Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 4, April 2024

 

PARTISIPASI PEREMPUAN PADA USAHATANI HORTIKULTURA UNGGULAN DI KABUPATEN AGAM

 

Mega Haditia1, Dyah R. Panuju2, Rilus A. Kinseng3

IPB University, Bogor, Jawa Barat, Indonesia1,2,3

Email: [email protected]1, [email protected]2, [email protected]3

 

Abstrak

Kawasan pertanian berbasis agropolitan di Kabupaten Agam merupakan kawasan yang mampu menjalankan sistem dan usaha agribisnis di dalam kawasan serta menjalin kerja sama dengan kawasan lainnya. Di dalam kawasan pertanian tersebut terdapat komoditas hortikultura unggulan yang menjadi komoditas andalan dalam menyokong perekonomian wilayah dan kesejahteraan masyarakat. Kegiatan pertanian berbasis agropolitan melibatkan banyak pihak di dalamnya termasuk perempuan. Namun sayangnya, partisipasi perempuan dalam pertanian belum terserap secara optimal. Penelitian ini bertujuan mengetahui komoditas hortikultura unggulan di Kabupaten Agam,  menganalisis tingkat partisipasi perempuan pada komoditas unggulan tersebut, dan strategi untuk meningkatkan partisipasinya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode LQ, SSA, Analisis Kerangka Harvard, SWOT, dan QSPM. Hasil penelitian menunjukkan Kabupaten Agam memiliki tujuh komoditas unggulan di antaranya bawang merah, cabai besar, kubis, tomat, terung, kentang, dan buncis dengan tingkat partisipasi perempuan berada pada kategori sedang. Terdapat lima strategi yang direkomendasikan untuk meningkatkan paartisipasi perempuan pada usahatani hortikultura unggulan di Kabupaten Agam.

Kata Kunci: Agropolitan, Pertanian, Petani, Strategi.

 

Abstract

As the spearhead of teacher education, it is hoped that they will be able to carry out the learning process according to the needs of students. In addition to carrying out the main task of teaching, teachers also carry out other assignments or activities in the school environment. In an effort to improve teacher performance, many factors influence it, including teacher emotional labor, teacher work engagement and teacher commitment. This study aims to determine the effect of teacher emotional labor, teacher work engagement, and teacher commitment on teacher performance. The research subjects were 71 teachers who taught at Strada Junior High School, JPBS Branch. The research design is path analysis with a quantitative approach. The results of this study indicate that teacher emotional labor positively influences teacher performance, teacher work engagement positively influences teacher performance, and teacher commitment positively influences teacher performance. It was also shown that teacher commitment mediates the positive influence of teacher emotional labor on teacher performance. Teacher commitment mediates the positive effect of teacher work engagement on teacher performance.

Keywords: Agriculture, Agropolitan, Farmers, Strategy.

 

Pendahuluan

Pengembangan kawasan perdesaan sebagai pusat pertumbuhan akan memodifikasi perdesaan menjadi kota pertanian dalam suatu kerangka keberimbangan antar wilayah di dalam konsep agropolitan. Agropolitan adalah suatu strategi pembangunan pusat pertumbuhan dengan kerangka keberimbangan dan sinergi antara pusat dengan hinterland terutama dengan memperhatikan kesalahan konfigurasi spasial, aktivitas ekonomi, dan optimalisasi dampak pembangunan (Parr, 1999). Integrasi fungsional-spasial tersebut dilakukan melalui pengembangan pusat pertumbuhan dengan berbagai ukuran dan karakteristik fungsional, pengembangan kawasan perdesaaan, dan sektor pertanian (Rondinelli, 1985 dalam (Rustiadi & Hadi, 2006)). Kota pertanian yang tumbuh dan berkembang di dalam konsep agropolitan akan mampu melayani, mendorong, dan menarik kegiatan pembangunan pertanian di wilayah sekitarnya melalui sistem dan usaha agribisnis yang dijalani (Kasmadiharja, 2016). Pengembangan agropolitan didasarkan pada sistem hubungan desa-kota di mana desa berperan sebagai pusat pelayanan, pemodalan, dan pemasaran. Melalui dukungan SDM, teknologi, sarana prasarana, kesesuaian lahan, dan sistem infrastruktur maka diharapkan peran antara desa dan kota dapat berjalan secara proporsional, sinergis, dan menguat. Pengembangan sistem agropolitan ini tentu tidak lepas dari kendala yang dihadapi. Kendala-kendala yang umum ditemukan dalam perkembangan agropolitan seperti aspek struktur implementasi, instrumen kebijakan, ketersediaan sumberdaya, dan partisipasi masyarakat dapat ditinjau dengan menggunakan Analisis Proses Implementasi Kebijakan Agropolitan (Suciati et al., 2019).

