Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No. 4, April 2024
PARTISIPASI
PEREMPUAN PADA USAHATANI HORTIKULTURA UNGGULAN DI KABUPATEN AGAM
Mega Haditia1, Dyah R.
Panuju2, Rilus A. Kinseng3
IPB University, Bogor, Jawa Barat,
Indonesia1,2,3
Email: [email protected]1, [email protected]2, [email protected]3
Abstrak
Kawasan
pertanian berbasis agropolitan di Kabupaten Agam merupakan kawasan yang mampu
menjalankan sistem dan usaha agribisnis di dalam kawasan serta menjalin kerja
sama dengan kawasan lainnya. Di dalam kawasan pertanian tersebut terdapat
komoditas hortikultura unggulan yang menjadi komoditas andalan dalam menyokong
perekonomian wilayah dan kesejahteraan masyarakat. Kegiatan pertanian berbasis
agropolitan melibatkan banyak pihak di dalamnya termasuk perempuan. Namun
sayangnya, partisipasi perempuan dalam pertanian belum terserap secara optimal.
Penelitian ini bertujuan mengetahui komoditas hortikultura unggulan di
Kabupaten Agam, menganalisis tingkat
partisipasi perempuan pada komoditas unggulan tersebut, dan strategi untuk
meningkatkan partisipasinya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode LQ, SSA, Analisis Kerangka Harvard, SWOT, dan QSPM. Hasil penelitian
menunjukkan Kabupaten Agam memiliki tujuh komoditas unggulan di antaranya
bawang merah, cabai besar, kubis, tomat, terung, kentang, dan buncis dengan
tingkat partisipasi perempuan berada pada kategori sedang. Terdapat lima
strategi yang direkomendasikan untuk meningkatkan paartisipasi perempuan pada
usahatani hortikultura unggulan di Kabupaten Agam.
Kata Kunci: Agropolitan,
Pertanian, Petani, Strategi.
Abstract
As
the spearhead of teacher education, it is hoped that they will be able to carry
out the learning process according to the needs of students. In addition to
carrying out the main task of teaching, teachers also carry out other
assignments or activities in the school environment. In an effort to improve
teacher performance, many factors influence it, including teacher emotional
labor, teacher work engagement and teacher commitment. This study aims to
determine the effect of teacher emotional labor, teacher work engagement, and
teacher commitment on teacher performance. The research subjects were 71
teachers who taught at Strada Junior High School, JPBS Branch. The research
design is path analysis with a quantitative approach. The results of this study
indicate that teacher emotional labor positively influences teacher
performance, teacher work engagement positively influences teacher performance,
and teacher commitment positively influences teacher performance. It was also
shown that teacher commitment mediates the positive influence of teacher
emotional labor on teacher performance. Teacher commitment mediates the
positive effect of teacher work engagement on teacher performance.
Keywords: Agriculture,
Agropolitan, Farmers, Strategy.
Pendahuluan
Pengembangan
kawasan perdesaan sebagai pusat pertumbuhan akan memodifikasi perdesaan menjadi
kota pertanian dalam suatu kerangka keberimbangan antar wilayah di dalam konsep
agropolitan. Agropolitan adalah suatu strategi pembangunan pusat pertumbuhan
dengan kerangka keberimbangan dan sinergi antara pusat dengan hinterland
terutama dengan memperhatikan kesalahan konfigurasi spasial, aktivitas ekonomi,
dan optimalisasi dampak pembangunan (Parr, 1999). Integrasi
fungsional-spasial tersebut dilakukan melalui pengembangan pusat pertumbuhan
dengan berbagai ukuran dan karakteristik fungsional, pengembangan kawasan
perdesaaan, dan sektor pertanian (Rondinelli, 1985 dalam (Rustiadi & Hadi, 2006)). Kota pertanian
yang tumbuh dan berkembang di dalam konsep agropolitan akan mampu melayani,
mendorong, dan menarik kegiatan pembangunan pertanian di wilayah sekitarnya
melalui sistem dan usaha agribisnis yang dijalani (Kasmadiharja, 2016). Pengembangan
agropolitan didasarkan pada sistem hubungan desa-kota di mana desa berperan
sebagai pusat pelayanan, pemodalan, dan pemasaran. Melalui dukungan SDM,
teknologi, sarana prasarana, kesesuaian lahan, dan sistem infrastruktur maka
diharapkan peran antara desa dan kota dapat berjalan secara proporsional,
sinergis, dan menguat. Pengembangan sistem agropolitan ini tentu tidak lepas
dari kendala yang dihadapi. Kendala-kendala yang umum ditemukan dalam
perkembangan agropolitan seperti aspek struktur implementasi, instrumen
kebijakan, ketersediaan sumberdaya, dan partisipasi masyarakat dapat ditinjau
dengan menggunakan Analisis Proses Implementasi Kebijakan Agropolitan (Suciati et al., 2019).
Kabupaten
Agam terletak di Provinsi Sumatera Barat dengan luas wilayah sebesar 2.264,8
km2 yang terdiri atas 16 kecamatan dengan 82 desa/nagari/kelurahan (BPS, 2022).
Kegiatan pengembangan kawasan perdesaan di kabupaten ini telah dilakukan mulai
tahun 2002 melalui penyediaan jalan usaha tani, perbaikan pasar, penyediaan
talud, penyediaan plat duiker, dan penyediaan saluran di kawasan agropolitan
Sungai Puar, Kamang Magek, Tani IV Koto, Kamang Hilia, dan Gadut (KEMENPUPR,
2021). Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 7 Tahun 2021 tentang
RTRW Kabupaten Agam Tahun 2021-2041, pengarahan pembangunan di Kabupaten Agam
dilakukan menggunakan strategi pengembangan sektor ekonomi sekunder dan tersier
berbasis agro dengan meningkatkan produksi pertanian hortikultura dan
peternakan melalui pendekatan agropolitan. Sektor pertanian dengan komoditas
hortikultura di dalamnya adalah sektor dengan share PDRB (Produk Domestik Regional
Bruto) terbesar yaitu 29,99% (BPS, 2022) sehingga perlu untuk memaksimalkan
potensi yang sudah ada dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
perekonomian Kabupaten Agam. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor
pertanian yang menjadi komoditas potensial untuk dikembangkan karena memiliki
nilai ekonomi dan nilai tambah yang relatif tinggi jika dibandingkan dengan
komoditas lainnya. Komoditas hortikultura mempunyai peran strategis dalam upaya
pemenuhan ketersediaan dan kecukupan pangan, peningkatan kesejahteraan petani,
dan penyediaan lapangan kerja. Keberagaman jenis komoditasnya, nilai jualnya
yang tinggi, ketersediaan lahan, serta pengembangan teknologi budidaya yang
cukup pesat membuat potensi serapan pasar komoditas hortikultura terus meningkat
(Kasmadiharja, 2016). Komoditas
unggulan adalah komoditas andalan yang memiliki posisi strategis, baik
berdasarkan pertimbangan teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi
dan kelembagaan (penguasaaan teknologi, kemampuan sumber daya manusia,
infrastruktur dan kondisi sosial budaya setempat) untuk dikembangkan di suatu
wilayah (Yulianti, 2011).
Kesuksesan
pelaksanaan kegiatan-kegiatan pertanian melalui pendekatan agropolitan
ditentukan oleh keberhasilan dari indikator pengembangan sumberdaya manusia,
pengembangan budidaya, pengembangan permodalan, dan peningkatan fasilitas
infrastruktur (Oktavia, 2013). Peningkatan
kapasitas perempuan sebagai bagian penting dari sumberdaya manusia pada sektor
pertanian masih belum banyak terserap secara optimal (Arsanti, 2013). Perempuan
menyumbang 43% dari tenaga kerja pertanian di negara-negara berkembang (FAO,
2011). Di Indonesia, sebagian besar perempuan yang memasuki angkatan kerja akan
bekerja di sektor pertanian dan perdagangan (KEMENPPPA, 2016). Partisipasi
perempuan di sektor pertanian Kabupaten Agam adalah sebesar 44,9% (Dinas
P2KBP3A Kabupaten Agam, 2020). Kaum wanita dalam kegiatan pertanian tanaman padi,
umumnya terlibat dalam kegiatan menanam, menyubal tanaman mati, menyiang,
mengairi, memanen, membersihkan padi, mengeringkan, dan menjual hasil panen
(Licuanan, 1996 dalam (Suradisastra, 1998). Namun, sebagian
besar studi tentang peran perempuan dalam pertanian menyoroti adanya
kesenjangan gender dalam kepemilikan aset, pendidikan, akses terhadap kredit
dan penyuluhan yang menyebabkan petani perempuan menjadi kurang produktif (Quisumbing, 1996); (Doss, 2001); (Quisumbing et al., 2014). Salah satu
contohnya adalah upah buruh tani perempuan jauh lebih rendah jika dibandingkan
upah buruh tani laki-laki dalam jenis pekerjaan dan jam kerja yang sama. Ini
disebabkan adanya anggapan bahwa fisik laki-laki lebih kuat sehingga output
yang dihasilkan lebih banyak dan dianggap berhak atas upah yang lebih tinggi (Arjani, 2003). Hal ini akan
berpengaruh pada pendapatan dan distribusi di dalam rumah tangga yang mungkin
akan berdampak negatif pada aspek pendidikan, kesehatan, dan status gizi di
dalam rumah tangga (Sraboni et al., 2014). Selain itu,
peran perempuan pada sektor pertanian rentan dengan status pekerja keluarga
atau pekerja tidak dibayar (KEMENPPPA, 2016). Hal ini menunjukkan adanya
ketidaksetaraan pembagian tugas dalam rumah tangga dan kesulitan beralih dari
pekerjaan di dalam rumah ke pekerjaan di luar rumah.
Perubahan
skenario yang khusus dan menyeluruh pada peran perempuan di dalam sektor
pertanian akan memberikan kontribusi pada pertanian berkelanjutan serta
mengurangi kemiskinan (Shah et al., 2022). Kesetaraan
gender meningkatkan hasil pertanian petani perempuan sebesar 20-30%, yang
berdampak pada kenaikan hasil pertanian di negara berkembang sekitar 2,5-4%,
dan mengurangi jumlah orang kelaparan di dunia sebesar 12-17% (FAO, 2011). Untuk
mendukung partisipasi perempuan pada sektor pertanian dibutuhkan pemahaman yang
mendalam mengenai faktor-faktor yang memicu terjadinya kesenjangan gender (Sell & Minot, 2018). Banyak studi
menyebutkan bahwa kesenjangan gender pada umumnya berkaitan dengan aspek
partisipasi dan pemberdayaan perempuan (Manfre et al., 2013). Dukungan kepada petani perempuan dapat
diberikan melalui pemberian akses terhadap sumber daya produktif, koperasi dan
pelatihan kelompok tani (Duguid & Weber, 2016; Sexsmith, 2019). Kelompok
tani adalah platform yang efektif dalam meningkatkan hasil pertanian, memajukan
sektor pertanian, dan mengatasi kendala-kendala yang dihadapi oleh petani
perempuan (Ingutia & Sumelius, 2022). Kebaharuan dari penelitian ini adalah
adanya aspek analisis partisipasi perempuan pada usahatani komoditas
hortikultura unggulan di Kabupaten Agam dan strategi untuk meningkatkan
partisipasinya. Penelitian ini bertujuan menganalisis komoditas hortikultura
unggulan di Kabupaten Agam, menganalisis tingkat partisipasi perempuan pada
usahatani komoditas unggulan, dan merekomendasikan strategi terbaik dalam
meningkatkan partisipasi perempuan pada usahatani tersebut.
Metode Penelitian
Penelitian
ini menggunakan metode LQ (Location Quotient) dan SSA (Shift Share Analysis)
untuk mencapai tujuan pertama yaitu menentukan hortikultura unggulan. Metode LQ
adalah suatu perbandingan relatif antara kemampuan sektor yang sama pada
wilayah yang lebih luas. Analisis ini dapat digunakan untuk menentukan sektor
unggulan dan non unggulan dalam rangka mengidentifikasi keunggulan komparatif
di wilayah tersebut dengan asumsi (i) kondisi geografis relatif sama; (ii)
pola-pola aktivitas bersifat seragam; dan (iii) setiap aktivitas menghasilkan
produk yang sama (Rustiadi et al., 2011). Data yang digunakan dalam analisis LQ
adalah nilai luas panen (ha) tahun 2020 pada masing-masing komoditas dengan
formula sebagai berikut (Blakey, 1994 dalam Rustiadi et al., 2011):
LQ = ………………………………………..................................(1)
Keterangan:
Xij =
nilai hortikultura ke-j pada kecamatan ke-i
Xi = jumlah seluruh hortikultura di kecamatan
ke-i
X.j =
jumlah hortikultura ke-j di seluruh kecamatan
X.. =
jumlah hortikultura total di seluruh kecamatan
Analisis
SSA digunakan dalam menentukan kinerja perekonomian wilayah. Analisis ini
membagi pertumbuhan sebagai perubahan suatu variabel selama kurun waktu
tertentu menjadi pengaruh-pengaruh, pertumbuhan nasional, pertumbuhan
proporsional, dan keunggulan kompetitif (Arsyad, 2010). Data yang digunakan
adalah jumlah produksi (kuintal) pada tahun 2016 dan tahun 2020 pada
masing-masing komoditas. Adapun persamaannya:
SSA = + + ...………………...(2)
a b c
Keterangan:
a = komponen regional share
b = komponen proportional shift
c =
komponen differential shift
t1 = titik tahun akhir
t0 = titik tahun awal
Xij = nilai hortikultura ke-j pada kecamatan
ke-i
Xi = jumlah seluruh hortikultura di
kecamatan ke-i
X.j = jumlah hortikultura ke-j di seluruh
kecamatan
X.. = jumlah hortikultura total di seluruh
kecamatan
Analisis
SSA mengasumsikan pertumbuhan suatu wilayah yang dibagi ke dalam tiga komponen
yaitu (1) komponen laju pertumbuhan total (regional share); (2) komponen
pergeseran proporsional (proportional shift); dan (3) komponen pergeseran
diferensial (differential shift). Nilai Differential Shift pada analisis SSA
dengan DS>0 menandakan terdapat laju pertumbuhan yang positif terhadap dua
titik waktu penilaian pada komoditas hortikultura tersebut. Rustiadi et al.
(2011) menjelaskan bahwa suatu wilayah dikatakan memiliki keunggulan kompetitif
apabila mengalami pertumbuhan dalam dibandingkan dengan wilayah lain dalam
waktu tertentu. Sehingga komoditas hortikultura dengan nilai LQ>1 dan
SSA>0 menunjukkan bahwa komoditas tersebut memiliki keunggulan komparatif dan
kompetitif.
Tujuan
kedua yaitu identifikasi partisipasi perempuan dicapai dengan menyebarkan
kuesioner kepada petani perempuan dengan metode stratified random sampling
dengan stratifikasinya adalah masing-masing komoditas hortikultura unggulan.
Jumlah sampel pada masing-masing komoditas unggulan tersebut adalah sebesar 30
orang. Pemilihan sampel ini didasarkan pada Singarimbun & Efendi (1995)
yang menyatakan bahwa jumlah minimal penyebaran kuesioner pada penelitian
adalah sebesar 30 responden sehingga distribusi nilai akan lebih mendekati
kurva normal. Penyusunan kuesioner dengan menggunakan metode Analisis Kerangka
Harvard yang menganalisis pembagian kerja (division of labour), peran dalam
pengambilan keputusan, dan tingkat kontrol atas sumber daya yang digunakan
serta memodifikasi panduan dari Puspitawati (2012) dan Puspitawati et al.,
(2021). Penelitian ini akan melakukan pengujian statistik terhadap kuesioner
penelitian melalui uji validitas isi dan uji reliabilitas dengan menggunakan
software IBM SPSS versi 25. Kedua pengujian tersebut dibutuhkan untuk menguji
keabsahan dan kesahihan kuesioner sehingga dapat mengetahui kualitas kuesioner
yang digunakan dan menghasilkan data yang reliabel. Apabila hasil uji sesuai
dengan persyaratan yang telah ditentukan maka penelitian dapat dilanjutkan
menuju langkah selanjutnya (Hadi, 2004).
Pengumpulan
data untuk merumuskan tujuan ketiga dilakukan melalui penyebaran kuesioner
kepada key informants di antaranya koordinator penyuluh, penyuluh, pegawai
dinas pertanian, dan ketua KWT. Key informant adalah seseorang yang menguasai
objek yang diteliti, mampu memberikan keterangan dan masukan yang dibutuhkan
terkait penelitian, dan menyediakan bukti-bukti yang mendukung (Moleong, 2017).
Setelah data primer terkumpul maka data diolah dengan metode SWOT dan QSPM
untuk menentukan rekomendasi strategi terbaik dalam meningkatkan partisipasi
perempuan pada komoditas hortikultura unggulan. Analisis SWOT adalah suatu analisa yang didasarkan pada logika
dengan memaksimalkan kekuatan (strength) dan
peluang (opportunities), serta meminimalisir kelemahan (weakness), dan ancaman
(threats) (Rangkuti, 2004). Setelah mengidentifikasi faktor kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman yang menghasilkan berbagai strategi, analisis
data dilanjutkan dengan metode QSPM untuk memilih strategi terbaik dari
pilihan-pilihan strategi yang ada. QSPM (Quantitative Strategic Planning
Matrix) adalah teknik analisis yang dirancang untuk menetapkan daya relatif
dari tindakan alternatif yang layak atau dapat dikatakan mampu mencapai sasaran
dengan menunjukkan strategi alternatif terbaik (David, 2009). Strategi yang
dipilih adalah strategi dengan jumlah keseluruhan daya tarik total (TAS)
terbesar yang kemudian menjadi rekomendasi strategi terbaik dalam meningkatkan
partisipasi perempuan pada usahatani
hortikultura unggulan.
Hasil dan
Pembahasan
A. Komoditas
Hortikultura Unggulan
Gambar
1. Kawasan hortikultura di Kabupaten Agam
Kawasan hortikultura terbesar terletak di Kecamatan
Palembayan sebesar 93% dari total luas kawasan hortikultura. Kecamatan
Palembayan merupakan kecamatan terbesar di Kabupaten Agam. Sedangkan kawasan
hortikultura terkecil berada di Kecamatan Tanjung Mutiara dengan luasan 0,002%
dari total luas kawasan hortikultura. Kecamatan Tanjung Mutiara berbatasan
langsung dengan Samudera Hindia dengan garis pantai sepanjang 43 km. Sebagian
besar penduduknya berprofesi sebagai nelayan dengan pariwisata utama adalah
wisata bahari.
Tabel
1. Hasil analisis LQ dan SSA hortikultura
No. |
Komoditas |
LQ |
SSA |
1 |
Bawang merah |
2,87 |
11,87 |
2 |
Cabai besar |
2,09 |
13,85 |
3 |
Cabai rawit |
4,88 |
0,00 |
4 |
Kentang |
2,34 |
0,96 |
5 |
Kubis |
2,12 |
10,25 |
6 |
Tomat |
2,63 |
29,08 |
7 |
Bawang putih |
2,61 |
0,00 |
8 |
Buncis |
3,36 |
1,89 |
9 |
Terung |
3,61 |
6,91 |
10 |
Bawang daun |
1,88 |
0,00 |
Berdasarkan Tabel 1. hortikultura yang dapat
dijadikan sebagai komoditas unggulan di Kabupaten Agam dengan nilai LQ>1 dan
nilai SSA>0 adalah bawang merah, cabai besar, kubis, tomat, terung, kentang,
dan buncis. Adapun komoditas non unggulannya adalah cabai rawit, bawang putih,
dan bawang daun.
Gambar
2. Sebaran komoditas hortikultura unggulan di Kabupaten Agam
Kecamatan Baso memiliki komoditas unggulan terbanyak yaitu bawang merah,
kentang, buncis, terong, dan tomat. Berdasarkan Perda Kab Agam No. 7 Tahun
2021, Kecamatan Baso merupakan salah satu pusat pelayanan kawasan (PPK)
pertanian dengan fungsinya sebagai pusat permukiman, perdagangan dan jasa,
serta transportasi. Kecamatan Baso dilengkapi dengan keberadaan Pasar Baso yang
terletak di antara Kota Bukittinggi dan Kota Payakumbuh yang menyokong
mobilitas produk pertanian termasuk komoditas hortikultura di dalamnya.
Keterkaitan desa dan kota dalam suatu wilayah berbasis agropolitan menunjang
keberagaman aktivitas ekonomi, meningkatkan produksi pertanian, dan mendukung
tumbuhnya indsutri agroprocessing skala kecil dan menengah (Rustiadi et al.
2011). Keterkaitan positif pada desa dan kota dapat berupa keterkaitan ke
belakang atau keterkaitan ke depan (Tacoli 2003). Keterkaitan tersebut ditandai
dengan adanya pergerakan, perpindahan produk, komoditas, manusia, modal, dan
informasi antar wilayah (Douglass 1998; Sietchiping et al. 2014).
B. Tingkat
Partisipasi Perempuan
Artikel ini berupaya menganalisis tingkat partisipasi perempuan pada
hortikultura unggulan. Menurut pandangan sejarah, perempuan memainkan banyak
peran seperti peran sebagai ibu, istri, kepala keluarga, petani, kepala desa,
dan lain sebagainya. Menyertakan perempuan dalam proses pembangunan bukanlah
berarti hanya sebagai suatu tindakan dari sisi humanisme belakang, namun peran
perempuan dalam kesertaannya di bidang pembangunan merupakan tindakan dalam rangka
mengangkat harkat serta kualitas dari perempuan itu sendiri. Perempuan memegang
peranan penting dalam sektor pertanian mulai dari persiapan tanah seperti
penyiapan lahan, penanaman, hingga pemanenan (Zhara et al., 2022). Penelitian
Hutajulu (2015) menunjukkan partisipasi perempuan pada sektor pertanian di
Kecamatan Rasau Jaya, Kabupaten Kuburaya mencapai 49,69% pada tiap-tiap
kegiatan pengelolaan pertanian yang dimulai dengan pengelolaan lahan. Untuk
kegiatan penyiapan bibit dan pupuk, partisipasi perempuan mencapai 53%.
Sedangkan pada kegiatan perawatan lahan curahan mencapai 51,23% dan kegiatan
pengairan mencapai 54,25%. Tak hanya itu, perempuan juga berperan dalam merawat
anggota keluarga, memproses dan mempersiapkan makanan, serta menjaga dan merawat
rumah (Doss et al., 2011).
Terlepas dari kontribusinya dalam usahatani, umumnya petani perempuan
cenderung diabaikan dalam program pembangunan pertanian. Kondisi ketertinggalan
perempuan dapat menggambarkan adanya ketidakadilan antara laki-laki dan perempuan
di Indonesia. Implementasi program pembangunan pertanian di tingkat desa
menunjukkan bahawa akses laki-laki terhadap program pembangunan lebih besar
dibandingkan perempuan (Hastuti, E.L, 2004 dalam Yuwono, 2013). Ariyani (2007)
menjelaskan bahwa terdapat tiga prasyarat bagi seseorang untuk turut serta
berpartisipasi dalam pembangunan, di antaranya (i) adanya kesadaran diri yang
bersangkutan tentang peluang sebuah kesempatan; (ii) adanya kemauan; dan (iii)
kemampuan yang ditunjukkan melalui inisiatif untuk bertindak dan berkomitmen.
Kemauan dan kemampuan ini merupakan potensi yang dimiliki baik sebagai seorang
individu maupun tergabung dalam sebuah kelompok.
Identifikasi partisipasi perempuan pada
hortikultura unggulan di Kabupaten Agam dengan melibatkan responden
sebanyak 30 petani perempuan pada masing-masing komoditas unggulan sehingga
total jumlah responden adalah 210 orang. Sebagian besar responden berprofesi
utama sebagai petani dan ibu rumah tangga (IRT). Hanya sebagian kecil yaitu 3%
dari keseluruhan responden memiliki profesi lain sebagai guru. Responden
penelitian dibagi ke dalam empat kategori umur yaitu 17-25 tahun, 26-35 tahun,
36-45 tahun, dan 46-55 tahun (Depkes RI, 2009) dengan persentasenya antara lain
37% untuk kategori umur 36-45 tahun, 33% untuk kategori umur 46-55 tahun, 23%
untuk kategori umur 26-35 tahun, dan 7% untuk kategori umur 17-25 tahun.
Berdasarkan tingkat pendidikannya, mayoritas responden adalah tamat
SMA/sederajat sebesar 36%, diikuti oleh tamat SD/sederajat sebesar 27%, tamat
SMP/sederajat sebesar 20%, dan tamat D4/S1 sebesar 17%. Berdasarkan pendapatan
per bulan yang dihasilkan, sebagian besar responden berpenghasilan
Rp1.000.000,00-Rp2.000.000,00 sebesar 73% dan sisanya adalah berpenghasilan
<Rp1.000.000,00 sebesar 17%, dan Rp2.000.000,00-Rp3.000.000,00 sebesar 10%.
Terdapat 73 pernyataan yang dibagi ke dalam tiga dimensi kategori yaitu
(1) Dimensi pembagian peran dalam pengambilan keputusan yang terdiri dari 16
pernyataan; (2) Dimensi pembagian peran dalam tugas keluarga yang terdiri dari
17 pernyataan; dan (3) Dimensi pembagian peran dalam usaha tani yang terdiri
dari 40 pernyataan. Pernyataan-pernyataan tersebut dijawab dengan menggunakan
Skala Likert. Pengujian statistik yang dilakukan terhadap ketiga dimensi
kategori dalam kuesioner adalah pengujian validitas isi dengan menggunakan
teknik korelasi Product Moment Pearson dan pengujian reliabilitas dengan teknik
Cronbatch’s Alpha. Hasil pengujian statistik pada ketiga dimensi kategori
dijelaskan sebagai berikut:
1.
Dimensi pembagian
peran dalam pengambilan keputusan
Pernyataan yang disajikan pada dimensi ini berisikan pembagian peran
dalam pengambilan keputusan di rumah tangga dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Hasil uji validitas berkisar pada rentang 0,156 – 0,752 dengan
nilai r tabel adalah 0,135 (n=210) sehingga nilai r hitung > r tabel maka
kuesioner dapat dinyatakan sahih. Sedangkan untuk hasil uji reliabilitas adalah
sebesar 0,776 yang dapat diartikan data kuesioner memiliki nilai reliabilitas
yang tinggi.
2.
Dimensi pembagian
peran dalam tugas keluarga
Pernyataan yang disajikan pada dimensi ini berisikan pembagian peran
dalam tugas keluarga dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hasil uji
validitas berkisar pada rentang 0,163 – 0,684 dengan nilai r tabel adalah 0,135
(n=210) sehingga nilai r hitung > r tabel maka kuesioner dapat dinyatakan
sahih. Sedangkan untuk hasil uji reliabilitas adalah sebesar 0,733 yang dapat
diartikan data kuesioner memiliki nilai reliabilitas yang tinggi.
3.
Dimensi
pembagian peran dalam usaha tani
Pernyataan yang disajikan pada dimensi ini berisikan pembagian peran
dalam mengakses, mengontrol, dan mendapatkan manfaat dalam usaha tani yang
dilakukan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hasil uji validitas berkisar
pada rentang 0,264 – 0,85 dengan nilai r tabel adalah 0,135 (n=210) sehingga
nilai r hitung > r tabel maka kuesioner dapat dinyatakan sahih. Sedangkan
untuk hasil uji reliabilitas adalah sebesar 0,952 yang dapat diartikan data
kuesioner memiliki nilai reliabilitas yang sangat tinggi.
Analisis data dilanjutkan dengan menjumlahkan skor dari kuesioner untuk
dijadikan indeks dengan rentang nilai 1-100 yang diartikan sebagai (1)
pembagian peran gender kategori rendah dengan indeks <50,00; (2) pembagian
peran gender kategori sedang dengan indeks 50,00-75,00; dan (3) pembagian peran
gender kategori tinggi dengan indeks >75,00. Pembagian peran gender dengan
skor yang semakin tinggi menunjukkan pembagian peran gender perempuan/istri dan
laki-laki/suami yang semakin seimbang (Puspitawati et al., 2021).
Indeks pada dimensi pembagian peran dalam pengambilan keputusan adalah
66,5 dengan kategori sedang. Pernyataan yang disajikan pada dimensi ini
berisikan pembagian peran dalam pengambilan keputusan di rumah tangga dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hasil penelitian Novrita et al. (2012) menunjukkan pembagian peran pengambilan
keputusan berada pada kategori sedang dengan adanya kerja sama antara suami dan
istri. Pengambilan keputusan adalah suatu proses yang mendasari fungsi manejemn
sumberdaya keluarga (Deacon & Firebaugh, 1988) dengan umumnya istri
mengambil keputusan pada aspek keuangan, pangan, dan kebutuhan keluarga.
Sedangkan aspek pendidikan dan kesehatan diputuskan bersama-sama oleh suami dan
istri (Puspitawati & Fahmi, 2008). Pengambilan keputusan dalam kegiatan
domestik yang didominasi oleh perempuan/istri tersaji pada Gambar 3, sedangkan
untuk pengambilan keputusan yang ditentukan secara seimbang oleh suami dan
istri tersaji pada Gambar 4. Hal ini didukung oleh Responden A (54 tahun) yang
menyatakan “Ancak awak padusi ko yang macik rumah lai, kadang laki-laki ko ndak
mangarati apo yang paralu, bekoh asal bali se (Lebih baik perempuan yang
mengelola rumah/kegiatan domestik, kadang-kadang laki-laki tidak mengerti
dengan apa yang dibutuhkan dan tidak membeli sesuai dengan kebutuhan)”.
Gambar
3. Pengambilan keputusan dominasi istri
Gambar
4. Pengambilan keputusan bersama-sama
Indeks pada dimensi pembagian peran dalam tugas keluarga adalah 60,8
dengan kategori sedang. Pernyataan yang disajikan pada dimensi ini berisikan
pembagian peran dalam tugas keluarga dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Menurut penelitian Novrita et al. (2012) pola pembagian kerja untuk kegiatan
domestik didominasi oleh peran istri, sedangkan untuk kegiatan sosial/rapat
desa didominasi oleh laki-laki/suami seperti yang tersaji pada Gambar 5,
sedangkan kegiatan rumah tangga yang didominasi istri tersaji pada Gambar 6.
Responden B (46 tahun) menyatakan “Biasonyo apak-apak pai rapek dek rapek tu
kan acok malam, ibuk-ibuk kalau lah malam nyo sibuk malalokan anak (Biasanya
laki-laki yang ikut menghadiri kegiatan rapat desa karena rapat desa sering
diadakan pada malam hari, sedangkan malam hari adalah waktu bagi perempuan
untuk menidurkan anak)”.
Gambar
5. Kegiatan rumah tangga dominasi suami
Gambar
6. Kegiatan rumah tangga dominasi istri
Indeks pada dimensi pembagian peran dalam usahatani adalah sebesar 65,5
dengan kategori sedang. Pernyataan yang disajikan pada dimensi ini berisikan
pembagian peran dalam mengakses, mengontrol, dan mendapatkan manfaat dalam
usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Pekerjaan berat dalam usahatani
yang didominasi oleh laki-laki tersaji pada Gambar 7, sedangkan kegiatan
usahatani yang dilakukan bersama-sama oleh suami dan istri tersaji dalam Gambar
8. Priyadi (2005) menyatakan kegiatan pembersihan lahan, pemupukan, dan
penanaman umum dilakukan oleh laki-laki karena hal ini didasarkan pada
pemahaman bahwa fisik laki-laki lebih kuat sehingga sangat dibutuhkan untuk
kegiatan mencangkul atau mengoperasikan traktor (Rahma et al., 2015). Responden
C (32 tahun) berpendapat “Untuak manyiapan lahan jo manyemprot laki-laki yang mangarajoan,
manyemprot tu alaiknyo barek, bekoh hasil panennyo basamo-samo laki bini manjua
kap asa (Biasanya untuk menyiapkan lahan dan kegiatan penyemprotan dilakukan
laki-laki, terlebih alat semprotan cukup berat, hasil panen kemudian dijual
oleh suami dan istri bersama-sama ke pasar)”.
Gambar
7. Kegiatan usahatani dominasi suami
Gambar
8. Kegiatan usahatani dilakukan bersama-sama suami dan istri
Secara keseluruhan, ketiga dimensi ini memiliki rentang nilai indeks
60,8–66,5 yang artinya pembagian peran gender berada pada kategori sedang yang
menandakan adanya pembagian peran keluarga yang cukup seimbang. Pembagian kerja
antara sesama anggota keluarga laki-laki dan perempuan dalam keluarga inti
menunjukkan adanya pembagian peran gender yang merupakan suatu prasyarat
struktural untuk kelangsungan keluarga inti (Megawangi 1999). Tingkat
partisipasi anggota keluarga dalam rumah tangga dipengaruhi oleh perbedaan
kelamin yang mana perempuan akan lebih mengalokasikan waktu untuk pekerjaan
rumah tangga sedangkan laki-laki berperan lebih dalam pekerjaan mencari nafkah
(Becker 1965). Partisipasi perempuan pada usahatani dipengaruhi oleh budaya dan
adat istiadat yang mana sebagai perempuan Minangkabau menganut sistem
matrilineal yaitu kekerabatan yang menarik garis keturunan menurut garis ibu.
Menurut sistem matrilineal perempuan memegang peran penting dalam akses dan
kontrol tanah dan harta pusaka serta berhak ikut serta dalam pengambilan
keputusan (Anjela et al., 2021). Secara umum pembagian peran pada tugas keluarga
dan usahatani didasari oleh kesempatan berganti tanggung jawab sesuai dengan
kemampuan yang diperoleh perempuan dan laki-laki (Deacon & Firebaugh,
1988).
C. Strategi
untuk meningkatkan partisipasi perempuan pada usahatani hortikultura unggulan
Partisipasi perempuan dalam kegiatan pertanian meliputi komponen
perencanaan, pelaksanaan, sarana produksi, tenaga kerja, biaya, evaluasi dan
manfaat (Hayati, 2015; Mulyaningsih et al., 2018). Partisipasi perempuan dan
representasinya erat kaitannya dengan pengambilan keputusan dalam pertanian
(EIGE, 2016). Kemampuan petani perempuan adalah suatu perpaduan pengetahuan,
sikap, dan keterampilan yang terakumulasi dalam diri perempuan yang mampu
berpartisipasi secara optimal dalam mencapai ketahanan pangan rumah tangga
(Hayati, 2015). Peningkatan partisipasi perempuan dalam pembangunan pertanian
berkaitan erat dengan peningkatan produksi dan kesejahteraan tenaga kerja
perempuan (Listiani, 2012). Peningkatan partisipasi perempuan dapat melalui
pelatihan, pemberdayaan, akses terhadap informasi, penguasaan teknologi yang
efisien, efektif, dan mudah dipraktikkan (Pogoy et al., 2016; Gomes et al.,
2022). Peningkatan partisipasi perempuan juga dapat melalui adanya standarisasi
upah antara perempuan dan laki-laki, sosialisasi konsep kesadaran gender kepada
masyarakat dan pemuka agama, membentuk dan memberdayakan kelompok wanita tani,
serta memperkuat jejaring antar kelompok wanita tani (Yuliati & Iskaskar,
2016).
Langkah awal yang dilakukan untuk merumuskan strategi dalam meningkatkan
partisipasi perempuan pada komoditas hortikultura unggulan berbasis agropolitan
adalah dengan mengidentifikasi faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman
melalui metode SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat). Metode SWOT adalah
suatu analisis yang dilakukan untuk menggali informasi melalui analisis kondisi
internal dan eksternal (Ferrel & Harline, 2005) dan membantu perencana
dalam membandingkan kekuatan dan kelemahan dengan peluang dan ancaman untuk
menentukan strategi di masa depan (Boone et al., 2008). Faktor kekuatan dan
kelemahan yang berasal dari kondisi internal didapatkan dengan mengamati
produk, sumber daya manusia, sistem informasi manajemen, operasional, dan
keuangan. Sedangkan pada faktor peluang dan ancaman yang berasal dari kondisi
eksternal didapatkan dengan mengamati lingkungan pasar, kebijakan pemerintah,
politik, sosial budaya, dan lain sebagainya (Irham, 2013). Kondisi internal
tersebut bersifat controllable atau dapat dikendalikan, sedangkan kondisi
eksternal berada di luar kendali yang mampu memengaruhi pilihan dalam
memutuskan arah, tindakan, struktur organisasi, dan proses internal (Pearce
& Robinson, 2014). Strategi dalam meningkatkan partisipasi perempuan pada
komoditas hortikultura unggulan berbasis agropolitan dirumuskan dengan
memaksimalkan faktor kekuatan dan peluang, meminimalkan kelemahan, dan
mengatasi ancaman. Rancangan tersebut menghasilkan 16 strategi pilihan yang
dijabarkan melalui matriks SWOT sebagai berikut:
Gambar
9. Matriks SWOT
Gambar
10. Hasil analisis QSPM
Berdasarkan hasil analisis data dengan metode QSPM pada Gambar 10,
strategi dengan jumlah total nilai TAS terbesar yang patut direkomendasikan
sebagai strategi terbaik dalam meningkatkan partisipasi perempuan pada
komoditas hortikultura unggulan berbasis agropolitan adalah:
1.
Mendukung
program kerja pemerintah dalam memberdayakan petani perempuan dan mendukung
upaya penyejahteraan keluarga (SO1)
2.
Koordinasi dan
kerja sama antar petani perempuan dengan penyuluh untuk mengadakan pelatihan
mengenai olahan hasil pertanian seperti olahan keripik sayur, keripik buah,
olahan jus sayur, dan jus buah untuk meningkatkan penghasilan (SO2)
3.
Memberikan
awards/penghargaan kepada petani perempuan yang terpilih sebagai “petani model”
sehingga dapat memotivasi partisipasi petani perempuan lainnya (SO5)
4.
Mengadakan
pelatihan budidaya komoditas pertanian sehingga menghasilkan kualitas hasil
pertanian yang lebih baik diikuti dengan peningkatan harga jual (SO6)
5.
Pendampingan
penyuluh terhadap pengembangan kelembagaan kelompok tani dan kelompok wanita
tani (ST1)
Kelima strategi ini merangkup harapan petani perempuan ke depannya yang
tentunya membutuhkan dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak terkait.
Kelima strategi ini secara garis besar sejalan dengan rencana kerja pertanian
pemerintah Kabupaten Agam yang dituangkan dalam Peraturan Bupati Agam Nomor 36
Tahun 2022 Tentang Rencana Kerja Pemerintahan Daerah Tahun 2023. Arah kebijakan
pertanian secara umum dilakukan melalui penguatan kelembagaan pertanian dengan
optimalisasi BPP (Balai Penyuluhan Pertanian) dan kelompok tani, pengembangan
teknologi pertanian tepat guna dan mekanisasi pertanian, peningkatan daya saing
industri pengolahan dan nilai tambah produk melalui fasilitasi industri pengolahan
komoditas unggulan, peningkatan kesejahteraan petani hortikultura melalui
peningkatan pendapatan sebesar 5%, serta promosi dan pemasaran berkelanjutan
berbasis digital dan hilirisasi produk pertanian.
Kesimpulan
Hortikultura
unggulan di Kabupaten Agam adalah bawang merah, cabai besar, kubis, tomat,
terung, kentang, dan buncis. Tingkat partisipasi perempuan pada usahatani
hortikultura unggulan berada pada kategori sedang dengan adanya pembagian peran
keluarga yang cukup seimbang. Terdapat lima strategi yang direkomendasikan
untuk meningkatkan partisipasi perempuan pada usahatani ini.
Arjani, N.
L. (2003). Ketimpangan gender di beberapa bidang pembangunan di Bali. Jurnal
Studi Jender, 3(2), 1–10.
Arsanti, T. A. (2013). Perempuan dan pembangunan sektor
pertanian. Jurnal Maksipreneur: Manajemen, Koperasi, Dan Entrepreneurship,
3(1), 63–74.
Doss, C. R. (2001). Designing agricultural technology for
African women farmers: Lessons from 25 years of experience. World
Development, 29(12), 2075–2092.
Kasmadiharja, H. (2016). Arahan Pengembangan Kawasan
Agropolitan Berbasis Komoditas Sayuran Unggulan Di Kabupaten Agam. IPB
(Bogor Agricultural University).
Manfre, C., Rubin, D., Allen, A., Summerfield, G., Colverson,
K., & Akeredolu, M. (2013). Reducing the gender gap in agricultural
extension and advisory services: How to find the best fit for men and women
farmers. Meas Brief, 2, 1–10.
Oktavia, S. (2013). The Relationship between Role of the
Stakeholders and Community participation in Agropolitan Program in Karacak
Village, Leuwiliang Subdistrict, Bogor District. Sodality: Jurnal Sosiologi
Pedesaan, 1(3), ), 231-246.
Parr, J. B. (1999). Growth-pole strategies in regional
economic planning: a retrospective view: Part 2. Implementation and outcome. Urban
Studies, 36(8), 1247–1268. https://doi.org/10.1080/0042098992971.
Quisumbing, A. R. (1996). Male-female differences in
agricultural productivity: Methodological issues and empirical evidence. World
Development, 24(10), 1579–1595.
https://doi.org/10.1016/0305-750X(96)00059-9.
Quisumbing, A. R., Meinzen-Dick, R., Raney, T. L.,
Croppenstedt, A., Behrman, J. A., & Peterman, A. (2014). Closing the
knowledge gap on gender in agriculture. Gender in Agriculture: Closing the
Knowledge Gap, 3–27.
Rustiadi, E., & Hadi, S. (2006). Kawasan Agropolitan
(Konsep Pembangunan Desa-Kota Berimbang). Crestpent Press.
Sell, M., & Minot, N. (2018). What factors explain
women’s empowerment? decision-making among small-scale farmers in Uganda. Women’s
Studies International Forum, 71, 46–55.
https://doi.org/10.1016/j.wsif.2018.09.005.
Shah, A., Lahiri-Dutt, K., & Pattnaik, I. (2022). Women’s
Role in Agriculture and Food Security: Learnings from Gujarat and West Bengal. Ecology,
Economy and Society–the INSEE Journal, 5(1), 89–107.
https://doi.org/10.37773/ees.v5i1.630.
Sraboni, E., Malapit, H. J., Quisumbing, A. R., & Ahmed,
A. U. (2014). Women’s empowerment in agriculture: What role for food security
in Bangladesh? World Development, 61, 11–52.
https://doi.org/10.1016/j.worlddev.2014.03.025.
Suciati, L. P., Wibowo, R., Wibowo, Y., & Novita, E.
(2019). Review Perencanaan Kawasan Pertanian Agropolitan Rupanandur
Kabupaten Pamekasan. Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah
(P4W) Lembaga
Suradisastra, K. (1998). Perspektif keterlibatan wanita di
sektor pertanian. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Yulianti, M. (2011). Penentuan Prioritas Komoditas Unggulan
Buah-Buahan di Kabupaten Minahasa Utara Provinsi Sulawesi Utara: Aplikasi
Analisis LQ dan Daya Tarik-Daya Saing. Jurnal Agribisnis Perdesaan, 1(3),
206–221.
Copyright holder: Mega
Haditia, Dyah R. Panuju, Rilus A. Kinseng (2024) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal
Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |