Syntax
Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol.
5, No. 6, Juni 2020
Ahmad
Dwi Marwiyanto
Akademi
Fisioterapi RS. Dustira Cimahi
Email: [email protected]
Abstract
This study to detect differences in
aerobic exercise without the burden and the burden of the increase value of VO2
max. Both groups of both control and treatment groups did run aerobics for 30
minutes 5 times per week for 10 weeks. To further see the VO2 max values
changes between initial and final value in both groups by doing a test run
in 12 minutes. Independent T-test was used to compare changes in
VO2 max values between groups. Of the 34 physical education centre
military member of the Army in Cimahi are divided into 2 groups: control and
treatment group results (1) There is an increase in VO2 max value in the
control group between before and after doing aerobic with no load (p <0.05).
(2) There is increase in VO2 max in the treatment group between before and
after running aerobics with weight (p <0.05). (3) There was no significant
difference between the two groups to increase VO2 max value before and after aerobic
run (p> 0.05). From these results it can be
concluded that the use of load weighing 5.5 kg at the back by doing aerobic
running 5 times a week for 10 weeks there was no effect on increased value of
VO2 max in physical education centre of Army military members the postscript of
people who have been trained or have VO2 max value of a good start. The results
of this study is expected to be a basis for further research to develop a
program of aerobic exercise in improving physical fitness.
Keywords: VO2 max, aerobic exercise and the
military
Tentara
Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) memiliki tugas pokok yang sangat
berat yaitu menegakkan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah darat negara
kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Dalam mendukung tugas pokok TNI diperlukan suatu program pembinaan
jasmani yang tersusun dengan baik sehingga menghasilkan suatu kondisi kebugaran
tubuh yang selalu siap menjalankan tugas setiap saat. Kesehatan jasmani militer merupakan salah satu
fungsi khusus TNI AD. Sesuai peran dan fungsinya menyelenggarakan pembentukan,
peningkatan dan pemeliharaan jasmani militer baik perorangan maupun satuan,
agar terwujud kesamaptaan jasmani yang diperlukan guna mendukung pelaksanaan
tugas (Skep KSAD Nomor: Skep/350/X/2002).
Penyelenggaraan
jasmani militer pada dasarnya harus dapat mewujudkan kesemaptaan jasmani yang
diperlukan untuk mendukung tugas pokok TNI AD, oleh karena itu penyelenggaraan
harus dilakukan secara konseptual dan proposional sehingga hasil
penyelenggaraan dapat menyentuh dan bermanfaat bagi semua fungsi TNI AD dalam
melaksanakan tugasnya secara berhasil guna dan berdaya guna. Latihan aerobik
telah diketahui dapat menurunkan denyut nadi Istirahat. Fungsi dari keadaan
denyut nadi yang rendah, berarti jantung dapat (Cooper, 2013) Artinya semakin rendah
denyut nadi dalam keadaan istirahat maka semakin baik kesegaran jasmani yang
dimiliki.
Untuk mencapai kebugaran tubuh yang optimal
diperlukan suatu program latihan yang tersusun dengan baik sehingga dapat
diperoleh hasil yang diinginkan. Ada beberapa cara mengetahui kebugaran tubuh yang
salah satu parameter pengukurannya yaitu dengan mengetahui volume oksigen
maksimal (VO2 maks). (Sander
et al., 2011), mengatakan bahwa kebugaran aerobik
adalah kapasitas maksimal untuk menghirup, menyalurkan, dan menggunakan oksigen
yang disebut VO2 maks. Pengukuran kebugaran dengan mengetahui
VO2 maks dipandang� sebagai cara yang
paling baik dan dipercayai memiliki hubungan dengan kesehatan, prestasi kerja
dan olah raga, semua ini berkaitan dengan daya tahan dan performa.
Kebugaran
aerobik dipengaruhi oleh keturunan dan latihan, begitu juga seperti usia, jenis
kelamin, dan lemak tubuh. Heriditer bertanggung jawab atas 25 hingga 40% dari
perbedaan nilaii VO2
maks. (Sander et al., 2011), berpendapat bahwa lebih
dari setengah perbedaan kekuatan maksimal aerobik dikarenakan oleh perbedaan genotype. Potensi untuk meningkatkan
kebugaran aerobik dengan latihan memiliki keterbatasan, walaupun kebanyakan
penelitian mengkonfirmasikan potensi untuk meningkat 15 hingga 25%, dan hanya
remaja saja yang memiliki harapan untuk meningkatkan kebugaran hingga lebih dari
30%. Sebelum puber, anak laki-laki dan perempuan memiliki kebugaran aerobik
yang sedikit berbeda, tapi setelah itu anak perempuan jauh tertinggal.
Rata-rata wanita muda memiliki kebugaran aerobik antara 15 hingga 25% lebih
kecil dari pada pria muda. Sedangkan untuk usia terjadi penurunan 8 hingga 10%
per dekade untuk individu yang tidak aktif. Bagi yang aktif dapat menghentikan
setengah dari penurunan tersebut (4 hingga 5%), dan yang terlibat dalam latihan
fitness dapat menghentikan setengahnya lagi (2,5% per dekade).
Satu lagi faktor
yang mempengaruhi kebugaran aerobik adalah aktivitas. Bahwa aktivitas yang kita
lakukan secara reguler akan membentuk kesehatan, vitalitas, dan kualitas hidup.
Pengaruh latihan bertahun-tahun dapat dapat hilang hanya dalam 12 minggu dengan
menghentikan aktivitas. Istirahat ditempat tidur dapat menurunkan kebugaran 29%
atau 10% per minggu (Sander et al., 2011).
Untuk itu
diperlukan peningkatan kemampuan cadangan kerja (kebugaran jasmani) setiap
prajurit dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari agar selalu memiliki semangat
kerja, kebugaran, kesungguhan, rasa tanggung jawab dan tanpa merasakan adanya
kelelahan yang berarti dalam setiap melaksanakan tugasnya. Seperti apa yang
dijelaskan oleh (Zmasek & Eddy,
2001), Kesegaran Jasmani merupakan kesiapan dan
kesanggupan seseorang untuk melakukan pekerjaan tertentu dengan baik tanpa
mengalami suatu kelelahan yang berarti.
Olah raga dapat dibagi
menjadi dua kelompok. Yang pertama adalah olah raga aerobik, yaitu olah raga
yang menggunakan energi yang berasal dari pembakaran oksigen, dan membutuhkan
oksigen tanpa menimbulkan hutang oksigen yang tidak terbayar. Contoh olah raga
aerobik misalnya lari, jalan, treadmill,
bersepeda, renang. Sedangkan olah raga anaerobik adalah olah raga yang
menggunakan energi dari pembakaran tanpa oksigen, dalam hal ini aktivitas yang
terjadi menimbulkan hutang oksigen. Contoh dari olah raga anaerobik adalah lari
sprint jarak pendek, angkat beban, dan bersepeda cepat (Sukaningtyas, 2019).
Adapun tujuan
dari pelaksanaan kegiatan ini adalah membentuk kesegaran jasmani prajurit
Angkatan Darat, baik secara perorangan maupun dalam hubungan satuan, agar
kondisi jasmani dalam keadaan siap dan memiliki daya tahan tubuh yang prima,
sehingga mampu melaksanakan tugas dengan baik. Dengan demikian sasaran dari
kegiatan latihan dapat tercapai, diantaranya: Terpenuhinya kebutuhan VO2 maks
didalam tubuh seorang prajurit, terpeliharanya kerja jantung dan paru-paru
sesuai dengan tuntutan kebutuhan, terciptanya daya tahan tubuh dalam menerima
beban tugas yang berat, dan terpeliharanya kemampuan jasmani prajurit jajaran
satuan Angkatan Darat sesuai standar
( Perkasad nomor/251/XII/2007 ).
Selama
ini TNI AD telah melakukan kegiatan jasmani militer
dengan bentuk latihan yang selama ini dilaksanakan seperti halang rintang,
lintas medan dengan beban 5,5 kg, kecepatan mars dengan beban 5,5 kg menempuh
jarak 3 km, dan ketahanan mars dengan beban 5,5 kg. Yang pada dasarnya adalah
latihan-latihan yang ditujukan untuk melatih dan meningkatkan kesegaran jasmani
militer. Latihan-latihan tersebut diatas biasanya dilakukan
secara rutin oleh para militer sebagai persiapan untuk tugas operasi seperti
pengamanan perbatasan, atau operasi perdamaian sehingga tidak dilakukan setiap hari.
Disamping itu ada beberapa bentuk
latihan ketahanan dan kekuatan yang dilakukan di institusi TNI AD meliputi pull ups, sit ups, push up, shuttle run 6
x 10 meter. Adapun latihan aerobik dengan lari yang di kombinasi dengan membawa beban 5,5 kg belum dilakukan dalam
latihan di institusi TNI AD.� �
Metode Penelitian
����������� Penelitian ini adalah penelitian
eksperimental dengan rancangan penelitian�
yang� digunakan� menurut (Bakta, 1997), adalah� Randomized
Pre Test and Post Test Group Control Design. Penelitian ini adalah
penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian� yang�
digunakan� menurut (Bakta, 1997), adalah� Randomized
Pre Test and Post Test Group Control Design.
����������� Dalam penelitian ini sample dibagi menjadi 2 kelompok
yaitu kelompok 1 berupa latihan lari selama 30 menit tanpa beban dan kelompok 2 berupa latihan lari
selama 30 menit dengan beban. Semua kelompok diberi
tes awal, kemudian� diberikan� perlakuan lima kali seminggu� selama sepuluh� minggu, selanjutnya� masing-masing perlakukan diobservasi.