Kabupaten Agam terletak di Provinsi Sumatera Barat dengan luas wilayah sebesar 2.264,8 km2 yang terdiri atas 16 kecamatan dengan 82 desa/nagari/kelurahan (BPS, 2022). Kegiatan pengembangan kawasan perdesaan di kabupaten ini telah dilakukan mulai tahun 2002 melalui penyediaan jalan usaha tani, perbaikan pasar, penyediaan talud, penyediaan plat duiker, dan penyediaan saluran di kawasan agropolitan Sungai Puar, Kamang Magek, Tani IV Koto, Kamang Hilia, dan Gadut (KEMENPUPR, 2021). Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 7 Tahun 2021 tentang RTRW Kabupaten Agam Tahun 2021-2041, pengarahan pembangunan di Kabupaten Agam dilakukan menggunakan strategi pengembangan sektor ekonomi sekunder dan tersier berbasis agro dengan meningkatkan produksi pertanian hortikultura dan peternakan melalui pendekatan agropolitan. Sektor pertanian dengan komoditas hortikultura di dalamnya adalah sektor dengan share PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) terbesar yaitu 29,99% (BPS, 2022) sehingga perlu untuk memaksimalkan potensi yang sudah ada dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perekonomian Kabupaten Agam. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang menjadi komoditas potensial untuk dikembangkan karena memiliki nilai ekonomi dan nilai tambah yang relatif tinggi jika dibandingkan dengan komoditas lainnya. Komoditas hortikultura mempunyai peran strategis dalam upaya pemenuhan ketersediaan dan kecukupan pangan, peningkatan kesejahteraan petani, dan penyediaan lapangan kerja. Keberagaman jenis komoditasnya, nilai jualnya yang tinggi, ketersediaan lahan, serta pengembangan teknologi budidaya yang cukup pesat membuat potensi serapan pasar komoditas hortikultura terus meningkat (Kasmadiharja, 2016). Komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang memiliki posisi strategis, baik berdasarkan pertimbangan teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaaan teknologi, kemampuan sumber daya manusia, infrastruktur dan kondisi sosial budaya setempat) untuk dikembangkan di suatu wilayah (Yulianti, 2011).

Kesuksesan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pertanian melalui pendekatan agropolitan ditentukan oleh keberhasilan dari indikator pengembangan sumberdaya manusia, pengembangan budidaya, pengembangan permodalan, dan peningkatan fasilitas infrastruktur (Oktavia, 2013). Peningkatan kapasitas perempuan sebagai bagian penting dari sumberdaya manusia pada sektor pertanian masih belum banyak terserap secara optimal (Arsanti, 2013). Perempuan menyumbang 43% dari tenaga kerja pertanian di negara-negara berkembang (FAO, 2011). Di Indonesia, sebagian besar perempuan yang memasuki angkatan kerja akan bekerja di sektor pertanian dan perdagangan (KEMENPPPA, 2016). Partisipasi perempuan di sektor pertanian Kabupaten Agam adalah sebesar 44,9% (Dinas P2KBP3A Kabupaten Agam, 2020). Kaum wanita dalam kegiatan pertanian tanaman padi, umumnya terlibat dalam kegiatan menanam, menyubal tanaman mati, menyiang, mengairi, memanen, membersihkan padi, mengeringkan, dan menjual hasil panen (Licuanan, 1996 dalam (Suradisastra, 1998). Namun, sebagian besar studi tentang peran perempuan dalam pertanian menyoroti adanya kesenjangan gender dalam kepemilikan aset, pendidikan, akses terhadap kredit dan penyuluhan yang menyebabkan petani perempuan menjadi kurang produktif (Quisumbing, 1996); (Doss, 2001); (Quisumbing et al., 2014). Salah satu contohnya adalah upah buruh tani perempuan jauh lebih rendah jika dibandingkan upah buruh tani laki-laki dalam jenis pekerjaan dan jam kerja yang sama. Ini disebabkan adanya anggapan bahwa fisik laki-laki lebih kuat sehingga output yang dihasilkan lebih banyak dan dianggap berhak atas upah yang lebih tinggi (Arjani, 2003). Hal ini akan berpengaruh pada pendapatan dan distribusi di dalam rumah tangga yang mungkin akan berdampak negatif pada aspek pendidikan, kesehatan, dan status gizi di dalam rumah tangga (Sraboni et al., 2014). Selain itu, peran perempuan pada sektor pertanian rentan dengan status pekerja keluarga atau pekerja tidak dibayar (KEMENPPPA, 2016). Hal ini menunjukkan adanya ketidaksetaraan pembagian tugas dalam rumah tangga dan kesulitan beralih dari pekerjaan di dalam rumah ke pekerjaan di luar rumah.

