Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN:
2548-1398
Vol. 7, No. 12, Desember 2022
GERAKAN OPINI DIGITAL DAN
KONSTRUKSI REALITAS DALAM TAGAR #PERCUMALAPORPOLISI
Farrah
Soeharno
Universitas Indonesia, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Isu yang berkaitan dengan keadilan sosial dan perubahan sosial, dapat
dengan mudah menjadi topik bahasan bersama di media sosial, dan melahirkan
aktivisme tagar. Salah satu isu yang sempat menjadi trending topic di Twitter
dan menjadi perbincangan yang luas adalah tagar #PercumaLaporPolisi. Tagar
#PercumaLaporPolisi muncul pada Oktober 2021 sebagai gerakan opini digital
(Digital Movement of Opinion/DMO) yang digunakan publik sebagai instrumen untuk
mengkritisi organisasi Kepolisian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pembentukan dan penyebaran opini masyarakat melalui struktur
jaringan sosial dari tagar #PercumaLaporPolisi dan strategi komunikasi krisis
lembaga Kepolisian menghadapi ancaman reputasi lembaga akibat gerakan opini
digital #PercumaLaporPolisi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
kuantitatif untuk perhitungan statistik jaringan komunikasi dengan sampel 10000
data tweet menggunakan netlytic dan gephi. Untuk melihat pengaruh dari viralnya
tagar #PercumaLaporPolisi terhadap pemberitaan media massa, penelitian ini juga
menggunakan aplikasi Media Cloud dengan melalui pengumpulan data berita yang
ditayangkan online di media nasional dalam periode 6 Oktober 2021 hingga 6
Oktober 2022 untuk melihat bagaimana opini #PercumaLaporPolisi dimaknai sebagai
realitas yang diinternalisasi oleh lembaga Kepolisian. Hasil penelitian
menunjukkan #PercumaLaporPolisi mampu menciptakan mobilitas opini warganet
dalam suatu jaringan komunikasi dengan dibantu peran @projectm_org, @tirtoid
(aktor populer), @sandhatu (aktor populer) dan @_haye_ (aktor perantara).
Pembentukan narasi dan opini #PercumaLaporPolisi berhasil mendapatkan perhatian
luas tidak hanya terbatas penyebaran dalam media sosial, namun juga merambah
media online terkemuka di Indonesia sehingga berdampak intensitas pemberitaan
media masa yang dapat mempengaruhi reputasi organisasi.
Kata
Kunci:
#PercumaLaporPolisi; gerakan opini digital; konstruksi realitas.
Abstract
Issues related to social justice and social
change, can easily become a common topic of discussion on social media, and
give birth to hashtag activism. One of the issues that had become a trending
topic on Twitter and became a widespread conversation was the hashtag
#PercumaLaporPolisi. The hashtag #PercumaLaporPolisi emerged in October 2021 as
a digital movement of opinion (DMO) that the public used as an instrument to
criticize police organizations. The purpose of this study was to determine the
formation and dissemination of public opinion through the social network
structure of the hashtag #PercumaLaporPolisi and crisis communication
strategies of police agencies facing reputational threats due to the
#PercumaLaporPolisi digital opinion movement. The research method used is a
quantitative method for statistical calculation of communication networks with
a sample of 10000 tweet data using netlytic and gephi. To see the influence of
the viral hashtag #PercumaLaporPolisi on mass media reporting, this study also
used the Media Cloud application through the collection of news data that was
broadcast online in the national media in the period from October 6, 2021 to
October 6, 2022 to see how #PercumaLaporPolisi opinions are interpreted as a
reality internalized by the Police agency. The results showed that
#PercumaLaporPolisi able to create mobility of netizens' opinions in a
communication network with the help of the roles of @projectm_org, @tirtoid
(popular actors), @sandhatu (popular actors) and @_haye_ (intermediate actors).
The formation of narratives and opinions #PercumaLaporPolisi managed to get
widespread attention not only limited to dissemination in social media, but
also penetrated leading online media in Indonesia so that it had an impact on
the intensity of mass media reporting that could affect the reputation of the
organization
Keywords: #PercumaLaporPolisi; gerakan opini digital; konstruksi realitas
Pendahuluan
Perkembangan
teknologi komunikasi digital telah memungkinkan terjadinya kampanye gerakan
sosial yang menjangkau khalayak luas. Platform media sosial memungkinkan
pertukaran dan penyebaran informasi yang cepat di luar batas geografis, suatu
peristiwa atau masalah dapat menyebar dalam hitungan menit dan jam
(Kent, 2013). Selain itu, platform media sosial memungkinkan pengguna
untuk menghasilkan konten mereka sendiri, mengekspresikan pendapat tentang
masalah, berbagi informasi dalam jaringan pribadi, dan membentuk komunitas
berdasarkan hubungan pribadi, karakteristik bersama, dan minat
(Fuchs & Sandoval, 2013). Media sosial juga memfasilitasi interaktivitas antara
organisasi dan publik (Avidar, 2018) dan mendorong diskusi dan partisipasi
sosial-politik (Fuchs & Sandoval, 2013).
Salah satu
produk dari media sosial adalah Twitter. Twitter merupakan layanan microblogging
yang muncul pada 2006 yang dapat memfasilitasi pesan singkat kepada pengguna
lain untuk melakukan pertemanan, bertegur sapa, hingga membangun sebuah brand
(Hakiki, 2016). Sejak kemunculannya, Twitter berhasil menunjukan
keunggulannya sebagai media sosial sederhana melalui konten teks dengan
kapasitas terbatas yaitu hanya 140 karakter.
Dalam
perkembangannya, Twitter menambah layanannya menjadi media sosial microblogging
dengan layanan utama diseminasi konten teks atau tweet dengan batasan
sebanyak 280 karakter (Saifulloh & Ernanda, 2018). Twitter juga memungkinkan penggunanya untuk mengunggah
konten-konten sederhana selain teks, yaitu dalam format foto, video maupun
gambar bergerak (GIF). Pengguna juga dapat berinteraksi dengan pengguna lain
dengan cara sapaan langsung yang dikenal dengan istilah �mention�, yaitu
menuliskan simbol �@� sebelum nama pengguna yang ingin disapanya Pengguna juga
dapat saling berinteraksi dengan membalas cuitan (reply tweet), atau
mengomentari sebuah cuitan melalui fitur �Quote Retweet� dan
berpartisipasi dalam dialog antar pengguna Twitter.
Dengan jumlah
karakter yang terbatas, pengguna dapat memanfaatkan fitur tagar atau
menambahkan tanda �#� pada kata kunci yang menjadi topik pembicaraan (Hakiki, 2016). Tagar berfungsi sebagai sistem pengindeksan di media social
(Bonilla & Rosa, 2015); yang memungkinkan pengguna menyaring pesatnya konten
online untuk mengidentifikasi topik dan percakapan pribadi yang relevan. Tagar
telah dimanfaatkan pengguna sebagai penghubung (connector) dalam
jaringan, yaitu berfungsi sebagai label, rangkuman, indikator topik, maupun
alat untuk mengidentifikasi pengguna lain yang sebelumnya tidak terhubung
(Carley et al., 2015).
Kemampuan untuk
mengakses dan berpartisipasi dalam percakapan seputar isu-isu sosial dan
politik telah menghasilkan suatu bentuk aktivisme tagar (hashtag activism)
atau, �tindakan memperjuangkan atau mendukung suatu tujuan dengan penggunaan
tagar sebagai saluran utama untuk meningkatkan kesadaran akan suatu masalah.
dan mendorong debat melalui media sosial� (Tombleson & Wolf, 2017). Konsep aktivisme tagar mencerminkan definisi tentang
budaya partisipatif yang menganggap interaksi online sebagai mekanisme bagi
individu untuk menciptakan dukungan sosial dan koneksi satu sama lain (Ciszek, 2013)
dan merupakan kekuatan pendorong keterlibatan sipil (Burgess & Green,
2018). Aktivisme tagar sebagai bentuk budaya partisipatif
memungkinkan pengguna individu untuk membentuk kelompok di sekitar topik dan
acara tertentu.
Penelitian
sebelumnya telah menunjukkan bahwa pengguna media sosial berpartisipasi dalam
percakapan online seputar masalah sosial dan politik dengan berkomentar,
menyukai, dan berbagi konten yang diberi tagar dan menunjukan manfaat tagar
dalam aktivisme digital (Yang, 2016). Tagar ini selain mengelompokan suatu pesan dengan topik
tertentu, juga dapat mengetahui peristiwa yang sedang hangat diperbincangkan
atau yang disebut sebagai trending topic. Peristiwa tersebut seperti
skandal politik, artis, bencana, dan lainnya dengan bersifat cepat terungkap
(Juditha, 2015).
Di era media
sosial, individu dan kelompok dapat berkontribusi secara signifikan terhadap
wacana publik. Isu atau fenomena yang berkaitan dengan keadilan sosial dan
perubahan sosial, dapat dengan mudah menjadi topik bahasan bersama dengan
memanfaatkan media sosial atau membentuk jaringan yang terdesentralisasi, yang
melibatkan kelompok aktivis dan tokoh berpengaruh untuk mempertajam serta
memperdalam wacana publik tersebut dan menyerukan aksi kolektif.
Platform media sosial menyediakan sebuah wadah koordinasi
horizontal yang membuka arus informasi yang melibatkan kelompok aktivis,
individu dan publik, memfasilitasi pengambilan keputusan berdasarkan konsensus
tentang kepentingan bersama.
Konsensus
tersebut, seringkali direpresentasikan melalui sebuah tagar, menjadi dasar
pembentukan sikap dan opini publik yang berkontribusi pada terjadinya perubahan
sosial, atau juga dikenal dengan konsep Digital Movement of Opinion (DMO).
Berbeda dengan gerakan sosial konvensional, DMO tidak digerakkan oleh
organisasi resmi atau seorang pemimpin. DMO terjadi secara spontan sebagai
bentuk reaksi kolektif pengguna media sosial untuk menunjukan sikap tertentu
sebagai respon dari sebuah isu atau fenomena yang memiliki signifikansi tinggi (Barisione et al., 2019)
Menurut
(Barisione et al., 2019), DMO memiliki empat fitur utama, yaitu pertama, DMO
merupakan gerakan spontan dan tidak terorganisasi. Respons pengguna media
sosial muncul sebagai sebuah respons terhadap suatu peristiwa tanpa diorganisir
individu atau kelompok tertentu atau aktor pemimpin yang menggiring peristiwa
tersebut. Kedua, DMO berlangsung secara singkat. Karena tidak ada pihak yang
mengorganisir gerakan sosial tersebut, maka perhatian pengguna media sosial
dapat berubah dengan begitu cepat ke isu atau fenomena berukutnya yang muncul
kemudian. Ketiga, pendapat dalam sebuah DMO bersifat homogen. Pengguna media
sosial mengungkapkan rasa iba dan empati untuk gerakan dukungan atau
mengungkapkan kemarahan dan kegeraman untuk gerakan protes dan oposisi.
Keempat, DMO melibatkan banyak aktor dan kelompok.
Teknologi media
digital telah merevolusi proses komunikasi yang secara mendasar mengubah
karakteristik media dan hubungan kekuasaan antara perusahaan media dengan
khalayak.
Dengan terlibat dalam percakapan
di platform media sosial seperti Twitter, individu maupun kelompok aktivis
menjadi aktor yang aktif membingkai isu. Pergeseran dari media sebagai sumber utama pembingkaian
isu menyiratkan bahwa kekuatan untuk menetapkan arti penting isu tertentu kini
berada di tangan pengguna online melalui aktivisme tagar.
Berbagai bentuk
keterlibatan khalayak dalam melakukan pembingkaian atas sebuah isu dilakukan
melalui kegiatan retweet, like, share, serta komentar. Lebih khusus
lagi, keterlibatan organisasi-publik di media sosial dapat dikategorikan
menjadi tiga jenis: mengkonsumsi konten di media sosial (misalnya, membaca
posting), berkontribusi pada konten (misalnya, terlibat dalam diskusi atau
berkomentar), dan membuat user-generated posting (misalnya, berbagi
konten ke teman melalui retweet) (Tsai & Men, 2013). Retweet, sebagai jenis perilaku berbagi di media
sosial yang secara pesan mampu menyebarkan informasi di jaringan dalam waktu
singkat, sehingga dianggap sebagai interaksi dari mulut ke mulut online
(Tsai & Men, 2013).
Studi gerakan sosial telah bergeser dari menganalisis �tindakan kolektif�
menjadi menganalisis �tindakan yang saling terhubung�. Artinya, pesan-pesan
yang dipersonalisasi disebarkan melalui penciptaan makna bersama dalam sebuah
gerakan sosial. Menggunakan tagar dalam gerakan sosial adalah pendekatan untuk
memulai tindakan yang saling terhubung.
Dua mekanisme penyebaran informasi viral menggunakan tagar, yaitu mekanisme bottom-up
dan mekanisme top-down. Proses bottom-up adalah sebuah proses
yang organik dan otonom, dimana individu dan kelompok memiliki motivasi diri
untuk menciptakan konten dan mempromosikan sebuah tagar. Sedangkan mekanisme top-down
dimotivasi oleh sebuah agenda politik dari pihak pembuat konten (agenda
setting).
Metode Penelitian
Untuk
mengeksplorasi peta jaringan sosial #PercumaLaporPolisi penelitian ini
menggunakan metode Social Network Analysis (SNA), yang dapat memetakan fenomena
dari sisi aktor berdasarkan indikator Degree Centrality, Closeness Centrality,
Betweenness Centrality, Eigenvector Centrality (Eigenvector). Sementara itu,
SNA juga digunakan untuk melihat seberapa luas jaringan komunikasi dalam
distribusi pesan menggunakan tagar #PercumaLaporPolisi berdasarkan modularity,
centralization, diameter, density, dan reciprocity (Eriyanto, 2014). Dengan menggunakan
SNA, penelitian ini ingin mengidentifikasi aktor-aktor paling berpengaruh dalam
percakapan media sosial yang menggunakan tagar #PercumaLaporPolisi.
Untuk
melihat pengaruh dari viralnya tagar #PercumaLaporPolisi terhadap pemberitaan
media massa, penelitian ini juga menggunakan aplikasi Media Cloud. Media Cloud
adalah platform open-source untuk mempelajari ekosistem media dan menelusuri
publikasi berita secara online dan bagaimana suatu topik tersebar di media.
(https://mediacloud.org/about)
Peneliti
melakukan analisis jaringan sosial pada unggahan twitter dengan tagar
#PercumaLaporPolisi pada tanggal 7 Oktober 2021 untuk melihat bagaimana
penyebaran tagar tersebut. Kemudian, peneliti juga mengumpulkan data berita
yang ditayangkan online di media nasional dalam periode 6 Oktober 2021 hingga 6
Oktober 2022 untuk melihat bagaimana posisi tagar #PercumaLaporPolisi
mempengaruhi perhatian media massa.
Hasil dan Pembahasan
A. Digital
Movement of Opinion, Konstruksi Realitas dan pengaruhnya terhadap reputasi organisasi
Teknologi digital baru memfasilitasi proses produksi
bersama, antara pembuat pesan dan khalayaknya, melalui tautan hypertextual yang
memungkinkan akses langsung ke konten lain yang tersedia secara online (Albu & Etter, 2016) .Berbeda dengan
media berita sebelum adanya teknologi digital dan internet, dimana keterlibatan
khalayak lebih bersifat secara linier, peran dan keterlibatan khalayak pada
media baru bersifat nonlinier karena adanya keterhubungan node tekstual dalam
ruang nonlinier.
Perhatian dan opini publik yang terangkum dalam suatu
tagar, akan teramplifikasi dan meluas melalui aktivitas content sharing seperti
posting, tweet, penerusan pesan, dll. Pesan-pesan yang diunggah online akan
membentuk tautan atau hyperlink yang dapat dimodifikasi, sehingga penyebarannya
menjadi tidak terbatas, dan konten serta konfigurasinya dapat berkembang dengan
cara yang tidak dapat diprediksi (Albu & Etter, 2016).
Melalui media sosial, pengguna dapat memainkan peran
aktif untuk membagikan konten-konten yang bersifat evaluatif, termasuk tentang
subyek tertentu (tokoh, kelompok, maupun organisasi), dalam bentuk utas
(unggahan berseri) ataupun diskusi forum. Blog dan forum diskusi memungkinkan
pengguna untuk menarik perhatian publik pada tindakan subyek dan
mengomentarinya (Brodie et al., 2013), sementara
jejaring sosial virtual memungkinkan pengguna untuk bertukar informasi,
pandangan, pengalaman, dan untuk menggabungkan topik-topik menjadi sebuah
narasi (Kairupan & Yovanda, 2021).
Narasi ini kemudian dapat �diurutkan ulang, diubah,
disesuaikan, atau dinarasikan ulang�, mengaburkan peran antara pemberi pesan
dan khalayak dan menjadi proses yang melibatkan berbagai aktor dalam produksi
narasi bersama (co-production atau co-creation). Pengguna dapat mengomentari,
menambah, menautkan, dan/atau menggabungkan konten-konten tersebut menjadi
suatu narasi baru, sehingga menantang, memperkuat, atau mengelaborasi konten
evaluatif/narasi yang terbangun di awal (Hennig-Thurau et al., 2015).
Dengan demikian, DMO memainkan peran kunci dalam
membentuk persepsi khalayak akan suatu topik/permasalahan yang sedang trending,
termasuk reputasi. Dalam proses komunikasi bottom-up, narasi diproduksi
pengguna dengan cara mengungkap dan mendiskusikan tindakan subyek (tokoh atau
organisasi), seperti kesalahan yang telah terjadi di masa lalu, yang akan dapat
ditanggapi, ditambahkan, diteruskan dan dibagikan oleh pengguna lain yang
memiliki tanggapan atau pengalaman yang sama. Sementara, dalam proses top-down,
narasi diproduksi secara terorganisir, seperti praktik yang dilakukan oleh
situs ulasan dalam menyebarkan konten-konten yang bersifat penilaian terhadap
produk, layanan, dan pekerjaan untuk memengaruhi atau membentuk persepsi
khalayak.
DMO membawa dampak positif maupun negatif bagi
organisasi yang membutuhkan kesadaran organisasi untuk memperbaiki model
komunikasinya dengan memanfaatkan kekuatan media sosial untuk meningkatkan
penjangkauan publik. Jika model komunikasi yang terbangun sebelumnya masih
bersifat tradisional, yaitu satu arah, di era digital komunikasi menjadi dua
arah atau berbagai arah (multiple way of communication). Multi-way
Communication di mungkinkan terjadi karena adanya disrupsi teknologi yang
merujuk pada saluran komunikasi yang majemuk dan berkesinambungan serta
bersifat real time.
DMO merupakan salah satu instrumen yang digunakan
publik untuk mengkritisi organisasi. Ruang digital memberikan peluang
tersebarnya informasi dalam sekejap membuat DMO memiliki kekuatan besar yang
bisa saja mengancam eksistensi organisasi. Organisasi rentan menjadi target
DMO, karena dalam proses eksternalisasi pesan-pesan organisasi kepada publik
umumnya diobyektivasi dalam ruang publik. Pesan yang disampaikan oleh
organisasi pun bisa ditangkap berbeda dari konteks yang dimaksud oleh
organisasi yang kemudian menjadi celah dimana setiap pesan yang disampaikan
oleh organisasi diinternalisasi dengan kepentingan masing-masing publik.
Sebaliknya, publik seringkali dianggap sebagai
penerima pesan yang reaktif yang akan selalu menanggapi tindak tanduk
organisasi. Sebuah organisasi harus menyadari bahwa publik telah terbentuk jauh
sebelum organisasi memasuki arena, dan publik secara independen telah memiliki
tujuan masing-masing. Untuk itu, ruang publik didefinisikan Peter L. Berger dan
Thomas Luckmann sebagai ruang konstruksi realitas sosial, dan perceived reality
yang muncul dalam realitas publik pun berpotensi menjadi berbeda dengan maksud
dan tujuan organisasi.
Terdapat tiga konsep utama dalam konstruksi realitas
sosial, diantaranya adalah eksternalisasi, obyektivasi dan internalisasi.
Eksternalisasi merupakan proses ketika seseorang mulai membagi pengetahuannya
kepada orang lain melalui Bahasa, yang umumnya dilakukan manusia dalam
interaksi sehari-hari di kehidupan sosial mereka.
Konsep obyektivasi dijelaskan ketika manusia secara
sosial mengkonstruk realitas dunia sosial mereka ke dalam sebuah pola, dan pola
inilah yang diterima oleh mereka sebagai sebuah kebenaran. Akan tetapi, manusia
cenderung melupakan bahwa realitas sosial yang ada di dunia sosial terbentuk
karena adanya interaksi dan pertukaran makna. Sehingga manusia memilih untuk
mengobyektivasi setiap realitas yang ia terima, dimana sebuah realitas telah
terlepas dari subyek yang membentuk realitas tersebut. Sementara, dalam konsep
internalisasi, realitas dikonstruksi dan ditransmisikan melalui Bahasa. Dalam
konteks ini, internalisasi diidentifikasi sebagai sebuah proses dimana
seseorang menerima pengetahuan dari orang lain sebagai realitas dirinya.
Konstruksi realitas dilihat sebagai aspek dimana
seseorang dan lingkungannya menciptakan perceived reality teori ini dalam empat
proses tahapan, yakni: pembangunan, pemeliharaan, perbaikan dan perubahan.
Keempat tahapan ini merupakan sebuah siklus dalam pembentukan persepsi
seseorang atas realitas. Realitas pada dasarnya dilihat sebagai konsep yang dinamis
dan berkelanjutan, karena realitas dapat diciptakan, direproduksi bahkan di
ubah oleh aktor-aktor yang ingin menginterpretasi persepsinya.
Perceived reality inilah yang perlu diantisipasi oleh
organisasi terkait reputasinya. Perceived reality tersebut menjadi representasi
kesenjangan ekspektasi publik dengan pesan yang disampaikan oleh organisasi.
Hal ini kemudian memicu aktivisme yang dilakukan oleh sebagian publik di ruang
digital. Meski hanya diinisiasi oleh sebagian atau sekelompok masyarakat, menurut
(Greijdanus et al., 2020) DMO ini dapat
cepat menjalar dengan semangat emansipatori sehingga dukungan dan kesadaran
kolektif pun dapat terhimpun. Dalam sekejap, organisasi pun berada dalam
situasi yang berpotensi menjadi krisis dan reputasi menjadi taruhannya.
B. Tagar
#percumalaporpolisi dan Ancaman Reputasi Lembaga Kepolisian
Salah satu tagar yang sempat menjadi trending topic di
Twitter dan menjadi perbincangan yang luas adalah tagar #PercumaLaporPolisi. Tagar
ini muncul pada Oktober 2021 sebagai reaksi masyarakat terhadap kasus
pemerkosaan tiga orang anak oleh ayah kandung mereka sendiri yang merupakan
seorang ASN (Aparatur Sipil Negara) di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Kasus ini telah dilaporkan pada 2019. Namun karena
kurangnya barang bukti, kasus ini tidak dapat ditindaklanjuti. Sebuah gerakan
jurnalisme publik bernama Project Multatuli kemudian mengangkat kasus tersebut
melalui platform digital mereka, dan reportase tersebut diterbitkan pada 6
Oktober 2021, dan sejak itu menjadi viral di media sosial Twitter. Project
Multatuli adalah sebuah inisiatif jurnalisme yang bertujuan untuk melayani
publik dengan mengangkat suara-suara dipinggirkan, komunitas-komunitas yang
diabaikan, dan isu-isu mendasar yang disisihkan.
Melalui berita berjudul "Tiga Anak Saya
Diperkosa, Saya Lapor ke Polisi, Polisi Menghentikan Penyelidikan" Tiga
Anak Saya Diperkosa, Saya Lapor Ke Polisi. Polisi Menghentikan Penyelidikan. Kkronologis
kasus tersebut dipaparkan dan berhasil membuat publik marah karena upaya Sang
Ibu untuk melaporkan suaminya ke kepolisian setempat justru ditolak dan
penyelidikan dihentikan secara sepihak oleh kepolisian. Berbagai pihak menuding
adanya unsur keberpihakan kepolisian kepada terlapor karena menghentikan proses
penyelidikan begitu saja.
Tidak berhenti sampai di situ, kemarahan publik kian
menjadi-jadi dengan pemberitahuan dari Project Multatuli yang disampaikan
melalui akun Twitter (@projectm_org) pada 7 Oktober 2021 bahwa situs mereka
tidak bisa dibuka akibat serangan DDoS (Denial-of-service), dua jam
sejak publikasi artikel tersebut. Sebagai akibat dari serangan peretasan
tersebut, situs online projectmultuli.org tidak dapat diakses dan berita
terkait pemerkosaan di Luwu Timur pun sulit dibaca oleh masyarakat yang ingin
mengetahui kronologi kasus tersebut.
Selain itu, Project Multatuli juga menjelaskan bahwa
unggahan konten terkait kasus tersebut sempat hilang dari Instagram mereka
(@projectm_org) karena dilaporkan oleh banyak pengguna Instagram lain sebagai
konten yang melanggar ketentuan Instagram. Hal tersebut tentu dianggap tidak
wajar karena secara substansi, unggahan terkait artikel tersebut tidak memenuhi
unsur pelanggaran yang dimuat dalam Pedoman Pengguna Instagram.
Rentetan kekecewaan dan kemarahan kepada Lembaga
Kepolisian RI membuat para pengguna internet membangun solidaritas dengan
menggunakan tagar #PercumaLaporPolisi untuk menunjukkan protes mereka di forum
media sosial sebagai bentuk aksi kolektif masyarakat yang kecewa terhadap
kinerja polisi yang dianggap tidak dapat membantu penyelesaian kasus yang
dihadapi masyarakat. Melalui tagar #PercumaLaporPolici, khalayak mengkritisi
peran polisi dalam mengayomi dan melindungi masyarakat sebagai bentuk
formalitas penugasan semata tanpa praktik nyata.
Gambar 1: Trending tagar
#PercumaLaporPolisi (Twitter.com).
Sebagian besar cuitan dengan muatan tagar ini
merupakan tanggapan atas berita kasus pemerkosaan anak yang dihentikan serta
ungkapan kemarahan serta kekecewaan pengguna Twitter terkait hal-hal lain,
termasuk pengalaman pribadi yang juga pernah merasakan kekecewaan terhadap
kepolisian.
Tidak hanya berhasil menghimpun solidaritas pengguna
internet, masifnya penggunaan tagar #PercumaLaporPolisi serta kronologi kasus
pemerkosaan di Luwu Timur ini juga berhasil menampilkan solidaritas media
online di Indonesia. Hal ini tampak dari kesediaan berbagai media online di
Indonesia untuk merepublikasi berita terkait kasus tersebut ketika situs
Project Multatulis sedang menghadapi upaya peretasan. Beberapa media online
lain yang turut melakukan republikasi artikel ini atas persetujuan Project
Multatuli diantaranya Tirto.id, Vice Indonesia, Kompas.com, Suara.com, dan
lain-lain (Twitter, 7 Oktober 2021).
C.
Struktur Jaringan dalam Tagar
#PercumaLaporPolisi
Berdasarkan data yang diambil dengan menggunakan alat
pengumpulan data Netlytic dilakukan pada tanggal 7 Oktober 2021 dengan 10,000
twitt menghasilkan hasil analis jaringan #PercumaLaporPolisi dan posisi-posisi
akun penting dalam tagar #PercumaLaporPolisi.
Hasil Analisis mengungkapkan bahwa tagar
#PercumaLaporPolisi memiliki struktur jaringan dengan nilai diameter 5 yang
berarti terdapat 5 langkah maksimal yang dicapai oleh akun twitter untuk
terpapar informasi #PercumaLaporPolisi. Hal ini mengindikasikan bahwa
#PercumaLaporPolisi memiliki performa yang kuat untuk menarik akun twitter lain
untuk terlibat dalam hiruk pikuk #PercumaLaporPolisi.
Strukur jaringan komunikasi #PercumaLaporPolisi� memiliki nilai modularity� 0.578900 atau lebih dari 0.5 yang
mengindikasikan bahwa tagar #PercumaLaporPolisi terdiri dari kelompok-kelompok
besar yang saling mendukung untuk membesarkan gaung #PercumaLaporPolisi, disisi
lain jaringan komunikasi #PercumaLaporPolisi memiliki nilai Centralization:
0.297300 atau jauh dari 1 yang mengindikasikan bahwa alur komunikasi yang
desentralisasi dan terpecah ke dalam kelompok-kelompok besar.�
Selain dari jumlah postingan, keberhasilan hashtag ini
juga diamati dari struktur jaringan seperti terlihat pada Tabel 1 hasil Analisis
mengungkapkan bahwa tagar #PercumaLaporPolisi memiliki struktur jaringan dengan
nilai diameter 5 yang berarti terdapat 5 langkah maksimal yang dicapai oleh
akun twitter untuk terpapar informasi #PercumaLaporPolisi. Hal ini
mengindikasikan bahwa #PercumaLaporPolisi memiliki performa yang kuat untuk
menarik akun twitter lain untuk terlibat dalam hiruk pikuk #PercumaLaporPolisi.
Diameter merupakan sebuah jarak (distance) yang
merupakan jarak terjauh aktor untuk berinteraksi dengan aktor lain. Density dan
reciprocity menunjukkan sebuah kepadatan dan hubungan timbal balik pada
kelompok dalam sebuah jaringan komunikasi. Jaringan #PercumaLaporPolisi
memiliki nilai density yang rendah, dapat diartikan bahwa interaksi sebagian
besar pengguna akun.
Sementara itu, modularity yang tinggi dengan nilai
0.578900 menunjukkan bahwa jaringan #PercumaLaporPolisi terdiri dari
kelompok-kelompok besar yang saling mendukung untuk membesarkan gaung
percakapan #PercumaLaporPolisi. Pada data Tabel 1 menunjukkan bahwa #PercumaLaporPolisi
telah berhasil melakukan gerakan opini digital dari kalangan warganet Twitter
yang mengutarakan pendapat mengenai kekecewaannya terkait kinerja Kepolisian
RI.
Centralization merupakan sebuah penggambaran pemusatan
dalam suatu jaringan komunikasi pada beberapa aktor. Pada jaringan
#PercumaLaporPolisi hasil dari sentralisasi adalah 0.297300, yang menunjukkan
bahwa alur komunikasi yang desentralisasi dan terpecah ke dalam
kelompok-kelompok besar. Dalam aspek interaksi, #PercumaLaporPolisi memiliki nilai
repirocity 0.000949 atau jauh dari angka 1 yang mengindikasikan bahwa
komunikasi tentang #PercumaLaporPolisi hanya bersifat satu arah antar kelompok.
Tabel 1
Hasil Analisis Jaringan Komunikasi #PercumaLaporPolisi
Parameter
Jaringan |
Nilai |
Interpretasi
|
Diameter |
5 |
Terdapat 5 langkah maksimal
yang dicapai oleh akun twitter untuk terpapar informasi #PercumaLaporPolisi. Aktivisme tagar
#PercumaLaporPolisi memiliki performa kuat dan mampu mengambil atensi publik
di Twitter |
Modularity |
0.578900 |
Nilai lebih dari 0.5
mengindikasikan terdiri dari kelompok-kelompok besar yang menggaungkan
#PercumaLaporPolisi. |
Centralization |
0.297300 |
Nilai� jauh dari 1 mengindikasikan tidak ada
komunikasi sentral, alur komunikasi terdesentralisasi antar kelompok |
Repirocity |
0.000949 |
Nilai jauh dari 1
mengindikasikan tidak ada komunikasi dua arah di dalam kelompok, anggota
kelompok cenderung melakukan duplikasi pesan/ re-tweet |
D. Posisi
aktor dan Kelompok Berpengaruh dalam Penyebaran Tagar #PercumaLaporPolisi
Terdapat empat indikator penilaian dalam menentukan
sebuah aktor pada jaringan komunikasi, di antaranya adalah: (1) Sentralitas
Tingkatan (Degree Centrality), (2) Sentralitas Kedekatan (Closeness
Centrality), (3) Sentralitas Keperantaraan (Betweenness Centrality), (4)
Sentralitas Eigenvektor (Eigenvector).
Degree centrality memperlihatkan aktor-aktor dengan
tingkat kepopulerannya dalam sebuah jaringan. Closeness centrality merupakan
kedekatan yang terjadi antara para aktor yang terlibat dalam sebuah jaringan
dengan menghubungi atau dihubungi oleh aktor lainnya. Betweenness centrality
adalah penanda posisi aktor dengan aktor lainnya jika memiliki nilai tertinggi
dalam sebuah jaringan komunikasi. Sementara itu, eigenvector centrality
menggambarkan aktor-aktor penting atau populer dalam sebuah jaringan komunikasi
yang ditandai dengan relasinya dengan aktor lain.
Struktur jaringan komunikasi #PercumaLaporPolisi
terdiri dari kelompok-kelompok besar. Kelompok-kelompok ini dipimpin oleh
aktor-aktor sentral di dalamnya. Bedasarakan hasil analisis jaringan komunikasi
dengan menggunakan Netlytic, terdapat akun-akun sentral yang mendominasi di
dalam kelompok.
Posisi
aktor dalam jaringan #PercumaLaporPolisi ditentukan bedasarkan hasil nilai
Closeness Centrality tinggi, yang mengindikasikan aktor penting dalam jaringan.
Nilai Betweeness centrality yang tinggi mengindikasikan aktor penghubung yang
mampu menjadi penjembatan antar kelompok. Dalam struktur jaringan sosial tagar
#PercumaLaporPolisi, akun yang menjadi aktor perantara adalah @_haye_ dengan
nilai betweenness centrality 116.
Tabel 2
Hasil Analisis Posisi Aktor dan Kelompok
dalam Percakapan
#PercumaLaporPolisi
Peringkat |
Aktor Penting |
Closness centrality |
Betweeness centrality |
1 |
_haye_ |
1 |
116 |
2 |
niwseir |
1 |
73.5 |
3 |
toni17250685 |
1 |
24 |
4 |
altarlogika |
1 |
22 |
5 |
anxioushuxley |
1 |
9.5 |
6 |
mikhanamaka |
1 |
9 |
7 |
siska51153909 |
0.846154 |
9 |
8 |
sherrrinn |
1 |
6 |
9 |
nyak_ih_meutuah |
1 |
6 |
10 |
soundofyogi |
0.571429 |
6 |
11 |
aank_riyadi |
0.6 |
6 |
12 |
ladypinkpunk |
1 |
5 |
13 |
strike_bravo_b |
0.833333 |
4 |
14 |
opera_aljufri |
1 |
4 |
15 |
nisshanasir |
1 |
3 |
Dari
Tabel 3 di atas, dapat diketahui 3 akun/aktor paling berpengaruh, yaitu akun
@projectm_org, @tirtoid, dan @sandhatu dengan angka degree tertinggi. Ketiga
akun tersebut memiliki pengaruh kuat dalam diseminasi percakapan
#PercumaLaporPolisi dilihat dari frekuensi menerima dan mengirimkan pesan-pesan
yang mengandung #PercumaLaporPolisi. Akun berpengaruh pertama yang meluncurkan
artikel berita bertagar #PercumaLaporPolisi adalah akun twitter bernama
@projectm_org. Akun Projectm_org merupakan akun twitter milik Project
Multatuli, yaitu sebuah organisasi jurnalisme nonprofit yang memberitakan
laporan mendalam berbasis riset dan data untuk melayani yang terpinggirkan.
Cuitan dari akun @projectm_org menghasilkan 105.000 retweet, 1.707 quote tweets
dan disukai oleh 182.000 akun lainnya (Gambar 3).
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian di atas, dapat terlihat bahwa tagar #PercumaLaporPolisi merupakan bentuk
aktivisme tagar yang digunakan untuk mengkritisi lembaga Kepolisian. Opini yang
terbentuk dari tagar #PercumaLaporPolisi diinisiasi oleh satu kelompok, yaitu
akun @projectm_org dan dalam sekejap menciptakan semangat emansipatori dan
dukungan terutama dari aktor-aktor berpengaruh (individual atau kelompok) dan
menumbuhkan kesadaran kolektif terhadap misi membongkar praktik-praktik buruk
pelayanan lembaga Kepolisian terhadap laporan masyarakat. Oleh karena itu,
aktivisme online dalam bentuk gerakan opini digital membawa dampak positif
maupun negatif bagi organisasi, yang membutuhkan kesadaran organisasi untuk
memperbaiki model komunikasinya dengan memanfaatkan kekuatan media sosial untuk
meningkatkan penjangkauan publik.
Berdasarkan
keterbatasan penelitian ini, peneliti merekomendasikan perlunya penelitian
lebih lanjut dan lebih mendalam pada konten-konten yang mengandung tagar
#PercumaLaporPolisi untuk mengidentifikasi isu yang dominan yang dinarasikan
konten-konten tersebut. Dengan adanya analisis pada konten-konten online dengan
tagar #PercumaLaporPolisi, lembaga Kepolisian akan mendapatkan gambaran isu dan
kritikan masyarakat yang dapat menjadi dasar untuk mengidentifikasi
strategi-strategi untuk pemulihan reputasi.
BIBLIOGRAFI
Albu, O. B., &
Etter, M. (2016). Hypertextuality and social media: A study of the constitutive
and paradoxical implications of organizational Twitter use. Management
Communication Quarterly, 30(1), 5�31.
Barisione, M.,
Michailidou, A., & Airoldi, M. (2019). Understanding a digital movement of
opinion: the case of# RefugeesWelcome. Information, Communication &
Society, 22(8), 1145�1164.
Bonilla, Y., & Rosa,
J. (2015). # Ferguson: Digital protest, hashtag ethnography, and the racial
politics of social media in the United States. American Ethnologist, 42(1),
4�17.
Brodie, R. J., Ilic, A.,
Juric, B., & Hollebeek, L. (2013). Consumer engagement in a virtual brand
community: An exploratory analysis. Journal of Business Research, 66(1),
105�114.
Burgess, J., & Green,
J. (2018). YouTube: Online video and participatory culture. John Wiley
& Sons.
Carley, K. M., Malik, M.
M., Kowalchuck, M., Pfeffer, J., & Landwehr, P. (2015). Twitter usage in
Indonesia. Available at SSRN 2720332.
Ciszek, E. (2013).
Advocacy and amplification: Nonprofit outreach and empowerment through
participatory media. Public Relations Journal, 7(2), 187�213.
Eriyanto, A. J. K.
(2014). Strategi Baru dalam Kajian Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta:
Prenamedia Group.
Fuchs, C., &
Sandoval, M. (2013). Introduction: Critique, social media and the information
society in the age of capitalist crisis. In Critique, social media and the
information society (pp. 13�60). Routledge.
Greijdanus, H., de Matos
Fernandes, C. A., Turner-Zwinkels, F., Honari, A., Roos, C. A., Rosenbusch, H.,
& Postmes, T. (2020). The psychology of online activism and social
movements: Relations between online and offline collective action. Current
Opinion in Psychology, 35, 49�54.
Hakiki, R. (2016). Dakwah
di media sosial (etnografi virtual pada fanpage facebook kh. Abdullah
Gymnastiar).
Hennig-Thurau, T.,
Wiertz, C., & Feldhaus, F. (2015). Does Twitter matter? The impact of
microblogging word of mouth on consumers� adoption of new movies. Journal of
the Academy of Marketing Science, 43, 375�394.
Juditha, C. (2015).
Fenomena trending topic di Twitter: Analisis wacana twit# Savehajilulung. Jurnal
PIKOM (Penelitian Komunikasi Dan Pembangunan), 16(2), 138�154.
Kairupan, D. J. I., &
Yovanda, O. A. (2021). Pengaruh Public Relation, Advertising, Dan Word of Mouth
Terhadap Brand Awareness Produk Umkm: Studi Kasus Pada Toko X Cake and Bakery. Jurnal
Riset Manajemen Dan Bisnis, 16(1), 1�12.
Kent, M. L. (2013). Using
social media dialogically: Public relations role in reviving democracy. Public
Relations Review, 39(4), 337�345.
Saifulloh, M., &
Ernanda, A. (2018). Manajemen Privasi Komunikasi pada Remaja Pengguna Akun
Alter Ego di Twitter. WACANA: Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi, 17(2),
235�245.
Tombleson, B., &
Wolf, K. (2017). Rethinking the circuit of culture: How participatory culture
has transformed cross-cultural communication. Public Relations Review, 43(1),
14�25.
Tsai, W.-H. S., &
Men, L. R. (2013). Motivations and antecedents of consumer engagement with
brand pages on social networking sites. Journal of Interactive Advertising,
13(2), 76�87.
Yang, G. (2016).
Narrative agency in hashtag activism: The case of# BlackLivesMatter. Media
and Communication, 4(4), 13.
Copyright holder: Farrah Soeharno (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |