Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 6, Juni 2023

 

STATUS�� HUKUM��� DAN��� TANGGUNG�� JAWAB��� NOTARIS��� DAN��� PPAT TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA

 

Nicholas Alexandros, Amad Sudiro

Fakultas Hukum, Universitas Tarumanagara, Jakarta, Indonesia Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Notaris yang dipidana di bawah lima tahun dalam persidangan Majelis Pengawa Notaris hukuman yang dikenakan adalah pemberhentian sementara meskipun dalam faktanya hukuman sementara tersebut tidak merujuk pada ketentuan UUJN yang paling singkat 3 (tiga) bulan dan 6 (enam) bulan paling lama karena hukuman sementara berarti mengikuti lamanya hukuman. Belum adanya aturan dalam UUJN terkait sanksi bagi notaris yang dijatuhi hukuman di bawah lima tahun tentu akan mengakibatkan ketidakpastian hukum dalam pengaturan sanksinya. Penulis tertarik untuk meninjau dan mendalami permasalahan terkait analisis kedudukan hukum terhadap Notaris dan PPAT yang dipidana di bawah lima tahun dan pertanggungjawabannya terhadap akta yang dibuatnya secara komprehensif. Ada 2 (dua) jenis penelitian hukum, yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris (sosiologis). Penelitian ini dilakukan dengan meneliti dan menganalisis mengenai asas-asas, norma, kaidah, dan peraturan perundangan, perjanjian serta doktrin (ajaran), sehingga jika dikaitkan dengan judul yang diangkat dalam penelitian ini maka metode penelitian hukum normatif merupakan metode yang paling sesuai. Hasil penelitian menyatakan bahwa setelah Notaris selesai menjalani masa hukuman maka Notaris tersebut dapat menjabat kembali sebagai Notaris tanpa perlu adanya prosedur pengangkatan kembali sebagai Notaris. Apabila Notaris menjalankan jabatannya secara tidak berhati-hati dan tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku seperti peraturan yang tertera di Undang-Undang Jabatan Notaris atau UUJN maka notaris dapat diancam dengan hukuman perdata, pidana maupun administrasi seperti pemberhentian sementara maupun pemberhentian dengan tidak hormat.

 

Kata kunci: Notaris, UUJN, PPAT

 

Abstract

In the trial of the Notary Supervisory Board, the punishment imposed is temporary dismissal even though in fact the temporary sentence does not refer to UUJN provisions, the minimum is 3 (three) months and the longest 6 (six) months because the temporary sentence means following length of sentence. The absence of regulations in UUJN regarding sanctions for notaries who are sentenced to under five years will certainly result in legal uncertainty in setting sanctions. The author is interested in reviewing and exploring issues related to the analysis of the legal position of Notaries

 

 

How to cite:

Nicholas Alexandros, Amad Sudiro (2023) Status Hukum dan Tanggung Jawab Notaris dan Ppat Terhadap Akta yang Dibuatnya, (8) 6, http://dx.doi.org/10.36418/syntax-literate.v6i6

 

E-ISSN:

 

2548-1398

Published by:

Ridwan Institute


and PPATs who have been sentenced under five years and their accountability for the deeds they made comprehensively. There are 2 (two) types of legal research, namely normative legal research and empirical (sociological) legal research. This research was carried out by researching and analyzing the principles, norms, rules and laws and regulations, agreements and doctrines (teachings), so that if related to the title raised in this study, the normative legal research method is the most appropriate method. The results of the study stated that after the Notary has finished serving his sentence, the Notary can serve again as a Notary without the need for a reappointment procedure as a Notary. If a notary carries out his/her position carelessly and does not comply with applicable regulations such as the regulations stated in the Law on Notary Office or UUJN, the notary may be subject to civil, criminal or administrative penalties such as temporary dismissal or dishonorable dismissal.

 

Keywords: Notary, UUJN, PPAT

 

Pendahuluan

Dalam konteks perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pada Perubahan Keempat Tahun 2002, konsep negara hukum atau �rechtsstaat� yang sebelumnya hanya tercantum dalam penjabaran Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, diartikulasikan dalam Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan bahwa �Negara Indonesia adalah Negara Hukum.� Gagasan negara hukum mengubah instrumen hukum itu sendiri menjadi sistem yang berfungsi dan adil dalam mengatur suprastruktur dan infrastruktur sistem politik, ekonomi, dan sosial secara tertib dan teratur, menjadikannya rasional dan objektif. Hal itu ditegaskan dalam membangun sistem budaya hukum dan kesadaran untuk berkembang. Maka dari itu, sistem hukum itu perlu dibangun dan ditegakkan sebagaimana mestinya. Sistem hukum sendiri mempunyai pengertian suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut. Dimulai dengan konstitusi sebagai hukum yang paling tinggi kedudukannya. Untuk menjamin tegaknya konstitusi itu sebagai hukum dasar yang berkedudukan tertinggi (the supreme law of the land), dibentuk pula sebuah Mahkamah Konstitusi yang berfungsi sebagai �the guardian� dan sekaligus �the ultimate interpreter of the constitution� (Wildan & Furziah, 2021). Konstitusi itu sendiri menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum, yang berarti mengurusi segala sesuatu dalam kegiatan penyelenggaraan negara, termasuk sikap dan tindakan pemerintah dan lembaga lainnya termasuk masyarakat di dalamnya harus didasarkan pada mekanisme aturan-aturan hukum yang berlaku (Setiawan & Adhari, 2022).

Salah satu tugas pemerintahan adalah memberikan pelayanan kepada warga negaranya melalui lembaga yang ada dan oleh pegawai negeri yang mewakili dan bertindak atas nama negara sesuai dengan mandatnya. Notaris adalah salah satu organ negara yang diberi wewenang untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat sehubungan dengan perbuatan hukum yang dilakukan oleh semua orang di dalam bidang keperdataan (Rusdiyanto Sesung et al. 2017).


Notaris berperan penting dalam roda perekonomian nasional karena memiliki kewenangan untuk menyusun dokumen-dokumen penting berupa akta autentik, perjanjian maupun penetapan yang dikehendaki oleh para pihak yang disepakati bersama untuk dinyatakan dalam sebuah akta autentik (Marjon, 2016)Salah satu alasan negara memberikan kewenangan yang telah ditentukan atau ditetapkan oleh Undang-Undang kepada notaris adalah karena negara Indonesia menjunjung tinggi asas negara hukum dan menjamin keamanan, ketertiban, dan perlindungan hukum mengingat lalu lintas hukum dalam kehidupan masyarakat terutama dalam peristiwa perdata tertentu sehingga diperlukan suatu alat bukti berupa surat atau akta autentik yang merupakan kuasa notaris yang di dalamnya menentukan dengan jelas hak dan kewajiban masing-masing pihak sebagai subjek hukum.

Agar kewenangan tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan semestinya, maka pemerintah mengatur segala kegiatan notaris mulai dari kewenangan, kewajiban hingga larangan yang tidak boleh dilanggar karena terdapat konsekuensi hukum jika hal tersebut dijalankan tidak sesuai dengan aturan maka dapat dikenakan sanksi. Regulasi tersebut tertuang dalam UUJN yang keberadaannya untuk menetapkan segala tugas yang dibebankan pemerintah kepada profesi, dengan maksud untuk membentuk suatu profesi yang mandiri dan melayani masyarakat agar dapat terwujud seperti yang diinginkan (Tim Redaksi Tatanusa 2014).

Dalam menjalankan profesi sebagai notaris harus memenuhi segala ketentuan hukum yang ada serta menghindari kemungkinan pelanggaran terhadap UUJN dan Kode Etik Kenotariatan. Begitupula dalam melaksanakan tugas jabatannya, notaris harus cermat, teliti dan tidak memihak dalam melaksanakan tugasnya (Judge, 2022).

Selama mengabdi kepada masyarakat, notaris sering kali mengalami permasalahan hukum karena perilaku dalam menjalankan tugasnya yang akhirnya membawa dirinya tersangkut pada persoalan hukum. Dalam praktiknya, notaris sebagai pejabat yang diberi kewenangan oleh negara sering mengalami kondisi yang cukup memprihatinkan karena ada saja yang berurusan dengan hukum baik sebagai saksi dalam kasus pidana maupun sebagai tersangka bahkan ada pula yang dilaporkan oleh kliennya atas pelanggaran yang dilakukan oleh notaris. Laporan tersebut kemudian berkembang melalui tahapan proses penahanan, tahapan persidangan, bahkan putusan pengadilan yang menetapkan notaris sebagai terpidana (Apriani, 2022).

Tidak sedikit pula akhir-akhir ini ada beberapa notaris terjerat kasus pidana yang berujung pada pengenaan sanksi pemberhentian sementara bahkan ada pula yang diberhentikan tidak hormat dari jabatannya sebagai notaris. Dari sini dapat dilihat bahwa notaris mudah terjerumus dalam perkara pidana karena kecerobohan atau kelalaiannya dalam menjalankan tugas dan wewenanganya. Tentunya akan ada implikasi hukum terhadap kedudukan notaris apabila terjerat kasus pidana, yang mana dalam UUJN setidaknya telah mengatur sanksi dari yang paling ringan hingga yang paling berat tingkatannya, yaitu berupa teguran tertulis, diberhentikan sementara, pemberhentian dengan hormat, atau pemberhentian tidak hormat (Roberto Gomies 2020).


Pengaturan sanksi bagi notaris diatur dalam UUJN dan Kode Etik Notaris yang hanya mengatur sanksi perdata, administratif, dan kode etik jabatan notaris. Di dalam UUJN tidak mengenal atau tidak mengatur secara khusus sanksi pidana, akan tetapi jika notaris melakukan tindak pidana, maka notaris tersebut dapat dimintakan pertanggungjawaban secara pidana yang didasarkan pada hukum pidana yang berlaku dan secara subjektif kepada pelaku yang memenuhi persyaratan untuk dapat dikenakan pidana karena perbuatannya itu (Heriyanti n.d.).

Terkait dengan sanksi bagi notaris yang melakukan tindak pidana yang dapat berakibat notaris harus menjalankan hukuman, di dalam UUJN juga mengatur mekanisme pemberhentiannya.(Ayuningtyas, 2020) Mekanisme pemberhentian sementara atau dengan tidak hormat notaris dilakukan secara bertahap dari usulan atau rekomendasi Majelis Pengawasan Notaris yaitu suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris (Indonesia n.d.). Majelis tersebut terbagi dalam wilayah tingkat daerah yang disebut dengan Majelis Pengawas Daerah dan tingkat Provinsi yang disebut dengan Majelis Pengawas Wilayah Provinsi sampai kepada Majelis Pengawas Pusat dengan keputusan di tangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) (Azyati, 2015).

Di dalam Pasal 73 UUJN ayat 1 huruf f yang menyatakan bahwa �Majelis Pengawas Wilayah berwenang mengusulkan pemberian sanksi terhadap Notaris kepada Majelis Pegawas Pusat berupa pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan sampai 6 (enam) bulan atau pemberhentian dengan tidak hormat (Indonesia n.d.).� Untuk pemberhentian dengan hormat sendiri dijelaskan di dalam Pasal 13 UUJN yang menyatakan bahwa �Notaris diberhentikan dengan tidak hormat oleh Menteri karena dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih (Indonesia n.d.).�

Berbeda dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah atau yang disingkat dengan PPAT yang dimana berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang menyatakan bahwa �PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta autentik mengenai perubahan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun� berbeda dengan notaris jika notaris diangkat dan diberhentikan dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia sedangkan pengangkatan dan pemberhentian jabatan pengawasan PPAT dilakukan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Frisca 2023).