Perubahan skenario yang khusus dan menyeluruh pada peran perempuan di dalam sektor pertanian akan memberikan kontribusi pada pertanian berkelanjutan serta mengurangi kemiskinan (Shah et al., 2022). Kesetaraan gender meningkatkan hasil pertanian petani perempuan sebesar 20-30%, yang berdampak pada kenaikan hasil pertanian di negara berkembang sekitar 2,5-4%, dan mengurangi jumlah orang kelaparan di dunia sebesar 12-17% (FAO, 2011). Untuk mendukung partisipasi perempuan pada sektor pertanian dibutuhkan pemahaman yang mendalam mengenai faktor-faktor yang memicu terjadinya kesenjangan gender (Sell & Minot, 2018). Banyak studi menyebutkan bahwa kesenjangan gender pada umumnya berkaitan dengan aspek partisipasi dan pemberdayaan perempuan (Manfre et al., 2013).  Dukungan kepada petani perempuan dapat diberikan melalui pemberian akses terhadap sumber daya produktif, koperasi dan pelatihan kelompok tani (Duguid & Weber, 2016; Sexsmith, 2019). Kelompok tani adalah platform yang efektif dalam meningkatkan hasil pertanian, memajukan sektor pertanian, dan mengatasi kendala-kendala yang dihadapi oleh petani perempuan (Ingutia & Sumelius, 2022). Kebaharuan dari penelitian ini adalah adanya aspek analisis partisipasi perempuan pada usahatani komoditas hortikultura unggulan di Kabupaten Agam dan strategi untuk meningkatkan partisipasinya. Penelitian ini bertujuan menganalisis komoditas hortikultura unggulan di Kabupaten Agam, menganalisis tingkat partisipasi perempuan pada usahatani komoditas unggulan, dan merekomendasikan strategi terbaik dalam meningkatkan partisipasi perempuan pada usahatani tersebut.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode LQ (Location Quotient) dan SSA (Shift Share Analysis) untuk mencapai tujuan pertama yaitu menentukan hortikultura unggulan. Metode LQ adalah suatu perbandingan relatif antara kemampuan sektor yang sama pada wilayah yang lebih luas. Analisis ini dapat digunakan untuk menentukan sektor unggulan dan non unggulan dalam rangka mengidentifikasi keunggulan komparatif di wilayah tersebut dengan asumsi (i) kondisi geografis relatif sama; (ii) pola-pola aktivitas bersifat seragam; dan (iii) setiap aktivitas menghasilkan produk yang sama (Rustiadi et al., 2011). Data yang digunakan dalam analisis LQ adalah nilai luas panen (ha) tahun 2020 pada masing-masing komoditas dengan formula sebagai berikut (Blakey, 1994 dalam Rustiadi et al., 2011):

 

LQ =  ………………………………………..................................(1)

 

Keterangan:

Xij = nilai hortikultura ke-j pada kecamatan ke-i

Xi  = jumlah seluruh hortikultura di kecamatan ke-i

X.j = jumlah hortikultura ke-j di seluruh kecamatan

X.. = jumlah hortikultura total di seluruh kecamatan

 

Analisis SSA digunakan dalam menentukan kinerja perekonomian wilayah. Analisis ini membagi pertumbuhan sebagai perubahan suatu variabel selama kurun waktu tertentu menjadi pengaruh-pengaruh, pertumbuhan nasional, pertumbuhan proporsional, dan keunggulan kompetitif (Arsyad, 2010). Data yang digunakan adalah jumlah produksi (kuintal) pada tahun 2016 dan tahun 2020 pada masing-masing komoditas. Adapun persamaannya:

 

SSA =  +  + ...………………...(2)

    a                     b                            c

 

Keterangan:

a          = komponen regional share

b          = komponen proportional shift

c          =  komponen differential shift

t1         = titik tahun akhir

t0         = titik tahun awal

Xij       = nilai hortikultura ke-j pada kecamatan ke-i

Xi        = jumlah seluruh hortikultura di kecamatan ke-i

X.j       = jumlah hortikultura ke-j di seluruh kecamatan

X..       = jumlah hortikultura total di seluruh kecamatan

 

Analisis SSA mengasumsikan pertumbuhan suatu wilayah yang dibagi ke dalam tiga komponen yaitu (1) komponen laju pertumbuhan total (regional share); (2) komponen pergeseran proporsional (proportional shift); dan (3) komponen pergeseran diferensial (differential shift). Nilai Differential Shift pada analisis SSA dengan DS>0 menandakan terdapat laju pertumbuhan yang positif terhadap dua titik waktu penilaian pada komoditas hortikultura tersebut. Rustiadi et al. (2011) menjelaskan bahwa suatu wilayah dikatakan memiliki keunggulan kompetitif apabila mengalami pertumbuhan dalam dibandingkan dengan wilayah lain dalam waktu tertentu. Sehingga komoditas hortikultura dengan nilai LQ>1 dan SSA>0 menunjukkan bahwa komoditas tersebut memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif.

Tujuan kedua yaitu identifikasi partisipasi perempuan dicapai dengan menyebarkan kuesioner kepada petani perempuan dengan metode stratified random sampling dengan stratifikasinya adalah masing-masing komoditas hortikultura unggulan. Jumlah sampel pada masing-masing komoditas unggulan tersebut adalah sebesar 30 orang. Pemilihan sampel ini didasarkan pada Singarimbun & Efendi (1995) yang menyatakan bahwa jumlah minimal penyebaran kuesioner pada penelitian adalah sebesar 30 responden sehingga distribusi nilai akan lebih mendekati kurva normal. Penyusunan kuesioner dengan menggunakan metode Analisis Kerangka Harvard yang menganalisis pembagian kerja (division of labour), peran dalam pengambilan keputusan, dan tingkat kontrol atas sumber daya yang digunakan serta memodifikasi panduan dari Puspitawati (2012) dan Puspitawati et al., (2021). Penelitian ini akan melakukan pengujian statistik terhadap kuesioner penelitian melalui uji validitas isi dan uji reliabilitas dengan menggunakan software IBM SPSS versi 25. Kedua pengujian tersebut dibutuhkan untuk menguji keabsahan dan kesahihan kuesioner sehingga dapat mengetahui kualitas kuesioner yang digunakan dan menghasilkan data yang reliabel. Apabila hasil uji sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan maka penelitian dapat dilanjutkan menuju langkah selanjutnya (Hadi, 2004).