����������� Data pada variable perubahan nilai
VO2 maks didapatkan dari
hasil pengukuran selisih nilai VO2 maks sesudah dan sebelum�
latihan. Pengukuran variable peningkatan VO2
maks dilakukan untuk meyakinkan
penulis bahwa setelah latihan pembebanan pada kelompok perlakuan
atau kelompok dua
akan lebih bermakna apabila bibandingkan dengan kelompok 1.
Penelitian ini
menggunakan alat ukur Cooper Test yaitu
dengan melakukan lari 12 menit diukur dengan stopwatch, diukur jarak yang telah di capai, selanjutnya dimasukkan dalam rumus :��
Keterangan : (1) d12 adalah jarak yang telah
ditempuh saat berlari selama 12 menit, (2) satuan untuk VO2 maks adalah
ml/kg/menit.
Hasil dan Pembahasan
A.
Hasil
1.
Deskripsi
Karakteristik Subjek
Subjek dalam penelitian ini berasal dari
Anggota Pusdikjas TNI AD Cimahi
yang telah dilakukan assesmen, termasuk kriteria inklusif, dan bersedia
mengikuti program latihan aerobik
selama
10 minggu, terhitung
mulai bulan Februari 2018
sampai dengan bulan April
2018. Pengambilan subjek dilakukan dengan cara peneliti datang ke Pusdikjas TNI AD Cimahi untuk mendapatkan
subjek yang termasuk kriteria inklusif. Sampel
diukur nilai nilai VO2 maks
dengan melakukan test lari 12 menit kemudian dicatat sebagai
data awal. Untuk
mendapatkan sampel
laki-laki usia 18 - 34 tahun sebanyak 34 orang mempunyai nilai kesegaran
jasmaninya atau nilai VO2 maks nya kurang dari standar yang ditetapkan TNI AD
sesuai dengan umur. Mempunyai postur tubuh dengan kriteria harmonis dan normal
sesuai yang ditetapkan TNI AD.
Subjek diberikan program latihan dengan
dua metode latihan aerobik yang
berbeda. Pada Kelompok Perlakuan I diberikan
pelatihan lari aerobik tanpa beban
dan, Kelompok Perlakuan II diberikan pelatihan lari aerobik dengan beban masing-masing sebanyak 50
kali selama 10 minggu dan kemudian setelah latihan yang ke-50 dilakukan
pengukuran nilai VO2 maks kembali dengan melakukan lari 12 menit untuk
menentukan dan mencatat nilai akhir.
Tabel 1
Karakteristik Subjek Penelitian
������������ Distribusi subjek menurut nilai awal VO2 maks
Kategori |
Klp. Perlakuan I |
Klp. Perlakuan II |
Total |
|||
N |
% |
N |
% |
N |
% |
|
Baik |
11 |
32,35% |
�� 10 |
29,41% |
21 |
61,76% |
Cukup |
4 |
11,76% |
5 |
14,70% |
9 |
26,47% |
Sedang |
2 |
5,88% |
2 |
5,88% |
4 |
11,76% |
Jumlah�
|
17 |
50% |
17 |
50% |
34 |
100% |
Tabel 2
Karakteristik Subjek Penelitian
����������� ��������������������������Distribusi subjek
menurut postur tubuh
Kategori |
Klp. Perlakuan I |
Klp. Perlakuan II |
Total |
|||
N |
% |
N |
% |
N |
% |
|
Harmonis |
12 |
35,29% |
9 |
26,47% |
21 |
61,76% |
Normal |
5 |
14,70% |
8 |
23,52% |
13 |
38,23% |
Jumlah |
17 |
50% |
17 |
50% |
34 |
�100% |
����������� Berdasarkan
table 1, distribusi subjek menurut nilai awal VO2 maks� pada Kelompok Perlakuan I (Latihan aerobik tanpa beban) menunjukkan
subjek nilai kategori baik sebanyak 11 orang (32,35%), nilai kategori cukup
berjumlah 4 orang (11,76%), dan subjek dengan kategori sedang sebanyak 2 orang
(5,88%) dengan jumlah seluruhnya 17 orang (50%). Pada Kelompok Perlakuan II (Latihan aerobik dengan beban)
menunjukkan subjek dengan kategori baik sebanya 10 orang (29,41%),� subjek nilai kategori cukup berjumlah 5 orang
(14,70%), dan dengan kategori sedang sebanyak 2 orang ( 5,88% ) dengan jumlah
seluruhnya 17 orang (50%.). Sehingga jumlah subjek dalam Kelompok Perlakuan I (Latihan aerobik tanpa beban) dan
Kelompok Perlakuan II (Latihan aerobik
dengan beban) berjumlah 34 orang (100%).
����������� Berdasarkan
tabel 2, distribusi subjek menurut postur tubuh pada Kelompok Perlakuan I
subjek dengan kriteria Harmonis berjumlah 12 orang (35,29 %), dan dengan
kriteria Normal berjumlah 5 orang (14,7%) sehingga berjumlah 17 orang (50%).
Pada Kelompok Perlakuan II subjek dengan kriteria Harmonis berjumlah 9 orang
(26,4%), dan dengan kriteria Normal berjumlah 8 orang (23,52%) sehingga
berjumlah 17 orang (50%), sehingga jumlah subjek dalam Kelompok Perlakuan I dan
Kelompok Perlakuan II berjumlah 34 orang (100%). Dapat dilihat bahwa jumlah
subjek dengan kriteria Harmonis lebih banyak pada Kelompok Perlakuan I.
sedangkan pada Kelompok Perlakuan II hampir sama jumlah antara kriteria
Harmonis dengan Normal.
Subjek diberikan
program latihan dengan dua metode lari
aerobik yang
berbeda. Pada Kelompok Perlakuan I diberikan pelatihan metode Latihan aerobik tanpa Beban,
dan Kelompok Perlakuan II diberikan pelatihan metode� Latihan
aerobik dengan Beban
masing-masing sebanyak 50 kali selama 10 minggu dan kemudian
sehari setelah latihan yang ke-50
dilakukan pengukuran� nilai VO2 maks kembali dengan melakukan test lari 12 menit
untuk menentukan dan mencatat data akhir.
2.
Lingkungan Penelitian
Kondisi lingkungan
selama pelatihan berdasarkan tempat/lapangan yang tersedia
di Pusdikjas TNI AD di Cimahi sangat mendukung. Subjek penelitian
sudah teradaptasi dengan lingkungan pelaksanaan pelatihan yang sekaligus
sebagai tempat pendidikan sehari-hari, dengan
demikian kondisi lingkungan tidak mempengaruhi pelaksanaan penelitian.
3.
Uji
Persyaratan Analisis
a) Uji
Normalitas dan Homogenitas Data
Untuk menentukan uji
statistik yang akan digunakan maka terlebih dahulu� dilakukan uji normalitas dan homogenitas data
hasil test pengukuran nilai VO2 maks sebelum dan
sesudah pelatihan. Uji normalitas dengan menggunakan uji Saphiro Wilk, sedangkan uji homogenitas menggunakan Levene Test,� yang hasilnya tertera pada Tabel 3.
Tabel 3
Uji Normalitas dan
Homogenitas data pada Kelompok
Perlakuan
�I dan II
Pelatihan |
Shapiro-Wilk
Test |
Levene�s
Test |
|||||
KLP I |
KLP II |
||||||
Statistic |
Df |
P |
Statistic |
Df |
p |
P |
|
Sebelum |
0,941 |
17 |
0,332 |
0,963 |
17 |
0,681 |
0,179 |
Sesudah |
0,951 |
17 |
0,471 |
0,941 |
17 |
0,333 |
Hasil uji normalitas (Saphiro Wilk-Test) nilai VO2 maks, bahwa sebelum pelatihan pada� kelompok perlakuan I berdistribusi normal (p > 0,05). Sesudah pelatihan pada� kelompok perlakuan I berdistribusi normal (p
> 0,05). Pada kelompok perlakuan II sebelum dan sesudah pelatihan
berdistribusi normal (p > 0,05).
Hasil uji homogenitas (Levene-Test) menunjukkan kedua kelompok
sebelum pelatihan� nilai VO2 maks pada masing-masing kelompok�� �menunjukkan p > 0,05, yang berarti nilai VO2 maks sebelum pelatihan adalah homogen.
Dari hasil pengujian normalitas
tersebut, maka ditetapkan pengujian hipotesis sebagai berikut:
1)
Uji Hipotesis I� yaitu :
Pelatihan lari aerobik tanpa beban dapat
meningkatkan kesegaran jasmani pada anggota militer Pusdikjas TNI AD di Cimahi.
Pengujian hipotesis dengan menggunakan Paired
Sample t-test.
2) Uji
Hipotesis II yaitu:
Pelatihan lari aerobik dengan beban
dapat meningkatkan kesegaran jasmani pada anggota militer TNI AD di Cimahi.
Pengujian hipotesis dengan menggunakan Paired
Sample t-test.
3) Uji
Hipotesis III, yaitu:
Pelatihan lari aerobik dengan beban� lebih efektif dari pada latihan lari aerobik
tanpa beban dalam meningkatkan meningkatkan kesegaran jasmani pada anggota
militer Pusdikjas TNI AD di Cimahi. Pengujian hipotesis dengan menggunakan Independent Sample Test.
b) Pengujian
Hipotesis
a)
Uji Hipotesis I
Berdasarkan� Tabel 5.4� menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan I
yaitu pelatihan Lari aerobik tanpa beban
didapatkan nilai rerata VO2 maks
sebelum pelatihan sebesar (50,32
� 3,13) ml/Kg BB/menit dan sesudah
pelatihan didapatkan nilai sebesar
(52,88� � �2,52)
ml/Kg BB/menit.
Tabel 4
Nilai rerata VO2 maks sebelum dan sesudah pada
kelompok perlakuan I (latihan lari aerobik tanpa beban)
Kelompok
|
��
Re-rata Nilai VO2 maks |
|
|
|
Sebelum perlakuan |
Sesudah perlakuan |
|||
Mean |
50,32 |
52,88 |
-9,306 |
0,0001 |
SD |
3,13 |
2,52 |
0,0001 |
���������
Dari hasil pengujian hipotesis dengan
menggunakan uji Paired Sample t-test,
maka didapatkan nilai p = 0,0001,� ( p
< 0,05).
Kesimpulannya:
ada perbedaan yang bermakna nilai VO2 maks sebelum dan sesudah pelatihan lari
aerobik tanpa beban. Yang berarti bahwa: Pelatihan lari
aerobik tanpa beban dapat meningkatkan nilai VO2 maks.
b)
Uji
Hipotesis II:
Tabel 5
Nilai rerata VO2 maks sebelum dan sesudah pada kelompok
perlakuan II (latihan lari aerobik dengan beban)
Kelompok
|
��
Re-rata Nilai VO2 maks |
|
|
|
Sebelum
perlakuan |
Sesudah |
|||
Mean |
50,60 |
53,81 |
-8,397 |
0,0001 |
SD |
3,62 |
3,36 |
0,0001 |
�����������
Berdasarkan table 5 menunjukkan
bahwa pada kelompok perlakuan II yaitu pelatihan lari aerobik dengan beban didapatkan nilai rerata VO2 maks sebelum
pelatihan sebesar (50,60 � 3,62) ml/KgBB/menit dan sesudah pelatihan didapatkan
nilai sebesar (53,81 � 3,36) ml/KgBB/menit. Dari hasil pengujian hipotesis
dengan menggunakan uji Paired Sample Test
didapatkan nilai p < 0,0001,� (p <
0,05) yang berarti bahwa: Pelatihan
lari aerobik dengan beban dapat meningkatkan nilai VO2 maks.
c) Uji Hipotesis III:
Sebelum melakukan uji hipotesis III, dilakukan uji homogenitas (Levene-Test) terlebih dahulu. Hasil uji
menunjukkan kedua kelompok sebelum pelatihan dan sesudah pelatihan nilai p >
0,05, yang berarti� kedua kelompok homogen.
Tabel 6
Nilai rerata uji kompabilitas selisih nilai VO2 maks
sesudah pelatihan antara kelompok I dan kelompok II
Kelompok
|
Re-rata
Nilai VO2 maks |
|
|
|
Kelompok I |
Kelompok II |
|||
Mean |
2,56 |
1,13 |
1,376 |
0,179 |
SD |
3,21 |
1,57 |
0,179 |
Dari
hasil pengujian hipotesis menggunakan Independent
T-test untuk membandingkan perbedaan pengaruh menggunakan beban dan tanpa
beban pada lari aerobik 12 menit terhadap peningkatan nilai VO2 maks (post test � post test) antara kelompok
perlakuan (dengan beban) dan kelompok kontrol (tanpa beban) didapat hasil p =
0,179 ( p > 0,05 ). Kesimpulannya adalah tidak ada perbedaan yang bermakna
antara lari aerobik dengan� beban dan
tanpa beban terhadap peningkatan VO2 maks. Atau�
hal ini berarti pelatihan lari aerobik dengan beban tidak lebih efektif
daripada lari aerobik tanpa beban� dalam meningkatkan nilai VO2 maks pada
anggota militer Pusdikjas TNI AD.
B.
Pembahasan
1. Kondisi subjek
����������� Subjek
dalam penelitian ini berjumlah 32 orang, ditambah 2� orang sebagai cadangan, berasal dari anggota
militer Pusdikjas TNI AD Cimahi yang telah diukur nilai VO2 maks dengan
melakukan test lari 12 menit. Telah mendapatkan subjek laki-laki usia 18-34 tahun mempunyai
nilai nilai VO2 maks kurang dari standar serta mempunyai postur tubuh dengan kriteria
harmonis dan normal sesuai dengan yang ditetapkan TNI AD .�
2.
Karakteristik Lingkungan Penelitian
Tempat penelitian adalah dilapangan
Pusdikjas TNI AD Cimahi ,
dimana suasana sangat mendukung pelaksanaan pelatihan, lapangan yang berbentuk lingkaran sudah
dilengkapi tulisan setiap 20 meter, panjang lintasan 400 meter. Tempat pelatihan yang selalu dipakai untuk kegiatan latihan subjek sehari-hari.
Mengingat instruktur lapangan sering berada di tempat pengambilan data maka otomatis
subjek sudah biasa� terhadap lingkungan
atau dengan kata lain lingkungan yang dipakai pengambilan data dan pada waktu
pelatihan dalam keadaan familiar. Pelaksanaan penelitian yang selalu
pagi hari memungkinkan subjek lebih siap melakukan latihan. Pelaksanaan latihan
ini merupakan perintah pimpinan, dengan demikian subjek menjalankan kegiatan
dengan semangat. Lingkungan yang nyaman memungkinkan subjek melakukan dengan
sungguh-sungguh sehingga subjek dapat
menjalankan metode latihan maksimal dan dapat menghasilkan hasil latihan yang
maksimal pula.
3.
Distribusi dan Varians Subjek Penelitian
Distribusi subjek
penelitian Kelompok I dan II sebelum dan sesudah pelatihan, dilakukan uji
normalitas dengan Shapiro-Wilk Test,
sedangkan homogenitas varians antara kedua� kelompok pelatihan diuji dengan Levene Test. Variabel yang diuji adalah nilai VO2 maks sebelum dan sesudah pelatihan pada masing-masing kelompok dan selisih nilai VO2 maks sebelum pelatihan dan sesudah pelatihan pada kedua kelompok.
Hasil uji normalitas dan homogenitas untuk semua
variabel tersebut menunjukan� p > 0,05
(tabel 3).
4. Pelatihan
lari aerobik dengan beban dan tanpa beban meningkatkan
nilai O2 maks.
Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa pada kelompok
perlakuan I yaitu pelatihan lari aerobik tanpa beban
didapatkan nilai rerata VO2 maks
sebelum pelatihan sebesar (50,32
� 3,13) ml/KgBB/menit dan sesudah
pelatihan didapatkan nilai sebesar (52,88
� 2,52) ml/KgBB/menit. Dari data
tersebut menunjukkan peningkatan nilai
VO2 maks.
Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa
pada kelompok perlakuan II yaitu pelatihan lari
aerobik dengan beban didapatkan nilai rerata nilai VO2 maks sebelum
pelatihan sebesar (50,60 � 3,62)� dan
sesudah pelatihan didapatkan nilai sebesar (53,81 � 3,36). Dari data tersebut
menunjukkan peningkatan nilai VO2 maks yang diukur melalui tes lari 12 menit.
Dengan
hasil ini dapat dikatakan bahwa�
pelatihan lari aerobik tanpa beban dan lari aerobik dengan beban yang diterapkan dapat meningkatkan nilai VO2 maks.
a)
Peningkatan VO2 maks pada pelatihan lari
aerobik tanpa beban.
(Kusmana, 2007), mengatakan,
aerobik
adalah setiap aktivitas fisik yang dapat memacu jantung dan peredaran darah
serta pernafasan yang dilakukan dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga
menghasilkan perbaikan dan manfaat kepada tubuh.
�Orang yang terlatih
akan memiliki denyut jantung istirahat yang lebih rendah daripada orang biasa.
Denyut jantung yang lebih rendah mengakibatkan nilai VO2max pada orang terlatih
menjadi lebih tinggi. Denyut jantung dapat mengalami penurunan setelah
melakukan latihan fisik selama waktu tertentu. Ini adalah kompensasi tubuh
terhadap latihan fisik.
Tidak sama dengan latihan dalam jangka waktu yang pendek. Energi pada
latihan dengan pemanasan diperoleh dari hasil proses oksidatif dari sumber
makanan yang mulai muncul pada beberapa menit latihan dilakukan. Jumlah yang
ditemukan dalam proses penyediaan energi dalam waktu lama dengan penggunaan
oksigen dikenal dengan nama aerobik power.
Penyediaan energi dalam latihan dengan pemanasan ini tergantung pada kesediaan
oksigen dalam penggunaan kerja otot dalam waktu yang lama. Denyut nadi,
frekwensi pernapasan, cardiac output,
dan kebutuhan oksigen meningkat dalam latihan dalam waktu yang lama.
Peningkatan nilai VO2 maks yang
disebabkan dengan latihan terprogram juga dilaporkan sebelumnya oleh Adhikarma
Uliyandri ( 2009 ), pada latihan fisik selama 12 minggu terhadap kelompok siswi
usia 11 � 13 tahun dan terjadi peningkatan yang signifikan.
Peningkatan frekwensi pernapasan akan meningkatkan jumlah oksigen dalam
paru-paru yang akan meningkatkan proses difusi pada pembuluh darah. Peningkatan
cardiac output akan meningkatkan
jumlah darah yang ada pada pembuluh darah, akibatnya akan meningkatkan jumlah
oksigen dalam otot. Dalam bagian penting peningkatkan cardiac output dapat diperoleh dengan adanya peningkatkan denyut
nadi dan stroke volume. Perubahan stroke volume selama latihan relatif
kecil, tapi salah satu keuntungan dari latihan adalah peningkatan stroke volume secara bermakna.
b)
Peningkatan nilai VO2
maks pada pelatihan aerobik dengan beban.
Seperti yang disampaikan (Guyton & Hall, 2007), latihan fisik atau
olahraga dapat meningkatkan nilai VO2 maks. Akan tetapi peningkatan ini hanya
terbatas sekitar 10-20% dari nilai VO2 maks sebelumnya. Hal ini berkaitan
dengan meningkatnya kerja sistem kardiovaskuler yang berupa peningkatan cardiac
output, stroke volume, dan volume darah yang diikuti dengan
menurunnya denyut jantung istirahat.
Menurut (Rattu,
1999) latihan beban yang dilakukan
secara teratur dapat menghasilkan suatu respons terhadap kardiovaskuler yakni
penurunan denyut nadi istirahat secara bermakna, tetapi tekanan darah istirahat
tidak terjadi perubahan.
Bahkan (Rattu,
1999) juga mengatakan bahwa latihan
beban yang dilakukan hanya dalam waktu 8 minggu 2 kali seminggu cukup dapat
menimbulkan suatu adaptasi jantung paru terhadap latihan yang ditandai dengan
penurunan denyut nadi istirahat yang bermakna.
Bila latihan beban dilakukan secara teratur dan disertai kebiasaan makan
yang baik,berbagai sistem tubuh akan berubah secara positif. Otot-otot akan
berubah lebih kuat dapat menimbulkan beban kerja yang lebih besar dan
memperlihatkan berkurangnya rasa lelah dengan bertambahnya setiap masa latihan.
Sistem neuromuskular akan berfungsi secara harmonis, karena otak akan belajar
untuk menyeleksi serat-serat otot yang memiliki keperluan khas untuk
melaksanakan berbagai beban, kecepatan gerak dan pola gerakan yang dibutuhkan
dalam bermacam-macam latihan. Beberapa perubahan juga terjadi pada berbagai
sistem tubuh (Baechle
& Earle, 1999).
Peningkatan nilai VO2 maks yang ditandai adanya penurunan nadi istirahat
juga pernah dilaporkan oleh (Suhartini,
n.d.) terhadap subjek wanita dengan
melakukan program latihan dengan beban selama sepuluh minggu 3 kali seminggu
terdapat penurunan yang bermakna.
Hasil yang sama juga dijumpai pada penelitian yang dilakukan oleh (Wilmore,
Costill, & Kenney, 1994) terjadi penurunan nadi istirahat
setelah melakukan latihan aerobik selama 10 minggu. Mekanisme yang tepat dari
latihan beban sehingga dapat menyebabkab penurunan nadi istirahat belum
diketahui.tetapi ini kemungkinan oleh karena latihan menyebabkan terjadinya
peningkatan aktivitas parasimpatis dan penurunan aktivitas simpatis dari
jantung sehingga mengakibatkan denyut jantung menurun, vasodilatasi meningkat
pada organ abdomen, aliran darah ke otot menurun, dan sekresi norepinefrin
menurun sehingga denyut nadi dan tekanan darah juga menurun.
5.
Pelatihan lari aerobik dengan beban tidak lebih efektif daripada
pelatihan lari aerobik tanpa beban dalam meningkatkan nilai VO2 maks.
Dari nilai rerata
peningkatan nilai VO2 maks Kelompok Perlakuan I dengan pelatihan lari aerobik tanpa beban (2,56 � 1,13)
ml/KgBB/menit dan� Kelompok Perlakuan II
dengan pelatihan lari aerobik dengan
beban sebesar (3,21 � 1,57) ml/KgBB/menit menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan peningkatan nilai VO2 maks antara Kelompok I dengan
Kelompok II.
Pada
Uji Hipotesis III, dimana :
Ho� :� Pelatihan lari aerobik dengan beban tidak lebih efektif daripada lari aerobik tanpa beban dalam meningkatkan nilai VO2 maks.
Ha ��� : ��Pelatihan lari aerobik dengan beban lebih efektif daripada lari aerobik tanpa beban dalam meningkatkan nilai VO2 maks.
Dari hasil pengujian hipotesis
dengan menggunakan Independent Test, didapatkan nilai p > (0,05)
yang artinya�� Ho diterima, berarti pelatihan lari aerobik dengan beban tidak
lebih efektif daripada lari aerobik tanpa beban dalam meningkatkan nilai VO2
maks.
Kenapa pelatihan lari aerobik dengan beban tidak lebih efektif
dari pada pelatihan
lari aerobik tanpa beban dalam meningkatkan nilai VO2 maks,
mekanismenya adalah sebagai berikut :
a.
Bahwa
subjek merupakan orang-orang yang sudah biasa melakukan olah raga karena memang
tuntutan pekerjaan.
b.
Berdasarkan
tabel 5.1 tergambarkan jumlah subjek dengan nilai awal kesegaran jasmani dengan
kriteria baik lebih dominan dibandingkan dengan yang mempunyai kriteria cukup
atau sedang. Hal ini memungkinkan terjadinya perubahan nilai VO2 maks hanya
terjadi pada kelompok subjek dengan kriteria cukup atau sedang saja. Sedangkan
pada subjek yang telah memiliki kriteria baik, tidak banyak mengalami
perubahan.
c.
Namun jika dilihat dari
nilai rata-rata latihan aerobik dengan beban lebih baik peningkatan nilai
rata-ratanya daripada latihan aerobik tanpa beban. Kemungkinan ini karena
kelompok II lebih mengarah pada kerja latihan daya tahan anaerobik. Dilihat
dari nilai rata-rata tersebut, maka latihan aerobik dengan beban lebih baik
daripada latihan aerobik tanpa beban dalam peningkatan nilai VO2 maks. Hasil
ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa latihan aerobik dengan beban
lebih efektif untuk meningkatkan nilai VO2 maks dibandingkan dengan latihan
aerobik tanpa beban.
Penggunaan beban 5,5 kg yang
merupakan akumulasi berat rata-rata dari senapan dengan pakaian dinas lapangan
(PDL) untuk subjek adalah hal yang biasa�
dikenakan terutama saat melaksanakan kegiatan kemampuan olah raga
militer, seperti halang rintang, lintas medan, ketahanan mars. Akan tetapi
kegiatan tersebut tidak setiap saat dilakukan, sehingga tidak setiap saat
menggunakan beban tersebut dalam kesehariannya. Dengan demikian saat dilakukan
penelitian pada kelompok perlakuan II ada selisih nilai VO2 maks apabila
dibandingkan dengan kelompok perlakuan I.
Kesimpulan
Berdasarkan
analisis penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan dapat disimpulkan
bahwa:
1.
Latihan
lari aerobik tanpa beban dapat meningkatkan
nilai VO2 maks. Hal ini terlihat dari
hasil uji hipotesis I yaitu� dengan menggunakan uji Paired Sample t-test� didapatkan nilai p < (0,05).
2.
Latihan
lari aerobik dengan beban dapat meningkatkan
nilai VO2 maks. Hal ini ditunjukkan
hasil uji hipotesis II yaitu� menggunakan uji Paired Sample t- test,
didapatkan nilai p < (0,05).
3.
Latihan lari aerobik dengan beban tidak lebih efektif daripada Latihan lari aerobik tanpa beban dalam meningkatkan nilai VO2 maks.
Terlihat dari hasil�
uji hipotesis III yaitu uji beda dua kelompok
yang tidak berhubungan antara kelompok perlakuan I dengan kelompok perlakuan II
dengan menggunakan uji Independent. �Dari hasil pengujian didapatkan nilai p >
(0,05).
4.
�Namun jika dilihat dari nilai rata-rata latihan
aerobik dengan beban lebih baik peningkatan nilai rata-ratanya daripada latihan
aerobik tanpa beban. Kemungkinan ini karena kelompok II lebih mengarah pada
pengaruh overload dan progressive.
BIBLIOGRAFI
Baechle, Thomas R., & Earle, Roger W. (1999). Bugar
dengan latihan beban. Raja Grafindo Persada.
Bakta, I. M. (1997). Diktat Mata Kuliah Metodelogi
Penelitian. Denpasar: Program Studi Ergonomi Dan Fisiologi Olahraga
Universitas Udayana.
Cooper, Kenneth H. (2013). Aerobics program for total
well-being: Exercise, diet, and emotional balance. Bantam.
Guyton, Arthur C., & Hall, John E. (2007). Buku ajar
fisiologi kedokteran edisi 11. Jakarta: EGC, 81�85.
Kusmana, Dede. (2007). Olahraga Untuk Orang Sehat dan
Penyakit Jantung. Edisi Kedua, Cetakan Ke-2 Tahun.
Kusnaendar, Dedy. (2018). Faktor-Faktor Pendorong Capaian
Manajemen Mutu Terpadu Pada Smp Negeri 2 Sindang Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional (Rsbi) Kabupaten Indramayu. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah
Indonesia, 3(2), 1�15.
Rattu, Angelheart Joy Maynard. (1999). Changes in resting
heart rate and blood pressure in response to resistance exercise training
program. Berkala Ilmu Kedokteran, 31(1999).
Sander, Janay B., Sharkey, Jill D., Groomes, Amber N.,
Krumholz, Lauren, Walker, Kimberly, & Hsu, Julie Y. (2011). Social justice
and juvenile offenders: Examples of fairness, respect, and access in education
settings. Journal of Educational and Psychological Consultation, 21(4),
309�337.
Suhartini, Sri Mukti. (n.d.). Pengaruh Latihan Beban
Terhadap Denyut Nadi Istirahat Dan Tekanan Darah Istirahat Pada Wanita Tidak
Terlatih.
Sukaningtyas, Nuraini. (2019). Efektifitas Peer Guidance
untuk Meningkatkan Efikasi Diri, Aktivitas dan Kedisiplinan Belajar Mandiri
Siswa di SMP Hati BBS Kraksaan Probolinggo. Universitas Terbuka.
Wilmore, Jack H., Costill, David L., & Kenney, W. Larry.
(1994). Physiology of sport and exercise (Vol. 524). Human kinetics
Champaign, IL.
Zmasek, Christian M., & Eddy, Sean R. (2001). A simple
algorithm to infer gene duplication and speciation events on a gene tree. Bioinformatics,
17(9), 821�828.