Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e- ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No. 7, Juli 2023
Muadz Abdurrahman1, Afton Atabany2, Bagus Priyo Purwanto3, Anneke Anggraeni4
1Institut Pertanian Bogor
2-3IPTP IPB University
4Balai Penelitian Ternak
Email: [email protected]1, [email protected]2, [email protected]3, [email protected]4
Kawin silang dilakukan dengan tujuan meningkatkan serta mengkombinasikan sifat-sifat baik antara bangsa yang berbeda. Hasil kawin silang dapat dianalisis dari jarak genetik yang diukur dengan berbagai parameter salah satunya morfometrik tubuh ternak. Penelitian ini bertujuan menganalisis keragaman morfometrik berdasarkan pengukuran tubuh dan analisa canonikal pada kambing PE, Saanen dan Sapera untuk mengetahui kedekatan genetik ketiganya. Penelitian menggunakan metode deskripsi kuantitatif menggunakan data primer dan sekunder pada stasiun kambing perah BALITNAK Ciawi melalui pendekatan analisis canonical. Penelitian dan pengambilan data primer dan sekunder dilakukan pada bulan Maret sampai April 2022. Penelitian dilaksanakan di Stasiun Kambing Balai Penelitian Ternak (BALITNAK) Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jarak genetik antara kambing Sapera dengan Saanen lebih dekat dibandingkan antara kambing Sapera dengan PE. Selain itu pada pengukuran ukuran tubuh diperoleh hasil pengukuran kambing Sapera lebih mendekati kambing Saanen dibandingkan kambing PE. Dapat disimpulkan bahwa tubuh kambing Sapera memiliki kesamaan ukuran tubuh yang lebih dekat pada kambing PE sedangkan secara tampilan luar lebih mendekati tampilan kambing Saanen yang memiliki warna bulu dominan putih.
Kata kunci: Canonical, Morfometrik, Saanen, Sapera, Peranakan Etawah
Abstract
Crossbreeding is carried out with the aim of
enhancing and combining favorable traits between different breeds. The results
of crossbreeding can be analyzed through genetic distance
measured by various
parameters, including morphometric measurements of livestock
bodies. This study aims to analyze the morphometric diversity based on body
measurements and canonical analysis in PE, Saanen, and Sapera goats to
determine their genetic proximity. The research utilized a quantitative descriptive method using primary
and secondary data from the
How to
cite:�������������������� Muadz Abdurrahman (2023)
Studi Perbedaan Fenotipe Kambing Perah Berdasarkan Analisis Canonikal, |
E-ISSN:�������������������������� 2548-1398 |
Published by:������������������ Ridwan Institute |
BALITNAK Ciawi dairy goat station through a
canonical analysis approach. The study and collection of primary and secondary data were conducted from March to April 2022. The research was carried
out at the BALITNAK Dairy Goat Research Station in Ciawi Subdistrict, Bogor Regency. The results of this study indicate that the genetic distance between Sapera
and Saanen goats is closer than between Sapera and PE goats. Furthermore, in
terms of body measurements, the measurements of Sapera goats are closer to the
Saanen goats compared to the PE goats. It can be concluded
that the body size of Sapera goats is more similar to that
of PE goats, while their external appearance is closer to the Saanen goats,
which have predominantly white fur color.
Keywords:
Canonical, Morphometrik, Saanen, Sapera, Etawah
Crossbred
Kambing perah merupakan ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi untuk menjadi penghasil susu segar sebagai pemenuhan kebutuhan susu di Indonesia. Nilai gizi dan daya serap susu kambing menjadi potensi dalam persaingan dengan susu sapi. Potensi susu kambing sebagai pengganti susu sapi bagi orang yang alergi membuat budidaya kambing perah menjadi semakin diminati. Populasi ternak kambing perah belum ditampilkan secara khusus, hanya disebutkan dalam kelompok kambing yang mengalami peningkatan setiap tahunnya, sebagai ilustrasi populasi tahun 2018 sejumlah 18,306,476 ekor, meningkat pada tahun 2019 mencapai 18,436,115 ekor dan pada tahun 2020 mencapai 19,096,381 ekor (Ditjen PKH, 2020). Bangsa kambing perah yang tersebar luas di Indonesia diantaranya adalah kambing Saanen dan kambing Peranakan Etawah (PE) serta sedang dikembangkan kambing Sapera.
Kambing Saanen merupakan kambing perah yang berasal dari lembah Saanen di Swiss (Eropa) dan saat ini menyebar di berbagai negara termasuk Indonesia (El Akbar, Indrijani, & Salman, 2019). Kambing Peranakan Etawah atau sering disebut kambing PE merupakan hasil persilangan kambing kacang lokal Indonesia dengan kambing Etawah atau Jamnapari yang berasal dari India. Kambing Sapera merupakan persilangan antara kambing PE dengan kambing Saanen (Anneke Anggraeni, Saputra, Hafid, & Ishak, 2020). Persilangan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas ternak lokal melalui perkawinan dengan ternak lain yang memiliki keunggulan tertentu (Syawal, 2010).
Pelestarian plasma nutfah dan peningkatan produksi adalah saling berkaitan. Plasma nutfah akan menunjang peningkatan produksi melalui perbaikan genetik yang telah beradaptasi dengan lingkungan ternak tersebut. Pelestarian plasma nutfah penting untuk menjaga sumberdaya genetik tersebut karena bersifat unik dan telah beradaptasi dengan lingkungan dimana mereka tinggal. Kambing yang baik memiliki bentuk tubuh ideal dan hal tersebut tercermin pada indeks morfologi dari perhitungan ukuran-ukuran tubuh (Wiyanto & Putra, 2020).
Kawin silang atau cross breeding biasanya dilakukan dengan tujuan peningkatan serta mengkombinasi sifat-sifat baik antara bangsa yang berbeda (Inggit, Humaidah, & Susilowati, 2023). Hasil cross breeding dapat dianalisa dari jarak genetik yang diukur
dengan berbagai parameter. Jarak genetik yang kecil menunjukkan hubungan genetik yang dekat dan sebaliknya, jarak genetik yang besar menunjukkan hubungan genetik yang jauh. Ukuran jarak genetik yang dekat tidak akan mendapat kemajuan signifikan pada hasil persilangan karena sifat heterosis banyak diperoleh berdasarkan keragaman dalam bangsa tersebut sedangkan jarak genetik yang jauh pada hasil persilangannya dapat menunjang keragaman genetik sehingga berpotensi untuk kemajuan genetik yang diperoleh (Pinem & Hanafi, 2014). Pengukuran ukuran-ukuran tubuh kambing Saanen, dan kambing PE sebagai tetua serta kambing Sapera sebagai hasil silangannya membantu seleksi awal sifat pertumbuhan.