Pengumpulan data untuk merumuskan tujuan ketiga dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada key informants di antaranya koordinator penyuluh, penyuluh, pegawai dinas pertanian, dan ketua KWT. Key informant adalah seseorang yang menguasai objek yang diteliti, mampu memberikan keterangan dan masukan yang dibutuhkan terkait penelitian, dan menyediakan bukti-bukti yang mendukung (Moleong, 2017). Setelah data primer terkumpul maka data diolah dengan metode SWOT dan QSPM untuk menentukan rekomendasi strategi terbaik dalam meningkatkan partisipasi perempuan pada komoditas hortikultura unggulan. Analisis SWOT adalah  suatu analisa yang didasarkan pada logika dengan memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities), serta meminimalisir kelemahan (weakness), dan ancaman (threats) (Rangkuti, 2004). Setelah mengidentifikasi faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang menghasilkan berbagai strategi, analisis data dilanjutkan dengan metode QSPM untuk memilih strategi terbaik dari pilihan-pilihan strategi yang ada. QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) adalah teknik analisis yang dirancang untuk menetapkan daya relatif dari tindakan alternatif yang layak atau dapat dikatakan mampu mencapai sasaran dengan menunjukkan strategi alternatif terbaik (David, 2009). Strategi yang dipilih adalah strategi dengan jumlah keseluruhan daya tarik total (TAS) terbesar yang kemudian menjadi rekomendasi strategi terbaik dalam meningkatkan partisipasi perempuan pada usahatani  hortikultura unggulan.

Hasil dan Pembahasan

A. Komoditas Hortikultura Unggulan

 

Gambar 1. Kawasan hortikultura di Kabupaten Agam

 

Kawasan hortikultura terbesar terletak di Kecamatan Palembayan sebesar 93% dari total luas kawasan hortikultura. Kecamatan Palembayan merupakan kecamatan terbesar di Kabupaten Agam. Sedangkan kawasan hortikultura terkecil berada di Kecamatan Tanjung Mutiara dengan luasan 0,002% dari total luas kawasan hortikultura. Kecamatan Tanjung Mutiara berbatasan langsung dengan Samudera Hindia dengan garis pantai sepanjang 43 km. Sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai nelayan dengan pariwisata utama adalah wisata bahari.

 

Tabel 1. Hasil analisis LQ dan SSA hortikultura

No.

Komoditas

LQ

SSA

1

Bawang merah

2,87

11,87

2

Cabai besar

2,09

13,85

3

Cabai rawit

4,88

0,00

4

Kentang

2,34

0,96

5

Kubis

2,12

10,25

6

Tomat

2,63

29,08

7

Bawang putih

2,61

0,00

8

Buncis

3,36

1,89

9

Terung

3,61

6,91

10

Bawang daun

1,88

0,00

 

Berdasarkan Tabel 1. hortikultura yang dapat dijadikan sebagai komoditas unggulan di Kabupaten Agam dengan nilai LQ>1 dan nilai SSA>0 adalah bawang merah, cabai besar, kubis, tomat, terung, kentang, dan buncis. Adapun komoditas non unggulannya adalah cabai rawit, bawang putih, dan bawang daun.

 

Gambar 2. Sebaran komoditas hortikultura unggulan di Kabupaten Agam

 

Kecamatan Baso memiliki komoditas unggulan terbanyak yaitu bawang merah, kentang, buncis, terong, dan tomat. Berdasarkan Perda Kab Agam No. 7 Tahun 2021, Kecamatan Baso merupakan salah satu pusat pelayanan kawasan (PPK) pertanian dengan fungsinya sebagai pusat permukiman, perdagangan dan jasa, serta transportasi. Kecamatan Baso dilengkapi dengan keberadaan Pasar Baso yang terletak di antara Kota Bukittinggi dan Kota Payakumbuh yang menyokong mobilitas produk pertanian termasuk komoditas hortikultura di dalamnya. Keterkaitan desa dan kota dalam suatu wilayah berbasis agropolitan menunjang keberagaman aktivitas ekonomi, meningkatkan produksi pertanian, dan mendukung tumbuhnya indsutri agroprocessing skala kecil dan menengah (Rustiadi et al. 2011). Keterkaitan positif pada desa dan kota dapat berupa keterkaitan ke belakang atau keterkaitan ke depan (Tacoli 2003). Keterkaitan tersebut ditandai dengan adanya pergerakan, perpindahan produk, komoditas, manusia, modal, dan informasi antar wilayah (Douglass 1998; Sietchiping et al. 2014).

B.  Tingkat Partisipasi Perempuan

Artikel ini berupaya menganalisis tingkat partisipasi perempuan pada hortikultura unggulan. Menurut pandangan sejarah, perempuan memainkan banyak peran seperti peran sebagai ibu, istri, kepala keluarga, petani, kepala desa, dan lain sebagainya. Menyertakan perempuan dalam proses pembangunan bukanlah berarti hanya sebagai suatu tindakan dari sisi humanisme belakang, namun peran perempuan dalam kesertaannya di bidang pembangunan merupakan tindakan dalam rangka mengangkat harkat serta kualitas dari perempuan itu sendiri. Perempuan memegang peranan penting dalam sektor pertanian mulai dari persiapan tanah seperti penyiapan lahan, penanaman, hingga pemanenan (Zhara et al., 2022). Penelitian Hutajulu (2015) menunjukkan partisipasi perempuan pada sektor pertanian di Kecamatan Rasau Jaya, Kabupaten Kuburaya mencapai 49,69% pada tiap-tiap kegiatan pengelolaan pertanian yang dimulai dengan pengelolaan lahan. Untuk kegiatan penyiapan bibit dan pupuk, partisipasi perempuan mencapai 53%. Sedangkan pada kegiatan perawatan lahan curahan mencapai 51,23% dan kegiatan pengairan mencapai 54,25%. Tak hanya itu, perempuan juga berperan dalam merawat anggota keluarga, memproses dan mempersiapkan makanan, serta menjaga dan merawat rumah (Doss et al., 2011).

Terlepas dari kontribusinya dalam usahatani, umumnya petani perempuan cenderung diabaikan dalam program pembangunan pertanian. Kondisi ketertinggalan perempuan dapat menggambarkan adanya ketidakadilan antara laki-laki dan perempuan di Indonesia. Implementasi program pembangunan pertanian di tingkat desa menunjukkan bahawa akses laki-laki terhadap program pembangunan lebih besar dibandingkan perempuan (Hastuti, E.L, 2004 dalam Yuwono, 2013). Ariyani (2007) menjelaskan bahwa terdapat tiga prasyarat bagi seseorang untuk turut serta berpartisipasi dalam pembangunan, di antaranya (i) adanya kesadaran diri yang bersangkutan tentang peluang sebuah kesempatan; (ii) adanya kemauan; dan (iii) kemampuan yang ditunjukkan melalui inisiatif untuk bertindak dan berkomitmen. Kemauan dan kemampuan ini merupakan potensi yang dimiliki baik sebagai seorang individu maupun tergabung dalam sebuah kelompok.

Identifikasi partisipasi perempuan pada  hortikultura unggulan di Kabupaten Agam dengan melibatkan responden sebanyak 30 petani perempuan pada masing-masing komoditas unggulan sehingga total jumlah responden adalah 210 orang. Sebagian besar responden berprofesi utama sebagai petani dan ibu rumah tangga (IRT). Hanya sebagian kecil yaitu 3% dari keseluruhan responden memiliki profesi lain sebagai guru. Responden penelitian dibagi ke dalam empat kategori umur yaitu 17-25 tahun, 26-35 tahun, 36-45 tahun, dan 46-55 tahun (Depkes RI, 2009) dengan persentasenya antara lain 37% untuk kategori umur 36-45 tahun, 33% untuk kategori umur 46-55 tahun, 23% untuk kategori umur 26-35 tahun, dan 7% untuk kategori umur 17-25 tahun. Berdasarkan tingkat pendidikannya, mayoritas responden adalah tamat SMA/sederajat sebesar 36%, diikuti oleh tamat SD/sederajat sebesar 27%, tamat SMP/sederajat sebesar 20%, dan tamat D4/S1 sebesar 17%. Berdasarkan pendapatan per bulan yang dihasilkan, sebagian besar responden berpenghasilan Rp1.000.000,00-Rp2.000.000,00 sebesar 73% dan sisanya adalah berpenghasilan <Rp1.000.000,00 sebesar 17%, dan Rp2.000.000,00-Rp3.000.000,00 sebesar 10%.

Terdapat 73 pernyataan yang dibagi ke dalam tiga dimensi kategori yaitu (1) Dimensi pembagian peran dalam pengambilan keputusan yang terdiri dari 16 pernyataan; (2) Dimensi pembagian peran dalam tugas keluarga yang terdiri dari 17 pernyataan; dan (3) Dimensi pembagian peran dalam usaha tani yang terdiri dari 40 pernyataan. Pernyataan-pernyataan tersebut dijawab dengan menggunakan Skala Likert. Pengujian statistik yang dilakukan terhadap ketiga dimensi kategori dalam kuesioner adalah pengujian validitas isi dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment Pearson dan pengujian reliabilitas dengan teknik Cronbatch’s Alpha. Hasil pengujian statistik pada ketiga dimensi kategori dijelaskan sebagai berikut:

1.   Dimensi pembagian peran dalam pengambilan keputusan

Pernyataan yang disajikan pada dimensi ini berisikan pembagian peran dalam pengambilan keputusan di rumah tangga dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hasil uji validitas berkisar pada rentang 0,156 – 0,752 dengan nilai r tabel adalah 0,135 (n=210) sehingga nilai r hitung > r tabel maka kuesioner dapat dinyatakan sahih. Sedangkan untuk hasil uji reliabilitas adalah sebesar 0,776 yang dapat diartikan data kuesioner memiliki nilai reliabilitas yang tinggi.

2.   Dimensi pembagian peran dalam tugas keluarga

Pernyataan yang disajikan pada dimensi ini berisikan pembagian peran dalam tugas keluarga dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hasil uji validitas berkisar pada rentang 0,163 – 0,684 dengan nilai r tabel adalah 0,135 (n=210) sehingga nilai r hitung > r tabel maka kuesioner dapat dinyatakan sahih. Sedangkan untuk hasil uji reliabilitas adalah sebesar 0,733 yang dapat diartikan data kuesioner memiliki nilai reliabilitas yang tinggi.

3.   Dimensi pembagian peran dalam usaha tani

Pernyataan yang disajikan pada dimensi ini berisikan pembagian peran dalam mengakses, mengontrol, dan mendapatkan manfaat dalam usaha tani yang dilakukan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hasil uji validitas berkisar pada rentang 0,264 – 0,85 dengan nilai r tabel adalah 0,135 (n=210) sehingga nilai r hitung > r tabel maka kuesioner dapat dinyatakan sahih. Sedangkan untuk hasil uji reliabilitas adalah sebesar 0,952 yang dapat diartikan data kuesioner memiliki nilai reliabilitas yang sangat tinggi.

Analisis data dilanjutkan dengan menjumlahkan skor dari kuesioner untuk dijadikan indeks dengan rentang nilai 1-100 yang diartikan sebagai (1) pembagian peran gender kategori rendah dengan indeks <50,00; (2) pembagian peran gender kategori sedang dengan indeks 50,00-75,00; dan (3) pembagian peran gender kategori tinggi dengan indeks >75,00. Pembagian peran gender dengan skor yang semakin tinggi menunjukkan pembagian peran gender perempuan/istri dan laki-laki/suami yang semakin seimbang (Puspitawati et al.,  2021).

Indeks pada dimensi pembagian peran dalam pengambilan keputusan adalah 66,5 dengan kategori sedang. Pernyataan yang disajikan pada dimensi ini berisikan pembagian peran dalam pengambilan keputusan di rumah tangga dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hasil penelitian Novrita et al. (2012)  menunjukkan pembagian peran pengambilan keputusan berada pada kategori sedang dengan adanya kerja sama antara suami dan istri. Pengambilan keputusan adalah suatu proses yang mendasari fungsi manejemn sumberdaya keluarga (Deacon & Firebaugh, 1988) dengan umumnya istri mengambil keputusan pada aspek keuangan, pangan, dan kebutuhan keluarga. Sedangkan aspek pendidikan dan kesehatan diputuskan bersama-sama oleh suami dan istri (Puspitawati & Fahmi, 2008). Pengambilan keputusan dalam kegiatan domestik yang didominasi oleh perempuan/istri tersaji pada Gambar 3, sedangkan untuk pengambilan keputusan yang ditentukan secara seimbang oleh suami dan istri tersaji pada Gambar 4. Hal ini didukung oleh Responden A (54 tahun) yang menyatakan “Ancak awak padusi ko yang macik rumah lai, kadang laki-laki ko ndak mangarati apo yang paralu, bekoh asal bali se (Lebih baik perempuan yang mengelola rumah/kegiatan domestik, kadang-kadang laki-laki tidak mengerti dengan apa yang dibutuhkan dan tidak membeli sesuai dengan kebutuhan)”.

 

Gambar 3. Pengambilan keputusan dominasi istri

 

Gambar 4. Pengambilan keputusan bersama-sama

 

Indeks pada dimensi pembagian peran dalam tugas keluarga adalah 60,8 dengan kategori sedang. Pernyataan yang disajikan pada dimensi ini berisikan pembagian peran dalam tugas keluarga dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut penelitian Novrita et al. (2012) pola pembagian kerja untuk kegiatan domestik didominasi oleh peran istri, sedangkan untuk kegiatan sosial/rapat desa didominasi oleh laki-laki/suami seperti yang tersaji pada Gambar 5, sedangkan kegiatan rumah tangga yang didominasi istri tersaji pada Gambar 6. Responden B (46 tahun) menyatakan “Biasonyo apak-apak pai rapek dek rapek tu kan acok malam, ibuk-ibuk kalau lah malam nyo sibuk malalokan anak (Biasanya laki-laki yang ikut menghadiri kegiatan rapat desa karena rapat desa sering diadakan pada malam hari, sedangkan malam hari adalah waktu bagi perempuan untuk menidurkan anak)”.

 

Gambar 5. Kegiatan rumah tangga dominasi suami

 

Gambar 6. Kegiatan rumah tangga dominasi istri

 

Indeks pada dimensi pembagian peran dalam usahatani adalah sebesar 65,5 dengan kategori sedang. Pernyataan yang disajikan pada dimensi ini berisikan pembagian peran dalam mengakses, mengontrol, dan mendapatkan manfaat dalam usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Pekerjaan berat dalam usahatani yang didominasi oleh laki-laki tersaji pada Gambar 7, sedangkan kegiatan usahatani yang dilakukan bersama-sama oleh suami dan istri tersaji dalam Gambar 8. Priyadi (2005) menyatakan kegiatan pembersihan lahan, pemupukan, dan penanaman umum dilakukan oleh laki-laki karena hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa fisik laki-laki lebih kuat sehingga sangat dibutuhkan untuk kegiatan mencangkul atau mengoperasikan traktor (Rahma et al., 2015). Responden C (32 tahun) berpendapat “Untuak manyiapan lahan jo manyemprot laki-laki yang mangarajoan, manyemprot tu alaiknyo barek, bekoh hasil panennyo basamo-samo laki bini manjua kap asa (Biasanya untuk menyiapkan lahan dan kegiatan penyemprotan dilakukan laki-laki, terlebih alat semprotan cukup berat, hasil panen kemudian dijual oleh suami dan istri bersama-sama ke pasar)”.

 

Gambar 7. Kegiatan usahatani dominasi suami

 

Gambar 8. Kegiatan usahatani dilakukan bersama-sama suami dan istri

 

Secara keseluruhan, ketiga dimensi ini memiliki rentang nilai indeks 60,8–66,5 yang artinya pembagian peran gender berada pada kategori sedang yang menandakan adanya pembagian peran keluarga yang cukup seimbang. Pembagian kerja antara sesama anggota keluarga laki-laki dan perempuan dalam keluarga inti menunjukkan adanya pembagian peran gender yang merupakan suatu prasyarat struktural untuk kelangsungan keluarga inti (Megawangi 1999). Tingkat partisipasi anggota keluarga dalam rumah tangga dipengaruhi oleh perbedaan kelamin yang mana perempuan akan lebih mengalokasikan waktu untuk pekerjaan rumah tangga sedangkan laki-laki berperan lebih dalam pekerjaan mencari nafkah (Becker 1965). Partisipasi perempuan pada usahatani dipengaruhi oleh budaya dan adat istiadat yang mana sebagai perempuan Minangkabau menganut sistem matrilineal yaitu kekerabatan yang menarik garis keturunan menurut garis ibu. Menurut sistem matrilineal perempuan memegang peran penting dalam akses dan kontrol tanah dan harta pusaka serta berhak ikut serta dalam pengambilan keputusan (Anjela et al., 2021). Secara umum pembagian peran pada tugas keluarga dan usahatani didasari oleh kesempatan berganti tanggung jawab sesuai dengan kemampuan yang diperoleh perempuan dan laki-laki (Deacon & Firebaugh, 1988).

 

 

C. Strategi untuk meningkatkan partisipasi perempuan pada usahatani hortikultura unggulan

Partisipasi perempuan dalam kegiatan pertanian meliputi komponen perencanaan, pelaksanaan, sarana produksi, tenaga kerja, biaya, evaluasi dan manfaat (Hayati, 2015; Mulyaningsih et al., 2018). Partisipasi perempuan dan representasinya erat kaitannya dengan pengambilan keputusan dalam pertanian (EIGE, 2016). Kemampuan petani perempuan adalah suatu perpaduan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang terakumulasi dalam diri perempuan yang mampu berpartisipasi secara optimal dalam mencapai ketahanan pangan rumah tangga (Hayati, 2015). Peningkatan partisipasi perempuan dalam pembangunan pertanian berkaitan erat dengan peningkatan produksi dan kesejahteraan tenaga kerja perempuan (Listiani, 2012). Peningkatan partisipasi perempuan dapat melalui pelatihan, pemberdayaan, akses terhadap informasi, penguasaan teknologi yang efisien, efektif, dan mudah dipraktikkan (Pogoy et al., 2016; Gomes et al., 2022). Peningkatan partisipasi perempuan juga dapat melalui adanya standarisasi upah antara perempuan dan laki-laki, sosialisasi konsep kesadaran gender kepada masyarakat dan pemuka agama, membentuk dan memberdayakan kelompok wanita tani, serta memperkuat jejaring antar kelompok wanita tani (Yuliati & Iskaskar, 2016).

Langkah awal yang dilakukan untuk merumuskan strategi dalam meningkatkan partisipasi perempuan pada komoditas hortikultura unggulan berbasis agropolitan adalah dengan mengidentifikasi faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman melalui metode SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat). Metode SWOT adalah suatu analisis yang dilakukan untuk menggali informasi melalui analisis kondisi internal dan eksternal (Ferrel & Harline, 2005) dan membantu perencana dalam membandingkan kekuatan dan kelemahan dengan peluang dan ancaman untuk menentukan strategi di masa depan (Boone et al., 2008). Faktor kekuatan dan kelemahan yang berasal dari kondisi internal didapatkan dengan mengamati produk, sumber daya manusia, sistem informasi manajemen, operasional, dan keuangan. Sedangkan pada faktor peluang dan ancaman yang berasal dari kondisi eksternal didapatkan dengan mengamati lingkungan pasar, kebijakan pemerintah, politik, sosial budaya, dan lain sebagainya (Irham, 2013). Kondisi internal tersebut bersifat controllable atau dapat dikendalikan, sedangkan kondisi eksternal berada di luar kendali yang mampu memengaruhi pilihan dalam memutuskan arah, tindakan, struktur organisasi, dan proses internal (Pearce & Robinson, 2014). Strategi dalam meningkatkan partisipasi perempuan pada komoditas hortikultura unggulan berbasis agropolitan dirumuskan dengan memaksimalkan faktor kekuatan dan peluang, meminimalkan kelemahan, dan mengatasi ancaman. Rancangan tersebut menghasilkan 16 strategi pilihan yang dijabarkan melalui matriks SWOT sebagai berikut:

 

Gambar 9. Matriks SWOT

 

Gambar 10. Hasil analisis QSPM

 

Berdasarkan hasil analisis data dengan metode QSPM pada Gambar 10, strategi dengan jumlah total nilai TAS terbesar yang patut direkomendasikan sebagai strategi terbaik dalam meningkatkan partisipasi perempuan pada komoditas hortikultura unggulan berbasis agropolitan adalah:

1.   Mendukung program kerja pemerintah dalam memberdayakan petani perempuan dan mendukung upaya penyejahteraan keluarga (SO1)

2.   Koordinasi dan kerja sama antar petani perempuan dengan penyuluh untuk mengadakan pelatihan mengenai olahan hasil pertanian seperti olahan keripik sayur, keripik buah, olahan jus sayur, dan jus buah untuk meningkatkan penghasilan (SO2)

3.   Memberikan awards/penghargaan kepada petani perempuan yang terpilih sebagai “petani model” sehingga dapat memotivasi partisipasi petani perempuan lainnya (SO5)

4.   Mengadakan pelatihan budidaya komoditas pertanian sehingga menghasilkan kualitas hasil pertanian yang lebih baik diikuti dengan peningkatan harga jual (SO6)

5.   Pendampingan penyuluh terhadap pengembangan kelembagaan kelompok tani dan kelompok wanita tani (ST1)

Kelima strategi ini merangkup harapan petani perempuan ke depannya yang tentunya membutuhkan dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak terkait. Kelima strategi ini secara garis besar sejalan dengan rencana kerja pertanian pemerintah Kabupaten Agam yang dituangkan dalam Peraturan Bupati Agam Nomor 36 Tahun 2022 Tentang Rencana Kerja Pemerintahan Daerah Tahun 2023. Arah kebijakan pertanian secara umum dilakukan melalui penguatan kelembagaan pertanian dengan optimalisasi BPP (Balai Penyuluhan Pertanian) dan kelompok tani, pengembangan teknologi pertanian tepat guna dan mekanisasi pertanian, peningkatan daya saing industri pengolahan dan nilai tambah produk melalui fasilitasi industri pengolahan komoditas unggulan, peningkatan kesejahteraan petani hortikultura melalui peningkatan pendapatan sebesar 5%, serta promosi dan pemasaran berkelanjutan berbasis digital dan hilirisasi produk pertanian.

 

Kesimpulan

Hortikultura unggulan di Kabupaten Agam adalah bawang merah, cabai besar, kubis, tomat, terung, kentang, dan buncis. Tingkat partisipasi perempuan pada usahatani hortikultura unggulan berada pada kategori sedang dengan adanya pembagian peran keluarga yang cukup seimbang. Terdapat lima strategi yang direkomendasikan untuk meningkatkan partisipasi perempuan pada usahatani ini.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Arjani, N. L. (2003). Ketimpangan gender di beberapa bidang pembangunan di Bali. Jurnal Studi Jender, 3(2), 1–10.

Arsanti, T. A. (2013). Perempuan dan pembangunan sektor pertanian. Jurnal Maksipreneur: Manajemen, Koperasi, Dan Entrepreneurship, 3(1), 63–74.

Doss, C. R. (2001). Designing agricultural technology for African women farmers: Lessons from 25 years of experience. World Development, 29(12), 2075–2092.

Kasmadiharja, H. (2016). Arahan Pengembangan Kawasan Agropolitan Berbasis Komoditas Sayuran Unggulan Di Kabupaten Agam. IPB (Bogor Agricultural University).

Manfre, C., Rubin, D., Allen, A., Summerfield, G., Colverson, K., & Akeredolu, M. (2013). Reducing the gender gap in agricultural extension and advisory services: How to find the best fit for men and women farmers. Meas Brief, 2, 1–10.

Oktavia, S. (2013). The Relationship between Role of the Stakeholders and Community participation in Agropolitan Program in Karacak Village, Leuwiliang Subdistrict, Bogor District. Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan, 1(3), ), 231-246.

Parr, J. B. (1999). Growth-pole strategies in regional economic planning: a retrospective view: Part 2. Implementation and outcome. Urban Studies, 36(8), 1247–1268. https://doi.org/10.1080/0042098992971.

Quisumbing, A. R. (1996). Male-female differences in agricultural productivity: Methodological issues and empirical evidence. World Development, 24(10), 1579–1595. https://doi.org/10.1016/0305-750X(96)00059-9.

Quisumbing, A. R., Meinzen-Dick, R., Raney, T. L., Croppenstedt, A., Behrman, J. A., & Peterman, A. (2014). Closing the knowledge gap on gender in agriculture. Gender in Agriculture: Closing the Knowledge Gap, 3–27.

Rustiadi, E., & Hadi, S. (2006). Kawasan Agropolitan (Konsep Pembangunan Desa-Kota Berimbang). Crestpent Press.

Sell, M., & Minot, N. (2018). What factors explain women’s empowerment? decision-making among small-scale farmers in Uganda. Women’s Studies International Forum, 71, 46–55. https://doi.org/10.1016/j.wsif.2018.09.005.

Shah, A., Lahiri-Dutt, K., & Pattnaik, I. (2022). Women’s Role in Agriculture and Food Security: Learnings from Gujarat and West Bengal. Ecology, Economy and Society–the INSEE Journal, 5(1), 89–107. https://doi.org/10.37773/ees.v5i1.630.

Sraboni, E., Malapit, H. J., Quisumbing, A. R., & Ahmed, A. U. (2014). Women’s empowerment in agriculture: What role for food security in Bangladesh? World Development, 61, 11–52. https://doi.org/10.1016/j.worlddev.2014.03.025.

Suciati, L. P., Wibowo, R., Wibowo, Y., & Novita, E. (2019). Review Perencanaan Kawasan Pertanian Agropolitan Rupanandur Kabupaten Pamekasan. Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) Lembaga

Suradisastra, K. (1998). Perspektif keterlibatan wanita di sektor pertanian. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Yulianti, M. (2011). Penentuan Prioritas Komoditas Unggulan Buah-Buahan di Kabupaten Minahasa Utara Provinsi Sulawesi Utara: Aplikasi Analisis LQ dan Daya Tarik-Daya Saing. Jurnal Agribisnis Perdesaan, 1(3), 206–221.

 

Copyright holder:

Mega Haditia, Dyah R. Panuju, Rilus A. Kinseng (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: