Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol.
8, No. 1, Januari
2023
PENGANGGARAN
DANA POKOK PIKIRAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN
BELANJA DAERAH
Nurul
Astri Haliza, Azmi Fendri, Hengki Andora, Khairani, Anton Rosari
Fakultas
Hukum, Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat, Indonesia
Email:
[email protected]
Abstrak
Pada lingkungan
pemerintah maupun sektor publik anggaran merupakan alat untuk mencapai target
atau sasaran yang dicapai pada suatu periode tertentu. Salah satunya adalah
penggaran dana pokok-pokok pikiran Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah. Secara umumnya DPRD memiliki tiga fungsi,
yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Ketiga fungsi tersebut dijalankan dalam penyerapan dan penghimpunan
aspirasi masyarakat oleh DPRD Kota Bukittinggi serta menganalisis mengenai
pokok-pokok pikiran DPRD didalam APBD. Pokir DPRD
merupakan kajian permasalahan pembangunan daerah yang diperoleh dari DPRD
berdasarkan risalah rapat dari hasil penyerapan aspirasi masyarakat. Pokir DPRD memuat pandangan dan pertimbangan DPRD mengenai arah
prioritas pembangunan serta rumusan usulan kebutuhan program/kegiatan yang
bersumber dari hasil penelaahan Pokir DPRD. Maka dari itu harus tertera
jelas didalam APBD agar tidak terjadi benturan yang sudah ada pada APBD dan
pokir yang akan dilaksanakan nantinya. Dalam
pelaksanaannya juga terdapat pula beberapa hambatan yang nantinya akan mempengaruhi pokir dikalangan masyarakat. Rumusan
masalah yang timbul yaitu : 1) Mekanisme pengusulan
dana pokir oleh DPRD Kota Bukittinggi ; 2) Pengalokasian anggaran dana pokir di
dalam APBD Kota Bukittinggi ; 3) Pertanggungjawaban anggota DPRD kepada
konstituennya terkait dengan realisasi aspirasi masyarakat yang diajukan
melalui pokir. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis
empiris. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil: 1) DPRD melakukan
reses,angggota DPRD dapat menghimpun usulan kegiatan melalui pokir yang
diusulkan kepada secretariat DPRD Kota Bukittinggi yang nantinya akan masuk
didalam RAPBD; 2) Pada pengusulan pokir merupakan bentuk kegiatan yang
sebelumnya sudah dilakukan dahulu verifikasi lapangan barulah akan diketahui
perkiraan dana yang nantinya dibutuhkan; 3) Pada hakikatnya pokir adalah
sebagai bentuk pertanggungjawaban anggota DPRD pada konstituennya, karna
anggota DPRD cenderung melaksanakan kegiatan dibasis suara yang memilihnya pada
saat pemilu.
Kata
Kunci:
Dana Pokok, Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) DPRD, APBD.
Abstract
In the
government environment and in the public sector, the budget is a tool to
achieve targets or targets achieved in a certain period. One of them is the
budgeting of the main ideas of the Regional People's Representative Council. In
general, the the Regional People's Representative has three functions, namely
the legislative function, the budget function, and the supervisory function.
These three functions are carried out in the absorption and collection of
public aspirations by the the Regional People's Representative for the City of
Bukittinggi and in analyzing the main ideas of the the Regional People's
Representative in the regional revenue and expenditure budget. The Main
Thoughts the Regional People's Representative is a study of regional
development problems obtained from the the Regional People's Representative
based on the minutes of the meeting from the results of the absorption of
community aspirations. The main Thoughts Regional People's Representative's contains
the the Regional People's Representative's views and considerations regarding
the direction of development priorities as well as the formulation of the
proposed program/activity needs that are sourced from the results of the main
Thoughts Regional People's Representative 'sreview. Therefore, it must be
clearly stated in the regional revenue and expenditure budgetso that there are
no conflicts that already exist in the regional revenue and expenditure budget
and the thinking that will be implemented later. In its implementation, there
are also several obstacles that will affect thinking among the community. The
formulation of the problems that arise are: 1) The mechanism for proposing the
main thoughts Fund by the the Regional People's Representative for the City of
Bukittinggi; 2) Allocation of the the main thoughts budget in the City of
Bukittinggi regional revenue and expenditure budget; 3) The accountability of
the Regional People's Representative members to their constituents is related
to the realization of the aspirations of the people submitted through
thought-provoking. This study uses empirical juridical research. Based on the
results of the research, the results obtained are: 1) the Regional People's
Representative is in recess, the Regional People's Representative members can
collect proposals for activities through the proposed thinking to the
secretariat of the Regional People's Representative Kota Bukittinggi which will
later be included in the regional revenue and expenditure budget; 2) The
proposal for thinking is a form of activity that has previously been carried
out by field verification, then the estimated funds that will be needed will be
known; 3) In essence, the main thoughts is a form of accountability for the
Regional People's Representative members to their constituents, because the
Regional People's Representative members tend to carry out activities based on
the votes that elect them during elections.
Keywords: Principal Fund,
Main Thoughts the Regional People's Representative, regional revenue and
expenditure budget.
Pendahuluan
Dalam paham
penyelenggaraan pemerintahan dari paradigma sentralistik kearah desentralistik,
negara dituntut untuk aktif melakukan kegiatan pembangunan yang dapat menjamin
kesejahteraan dan kemajuan rakyatnya dengan konsekuensi negara diberi kekuasaan
atau peranan yang begitu besar (Sofan, 2019). Penelaahan
pokok-pokok pikiran DPRD atau disebut dengan pokir yaitu kajian permasalahan
pembangunan daerah yang diperoleh dari DPRD berdasarkan risalah rapat dengar
pendapat dan/atau rapat hasil penyerapan aspirasi melalui reses (Tan, 2022). Reses atau
masa reses adalah masa dimana DPRD melakukan kegiatan diluar sidang untuk
nelakukan kunjungan kerja baik yang dilakukan anggota DPRD secara perseorangan
maupun secara berkelompok (Sanjaya et al., 2021). Pokok-pokok
pikiran DPRD mengenai arah prioritas pembangunan serta rumusan usulan kebutuhan
program/kegiatan yang bersumber dari hasil penelahan pokok-pokok pikiran DPRD
sebagai masukan dalam perumusan kebutuhan program dan kegiatan pada tahun
rencana berdasarkan prioritas pembangunan daerah (Rahmah & Marliyah, 2021).
Penyusunan Dokumen
Pokok-pokok Pikiran DPRD dimaksudkan sebagai upaya DPRD dalam mengarahkan dan
mengawasi strategi pelaksanaan program pembangunan, dalam upaya mewujudkan
tercapainya visi sebuah daerah (Sinaga, 2021).
Permendagri Nomor 86
Tahun 2017 menetapkan bahwa dalam penyusunan rancangan awal RKPD, DPRD
memberikan saran dan pendapat berupa Pokok-pokok pikiran DPRD berdasarkan hasil
reses/penjaringan aspirasi masyarakat sebagai bahan perumusan kegiatan, lokasi
kegiatan dan kelompok sasaran yang selaras dengan pencapaian sasaran
pembangunan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang RPJMD (Naharuddin, 2022). Saran dan
pendapat berupa Pokir DPRD ini disampaikan secara tertulis kepada Kepala Badan
Perencana Pembangunan Daerah (BAPPEDA) (Sugiarto & Mutiarin, 2017).
Praktiknya
di Kota Bukittinngi, Pokir DPRD ini dimaknai sebagai bentuk pelaksanaan fungsi budgeting
anggota DPRD. Hal ini terlaksana
setelah anggota DPRD bersangkutan turun ke daerah pemilihan (DAPIL) dan
menyerap aspirasi dan kebutuhan masyarakat di Dapilnya masing-masing.
Sejauh ini, belum ada ketentuan teknis yang baku
perihal Pokir tersebut. Banyak pendapat dan persepsi yang berkembang bahwa
Pokir DPRD lebih mengarah kepada besaran dana aspirasi
bukan kepada substansi dari kebijakan perencanaan pembangunan daerah yang
berkesesuaian dengan RPJMD yang telah ditetapkan. Terkait
dengan penyusunan APBD, Pokir berhubungan dengan Badan Anggaran. Pasal
54 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata
Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota menyebutkan
bahwa Badan anggaran mempunyai tugas dan wewenang memberikan saran dan pendapat
berupa Pokok-pokok pikiran DPRD kepada Kepala Daerah dalam mempersiapkan
Rancangan APBD sebelum Peraturan Kepala Daerah tentang Rencana kerja Pemerintah
Daerah (RKPD) ditetapkan.
RKPD
Kota Bukittinggi merupakan dokumen induk tahunan yang memuat seluruh aspirasi
masyarakat Kota Bukittinggi, termasuk bagaimana upaya mewujudkan visi Kota
Bukittinggi dalam bentuk kebijakan dan program setiap tahunnya.
Setelah RKPD dapat disepakati melalui Musrenbang di tingkat Pemerintah Kota Bukittinggi,
maka akan dijabarkan lebih lanjut menjadi dokumen
Rencana Kebijakan Umum Anggaran (RKUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara
(PPAS). Kedua Dokumen inilah yang selanjutnya menjadi dasar
untuk penyusunan dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat
Daerah (RKA-SKPD) sebagai komponen penyusunan RAPBD pada tahun berikutnya.
Mekanisme penyusunan dokumen tersebut harus runtut, berkesinambungan dan
berjenjang, yang berpedoman pada Permendagri Nomor 86 Tahun 2017. Bentuk
kegiatan dari Pokir masih bersifat top down (lahir dari pemilik pokir) dan
bukan bottom up (aspirasi/kebutuhan dari masyarakat) sehingga tidak menyentuh
kepada kebutuhan masyarakat. Terkadang, tidak ada kaitannya
dengan Bagaimana korelasi pokok-pokok pikiran DPRD dengan tujuan dan sasaran
pembangunan yang telah ditetapkan dalam RPJMD. Selain
itu, juga masih dianggap tidak transparan bagi masyarakat dalam hal mekanisme
sampai dengan pelasanaannya dilapangan. Sehingga didalam praktiknya
dilapangan banyak terjadinya kesalahpahaman antara masyarakat Kota Bukittinggi
dengan DPRD Kota Bukittinggi dalam hal dana pokir
tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk untuk menemukan,mengetahui
dan menganalisis mekanisme pengusulan dana pokir oleh DPRD Kota Bukittinggi,
untuk menemukan,mengetahui dan menganalisis pengalokasi anggaran dana pokir di
dalam APBD Kota Bukittinggi, dan untuk menemukan,mengetahui dan menganalisis
pertanggungjawaban anggota DPRD kepada konstituennya terkait dengan realisasi
aspirasi masyarakat yang diajukan melalui pokir.
Metode Penelitian
Jenis Penelitian ini
adalah penelitian yuridis empiris yaitu pendekatan yang bertujuan untuk melihat
bekerjanya hukum di lapangan (Huda, 2022). Penelitian yuridis empiris adalah penelitian hukum mengenai
pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif secara in action pada
setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat. Penelitian ini ingin melihat sejauhmana implementasi pengaturan
pokok-pokok pikiran DPRD yang diatur oleh Permendagri No. 86 Tahun 2017 di Kota
Bukittinggi.
Penelitian ini bersifat
deskriptif (Yuliani, 2018). Penelitian
deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu,
keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan penyebaran suatu
gejala atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara satu gejala dengan
gejala lain dalam masyarakat (Nendrawan & Rastika, 2021). Bogdan dan
Taylor menyatakan, sebagai suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati (Rodiah, 2019). Metode penelitian kualitatif sangat relevan digunakan dalam penelitian
ini karena tujuan penelitian ini untuk mengetahui pelaksanaan pelaksanaan
tahapan penyampaian dan pembahasan pokok-pokok pikiran DPRD dan dasar kedudukan
pelaksanaan pokok-pokok pikiran DPRD.
Data primer diperoleh
dengan cara observasi dan melakukan wawancara kepada
beberapa pihak terkait di lingkungan Pemerintah Kota Bukittinggi, yaitu:
1. Anggota
DPRD Kota Bukittinggi;
2. Kepala
BAPEDA Kota Bukittinggi;
3. Kepala
Badan Keuangan Kota Bukittinggi;
4. Sekretaris
DPRD Kota Bukittinggi;
Data
sekunder yaitu data-data yang diperoleh dari buku-buku sebagai pelengkap sumber
data primer.
Berdasarkan
data yang dikumpulkan, maka peneliti melakukan analisis data secara kualitatif,
yaitu dengan menafsirkan gejala yang terjadi.
Analisis data yang dilakukan dengan cara mengumpulkan semua bahan yang bukan
merupakan angka-angka dan kemudian menghubungkannya dengan permasalahan yang
ada (Mulyadi, 2011).
Hasil dan Pembahasan
A.
Mekanisme Pengusulan Dana Pokir
Oleh DPRD Kota Bukittinggi
Penyerapan aspirasi masyarakat ada dua yaitu
penyerapan aspirasi masyarakat oleh pemerintahan dan penyerapan aspirasi
masyarakat oleh DPRD (Lolowang, 2022). Penyerapan aspirasi masyarakat oleh pemerintah
melalui proses perencanaan pembangunan dan penyerapan aspirasi masyarakat oleh
DPRD ada dua tahap yaitu secara langsung dan tidak langsung atau dapat
dikatakan secara formal ataupun informal (Utama & Roza,
2022). Bagi Anggota DPRD Kabupaten/Kota secara
informal proses penyerapan dan penghimpunan aspirasi masyarakat dapat dilakukan
setiap saat, karena mayoritas anggota DPRD berdomisili di daerah pemilihannya,
oleh sebab itu ruang dan waktu untuk bertemu dengan konstituen sangatlah
banyak, baik melalui kegiatan yang ada di kelurahan, kegiatan ibadah di masjid,
kegiatan gotong royong, kegiatan olahraga dan kegiatan rutinitas lainnya. Momentum tersebut tidak sedikit dimanfaatkan oleh masyarakat
menyampaikan aspirasi kepada Anggota DPRD.
Menurut (Astawa, 2017), bahwa partisipasi masyarakat tidak lagi dipandang
sebagai fasilitas yang diberikan oleh pemerintah tetapi justru sebagai hak
masyarakat. Oleh sebab itu aspirasi adalah hak mutlak
masyarakat yang berisi kompleksitas permasalahan. Aspirasi masyarakat
umumnya mulai dari persoalan keseharian sampai pada persoalan pembangunan,
seperti lampu jalan yang tidak menyala, Air PDAM yang tidak hidup, jalan rusak,
drainase yang tersumbat, bahkan sampai persoalah yang sifatnya keluarga atau
persoalan pribadi, mulai dari modal usaha, lapangan pekerjaan, kesehatan,
pendidikan, sampai kepada persoalan sengketa adat, keluarga dan lain
sebagainya. Kebanyakan masyarakat memandang seorang anggota DPRD adalah tempat
mengadukan banyak persolan, disini sangat berlaku teori perwakilan, bahwa
anggota DPRD adalah corongnya masyarakat dalam menyerap aspirasi konstituennya
disini sangat dituntut seorang anggota DPRD memahami kompeksitas persoalan tersebut,
dan jika dipandang perlu dapat langsung di eksekusi dengan cara
mengkoordinasikan dan menindak lanjuti dengan dinas terkait atau instansi
vertikal yang ada.
Kemudian salah satu untuk menindaklanjuti aspirasi
masyarakat ini yang nantinya menjadi dasar dari pembentukan pokir adalah
merupakan wujud penilaian atas integritas seorang wakil masyarakat, konsitensi
dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat ini wajib dilakukan oleh semua anggota
legislatif. Secara formal proses penyerapan aspirasi oleh anggota DPRD dapat
dilakukan saat dilaksanakannya rapat dengar pendapat di DPRD dan pada saat
dilaksanakanya reses ke daerah pemilihan.
Gambar 1. Usulan Sistematika Penghitungan Besaran Dana Pokir
DPRD
B. Pengalokasi
Anggaran Dana Pokir di Dalam APBD Kota Bukittinggi
Kerangka anggaran haruslah senantiasa menunjukkan
keberpihakan kepada masyarakat. Anggaran inilah yang diharapkan masyarakat, karena
penjabaran secara konkrit diarahkan pada prioritas program yang mengarah pada
upaya mengatasi problem pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.
Berdasarkan observasi peneliti sampai saat ini pengalokasian dana
pokir belum memiliki standar baku yang jelas yang diatur oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku, sehingga nominal pokir hanya berdasarkan
kepatutan atau hasil kesepakatan antara Anggota DPRD Kota Bukittinggi dengan
Tim TAPD. Kecendrungan dana pokir setiap tahun APBD
memiliki tran kenaikan, sehingga ketika capaian APBD yang disebabkan beberapa
hal seperti adanya Covid 19 menimbulkan persoalan baru dalam penganggaran APBD.
Seharusnya total dana Pokir DPRD dipersentasekan dari
jumlah APBD yang ada, sehingga tidak menjadikan pokir sebagai penghambat
kegiatan rutin lainnya pada semua OPD.
Karena politik anggaran yang menjadi dimensi penting
dalam pengalokasian anggaran yang beorientasi pada kepentingan masyarakat pada
otonomi daerah desentralisasi yang sekarang ini dihadapkan dengan persoalan
pengelolaan pemerintahan, karena beberapa program pemerintah baik ditingkat
kabupaten, propinsi maupun pusat membutuhkab pengelolaan keuangan yang baik,
sehingga dibutuhkan sebuah transparansi dan kemampuan dalam mengelola program
keuangan. Berdaasarkan hasil wawancara peneliti dengan salah seorang anggota
DPRD Bapak Edison, S.E, M.Ba tentang besaran dana
pokir yang ada saat ini cukup dibandingkan dengan aspirasi konstituen: �menurut
saya untuk saat ini sudah cukup, karena besaran jumlah itu sangat relatif yang
penting kita mengalokasikan dengan tepat, sepanjang sesuai dengan permintaan
masyarakat, bukan berdasarkan keinginan kita. Oleh sebab itu
perlu kita jemput aspirasi kepada masyarakat agar sesuai dengan kebutuhan.�
(Edison, Wawancara langsung 10 mei 2022).
Pemberian hak otonomi daerah kepada pemerintah
daerah untuk menentukan anggaran pendapatan dan belanja daerah sendiri sesuai
dengan kebutuhan dan potensi daerah tersebut disini dalam pengalokasian dari
anggaran dana pokir ini sendiri di APBD. Berdasarkan
wawancara peneliti dengan salah satu anggota DPRD Bapak Dedi Fatria, S.H,M.H, Tentang pengalokasian pokir didalam APBD itu sendiri :
�yang diusulkan oleh
anggota DPRD adalah bentuk kegiatan setelah dilakukan verifikasi lapangan
barulah setelahnya diketahui penggunaan dana yang dibutuhkan. Yaitu dengan
melalui proses dari pokir DPRD tersebut.� (Dedi Fatria, Wawancara tanggal 25
juni 2022)
Dan dalam peksanaan pokir dilapangan Bapak Dedi
Fatria,S.H,M.H, juga berpendapat bahwasanya setelah
masuknya dana Pokir didalam APBD kegiatan Pokir akan dikoordinasikan oleh dinas
dengan Anggota DPRD yang bersangkutan maka kemudian disepakati lah waktu
pelaksanaan. Sehingga nantinya, penggunaan pokir didalam masyarakat dapat
melalui hibah yang akan dikelola langsung oleh Lembaga
atau organisasi penerima. Jika hal tersebut berhubungan dengan insfrastruktur,
maka masyarakat hanya menerima hasil pekerjaan yang dilaksanakan oleh pihak
ketiga yang ditunjuk oleh dinas terkait.
C. Pertanggungjawaban
Anggota DPRD Kepada Konstituennya Terkait Dengan Realisasi Aspirasi Masyarakat
Yang Diajukan Melalui Pokir
Konstituen harus menjadi prioritas utama setelah anggota
DPRD tersebut terpilih. Karena setelah terpilihnya menjadi anggota DPRD, disinilah saatnya
memperjuangkan dan merealisasikan aspirasi masyarakat sebagaimana janji-janji
politiknya pada saat kampanye berlangsung. Sehingga diharapkan aspirasi
masyarakat tersebut menjadi bahan yang akan
dikemukakan dan dibahas saat rapat ataupun siding anggota DPRD. Karena pada hakikatnya sosok seorang legislator harus mampu
memberikan sentuhan halus dan komunikasi yang efektif dan terbuka kepada
konstituennya. Kepercayaan yang diberikan dapat
menjadi suatu budaya yang positif dalam interaksi serta relasi yang terjadi
dilapangan antara DPRD dengan konstituennya dalam merealisasikan janji
politiknya. Dalam wawancara peneliti dengan Ketua DPRD Bapak Beny
Yusrial, S.Ip mengatakan bahwa �dalam hal pertanggungjawaban, anggota DPRD
dalam hal ini lebih pada pertanggungjawaban moral pada konstituennya, sementara
itu pertanggungjawaban administrasi akan diselesaikan
oleh Dinas terkait dalam mengeksekusi realisasi pokir anggota DPRD.� (Beny Yusrial. Wawancara langsung 13 juli 2022)
Sebagai salah satu kewajiban DPRD adalah memberikan
pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen didaerah
pemilihannya. Dan dari
hasil wawancara peneliti dengan Bapak Dedi Fatria,S.H.,M.H
� sebenarnya pokir adalah salah satu bentuk pertanggungjawaban anggota DPRD
kepada konstituennya. Anggota DPRD cenderung melaksanakan kegiatan dibasis
suara yang memilihnya saat pemilu�
Disisi lain, peneliti juga menemukan adanya upaya
dari sekelompok masyarakat atau oknum masyarakat yang memanfaatkan anggota DPRD
dengan meminta dana dan mengajukan sejumlah proposal
untuk kegiatan sekelompok orang saja dan tidak ada sangkut pautnya dengan
kepentingan masyarakat, terutama Ketika anggota DPRD melakukan kunjungan ke
daerah pemilihan. Hal ini akan menimbulkan suatu
pandangan yang tidak baik bagi anggota DPRD kepada konstituennya sehingga
menyebabkan relasi yang terjadi kurang baik, ditakutkan kebiasaan tersebut akan
menjadi kebiasaan baru yang buruk bagi konstituen. Dengan kata lain, anggota
DPRD difungsikan oleh konstituen hanya untuk meminta dana
dan sumbangan saja atau sebagai sumber pendanaan terus menerus.
Dalam pelaksanaan pokir itu sendiri ditengah
masyarakat, terdapat beberapa hal yang dapat terjadinya hambatan, seperti
pendapat Bapak Dedi Fatria, S.H,M.H bahwasanya hambatan yang terjadi pada saat
turun langsung dalam perealisasian dana pokir adalah kurangnya koordinasi
antara anggota DPRD dengan perangkat kelurahan saat perencanaan kegiatan yang
akan berlangsung, kurangnya syarat organiasi penerima dan hibah jika hal
tersebut berbentuk uang, dan paling sering terjadi adalah tidak bebasnya lahan
yang diusulkan oleh masyarakat pada saat kegiatan realisasi pokir akan
dilaksanakan.
Kesimpulan
Menindaklanjuti
aspirasi masyarakat ini adalah merupakan wujud penilaian atas integritas
seorang wakil masyarakat, konsitensi dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat
ini wajib dilakukan oleh semua anggota legislatif.
Secara formal proses penyerapan aspirasi oleh anggota DPRD
dapat dilakukan saat dilaksanakannya rapat dengar pendapat di DPRD dan pada
saat dilaksanakanya reses ke daerah pemilihan. Lalu setelah dilakukannya
penyerapan tersebut makan anggota DPRD bersangkutan harus Menyusun dokumen yang
nantinya akan dibicarkan didalam musyawarah anggota
DPRD yang disesuaikan oleh waktu bersangkutan. Dan nantinya akan
dikomunikasikan dengan dinas terkait jika hal tersebut berhubungan dengan
infrastruktur. Setelah hal tersebut dilakukan maka
tertuanglah pada salah satu instrument evaluasi kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Melalu evaluasi tersebut dapat diketahui sampai
sejauh mana kinerja yang akan diwujudkan dari
penyelenggaraan pemerintahan daerah hingga tahun berkenan. Setelah
itu baru dituangkan didalam RAPBD. Setelah hal
tersebut dapat disetujui oleh pihak bersangkutan maka dapat dijabarkan didalam
APBD.
Anggaran
merupakan rencana kerja pemerintah dalam periode tertentu.
Selain itu anggaran merupakan indikator penting dalam
mengambil kebijakan ekonomi yang dimiliki pemerintah dan menggambarkan
pernyataan komprehensif tentang suatu negara, dimana warga negara bergantung
pada negara untuk menyediakan pelayanan yang prima dan infrastruktur.
Karena politik anggaran yang menjadi dimensi penting dalam pengalokasian
anggaran yang beorientasi pada kepentingan masyarakat pada otonomi daerah
desentralisasi yang sekarang ini dihadapkan dengan persoalan pengelolaan
pemerintahan, karena beberapa program pemerintah baik ditingkat kabupaten,
propinsi maupun pusat membutuhkab pengelolaan keuangan yang baik, sehingga
dibutuhkan sebuah transparansi dan kemampuan dalam mengelola program keuangan. Saat ini anggaran pokir DPRD dianggap sudah cukup, karena besaran
jumlah itu sangat relatif yang penting mengalokasikan dengan tepat, sepanjang
sesuai dengan permintaan masyarakat, bukan berdasarkan keinginan. Oleh
sebab itu perlu menghimpun aspirasi kepada masyarakat agar sesuai dengan
kebutuhan
Setiap
anggota DPRD harus menjalin relasi yang sebaik mungkin dengan masyarakat didaerah
pemilihannya untuk mendapatkan perhatian dan dukungan dari konstituennya,
bukanlah komunikasi transaksional. Dalam
pola relasional, anggota DPRD menyadari bahwa konstituen memiliki peran penting
dalam berbagai aktivitas DPRD. Demikian juga
sebaliknya, konstituen pun menyadari pentingnya. Berperan serta dalam
berbagai aktivitasnya di DPRD dan salam pengambilan
kebijakan-kebijakan public di DPRD melalui anggota DPRD. Dan pada hakikatnya,
pokir adalah sebagai bentuk pertanggungjawaban anggota DPRD pada konstituennya,
karna anggota DPRD cenderung melaksanakan kegiatan dibasis suara yang
memilihnya pada saat pemilu
Astawa, I. N. T.
(2017). Memahami peran masyarakat dan pemerintah dalam kemajuan mutu pendidikan
di Indonesia. Jurnal Penjaminan Mutu, 3(2), 197�205.
Huda, M. C. (2022). Metode
Penelitian Hukum (Pendekatan Yuridis Sosiologis). IAIN SALATIGA.
Lolowang, P. J. (2022).
Peran Anggota Dprd Fraksi Pdi Perjuangan Dalam Menyalurkan Aspirasi Masyarakat
Kabupaten Minahasa. POLITICO: Jurnal Ilmu Politik, 11(1),
118�129.
Mulyadi, M. (2011).
Penelitian kuantitatif dan kualitatif serta pemikiran dasar menggabungkannya. Jurnal
Studi Komunikasi Dan Media, 15(1), 128�137.
https://doi.org/10.31445/jskm.2011.150106
Naharuddin, N. (2022).
Evaluasi Perencanaan Pembangunan Wilayah Kepulauan Riau Tahun 2019. KEMUDI:
Jurnal Ilmu Pemerintahan, 6(02), 175�190.
Nendrawan, P., &
Rastika, G. (2021). mplementasi Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual
(HKI) Terhadap Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) Di Tinjau Dari UU Nomor 28
Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Jurnal Pacta Sunt Servanda, 2(1),
36�47.
Rahmah, D. C., &
Marliyah, M. (2021). Peran DPRD terhadap Program Peningkatan Kualitas Kawasan
Permukiman Kumuh Masyarat di Provinsi Sumatera Utara dalam Aspek Ekonomi
Pembangunan. Jurnal Pendidikan Tambusai, 5(3), 8712�8722.
Rodiah, S. (2019).
Analisis Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Kelas IX MTS Pada Materi Sistem
Persamaan Linear Dua Variabel Berdasarkan Gender. Jurnal Kajian Pembelajaran
Matematika, 3(1), 1�8.
Sanjaya, L.,
Fakhruddin, I., & Dirgantari, N. (2021). Sistem Pengendalian Intern
terhadap Dana Reses pada Kantor Sekretariat Dprd Banyumas. Review of Applied
Accounting Research (RAAR), 1(1), 43�55.
Sinaga, S. R. I. D. H.
(2021). Pengaruh Penerapan E-planning Terhadap Penyusunan Rencana Kerja
Pemerintahan Daerah (RKPD) Pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten
Labuhan Batu.
Sofan, B. T. (2019). Implementasi
Kewenangan DPRD Dalam Pengawasan Terhadap Anggaran Daerah Di Bidang Pendidikan
Di Kota Medan.
Sugiarto, A., &
Mutiarin, D. (2017). Konsistensi perencanaan pembangunan daerah dengan anggaran
daerah. Journal of Governance and Public Policy, 4(1), 1�38.
Tan, F. T. (2022).
Polemik Pokok Pikiran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Syntax Literate;
Jurnal Ilmiah Indonesia, 7(10), 15436�15451.
Utama, D., & Roza,
D. (2022). Peran Dewan Perwakilan Daerah (Dpd) Dalam Memperjuangkan Hak-Hak
Masyarakat di Sumatera Barat. UNES Journal of Swara Justisia, 6(3),
318�327.
Yuliani, W. (2018).
Metode penelitian deskriptif kualitatif dalam perspektif bimbingan dan
konseling. Quanta, 2(2), 83�91. https://doi.org/10.22460/q.v2i2p83-91.1641
Copyright holder: Nurul Astri Haliza, Azmi Fendri, Hengki
Andora, Khairani, Anton Rosari (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed under: |