Penelitian menggunakan metode deskripsi kuantitatif menggunakan data primer dan sekunder pada stasiun kambing perah BALITNAK Ciawi melalui pendekatan analisis canonical.
Materi yang digunakan adalah data primer dan sekunder hasil pengukuran ukuran- ukuran tubuh kambing Saanen, kambing PE dan kambing Sapera. Jumlah sampel yang digunakan meliputi: (1) 4 ekor kambing PE jantan, 4 ekor kambing PE betina, 3 ekor kambing Saanen jantan, 3 ekor kambing Saanen betina, 4 ekor kambing Sapera jantan, 4 ekor kambing Sapera betina umur 1 tahun, (2) 4 ekor kambing PE jantan, 4 ekor kambing PE betina, 2 ekor kambing Saanen jantan, 2 ekor kambing Saanen betina, 4 ekor kambing Sapera jantan, 4 ekor kambing Sapera betina 2 tahun, (3) 4 ekor kambing PE jantan, 4 ekor kambing PE betina, 4 ekor kambing Saanen jantan, 4 ekor kambing Saanen betina, 4 ekor kambing Sapera jantan, 4 ekor kambing Sapera betina umur 3 tahun dan (4) 4 ekor kambing PE jantan, 4 ekor kambing PE betina, 4 ekor kambing Saanen jantan, 4 ekor kambing Saanen betina, 4 ekor kambing Sapera jantan, 4 ekor kambing Sapera betina umur 4 tahun. Umur ternak diperoleh dari data recording.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tongkat ukur, caliper, pita ukur, alat tulis dan kamera.
Penelitian dan pengambilan data primer dan sekunder dilakukan pada bulan Maret sampai April 2022. Penelitian dilaksanakan di Stasiun Kambing Balai Penelitian Ternak (BALITNAK) Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor.
Penelitian dilakukan dengan membandingkan keragaman genetik morfologi tubuh serta menentukan kekerabatan genetik antara tiga genotipe kambing perah. Data morfometrik dipakai untuk mendapatkan rataan, simpang baku, dan koefisien keragaman morfologi. Nilai rataan antar populasi kemudian dibandingkan menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT).
Morfologi ternak merupakan salah satu performan yang dapat menjadi gambaran pertumbuhan tubuh ternak (A Anggraeni, 2020). Data morfologi ternak umumnya didapatkan dengan pengukuran tubuh secara manual menggunakan alat ukur. Ternak
setiap tahunnya akan mengalami pertumbuhan karena terjadi laju pertumbuhan sejak lahir hingga dewasa tubuh. Ukuran tubuh ternak diukur untuk mengetahui kedekatan bentuk tubuh ternak dengan induknya. Hal ini sesuai dengan Faozi (2013) (Faozi, Priyono, & Yuwono, 2013) yang menyatakan bahwa ukuran tubuh ternak penting untuk diketahui karena berpengaruh pada ukuran ideal ternak tersebut yang dapat diketahui melalui pengukuran vital tubuh. Ukuran tubuh ternak juga dapat menjadi penaksiran bobot tubuh serta kemampuan produksi ternak.
Kambing Saanen sebagai kambing yang berasal dari lembah Saanen di Swiss yang kemudian menyebar dan digunakan sebagai indukan silangan pada berbagai negara karena kemampuan produksi susunya yang tinggi. Menurut Atabany (Atabany & Purwanto, 2021) kambing Saanen memiliki rata-rata produksi susu harian 1,14-2,52 L. Produksi susu yang tinggi menjadikan kambing Saanen digunakan sebagai silangan untuk meningkatkan produksi susu kambing lokal di berbagai daerah di dunia.
Gambar 1 Kambing Saanen
(Dokumentasi Pribadi, 2022)
Pengamatan kambing Saanen pada penelitian diperoleh warna bulu putih dengan lurus tegak ke atas, bentuk kepala segitiga, berekor pendek dan berkaki kecil sebagaimana ditampilkan pada gambar 2. Hal ini sesuai dengan Rusdiana dkk (2015) (Rusdiana, Praharani, & Sumanto, 2015) bahwa kambing Saanen memiliki warna bulu dominan putih dengan bentuk kepala segitiga, telinga tegak ke atas dengan ekor pendek dan kaki kecil. Pengukuran ukuran tubuh kambing Saanen diperoleh rata-rata tinggi pundak sebesar 74,87�6,78 dan rataan tinggi pinggul 73,34�5,83. Hasil ini menunjukkan bentuk garis punggung kambing Saanen yang relatif lebih datar.
Tabel 1 Rata-rata, Standar
Deviasi, Maksimum dan Minimum Ukuran-ukuran tubuh Kambing Saanen
Variable |
N |
Mean |
Std Dev |
Maximum |
Minimum |
Tpu |
19 |
74.868 |
6.780 |
87.000 |
64.500 |
Tpi |
19 |
73.342 |
5.833 |
85.000 |
66.000 |
PB |
19 |
73.289 |
8.032 |
88.000 |
62.000 |
LiPi |
19 |
85.105 |
10.392 |
104.000 |
67.000 |
Variable |
N |
Mean |
Std Dev |
Maximum |
Minimum |
LiD |
19 |
87.342 |
8.978 |
100.000 |
68.000 |
LeD |
19 |
19.526 |
3.514 |
25.000 |
13.000 |
DD |
19 |
35.263 |
3.856 |
43.500 |
29.000 |
Tabel 2 menampilkan hasil pengolahan dari pengukuran ukuran tubuh kambing PE yaitu rata-rata, standar deviasi, maksimum dan minimum dari ukuran tubuh yaitu tinggi pundak (TPu), tinggi pinggul (TPi), panjang badan (PB), lingkar pinggul (LiPi), lingkar dada (LiD), lebar dada (LeD), dalam dada (DD), tinggi panjang kaki depan (TPKD) dan tinggi panjang kaki belakang (TPKB). Salah satu penampilan morfologi kambing PE pada penelitian ini menunjukkan rataan TPu 77,829 dengan nilai maksimum 88,00 dan minimum 68,00. Hasil ini sesuai dengan SNI (2015) bahwa tinggi pundak PE Betina umur 2-4 tahun sebesar 75,00�5 cm dan PE jantan sebesar 87,00�5 cm.
Tabel 2 Rata-rata, Standar
Deviasi, Maksimum dan Minimum Ukuran- ukuran tubuh Kambing Peranakan
Etawah (PE)
Variable |
N |
Mean |
Std Dev |
Maximum |
Minimum |
Tpu |
38 |
77,829 |
5,131 |
88,000 |
68,000 |
Tpi |
38 |
78,474 |
4,915 |
89,000 |
72,000 |
PB |
38 |
71,237 |
3,911 |
79,000 |
62,000 |
LiPi |
38 |
82,987 |
6,296 |
95,500 |
70,000 |
LiD |
38 |
81,855 |
6,998 |
98,000 |
69,000 |
LeD |
38 |
19,553 |
2,463 |
25,000 |
14,000 |
DD |
38 |
32,592 |
2,936 |
39,000 |
25,500 |
Penampilan kambing PE pada penelitian ini memiliki bentuk muka cembung dan berjanggut serta terdapat gelambir di bawah leher, telinga panjang menggantung dengan ujung yang sedikit terlipat, tubuh tinggi, bentuk garis punggung mengombak kebelakang. Warna bulu pada kambing PE berpola hitam dan putih sebagaimana pada gambar 3. Hal ini menunjukkan bahwa kambing PE memiliki ciri bermuka cembung, berjanggut dengan gelambir di bawah leher, telinga menggantung dengan ujung berlipat, tanduk melengkung, punggung memiliki garis mengombak kebelakang dengan bulu yang panjang pada bagian leher, pundak, punggung dan paha dengan warna bulu hitam dan putih serta beberapa memiliki campuran warna coklat.
Gambar 2 Kambing
PE (Dokumentasi Pribadi,
2022)
Marinda et al. (2022) (Rahmatullah, Marinda, Suhardi, Indana, & Sulaiman, 2022) menyatakan bahwa warna bulu kambing PE terdiri dari warna coklat putih dan hitam putih dengan dominan warna hitam dan putih sebagai salah satu penciri kambing asal tropis. Durasoro et al (2014) dalam Marinda et al (2022) menyatakan karekteristik kambing daerah humid dan semi humid seperti tropis memiliki warna bulu dominan putih yang berkaitan dengan ketahanan terhadap sengatan dan radiasi matahari. Ramdani dan Kusmayadi (2016) (Ramdani & Kusmayadi, 2016a) menambahkan bahwa kambing PE jantang memiliki bulu bagian atas dan bawah leher, rambut belakang pundak dan paha belakang lebih lebat dan panjang serta kambing PE betina memiliki rambut panjang hanya pada bagian paha belakang.
Kambing Sapera (Gambar 4) merupakan kambing persilangan antara PE dan Saanen. Pengamatan pada penelitian ini terhadap kambing Sapera memiliki performa fisik memiliki kesamaan dengan kambing Saanen yang memiliki warna bulu berwarna putih dengan beberapa berwarna coklat dalam jumlah kecil. Bentuk muka kambing Sapera menyerupai bentuk muka dan garis punggung menyerupai kambing PE yang memiliki muka cembung dengan garis punggung yang mengombak ke belakang (Ariyanto, Nugraha, & Suhendra, 2021).
Performa morfologi kambing Sapera pada pengamatan memiliki bentuk telinga terkulai ke bawah dengan bentuk tegak kesamping. Menurut Anggraeni (2020a) (A Anggraeni, 2020) kambing Sapera memiliki kemiripan lebih dekat terhadap kambing Saanen dibandingkan kambing PE berdasarkan kemiripan warna bulu serta bentuk kepala segitiga dengan hidung kurus. Hal berbeda disampaikan oleh Kaleka dan Haryadi (2013) (Kaleka & Haryadi, 2013) bahwa kambing Sapera memiliki kedekatan terhadap kambing PE sebagai indukannya berdasarkan pada postur tubuh serta telinga yang terkulai ke bawah.
Gambar 3 Kambing Sapera
(Dokumentasi Pribadi, 2022)
Hasil pengukuran pada Tabel 3 diperoleh rata-rata tinggi pundak lebih tinggi daripada tinggi pinggul yaitu berurut 75,18�5,78 dan 74,88�4,19. Hasil ini berbeda dengan penelitian Anggraeni (2020a) (A Anggraeni, 2020) yaitu tinggi pundak lebih rendah dari tinggi pinggul pada kambing Sapera yang sama dengan kambing PE sehingga memiliki kedekatan dengan kambing PE sebagai indukannya. Menurut Fisher (1975) terdapat 3 hal yang dapat menjadi sumber eror pada pengukuran tubuh ternak yaitu a) identifikasi dalam penetuan titik tubuh yang akan diukur, b) distorsi anatomi tubuh yang dihasilkan oleh ternak yang mengubah posisi atau postur dikarenakan perubahan otot dan
c) penggunaan pita ukur dalam pengukuran berbagai posisi tubuh ternak.
Tabel 3 Rataan, Standar
Deviasi, Maksimum dan Minimum ukuran
tubuh Kambing Sapera
Variable |
N |
Mean |
Std Dev |
Maximum |
Minimum |
Tpu |
77 |
75.182 |
5.778 |
92.500 |
60.000 |
Tpi |
77 |
74.883 |
4.190 |
89.000 |
65.000 |
PB |
77 |
70.831 |
6.040 |
89.000 |
61.000 |
LiPi |
77 |
88.760 |
7.520 |
107.000 |
72.500 |
LiD |
77 |
86.184 |
7.842 |
104.000 |
69.000 |
LeD |
77 |
20.636 |
2.404 |
26.500 |
16.000 |
DD |
77 |
33.981 |
2.775 |
41.000 |
28.000 |
Ukurann tubuh yang diukur pada penelitian ini diperoleh dengan mengukur bagian-bagian tubuh tiga bangsa kambing perah sejak umur 2 tahun sampai umur 7 tahun. Ukuran tubuh yang di ukur meliputi tinggi punggung, tinggi pinggul, panjang badan, lebar dada, lingkar dada, dalam dada, lingkar pinggul, tinggi panjang kaki depan dan tinggi panjang kaki belakang. Nilai rata-rata ukuran tubuh dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, umur, musim lahir dan tahun lahir.