Setidaknya terdapat tiga potensi masalah yang mudah menjerat PPAT untuk diperkarakan baik secara perdata, administrasi, ataupun pidana. Pertama, potensi yang bermula dari penggunaan akta. Kedua, potensi yang memang murni karena kurang cermatnya PPAT dalam membuat akta. Ketiga, karena tidak ada yang berhubungan dengan akta atau semacam bentuk �kriminalisasi� Syafran Sofyan mengatakan bahwa ada sejumlah pasal yang seringkali digunakan oleh pihak penyidik Polri untuk menjerat PPAT


dalam kasus pidana terkait jabatan. Pertama, Pasal 263 ayat (1) KUHP. Modus yang biasanya berkaitan dengan pasal tersebut adalah pemalsuan surat, misalnya Surat Setoran Bea (SSB), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Surat Setoran Pajak (SSP). Pasal 266 ayat (1) KUHP. Secara umum, pasal tersebut mengatur bahwa �barangsiapa yang menyuruh memasukan keterangan palsu dalam suatu akta autentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta dan dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran diancam jika pemakaian itu dapat timbulkan kerugian dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun". PPAT dapat diberhentikan dengan tidak hormat sebagaimana diatur Pasal 28 ayat (2) huruf b Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah apabila PPAT dijatuhi hukuman kurungan atau penjara karena melakukan kejahatan perbuatan pidana yang diancam hukuman kurungan atau penjara lima tahun atau lebih berat berdasarkan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Padahal, suatu akta baik akta notaris atau PPAT tidak menjamin pihak penghadap berkata benar akan tetapi yang dapat dijamin dalam setiap akta adalah pihak-pihak benar berkata seperti apa yang termuat dalam akta (Putra 2023).

Dalam hal pembuatan akta PPAT yang tidak memenuhi syarat sesuai ketentuan yang berlaku maka akta tersebut dapat dibatalkan melalui pengadilan dan dapat pula dinyatakan batal demi hukum. Namun demikian dalam hal perbuatan hukum yang termuat dalam akta PPAT sudah didaftarkan di Kantor Badan Pertanahan maka pendaftaran tidak dapat dibatalkan oleh para pihak yang bersangkutan. Pembatalan akta PPAT yang telah didaftarkan harus didasarkan dengan bukti lain misalnya dengan Putusan Pengadilan (Junaedi & Djajaputra, 2022)

Dalam faktanya sebagai studi kasus dalam penelitian ini, terdapat Notaris dan PPAT yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan dikenakan ancaman hukuman penjara 2 (dua) tahun atau lebih, seperti kasus (Asnan, Adhim, & Ardani, 2022)Notaris dan PPAT yang korbannya adalah orangtua dari Nirina Zubir dimana Notaris dan PPAT tersebut yaitu Faridah, S.H., M.Kn. dan Ina Rosiana, S.H. ditetapkan sebagai tersangka yang kemudian telah memutuskan dinyatakan bersalah dan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama melakukan pamalsuan surat akta-akta autentik sehingga dihukum 2 tahun 8 bulan dan denda sebesar 1 miliar rupiah (Redaksi Detik.com 2023).

Berikut merupakan kasus yang termuat dalam Direktori Putusan Mahkamah Agung yang memuat sanksi pidana terhadap notaris yang dihukum 2 (dua) tahun atau lebih:(Nugroho, n.d.)

Putusan Nomor 248/Pid.B/2022/PN.Jkt.Bar dengan para terdakwa Notaris dan PPAT Faridah, S.H., M.Kn dan Ina Rosiana, S.H. yang dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama melakukan pamalsuan surat akta-akta autentik yang dimana pada bulan Januari 2016 terdakwa Faridah, S.H, M.Kn kenal dengan saksi Riri Khasmita dan saksi Edrianto yang saat itu


menemui terdakwa Faridah, S.H., M.Kn selaku Notaris dan PPAT yang beralamat di Jl. Kebun Jeruk Ruko 3 Pilar Batu Sari Jakarta Barat dengan membawa 6 sertipikat Hak Milik kepunyaan Ny. Cut Indira Martrini yang diambil oleh saksi Riri Khasmita dan saksi Edrianto dengan tanpa seijin pemiliknya kemudian saksi Riri Khasmita dan saksi Edrianto sepakat menyerahkan 6 sertipikat Hak Milik kepunyaan Ny. Cut Indira Martini tersebut kepada terdakwa Faridah, S.H., M.Kn. selaku Notaris dan PPAT untuk dibuatkan penerbitan Akta Jual Beli yang kepemilikannya menjadi atas nama saksi Riri Khasmita dan saksi Edrianto. Kemudian saksi Riri Khasmita dan saksi Edrianto datang kembali pada terdakwa Faridah, S.H., M.Kn. untuk dibuatkan kuasa jual, pengurusan untuk menjual (surat kuasa penuh) sebagai bukti seolah-olah bahwa Ny. Cut Indira Martini telah memberi kuasa yang isinya bertentangan dengan kebenaran, kemudian saksi Riri Khasmita dan saksi Edrianto menandatangani surat kuasa jual, pengurusan, untuk menjual (surat kuasa penuh). Kemudian selanjutnya untuk mewujudkan niat jahat saksi Riri Khasmita dan saksi Edrianto tersebut, maka terdakwa Faridah, S.H., M.Kn selaku Notaris dan PPAT wilayah kerja di kota Tangerang menemui terdakwa Ina Rosainah,

S.H. selaku Notaris PPAT di Jl. Meruya Ilir Raya 33A Kebun Jeruk Jakarta Barat dalam rangka membantu saksi Riri Khasmita dan Saksi Edrianto untuk mewujudkan niatnya itu lalu mengajak kerjasama sesama Notaris dan PPAT untuk pembuatan Akta Notaris dan Akta PPAT terhadap 5 sertipikat Hak Milik keluarga Alm. Ny. Cut Indiria Martini yang diambil oleh saksi Riri Khasmita dan saksi Edrianto tanpa sepengetahuan dan tanpa seijin pemiliknya tersebut untuk diproses Akta Jual Beli menjadi atas nama saksi Riri Khasmita, atas ajakan kerjasama Notaris tersebut disepakati oleh Terdakwa Ina Rosaina, S.H. selaku Notaris dan PPAT.

Beranjak dari kasus di atas, maka timbul pertanyaan jika notaris yang di pidana dengan hukuman di bawah 5 (lima) tahun apakah dapat dikatakan statusnya sebagai hukuman sementara karena jika melihat ketentuan Pasal 13 UUJN hanya hukuman yang pidananya 5 (lima) tahun atau lebih yang dapat dikenakan hukuman pemberhentian tidak hormat. Pertanyaan berikutnya pun muncul, apakah hukuman di bawah 5 (lima) tahun dapat dikatakan sebagai hukuman sementara dalam Pasal 9 Ayat (4) jo Pasal 73 ayat (1) huruf f UUJN ditegaskan bahwa hukuman pemberhentian sementara paling singkat yaitu 3 (tiga) bulan sampai dengan paling lama 6 (enam) bulan.

