Syntax
Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN :
2548-1398
Vol. 5, No. 6, Juni 2020
Badrul Huda,
Shirly Kumala dan Delina Hasan
Magister Farmasi, Universitas Pancasila Jakarta
Email: [email protected], [email protected] dan
[email protected]
Abstract
Hypertension is increase systolic
blood pressure more than 140 mmHg and diastolic blood pressure more than 90
mmHg at twice the measure [email protected] ment with an interval
of 5 minutes in condition enough rest/quite. The aim of this research is to know
suitability of type and the amount of antihypertensive drugs with standard
hypertension treatment, to know availability of anti-hypertensive drugs according
to type and amount and also to know influence availability of anti-hypertensive
drugs on treatment to hypertensive patient in public health center of Bandar
Lampung city. This study uses expost facto study or observational which is
descriptive with data collection technique retrospectively and prospectively
for year 2017 on 23 public health center in Bandar Lampung city. Analyze of
data uses descriptive analysis, chi square and multivariate analysis. The
result of chi square on level of doctor�s education and pharmaceutical staff Asymptotic Significance value 2-sided) < 0,05
that is 0,027 and 0,047, availibility of anti-hypertensive drugs Asymptotic
Significance value (2-sided) 0,005 and 0,001 < 0,05, the meaning that these
variables exist with the needs of the type and amount of antihypertensive drugs
for hypertensive patients. In multivariate analysis simultaneously, the
availability of the most influential or dominant antihypertensive drug to the
needs of the type and amount of antihypertensive drugs for hypertensive
patients is seen from the smallest significance value of 0.005 and seen from
the largest OR value of 5.588. Can be concluded that simultaneously and the
same time that availability of anti-hypertensive drugs influences on treatment for
hypertensive patient.
Keywords: Availability of
anti-hypertensive drugs, hypertensive patient, treatment
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik
lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik
lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu
lima menit dalam keadaan cukup istirahat
/ tenang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
kesesuaian jenis dan jumlah obat antihipertensi
dengan standar pengobatan hipertensi, untuk mengetahui ketersediaan obat antihipertensi sesuai dengan jenis dan jumlahnya serta untuk mengetahui pengaruh ketersediaan obat antihipertensi terhadap pengobatan pasien hipertensi di puskesmas Kota Bandar Lampung. Penelitian
ini menggunakan studi expost facto atau observasional yang bersifat deskriptif dengan teknik pengumpulan
data secara retrospektif
dan prospektif selama tahun 2017 pada 23 puskesmas di
Kota Bandar Lampung. Analisa data menggunakan analisis deskriptif, analisis chi square dan analisis multivariat. Hasil uji chi square pada tingkat
pendidikan dokter dan tenaga kefarmasian nilai Asymptotic Significance (2-sided) < 0,05 yaitu 0,027 dan 0,047, ketersediaan
obat antihipertensi nilai Asymptotic Significance (2-sided) 0,005 dan 0,001
< 0,05, artinya variabel
tersebut ada dengan kebutuhan jenis dan jumlah obat antihipertensi untuk pasien hipertensi.
Pada analisis multivariat secara stimultan, ketersediaan obat antihipertensi paling berpengaruh
atau dominan terhadap kebutuhan jenis dan jumlah obat antihipertensi untuk pasien hipertensi
dilihat dari nilai significance yang paling kecil
yaitu 0,005 dan dilihat dari nilai OR yang terbesar yaitu 5,588. Dapat disimpulkan bahwa
secara stimultan dan bersama-sama ketersediaan obat antihipertensi berpengaruh terhadap pengobatan pasien hipertensi.
Kata kunci: Ketersediaan obat antihipertensi, pasien hipertensi dan pengobatan
Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyakit yang muncul akibat dari
gaya hidup yang tidak sehat dan tidak seimbang, misalnya penyakit jantung dan
pembuluh darah, penyakit pernafasan kronik, kanker dan Diabetes Melitus (Indonesia, 2015). Menurut
The WHO Global status report on
noncommunicable diseases, PTM merupakan penyebab utama 63% kematian atau 57 juta kematian penduduk
dunia.� Sebanyak
36 juta dari kematian tersebut di atas, 48% disebabkan penyakit kardiovaskular, 21% oleh penyakit
kanker, 12% oleh
penyakit pernafasan dan 3% oleh Diabetes Mellitus (DM) (Medicines, 2010).
Menurut Riskesdas
2007, di Indonesia penyakit PTM menyumbang
59,5% penyebab kematian diantaranya penyakit Diabetes
mellitus 1,1%, Asma 4,0%, Jantung 7,2%, Hipertensi dan Stroke 29,8% (Kemenkes
RI,2010).
Hipertensi
dikenal secara luas sebagai penyakit
kardiovaskular, dikarenakan
merupakan salah satu resiko utama penyebab
gangguan jantung, dan diperkirakan telah menyebabkan 4,5% dari beban penyakit secara global, dan prevalensinya hampir sama besar
di negara berkembang maupun
di negara maju. Kasus hipertensi biasanya terdeteksi saat pemeriksaan fisik karena alasan penyakit
tertentu, sehingga sering disebut sebagai �silent
killer�, tanpa disadari
penderita hipertensi akan mengalami komplikasi pada
organ-organ vital seperti jantung,
otak ataupun ginjal.� Gejala-gejala akibat hipertensi, seperti pusing, gangguan penglihatan, dan sakit kepala, seringkali terjadi pada saat hipertensi sudah lanjut (Depkes, 2006).
Menurut WHO,
hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal, secara umum
hipertensi terjadi apabila tekanan darahnya ≥ 140 mmHg sistolik atau ≥ 90 mmHg
diastolik. Tekanan darah antara 100/70 mm Hg-140/80 mm Hg yang biasa terjadi
pada orang dewasa normal, tekanan darah seperti ini dapat dialami kapan pun. Hipertensi primer mencapai 90% dan 10% lainnya disebabkan oleh hipertensi sekunder dari total pasien hipertensi. Hanya 50% dari penderita hipertensi sekunder dapat diketahui penyebabnya dan dari golongan ini
hanya beberapa persen yang dapat diperbaiki kelainannya. Oleh karena itu, upaya
penanganan hipertensi primer lebih mendapatkan prioritas (Rahmayani, 2019).
Pada
Riskesdas 2013, terjadi kecenderungan kenaikan prevalensi penyakit hipertensi dan DM dibandingkan
pada Riskesdas 2007.�
Prevalensi DM pada tahun
2007 sebesar 1,1% sedangkan
pada tahun 2013 2,1% lebih tinggi dibandingkan tahun 2007. Prevalensi Hipertensi tahun 2007 sebessar 7,6%, sedangkan tahun 2013 9,5% lebih tinggi dari tahun
2007(Kemenkes, 2013).
Di Indonesia, dengan tingkat
kesadaran akan kesehatan yang lebih rendah dari megara
maju, kemungkinan jumlah pasien yang tidak menyadari bahwa dirinya menderita
hipertensi dan yang tidak mematuhi minum obat lebih besar.
Paling sedikit 50 % pasien yang diresepkan obat antihipertensi tidak meminum obat sesuai
yang direkomendasikan
(Depkes RI,2006).
Penderita
hipertensi yang tidak patuh minum obat
merupakan salah satu masalah terkait terapi obat (Drugs Related Problems/DRPs). Adanya DRPs
merupakan tanggungjawab
yang harus diselesaikan
oleh petugas yang melakukan
pelayanan kefarmasian dalam rangka meningkatkan
kualitas hidup pasiennya (RI, 2016). �Masalah
terkait terapi pengobatan hipertensi timbul, salah satunya dikarenakan pasien kurang mengerti informasi obat mengenai dosis, bentuk sediaan, jadwal minum obat,
rute pemberian atau metode pemberian
(Depkes, 2006).
Laporan
puskesmas mengenai 10 penyakit terbanyak tahun 2017 di Kota Bandar Lampung, menunjukkan
bahwa kasus hipertensi semakin meningkat baik dari segi insiden
atau prevalensi, telah mendasari peneliti untuk melakukan studi pendahuluan tentang pemberian obat antihipertensi di 30
puskesmas
Kota Bandar Lampung, yang meliputi 12 puskesmas rawat inap dan 18 puskesmas rawat jalan. Hasil studi pendahuluan adalah sebagai berikut: ada 2 puskesmas yang memberikan obat antihipertensi untuk 30 hari, 2 puskesmas yang memberikan obat antihipertensi untuk 15 hari, 19 puskesmas yang memberikan obat antihipertensi untuk 10 hari, dan ada 7 puskesmas yang memberikan obat antihipertensi kurang dari 10 hari. Sedangkan
distribusi frekuensi kunjungan pasien hipertensi di puskesmas Susunan Baru Kota Bandar Lampung selama bulan Oktober
sampai Desember 2017, pasien yang datang satu bulan satu
kali 84,35%, yang datang satu
bulan dua kali 12,93%, yang
datang satu bulan tiga kali 2,72%, dari 147 orang penderita hipertensi (RI, 2016).
Menurut Permenkes
No. 5 Tahun 2014 tentang panduan praktis klinis bagi dokter pada fasilitas kesehatan
primer, dinyatakan bahwa pemberian obat
anti hipertensi merupakan pengobatan jangka panjang.
Kontrol pengobatan dilakukan setiap
2 minggu atau
1 bulan untuk mengoptimalkan hasil pengobatan (Indonesia, MBOI,
Manusia, & Syamsudin, 2014).
Menurut
JNC 7 terapi pengobatan hipertensi seharusnya pasien kembali untuk memeriksakan kesehatannya dan mendapatkan obat kurang lebih
dalam interval satu bulan sampai tekanan
darah yang diinginkan tercapai.� Apabila tekanan darah sudah tercapai
dan stabil, kunjungan selanjutnya dapat dilakukan dalam interval waktu 3-6 bulan (Education, Heart, Lung, & Institute 2003)
Alasan
dilakukannya studi pendahuluan mengenai terapi pengobatan hipertensi
di puskesmas adalah bahwa pemerintah pusat telah menunjuk puskesmas sebagai
unit pengelola program penanggulangan PTM.� Kemudian data yang diperoleh dari studi pendahuluan
menggambarkan adanya faktor resiko pasien
tidak bisa mendapatkan obat antihipertensi sesuai terapi pengobatan, dikarenakan ada 80% dari 30 puskesmas yang tidak memberikan obat antihipertensi sesuai dengan panduan
dalam Permenkes No. 5 tahun 2014 (INDONESIA et al.,
2014)
Berdasarkan
latar belakang di atas dan hasil studi pendahuluan, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih mendalam mengenai pelaksanaan terapi pengobatan hipertensi di puskesmas Kota Bandar Lampung. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian jenis dan jumlah obat antihipertensi
dengan standar pengobatan hipertensi, untuk mengetahui ketersediaan obat antihipertensi sesuai dengan jenis dan jumlahnya dan untuk mengetahui pengaruh ketersediaan obat antihipertensi terhadap pengobatan pasien hipertensi di puskesmas Kota
Bandar Lampung.
Penelitian
ini menggunakan studi expost facto atau observasional yang bersifat deskriptif dengan teknik pengumpulan data secara retrospektif dan prospektif. Penelitian
ini dilakukan pada kunjungan pasien hipertensi di 30 puskesmas Kota
Bandar Lampung pada periode bulan
Juli sampai Agustus 2018. Teknik pengumpulan
data dilakukan secara prospektif, dimana data primer diambil menggunakan kuesioner yang diisi oleh tenaga kefarmasian puskesmas. Adapun data sekunder secara retrospektif
diperoleh dari resep-resep pasien hipertensi yang mendapat obat antihipertensi baik jenis dan jumlahnya serta frekuensi kunjungan pasien hipertensi ke puskesmas.����
Populasi dalam penelitian ini adalah semua resep
pasien hipertensi yang mendapat obat antihipertensi
dan berobat di 30 puskesmas
Kota Bandar Lampung. Adapun pengambilan sampel menggunakan total sampling dimana
semua tenaga
kefarmasian yang memenuhi kriteria inklusi yang bertanggungjawab sebagai pengelola obat di 30 puskesmas Kota Bandar Lampung menjadi responden.�
Data
yang diperoleh dianalisis menggunakan SPSS 20. Adapun analisis
data yang digunakan antara
lain:� 1) data sosiodemografi,
yang menggambarkan secara umum karakteristik dokter dan tenaga kefarmasian, menggunakan analisis univariat untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi. 2) Data yang sudah diperoleh dari resep dokter pada pasien hipertensi di puskesmas, dihitung frekuensi kunjungan
pasien hipertensi ke puskesmas, jenis
dan jumlah obat antihipertensi yang diterima pasien hipertensi, menggunakan analisis bivariat. 3) Data yang diperoleh dari dokumen perencanaan obat, dapat dihitung
kesesuaian antara jenis dan jumlah obat antihipertensi yang direncanakan dengan yang diterima puskesmas, menggunakan analisis bivariat. 4) Data yang diperoleh dari rekapan penerimaan
obat antihipertensi di puskesmas sehingga dapat dihitung ketersediaan obat antihipertensi selama tahun 2017, menggunakan analisis univariat untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi. 5). Data yang diperoleh
dari kuesioner pengelolaan obat, menggunakan
uji regresi linier berganda
pada SPSS 20. 6) Faktor penentu
yang mempengaruhi kebutuhan
jenis dan jumlah obat antihipertensi untuk pasien hipertensi
sesuai kebutuhan dan dokumen perencanaan obat puskesmas, menggunakan
uji regresi linier berganda
pada SPSS 20.
Bahan penelitian
adalah tenaga kefarmasian yang bertanggungjawab
sebagai pengelola obat di puskesmas. Sedangkan alat penelitian adalah berupa kuesioner untuk tenaga kefarmasian
di puskesmas, resep - resep pasien hipertensi
yang mendapat obat antihipertensi, dokumen perencanaan obat tahun 2017, buku rekapan penerimaan obat antihipertensi selama tahun 2017 dan faktur - faktur penerimaan obat antihipertensi selama tahun 2017.
1. Karakteristik
Puskesmas
Penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui ketersediaan obat antihipertensi di 23 puskesmas
yang terdiri dari 6 puskesmas rawat inap (Satelit, Sukabumi, Kedaton, Gedong Air, Sukaraja dan Kota Karang) dan 17 puskesmas rawat jalan (Susunan
Baru, Pasar Ambon, Sumur
Batu, Sukarame, Segalamider,
Bakung, Beringin Raya, Campang Raya, Kebon Jahe, Kemiling, Korpri, Kota Karang, Labuhan Ratu, Palapa, Pinang
Jaya, Rajabasa Indah dan Way Halim) yang tersebar di 20 kecamatan kota Bandar Lampung. Terlihat
pada tabel 1 bahwa persentase pasien hipertensi di atas 10% terdapat pada 10 puskesmas sedangkan persentase di bawah 10% ada 12 puskesmas.
Jumlah
pegawai di apotek puskesmas sebagian besar berjumlah 2 orang, jumlah resep yang dilayani perhari terbanyak adalah 51-100 lembar ada 12 puskesmas.
Sedangkan jumlah resep pasien hipertensi
yang dilayani perhari terkecil adalah 5 - 10 lembar resep ada
13 puskesmas. Pemberian obat antihipertensi sebagian besar puskesmas memberikan kurang dari 15 tablet. Pedoman pengobatan hipertensi sebagian besar tersedia di semua puskesmas, hanya 6 puskesmas yang tidak ada buku
pedoman pengobatan hipertensi. Data disajikan pada tabel 2.
Tabel 1 Presentase pasien hipertensi terhadap pasien di puskesmas tahun 2017
Nama Puskesmas |
Total Pasien Tahun 2017 |
Total Pasien Hipertensi Tahun 2017 |
Persentase������������� � (%) |
Satelit |
27.203 |
2.370 |
8.7 |
Sukabumi |
26.354 |
2.769 |
10.5 |
Kedaton |
29.193 |
5.002 |
17.1 |
Gedong Air |
20.165 |
2.575 |
12.8 |
Sukaraja |
18.446 |
1.870 |
10.1 |
Susunan Baru |
7.230 |
598 |
8.3 |
Pasar Ambon |
24.978 |
2.806 |
11.2 |
Sumur Batu |
19.880 |
1.426 |
7.2 |
Sukarame |
16.935 |
2.494 |
14.7 |
Segalamider |
8.218 |
873 |
10.6 |
Bakung |
8.556 |
428 |
5,0 |
Beringin Raya |
7.325 |
293 |
4,0 |
Campang Raya |
6.363 |
509 |
7,9 |
Kampung Sawah |
23.164 |
2.548 |
10,9 |
Kebon Jahe |
9.005 |
540 |
5,9 |
Kemiling |
31.688 |
4.119 |
12,9 |
Korpri |
5.167 |
310 |
5,9 |
Kota Karang |
15.227 |
2.131 |
13,2 |
Labuhan Ratu |
5,674 |
226 |
3,8 |
Palapa |
5.877 |
352 |
5,7 |
Pinang Jaya |
6.743 |
539 |
7,4 |
Rajabasa Indah |
7.991 |
719 |
8,8 |
Way Halim |
13.967 |
1.815 |
12,1 |
Total |
345.349 |
37.402 |
� |
.
2. Analisis Data
a) Analisis
Deskriptif
Berdasarkan
tabel 3 terlihat bahwa dokter penulis
resep terbanyak berusia 31-40 tahun dan sebagian besar berjenis kelamin perempuan, sedangkan tenaga kefarmasian terbanyak berusia 41-50 tahun dan sebagian besar berjenis kelamin perempuan. Dokter penulis resep dengan lama bekerja terbanyak yaitu antara 11-20 tahun sedangkan tenaga kefarmasian terbanyak dengan lama bekerja antara 21-30 tahun. Latar belakang
pendidikan dokter penulis resep terbanyak
adalah dokter, sedangkan tenaga kefarmasian adalah D3 Farmasi.
Pada tabel 4 terlihat bahwa ketidaksesuaian
obat antihipertensi yang tertulis pada resep dokter dengan yang diberikan kepada pasien hipertensi ada 13 puskesmas (56,5%), hal ini dikarenakan�� ketersediaan obat antihipertensi kurang dari jumlah
kebutuhan pasien yang dapat dilihat juga pada variabel ketersediaan obat ada 14 puskesmas
(60,9%). sehingga pasien hanya menerima obat antihipertensi sesuai dengan keadaan
ketersediaan obat antihipertensi di puskesmas. Pada
penelitian Anggi Silvana di
Dinas Kesehatan Deli Serdang, walaupun
sistem perencanaan sudah berdasarkan e-catalogue tetapi
tidak sesuai dengan permintaan
sehingga mengakibatkan kekosongan obat.� Padahal puskesmas sudah membuat perencanaan sesuai dengan kebutuhan
obat pasien hipertensi
Tabel
2 Karakteristik puskesmas
di Kota Bandar Lampung tahun 2017
Nama Puskesmas |
Jumlah Pegawai (orang) |
Jumlah Resep perhari
(lembar) |
Jumlah Resep Pasien
Hipertensi perhari (lembar) |
Jumlah Obat diberikan
(tablet) |
Pedoman Pengobatan Hipertensi
(ada/tidak ada) |
Satelit |
2 |
98 |
8 |
10 |
Ada |
Sukabumi |
3 |
105 |
10 |
10 |
Ada |
Kedaton |
4 |
176 |
15 |
15 |
Ada |
Gedong air |
4 |
71 |
5 |
5 |
Tidak Ada |
Sukaraja |
3 |
65 |
8 |
10 |
Ada |
Susunan Baru |
2 |
41 |
2 |
10 |
Ada |
Pasar
Ambon |
2 |
91 |
9 |
10 |
�Tidak Ada |
Sumur Batu |
3 |
74 |
5 |
10 |
Ada |
Sukarame |
3 |
76 |
8 |
15 |
Ada |
Segalamider |
3 |
40 |
3 |
10 |
Ada |
Bakung |
2 |
15 |
2 |
5 |
Ada |
Beringin Raya |
2 |
10 |
2 |
10 |
Ada |
Campang Raya |
2 |
17 |
2 |
5 |
Tidak Ada |
Kampung
Sawah |
3 |
56 |
5 |
10 |
Ada |
Kebon Jahe |
2 |
36 |
4 |
10 |
Tidak Ada |
Kemiling |
3 |
138 |
15 |
10 |
Tidak Ada |
Korpri |
2 |
15 |
2 |
10 |
Ada |
Kota Karang |
3 |
86 |
9 |
5 |
Ada |
Labuhan Ratu |
2 |
21 |
3 |
10 |
Ada |
Palapa |
2 |
29 |
4 |
10 |
Ada |
Pinang
Jaya |
2 |
15 |
2 |
3 |
Ada |
Rajabasa Indah |
3 |
44 |
5 |
30 |
Tidak Ada |
Way
Halim |
3 |
63 |
8 |
10 |
Ada |
Tabel 3 Karakteristik dokter penulis resep dan tenaga kefarmasian di puskesmas Kota Bandar Lampung tahun
2017
Karakteristik Responden |
Dokter |
Tenaga Kefarmasian ����������� N��������� ���(%) |
|
Jenis Kelamin |
|
|
|
Laki-Laki Perempuan TOTAL Usia (Tahun) 21 � 30 31 � 40 41 � 50 50 tahun keatas TOTAL Pendidikan S2* Dokter Apoteker S1 Farmasi D3 Farmasi TOTAL Lama Bekerja (Tahun)
1 � 10 11 � 20 21 � 30 TOTAL |
������� 2����������� 8,7 ����� 21���� �����91,3 ����� 23��������� 100 ������� 1���������� 4,3 ����� 16�������� 69,6 ������� 4�������� 17,4 ������� 2���������� 8,7 ������ 23�������� 100 �������� 9�������� 39,1 ������ 14�������� 60,9 �������� -������������ - �������� -������������ - ��� �����-������������ - ������� 23�������� 100 �������� 4������ ���17,4 ������ 17��������� 73,9 �������� 2����������� 8,7 ������ 23���������� 100������������������� |
����������� 2�������������� 8,7 ���������� 21����������� 91,3 ���������� 23������������ 100 ��� ��������2�������������� 8,7 ����������� 5������������� 21,7 ���������� 10������������ 43,5 ������������ 6������������ 26,1 ���������� 23������������ 100 ������������ 2�������������� 8,7 ������������� -���������������� - ������������ 6������������ 26,1 �� ����������1�������������� 4,3 ����������� 14����������� 60.9 ����������� 23������������ 100 �������������� 6����������� 26,1 �������������� 3����������� 13,0 ������������ 14����������� 60,9�������������������������� ������������ 23������������ 100 |
|
������� * S2 = berlatar
belakang pendidikan juga sebagai dokter dan apoteker
Pada variabel frekuensi kunjungan yang disajikan pada tabel 4, terlihat bahwa frekuensi kunjungan pasien hipertensi terbanyak adalah 3 kali dalam sebulan yaitu
14 puskesmas (60,9%), hal ini disebabkan karena obat antihipertensi
diberikan 10 tablet setiap kunjungan, hal tersebut dapat dilihat juga pada variabel jumlah obat yang diterima pasien terbanyak adalah antara 6 � 10 hari ada 14 puskesmas (60,9%).
Pada penelitian Benecdita di Puskesmas Sario Manado tentang frekuensi kunjungan pasien hipertensi, diperoleh bahwa kunjungan pasien hipertensi terbanyak adalah 1 kali dalam sebulan hal ini
menunjukkan bahwa hanya sedikit pasien
yang rutin datang berobat.� Hal ini disebabkan karena pasien sudah
merasa sehat, sehingga pasien tidak mematuhi rekomendasi dari dokter (Kemenkes RI,2014)..
Berdasarkan
tabel 4 juga terlihat bahwa ketidaksesuaian antara jenis obat
yang dibutuhkan dengan ketersediaan obat antihipertensi di puskesmas terbanyak yaitu 14 puskesmas (60,9%) dibandingkan dengan yang sesuai ada 9 puskesmas (39,1%).� Sedangkan ketidaksesuaian antara jumlah obat yang dibutuhkan dengan ketersediaan obat antihipertensi di puskesmas terbanyak yaitu 13 puskesmas (56,5%) dibandingkan dengan yang sesuai ada 10 puskesmas (43,5%).
b) Analisis
Regresi Linier Berganda
1) Uji
Normalitas
Berdasarkan
hasil uji normalitas seperti disajikan pada tabel 5, diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-tailed) kebutuhan jenis dan jumlah obat antihipertensi
adalah 0,200>0,05, maka
dapat disimpulkan bahwa nilai residual berdistribusi normal. Uji normalitas
metode grafik dengan penyebaran data pada sumber diagonal pada grafik Normal P-P Plot of regression standardized
residual. Berdasarkan grafik
pada gambar 1 dan gambar 2 dapat diketahui bahwa titik-titik menyebar sekitar garis dan mengikuti garis diagonal maka nilai residual tersebut telah normal.
Tabel 4 Distribusi frekuensi resep dokter, ketersediaan obat, frekuensi kunjungan pasien hipertensi, jumlah obat diterima pasien
hipertensi, kebutuhan jenis dan jumlah obat hipertensi untuk pasien hipertensi
di puskesmas Kota Bandar Lampung tahun
2017
�������������������� VARIABEL��������������������������������������������������������������������
N��������� % |
RESEP DOKTER Kesesuaian antara obat yang diberikan dengan resep dokter��������������
10��� ����43,5 Ketidaksesuaian antara obat yang diberikan dengan resep dokter������
13������� 56,5 TOTAL�����������������������������������������������������������������������������������������������
23��� ����100�
KETERSEDIAAN OBAT ANTIHIPERTENSI Jumlah ketersediaan
lebih dari jumlah kebutuhan�������������������� ������������������ 9������� 39,1 Jumlah ketersediaan kurang
dari jumlah kebutuhan����������������� ���������������� 14������� 60,9 TOTAL������������������������������������� ����������������������������������������������������������23� �������100 FREKUENSI KUNJUNGAN PASIEN HIPERTENSI 1 kali perbulan��������������������������������������������������������������������� ������������������ 2��������� 8,7���� 2 kali perbulan��������������������������������������������������������������������� ������������������ 2��������� 8,7 3 kali perbulan��������������������������������������������������������������������� ���������������� 14�� �����60,9 4 kali perbulan��������������������������������������������������������������������� ������������������ 5������� 21,7 TOTAL������������������������������������������������������������������������������ ���������������� 23�������� 100 JUMLAH OBAT ANTIHIPERTENSI YANG DITERIMA PASIEN HIPERTENSI ≤ 5 hari��������������������������������������������������������������������������������� ���������������� 5�������� 21,7 6 � 10 hari����������������������������������������������������������������������������� �������������� 14�������� 60,9 11 � 15 hari���������������������������������������������������������������������������
����������������2���������� 8,7 >�
15 hari������������������������������������������������������������������������������ ���������������� 2 ����������8,7 TOTAL����������������������������������������������������������������������������������������������
23�������� 100 |
KEBUTUHAN
JENIS OBAT ANTIHIPERTENSI UNTUK PASIEN HIPERTENSI Kesesuaian antara jenis obat yang dibutuhkan dengan�������������� ���������9�������� 39,1 ketersediaan obat��������� Ketidaksesuaian antara jenis� obat yang dibutuhkan dengan������������ 14�������� 60,9 ketersediaan obat��� TOTAL���������������������������� �����������������������������������������������������������������23���������
100 |
KEBUTUHAN
JUMLAH OBAT ANTIHIPERTENSI UNTUK PASIEN HIPERTENSI Kesesuaian antara jumlah obat yang diutuhkan dengan������������������� 10���������� 43,5 ketersediaan obat antihipertensi��� Ketidaksesuaian antara jumlah obat yang dibutuhkan dengan��������� 13���������� 56,5 ketersediaan obat antihipertensi��� TOTAL���������������������������������������������������������������������������������������������
23��������� 100 |
Tabel 5 Uji normalitas Kolmogorov
Smirnov
����� Variabel�������� ��������������������������������������������Asymp. Sig. (2-tailed) �������������� |
Kebutuhan jenis obat antihipertensi���������������������������� �0,200 Kebutuhan jumlah obat antihipertensi��������� �����������������0,200� |
Uji
normalitas dengan metode grafik dengan
penyebaran data pada sumber
diagonal pada grafik Normal P-P Plot of regression standardized residual. disajikan pada gambar 1 dan gambar 2.
Berdasarkan
grafik pada gambar 1 dan gambar 2 dapat diketahui bahwa titik-titik menyebar sekitar garis dan mengikuti garis diagonal maka nilai residual tersebut telah normal.
Gambar 1 Grafik
Normal P-P Plot of regression standardized residual untuk
kebutuhan jenis obat antihipertensi
Gambar 2.
Grafik Normal P-P Plot of regression standardized
residual untuk kebutuhan
jumlah obat antihipertensi
2) Uji Multikolinearitas
Dari data di tabel
6 terlihat bahwa nilai Tolerance pada setiap
variabel lebih besar dari 0,10 sedangkan nilai VIF lebih kecil dari
10,00 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas. Hal
ini dapat diartikan pula bahwa karakteristik dokter dan tenaga kefarmasian, pedoman pengobatan hipertensi, resep dokter, frekuensi kunjungan, ketersediaan obat antihipertensi dan jumlah obat antihipertensi
yang diterima pasien hipertensi tidak terjadi multikolinearitas
dengan
kebutuhan jenis dan jumlah obat antihipertensi
untuk pasien hipertensi. Berdasarkan hasil uji korelasi Rank Spearmen
pada tabel 8 diketahui bahwa nilai sig. (2-tailed) setiap variabel lebih kecil dari
0,05 maka artinya ada hubungan signifikan
(berkorelasi) antara variabel-variabel tersebut.
3) Uji Heteroskedastisitas
Dari tabel
7 dapat juga dilihat nilai Correlation Coefficient jenis kelamin dokter
sebesar 0,854 artinya korelasi sangat kuat, usia dokter
sebesar 0,712 artinya korelasi kuat.
Tabel 6 Uji
multikolinearitas metode
tolerance dan VIF
����� Variabel�������������������������������������� Kebutuhan Jenis&Jumlah obat antihistamin��������������������� ������������������������������������������������������������������������������������������������������������������ |
1.�
Karakteristik Dokter ���� Jenis
Kelamin��� ������������������������������������������������������0,444���������� 2,253 ���� Usia������������������������������������������������������������������������
0,334���������� 2,992 ���� Tingkat Pendidikan������������������������������������������ ������0,564���������� 1,773 ���� Lama Bekerja���������������� �����������������������������������������0,280���������� 3,566 2.� Karakteristik
Tenaga Kefarmasian ���� Jenis
Kelamin��������������������������������������������������������
0,497���������� 2,012 ���� Usia���������������������������������������������
���������������������������0,368���������� 2,716 ����
Tingkat Pendidikan������������������������������������������������
0,273���������� 3,667 ���� Lama Bekerja������������������������������������� ��������������������0,410���������� 2,440 3.� Pedoman
Pengobatan Hipertensi��������������������������� 0,592���������� 1,688 4.� Resep
Dokter���������������������������������������������������������
�0,600��������� �6,601���������������������������������� ��� 5.� Ketersediaan
Obat������������������������������������ ��������������0,600���������� 6,678��� 6.�
Frekuensi Kunjungan
Pasien Hipertensi�������������� ��0,113���������� 8,815������ 7.�
Jumlah Obat Antihipertensi yang diterima������������ 0,680���� ������4,738
|
|
Tabel 7� Uji heteroskedastisitas
Rank Spearmen
����� Variabel��������������������������������������������������
Kebutuhan Jenis
dan Jumlah������������������ �����������������������������������������������������������������
������Correlation�� ��Sig.(2-tailed)
Coefficient��������������������������������������������������������
������������������������������������������������������������������ |
1.�
Karakteristik Dokter ����
Jenis Kelamin���������������������������������������������
����0,854�������� ��������0,041 ����
Usia���������������������������������������������������������
�������0,712�� ��������������0,012 ����
Tingkat Pendidikan��� �������������������������������������0,454�� ��������������0,016 ����
Lama Bekerja������������������������������������������� ������0,387���
�������������0,018 2.�
Karakteristik Tenaga Kefarmasian ����
Jenis Kelamin���������������������������������������� ���������0,243�����
����������0,024 ����
Usia���������������������������������������������������������
�������0,897������ ���������0,029 ����
Tingkat Pendidikan��������������������������������� �������0,542�����
����������0,008 ����
Lama Bekerja���������� ���������������������������������������0,467��
�������������0,016 3.�
Pedoman Pengobatan
Hipertensi�������������� �����0,857������
���������0,037������������������������������������� 4.�
Resep Dokter��� ����������������������������������������������0,592 ���������������0,003����������� 5.�
Ketersediaan Obat���������������������������������������� �0,703����
�����������0,000��
6.�
Frekuensi Kunjungan
Pasien Hipertensi���� ��0,499���� �����������0,015��� ���� 7.�
Jumlah Obat Antihipertensi yang diterima ���0,470������
����������0,024�������� |
Tingkat
pendidikan
dokter nilai Correlation Coefficient sebesar 0,454 artinya korelasi cukup kuat, lama bekerja dokter sebesar 0,387 artinya korelasi cukup kuat. Sedangkan
pada karakteristik tenaga kefarmasian, dimana nilai Correlation
Coefficient jenis kelamin
sebesar 0,243 artinya korelasi cukup kuat, usia sebesar
0,897 artinya korelasi sangat kuat, pendidikan
sebesar 0,524 artinya korelasi kuat, lama bekerja sebesar 0,467 artinya korelasi cukup kuat, Pada variabel pedoman pengobatan hipertensi nilai Correlation
Coefficient sebesar 0,857 artinya
korelasi sangat kuat, resep dokter
sebesar 0,592 artinya korelasi kuat, ketersediaan obat sebesar 0,703 artinya korelasi kuat, frekuensi kunjungan pasien hipertensi 0,499 artinya korelasi cukup kuat dan jumlah obat antihipertensi
yang diterima 0,470 artinya
korelasi cukup kuat terhadap kebutuhan
jenis dan jumlah obat antihipertensi.
Nilai
Correlation Coefficient variabel-variabel tersebut bernilai positif artinya hubungan variabel-variabel tersebut searah.� Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah
hetero skesdastisitas pada model regresi.
4) Uji Autokorelasi
Berdasarkan
hasil pada tabel 8 diketahui bahwa nilai
Durbin-Watson (DW) untuk kebutuhan
jenis obat antihipertensi sebesar 1,941 dan untuk kebutuhan jumlah obat antihipertensi
sebesar 1,475.�
Dengan n = 10 dan k = 4 didapat
nilai dL = 0,376 dan nilai dU = 1,414 (nilai dL dan dU dapat dilihat
dari tabel statistik Durbin-Watson), maka
nilai 4 � dU = 2,586.� Jadi untuk kebutuhan jenis
obat antihipertensi nilai dU < DW < 4�dU = 1,414 < 1,941 < 2,586 dan kebutuhan jumlah
obat antihipertensi nilai dU < DW < 4�dU = 1,414 < 1,475 < 2,586, sehingga
dapat ditarik kesimpulan tidak terjadi autokorelasi pada model regresi.
Tabel 8 Uji
autokorelasi Durbin
Watson
������� ���Variabel������������������������������������������������������
Durbin Watson |
Kebutuhan jenis obat antihipertensi���������������������������� �1,941 Kebutuhan jumlah obat antihipertensi����������������� ���������1,475� |
c)
Pengujian Hipotesis
Hasil uji regresi
linear berganda dengan menggunakan SPSS 25 (Priyatno, D.,2012), dapat
dilihat pada tabel 9. Nilai
R sebesar 0,846 dan 0,938 artinya
antara variabel karakteristik dokter dan tenaga kefarmasian, pedoman pengobatan hipertensi, resep dokter, frekuensi kunjungan, ketersediaan obat antihipertensi dan jumlah obat antihipertensi
yang diterima pasien hipertensi terhadap kebutuhan jenis dan jumlah obat antihipertensi untuk pasien hipertensi
ini memilki korelasi
yang sangat kuat (0,76
� 0,99 = korelasi sangat kuat). Nilai R Square = 0,716 dan 0,879 artinya
persentase sumbangan pengaruh variabel independen dengan variabel dependen sebesar 71,6% dan 87,9%, sisanya dipengaruh variabel lain yang tidak masuk dalam
model regresi ini.�� Nilai Std.
Error of the Estimate sebesar 0,395 dan 0,275 berarti kesalahan yang dapat terjadi dalam
memprediksi kebutuhan jenis dan jumlah obat antihipertensi untuk pasien hipertensi
sebesar 39,5% dan 27,5%.
Pengujian
hipotesis uji F variabel kebutuhan jenis dan jumlah obat antihipertensi,
nilai F tabel = F (k
; n - k) = (13 ; 10) = 2,85 ( (nilai F tabel dapat dilihat
dari tabel statistik distribusi nilai F tabel).� Berdasarkan table 9
bahwa variabel kebutuhan jenis obat antihipertensi nilai F hitung 2,907 > F tabel 2,85. Sedangkan pada
variabel kebutuhan jumlah obat antihipertensi,
nilai F hitung
5,038 > F tabel 2,85 yang berarti
secara stimultan terdapat pengaruh antara karakteristik dokter dan tenaga kefarmasian, pedoman pengobatan hipertensi, resep dokter, frekuensi
kunjungan, ketersedian obat antihipertensi dan jumlah obat antihipertensi
yang diterima pasien hipertensi terhadap
kebutuhan jenis dan jumlah obat antihipertensi
untuk pasien hipertensi.
Tabel 9
Output hasil analisa uji regresi linear berganda
�������������������� Variabel���������������������������� �����R�������
R Square��
��Std. Errorof����������� �����������������������������������������������������������������
������������������������������������the Estimate |
|
Kebutuhan jenis obat antihipertensi������ 0,846������ 0,716������������ 0,395 untuk pasien hipertensi Kebutuhan jumlah obat antihipertensi��
0,938������ 0,879������������ 0,275��� untuk pasien hipertensi |
|
� �������������Variabel���������������������������������� ����F hitung����������������
Sig. |
Kebutuhan jenis obat antihipertensi��������������� 2,907����������������� 0,012������������ untuk pasien hipertensi Kebutuhan jumlah obat antihipertensi���� ��������5,038����������������� 0,010������������ untuk pasien hipertensi |
����������
�������������������
VARIABEL����������������������������
t hitung���������������� Sig. |
|
�Kebutuhan jenis obat antihipertensi��������������� 3,003��������������� 0,013�� ���������� untuk pasien hipertensi Kebutuhan jumlah obat antihipertensi������������� 3,105�������������� 0,013������������ untuk pasien hipertensi |
|
Pada
uji F variabel kebutuhan
jenis dan jumlah obat antihipertensi untuk pasien hipertensi,
diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,012 dan
0,010 lebih kecil dari 0,05 yang berarti secara bersama-sama terdapat pengaruh antara karakteristik dokter dan tenaga kefarmasian, pedoman pengobatan hipertensi, resep dokter, frekuensi
kunjungan, ketersedian obat antihipertensi dan jumlah obat antihipertensi
yang diterima
pasien hipertensi terhadap
kebutuhan jenis dan jumlah obat antihipertensi
untuk pasien hipertensi.
Pengujian hipotesis
uji t variabel kebutuhan jenis dan jumlah obat antihipertensi, nilai t tabel = t (α/2; n-k-1) = (0,025; 9) = 2,262.� Pada tabel 9 dapat dilihat bahwa
variabel kebutuhan jenis obat antihipertensi
nilai t hitung 3,003 > t tabel 2,262. Sedangkan
pada variabel kebutuhan jumlah obat antihipertensi,
nilai t hitung
3,105 > t tabel 2,262 yang berarti
secara stimultan terdapat pengaruh antara karakteristik dokter dan tenaga kefarmasian, pedoman pengobatan hipertensi, resep dokter, frekuensi
kunjungan, ketersedian obat antihipertensi dan jumlah obat antihipertensi
yang diterima pasien
hipertensi
terhadap kebutuhan jenis dan jumlah obat antihipertensi untuk pasien hipertensi.
Pada uji t variabel
kebutuhan jenis dan jumlah obat antihipertensi
untuk pasien hipertensi, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,013 lebih kecil dari 0,05 yang berarti secara bersama-sama terdapat pengaruh antara karakteristik dokter dan tenaga kefarmasian, pedoman pengobatan hipertensi, resep dokter, frekuensi
kunjungan, ketersedian obat antihipertensi dan jumlah obat antihipertensi
yang diterima pasien
hipertensi
terhadap kebutuhan jenis dan jumlah obat antihipertensi untuk pasien hipertensi.
Pada penelitian
ini, sebagian besar jumlah obat
antihipertensi yang diberikan
kepada pasien hipertensi tidak sesuai dengan yang tertulis diresep dokter hal ini
disebabkan karena ketersediaan obat antihipertensi kurang dari kebutuhan obat pasien hipertensi.
Menurut Pulung bahwa faktor dokter
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ketersediaan obat.� Ketersediaan obat dipengaruhi oleh pola peresepan.� Pola peresepan di
RSUD dr. Soedono Madiun bervariasi sehingga mempengaruhi ketersediaan obat dan menyebabkan obat-obat yang digunakan berubah, akibatnya banyak obat yang tidak keluar atau
tidak digunakan dan menumpuk (Pulung Prabowo,dkk.,2016).
Ketersediaan
obat antihipertensi di puskesmas kota Bandar Lampung sebagian besar kurang dari jumlah
kebutuhan obat antihipertensi, sehingga pasien hipertensi menerima obat antihipertensi
sesuai dengan ketersediaan obat antihipertensi di puskesmas saja.� Menurut penelitian Ivonie, solusi untuk meningkatkan ketersediaan obat adalah dengan meningkatkan
keterampilan pengelola obat di puskesmas terutama dalam menghitung kebutuhan jenis dan jumlah obat di puskesmas.� Hal ini dapat dilakukan dengan metode off the job training, karena metode ini
telah terbukti efektif untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan
pengelola obat dalam perencanaan obat dan analisis
kebutuhan jenis dan jumlah obat akan
berpengaruh terhadap ketersediaan obat di puskesmas (Ivonie Carolien,dkk.,2017).
Sebagian besar
puskesmas di Kota Bandar Lampung, pemberian
obat antihipertensi untuk 10 hari dimana
tidak sesuai dengan Permenkes No. 5 Tahun 2014 dan JNC 7 bahwa pemberian obat antihipertensi untuk 2 minggu atau 1 bulan
untuk mengoptimalkan hasil pengobatan sampai tekanan darah yang diinginkan tercapai,� Sehingga frekuensi kunjungan di puskesmas Kota
Bandar Lampung sebagian besar
3 kali perbulan (Kemenkes RI,2014), (National Heart Lung
and Blood Institute; 2003).
Administrasi
di puskesmas Kota Bandar Lampung termasuk
pencatatan belum dilakukan dengan optimal, hal ini disebabkan
karena hanya terdapat satu tenaga
kefarmasian di puskesmas maka waktu kerjanya
akan tersita hanya untuk urusan
pelayanan obat saja, sehingga waktu untuk melakukan
administrasi pengelolaan obat dan hal-hal pengembangan peningkatan mutu pelayanan obat sangat kurang.
Menurut Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, untuk kebutuhan menghitung beban kerja pelayanan
kefarmasian yaitu 1 apoteker: 50 pasien perhari, sedangkan di puskesmas Kota Bandar Lampung jumlah
pasien perhari sebagian besar diatas 50 pasien (Kemenkes RI,2014).
Di Puskesmas Kota Bandar Lampung, sebagian
besar pengelola obat adalah D3 Farmasi hal ini
mengakibatkan terbatasnya kewenangan pengelola obat yaitu hanya
boleh meracik dan menyerahkan obat ke pasien sehingga
tidak dapat mengelola (mengadakan) obat dengan mandiri.
Pengelolaan obat yang efisien sangat menentukan keberhasilan manajemen secara keseluruhan, untuk menghindari perhitungan kebutuhan obat yang tidak akurat dan tidak rasional.� Pengelolaan obat bertujuan terjaminnya ketersediaan obat yang bermutu baik secara tepat
jenis, tepat jumlah dan tepat waktu serta digunakan
secara rasional dan supaya dana yang tersedia dapat digunakan dengan sebaik-baiknya dan berkesinambungan guna memenuhi kepentingan masyarakat yang berobat ke unit pelayanan kesehatan dasar (Oktaviani.
A, Baroroh. F.,2015).
Resep dokter dan ketersediaan
obat antihipertensi secara parsial berpengaruh terhadap kebutuhan jenis dan jumlah obat antihipertensi untuk pasien hipertensi (nilai signifikansi
0,01 < 0,05 dan nilai t hitung
5,618 > t tabel 2,571). Frekuensi
kunjungan pasien hipertensi dan jumlah obat antihipertensi yang diterima pasien hipertensi secara parsial tidak berpengaruh
terhadap kebutuhan jenis dan jumlah obat antihipertensi
untuk pasien hipertensi (nilai signifikansi 0,732 > 0,05 dan nilai
t hitung 0,357 < t tabel
2,571). Secara stimultan resep dokter, ketersediaan
obat antihipertensi, frekuensi
kunjungan pasien hipertensi dan jumlah obat antihipertensi yang diterima pasien hipertensi berpengaruh terhadap kebutuhan jenis dan jumlah obat antihipertensi
untuk pasien hipertensi (nilai signifikansi 0,002 < 0,05 dan nilai
F hitung 17,882 > F tabel
4,53).
BIBLIOGRAFI
Depkes, R. I. (2006). Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik Ditjen Bina Kefarmasian & Alat Kesehatan. Pedoman Pelayanan
Kefarmasian Untuk Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA).
Education, National Asthma, Heart, Prevention Program (National,
Lung, & Institute), Blood. (2003). Expert panel report: guidelines for
the diagnosis and management of asthma: update on selected topics, 2002. US
Department of Health and Human Services, Public Health Service, National �.
Indonesia, B. P. (2015). Kementerian Kesehatan RI. Permenkes
RI, 40.
Indonesia, Republik, Mboi, Nafsiah, Manusia, Mhdanhak, &
Syamsudin, Amir. (2014). Peraturan menteri kesehatan republik indonesia
nomor 58 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit.
Kemenkes, R. I. (2013). Riset kesehatan dasar (Riskesdas)
2013. Kemenkes RI. Jakarta.
Medicines, W. H. O. (2010). Rational use of medicines. WHO
Fact Sheet 338. World Health Organization.
Rahmayani, Sri Tanti. (2019). Faktor-Faktor Risiko Kejadian
Hipertensi Primer pada Usia 20-55 Tahun di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD 45
Kuningan. Syntax, 1(4).
RI, Kemenkes. (2016). Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. 2018. Pedoman Umum Gizi Seimbang. Jakarta (ID): Direktorat
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.