�Syntax
Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
�e-ISSN : 2548-1398
�Vol. 5, No. 6, Juni 2020
ANALISIS POSITIONING PELAKU
USAHA TANAMAN HIAS DI KOTA MAKASSAR
Riska Tiasmalomo, Didi
Rukmana dan Mahyuddin
Program
Studi Agribisnis, Sekolah Pascasarjana, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian dan
Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Email: [email protected], [email protected] dan� [email protected]
Abstract
For
the most part ornamental plant businessmen in Makasar city not know positioning
from their own business. The aim of this research is to identify the characteristics of
farmers and ornamental plant farming in Makassar City and analyze
positioning on each ornamental plant businessmen in Makasar city. The method of
analysis is used in this research is descriptive analysis and competitive
profile matrix analysis. The results showed that the general characteristics of
ornamental plant farmers in Makassar were male, aged ≥ 41 years old,
number of family dependents as many as 3 people, high school education level,
and income level of Rp. 4,000,000 - Rp.15,000,000.
While the general characteristics of ornamental plant farming in Makassar City
are most of the business locations are in Tamalate District, the area of
business is ≥15 m2, the source of
business capital comes from own capital, the market scale is limited to the
local area, and the status of business ownership is its own. As for
the analysis is competitive profile matrix analysis shows that highest
positioning value consecutive be managed by respondent 18 (Yetty) with
positioning value of 3,769; respondent 8 (Arianto) with positioning value of
3,678; and respondent 7 (Sultan) with positioning
value of 3,621.
Keywords: characteristic, positioning,
businessmen, ornamental plant
Abstrak
Sebagian besar pelaku usaha tanaman hias di Kota Makassar tidak mengetahui positioning dari usaha mereka sendiri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik petani dan usahatani tanaman hias di Kota Makassar dan untuk menganalisis positioning setiap pelaku usaha tanaman hias di Kota Makassar. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis competitive profile matrix. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik umum petani tanaman hias di Kota Makassar adalah berjenis kelamin laki-laki, berusia ≥ 41 Tahun, jumlah tanggungan keluarga sebanyak 3 orang, tingkat pendidikan SMA, dan tingkat pendapatan Rp. 4.000.000-Rp.15.000.000. Sedangkan karakteristik umum usahatani tanaman hias di Kota Makassar adalah lokasi usaha sebagian besar berada di Kecamatan Tamalate, luas lahan usaha ≥15 m2, sumber modal usaha dari modal sendiri, skala pasar hanya sebatas wilayah lokal, dan status kepemilikan usaha adalah milik sendiri. Adapun hasil analisis Competitive Profile Matrix yang menunjukkan bahwa nilai positioning tertinggi berturut-turut dikuasai oleh responden 18 (Yetty) dengan nilai positioning sebesar 3,769; responden 8 (Arianto) dengan nilai positioning sebesar 3,678; dan responden 7 (Sultan) dengan nilai positioning sebesar 3,621.
Kata Kunci: karakteristik, positioning, pelaku usaha, tanaman hias
Pendahuluan
��������� Indonesia memiliki berbagai jenis
tumbuhan yang banyak tersebar si seluruh penjuru dan ada sekitar 30.000
tumbuhan, diantaranya 7.000 memiliki khasiat sebagai obat, dan sebanyak 2.500
merupakan tanaman obat (Meisintya De Nanda, 2019).
��������� Salah satu bagian dari hortikultura yang berpotensi untuk
dikembangkan saat ini adalah tanaman hias. Daerah tropis Indonesia
dikenal memiliki keaenakragaman hayati dan kekayaan bumi Indonesia mencakup
27.500 jenis tanaman hias atau 10% dari seluruh jenis tanaman hias di dunia (Shinta,
2019). Saat ini tanaman
hias (florikultura) memperoleh posisi yang penting dan telah menjadi sektor
ekonomi pada abad dua puluh ini. Peningkatan permintaan terhadap tanaman
hias telah menjadi sektor yang mengarah kepada keuntungan dan hal ini akan terus
berlanjut dalam pengembangan suatu��
negara (�elik
& Arisoy, 2013). Tanaman hias di
Indonesia saat ini sedang mengalami pertumbuhan yang ditandai dengan
berkembangnya daerah sentra produksi tanaman hias di wilayah perkotaan, serta
makin tumbuh dan berkembangnya unit usaha yang melibatkan baik petani maupun
pengusaha. Tujuan utama pengembangan usaha florikultura
di Indonesia yaitu untuk memenuhi permintaan pasar Nasional dan Internasional.
Oleh karena itu, pengembangan usaha florikultura harus dilaksanakan secara
komersil, berorientasi pasar dan dikelola secara� profesional, dengan� skala��
ekonomi�� yang�� menguntungkan (Pertanian
& Perencanaan, 2004).
Berkembangnya permintaan pasar tanaman hias di Kota Makassar dalam beberapa tahun terakhir ini meningkat cukup tajam yang menyebabkan sektor produksi tanaman hias di Kota Makassar semakin aktif dan memandang hal tersebut sebagai peluang untuk memenuhi kebutuhan konsumen, hal ini tampak jelas dari tahun ke tahun trend penjualan tanaman hias di Kota Makassar meningkat setiap tahunnya seperti yang ditunjukkan pada gambar 1 berikut ini.
Gambar1. Grafik Trend Penjualan Tanaman Hias Tahun 2018-2019
Fakta saat ini, sebagian besar pelaku
usaha tanaman hias di Kota Makassar tidak mengetahui positioning dari bisnis mereka sendiri, sehingga pelaku usaha
tanaman hias tidak dapat melakukan perubahan, perbaikan, dan peningkatan
pengelolaan/manajemen bisnis mereka dengan cepat dan tepat sehingga berakibat
pada kekalahan persaingan serta kemajuan usaha tanaman hias di Kota Makassar
menjadi semakin lambat. Studi penelitian terdahulu terkait penentuan
positioning yang bergantung pada metode pemetaan persepsi hasilnya akan
bersifat bias dan menimbulkan masalah yang berkaitan dengan validitas dan
keandalan temuan (Green
& Carmone, 1969), (Hair
Jr, 2006) Sedangkan studi kali ini akan
menentukan positioning dengan
menggunakan analisis CPM (Competitive
Profile Matrix) yang mampu menyelidiki dan memetakan posisi perusahaan
dalam beberapa kelompok perusahaan secara akurat.
Positioning
adalah posisi perusahaan yang khas diantara pesaingnya yakni sejauhmana
produsen berhasil memposisikan perusahaan, produk atau mereknya diantara
pesaing lainnya. Positioning adalah bagian integral dari
pemasaran (Kotler
& Armstrong, 2010), (Martos-Partal
& Gonz�lez-Benito, 2011) (Sirianni
et al., 2013). Positioning,
jika dilakukan dengan benar, maka akan mempengaruhi keunggulan kompetitif
jangka panjang sebuah perusahaan (Hooley
et al., 2001), (Kotler,
2003), (Porter,
1996). Hal ini juga dijelaskan oleh (Hassan
& Craft, 2012), (Kotler
& Armstrong, 2010) bahwa aktivitas penentuan
positioning berdampak positif terhadap keunggulan kompetitif jangka panjang
perusahaan. Strategi penentuan positioning yang sukses dikaitkan dengan
kapabilitas utama perusahaan (Fuchs
& Diamantopoulos, 2010) sebab hal ini merupakan cara unik
untuk memberikan nilai perusahaan kepada pelanggan (Blankson
et al., 2018) (Keller et al.,
2011).
Mempertimbangkan masalah diatas, maka
perlu dilakukan penelitian tentang analisis positioning
pelaku usaha tanaman hias di Kota Makassar. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik petani dan usahatani tanaman
hias dan untuk menganalisis positioning setiap pelaku usaha tanaman hias di
Kota Makassar.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Analisis deskriptif kuantitatif dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis karakteristik petani dan usahatani tanaman hias di Kota Makassar.
Sampel yang dijadikan obyek penelitian ini adalah petani/pelaku usaha tanaman hias di Kota Makassar. Jumlah populasi petani/pelaku usaha tanaman hias yang berada di Kota Makassar adalah sebanyak 182 orang. Metode pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu dengan menggunakan teknik simple random sampling. Simple random sampling adalah teknik pengambilan sampel secara acak dimana setiap sampel diberi kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai anggota sampel. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini dihitung berdasarkan rumus rumus Taro Yamane sebagai berikut (Riduwan, 2013):
n =
Keterangan:
����������� n� = jumlah sampel
N = jumlah populasi (jumlah petani tanaman hias di Kota Makassar)
d2 = presisi (ditetapkan 20% dengan tingkat kepercayaan 95 %)
n =
Berdasarkan perhitungan diatas, maka petani yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 orang yang tersebar dalam beberapa Kecamatan di Kota Makassar.
Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data skunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber data tanpa adanya perantara yaitu melalui hasil observasi, wawancara dan kuesioner.
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumber data seperti melalui Dinas Pertanian dan Hortikultura Kota Makassar, Badan Pusat Statistik, bahan pustaka, dokumen, laporan hasil penelitian dan tulisan ilmiah yang menunjang penelitian ini.
Metode pengumpulan data yang digunakan menggunakan metode ovservasi dan wawancara. Observasi merupakan metode pengambilan data melalui proses pengamatan langsung di lapangan. �Wawancara merupakan teknik pengumpulan data melalui proses dialog langsung kepada responden untuk mendapatkan informasi dan data yang diperlukan dalam penelitian. Bentuk wawancara dalam penelitian ini yaitu wawancara formal.
Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan deskriptif dan positioning. Analisis deskriptif merupakan analisis
yang bertujuan untuk mengubah kumpulan data mentah menjadi bentuk yang mudah
diuraikan dipahami dalam suatu tulisan ilmiah sehingga dapat menghasilkan sebuah
kesimpulan. Untuk menjawab tujuan pertama dari
penelitian ini ialah dengan menggunakan competitive
profile matrix (CPM). Tabel competitive
profile matrix (CPM) terdiri dari
beberapa komponen yaitu faktor penentu keberhasilan (Critical Success Factors), peringkat (rating), bobot (Weighted),
skor (Score), dan total skor (Total Score) yang di disajikan pada
tabel 1. berikut ini.
Tabel 1 CPM (competitive
profile matrix)
No. |
Faktor Penentu Keberhasilan |
Bobot |
Petani A |
Petani B |
Petani C |
|||
Rating |
Skor |
Rating |
Skor |
Rating |
Skor |
|||
1 |
A |
|
|
|
|
|
|
|
2 |
B |
|
|
|
|
|
|
|
3 |
C |
|
|
|
|
|
|
|
|
Total Skor |
1,00 |
|
|
|
|
|
|
Sumber: (David, 2009)
Hasil dan Pembahasan
A. Karakteristik Petani dan Usahatani Tanaman
Hias
1.
Karakteristik Petani/pelaku Usaha Tanaman Hias
a.
Karakteristik
Petani Tanaman Hias Berdasarkan Jenis Kelamin
Karakteristik petani tanaman hias berdasarkan jenis kelamin terbagi atas
dua yaitu laki-laki dan perempuan. Mayoritas petani tanaman hias di
Kota Makassar sebagian besar adalah petani yang berjenis kelamin laki-laki
dengan persentase sebesar 73% sedangkan petani yang berjenis kelamin perempuan
hanya memiliki persentase sebesar 27%. Data ini sejalan dengan hasil penelitian
Virianita et al. (2019) yang menunjukkan bahwa petani yang berjenis kelamin
laki-laki lebih dominan sebesar 65,7% dibandingkan perempuan sebesar 34,3%
sehingga pelaku utama dalam kegiatan usaha tani masih didominasi oleh
laki-laki. Sebaran petani tanaman hias berdasarkan jenis kelamin
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Sebaran petani
tanaman hias berdasarkan jenis kelamin
No. |
Jenis Kelamin |
Jumlah Petani (Orang) |
Persentase (%) |
1 |
laki-laki |
22 |
73% |
2 |
Perempuan |
8 |
27% |
Total |
30 |
100% |
Sumber: Data Primer, diolah (2020)
b. Karakteristik Petani Tanaman Hias Berdasarkan Usia
Usia setiap responden dalam penelitian ini terbagi
atas lima kelompok yaitu 1) ≤ 20 Tahun, 2) 21 - 30 Tahun, 3) 31 -40
Tahun, 4) ≥ 41 Tahun.� Petani
tanaman hias yang berusia
Tabel 3 Sebaran petani tanaman hias
berdasarkan usia
No. |
Usia |
Jumlah Petani (Orang) |
Persentase (%) |
1 |
≤ 20 Tahun |
2 |
7% |
2 |
21 - 30 Tahun |
6 |
20% |
3 |
31 - 40 Tahun |
6 |
20% |
4 |
≥ 41 Tahun |
16 |
53% |
Total |
30 |
100% |
Sumber: Data Primer, diolah (2020)
c. Karakteristik Petani Tanaman Hias Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah tanggungan keluarga setiap responden dalam penelitian ini terbagi atas lima kelompok yaitu 1) 3 Orang, 2) 4 Orang, 3) 5 Orang, 4) 6 Orang, dan 5) 7 Orang. Petani dengan jumlah tanggungan keluarga sebanyak 3 orang memiliki persentase tertinggi yaitu sebesar 39%, adapun petani dengan jumlah tanggungan keluarga sebanyak 4 orang memiliki persentase sebesar 36%, petani dengan jumlah tanggungan keluarga sebanyak 5 orang memiliki persentase sebesar 13%, petani dengan jumlah tanggungan keluarga sebanyak 6 dan 7 orang masing-masing hanya memiliki persentase sebesar 7%. Sedikitnya jumlah tanggungan keluarga pada sebagian besar petani tanaman hias di Kota Makassar diasumsikan bahwa pendapatan petani merupakan faktor pembatas utamanya. Menurut Ganis (2017) bahwa semakin banyak jumlah tanggungan keluarga maka semakin berat beban hidup yang dihadapi petani dan seharusnya diimbangi dengan semakin besar pendapatan yang diterima. Sebaran petani tanaman hias berdasarkan jumlah tanggungan keluarga dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Sebaran petani tanaman hias
berdasarkan jumlah tanggungan keluarga
No. |
Jumlah Tanggungan Keluarga |
Jumlah Petani (Orang) |
Persentase (%) |
1 |
3 Orang |
12 |
40% |
2 |
4 Orang |
11 |
37% |
3 |
5 Orang |
4 |
13% |
4 |
6 Orang |
2 |
7% |
5 |
7 Orang |
2 |
7% |
Total |
30 |
100% |
Sumber: Data Primer, diolah (2020)
d. Karakteristik Petani Tanaman Hias Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan setiap responden dalam penelitian ini terbagi atas enam tingkat yaitu 1) SD, 2) SMP/sederajat, 3) SMA/sederajat, 4) Diploma, 5) S1, dan 6) S2/S3. Petani dengan tingkat pendidikan SMA memiliki persentase tertinggi yaitu sebesar 80%, adapun petani dengan tingkat pendidikan SMP/sederajat memiliki persentase sebesar 13%, dan petani dengan tingkat pendidikan S1 memiliki persentase sebesar 7%. Menurut Gangsar (2008), tingkat Pendidikan merupakan sarana penting yang harus diperhatikan dalam hal meningkatkan produksi sumberdaya manusia. Pendidikan sangat mempengaruhi pola pikir, terutama dalam mengadopsi hal-hal yang diinformasikan, peran pendidikan tersebut juga dapat berpengaruh pada kemudahan dalam penerimaan ataupun penggunaan teknologi pertanian yang tersedia dan pengelolaan usahatani yang dilakukan, yang pada akhirnya secara tidak langsung berpengaruh pada peningkatan hasil produksi. Sebaran petani tanaman hias berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Sebaran petani tanaman hias
berdasarkan tingkat pendidikan
No. |
Tingkat Pendidikan |
Jumlah Petani (Orang) |
Persentase (%) |
1 |
SD |
0 |
0% |
2 |
SMP/sederajat |
4 |
13% |
3 |
SMA/sederajat |
24 |
80% |
4 |
Diploma |
0 |
0% |
5 |
S1 |
2 |
7% |
6 |
S2/S3 |
0 |
0% |
Total |
30 |
100% |
Sumber: Data Primer, diolah (2020)
e. Karakteristik Petani Tanaman Hias Berdasarkan Tingkat Pendapatan
Tingkat pendapatan setiap responden
dalam penelitian ini terbagi atas empat kelompok yaitu 1) ≤ Rp.
3.000.000, 2) Rp. 4.000.000 - Rp. 15.000.000, 3) Rp. 16.000.000 - Rp.
25.000.000, dan 4) ≥ Rp. 25.000.000. Petani dengan tingkat
pendapatan Rp. 4.000.000 � Rp.15.000.000 memiliki persentase tertinggi yaitu
sebesar 60%, adapun petani dengan tingkat pendapatan
Tabel 6 Sebaran petani tanaman hias
berdasarkan tingkat pendapatan
No. |
Tingkat Pendapatan |
Jumlah Petani (Orang) |
Persentase (%) |
1 |
≤ Rp. 3.000.000 |
5 |
17% |
2 |
Rp. 4.000.000 - Rp. 15.000.000 |
18 |
60% |
3 |
Rp. 16.000.000 - Rp. 25.000.000 |
2 |
7% |
4 |
≥ Rp. 25.000.000 |
5 |
17% |
Total |
30 |
100% |
Sumber: Data Primer, diolah (2020)
B. Karakteristik Usahatani Tanaman Hias
Lokasi usaha setiap responden dalam penelitian ini terbagi atas lima Kecamatan yaitu 1) Kecamatan Tamalate, 2) Rappocini, 3) Biringkanaya, 4) Panakukkang, dan 5) Tamalanrea. Lokasi usaha di Kecamatan Tamalate memiliki persentase jumlah petani terbanyak yaitu sebesar 43%. Adapun Kecamatan Rappocini memiliki persentase sebesar 27%, Kecamatan Panakukkang memiliki persentase sebesar 23%, Kecamatan Biringkanaya dan Tamalanrea masing-masing hanya memiliki persentase sebesar 3%. Kecamatan Tamalate merupakan Wilayah pusat pemasaran tanaman hias di Kota Makassar, sehingga jumlah petani tanaman hias di Wilayah tersebut lebih banyak dibanding yang berada di Kecamatan lainnya. Lokasi usaha merupakan salah satu strategi pemasaran yang cukup penting, sebab lokasi usaha dapat menentukan tingkat pendapatan suatu usaha. Menurut Sundari (2017), lokasi usaha yang strategis dapat menarik konsumen, sehingga pedagang dapat memaksimumkan penjualan dan labanya. Sebagaimana pendapat Wayan (2015) bahwa lokasi merupakan tempat usaha yang sangat mempengaruhi keinginan seorang konsumen untuk datang dan berbelanja. Sebaran petani tanaman hias berdasarkan lokasi usaha dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Sebaran petani tanaman hias
berdasarkan lokasi usaha
No. |
Lokasi Usaha |
Jumlah Petani (Orang) |
Persentase (%) |
1 |
Tamalate |
13 |
43% |
2 |
Rappocini |
8 |
27% |
3 |
Biringkanaya |
1 |
3% |
4 |
Panakukkang |
7 |
23% |
5 |
Tamalanrea |
1 |
3% |
Total |
30 |
100% |
Sumber: Data Primer, diolah (2020)
2. Luas Lahan Usaha
Luas lahan usaha setiap responden dalam penelitian ini
terbagi atas empat luasan lahan yaitu 1)
Tabel 8 Sebaran petani tanaman hias
berdasarkan luas lahan usaha
No. |
Luas Lahan Usaha |
Jumlah Petani (Orang) |
Persentase (%) |
1 |
|
2 |
7% |
2 |
5� - 10 m2 |
1 |
3% |
3 |
10� - 15 m2 |
8 |
27% |
4 |
|
19 |
63% |
Total |
30 |
100% |
Sumber: Data Primer, diolah (2020)
Sumber modal setiap responden dalam penelitian ini terbagi atas empat jenis sumber modal yaitu 1) modal pinjaman, 2) modal pinjaman dan patungan, 3) modal patungan, dan 4) modal sendiri. Modal sendiri memiliki persentase tertinggi yaitu sebesar 80%, adapun modal pinjaman memiliki persentase sebesar 17%, dan modal patungan hanya memiliki persentase sebesar 3%. Sumber modal adalah salah satu faktor keberhasilan dalam melaksanakan kegiatan usahatani berkelanjutan (Virianita et al., 2019). Umumnya, sumber modal petani tanaman hias di Kota Makassar berasal dari modal sendiri, hal ini sejalan dengan hasil penelitian Iriyani dan Nugrahani (2016) yang menunjukkan bahwa modal usahatani yang selama ini petani pergunakan sebagian besar (82%) adalah modal sendiri, sedangkan 18% lainnya berhasil memperoleh bantuan modal dari Kelompok Tani (Poktan). Sebaran petani tanaman hias berdasarkan sumber modal dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Sebaran petani tanaman hias
berdasarkan sumber modal
No. |
Sumber Modal |
Jumlah Petani (Orang) |
Persentase (%) |
1 |
Modal pinjaman |
5 |
17% |
2 |
Modal pinjaman dan patungan |
0 |
0% |
3 |
Modal patungan |
1 |
3% |
4 |
Modal sendiri |
24 |
80% |
Total |
30 |
100% |
Sumber: Data Primer, diolah (2020)
4. Skala Pasar
Skala pasar setiap responden dalam penelitian ini terbagi atas empat skala yaitu 1) lokal, 2) lokal dan nasional, 3) nasional dan internasional, dan 4) lokal, nasional dan Internasional. Skala pasar lokal memiliki persentase tertinggi yaitu sebesar 70%, adapun skala pasar lokal dan nasional hanya memiliki persentase sebesar 30%. Sebagian besar petani tanaman hias hanya mampu memasarkan hasil produksi mereka dalam lingkup lokal. Menurut Illiyyun (2012), pasar lokal adalah pasar yang daerah pemasarannya hanya meliputi daerah tertentu dan pada umumnya hanya menawarkan barang yang dibutuhkan oleh masyarakat di sekitarnya. Sebaran petani tanaman hias berdasarkan skala pasar dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Sebaran petani tanaman hias
berdasarkan skala pasar
No. |
Skala Pasar |
Jumlah Petani (Orang) |
Persentase (%) |
1 |
Lokal |
21 |
70% |
2 |
Lokal dan Nasional |
9 |
30% |
3 |
Nasional dan Internasional |
0 |
0% |
4 |
Lokal, Nasional dan
Internasional |
0 |
0% |
Total |
30 |
100% |
Sumber: Data Primer, diolah (2020)
5. Status Kepemilikan Usaha
Status kepemilikan usaha setiap responden dalam penelitian ini terbagi atas empat status yaitu 1) milik keluarga, 2) sewa, 3), bagi hasil, dan 4) milik sendiri. Status usaha milik sendiri memiliki persentase tertinggi yaitu sebesar 90%, adapun status usaha bagi hasil hanya memiliki persentase sebesar 10%. Pada umumnya, status kepemilikan usaha setiap petani tanaman hias di Kota Makassar adalah milik sendiri. Status kepemilikan usaha milik sendiri memungkinkan pemiliknya untuk bebas mengelola usaha tanpa campur tangan pihak lain (Ganis, 2017). Sebaran petani tanaman hias berdasarkan status kepemilikan lahan dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Sebaran petani tanaman hias
berdasarkan status kepemilikan usaha
No. |
Status Kepemilikan Usaha |
Jumlah Petani (Orang) |
Persentase (%) |
1 |
Milik keluarga |
0 |
0% |
2 |
Sewa |
0 |
0% |
3 |
Bagi hasil |
3 |
10% |
4 |
Milik sendiri |
27 |
90% |
Total |
30 |
100% |
Sumber: Data Primer, diolah (2020)
C. Analisis Competitive Profile Matrix (CPM)
Berdasarkan hasil analisis Competitive Profile Matrix (CPM)� yang dibantu dengan komponen pendukung lainnya seperti faktor penentu keberhasilan, bobot, rating, skor, dan total skor maka dihasilkan peringkat positioning setiap petani/pelaku usaha tanaman hias di Kota Makassar seperti yang disajikan pada tabel 12 berikut.
Tabel 12 Peringkat positioning setiap petani/pelaku usaha tanaman hias
Responden |
Nilai Positioning |
Peringkat Positioning |
1 |
3,00 |
16 |
2 |
2,88 |
21 |
3 |
3,03 |
15 |
4 |
2,96 |
17 |
5 |
2,75 |
25 |
6 |
3,52 |
4 |
7 |
3,62 |
3 |
8 |
3,68 |
2 |
9 |
3,25 |
9 |
10 |
1,62 |
30 |
11 |
3,18 |
11 |
12 |
2,51 |
27 |
13 |
2,30 |
28 |
14 |
2,58 |
26 |
15 |
1,93 |
29 |
16 |
2,75 |
24 |
17 |
3,37 |
5 |
18 |
3,77 |
1 |
19 |
3,03 |
14 |
20 |
2,78 |
23 |
21 |
3,32 |
7 |
22 |
2,78 |
22 |
23 |
2,96 |
18 |
24 |
3,12 |
13 |
25 |
2,91 |
20 |
26 |
2,96 |
19 |
27 |
3,28 |
8 |
28 |
3,22 |
10 |
29 |
3,18 |
12 |
30 |
3,37 |
6 |
Sumber: Data Primer, diolah (2020)
Berdasarkan diatas yang menunjukkan bahwa nilai positioning tertinggi berturut-turut
dikuasai oleh responden 18 (Yetty) dengan nilai positioning sebesar 3,769; responden 8 (Arianto) dengan nilai positioning sebesar 3,678; dan responden
7 (Sultan) dengan nilai positioning
sebesar 3,621. Dalam dunia usaha, pengetahuan tentang posisi
perusahaan adalah penting (Firdaus, 2011). Adapun yang
menjadi faktor unggul keberhasilan usaha ketiga petani/pelaku usaha tersebut
ialah status lahan usaha dengan perolehan skor sebesar 0,296; pertumbuhan usaha
dengan perolehan skor sebesar 0,292; dan tingkat keuntungan dengan perolehan skor
sebesar 0,288. Ketiga faktor unggul tersebut menjadi
kekuatan internal bagi ketiga petani/pelaku usaha tersebut sehingga memiliki positioning yang lebih unggul dibanding petani/pelaku
usaha lainnya. Menurut (David, 2009)
competitive profile matrix adalah
matriks yang mengidentifikasi pesaing-pesaing utama suatu perusahaan serta
kekuatan dan kelemahan khusus sebuah perusahaan. Sehingga analisis competitive profile matrix ini dapat
membantu seorang pelaku usaha melihat keunggulan maupun kelemahan tiap -tiap
pelaku usaha lainnya. Khusus bagi perusahaan berskala kecil dan menengah, Competitive profile matrix merupakan alat
analisis strategi pemasaran yang efektif dan efisien. Keefektifan dan keefisienan
tersebut dapat diketahui dengan melihat perbandingan nilai setiap faktor
penentu keberhasilan (Harisudin, 2011). Faktor penentu keberhasilan pada
competitive profile matrix mencakup beberapa
masalah internal maupun eksternal pada sebuah perusahaan.
Kesimpulan
Karakteristik umum petani tanaman hias di Kota Makassar adalah berjenis kelamin laki-laki, berusia ≥ 41 Tahun, jumlah tanggungan keluarga sebanyak 3 orang, tingkat pendidikan SMA, dan tingkat pendapatan Rp. 4.000.000 � Rp.15.000.000. Sedangkan karakteristik umum usahatani tanaman hias di Kota Makassar adalah lokasi usaha sebagian besar berada di Kecamatan Tamalate, luas lahan usaha ≥15 m2, sumber modal usaha dari modal sendiri, skala pasar hanya sebatas wilayah lokal, dan status kepemilikan usaha adalah milik sendiri. Nilai positioning tertinggi berturut-turut dikuasai oleh responden 18 (Yetty) dengan nilai positioning sebesar 3,769; responden 8 (Arianto) dengan nilai positioning sebesar 3,678; dan responden 7 (Sultan) dengan nilai positioning sebesar 3,621.
BIBLIOGRAFI
Blankson, C., Nkrumah, M. F., Opare, G., & Ketron,
S. (2018). Positioning strategies and congruence in the positioning of
high‐end indigenous and foreign retailers in sub‐Saharan Africa: An
illustration from Ghana. Thunderbird International Business Review, 60(4),
535�548.
�elik, Y., & Arisoy, H. (2013). Competitive
analysis of outdoor ornamental plants sector: a case study of Konya province,
Turkey. Journal of Horticultural Research, 21(2), 5�16.
Meisintya De Nanda, R. F. B. (2019). Uji Waktu Alir
dan Uji Kompresibilitas Granul Pati Kentang dengan Metode Granulasi Basah. Syntax,
1(5), 59.
David, F. R. (2009). Strategic Management: Manajemen
Strategis Konsep. Jakarta [ID]. Penerbit Salemba Empat.
Fuchs, C., & Diamantopoulos, A. (2010). Evaluating
the effectiveness of brand‐positioning strategies from a consumer
perspective. European Journal of Marketing.
Ganis, G.S. 2017. Analisis Pendapatan dan
Keberlanjutan Usaha Pertanian Carica (Carica pubescens) di Kecamatan Kejajar,
Kabupaten Wonosobo. Skripsi. Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Gangsar, W.S. dan T. Wijayant.2008. Peranan Prima Tani
terhadapa Pendapatan Petani Padi Sawah di Desa Suliliran Baru Kecamatan Pasit
Belengkong Kabupaten Paser. J�SEP 2(1): 23-29.
Green, P. E., & Carmone, F. J. (1969).
Multidimensional scaling: An introduction and comparison of nonmetric unfolding
techniques. Journal of Marketing Research, 6(3), 330�341.
Hair Jr, J. F. (2006). Black, Wc, Babin, Bj Anderson,
Re & Tatham, Rl (2006). Multivariate Data Analysis, 6.
Harisudin, M. (2011). Competitive profile matrix
sebagai alat analisis strategi pemasaran produk atau jasa. Jurnal Sepa, 7(2),
80�84.
Hassan, S. S., & Craft, S. (2012). Examining world
market segmentation and brand positioning strategies. Journal of Consumer
Marketing.
Hooley, G., Greenley, G., Fahy, J., & Cadogan, J.
(2001). Market-focused resources, competitive positioning and firm performance.
Journal of Marketing Management, 17(5�6), 503�520.
Illiyyun. 2012. Revitalisasi pasar tradisional di
Babat Kabupaten Lamongan. Undergraduate thesis. Malang: Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Iriyani, D. dan P. Nugrahani. 2016. Karakterisasi
Faktor Sosial Ekonomi Berdasarkan Analisis Komponen Principal pada Pertanian
Periurban Kota Surabaya. Jurnal Ilmiah Rekayasa 9(1): 18-43.
Keller, K. L., Parameswaran, M. G., & Jacob, I.
(2011). Strategic brand management: Building, measuring, and managing brand
equity. Pearson Education India.
Kotler, P. (2003). Marketing for Hospitality and
Tourism, 5/e. Pearson Education India.
Kotler, P., & Armstrong, G. (2010). Principles
of marketing. Pearson education.
Martos-Partal, M., & Gonz�lez-Benito, �. (2011).
Store brand and store loyalty: The moderating role of store brand positioning. Marketing
Letters, 22(3), 297�313.
Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES.
Jakarta.
Pertanian, D., & Perencanaan, B. (2004). Statistik
pertanian... Biro tsb.
Porter, M. E. (1996). What is strategy? Harvard
Business Review, 74(6), 61�78.
Riduwan. 2013. Metode dan Teknik Menyusun Tesis.
Bandung : Alfabeta.
Shinta, A. L. F. (2019). Pengelolaan Resort Pattunuang
Karaenta dalam Perspektif Etnoekologi di Kabupaten Maros. LaGeografia, 16(3),
137�143.
Sirianni, N. J., Bitner, M. J., Brown, S. W., &
Mandel, N. (2013). Branded service encounters: Strategically aligning employee
behavior with the brand positioning. Journal of Marketing, 77(6),
108�123.
Sundari. 2017. Pengaruh Lokasi Usaha dan Jam Kerja
Terhadap Tingkat Pendapatan Pedagang dalam Perspektif Ekonomi Islam. Skripsi.
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Universitas Islam Negeri Raden Intan
Lampung. Lampung.
Umar, H. (2013). Metode penelitian untuk skripsi dan
tesis. Jakarta: Rajawali.
Virianita, R., T. Soedewo, S. Amanah, dan A. Fatchiya.
2019. Persepsi Petani terhadap Dukungan Pemerintah dalam Penerapan Sistem
Pertanian Berkelanjutan. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI) 24 (2):
168-177.
Wayan, I.S. 2015. Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi �Pemilihan Lokasi Usaha
Pedagang Kaki Lima di Pantai Penimbangan Kecamatan Buleleng, Kabupaten
Buleleng. Jurnal Pendidikan Ekonomi Undhiksha 5(1).