Dengan tidak adanya batasan penetapan lamanya masa pemidanaan status hukuman antara pemberhentian sementara dan pemberhentian dengan tidak hormat terhadap notaris yang dipidana di bawah 5 (lima) tahun pada UUJN, tentu dapat mengakibatkan adanya kekosongan hukum bagi Majelis Pengawas dalam mengusulkan pemberhentian tidak hormat kepada Kemenkumham. Akan tetapi pada kenyataannya, notaris yang dipidana di bawah lima tahun dalam persidangan Majelis Pengawa Notaris hukuman yang dikenakan adalah pemberhentian sementara meskipun dalam faktanya hukuman sementara tersebut tidak merujuk pada ketentuan UUJN yang paling singkat 3 (tiga) bulan dan 6 (enam) bulan paling lama karena hukuman sementara berarti mengikuti lamanya hukuman. Belum adanya aturan dalam UUJN terkait sanksi bagi notaris yang dijatuhi hukuman di


bawah lima tahun tentu akan mengakibatkan ketidakpastian hukum dalam pengaturan sanksinya.

Perlu dilakukannya peninjauan kembali terkait penetapan sanksi bagi notaris yang dipidana di bawah 5 (lima) tahun sehingga tercipta kepastian hukum terutama bagi Majelis(Waluyo, 2022) Pengawas Notaris dalam mengambil keputusan jika terjadi notaris yang melanggar dan terjerat kasus pidana. Selain itu notaris yang dijatuhi hukuman pidana di bawah 5 (lima) tahun tentunya akan mengalami kendala seperti bagaimana pertanggungjawaban terhadap akta yang dibuatnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meninjau dan mendalami permasalahan terkait analisis kedudukan hukum terhadap Notaris dan PPAT yang dipidana di bawah lima tahun dan pertanggungjawabannya terhadap akta yang dibuatnya secara komprehensif dan menuangkannya ke dalam penulisan proposal yang berjudul: �Status Hukum Notaris Dan PPAT Yang Dipidana Di Bawah Lima Tahun Dan Pertanggungjawabannya Terhadap Akta Yang Dibuatnya (Studi Kasus: Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor: 248/Pid.B/2022/PN.JKT.BRT)�.

 

Metode Penelitian

Ada 2 (dua) jenis penelitian hukum, yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris (sosiologis). Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto, yang menyatakan bahwa: �Penelitian hukum itu berdasarkan tujuannya terdiri atas pertama: Penelitian hukum normatif, yang mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum, dan penelitian perbandingan hukum. Kedua: Penelitian hukum sosiologis atau empiris, yang mencakup, penelitian terhadap identifikasi hukum (tidak tertulis) dan penelitian terhadap efektivitas hukum�(Fajar & Achmad, 2010). Penelitian ini dilakukan dengan meneliti dan menganalisis mengenai asas-asas, norma, kaidah, dan peraturan perundangan, perjanjian serta doktrin (ajaran), sehingga jika dikaitkan dengan judul yang diangkat dalam penelitian ini maka metode penelitian hukum normatif merupakan metode yang paling sesuai.

Dalam penelitian hukum normatif atau kepustakaan, teknik pengumpulan data dalam penelitian hukum normatif dilakukan dengan studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan sekunder, maupun bahan hukum tersier dan atau bahan nonhukum. Penelusuran bahan-bahan hukum tersebut dapat dilakukan dengan membaca, melihat, mendengarkan, maupun sekarang banyak dilakukan penelusuran bahan hukum tersebut dengan melalui media internet (Fajar & Achmad, 2010). Pada penelitian ini Penulis memakai pendekatan Undang-Undang. Pendekatan Undang- Undang (statue approach) mempunyai pengertian yaitu pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi, dilakukan dengan menelaah semua Undang-Undang dan peraturan yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.


Hasil dan Pembahasan Hasil

A.                     Posisi Kasus

para terdakwa Notaris dan PPAT Faridah, S.H., M.Kn sebagai Notaris di Tangerang dan Ina Rosiana, S.H. sebagai Notaris di Jakarta Barat yang dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama- sama melakukan pamalsuan surat akta-akta autentik yang dimana pada bulan Januari 2016 terdakwa Faridah, S.H, M.Kn kenal dengan saksi Riri Khasmita dan saksi Edrianto yang saat itu menemui terdakwa Faridah, S.H., M.Kn selaku Notaris dan PPAT yang beralamat di Jl. Kebun Jeruk Ruko 3 Pilar Batu Sari Jakarta Barat dengan membawa 6 sertipikat Hak Milik kepunyaan Ny. Cut Indira Martrini yang diambil oleh saksi Riri Khasmita dan saksi Edrianto dengan tanpa seijin pemiliknya. kemudian saksi Riri Khasmita dan saksi Edrianto sepakat menyerahkan 6 sertipikat Hak Milik kepunyaan Ny. Cut Indira Martini tersebut kepada terdakwa Faridah, S.H., M.Kn. selaku Notaris dan PPAT untuk dibuatkan penerbitan Akta Jual Beli yang kepemilikannya menjadi atas nama saksi Riri Khasmita dan saksi Edrianto. Bahwa terkait dengan pengurusan pembayaran pajak-pajak atas tanah-tanah sesuai Sertipikat Hak Milik sampai menerbitkan Akta Jual Beli menjadi atas nama saksi Riri Khasmita dan saksi Edrianto tersebut, mereka mengatakan tidak mempunyai modal/biaya, kemudian terdakwa Faridah S.H., M.Kn selaku PPAT telah menyiapkan para penyandang atau membantu memberikan dana, yaitu saksi Mochamad Max Alatas memberikan modal untuk pembayaran 2 sertipikat sebesar Rp. 500.000.000.- (lima ratus juta rupiah), saksi Rey Alexander Putra memberikan modal sebesar Rp. 650.000.000.- (enam ratus lima puluh juta rupiah) dan saksi Moch Syaf Alatas memberikan modal sebesar Rp. 400.000.000.- (empat ratus juta rupiah) Kemudian saksi Riri Khasmita dan saksi Edrianto datang kembali pada terdakwa Faridah, S.H., M.Kn. untuk dibuatkan kuasa jual, pengurusan untuk menjual (surat kuasa penuh) sebagai bukti seolah-olah bahwa Ny. Cut Indira Martini telah memberi kuasa yang isinya bertentangan dengan kebenaran, kemudian saksi Riri Khasmita dan saksi Edrianto menandatangani surat kuasa jual, pengurusan, untuk menjual (surat kuasa penuh). Kemudian selanjutnya untuk mewujudkan niat jahat saksi Riri Khasmita dan saksi Edrianto tersebut, maka terdakwa Faridah, S.H., M.Kn selaku Notaris dan PPAT wilayah kerja di kota Tangerang menemui terdakwa Ina Rosainah, S.H. selaku Notaris PPAT di Jl. Meruya Ilir Raya 33A Kebun Jeruk Jakarta Barat dalam rangka membantu saksi Riri Khasmita dan Saksi Edrianto untuk mewujudkan niatnya itu lalu mengajak kerjasama sesama Notaris dan PPAT untuk pembuatan Akta Notaris dan Akta PPAT terhadap 5 sertipikat Hak Milik keluarga Alm. Ny. Cut Indiria Martini yang diambil oleh saksi Riri Khasmita dan saksi Edrianto tanpa sepengetahuan dan tanpa seijin pemiliknya tersebut untuk diproses Akta Jual Beli menjadi atas nama saksi Riri Khasmita, atas ajakan kerjasama Notaris tersebut disepakati oleh Terdakwa Ina Rosaina, S.H. selaku Notaris dan PPAT. Bahwa selanjutnya setelah kelima sertipikat Hak Milik ahli waris Ny. Cut Indira Martini tersebut dibuatkan Akta Jual Belinya menjadi atas nama saksi Riri Khasmita oleh terdakwa Faridah, S.H., M.Kn selaku PPAT bekerjasama dengan terdakwa Ina Rosainah, S,H. selaku PPAT yang


isinya tidak sesuai dengan kebenaran yang dibuat seolah-olah pihak memiliki Sertipikat Hak Milik tersebut telah datang menghadap kekantor notaris terdakwa Notaris Ina Rosainah, S.H. selaku PPAT melakukan proses jual beli seolah-olah benar para pihak itu nyata adanya dan seolah-olah akta tersebut dibacakan oleh terdakwa Notaris Ina Rosainah, S.H. selaku PPAT dihadapan para pihak saat penandatanganan Akta Jual Beli tersebut sehingga terbitlah Akta Jual Beli yang dibuat terdakwa Notaris Faridah, S.H., M.Kn selaku PPAT dan disahkan oleh terdakwa Notaris Ina Rosainah, S.H. pada tanggal disahkan, padahal semuanya itu tidak benar terjadi dan tidak pernah ada, saksi Riri Khasmita dan saksi Edrianto tidak mengeluarkan uang sedikitpun untuk membayar sejumlah tanah-tanah tersebut, demikian juga pembeli tidak pernah sedikitpun menerima pembayaran dari jual beli tersebut, bahkan pemilik sertipikat yang dibuatkan Akta Jual Beli tidak mengetahui hal itu.

B.                      Notaris dan PPAT

Notaris yang dalam bahasa inggris disebut dengan Notary, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan van notaris, mempunyai peranan yang sangat penting dalam lalu lintas hukum, khususnya dalam bidang hukum keperdataan, karena notaris berkedudukan sebagai pejabat publik, yang mempunyai kewenangan untuk membuat akta dan kewenangan lainnya. Secara yuridis, pengertian Notaris tercantum atau terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Pengertian Notaris tercantum dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang menyatakan bahwa �Pejabat umum berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan Undang-Undang lainnya� (Salim 2016).

Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang disingkat PPAT, yang dalam bahasa Inggris, disebut dengan land deed officials, sedangkan dalam bahasa Belanda, disebut dengan land titles registrar, mempunyai kedudukan dan peranan yang penting di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena Pejabat ini diberi kewenangan oleh negara, untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah dan akta-akta lainnya di Negara Republik Indonesia maupun di luar negeri. PPAT adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta pemindahan hak atas tanah dan akta lain dalam rangka pembebanan hak atas tanah, yang bentuk aktanya ditetapkan, sebagai bukti dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai tanah yang terletak dalam daerah kerjanya masing-masing.

C.                     Akta

Akta adalah surat tanda bukti berisi pernyataan (keterangan, pengakuan, keputusan, dan sebagainya) resmi yang dibuat menurut peraturan yang berlaku, disaksikan dan disahkan oleh Notaris atau pejabat pemerintah yang berwenang.

Ada 4 unsur yang tercantum dalam pengertian ini, yaitu:

1.                       Surat tanda bukti;

2.                       Isinya pernyataan resmi;

3.                       Dibuat menurut peraturan yang berlaku, dan;


4.                       Disaksikan dan disahkan oleh Notaris atau pejabat pemerintah yang berwenang.

Surat tanda bukti merupakan tulisan yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa atau perbuatan hukum. Isi akta berupa pernyataan resmi artinya bahwa apa yang tertulis dalam akta itu merupakan pernyataan yang sah dari pejabat atau para pihak. Dibuat menurut peraturan yang berlaku artinya bahwa akta yang dibuat di muka pejabat atau dibuat oleh para pihak, didasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Akta autentik, yang dalam bahasa Inggris, disebut dengan authentic deed, sedangkan dalam bahasa Belanda, disebut dengan authentieke akte van, diatur di dalam Pasal 1868 KUH Perdata dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya. Secara konseptual, pengertian akta autentik tercantum dalam berbagai peraturan perundang- undangan dan yang tercantum dalam kamus, baik kamus hukum maupun kamus bahasa Indonesia.

D.                     Surat Kuasa

Surat kuasa adalah pernyataan dengan mana seseorang memberikan wewenang kepada orang atau badan hukum lain untuk dan atas namanya melakukan perbuatan hukum�. Maksud �atas nama� yaitu �suatu pernyataan bahwa yang diberi kuasa berwenang untuk mengikat pemberi kuasa secara langsung dengan pihak lain, sehingga perbuatan hukum yang dilakukan oleh penerima kuasa berlaku secara sah sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemberi kuasa sendiri�. Penerima kuasa berwenang bertindak seolah-olah dia adalah orang yang memberikan kuasa itu. Kuasa sebagai kewenangan mewakili untuk melakukan tindakan hukum dari si pemberi kuasa dalam� �bentuk� �tindakan� �hukum� �sepihak,� �berkewajiban� �untuk melaksanakan prestasi pada satu pihak saja, yaitu penerima kuasa.Pemberian kuasa diatur dalam Pasal 1792 KUH Perdata dan pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu mengenai hanya satu kepentingan tertentu atau lebih atau secara umum, yaitu meliputi segala kepentingan si pemberi kuasa. Syarat sahnya pemberian kuasa diberikan secara formil, dirumuskan dalam Pasal 1793 KUH Perdata yang menyatakan bahwa: �kuasa dapat diberikan dan diterima dalam suatu akta umum, dalam suatu tulisan di bawah tangan, bahkan dalam sepucuk surat maupun dengan lisan�.

Pemberian kuasa dalam bentuk akta notaris lahir karena adanya perikatan yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih (Pasal 1313 KUH Perdata). Dalam pembuatan akta, seorang notaris harus mengacu pada ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata yang menyatakan bahawa untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat yaitu sepakat mereka mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Disamping Pasal 1320 KUH Perdata, dalam pembuatan perjanjian berlaku asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi �setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya�. Pembatasan asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian diatur dalam Pasal 1337 KUH Perdata yang berbunyi �suatu sebab adalah


terlarang, apabila oleh Undang-Undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum�. Salah satu bentuk pemberian kuasa yang dibuat oleh notaris adalah akta kuasa menjual.

E.                      Perjanjian Pengikatan Jual Beli

Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli/PPJB biasanya diatur tentang syarat- syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh para pihak agar dapat dilakukannya Akta Jual Beli/AJB. Dengan demikian maka PPJB merupakan ikatan awal untuk dapat nantinya dilakukannya AJB yang bersifat autentik. Sehingga PPJB yang dibuat hanyalah sebagai perjanjian permulaan saja. Karena untuk dapat terjadi peralihan hak atas tanah haruslah menggunakan akta PPAT sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang maupun peraturan-peraturan mengenai hak atas tanah (Ramadhani, 2022)

Akta Pengikatan Jual Beli dibuat dengan dua cara yaitu (Alusianto Hamonagan 2021):

1.                       Akta pengikatan jual beli yang baru merupakan janji-janji karena harga belum lunas;

2.                       Akta Pengikatan Jual Beli yang pembayarannya sudah dilakukan secara Lunas, namun belum bisa dilaksanakan pembuatan akta jual belinya dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah/PPAT karena masih ada yang belum selesai.

Pada umumnya sebelum para pihak melakukan perjanjian jual beli, biasanya mereka melakukan perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) terlebih dahulu. Terbitnya suatu perjanjian atas suatu pertanahan menuju ketertiban administrasi pertanahan, maka ditemukan suatu terobosan hukum yang hingga kini masih dilakukan dalam praktek pembuatan suatu perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) tanah. perjanjian pengikatan jual beli tanah ini mengatur tentang jual beli tanah, namun baru sebatas pengikatan jual beli yaitu suatu bentuk perjanjian yang merupakan perjanjian pendahuluan sebelum dilakukannya perjanjian jual beli sebenarnya yang diatur dalam perundang-undangan. Pengertian Perjanjian pengikatan jual beli dapat kita lihat dengan cara memisahkan kata dari Perjanjian pengikatan jual beli menjadi perjanjian dan pengikatan jual beli.

F.                      Akta Jual Beli

AJB atau akta jual beli adalah berkas autentik yang bisa menjadi bukti dari transaksi atau aktivitas jual beli maupun peralihan hak kepemilikan tanah, rumah, atau bangunan. Kuasa untuk membuat AJB ini diberikan kepada PPAT atau Pejabat Pembuat Akta Tanah, atau yang bisa juga disebut dengan notaris. Dalam kata lain, pembuatan dari jenis akta ini tidak bisa dilakukan sendiri tanpa bantuan pihak dari notaris atau PPAT tersebut. Alasannya karena penerbitan dokumen tersebut membutuhkan pendampingan dan harus dilakukan oleh pihak notaris, termasuk dalam hal penandatanganannya.

Melihat dari penjelasan tersebut, akta jual beli dapat diartikan sebagai salah satu persyaratan hukum dalam proses transaksi penjualan atau pembelian tanah maupun bangunan. Penerbitan atau pembuatan dokumen tersebut pun oleh pihak notaris PPAT akan dilakukan jika tanah, bangunan, atau jenis properti lainnya sebagai objek transaksi jual beli dan telah bisa dialihkan kepemilikan atau alih nama ke pihak pembeli.

G.                     Wawancara


1.                       Penulis melakukan wawancara dengan Narasumber pertama yaitu Notaris dan PPAT Refki Ridwan, S.H., MBA, Sp.N. selaku Ketua Majelis Pengawas Daerah Jakarta Utara dari unsur Notaris, yang akan digunakan untuk membantu menjabarkan rumusan masalah yang diangkat oleh Penulis: Pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor: 248/Pid.B/2022/PN.Jkt.Brt hakim telah menjatuhkan pidana penjara masing-masing 2 tahun 8 bulan dan denda masing-masing Rp. 1.000.000.000.- (satu milyar rupiah) kepada Notaris Faridah, S.H., M.Kn dan Notaris Ina Rosainah, S.H. kemudian mengenai sanksi tambahan yang diberikan oleh Majelis Pengawas Daerah adalah hukumannya berdasarkan tempat dimana wilayah kerjanya kemudian oleh Majelis Pengawas Wilayah adalah pemberhentian sementara untuk Notaris Faridah, S.H., M.Kn dan Notaris Ina Rosainah, S.H. dan untuk sanksi perdata dan sanksi pidanannya adalah dalam bentuk personal yang dimana dapat dilihat dari putusan pengadilan yaitu pidana penjara masing-masing 2 tahun 8 bulan dan denda masing-masing Rp. 1.000.000.000.- (satu milyar rupiah).

2.                       Penulis melakukan wawancara dengan Narasumber kedua yaitu Notaris dan PPAT SH, Leoprayogo, S.H., Sp.N. selaku Wakil Ketua Majelis Pengawas Wilayah Notaris DKI Jakarta yang akan digunakan untuk membantu menjabarkan rumusan masalah yang diangkat oleh Penulis: Pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor: 248/Pid.B/2022/PN.Jkt.Brt hakim telah menjatuhkan pidana penjara masing- masing 2 tahun 8 bulan dan denda masing-masing Rp. 1.000.000.000.- (satu milyar rupiah) kepada Notaris Faridah, S.H., M.Kn dan Notaris Ina Rosainah, S.H. kemudian mengenai sanksi tambahan yang diberikan oleh Majelis Pengawas Wilayah adalah tidak ada sanksi tambahan yang diberikan karena yang dibuat adalah akta PPAT tetapi sebagai Notaris diusulkan untuk cuti dan tidak berhak membuat akta selama jangka waktu hukumannya yaitu selama 2 tahun 8 bulan dan sebagai PPAT diberhentikan karena telah melakukan pelanggaran yang sangat berat.

3.                       Penulis melakukan wawancara dengan Narasumber kedua yaitu Notaris dan PPAT Kiki Hertanto, S.H. yang akan digunakan untuk membantu menjabarkan rumusan masalah yang diangkat oleh Penulis: Pada Pasal 73 Ayat 1 huruf F yang menyatakan bahwa �pemberhentian sementara 3-6 bulan� sedangkan di Pasal 13 yang menyatakan bahwa �Notaris diberhentikan dengan tidak hormat oleh menteri karena dijatuhi pidana penjara berdasarkan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih�, sedangkan pidana penjara yang dijatuhkan masing-masing 2 tahun 8 bulan dan denda masing-masing Rp. 1.000.000.000.- (satu milyar rupiah) kepada Notaris Faridah dan Notaris Ina Rosainah tetapi yang bisa memastikan diberhentikan sementara atau diberhentikan dengan tidak hormat itu adalah kewenangan Majelis Pengawas Daerah dan Majelis Pengawas Wilayah tetapi jika dilihat dari kesalahannya yaitu memalsukan akta yang dimana jika hukumannya diancam dengan pidana paling lama penjara 8 tahun maka seharusnya diberhentikan dengan tidak hormat tetapi tergantung keputusan dari Majelis Pengawas Notaris diberhentikan sementara atau diberhentikan dengan tidak hormat.


4.                       Penulis melakukan wawancara dengan Narasumber ketiga, yaitu Prof. Dr. Ariawan Gunadi S.H., M.H. selaku Dosen Universitas Tarumanagara yang akan digunakan untuk membantu menjabarkan rumusan masalah yang diangkat oleh Penulis: Pada Pasal 73 Ayat 1 huruf F yang menyatakan bahwa �pemberhentian sementara 3-6 bulan� sedangkan di Pasal 13 yang menyatakan bahwa �Notaris diberhentikan dengan tidak hormat oleh menteri karena dijatuhi pidana penjara berdasarkan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih�, sedangkan pidana penjara yang dijatuhkan masing-masing 2 tahun 8 bulan dan denda masing-masing Rp. 1.000.000.000.- (satu milyar rupiah) kepada Notaris Faridah dan Notaris Ina Rosainah harus dilihat apakah pidana yang dilakukan oleh kedua Notaris tersebut memiliki ancaman pidana dengan pidana 5 tahun atau lebih, karena sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Notaris beserta turunan aturannya yaitu Permenkumham Nomor 19 tahun 2019, yang menyatakan bahwa �Notaris diberhentikan dengan tidak hormat oleh Menteri karena dijatuhi pidanan penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih� Apabila ketentuan dalam Permenkumham Nomor 19 Tahun 2019 yang telah disebutkan telah terpenuhi maka kedua Notaris tersebut diberhentikan dengan tidak hormat oleh menteri.

 

Pembahasan

Undang-Undang Jabatan Notaris atau yang biasa dikenal dengan UUJN telah mempergunakan secara Bersama-sama Institusi Notaris sebagai jabatan (jabatan Notaris) dan Notaris sebagai Profesi (profesi Notaris) atau istilah tersebut telah dipersamakan atau setara posisinya beserta penggunaannya. Seperti dalam Konsiderans Menimbang huruf C, yang menyatakan bahwa Notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat. Sebagai pejabat sementara Notaris yang menurut Pasal 1 angka 2 UUJN yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pejabat sementara Notaris adalah seorang yang mejabat sebagai Notaris untuk menjalankan jabatan Notaris yang meninggal dunia, diberhentikan atau diberhentikan sementara. Notaris yang meninggal dunia berarti sudah tidak dapat menjalankan kewenangannya, sehingga dengan demikian tidak dapat jabatan Notaris yang disandanganya digantikan oleh orang lain. Hal ini sama artinya dengan Notaris yang diberhentikan atau diberhentikan sementara dari jabatannya.(Pradnyana & Mertha, 2021) Pemberhentian yang tetap atau dengan sementara merupakan bentuk hukuman kepada Notaris. Hukuman melahirkan akibat bahwa jabatan itu tidak mempunyai kewenangan lagi. Jika ada Notaris yang meninggal dunia dan diberhentikan dengan tetap tidak perlu ada pejabat sementara Notaris karena Notaris yang diberhentikan dengan tetap tidak mempunyai kewenangan lagi yang artinya jabatan Notaris yang disandanganya sudah berhenti dan sudah pasti tidak akan kembali atau diangkat lagi sebagai Notaris.


Kehadirannya jabatan Notaris diadakan dan dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat autentik mengenai keadaan(Mowoka, 2014), peristiwa ataupun perbuatan hukum. Dengan dasar seperti ini mereka calon yang akan diangkat menjadi Notaris harus mempunyai semanagat untuk melayani masyarakat, dan atas pelayanan tersebut, masyarakat yang telah merasa dilayani oleh Notaris sesuai dengan tugas jabatannya, dapat memberikan biaya atau upah kepada Notaris. Oleh karenanya Notaris tidak berarti apa-apa jika masyarakat tidak membutuhkan jasanya sama halnya dengan PPAT. Notaris yang diberhentikan sementara setelah habis masa hukumannya dapat langsung menjabat kembali sebagai Notaris dan PPAT asalkan setelah ada berita acara serah terima protokol dari penerima protokol ke Notaris yang dipidana. Selama Notaris dan PPAT menjalani masa hukuman pidana penjara kantor harus tutup karena adanya pemegang protokol. Mengenai hak hukum Notaris dan PPAT terhadap jabatan profesinya setelah menjalani masa hukuman pidana adalah kalau diberhentikan sementara dapat menjalankan tugas dan fungsi sesuai dengan Undang-Undang

Jabatan Notaris setelah Notaris dan PPAT tersebut bebas, dengan mekanismenya yang disyaratkan adalah harus menerima kembali protokol dihadapan Majelis Pengawas Daerah, sedangkan jika diberhentikan secara tidak hormat akibatnya Notaris dan PPAT tersebut sudah tidak bisa menjabat kembali dalam keadaan apapun juga dan tanpa terkecuali.

Majelis Pengawas Daerah atau yang disingkat dengan MPD mempunyai kewenangan khusus yang tidak dipunyai oleh Majelis Pengawas Wilayah (MPW) dan Majelis Pengawas Pusat (MPP), yaitu sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 66 Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) bahwa Majelis Pengawas Daerah (MPD) berwenang untuk memeriksa Notaris sehubungan dengan permintaan penyidik, penuntut umum ataupun Hakim untuk mengambil fotokopi minta atau surat-surat lainnya yang dilekatkan pada minuta atau dalam protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris, juga pemanggilan Notaris yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau dalam protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.

 

Kesimpulan

1.      Setelah Notaris selesai menjalani masa hukuman maka Notaris tersebut dapat menjabat kembali sebagai Notaris tanpa perlu adanya prosedur pengangkatan kembali sebagai Notaris.

2.      Apabila Notaris menjalankan jabatannya secara tidak berhati-hati dan tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku seperti peraturan yang tertera di Undang-Undang Jabatan Notaris atau UUJN maka notaris dapat diancam dengan hukuman perdata, pidana maupun administrasi seperti pemberhentian sementara maupun pemberhentian dengan tidak hormat.

 

 

 

Bibliografi

Apriani, Titin. (2022). Pertanggungjawaban Pidana Seorang Penyidik Kepolisian Terhadap Barang Bukti Yang Disita Perspektif Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. GANEC SWARA, 16(1), 1425�1426.

Asnan, Muhammad Fandi, Adhim, Nur, & Ardani, Mira Novana. (2022). KAJIAN YURIDIS PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI ATAS SATUAN RUMAH

SUSUN (Studi Kasus Nomer 101/PDT. SUS-PKPU/2020/PN. Niaga. JKT. PST.).

Diponegoro Law Journal, 11(2).

Ayuningtyas, Pratiwi. (2020). Sanksi terhadap notaris dalam melanggar kode etik.

Repertorium: Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan, 9(2), 95�104.

Azyati, Nur Azmi. (2015). Pemberian Sanksi Terhadap Notaris Yang Telah Dijatuhi Pidana Dengan Ancaman Hukuman Kurang Dari Lima Tahun. Brawijaya University.

Fajar, Mukti, & Achmad, Yulianto. (2010). Dualisme Penelitian Hukum Empiris & Normatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 280.

Judge, Zulfikar. (2022). The Legal Consequences of a Notary Being Declared Bankrupt by A Court Decision (Case Study of Decision Number 20/Pdt. Sus-Pkpu/2020/Pn Niaga Sby). Proceedings of the First Multidiscipline International Conference, MIC 2021, October 30 2021, Jakarta, Indonesia.

Junaedi, Junaedi, & Djajaputra, Gunawan. (2022). Tanggung Jawab PPAT Sementara Dan Akibat Hukum Akta Jual Beli Yang Dibatalkan Melalui Putusan Pengadilan. Jurnal Suara Hukum, 4(1), 107�136.

Marjon, Dahlil. (2016). Aplikasi Kode Etik Hak Ingkar Notaris Sebagai Saksi Dalam Perkara Perdata Dan Pidana. NOTARIIL Jurnal Kenotariatan, 1(1), 88�108.

Mowoka, Valentine Phebe. (2014). Pelaksanaan Tanggung Jawab Notaris terhadap Akta yang Dibuatnya. Lex Et Societatis, 2(4).

Nugroho, Dwi Cahyo. (n.d.). Kajian Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan Hakim Tentang Pemalsuan Akta Otentik Oleh Notaris (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 1568 K/Pid/2008).

Pradnyana, Komang Teja, & Mertha, I. Ketut. (2021). Kedudukan Pejabat Sementara Notaris dalam Hal Notaris Diberhentikan Sementara dari Jabatannya. Acta Comitas, 6(02).

Ramadhani, Rahmat. (2022). Kedudukan Hukum Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) dalam Kegiatan Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah. IURIS STUDIA: Jurnal Kajian Hukum, 3(1), 45�50.

Setiawan, Rizky, & Adhari, Ade. (2022). ANALISIS PEMBUKTIAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENGHINAAN DALAM KONTEN YOUTUBE PADA PUTUSAN PENGADILAN JAKARTA SELATAN (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 1327/PID. SUS/2019/PN JKT. SEL). Jurnal Hukum Adigama, 5(1), 979� 999.

Waluyo, Bambang. (2022). Penegakan hukum di Indonesia. Sinar Grafika.

Wildan, Mursyidul, & Furziah, Furziah. (2021). Non Muslim Citizenship in Fiqih Siyasah & Nation State: Equality Before the Law Persfective. Scientia: Jurnal Hasil Penelitian, 6(2), 22�27.

 



 

 

Copyright holder:

Nicholas Alexandros, Amad Sudiro (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: