����������� ����������������������� ����� Syntax Literate
: Jurnal
Ilmiah Indonesia � ISSN : 2541 0849
����������������������������������������� e-ISSN : 2548-1398
����������������������������������������� Vol. 2,
No 6Juni 2017
MENINGKATKAN KOMPETENSI
BERBICARA DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISKUSI PADA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI
KELAS X� MIPA11 SMAN 2 KOTA CIREBON TAHUN PELAJARAN 2016/2017
Rayu Wulandhari
SMA Negeri 2 Cirebon
Abstrak
Model pembelajaran berbasis
proyek merupakan model pembelajaran kooperatif yang mengarahkan siswa untuk
berani berbicara dan menyampaikan gagasan. Dalam kasus lain model
pembelajaran ini juga merupakan rangsangan terbaik untuk meningkatkan kemampuan
berbicara siswa. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas� (PTK) untuk
mengetahui peningkatan kemampuan berbicara siswa dan tindak lanjutnya. Pada
penelitian ini peneliti menggunakan kelas X MIPA 11 SMA Negeri 2 Cirebon tahun
pelajaran 2016/2017 sebagai sampel sekaligus populasi.Menurut pengamatan
peneliti, kelas tersebut merupakan kelas dengan kemampuan berbicara yang masih
rendah, sehingga tepat jika dijadikan sebagai populasi, sampel, dan/atau subjek
penelitian. Nilai kemampuan berbicara kelas X MIPA 11 pada awal penelitian (pra
siklus) adalah 61,3. Kemudian nilai tersebut meningkat
menjadi 76,08 di siklus I dan menginjak angka 88,2 di
siklus II. Merujuk pada peningkatan tersebut, peneliti berkesimpulan bahwa
model pembelajarna berbasis diskusi memiliki dampak baik untuk meningkatkan
kemampuan berbicara siswa kelas X MIPA 11 SMA Negeri 2 Cirebon tahun pelajaran
2016/2017.
Kata kunci: Model
Pembelajaran Diskusi, Metode Diskusi, Kemampuan
Berbicara.
Pendahuluan
Dalam ranah komunikasi bahasa memiliki peran vital dalam mewujudkan
ketercapaian komunikasi yang baik serta komunikatif.Secara umum bahasa berperan
sebagai alat atau instrument komunikasi. Tanpa
penggunaan bahasa yang baik seorang komunikator tidak akan
mampu menyampaikan informasi ke komunikan dengan baik. Peran
bahasa sebagai alat dalam berkomunikasi tidak hanya dipaparkan oleh penulis,
namun juga oleh Chaer dan Agustina (1995: 14) serta Soeparno (1993).Menurut
ketiganya bahasa merupakan alat yang digunakan untuk berkomunikasi.
Adapun konsep komunikasi yang dimaksud bersifat umum, meliputi komunikasi
sosial, budaya, atau jenis yang lain.
Pengetian bahasa sebagai alat berkomunikasi tidak
hanya disampaikan oleh Chaer Agustina dan Soeparno. Sebab, selain ketiga nama di
atas, penulis juga menemui Suwarna (2002) yang dapat bukunya mengungkapkan
bahwa bahasa merupakan alat utama untuk melakukan komunikasi sehari-hari. Dari kesemua pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa
bahasa merupakan instrument penting dalam komunikasi. Jika bahasa
merupakan alat berkomunikasi, kegiatan komunikasi tidak akan
mungkin berjalan tanpa menggunakan bahasa yang baik dan benar.
Indonesia
sebagai negara kepulauan memiliki satu bahasa nasional, yakni bahasa
Indonesia.Penetapan bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional dilakukan pada momen sumpah pemuda yang terjadi di tanggal 28 Oktober
1928. Di samping ditetapkan penggunaan bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional bahasa Indonesia juga diajarkan di instansi
pendidikan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik.
Pembelajaran bahasa Indonesia di instansi pendidikan
meliputi beberapa aspek, diantaranya adalah menulis, membaca, dan
berbicara.Dari ketiga hal tersebut, berbicara merupakan aspek tersulit untuk
dicapai.Menurut pengamatan penulis, sebagian siswa belum memiliki mental yang
cukup untuk meningkatkan kemampuan berbicaranya.
Berbicara
sendiri adalah kegiatan menungkapkan bunyi melalui kata-kata yang keluar dari
mulut guna menyampaikan, mengekspresikan, dan/atau mengungkapkan pikiran,
gagasan, dan/atau perasaan (Tarigan: 2008).Menurut
Haryadi dan Zamzami (1996/1997) berbicara pada dasarnya merupakan proses
berkomunikasi yang dilakukan dengan mengirimkan pesan dari satu umber ke sumber
lain. Merujuk dari pengertian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa berbicara
merupakan aktivitas berbahasa yang dilakukan dengan mengirimkan informasi dari
satu pihak ke pihak lain.
Pada
pembelajaran bahasa Indonesia berbicara diajarkan
melalui kegiatan membaca teks di depan kelas. Setelah
kegiatan membaca peserta didik lalu diarahkan untuk menyimpulkan materi bacaan.
Dengan cara tersebut, perlahan tapi pasti, peneliti
akan mampu meningkatkan kemampuan berbicara dengan sendirinya. Namun demikian, pola-pola seperti yang disebutkan tadi merupakan
pola konvensional. Jika disandingkan dengan karakter siswa sekarang,
pola di atas tidak begitu efektif meningkatkan kemampuan berbicara, sehingga
diperlukan cara baru untuk meningkatkan kemampuan
berbicara siswa.
Diskusi adalah salah satu metode yang dapat digunakan
untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa.Menurut Hasibuan (1985) diskusi
merupakan visi dari dua atau lebih individu yang secara langsung dan bertatap
muka melakukan pertukaran informasi dan gagasan.Dalam prosesnya berbicara
dilakukan antarkelompok atau individu dengan berbicara dan menyampaikan gagasan
terhadap lawan diskusi. Pada
proses ini pelaku diskusi akan sangat terangsang untuk
berbicara dan mengeluarkan pendapat dan/atau merespon pendapat yang datang dari
lawan diskusi.
Kelas X MIPA 11 adalah satu dari sekian kelas dengan
kemampuan berbicara di bawah rata-rata. Dari hasil pengamatan yang peneliti lakukan kelas X MIPA 11 merupakan
kelas dengan rata-rata siswa yang sedikit pemalu dan enggan berbira di depan
kelas. Bahkan, jika dinilai melalui penilaian kemampuan berbicara, kemampuan
berbicara siswa hanya mencapai skor 61,3. Jika diklasifikasikan, skor tersebut tergolong kecil dan
berkategorikan C atau cukup.
Merujuk
dari alasan tersebut penulis berkeinginan melakukan penelitian guna mengungkap
alasan kenapa kemampuan berbicara siswa rendah, serta melakukan tindak lanjut
guna meningkatkan�
kemampuan berbicara siswa kelas X MIPA 11 SMA Negeri 2 Cirebin
tahun pelajaran 2016/2017.
Metode Penelitian
Penelitian
ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) untuk mengungkap peningkatan
kemampuan bericara siswa setelah diterapkannya model pembelajaran berbasis
diskusi pada kelas X MIPA 11 SMA Negeri 2 Cirebon tahun pelajaran
2016/2017.Metode penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini adalah
deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif.Metode deskriptif analisis
adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan objek penelitian untuk
kepentingan penarikan kesimpulan.Sedangkan menurut Sugiyono (2005), deskriptif
analisis adalah metode penelitian yang digunakan untuk menggambarkan hasil
untuk menarik sebuah kesimpulan. Tidak berbeda jauh dengan Sugiyono, dalam
bukunya Nazir (1988) mengungkapkan bahwa metode penelitian deskriptif analisis
adalah metode yang digunakan untuk meneliti sebuah objek, kelompok manusia, set
pemikiran, kondisi maupun peristiwa di masa sekarang untuk keperluan
pengambilan kesimpulan.
Tempat yang digunakan untuk penelitian ini adalah
kelas X MIPA 11 SMA Negeri 2 Cirebon tahun pelajaran 2016/2017.Menurut
pengamatan peneliti, kelas tersebut merupakan kelas yang memiliki siswa dengan
kemampuan berbicara yang kurang baik, sehingga cocok dijadikan tempat
penelitian.
Penelitian ini dilakukan selama 2 bulan.Dari kedua
bulan tersebut peneliti membagi waktu penelitian menjadi 3 siklus, yakni pra
siklus, siklus I, dan siklus.
Pra siklus merupakan siklus dimana peneliti belum memberlakukan model
pembelajaran berbasis diskusi, sedangkan siklus I dan siklus II merupakan
siklus saat peneliti memberlakukan model pembelajaran tersebut. Adapun pembeda antara siklus I dan siklus II adalah tindak
lanjut.Siklus II merupakan upaya tindak lanjut atas ketidakmaksimalan yang
terjadi pada siklus I.
Populasi yang digunakan di penelitian ini adalah
seluruh siswa di kelas X MIPA 11 SMA Negeri 2 Cirebon.Adapun jumlah siswa kelas
X MIPA 11 yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah 46
siswa.Berhubungan dengan populasi, sampel yang digunakan pada penelitian ini
merupakan jumlah keseluruhan dari populasi.Hal ini dilakukan akibat teknik
pengambilan sampel yang digunakan peneliti adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel yang dilakukan dengan mempertimbangkan
satu dan lain hal. Dalam Penelitian Tindakan Kelas
(PTK), sampel yang digunakan haruslah keseluruhan siswa, sehingga menjadi
pertimbangan kenapa sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
keseluruhan populasi penelitian. Berkaitan dengan populasi
dan sampel, subjek yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh siswa
kelas X MIPA 11 dengan objek kemampuan berbicara siswa.
Sumber data dalam penelitian ini didapat dari hasil
observasi dan hasil diskusi yang dilakukan siswa.Data-data yang berhasil
didapat peneliti kemudian dikaji dan dianalisis menggunakan rerata dan
prosentase. Untuk
menentukan rerata data dilakukan menggunakan rumus berikut:
X = �∑� X
Keterangan:
X�������� = rata-rata nilai akhir belajar
N�������� = Banyaknya siswa
∑� X ��� =
Jumlah skor seluruh siswa
Rata-rata kemampuan berbicara yang didapat dari perhitungan akan
dikategorikan sebagaimana tabel di bawah ini:
Tabel 1
Kriteria Pengelompokan Nilai
Nilai |
Kriteria |
Keterangan |
80≤X≤100 |
A |
Baik Sekali |
70≤X≤80 |
B |
Baik |
60≤X≤70 |
C |
Cukup |
50≤X≤60 |
D |
Kurang |
0≤X≤50 |
E |
Kurang Sekali |
Pada prosesnya
nilai rata-rata hasil belajar secara otomatis telah terhitung dalam absensi
siswa. Dengan kata lain perhitungan sebagaimana pemaparan di atas tidak terlalu
dibutuhkan.
Prosentase peningkatan hasil belajar adalah prosentase yang digunakan untuk
mengetahui sejauh mana peningkatan yang terjadi dalam suatu Penelitian Tindakan
Kelas. Untuk mengetahui prosentase tersebut dilakukan perhitungan dengan rumus
sebagai berikut:
Prosentase = aX 100%
Keterangan:
a = selisih
skor rata-rata hasil belajar siswa pada dua siklus
b = skor
rata-rata siswa pada siklus sebelumnya
Hasil dan Pembahasan
A.
Hasil
1. Pra
Siklus
Pra siklus merupakan siklus awal dimana peneliti belum
memberlakukan model pembelajaran diskusi. Pada siklus ini peneliti juga melakukan
observasi dan pengambilan data. Dari kegiatan tersebut didapat hasil
sebagaimana tabel berikut ini:
Tabel 2
Kemampuan Berbicara Siswa Pra Siklus
No |
Kriteria |
Nilai |
Jumlah |
Total |
1 |
Jika argumen yang disampaikan tepat,
jumlah argumen yang disampaikan lebih dari 3, dan penyampaian argumen baik |
100 |
3 |
300 |
2 |
Jika argumen yang disampaikan tepat,
jumlah argumen kurang dari atau sama dengan 3, dan penyampaian argumen yang
baik |
80 |
6 |
480 |
3 |
Jika argumen yang disampaikan tepat,
jumlah argumen yang disampaikan kurang dari 3, dan penyampaian kurang baik |
60 |
28 |
1680 |
4 |
Jika argumen yang disampaikan kurang
tepat, jumlah argumen yang disampaikan kurang dari 3, dan penyampaian kurang
baik |
40 |
9 |
360 |
5 |
Jika argumen yang disampaikan melenceng
dari topik dengan penyampaian yang juga kurang baik |
20 |
0 |
0 |
|
Total |
|
|
2820 |
|
Rata-Rata Nilai Siswa |
|
|
61,3 |
|
Kategori |
|
|
Cukup
|
Dari tabel di atas peneliti mendapati skor kemampuan
berbicara yang masih rendah. Menurut tabel di atas skor kemampuan berbicara
siswa hanya berada di angka 61,3. Jika dipetakan ke dalam kategori penilaian
skor tersebut masuk dalam kategori cukup.
2. Siklus
I
Siklus I merupakan siklus dimana peneliti dan pendidik
telah memberlakukan model pembelajaran berbasis diskusi pada siswa kelas X MIPA
11 SMA Negeri 2 Cirebon tahun pelajaran 2016/2017. Pada siklus yang sama
peneliti juga melakukan pengamatan dan pengambilan data yang kemudian
dikonversi menjadi tabel seperti berikut:
Tabel 3
Kemampuan Berbicara Siswa Siklus I
No |
Kriteria |
Nilai |
Jumlah |
Total |
1 |
Jika argumen yang disampaikan tepat, jumlah argumen yang
disampaikan lebih dari 3, dan penyampaian argumen baik |
100 |
10 |
1000 |
2 |
Jika argumen yang disampaikan tepat, jumlah argumen kurang dari
atau sama dengan 3, dan penyampaian argumen yang baik |
80 |
17 |
1360 |
3 |
Jika argumen yang disampaikan tepat, jumlah argumen yang
disampaikan kurang dari 3, dan penyampaian kurang baik |
60 |
19 |
1140 |
4 |
Jika argumen yang disampaikan kurang tepat, jumlah argumen yang
disampaikan kurang dari 3, dan penyampaian kurang baik |
40 |
0 |
0 |
5 |
Jika argumen yang disampaikan melenceng dari topik dengan
penyampaian yang juga kurang baik |
20 |
0 |
0 |
|
Total |
|
|
3500 |
|
Rata-Rata Nilai Siswa |
|
|
76,08 |
|
Kategori |
|
|
Baik |
Jika merujuk dari tabel di atas, peneliti mendapati
peningkatan yang cukup signifikan untuk kemampuan berbicara siswa kelas X MIPA
11 SMA Negeri 2 Cirebon. Hal
tersebut terlihat melalui analisis seperti berikut:
a.
Rata-rata
Nilai
rata-rata kemampuan belajar siswa kelas X MIPA 11 adalah 76,08,
meningkat 14,78 angka rata-rata sebelumnya yang berada di angka 61,3. Jika
dikaitkan dengan klasifikasi nilai, nilai yang diperoleh siswa kelas X MIPA 11
dari praktek berbicara melalui diskusi sudah cukup baik dan masuk dalam
ketegori nilai baik.Namun penulis berkeinginan untuk lebih meningkatkan
kemampuan berbicara siswa.Oleh karena alasan tersebut peneliti kemudian
memberlakukan siklus lanjutan, yakni siklus 2 untuk digunakan sebagai tindak
lanjut atas siklus I.
b.
Prosentase
Prosentase adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui peningkatan
kemampuan berbicara siswa.Melalui analisis ini baik peneliti maupun guru dapat
mengetahui sejauh mana pembelajaran diskusi dapat meningkatkan kemampuan
belajar siswa. Untuk
memaksimalkan analisis ini dan mengetahui peningkatan yang dimaksud, peneliti
menerapkan rumusan sebagaimana berikut:
���������������������� b
���������������������������������� ����� 61,3
���������������������������������� 61,3
Posentase =
24,06%
Dari
perhitungan di atas peneliti mendapati peningkatan sejumlah 24,06% untuk kemampuan berbicara pra siklus ke siklus I.
3. Siklus II
Siklus II merupakan tindak lanjut yang dilakukan untuk memaksimalkan
hasil dari siklus I. Seperti diketahui, kemampuan berbicara siswa di siklus I
masih kurang maksimal, sehingga dibutuhkan sentuhan tindak lanjut yang tepat
dan efektif untuk meningkatkannya.Selain merupakan siklus tindak lanjut, siklus
II juga merupakan siklus dimana peneliti memberlakukan metode diskusi secara
lebih masif. Pada siklus
yang sama peneliti juga melakukan observasi dan
pengambilan data. Data-data yang dimaksud kemudian peneliti rangkai dalam
bentuk tabel seperti berikut:
Tabel 4
Kemampuan Berbicara Siswa Siklus II
No |
Kriteria |
Nilai |
Jumlah |
Total |
1 |
Jika argumen yang disampaikan tepat,
jumlah argumen yang disampaikan lebih dari 3, dan penyampaian argumen baik |
100 |
19 |
1900 |
2 |
Jika argumen yang disampaikan tepat,
jumlah argumen kurang dari atau sama dengan 3, dan penyampaian argumen yang
baik |
80 |
27 |
2160 |
3 |
Jika argumen yang disampaikan tepat,
jumlah argumen yang disampaikan kurang dari 3, dan penyampaian kurang baik |
60 |
0 |
0 |
4 |
Jika argumen yang disampaikan kurang
tepat, jumlah argumen yang disampaikan kurang dari 3, dan penyampaian kurang
baik |
40 |
0 |
0 |
5 |
Jika argumen yang disampaikan melenceng
dari topik dengan penyampaian yang juga kurang baik |
20 |
0 |
0 |
|
Total |
|
|
4060 |
|
Rata-Rata Nilai Siswa |
|
|
88,2 |
|
Kategori |
|
|
Baik |
Jika melihat dari tabel di atas, peningkatan yang
terjadi antara siklus I dan siklus II terbilang cukup baik. Hal tersebut terlihat dari hasil analisis yang
dilakukan dengan pola berikut:
1.
Rata-rata
Jika
melihat pada rata-rata nilai siswa, rata-rata nilai tersebut telah mencapai
angka 88,2, angka terbesar untuk ukuran kemampuan berbicara.
Di samping besar nilai tersebut juga masuk dalam kategori sangat baik.Hal
tersebut terjadi karena nilai rata-rata siswa telah menginjak angka 88,2, melibihi limit kategori
baik yang berada di angka 80.
Dari
kondisi ini peneliti kemudian berkeyakinan bahwa siswa kelas X MIPA 11 SMA
Negeri 2 Cirebon tahun pelajaran 2016/2017 memiliki kemampuan berbicara yang
sudah sangat baik, sehingga tidak perlu dilakukan tindak lanjut dengan
memberlakukan siklus III dan seterusnya.
2.
Prosentase
Perhitungan
prosentase peningkatan kemampuan berbicara siklus II dilakukan dengan rumus
berikut:
���������������������� b
���������������������������������� ���� 76,08
���������������������� �������� 76,08
Prosentase
= 15,93%
Perhitungan
prosentase di atas menyatakan bahwa dari siklus I ke siklus II terjadi
peningkatan sebesar 15,93%. Kendati lebih kecil dari
peningkatan sebelumnya, namun peningkatan tersebut mengarahkan peserta didik
untuk memiliki nilai rata-rata kemampuan berbicara yang relatif� tinggi, yakni 88,2.
B.
Pembahasan
Model
pembelajaran berbasis diskusi merupakan model pembelajaran yang mengarahkan
peserta didik untuk berbicara dan mampu mengungkapkan pendapatan dalam forum. Lebih lanjut, model pembelajaran dengan orientasi
diskusi juga tidak menuntut siswa untuk maju dan menunjukan kemampuan bebicara
di depan public, sehingga cocok untuk kebanyakan siswa yang pemalu dan enggan
mamu ke depan untuk berbicara.
Menurut hasil
observasi dan pengambilan data yang peneliti lakukan di tiga siklus, peneliti
mendapati peningkatan di tiap siklusnya. Pada pra siklus nilai kemampuan berbicara siswa berada di angka 61,3. Angka tersebut merupakan angka
terendah dari ketiga yang siklus yang ada.Rendahnya nilai kemampuan berbicara
diakibatkan oleh minimnya ide guru untuk mengembangkan model pembelajaran.
Namun, setelah model pembelajaran berbasis diskusi di terapkan, nilai kemampuan
berbicara siswa berangsur meningkat dan berada di angka 76,08.
Peningkatan tersebut terjadi akibat antusias peserta didik
yang meninggi akibat penerapan model pembelajaran baru.Dari hal tersebut
peneliti mendapati kemauan peserta didik untuk ikut berbicara dan menyampaikan
pendapatnya di forum. Dengan cara tersebut
lambat laun kemampuan berbicara siswa kelas X MIPA 11 mulai terlihat dan meningkat
dengan sendirinya.�
Melihat dari hasil yang dipaparkan di atas, peneliti
kemudian menyimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis diskusi memberi dampak
baik untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Namun
peningkatan yang terjadi dari pra siklus ke siklus I masih kurang maksimal,
sehingga perlu dilakukan siklus lanjutan.
Dalam siklus lanjutan peneliti kembali menerapkan
model pembelajaran yang sama namun dengan rangsangan
yang sedikit lebih tajam. Pada siklus ini peneliti dan
pendidik lebih mengarahkan siswa untuk berani berbicara dan menyampaikan
pendapat. Dengan cara tersebut peneliti kembali
mendapat peningkatan kemampuan berbicara melalui nilai rata-rata siswa yang
meningkat. Jika pada siklus I nilai kemampuan berbicara siswa berada di angka
73,08, pada siklus II nilai tersebut meningkat dan
berada pada angka 88,2.
Jika dibandingkan antara peningkatan siklus I dan
siklus II, peningkatan terbesar memang dipegang oleh peningkatan siklus I
dengan prosentase sebesar 24,6%. Berbeda
dengan peningkatan yang terjadi di siklus II. Pada siklus tersebut
peningkatan hanya terjadi pada prosentase 15,93%. Jarak keduanya memang terbilang jauh.Tapi terlepas daripada itu,
kedua peningkatan tersebut mencirikan bahwa model pembelajaran berbasis diskusi
memiliki dampak yang sangat baik untuk peningkatan kemampuan berbicara,
khususnya kemampuan berbicara siswa kelas X MIPA 11 SMA Negeri 2 Cirebon tahun
pelajaran 2016/2017.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis yang telah
dilakukan pada siswa kelas X MIPA 11 SMA Negeri 2 Cirebon tahun pelajaran
2016/2017, peneliti dapat menyimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis proyek
memiliki dampak baik dalam meningkatkan kemampuan berbicara siswa kelas X MIPA
11 SMA Negeri 2 Cirebon tahun pelajaran 2016/2017.
BIBLIOGRAFI
Chaer, Abdul dan Leoni
Agustina. 1995. Sosiolinguistik:
Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta.
Soeparno. 1993. Dasar-Dasar
Linguistik. Yogyakarta: Mitra Gama Widya
Pringgawidagda, Suwarna. 2002. Strategi Penguasaan Bahasa. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
Al � Tabany, Trianto Ibnu
Badar. 2014. Mendesain
Model Pembelajaran Inovatif, Progresif dan Kontekstual. Jakarta:
Prenadamedia Group
Haryadi dan zamami.1996/1997.Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia.Jakarta: Dikti dan
Depdikbud
Hasibuan. 1985. Proses Belajar Mengajar. Bandung:
CV Radja Karya
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian
Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Nazir, Mohammad. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.