar pabrik yaitu
coklat muda, bening. Lama pengeringan untuk
pernis buatan dibutuhkan 3.5 jam lebih lama dari pernis komersial tapai masih
sesuai standar pabrik 2-4 jam. Untuk sifat kekentalan, pernis
buatan 6.5 centipoise lebih tinggi dari pernis komersial tetapi masuk/sesuai
standar pabrik yaitu 6 � 7 centipoise.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuatan pernis dari getah damar asal
negeri Honitetu, mempunyai sifat yang baik dan sama
dengan contoh pernis kualitas pasaran yang merujuk kepada besaran nilai standar
pabrik.
D. Analisis
Dan Model Pengembangan Usaha
Dalam analisa usaha yang dihitung adalah biaya
produksi pembuatan pernis dari getah damar negeri Honitetu untuk kapasitas 30
kg. selanjutnya harga jual
pernis buatan dibandingkan dengan harga jual pernis komersial, diperoleh hasil
antara lain : biaya produksi dalam pembuatan 30 kg adalah sebesar Rp.
1,308,182.00 per sekali produksi dengan biaya produksi sebesar Rp.
43,606.00/liter dibandingkan dengan harga jual pernis di pasaran sekitar Rp.
60,000.00 � Rp. 65,000.00 per liter.
Hutan damar negeri Honitetu tumbuh secara alami
sehingga letak pohonnya tidak beraturan walaupun memiliki kawasan hutan yang
cukup luas tapi tidak semua lahan ditumbuhi oleh damar. Pohon damar tidak diberikan perlakuan khusus dalam
pemeliharaannya, jika akan dilakukan peneresan dan pengambilan
hasil, petani melakukan pembersihan di sekitar pohon agar lebih mudah mengambil
getah damar vyang jatuh ke tanah.
Bentuk kearifan lokal seperti sasi melalui aturan
yang dibangun masyarakat sejak dulu menjadi potensi untuk pengelolaan damar
yang sesuai dengan karakter masyarakat. Adanya modal sosial masyarakat berupa kepercayaan dan
kerjasama juga dapat memperkuat hubungan masyarakat untuk melakukan aksi
bersama. Model pengembangan pengelolaan getah damar di
negeri Honitetu tetap mengacu kepada bentuk kearifan lokal (dusung dan sasi)
yang telah dimiliki dalam pengelolaan damar dengan tetap berdasarkan aspek
berkelanjutan baik, aspek ekonomi, ekologi maupun sosial budaya. Hasil pengamatan di lapangan terlihat bahwa pengelolaan hutan damar
oleh masyarakat di negeri Honitetu yang berdiam di daerah pegunungan dilakukan
dengan selalu mempertimbangkan kondisi lingkungannya.
Getah damar yang diolah menjadi pernis ternyata memberikan nilai tambah
secara ekonomi cukup baik dimana biaya produksi nya sebesar Rp. 53,606.00/liter
dibandingkan dengan pernis komersial yang sebesar Rp. 60,000.00/liter, hal ini
dapat memberikan keuntungan dari olahan getah damar asal negeri Honitetu dimana
selain kualitas yang dihasilkan juga sudah memenuhi standar pabrik juga dapat lebih
kompetatif dari pernis komersial lainnya. Pengetahuan lokal yang dimiliki
secara turun temurun tetap dipertahankan dengan terus memperkaya informasi dan
pengetahuan yang terkait dengan pengelolaan damar� dan nilai tambah yang dimiliki,
misalnya dengan pembuatan pernis.
Kesimpulan
Teknik
pembuatan pernis pada usaha kecil, ternyata dapat memberikan hasil yang cukup
baik, efisien dan ekonomis untuk dikembangkan.
Kualitas pernis yang dihasilkan dari hasil beberapa pengujian
antara seperti lama pengeringan, daya kilap, kesan raba, warna, kontaminasi
dengan udara, pelaburan, aplikasi pada kayu/multiplek serta banyaknya pernis
yang digunakan ternyata memberikan hasil baik jika dibandingkan dengan pernis
komersial. Begitu juga untuk hasil uji beberapa sifat
pernis seperti berat jenis, kekentalan, lama pengeringan, warna, kilap, dan
pelaburan, ternyata memenuhi standar pabrik.
Model
pengembangan pengelolaan damar untuk negeri Honitetu tetap berbasiskan kearifan
lokal yang dimiliki (dusung dan sasi) yang berkelanjutan.
Dari hasil perhitungan analisa usaha, biaya produksi
pembuatan pernis asal negeri Honitetu adalah sebesar Rp. 53,606.00 bila
dibandingkan dengan harga pernis komersial sebesar Rp. 60,000.00. Hal ini sangat direkomendasikan karena cukup kompetatif dan
memiliki nilai tambah untuk dikembangkan oleh petani pengumpul getah damar,
karena pemanfaatan getah damar dapat meningkatkan pendapatan masyarakat namun
tergantung dari pemasaran yang tersedia.
Agustina, T. (2018).
Membangun manajemen kearifan lokal (Studi pada kearifan lokal orang Banjar). Jurnal
Riset Inspirasi Manajemen Dan Kewirausahaan, 2(2), 120�129.
Dumanauw, J. F. (2001).
Mengenal Kayu, Pendidikan Industri Kayu Atas Semarang. Yogyakarta: Kanisius.
Edriana, E., Dahlian,
E., & Sumadiwangsa, E. S. (2004). Teknik pembuatan pernis dari damar untuk
usaha kecil. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 22(4), 205�213.
Hakim, I., &
Saiban, A. (1994). Potensi permasalahan dan prospek pengusaahaan hutan damar,
di Krui, Lampung Barat. Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Kehutaanan. IX
(2), 9(2), 45�52.
Haygreen, J. G., &
Bowyer, J. L. (1989). Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Suatu Pengantar. Gadjah
Mada University Press) Terjemahan Hadikusumo SA Go to reference in �.
Mulki, M. (2022). Kearifan
Lokal Masyarakat Adat Karampuang dalam Melestarikan Kawasan Hutan= Local Wisdom
of Karampuang Indigenous Peoples in Preserving Forest Areas. Universitas
Hasanuddin.
Parera, L. R. (2022).
Kualitas Vernis dari Getah Damar pada Hutan Pendidikan-Honitetu. Syntax
Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 7(4), 4642�4649.
Sitanggang, N., &
Luthan, P. L. A. (2019). Manajemen Kewirausahaan Furnitur. Sleman:
Deepublish.
Sumadiwangsa, S.
(2000). Pemanfaatan resin untuk meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar
hutan. Prosiding Lokakarya Penelitian Hasil Hutan, Tanggal, 7,
117�133.
Waluyo, T., Dalian, E.,
& Edriana, E. (2004). Percobaan pembuatan pernis dari kopal asal
Probolinggo. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 22(2), 35�41.
Copyright holder: Lydia Riekie Parera, Iskar, Marthina Tjoa,
Hendrik S.E.S Aponno (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal
Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |