Syntax Literate : Jurnal Ilmiah
Indonesia � ISSN : 2541-0849
e-ISSN : 2548-1398
Vol. 2,
No 5 Mei 2017
PENINGKATAN
HASIL BELAJAR FISIK MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GQGA (GIVING QUESTION AND GETTING ANSWER) MATERI
FLUIDA STATIS DI KELAS XI MIPA 1 SMA NEGERI 3 CIREBON TAHUN PELAJARAN 2015/2016
Lela Komalawati
SMA
Negeri 3 Cirebon
Abstrak
Fisika
adalah mata pelajaran dengan rumus dan pembahasan yang relatif luas dan banyak.
Karena alasan tersebut beberapa peserta didik cenderung malas dan enggan untuk
belajar fisika. Namun demikian, sebagai pelajaran dianggap vital, fisika
seyogyanya harus dipelajari dengan pengajaran yang baik dan benar guna
mengatasi permasalahan yang melibatkan ketercapaian KKM dan hasil pembelajaran
yang diperoleh siswa. Kelas XI MIPA 1 SMAN 3 Cirebon adalah contoh kelas dengan
ketercapaian serta hasil belajar yang masih kecil. Menurut pengamatan peneliti,
hasil belajar kelas tersebut hanya ada di angka 58,75 sedangkan siswa yang
mempunyai nilai >79 berjumlah 9 orang. Setelah dilakukan penelitian dan
penerapan tipe pembelajaran GQGA� (giving
question and getting answer) melalui 3 siklus hasil belajar siswa meningkat dan
mencapai angka 86,1 sedang siswa yang mempunyai nilai >79 mencapai 27 orang.
Merujuk pada hasil tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa dengan menerapkan
pengajaran kooperatif tipe GQGA (giving question and getting answer) rerata
hasil belajar dan ketercapaian nilai siswa yang bernaung pada kelas yang
peneliti teliti mencapai peningkatan.
Kata Kunci: Giving Question and Getting Answer, hasil
Belajar
Pendahuluan
Sekolah adalah
pusat pembelajaran normatif yang digunakan siswa
untuk menuntut ilmu. Di Indonesia sendiri sekolah adalah pusat edukasi yang
mengajarkan aneka ragam pembelajaran, mulai dari normatif, produktif, hingga
pembelajaran yang bersifat kerohanian. Di sekolah siswa akan diajarkan ragam pembelajaran
seperti yang disebutkan. Di sisi lain siswa juga akan diajari tentang bagaimana
berbudi pekerja yang baik, bertingkah yang sopan, dan bertata krama yang
santun. Kendati tidak semua instansi pendidikan menerapkan hal demikian, namun
pada prakteknya, setiap sekolah mengajarkan hal-hal yang tadi disebutkan walau
tidak secara langsung.
Indonesia sendiri adalah negara yang belakangan memperhatikan aspek
pendidikan dengan baik. Hal tersebut diperjelas dengan diberlakukannya PP
mengenai wajib belajar. Dalam peraturannya pemerintah berniat menyelenggarakan
program wajib belajar yang diikuti oleh�
seluruh masyarakat RI dan pemerintah pusat serta daerah sebagai
penanggung jawabnya (PP Nomor 47, 2008). Program yang dimaksud akan berlangsung
selama 9 tahun, meliputi pembelajaran SD/MI hingga SMP/MTs. Dalam program
tersebut peserta didik akan dididik sebagaimana pembelajaran sekolah pada
umumnya. Adapun pembelajaran disini ialah pembelajaran jasmani hingga sains.
Sains sendiri memiliki arti ilmu pengetahuan, namun pada prakteknya, kata
sains lebih sering digunakan untuk ilmu pengetahuan yang memiliki pertalian
dengan alam. Artinya sains disini disebut juga dengan ilmu alam. Ilmu alam
sendiri ialah sebutan atau istilah yang kerap diberlakukan pada jenis ilmu yang
memiliki objek berupa benda-benda yang berada di alam dengan hukum yang pasti
serta umum, yang pada penerapannya, hukum tersebut berlaku di tempat dan waktu
yang tidak terbatas (Vardiansyah, 2008: 11). Dalam ilmu atau sains, ada ilmu
turunan seperti biologi, kimia, dan fisika. Fisika sendiri adalah sains dasar
yang banyak dipergunakan oleh ilmuan (Young & Freedman, 2014: 14). Young
dan Freedman juga melanjutkan bahwa fisika ialah jenis ilmu alam yang
dimanfaatkan oleh ilmuan kimia untuk berbagai kepentingan. Di luar daripada itu
fisika juga digunakan sebagai bagian dasar dalam pengembangan energi. Dengan
gambaran di atas, peneliti menyimpulkan bahwa fisika ialah jenis ilmu alam yang
mempunyai fungsi vital, khususnya dalam pengembangan IPTEK belakangan ini.
� Fisika sendiri memiliki tempat
khusus pada pembelajaran sekolah. Hal ini tergambar dari dipelajarinya fisika
pada tiap institusi pendidikan Indonesia. Selain fungsi dan perannya yang baik,
pembelajaran fisika juga digunakan untuk menambah kreativitas serta kemampuan
berpikir peserta didik.
Namun, kendati tujuan dan manfaat fisika terbilang baik untuk peserta
didik, penerapan pembelajaran fisika di institusi pendidikan tidak selamanya
selaras dengan harapan dan keinginan pendidik. Sebab pada prosesnya pembelajaran
fisika dinilai sulit oleh� siswa karena
mengharuskan mereka untuk menghafal rumus. Seperti diketahui, fisika
sendiri� adalah pelajaran kedua setelah
matematika� dengan penggunaan rumus
terbanyak. Oleh karena alasan tersebut, sebagian besar siswa sekolah yang
terkesan enggan, bahkan malas mempelajari fisika karena alasan rumus.
Di samping alasan rumus penggunaan jenis pengajaran yang monoton juga
menjadi sebab kenapa fisika kurang digemari peserta didik. Menurut pengamatan
penulis �yang dimana pengamatan tersebut dilakukan pada kelas XI MIPA 1�
sebagian besar siswa cenderung enggan dan malas mempelajari fisika, khususnya
pada materi fluida statis. Lebih lanjut, menurut pengamatan peneliti, siswa
yang diteliti disini tidak hanya memiliki minat belajar yang rendah, namun
ketuntasan dan hasil belajar siswa pun cenderung jauh dari kriteria ketunasan
yang telah disepakati oleh pihak sekolah. Oleh karenanya, guna mengatasi hal
tersebut, peneliti dengan ini mencoba mencari akar permasalahan dan antisipasi
yang tepat untuk permasalahan tersebut.
Menurut hemat peneliti, jenis pengajaran yang digunakan belakangan ini
adalah pembelajaran yang cenderung kaku serta monoton, sehingga menyebabkan
siswa malas mengikuti proses pembelajaran. Jenis pengajaran kooperatif atau cooperative learning ialah model
pembelajaran terbaru yang menekankan nilai keaktifan siswa. Menurut Rusman
(2012: 201) teori yang dijadikan landasan pengajaran kooperatif ialah teori
konstruktisme. Teori kontruktivisme sendiri adalah teori yang mengedepankan
pendekatan dimana siswa harus secara individual menemukan dan merubah bahan
pembelajaran dan/atau informasi yang relatif kompleks, memeriksanya secara
cermat dan sesuai aturan, serta melakukan revisi jika diperlukan. Tidak
bersebrangan dengan Rusman, Slavin (2005: 41) juga menegaskan bahwa tipe
pengajajran kooperatif ialah model pembelajaran kelompok dan/atau individu,
yang dimana pada prosesnya tiap siswa memiliki kuasa dan peranan lebih dalam
mengembangkan prestasi.�
Pembelajaran kooperatif sendiri bukan pembelajaran yang memiliki
kecenderungan pada satu ragam bentuk pembelajaran. Pada perkembangannya,
pengajaran kooperatif terus berkembang dan melahirkan model pembelajaran baru
yang lebih fun dan memenuhi
ekspektasi, baik itu ekspektasi pengajar ataupun peserta didik. Adapun contoh
dari salah satu jenis pengajaran kooperatif adalah giving question and getting answer. Secara sederhana pembelajaran
GQGA (giving question and getting answer)
adalah tipe pengajaran yang berorientasi pada pengembangan peran siswa
sebagai subjek pembelajaran. Hal di atas sendiri berpandangan bahwa siswa
disini dituntut untuk melakukan rekonstruksi secara mandiri, sedang peran guru
disini hanya berposisi sebagai fasilitator. Lebih jauh, model pembelajaran GQGA
memiliki orientasi untuk melatih siswa guna memiliki keterampilan bertanya dan
menjawab apa yang tanyakan padanya (Suprijono, 2013: 107).�
Pada penerapannya tipe pembelajaran GQGA merupakan tipe pembelajaran yang ditujukan untuk mendongkrak nilai
siswa. Bukan tanpa alasan. Jika disandingkan dengan model pembelajaran kuno
seperti pembelajaran dengan orientasi penyampaian ceramah atau sejenisnya,
model pembelajaran GQGA cenderung memungkinkan peserta didik untuk lebih giat
dalam mengikuti tiap proses pembelajaran. Hasil daripada itu, peserta didik pun
memiliki aktivitas belajar yang lebih baik, sehingga berujung pada meningginya
hasil belajar dikemudian hari.
Kelas XI MIPA 1 merupakan kelas dengan rerata nilai yang relatif rendah
pada� pelajaran fisika. Menurut temuan
peneliti, rerata hasil belajar siswa�
yang bernaung pada kelas XI MIPA 1 hanya mampu di angka 58,75 (temuan
pra siklus). Sangat kontras dengan KKM SMA Negeri 3 Cirebon yang mencapai angka
79. Di samping hasil belajar peneliti juga menemukan pencapaian KKM siswa yang
rendah dan jauh dari harapan pengajar. Adapun pencapaian KKM siswa kelas XI
MIPA 1 pada pelaksanaan pra siklus adalah 28%, atau sekitar 9 dari keseluruhan
siswa yang ada.
Melalui penelitian dengan judul peningkatan peningkatan hasil belajar
fisika melalui pembelajaran kooperatif tipe GQGA (giving question and getting answer) materi fluida statis di kelas
XI MIPA 1 SMA Negeri 3 Cirebon tahun pelajaran 2015/2016, peneliti berharap
dapat mewujudkan proses belajar� yang
baik serta berorientasi pada kenyamanan dan peningkatan prestasi siswa pada
pembelajaran fisika.
Metodologi Penelitian
����������� Penelitian ini menggunakan seluruh
siswa/I kelas XI MIPA 1 SMAN 3 Cirebon tahun pelajaran 2015/2016 sebagai subjek
penelitian. Adapun untuk objek penelitian, peneliti menempatkan hasil belajar
dan pencapaian KKM pada tiap siklus sebagai objek yang akan diteliti.
Penelitian sendiri dilakukan pada Maret 2016 hingga April 2016. Tempat
dilangsungkannya penelitian ini ialah kelas XI MIPA 1 SMAN 3 Cirebon. Adapun alasan
kenapa peneliti menggunakan kelas tersebut adalah karena kelas tersebut
mempunyai pencapaian KKM dan hasil belajar yang masih di luar standar yang
telah ditetapkan. Oleh karena hal ersebut peneliti kemudian menempatkan kelas
XI MIPA 1 sebagai tempat penelitian.
����������� Penelitian ini sendiri memiliki
orientasi padan jenis penelitian tindakan kelas (PTK) dengan pendekatan
deskriptif-analisis. Deskriptif-analisis sendiri adalah pendekatan atau metode
penelitian yang memiliki tujuan untuk�
mendeskripsikan suatu permasalahan melalui data atau sampel yang telah
dikumpulan dengan deskripsi yang bersifat general
(Soegiyono, 2009). Dalam penelitian ini, data yang dihimpun disini adalah data
yang didapat dari tes tulis dan observasi kelas. Analisis dengan orientasi mean dan prosentase adalah analisis yang
digunakan dalam penelitian ini.
Dalam penerapannya mean atau
rata-rata menggunakan rumus sebagai berikut:
� N
Keterangan:
X�������� = rata-rata nilai akhir belajar
N�������� = jumlah siswa kelas XI MIPA 1
∑� X���� = jumlah skor
seluruh siswa
Adapun untuk mengetahui kriteria atas rata-rata (mean) yang diperoleh dapat menggunakan kriteria penelitian sebagai
berikut:
Tabel 1
Kriteria Penilaian Hasil Belajar
Nilai |
Kriteria |
Keterangan |
80≤X≤100 |
A |
Baik Sekali |
70≤X≤80 |
B |
Baik |
60≤X≤70 |
C |
Cukup |
50≤X≤60 |
D |
Kurang |
0≤X≤50 |
E |
Kurang Sekali |
����������������������������������� �� Sumber: Arikunto (2009: 245)
����������� Untuk mengetahui prosentase
peningkatan hasil belajar, peneliti menggunakan rumus sebagai berikut:
����������������������� �b
Keterangan:
a��������� = selisih skor rerata belajar peserta didik pada dua siklus
b��������� = skor rata-rata siswa pada siklus
sebelumnya
Hasil dan Pembahasan
����������� Berikut adalah hasil penelitian yang
didapat melalui pengambilan data pada pra siklus, siklus I, dan siklus II:
Tabel 2
Pencapaian Kriteria Ketuntasan Miminum
Tes |
Jumlah Siswa Tuntas |
Prosentase Pencapaian KKM |
Pree Tes |
9 Orang |
28% |
Post Tes Siklus I |
20 Orang |
63% |
Post Tes Siklus
II |
27 Orang |
84% |
Tabel di atas menerangkan bahwa sebelum pembelajaran GQGA diterapkan kebanyakan siswa cenderung
belum mencapai KKM. Hal tersebut terlihat dari banyaknya siswa yang ada, hanya
9 siswa saja yang berhasil memperoleh skor melibihi KKM. Namun, setelah mulai
diterapkannya pembelajaran GQGA, total
siswa yang lulus KKM mengalami peningkatan. Jika pada pra siklus siswa yang
lulus KKM hanya 9 orang, pada siklus I, siswa dengan nilai di atas dan/atau
sama dengan KKM mencapai 20 orang, atau meningkat 2 kali lipat dari total
sebelumnya.
Peningkatan jumlah siswa yang lulus KKM tidak serta merta muncul begitu
saja, karena pada kenyatannya pembelajaran GQGA memiliki andil dalam
meningkatkan aktivitas belajar siswa, sehingga berbuah pada peningkatan
ketercapaian KKM siswa. Hal ini diperkuat dengan bertambahnya jumlah siswa� yang lulus KKM pasca diintensifkannya
pembelajaran GQGA di siklus II. Menurut data yang penulis himpun, penerapan
pembelajaran GQGA semakin dimaksimalkan pada siklus II dan berbuah peningkatan
jumlah siswa yang lulus KKM. Jika pada siklus I jumlah siswa yang telah tuntas
sekitar 20 orang atau 63%, maka pada siklus II siswa tuntas berjumlah 27 orang,
atau 84%. Kenaikan sendiri merupakan kenaikan yang baik, meningkat di tiap
siklus terdapat 9 � 10 orang yang lulus kriteria ketuntasan minimum.
Grafik berikut menunjukan peningkatan jumlah siswa tuntas pada pra siklus,
siklus I, dan siklus II:
Grafik 1
Pencapaian Kriteria Ketuntasan Minimum
Grafik di atas menerangkan� adanya
peningkatan pada tiap siklus. Pada pree
tes atau pra siklus total siswa yang telah tuntas hanya sekitar 9 orang, atau
28% dari jumlah total. Kendati kecil angka tersebut terus meningkat hingga dua
kali lipat pada siklus I. Pada pengambilan data siklus I diketahui siswa yang
lulus KKM 20 orang. Peningkatan sendiri tidak hanya timbul pada siklus I.
Sebab, pada prosesnya, siklus II merupakan siklus akhir dengan kenaikan yang
relatif signifikan. Jika pada pra siklus ke siklus I terjadi peningkatan
sejumlah 11 orang, pada siklus I ke siklus II, peningkatan siswa tuntas
berjumlah 7 orang. Peningkatan pada fase siklus I ke siklus II memang terbilang
kecil. Terlebih jika ada perbandingan antara peningkatan fase tersebut dengan
fase sebelumnya. Tapi, jika ditelaah lebih jauh, peningkatan yang ada pada siklus
I ke siklus II� menggenapkan jumlah siswa
tuntas menjadi 84%, dimana pada siklus I total�
siswa yang telah tuntas hanya berada di prosentase 63% saja.
Peningkatan sendiri tidak hanya terjadi pada sektor ketuntasan belajar
siswa, melainkan juga pada nilai rerata hasil belajar siswa. Adapun peningkatan
tersebut tersaji pada tabel berikut ini:
Tabel 3
Nilai Rata-Rata Hasil Belajar Siswa Tiap Siklus
Waktu Pengambilan Data |
Nilai Rata-Rata |
Prosentase Kenaikan |
Pree Tes |
58,75 |
23% 5% |
Siklus I |
|
|
Siklus II |
86,1 |
Tabel di atas menunjukan adanya peningkatan pada setiap siklusnya. Lebih
lanjut, peningkatan sendiri terjadi pada awal diberlakukannya model
pembelajaran GQGA, yakni siklus I. Pada siklus tersebut terjadi peningkatan
sebanyak 23%, dimana pada pra siklus nilai rata-rata siswa hanya di angka 58,75
dan meningkat menjadi 82,5 di siklus I. Peningkatan ini sendiri merupakan
peningkatan tertinggi dari ketiga siklus. Sebab pada siklus lanjutan �yakni
siklus II� nilai rerata pada kelas XI MIPA 1 meningkat 5% atau hanya sampai
pada angka 86,1.
Dari uraian di atas, penulis dapat memberi anggapan bahwa pemberlakuan
model pembelajaran GQGA memberikan
dampak positif dengan meningkatkan ketercapaian KKM siswa dan membuat 84% siswa
mempunyai nilai di atas dan/atau sama dengan KKM.� Di luar daripada itu model pembelajaran GQGA
juga memberikan andil dalam meningkatkan rerata hasil belajar para siswa. Pada
pra siklus nilai rata-rata siswa hanya berkisar di angka 58,75, sedangkan pada
siklus lanjutan �yakni siklus I�nilai rata-rata siswa berada pada angka 82,5.
Peningkatan ini sendiri merupakan peningkatan yang besar, meningat jika
diprosentasekan, peningkatan tersebut mencapai prosentase hingga 23%. Hal ini
semakin menguatkan bahwa pemberlakukanmodel pembelajaran GQGA memberikan dampak
yang cukup positif pada peningkatan hasil belajar untuk pembelajaran fisika di
kelas XI MIPA 1.
Kesimpulan
Merujuk pada hasil dan
analisis yang telah peneliti peroleh dan terapkan, peneliti dapat menyimpulkan
bahwa penggunaan tipe pengajaran GQGA dapat meningkatkan hasil belajar siswa
kelas XI MIPA 1 pada pembelajaran fisika dengan rentang peningkatan antara 5% -
23% untuk materi pembelajaran fluida statis.
BIBLIOGRAFI
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar
Rusman. 2013. Metode � Metode Pembelajaran: Mengembangkan
Profesionalisme Guru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa
Slavin, Robert E. 2005.
Cooperatif Learning: Theory. Research,
and Practice (N. Nusron. Terjemahan). London: Allymand Bacon
Suprijono, Agus. 2013. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi
PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Vardiansyah, Dani.
2008. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu
Pengantar. Jakarta: Indeks. Hal. 11.
Young, H.D.; Freedman,
R.A. 2014. Sears and Zemansky's University Physics with Modern Physics
Technology Update (13th ed.). Pearson Education.