Syntax
Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN :
2548-1398
Vol. 5, No. 5 Mei 2020
ANALISIS HARD
SKILL SEBAGAI PONDASI BISNIS BAGI PELAKU USAHA MIKRO
Kamaludin
Akademi
Maritim Cirebon (AMC)
Email: [email protected]
Abstract
This study aims to obtain an overview of the understanding of micro
business actors on the importance of hard skills in maintaining the existence
of their businesses and obtaining in-depth studies related to the development
of the implementation of hard skills owned by micro businesses in order to
improve the quality of their business management. This study uses qualitative
research methods based on the objectives and issues studied with the focus of
research in research that is analyzing hard skills as a basic foundation in
maintaining the existence of its business and developing the implementation of hard
skill competencies in order to improve the quality of business management it
runs. Data collection techniques used in this study were observation techniques,
interview techniques, and documentation techniques. The results of this study
are in the form of a hypothesis that hard skills have an influence on the
system of micro business activities, hard skills are the basic foundation for
micro businesses in maintaining the existence of business activities, and the
hard skills of micro businesses can be improved through basic management
training.
Keyword: Hard Skill,
Business Foundation, Micro Business Actors
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
gambaran terhadap pemahaman pelaku usaha mikro akan pentingnya hard skill dalam
menjaga eksistensi usahanya serta memperoleh kajian mendalam berkaitan dengan
pengembangan implementasi hard skill yang dimiliki oleh pelaku usaha
mikro dalam rangka peningkatan kualitas manajemen usaha yang dimiliki. Penelitian ini menggunakan
metode penelitian kualitatif berdasarkan tujuan dan permasalahan yang diteliti
dengan fokus penelitian dalam penelitian yaitu menganalisa hard skill sebagai
pondasi dasar dalam menjaga eksistensi usahanya dan pengembangan implementasi
kompetensi hard skill dalam rangka peningkatan kualitas manajemen usaha
yang dijalankanya. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik observasi, teknik wawancara, dan teknik dokumentasi. Hasil
penelitian ini berupa hipotesis bahwa hard skill memiliki pengaruh
terhadap sistem kegiatan usaha mikro,� hard
skill merupakan pondasi dasar bagi pelaku usaha mikro dalam menjaga
eksistensi kegiatan usaha, serta hard skill pelaku usaha mikro dapat
ditingkatkan� melalui pelatihan dasar
manajemen.
Kata
kunci: Hard Skill, Pondasi Bisnis, Pelaku Usaha Mikro
Usaha Kecil Menengah atau yang biasa disebut UKM adalah
salah satu roda perekonomian rakyat yang harusnya berjalan dan dapat menumpu
perekonomian dalam pelaksanaannya (Siagian, dkk. 2019). Usaha
mikro memiliki peran strategis dalam kegiatan mikro ekonomi di Indonesia. Hal
ini menunjukan bahwa usaha mikro merupakan salah satu penopang kegiatan ekonomi
masyarakat yang penting di Indonesia. Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM
RI melaporkan bahwa secara jumlah unit, UMKM memiliki pangsa sekitar 99,99%
(62,9 juta unit) dari total keseluruhan pelaku usaha di Indonesia (2017),
sementara usaha besar hanya sebanyak 0,01% atau sekitar 5400 unit. Usaha Mikro
menyerap sekitar 107,2 juta tenaga kerja (89,2%), Usaha Kecil 5,7 juta (4,74%),
dan Usaha Menengah 3,73 juta (3,11%); sementara Usaha Besar menyerap sekitar
3,58 juta jiwa. Artinya secara gabungan UMKM menyerap sekitar 97% tenaga kerja
nasional, sementara Usaha Besar hanya menyerap sekitar 3% dari total tenaga
kerja nasional (Hidayah, dkk. 2018).
Selain itu pula, usaha mikro
memiliki peran stategis karena usaha mikro merupakan sebuah alternative usaha
ketika sempitnya peluang kerja yang tersedia di perusahaan serta menjadi
alternative ketika modal yang dimiliki dalam jumlah yang terbatas.
Namun demikian, ketika sebuah
kegiatan usaha dihadapkan pada sebuah alternative usaha maka harus dikelola
dengan sebaik mungkin agar kegiatan usaha dapat bertahan dalam persaingan usaha
yang ketat saat ini dan dapat berkembang secara berkelanjutan. Kaitanya
terhadap hal ini, fokus usaha yang dikerjakan harus memiliki konsep yang baik.
Hal ini dimaksudkan agar peluang usaha yang diciptakan bukan sesuatu kegiatan
usaha yang temporer atau dengan kata lain hanya ikut-ikutan kegiatan usaha yang
lagi trend serta tidak dikerjakan
dengan prinsip keuletan. Penting rasanya pelaku usaha mikro memiliki konsep
yang baik jika akan membangun sebuah kegiatan usaha mikro. Melalui konsep yang
baik ini, Pelaku usaha mikro dapat mengkaji produk apa yang akan dijual, pasar
mana yang akan dituju, berapa harga produk yang akan dijual, serta apakah
produk yang dijual akan laku di pasaran.
Modal yang terbatas yang dimiliki
pelaku usaha mikro harus dapat dikelola dengan baik. Hal ini dimaksudkan agar
usaha yang dijalankan dapat menghasilkan keuntungan, kegiatan usaha dapat terus
melakukan kegiatan operasionalnya dan tidak mengkikis modal yang ada.
Terbatasnya modal menjadikan pelaku usaha mikro harus bertindak secara efektif
Berkaitan dengan hal ini, pelaku usaha mikro harus mampu melakukan
tindakan-tindakan yang dapat memajukan kegiatan usahanya seperti menjual produk
yang benar-benar diminati masyarakat dengan kualitas produk yang baik serta
menjual produk dengan harga yang bersaing. Ketika produk yang dijual ini laku
dipasaran, maka modal yang terbatas yang dimiliki pelaku usaha mikro memiliki
tingkat perputaran modal (cash flow)
yang baik.
Hal ini menjadi penting karena perputaran modal merupakan faktor mendasar
dari keberlangsungan kegiatan usaha yang dijalankan oleh pelaku usaha mikro
atau dengan kata lain konsep perputaran modal ini sebagai bentuk pengembalian
biaya produksi dan keuntungan yang diperoleh. Jika perputaran modal ini tidak
baik atau tidak sehat maka modal yang tersedia akan terkikis habis secara
bertahap karena kerugaian yang disebakan produk yang dihasilkan tidak laku di
pasaran. Mengingat terbatasnya modal yang dimiliki pelaku usaha mikro, dalam
waktu singkat kerugian yang diderita oleh pelaku usaha mikro menjadikan
kegiatan usaha yang dijalankan sangat rentan menjadi terhenti.
Usaha mikro merupakan kegiatan usaha yang masuk dalam sektor ekonomi
informal. Sektor ini merupakan kegiatan usaha yang dilakukan dalam rangka untuk
pemenuhan kebutuhan dasar bagi pelaku usahanya yang sifatnya legal, walaupun
usaha mikro ini tidak membayar pajak serta�
tidak mengikuti perundang-undangan tenaga kerja yang berlaku. Dalam
kegiatan usaha mikro, modal yang digunakan sebagai bentuk investasi merupakan
modal yang mati. Hal ini karena modal yang digunakan tidak dapat digunakan
sebagai jaminan di bank maupun jaminan terhadap kegiatan kerjasama yang lain.
Perlu dipahami bahwa sektor informal ini memiliki tingkat kinerja yang tinggi
dari para pelakunya, hal ini karena usaha mikro merupakan kegiatan dalam sektor
ekonomi informal yang dasar kegiatan operasionalnya adalah beriorientasi kompetensi
bagi pelaku usahanya.
Berdasarkan data penelitian RAND, think-tank
sektor kebijakan global dari Amerika Serikat, menyimpulkan bahwa meskipun UMKM
di Indonesia memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian namun jenis
pekerjaan yang dihasilkan biasanya memiliki tingkat upah yang murah dan relatif
kurang produktif. Pekerjaan UMKM juga identik dengan pekerja yang memiliki
tingkat pendidikan yang rendah sehingga tidak bisa berkembang
((ALMI), 2019). Menyikapi hal itu, perlu adanya pemahaman mendasar
berkaitan dengan hard skill yang berhubungan dengan pengetahuan yang
dimiliki dalam pengelolaan sebuah kegiatan usaha, kemampuan menggunakan
strategi pemasaran yang baik, kemampuan dalam mengelola arus kas maupun modal,
kemampuan dalam pengelolaan bahan baku, serta kemampuan dalam pengembangan
usaha. Kemampuan-kemampuan itu mutlak harus dimiliki oleh pelaku usaha mikro
mengingat kegiatan usaha mikro sangat rentan terjadi kebangkrutan dalam waktu
yang singkat karena modal yang digunakan merupakan modal dengan skala kecil dan
terbatas, jika dalam waktu satu minggu saja terjadi kerugian terus menerus maka
kegiatan usahanya terhenti atau mengalami kebangkrutan. Dalam pelaksanaan
kegiatan usaha mikro saat ini, hard skill belum diperhatikan oleh pelaku
usaha mikro dalam menjalankan roda kegiatan usahanya. Hal ini sesungguhnya
menjadi sebuah anomali antara ekistensi usaha yang harus dijalankan dengan
implementasi dilapangan yang dilakukan. Kurangnya pemahaman pelaku usaha mikro
akan pentingnya hard skill dalam menjaga eksistensi usahanya serta
kurangnya pengembangan imlplementasi hard skill yang dimiliki oleh
pelaku usaha mikro dalam rangka peningkatan kualitas manajemen usaha yang
dimiliki merupakan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini.
Penelitian ini
bertujuan untuk memperoleh gambaran terhadap pemahaman pelaku usaha mikro akan
pentingnya hard skill dalam menjaga eksistensi usahanya serta memperoleh
kajian mendalam berkaitan dengan pengembangan implementasi hard skill yang
dimiliki oleh pelaku usaha mikro dalam rangka peningkatan kualitas manajemen
usaha yang dimiliki. Dalam memecahkan permasalahan yang ada, pemanfaatan
sosialisasi, seminar dan pelatihan menjadi solusi dalam peningkatan kompetensi hard
skill bagi pelaku usaha mikro.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif berdasarkan tujuan
dan permasalahan yang diteliti. Menurut Best (Sukardi, 2005), pendekatan kualitatif adalah metode penelitian yang
berusaha menggambarkan dan menginterpretasikan objek sesuai dengan apa adanya. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan yaitu
pada tanggal 20 Maret sampai degan tanggal 19 April 2020, dengan tempat
penelitian di Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah. Fokus penelitian dalam
penelitian ini adalah menganalisa hard skill sebagai pondasi dasar dalam
menjaga eksistensi usaha dan pengembangan implementasi kompetensi hard skill
dalam rangka peningkatan kualitas manajemen usaha yang dijalankan pelaku
usaha mikro.
Data yang diperoleh dalam penelitian
ini berupa data primer dan data sekunder yang menggunakan teknik pengumpulan
data dengan tekhnik Triangulasi menggunakan wawancara, Observasi, dan studi
kepustakaan. Data primer diperoleh melalui wawancara dan observasi, sedangkan
data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan. Instrument penelitian dalam
penelitian ini adalah peneliti itu sendiri. Menurut (Sugiyono, 2009)
peneliti sebagai instrumen penelitian, dimana peneliti
berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber
data,melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data,
menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas temuanya.
Pengambilan data dalam penelitian ini dengan cara snowball sampling yaitu informan kunci akan menunjuk orang-orang
yang mengetahui masalah yang akan diteliti untuk melengkapi keterangannya dan
orang-orang yang ditunjuk akan menunjuk orang lain bila keterangan kurang
memadai begitu seterusnya (Mantja, 2003). Informan dalam penelitian ini adalah pelaku usaha mikro
beserta konsumennya yang ada di Kabupaten Brebes sejumlah 35 orang.
Teknik penganalisaan data yang digunakan yaitu dengan menganalisis data,
menginterpretasi data, serta menarik kesimpulan.
Hard skill adalah
kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan seseorang yang bersifat teknis
seperti kemampuan tetang ilmu pengetahuan, pemecahan masalah, strategi yang
digunakan, serta pengelolaan sesuatu hal agar berjalan efektive dan efisien.
Menurut
(Hendriana, Rohaeti, & Sumarmo, 2017), Hard skill
merupakan penguasaan ilmu pengetahuan, teknolgi, dan ketrampilan teknis
dalam bidang tertentu yang berhubungan dengan suatu proses, alat, atau teknik. Menurut (Rasid, Tewal, & Kojo, 2018) mendefinisikan hard
skill merupakan penguasaan kemampuan teknis dari hasil pembelajaran yang
berhubungan dengan suatu bidang ilmu tertentu. Sedangkan menurut (Thoha, 2008) Hard� skill merupakan
kompetensi yang didefinisikan�
sebagai� gambaran� tentang�
apa� yang harus diketahui atau
dilakukan seseorang agar dapat melaksanakan�
pekerjaan� dengan� baik.
Hard
skill merupakan kompetensi dasar yang harus
dimiliki oleh pelaku usaha mikro. Hal ini karena melalui hard skill konsep
dari sebuah bisnis dapat dirancang dengan orientasi yang rasional dan menjadi
dasar pengambilan keputusan tentang srategi pengelolaan yang akan digunakan
serta melakukan evaluasi terhadap kegiatan usaha yang dilakukan. Perancangan
tujuan menjadi langkah awal bagi pelaku usaha mikro untuk dapat menentukan arah
dan tujuan kegiatan usaha yang di jalankan. Konsep yang jelas tentang
orientasi/tujuan kegiatan usaha menjadi penting karena dalam hal ini penentuan
jenis produk yang akan dijual, harga yang akan ditetapkan, serta pasar mana
yang hendak dijangkau memerlukan konsep yang jelas. Perlu ada
perbaikan-perbaikan mendasar tentang pemahaman rancangan konsep tujuan� kegiatan yang akan dilakukan. Hal ini dirasa
penting karena pelaku usaha mikro dihadapkan dengan modal yang terbatas namun
dituntut agar produk yang dihasilkan dapat laku dipasaran. Dua hal tersebut
menjadi sebuah dilematis tersendiri bagi pelaku usaha mikro jika hanya
dilakukan dengan niatan hanya mencoba-coba melakukan sebuah kegiatan usaha,
perlu ada keseriusan dalam hal ini agar kegiatan usaha dapat berjalan sebagai
mana mestinya dan mendapatkan keuntungan yang diharapkan.
Pertimbangan berikutnya yang perlu dipahami oleh pelaku usaha mikro
adalah orinetasi/tujuan kegiatan usaha yang rasional, artinya disini bahwa
orientasi kegiatan usaha berada dalam batasan-batasan yang dapat dijangkau oleh
kemampuan dari pelaku usaha mikro itu sendiri. Seperti halnya kemampuan
menghasilkan produk maupun variasinya, harga yang dijual ke konsumen merupakan
harga yang dapat bersaing dengan kompetitor dalam segmentasi pasar yang sama,
keuntungan yang akan diambil tidak berlebihan, serta promosi yang digunakan
dengan pertimbangan biaya yang terjangkau.
Strategi pengelolaan kegiatan usaha bagi pelaku usaha mikro dapat
efektive serta efisien melalui hard skill yang dimiliki. Stategi
pengelolaan kegiatan usaha dapat efektive dengan menggunakan cara yang tepat
guna. Artinya bahwa kegiatan usaha yang dilakukan melalui mekanisme teknologi
sederhana yang mudah di aplikasikan dan pengelolaan kegiatan usaha memudahkan
pelaku usaha mikro dalam mengatur tata kelola bahan baku, penciptaan
produk,serta variasi terhadap produk. Sedangkan strategi pengelolaan kegiatan
usaha yang efisien dengan melakukan tindakan yang terkait dengan penghematan biaya.
Artinya bahwa kegiatan usaha yang dilakukan oleh pelaku usaha mikro dilakukan
melalui pertimbangan-pertimbangan yang didasarkan atas perimbangan manfaat yang
akan didapatkan dengan biaya yang akan dikeluarkan. Seperti halnya dalam
penggunaan jumlah alat produksi dengan jumlah penjualan produk setiap harinya,
pembelian bahan baku� dengan harga
terjangkau namun memiliki kualitas yang baik, serta pengelolaan arus kas yang
baik agar tidak tercampur antara kas yang digunakan untuk modal usaha dengan
kas yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga.
Berkaitan dengan hal itu, hard skill dibutuhkan oleh pelaku
usaha mikro dalam melakukan evaluasi kegiatan usaha yang dilakukan. Hal ini
penting karena ketepatan terhadap hasil evaluasi memiliki pengaruh terhadap
perbaikan-perbaikan secara mendasar dalam konsep ketatalaksanaan kegiatan usaha
mikro mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai ke tahap feedback yang diberikan oleh konsumen. Dalam hal ini, evaluasi
dapat dipertajam dengan melakukan survey pasar
terhadap produk yang telah dipasarkan sehingga hal ini akan menjadikan rujukan
yang valid bagi pelaku usaha mikro dalam melakukan evaluasi kegiatan usaha.
Evaluasi memiliki dua konsep dasar yang harus dipahami dengan baik oleh pelaku
usaha mikro. Konsep yang pertama yaitu evaluasi ketika produk tidak laku
dipasaran, berkaitan dengan hal ini maka tindakan apa yang perlu dilakukan oleh
pelaku usaha mikro sebagai upaya dalam memperbaiki kualitas
produk serta memperoleh kepercayaan di pasar. �Hal ini dapat di
implementasikan dengan perbaikan dari sisi produk baik mengenai rasa, bentuk,
kemasan, ataupun jaminan kebersihan. Perbaikan juga dapat pula dilihat dari
segi harga, apakah harga memiliki daya saing atau tidak serta dilihat
kesesuaian antara tingkat harga dengan kualitas maupun tingkat harga dengan
taraf kemampuan dari target pasar.
Konsep yang kedua yaitu evaluasi ketika produk laku di pasaran.
Produk yang laku dipasaran tetap harus dilakukan evaluasi, hal ini karena
produk yang laku dipasaran harus dapat ditingkatkan kualitasnya supaya tetap
mampu menjadi pemimpin pasar dalam persaingan di segmentasi pasar yang sama.
Evaluasi ini dapat dilakukan dalam rangka melakukan pengembangan produk agar
memiliki banyak varian produk sebagai alternative pilihan bagi konsumen.
Evaluasi ini juga dapat dilakukan sebagai bagian refleksi diri bagi pelaku
usaha mikro agar tidak terlena terhadap apa yang telah dicapai, hal ini dirasa
penting karena dalam kegiatan usaha di era sekarang persaingan yang ada begitu
ketat sehingga dibutuhkan kemampuan yang lebih dalam menghadapi persaingan agar
kegiatan usaha dapat bertahan, tetap ada, dan berkembang. Menurut Suchman (Arikunto, 2010),
evaluasi merupakan sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa
kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Menurut (Sax, 1980) mendefinisikan
evaluasi adalah proses yang melalui penilaian atau keputusan yang dibuat dari
berbagai pengamatan dan latar belakang penilai. Sedangkan menurut (Sukardi, 2009),
evaluasi adalah sebuah proses yang menentukan sejauh mana tujuan telah dicapai.
Perlu kita pahami bersama ada beberapa hal yang perlu kita kaji
mendalam berkaitan dengan konsep hard skill yang perlu dimiliki oleh
pelaku usaha mikro sebagai suatu podasi dasar terhadap kegiatan usaha yang
dijalankan. Hard skill yang berupa keahlian merupakan pondasi dasar
dalam tata kelola sistem pengelolaan kegiatan usaha. Hard skill juga
harus dimiliki oleh pelaku
usaha mikro sebagai sumber daya manusia dalam pelaksanaan kegiatan usahanya.
Seperti yang dapat dijabarkan dalam bagan konsep dibawah ini :
INPUT PROSES OUTPUT HARD SKILL �� BAHAN BAKU MODAL USAHA PRODUK SUMBER DAYA MANUSIA KONSUMEN PELAYANANN
Gambar 1 konsep tata kelola usaha
mikro
Dari bagan konsep di atas
dapat dijelaskan bahwa sistem pengelolaan kegiatan usaha mikro meliputi
komponen input, proses, dan output. Komponen input dipengaruhi oleh modal usaha
yang dimiliki, ketersediaan bahan baku, serta sumber daya manusia melalui hard skill. Dalam komponen proses
dipengaruhi oleh sumber daya manusia melalui
hard skill. Kemudian komponen output juga dipengaruhi oleh sumber daya
manusia melalui hard skill yang akan menghasilkan sebuah produk dan pelayanan
yang akan diberikan kepada konsumen. Dari ketiga komponen sistem pengelolaan
modal usaha mikro tersebut, faktor sumber daya manusia melalui hard skill mempengaruhi
ketiga kompenen sistem pengelolaan kegiatan usaha mikro.
Dalam sistem pengelolaan kegiatan usaha mikro, komponen yang pertama
yaitu input. Dalam komponen input ini unsur modal usaha, ketersediaan bahan
baku, dan sumber daya manusia menjadi faktor penting. Modal usaha merupakan roh
dari kegiatan usaha yang akan dijalankan pelaku usaha mikro, tanpa modal usaha
akan sangat sulit pelaku usaha mikro dapat memulai serta menggerakan roda
usaha. Disamping modal usaha, ketersediaan bahan baku merupakan unsur yang
mempengaruhi dalam komponen input ini, melalui bahan baku baik bahan baku
utama, bahan pembantu, maupun bahan komplementer harus memiliki ketersediaan
yang cukup. Hal ini karena dengan tersedianya bahan baku maka kegiatan produksi
dapat berjalan dengan baik dan lancar. Bahan baku merupakan cikal bakal
terbentuknya sebuah produk. Keberadaan modal usaha dan bahan baku tidak akan
berarti apa-apa jika tidak dirancang dan dikelola dengan baik oleh sumber daya
manusia yang memiliki hard skill yang baik dalam upaya penggunaan modal
usaha dengan seefisien mungkin dan pengelolaan bahan baku sebagai bahan
produksi yang dimulai dari pemilihan bahan baku dengan harga yang terjangkau
namun memiliki kualitas yang baik.
Komponen yang kedua adalah proses, dalam komponen ini hal-hal yang
bersifat teknis mendominasi jalannya sistem pengelolaan kegiatan usaha mikro. Sistem
manajemen mulai diterapkan dalam komponen ini secara
menyeluruh. Dimulai dari perencanaan produk, penerapan strategi pemasaran,
pengelolaan keuangan, dan pengawasan terhadap kualitas produk. Manajemen adalah
suatu rangkaian proses yang meliputi kegiatan perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, pengawasan, evaluasi dan pengendalian dalam rangka memberdayakan
seluruh sumber daya organisasi/ perusahaan, baik sumberdaya manusia (human resource capital), modal (financial capital),
material (land, natural resources or raw
materials), maupun teknologi secara optimal untuk mencapai tujuan
organisasi/ perusahaan (Solihin, 2012).
Menurut (Sisk, 1969),
manajemen adalah peroses pengkoordinasian seluruh sumber daya melalui
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan
menurut George R. Terry, manajemen adalah suatu proses khas yang terdiri atas
tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian
untuk menentukan serta mencapai tujuan melalui pemanfaatan SDM dan sumber daya
lainnya (Athoillah, 2010).
Dalam hal perencanaan produk, pelaku usaha mikro mulai merancang produk apa
yang akan dibuat, segmentasi pasar mana yang akan dituju, berapa harga jual
untuk produk, dan berapa keuntungan yang ingin diperoleh. Dalam hal strategi
pemasaran, pelaku usaha mikro mulai menentukan promosi apa yang akan digunakan
serta apakah akan dijual dengan menggunakan konsep tradisional dengan penjualan
langsung atau konsep modern dengan menggunakan penjualan secara daring/online.
Berkaitan dengan
pengelolaan keuangan, maka pelaku usaha mikro harus memiliki pembukuan yang
baik walaupun sifatnya berupa pembukuan dengan catatan yang sederhana berupa
catatan pemasukan dan pengeluaran serta untuk mencatat jumlah hutang dagang dan
piutang dagang. Pembukuan sederhana ini juga berfungsi sebagai catatan modal
berjalan yang digunakan serta sebagai pemisah terhadap uang yang digunakan
untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga dari pelaku usaha mikro. Dalam hal
pengawasan terhadap kualitas yang merupakan sebuah kegiatan penjaminan mutu
yang harus dijaga dalam rangka memperoleh pembeli potensial dan menjaga kepuasan
konsumen yang loyal terhadap produk yang dijual oleh pelaku usaha mikro. Menurut Robert J. Mockler menyatakan bahwa pengawasan manajemen
adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standart pelaksanaan dengan
tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi, umpan balik,
membandingkan kegiatan nyata dengan standard yang telah ditetapkan sebelumnya,
menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan serta mengambil tindakan
koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan
dipergunakan dengan cara efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan
perusahaan (Zamani, 1998).
Sedangkan menurut (Prayudi, 1981),
Pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang dijalankan,
dilaksanakan, atau diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki,
direncanakan atau diperhatikan. Pengawasan terhadap kualitas sering di abaikan
oleh pelaku usaha mikro, dalam pandangan pelaku usaha mikro segala kegiatan
produksi yang dilakukan merupakan kegiatan yang berulang, maka dalam hal ini
tidak perlu adanya keraguan terhadap produk yang dihasilkan. Sejatinya
pengawasan terhadap kualitas ini sangat penting yang dimulai dari pemilihan
bahan baku, penggunaan dan peracikan bahan baku menjadi bahan jadi, serta cita
rasa dari produk yang dihasilkan harus memiliki standar baku sesuai dengan
standar yang ditetapkan secara pribadi oleh pelaku usaha mikro sampai dengan
pengemasan produk yang dihasilkan serta pelayanan yang prima bagi konsumen.
Output merupakan komponen
yang ketiga dalam sistem pengelolaan kegiatan usaha mikro. Dalam komponen
output ini, pelaku usaha mikro menghasilkan produk yang akan dijual dan
mekanisme pelayanan yang akan diberikan kepada kosumen. Unsur yang pertama
yaitu unsur produk yang dihasilkan, pelaku usaha mikro harus mempertimbangkan
tentang kualitas yang nyata yang dapat dirasakan langsung oleh konsumen
terhadap produk yang dihasilkan. Berkaitan dengan hal ini, contohnya seperti cita
rasa produk yang baik, produk yang higienis, serta kemasan produk yang
menarik.� Unsur yang kedua yaitu
pelayanan, pelayanan merupakan unsur penyempurnaan terhadap produk yang
dihasilkan oleh pelaku usaha mikro. Melalui pelayanan ini produk yang dihasilkan
memiliki nilai tambah dan kesan yang akan dirasakan oleh konsumen.
Berkaitan dengan hal itu,
produk dan pelayanan merupakan dua unsur yang memiliki sinergitas yang saling
melengkapi dan menyempurnakan, produk yang dihasilkan walaupun memiliki
kualitas yang baik namun jika diberikan dengan pelayanan yang buruk maka akan
meninggalkan kesan negative bagi konsumen yang akan berakibat timbulnya sikap
peralihan merek. Begitu juga sebaliknya, jika produk yang dihasilkan memiliki
kualitas yang buruk namun pelayanan yang diberikan baik. Maka hal ini akan
menimbulkan rasa tidak puas karena konsumen telah mengeluarkan biaya dalam
rangka membeli produk, namun tidak memperoleh manfaat yang maksimal dari biaya
yang sudah dikeluarkan. Dalam hal ini antara produk dan pelayanan harus mampu
diberikan dengan baik yaitu produk yang berkualitas baik dan pelayanan yang
prima agar menghasilkan kepusaan konsumen yang akan berdampak konsumen memiliki
sikap loyal terhadap produk yang dihasikan oleh pelaku usaha mikro dan retensi terhadap
produk yang dihasilkan oleh pesaing.
Pelaku usaha mikro saat ini
dihadapkan dengan situasi yang menuntut produk yang dihasilkan harus dapat laku
dipasaran, hal ini dibutuhkan adanya peningkatan kualitas pengelolaan
manajemen. Peningkatan pengelolaan manajemen dapat dilakukan dengan adanya hard
skill yang dimiliki oleh pelaku usaha mikro. Kita pahami bersama bahwa
dilihat dari sisi hard skill, pelaku
usaha mikro mayoritas hanya mengenyam pendidikan dasar. Hal ini akan menjadi
sedikit rumit mengingat latar belakang pendidikan merupakan modal dasar yang
dibutuhkan dalam pemahaman, pengembangan, dan peningkatan konsep manajemen.
Dalam konsep pendidikan, keterbatasan atau ketidaktercapainya pendidikan formal
dapat diganti dengan adanya pendidikan non formal. Seperti halnya
ketidaktuntasan dalam pendidikan di Sekolah Menengah Atas dapat disetarakan
dengan pendidikan Paket C. Namun, kita perlu pahami bersama bahwa pelaku usaha
mikro dihadapkan pada situasi dimana mayoritas waktu yang digunakan adalah
untuk melakukan kegiatan usaha dalam upaya memperoleh penghasilan. Peningkatan
pemahaman bagi pelaku usaha mikro melalui mekanisme pendidikan non formal akan
menyita banyak waktu dan mengganggu rutinitas kegiatan usaha yang dijalankan.
Hal ini dinilai kurang efektive dan kurang dapat mencapai ketuntasan.
Dalam menyikapi hal ini,
konsep pelatihan dirasa sangat tepat. Mengingat pelatihan dapat dilakukan
dengan waktu yang relative singkat, misalnya dilakukan selama 2 hari dengan
durasi pelatihan 8 jam tiap harinya. Pelatihan dasar tentang manajemen bagi
pelaku usaha mikro ini akan sangat berguna bagi kelangsungan kegiatan usaha
yang akan dijalankan maupun yang sedang dijalankan oleh pelaku usaha mikro.
Melalui pelatihan dasar ini diharapkan pelaku usaha mikro memiliki pemahaman
dan penerapan yang tepat tentang konsep manajemen. Pelaku usaha mikro akan
memahami tentang bagaimana melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengerahan,
dan pengawasan terhadap kegiatan usaha yang dijalankan. Dengan adanya pelatihan
dasar tentang manajemen maka hard skill dari pelaku usaha mikro akan
mengalami peningkatan dan hal ini akan berdampak pelaku usaha mikro memiliki
kesiapan yang lebih matang dalam menghadapi persaingan yang ketat di era
sekarang ini. Hal ini juga akan berdampak positive dengan meningkatnya harapan
akan semakin lamanya kegiatan usaha yang dijalankan dapat bertahan karena modal
yang digunakan dikelola melalui mekanisme manajemen yang baik, serta pada
akhirnya pelaku usaha mikro memiliki modal kerja yang stabil dan pendapatan
yang dapat semakin ditingkatkan.
Usaha mikro
merupakan sebuah
alternative usaha ketika sempitnya peluang kerja yang tersedia di perusahaan serta menjadi alternative ketika modal
yang dimiliki dalam jumlah yang terbatas. Modal yang terbatas yang dimiliki pelaku usaha mikro
harus dapat dikelola dengan baik. Hal ini dimaksudkan
agar usaha yang dijalankan dapat menghasilkan keuntungan sehingga kegiatan usaha dapat terus melakukan
kegiatan operasionalnya dan
tidak mengkikis modal yang ada. Berkaitan dengan hal itu, Perputaran modal merupakan
faktor mendasar dari keberlangsungan kegiatan usaha yang dijalankan oleh pelaku
usaha mikro atau dengan kata lain konsep perputaran modal ini sebagai bentuk
pengembalian biaya produksi dan keuntungan yang diperoleh.
Pelaku
usaha mikro mengenyam pendidikan pada tingkat pendidikan dasar. Perlu adanya
pemahaman mendasar berkaitan dengan kemampuan teknis, dalam hal ini adalah hardskill yang berhubungan dengan
pengetahuan yang dimiliki dalam pengelolaan sebuah kegiatan usaha, kemampuan
menggunakan strategi pemasaran yang baik, kemampuan dalam mengelola arus kas
maupun modal, kemampuan dalam pengelolaan bahan baku, serta kemampuan dalam
pengembangan usaha. Dalam pelaksanaan kegiatan usaha mikro, hard skill belum
diperhatikan oleh pelaku usaha mikro dalam menjalankan roda kegiatan usahanya.
Hal ini sesungguhnya menjadi sebuah anomali antara ekistensi usaha yang harus
dijalankan dengan implementasi dilapangan yang dilakukan.
Hard
skill merupakan
kompetensi yang mendasar
yang harus dimiliki oleh pelaku usaha mikro.
Hal ini karena melalui hard skill,
konsep dari sebuah bisnis dapat
dirancang dengan orientasi yang rasional dan menjadi dasar pengambilan
keputusan tentang srategi pengelolaan yang akan digunakan serta melakukan evaluasi terhadap kegiatan usaha yang dilakukan.
Konsep yang jelas tentang orientasi/tujuan kegiatan usaha menjadi penting
karena dalam hal ini penentuan jenis produk yang akan dijual, harga yang akan
ditetapkan, serta pasar mana yang hendak dijangkau memerlukan konsep yang
jelas. Berkaitan dengan hal itu, orinetasi/tujuan kegiatan usaha yang rasional
berarti bahwa orientasi kegiatan usaha berada dalam batasan-batasan yang dapat
dijangkau oleh kemampuan dari pelaku usaha mikro itu sendiri. Selain itu juga, strategi pengelolaan kegiatan usaha bagi pelaku
usaha mikro dapat efektive serta efisien melalui
hard skill yang dimiliki. Kemudian melalui hard
skill, ketepatan terhadap hasil evaluasi memiliki pengaruh terhadap
perbaikan-perbaikan secara mendasar dalam konsep ketatalaksanaan kegiatan usaha
mikro mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai ke tahap feedback yang
diberikan oleh konsumen.
Konsep hard skill perlu dimiliki oleh pelaku usaha mikro sebagai
suatu podasi dasar terhadap kegiatan usaha yang dijalankan. Hard skill yang
merupakan pondasi dasar dalam sistem pengelolaan kegiatan usaha, melalui
implementasi kedalam tiga komponen sistem pengelolaan usaha mikro. Komponen
input ini berupa unsur modal usaha, ketersediaan bahan baku, dan sumber daya
manusia. sedangkan komponen proses meliputi hal-hal bersifat teknis yang
mendominasi jalannya sistem pengelolaan kegiatan usaha mikro dimana sistem
manajemen mulai diterapkan dalam komponen ini secara menyeluruh. Dalam komponen
output pelaku usaha mikro menghasilkan produk yang akan dijual dan mekanisme
pelayanan yang akan diberikan kepada kosumen.
Dalam penelitian ini menghasilkan hipotesis bahwa sumber daya manusia
melalui kompetensi hard skill memiliki pengaruh terhadap sistem kegiatan
usaha mikro,� hard skill merupakan
pondasi dasar bagi pelaku usaha mikro dalam menjaga eksistensi kegiatan usaha,
serta hard skill pelaku usaha mikro dapat ditingkatkan melalui pelatihan
dasar manajemen.
BIBLIOGRAFI
(ALMI), Akademi Ilmuan Muda Indonesia. (2019). Cek Fakta:
Apakah Umkm Solusi Untuk Penciptaan Lapangan Pekerjaan? Retrieved April 4,
2019, from
https://almi.or.id/2019/03/31/cek-fakta-apakah-umkm-solusi-untuk-penciptaan-lapangan-pekerjaan/
Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur penelitian. Rineka
Cipta, Jakarta
Athoillah, Anton. (2010). Dasar-dasar
manajemen. Pustaka Setia,
Bandung.
Hendriana, Heris, Rohaeti, Euis Eti, & Sumarmo, Utari.
(2017). Hard skills dan soft skills
matematik siswa. Refika Aditama, Bandung.
Hidayah, Dewi Meisari Haryanti dan Isniati. (2018). Potret
UMKM Indonesia: Si Kecil yang Berperan Besar. Retrieved April 1, 2019, from
https://www.ukmindonesia.id/baca-artikel/62
Mantja, Willem. (2003). Etnografi
Desain Penelitian Kualitatif dan Manajemen Pendidikan. Winaka Media, Malang.
Prayudi. (1981). Hukum Administrasi Negara. Ghalia Indonesia,
Jakarta.
Rasid, Zulkifli, Tewal, Bernhard, & Kojo, Christoffel.
(2018). Pengaruh Hard Skill dan Soft Skill Terhadap Kinerja Karyawan Perum
Damri Manado. Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan
Akuntansi, 6(2).
Sax, Gilbert. (1980). Princples
of Education and Pshycological Measurement and Evaluation. Wods
Worth Pub.Co, California, Belmont California.
Siagian, Ade Onny, & Indra, Natal. (2019). Pengetahuan
Akuntansi Pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Terhadap Laporan
Keuangan. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 4(12), 17�35.
Sisk, Henry L. (1969). Principles Of Management. Philippine
Copyright, Philippine,
Cincinnati Ohio.
Solihin, Ismail. (2012). Pengantar Manajemen.
Erlangga, Jakarta.
Sugiyono, Prof Dr. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif Dan R &D. Alfabeta,
Bandung.
Sukardi. (2005). Metode Penelitian Pendidikan: Kompetensi
dan Prakteknya. Bumi Aksara, Jakarta.
Sukardi. (2009). Evaluasi Pendidikan Prinsip dan
Opeerasionalnya. PT. Bumi Aksaara, Jakarta.
�
Thoha, Miftah. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia .
Raja Grafinda Jakarta PT, Jakarta.
Zamani, H. S. (1998). Manajemen. Badan Penerbit IPWI,
Jakarta.