Tabel 4 Rata-rata Hasil Pengukuran Ukuran Tubuh Tiga Bangsa Kambing
Perah Berdasarkan Jenis Kelamin
Sapera������������������������������������ Saanen��������������������������������������� PE
Morfometrik (cm)
Jantan (n = 19)
Betina (n = 58)
Jantan (n = 6)
Betina (n = 13)
Jantan (n = 13)
Betina (n = 25)
X � Sd����������� X
� Sd����������� X � Sd������������ X � Sd������������ X � Sd����������� X � Sd
Tinggi Pundak
Tinggi Pinggul
81.45�
5.06
77.50�
4.37
73.13�4.3
6
74.03�
3.79
82.75�
3.71
78.58�
5.35
71.23� 4.22�������� 81.77�
4.21
70.92� 4.36�������� 82.15�
4.63
75.78�
4.35
76.56�
3.92
Panjang
Badan |
75.37� 5.37 |
69.34� 5.52 |
80.00� 7.87 |
70.19� 6.17 |
72.27� 3.40 |
70.70� 4.11 |
Lingkar |
84.42� |
90.18� |
84.67� |
85.31� |
83.35� |
82.80� |
Pinggul |
5.29 |
7.63 |
7.31 |
11.81 |
6.12 |
6.50 |
Lingkar Dada������� 90.74�
6.49
Lebar Dada��������� 21.72�
2.17
Dalam Dada�������� 36.24�
2.55
84.69�
7.71
20.25�
2.37
33.24�
2.44
93.83�
7.05
21.93�
2.14
39.25�
3.19
84.35� 8.33�������� 86.04�
6.47
18.46� 3.57�������� 20.19�
2.38
33.42� 2.54�������� 33.58�
2.62
79.68�
6.34
19.22�
2.48
32.08�
3.01
Hasil pengukuran tinggi pundak (TPu) ditampilkan pada Tabel 4 diperoleh rataan TPu kambing Saanen jantan adalah yang tertinggi dengan besaran 82.75�3.71 cm dan terendah kambing Sapera jantan 81.45�5.06, cm sedangkan pada kambing betina nilai tertinggi adalah kambing PE 75.78�4.35 cm dan terendah kambing Saanen 71.23�4.22 cm. Hasil ini lebih tinggi dari SNI yaitu minimum 69 cm. Hal ini berbeda dengan penelitian Ramdani dan Kusmayadi (2016) (Ramdani & Kusmayadi, 2016b) yang menyatakan bahwa TPu kambing PE betina adalah 74, 9�0,53 cm. Perbandingan hasil pengukuran TPu kambing Sapera pada penelitian ini lebih tinggi dari penelitian Anggraeni (2020a) yang menyatakan bahwa TPu kambing Sapera dewasa adalah 685,55�3,99 cm.
Gambar 4. Interaksi Tinggi Pundak terhadap
Bangsa Kambing Perah
Perbedaan TPu dapat disebabkan oleh perbedaan kecepatan pertumbuhan tulang- tulang kaki yang tumbuh lebih awal dari pertumbuhan panjang badan dan tulang lainnya karena berkaitan dengan tulang kaki depan yang berfungsi menjadi penyangga tubuh (Victori, Purbowati, & Lestari, 2016). Percepatan pertumbuhan ini akibat faktor lingkungan, pakan serta potensi genetik ternak (ALI, 2013). Anggraeni et al (2020) (A Anggraeni, 2020) menambahkan tipe kelahiran, musim dan tahun beranak dapat juga menjadi factor keragaman ukuran tubuh kambing perah. Kambing perah Sapera sebagai hasil persilangan dari Saanen dan PE terlihat memiliki TPu yang tidak berbeda secara signifikan dari para tetuanya. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5 yang menampilkan perbandingan TPu ketiga bangsa kambing perah yang tidak memiliki hasil yang berbeda nyata (P>0,05). Hasil uji-t antara kambing Sapera dengan kambing Saanen dan kambing Sapera dengan kambing PE menunjukkan hasil yang tidak berbeda (P>0,05).
Distribusi TPu pada ketiga bangsa kambing perah yang ditampilkan pada gambar
6 terlihat nilai minimum kambing Saanen adalah yang terendah sedangkan nilai maksimum kambing PE adalah yang tertinggi. Distribusi data pada kambing Sapera terlihat adanya pencilan pada nilai minimum dan maksimumnya sehingga mempengaruhi batas minimum dan maksimum TPu pada kambing Sapera.
Gambar 5. Distribusi Ukuran Tinggi Pundak
Tinggi pinggul (TPi) dapat dilakukan dengan melihat jarak tegak lurus antara ruas tulang punggung terakhir sampai ke tanah. Titik ini digunakan untuk menarik garis lurus mulai dari pangkal tulang punggung terakhir (Nafiu, Pagala, & Mogiye, 2020). Nilai TPi berdasarkan Tabel 4 pada kambing PE jantan memiliki nilai paling tinggi yaitu 82,15�4.63 cm sedangkan kambing Sapera jantan memiliki nilai paling rendah yaitu 77.50�4.37 cm. Pengukuran pada kambing PE betina menjadi yang tertinggi dengan nilai
76.56�3.92 dan kambing Saanen Betina yang terendah dengan nilai 70,92,4,36 cm. Perbandingan antara TPi pada setiap bangsa memiliki perbedaan yang signifikan (Gambar 7) dimana pada kambing Saanen berbeda nyata (P>0,05) terhadap kambing Sapera dan kambing PE. Hal ini sesuai dengan betuk punggung kambing PE dan Sapera yang cenderung bergelombang ke belakang sebagaimana pernyataan Anggraeni (2020) (A Anggraeni, 2020) bahwa bentuk kambing Sapera memiliki bentuk punggung bergelombang kebelakang dan memiliki kedekatan dengan kambing PE sebagai indukannya (Kaleka N. Haryadi NK., 2013).
Sebaran data pengukuran TPi sebagaiman tersaji pada gambar 8 dapat diketahui bahwa nilai minimum kambing Saanen adalah yang terendah dan nilai maksimum kambing PE adalah yang tertinggi. Data kambing sapera terdapat satu pencilan pada nilai maksimumnya sehinggu mempengaruhi jarak antara nilai minimum dan maksimum pada diagram boxplot area pengukuran TPi kambing sapera. Sedangkan sebaran data terpanjang dimiliki oleh kambing Saanen. Pertumbuhan tulang pinggung merupakan bagian tulang dengan laju pertumbuhan cepat sebagai gambaran pertumbuhan kaki belakang yang berfungsi menyangga tubuh, jalur lahir serta saat menyusui dan berjalan (Putri, Purnomoadi, & Purbowati, 2016).
Gambar 7 Distibusi Ukuran
Tinggi Pinggul
Hasil pengukuran panjang badan (PB) (Tabel 4) diperoleh PB kambing kambing Saanen jantan memiliki nilai tertinggi yaitu 80,00�7,87 cm dan kambing PE jantan dengan nilai terendah yaitu 72,27�3,40 cm, sedangkan pada betina, kambing PE memiliki nilai tertinggi yaitu 70,70�4,11 cm dan kambing Sapera dengan nilai terendah yaitu 69,34�5,52 cm. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan SNI yaitu minimal 78 cm pada jantan dan 65 cm betina serta lebih tinggi dibandingkan Ramdani dan Kusmayadi (2016) yaitu 60,5�0,25 cm.
Hasil pengujian interaksi antara bangsa dengan PB diperoleh bahwa kambing Sapera memiliki pengaruh yang signifikan terhadap PB dibandingkan kambing PE dan Saanen terhadap PB. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengukuran pada tabel 4 menunjukkan PB kambing Sapera cenderung lebih pendek dari panjang badan kambing Saanen dan PE sebagai tetuanya. PB antara kambing Saanen terhadap kambing PE dan kambing Saanen terhadap kambing Sapera diperoleh hasil beda nyata (P>0,05) sedangkan kambing Sapera terhadap kambing PE tidak berbeda nyata dan tidak signifikan (Gambar 9). Distribusi nilai PB kambing Saanen memiliki jarak terjauh antara nilai maksimum dan minimumnya sedangkan kambing PE menjadi jarak distribusi terpendek. Hal ini menunjukkan bahwa
keragaman PB kambing Saanen lebih luas dibandingkan dengan kambing PE dan kambing Sapera sehingga menghasilkan uji-t beda nyata (P>0,05).
PB pada ternak yang diukur memilik kaitan erat terhadap pertumbuhan kerangka tubuh yang menjadi gambaran pertumbuhan tulang belakang meliputi tulang punggung, tulang pingga dan tulang selangkang (Ramdani & Kusmayadi, 2016b) . Ali (2013) (ALI, 2013) menyatakan bahwa PB tidak dipengaruhi oleh gemuk atau kurusnya ternak tetapi dipengaruhi oleh potensi pertumbuhan tulang vertebrae. Menurut Zulkharnain et al (2016) bahwa PB menjadi salah satu parameter ukuran tubuh yang perlu diperhatikan untuk kepentingan seleksi induk atau breeding.
Gambar 9 Interaksi Panjang
Badan Terhadap Bangsa Kambing Perah
Gambar 8 Boxplot
Distibusi Ukuran Panjang
Badan
Rata-rata lingkar dada (LD) tiga bangsa kambing perah berdasarkan penelitian ini pada jenis kelamin jantan diperoleh kambing Saanen memiliki nilai tertinggi yaitu 93,83�7,05 cm dan kambing PE memiliki nilai terendah 86,04�6,47 cm, sedangkan pada
jenis kelamin betina diperoleh bahwa kambing Sapera memiliki rataan tertinggi yaitu 84,69�7,71 cm dan rataan terendah yaitu 79,68�6,34 cm dimiliki oleh kambing PE. Hasil pengukuran LD kambing PE termasuk normal, sesuai dengan pendapat Rasminati (2013) (Rasminati, 2013) bahwa rata-rata ukuran lingkar dada kambing PE yaitu 77,38 � 79,57 cm dan sesuai dengan SNI (2015) yaitu 78 cm pada jantan dan 72 cm pada betina.�
Ukuran LD dapat menjadi gambaran terhadap perkembangan tulang rusuk ternak yang berpengaruh terhadap kapasitas rongga dada dan perkembangan otot-otot dada. Pertambahan LD ternak akan mengikuti pertumbuhan jaringan otot dada atau tulang rusuk (Setiawati et al, 2013). Nilai LD dapat digunakan sebagai nilai pendugaan bobot badan karena rusuk yang besar memungkinkan kambing untuk menampung makanan lebih banyak (Ali, 2013) (ALI, 2013) serta menjadi acuan perkembangan organ dalam berkembang dengan baik (Nafiu et al., 2020). Faktor genetic dan lingkungan memiliki peranan penting pada ukuran besar kecilnya LD pada kambing (Barek, 2020). Berdasarkan hasil analisis data LD ketiga bangsa kambing perah diperoleh bawah kambing Saanen terhadap kambing PE dan kambing Sapera terhadap PE keduanya tidak bebeda nyata (P>0,05) dan pada kambing Sapera terhadap Saanen berbeda nyata (P<0,05). Perbedaan LD tersebut timbul disebabkan oleh pengaruh genetik dan lingkungan. Sedangkan sebaran data LD pada gambar 12 terlihat bahwa kambing PE dan kambing Sapera keduanya memiliki jarak minimum maksimum terpendek dan kambing Saanen memiliki jarak minimum dan maksimum terpanjang.
Gambar 9 Interaksi
Lingkar Dada terhadap
Bangsa Kambing Perah
Gambar 10 Boxplot Distibusi
Ukuran Lingkar Dada
Rata-rata hasil pengukuran lebar dada (LeD) pada ketiga bangsa kambing perah diperoleh bahwa kambing Saanen jantan memiliki rataan terbesar yaitu 21,93�2,14 cm dan kambing PE jantan memiliki rataan terkecil yaitu 20,19�2,38 cm, sedangkan pada jenis kelamin betina, kambing Saanen memiliki rataan terkecil yaitu 18,46�3,57 cm dan kambing Sapera memiliki rataan terbesar yaitu 20,25�2,37 cm. Hasil ini lebih kecil dibandingkan penelitian Rasminati (2013) (Rasminati, 2013) yang menyatakan bahwa ukuran tubuh kambing PE yaitu 29,73-30,81 cm.
Besar kecil ukuran LeD dipengaruhi oleh perkembangan tulang bahu tiap individu yang berbeda akibat perkembangan organ-organ dalam serta pelekatan daging pada tulang bahu (Zulfahmi, 2016). Ukuran LeD dapat menjadi gambaran perkembangan tulang rusuk yang mempengaruhi kapasitas rongga dada dan juga perkembangan otot dada (ALI, 2013). Menurut Chacon et al (2011) (Chac�n, 2011) menyatakan bahwa lebar dada digunakan dalam menilai keseimbangan tubuh ternak. Hal ini karena pada kambing dengan dada lebar memungkinkan untuk memiliki postur tubuh yang lebih kokoh untuk menopang tubuh dan organ-organ dalam tubuhnya. Lebar dada yang besar berpengaruh pada luas rusuk sehingga ukuran abdomen akan semakin besar dan memungkinkan ternak untuk makan lebih banyak sebagai penunjang pertumbuhannya.
Hasil analisis (Gambar 13) menunjukkan bahwa hubungan antara kambing Saanen terhadap kambing Sapera tidak signifikan pada ukuran LeD, sedangkan kambing PE terhadap kambing Sapera menunjukkan hasil siginifikan pada ukuran LeD. Ukuran LeD tidak berbeda nyata (P<0,05) terhadap bangsa kambing perah sehingga tidak secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan signifikan diantara ketiga bangsa kambing perah yang di ukur pada penelitian ini. Hal ini dapat dilihat pada sebaran data pengukuran LeD (Gambar 14) menunjukkan rataan hasil ketiga bangsa memiliki nilai yang berdekatan dengan sebaran pada kambing PE dan Sapera yang lebih sedikit menandakan keragaman ukuran LeD lebih kecil dibandingkan pada kambing Saanen yang memiliki sebaran data lebih luas.
Dalam Dada
Hasil pengukuran dalam dada (DD) (Tabel 4) diperoleh rata-rata tertinggi pada kambing jantan yaitu kambing Saanen jantan 39,25�3,19 cm dan kambing PE 33,58�2,62
cm sebagai yang terendah, sedangkan pada kambing betina rata-rata tertinggi yaitu kambing Saanen 33,42�2,54 cm dan kambing PE 32,08�3,01 cm yang terendah. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan penelitian Purwanti, Setiatin dan Kurnianto (2019) bahwa ukuran DD kambing PE yaitu 30,85�1,60 cm, serta lebih tinggi dibandingkan hasil pengukuran DD kambing Sapera oleh Anggareini (2020) yaitu 30,10�1,79 cm.
Ukuran DD ketiga bangsa kambing perah menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P>0,05) pada ketiga bangsa kambing perah yang diukur pada penelitian ini. Interaksi antara ukuran DD pada ketiga kambing memiliki hasil signifikan (Gambar 15) dengan sebaran data yang relatif lebih kecil jarak antara nilai tertinggi dengan nilai terendah pada kambing PE dan Sapera, sedangkan pada kambing Saanen terdapat lebih jauh jarak antara minimum dan maksimumnya (Gambar 16). Menurut Anggraeni (2020) perbedaan ukuran tubuh pada kambing perah dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang berdampak pada keragaman ukuran tubuh berdasarkan jenis kelamin, musim dan tahun beranak.
Ukuran DD dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan intensitas kerja otot yang memungkinkan terjadinya pembentukan massa otot sehingga berpengaruh terhadap ukuran DD. Faktor genetik juga dapat berpengaruh terhadap keragaman ukuran tubuh ternak. Ilham dan Laya (2020) (Tagoi KY, 2020) menyatakan bahwa seekor ternak pada dasarnya akan mengalami perubahan dimensi tubuh yang diakibatkan oleh sistem pemeliharaan, perubahan musim, dan jenis kelamin ternak. Perbedaan ukuran tubuh dari ketiga bangsa kambing perah yang diukur pada penelitian ini disebabkan oleh perbedaan laju pertumbuhan otot dan tulang sehingga terjadi perbedaan ukuran DD yang signifikan diantara ketiga bangsa kambing perah yang diukur.
Gambar 14 Boxplot Distibusi
Ukuran Dalam Dada
Hasil pengukuran lingkar pinggul (LiP) tiga bangsa kambing perah pada Tabel 4 diperoleh ukuran tertinggi pada kambing jantan yaitu kambing Saanen 84,67�7,31 cm dan terendah yaitu kambing PE 83,35�6,12 cm. Sedangkan pada kambing betina diperoleh kambing Sapera memiliki LiP tertinggi 90,18�7,63 cm dan kambing PE 82,80�6,50 cm menjadi nilai terendah dari ukuran LiP terhadap ketiga bangsa kambing perah. Hasil analisis ukuran LiP pada kambing Sapera terhadap kambing PE berbeda nyata (P>0,05) dan tidak berpengaruh nyata (P<0,05) pada kambing Saanen terhadap kambing Saperaa dan kambing Saanen terhadap kambing PE.
Gambar 15. Interaksi Lingkar Pinggul terhadap
Bangsa Kambing Perah
Gambar 16 Boxplot Distibusi
Ukuran Dalam Dada
Ukuran pinggul kambing erat kaitannya dengan kemampuan beranak. Kambing dengan sifat prolifik akan memiliki ukuran pinggul yang lebih besar dibandingkan kambing yang beranak tunggal. Semakin besar ukuran pinggul maka akan semakin memudahkan ternak dalam proses beranak. Perbedaan ukuran pinggul pada ketiga bangsa kambing perah dapat disebabkan oleh faktor lingkungan, umur dan genetic (Savira, Jiyanto dan Anwar, 2023). Hal ini sesuai dengan Purwanti, Setiatin dan Kurnianto (2019) yang menyatakan ukuran pinggul dan panjang badan dapat digunakan sebagai identifikasi sifat prolifik pada ternak. Lebih lanjur Zulkharnain et al (2016) menyatakan bahwa kambing dengan sifat prolifik akan memiliki ukuran tubuh lebih besar serta laju pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan kambing yang beranak tunggal.
Nilai kesamaan bentuk dan campuran femnotipe pada kambing dapat diduga menggunakan analisis diskriminan. Tabel 5 menyajikan persentase nilai kesamaan dan campuran dalam dan antara ketiga bangsa kambing perah. Nilai tersebut menjelaskan proporsi nilai campurang yang mempengaruhi kesaam suatu bangsa dengan bangsa lainnya atas dasar persamaan ukuran craniometric.
Kesamaan ukuran craniometric terbesar dalam kelompok terdapat pada kambing PE, yaitu sebesar 100 %, dimana tidak diperoleh campuran dari kambing perah lainnya pada penelitian ini. Sedangkan kambing Saanen memiliki nilai kesamaan craniometric terhadap kelompok terendah, yaitu 47,37 % yang terdapat pengaruh 5,26 % dari bangsa PE dan 47,37 % dari bangsa Sapera. Serta kesamaan craniometric pada kambing Sapera yaitu 57,74 %.
Hasil ini menunjukkan bahwa pendekatan analisis diskriminan berdasarkan ukuran craniometric diperoleh nilai kesamaan tertinggi terdapat pada kambing PE (100
%) dan sebaliknya yang terendah pada kambing Saanen (47,37 %). Nilai kesamaan kambing Sapera berada diantara keduanya yaitu 59,74 % yang memperoleh campuran kambing Saanen 14,29% dan kambing PE 25,97%. Nilai kesamaan craniometric pada
ketiga bangsa kambing perah terlihat adanyat keragamaan morfologi yang dapat terjadi karena adanya proses perkawinan silang antara kambing PE dengan kambing Saanen yang menghasilkan kambing Sapera dengan kesamaan craniometric yang lebih tinggi terhadap kambing PE dibandingkan pada kambing Saanen.
Tabel 5 Nilai
kesamaan dan campuran
(%) dalam dan antara bangsa
kambing perah
Bangsa |
Saanen |
PE |
Sapera |
Total |
Saanen |
47,37 |
5,26 |
47,37 |
100 |
PE |
0 |
100 |
0 |
100 |
Sapera |
14,29 |
25,97 |
57,74 |
100 |
Nilai matrik jarak genetik antara kambing perah Saanen, PE dan Sapera pada Tabel 6 menggambarkan keseluruhan jarak genetik antara bangsa kambing perah. Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa nilai terkecil diperoleh antara kambing Saanen dan Sapera sebesar 4,0649, nilai terbesar antara kambing PE dan Sapera sebesar 17,2385, sedangkan jarak genetik antara kambing Saanen dan PE sebesar 15,1431 yang berada diantara keduanya (PE-Sapera dan Saanen-Sapera).
Berdasarkan hasil studi ini diperoleh bahwa bangsa kambing PE secara genetik terpisah dengan kambing Sapera dan Saanen. Hal ini menunjukkan persilangan kambing PE dan kambing Saanen tidak signifikan memberikan penurunan genetik kambing PE terhadap kambing Sapera, sedangkan kambing Sapera dan Saanen memiliki kedekatan genetik yang lebih tinggi sehingga memiliki kesamaan genetik dan morfologi yang lebih deka tantara keduanya dibandingkan antara kambing Sapera dengan kambing PE.
Tabel 6 Matriks
Jarak Genetik antara
bangsa Kambing Perah
|
Saanen |
PE |
Sapera |
Saanen |
* |
* |
* |
PE |
15,1431 |
* |
* |
Sapera |
4,0649 |
17,2385 |
* |
Hasil penelitian morfologi pada ketiga bangsa kambing perah dapat disimpulkan bahwa tubuh kambing Sapera memiliki kesamaan ukuran tubuh yang lebih dekat pada kambing PE sedangkan secara tampilan luar lebih mendekati tampilan kambing Saanen yang memiliki warna bulu dominan putih. Estimasi jarak genetik ketiga bangsa kambing perah dapat disimpulkan bahwa kambing Sapera memiliki kedekatan genetik yang lebih dekat pada kambing Saanen dibandingkang pada kambing PE sehingga memiliki kemungkinan untuk mewarisi sifat fenotipe kambing Saanen yang lebih banyak dibandingkan sifat fenotipe kambing PE.
ALI, A. R. (2013). Karakteristik
Morfometrik dan Produktivitas Kambing Kacang di Kabupaten Gowa (Doctoral
dissertation, ). UNIVERSITAS HASANUDDIN.
Anggraeni, A. (2020). Morfometrik kambing perah G1 Sapera betina
berdasarkan analisa citra
digital. Prosiding Seminar Nasional Teknologi
Peternakan Dan Veteriner, 20(20),
347�357.
Anggraeni, Anneke, Saputra, F., Hafid, A., & Ishak, A. B. L. (2020). Non-genetic and genetic effects on growth traits from birth to 120 days of age of G2 Sapera Goat. Jurnal Ilmu Ternak Dan Veteriner, 25(2), 48�59.
Ariyanto, Bayu Fajar, Nugraha, Widitya Tri, & Suhendra, Danes. (2021). Identifikasi Lokasi dan Performa Fisik Kambing Perah di Desa Mranggen Kecamatan Srumbung Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah. Bulletin of Tropical Animal Science, 2(2), 98�102.
Atabany,
A., & Purwanto, B. P. (2021). Pengaruh Tipe Kelahiran terhadap Produksi
Susu, Lama Laktasi, Masa Kering, Masa Kosong, dan Selang Beranak Kambing
Saanen. Jurnal Ilmu Produksi Dan
Teknologi Hasil Peternakan, 9(2),
102�109.
Barek,
M. E. ,. Hine, T. M. ,. Nalley, W. M. ,. &. Belli, H. L. (2020). PENGARUH PENAMBAHAN SARI WORTEL DALAM
PENGENCER SITRAT KUNING
TELUR TERHADAP KUALITAS
SPERMATOZOA KAMBING BLIGON (The effect of carrot
juice supplementation in citrate-egg yolk extender on spermatozoa quality
of bligon goat). Jurnal
Nukleus Peternakan, 7(2), . 109-117.
Chac�n,
E. ,. Macedo, F. ,. Vel�zquez, F. ,. Paiva, S. R. ,. Pineda, E. ,. &.
McManus, C. (2011). Morphological measurements and body indices for Cuban Creole
goats and their crossbreds.
Revista Brasileira de Zootecnia, 40, . 1671-1679.
El Akbar, R. Rizki, Indrijani, Heni, & Salman, Lia Budimulyati. (2019). Analisis Perbandingan Performa Reproduksi Kambing Saanen Dan Peranakan Etawa (Kasus Di Bbptu-Hpt Baturraden) Reproduction Of Saanen And Peranakan Etawa Goat Performance Comparative Analysis (Case Study At Bbptu-Hpt Baturaden). JANHUS Jurnal Ilmu Peternakan Journal of Animal Husbandry Science, 3(2), 27� 32.
Faozi, A. N., Priyono, A., & Yuwono, P. (2013). Ukuran vital cempe pra sapih dan hubungannya dengan bobot tubuh berdasarkan tipe kelahiran pada kambing Peranakan Etawah. J. Ilmiah Peternakan, 1(1), 184�194.
Inggit,
Inggit Kentjonowaty, Humaidah, Nurul, & Susilowati, Sri. (2023). Edukasi
Pembuatan Semen Cair Kambing di Kelompok Tani Dian Santosa. JPM (Jurnal Pemberdayaan Masyarakat), 8(1).
Kaleka, M., & Haryadi, N. K. (2013). Beternak Kambing Tanpa Bau, Angon, dan Ngarit.
Pustaka Baru. Yogyakarta.
Kaleka N. Haryadi NK. (2013). Kambing Perah.
Penerbit Arcita. Solo.
Nafiu,
L. O., Pagala, M. A., & Mogiye, S. L. (2020). Karakteristik produksi
kambing Peranakan Etawa dan kambing Kacang pada sistem pemeliharaan berbeda di
Kecamatan Toari, Kabupaten Kolaka. Jurnal
Ilmu Produksi Dan Teknologi Hasil Peternakan, 8(2), 91�96.
Pinem, Ukurta, & Hanafi, Nevy Diana. (2014). ESTIMASI JARAK GENETIK DAN FAKTOR PEUBAH PEMBEDA RUMPUN KELINCI MELALUI ANALISIS
MORFOMETRIK: Genetic Distance Estimation and Variable Differential Factor Through Analysis of Morphometrics on Rabbit. Jurnal Peternakan Integratif, 2(3), 264�284.
Putri, Aneda Gian Mia, Purnomoadi, Agung, & Purbowati, Endang. (2016). Bobot Badan, Tinggi Pinggul, Lebar Pinggul Dan Panjang Pinggul Kambing Kacang Betina Di Kabupaten Karanganyar (Body Weight, Hip Height, Hip Width, and Hip Length of Kacang Goat in Karaganyar Regency). Animal Agriculture Journal, 3(2), 221�229.
Rahmatullah, Surya Nur, Marinda, Riski Ayu, Suhardi, Suhardi, Indana, K., & Sulaiman,
A. (2022). Pengaruh Morfometrik Serta Indeks Ukuran Tubuh Terhadap Litter Size Pada Berbagai Paritas Kambing Lokal Indonesia. Jurnal Ilmiah Fillia Cendekia, 7(2), 98�103.
Ramdani, Dani, & Kusmayadi, Tendy. (2016a). Identifikasi Karakteristik Sifat Kuantitatif Kambing Peranakan Etawah Betina Di Kelompok Ternak Mitra Usaha Kecamatan Samarang Kabupaten Garut (Quantitative Traits Identification of Peranakan Etawah Female Goat at Mitra Usaha Livestock Group Samarang Subdistrict Garut Regency). JANHUS Jurnal Ilmu Peternakan Journal of Animal Husbandry Science, 1(1), 24�32.
Ramdani, Dani, & Kusmayadi, Tendy. (2016b). Identifikasi Karakteristik Sifat Kuantitatif Kambing Peranakan Etawah Betina Di Kelompok Ternak Mitra Usaha Kecamatan Samarang Kabupaten Garut (Quantitative Traits Identification of Peranakan Etawah Female Goat at Mitra Usaha Livestock Group Samarang Subdistrict Garut Regency). JANHUS Jurnal Ilmu Peternakan Journal of Animal Husbandry Science, 1(1), 24�32.
Rasminati, N. (2013). Grade kambing Peranakan Ettawa
pada kondisi wilayah yang berbeda. Sains Peternakan . Jurnal Penelitian Ilmu Peternakan, 43-48.
Rusdiana, S., Praharani, L., & Sumanto, Sumanto.
(2015). Kualitas dan produktivitas susu
kambing perah persilangan di Indonesia.
Syawal,
Muhammad. (2010). Karakterisktik Morfologi Dan Produksi kambing Boer, Kacang
Dan Persilangannya pada Umur 0-3 Bulan (PraSapih). Seminar Nasional Teknologi Peternakan Dan Veteriner, 2010, 616�620.
Tagoi KY, Ilham F, Laya NK. (2020). Analisis morfometrik ukuran tubuh kambing
local umur pra sapih yang di pelihara secara tradisional. Jambura
Journal of Animal Science. 3(1), 38-45.
Victori, Andi,
Purbowati, Endang, &
Lestari, C. M. Sri. (2016).
Hubungan antara ukuran- ukuran tubuh dengan bobot
badan kambing Peranakan Etawah jantan di Kabupaten
Klaten. Jurnal Ilmu-Ilmu
Peternakan (Indonesian Journal of Animal Science), 26(1), 23�28.
Wiyanto, Eko, & Putra, Anto Yahya. (2020). Indeks Morfologi Tubuh Kambing Peranakan Etawah (PE) di Sentra Pembibitan Kambing Kecamatan Mestong Kabupaten Muaro Jambi: Body Morphology Index of Ettawa Cross Breed Goat in Goat Breeding Center Sub-District of Mestong, Muaro Jambi District. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan, 23(1), 55�60.
Zulfahmi, A. (2016). Performa Induk Domba Lokal yang Dipelihara Secara Semi Intensif di
Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang. Students e-Journal, 5(4).
Nama Author (Tahun Terbit)
Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia
This article is licensed under: