����������� ����������������������� ������ Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia � ISSN : 2541 0849

������������������������������������������ e-ISSN : 2548-1398

������������������������������������������ Vol. 2, No 6Juni 2017

 

 


PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TWO STAY � TWO STRAY UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X IPA 8 SMA NEGERI 2 CIREBON TAHUN PELAJARAN 2016-2017

 

Rohmat

SMA Negeri 2 Cirebon

[email protected]

 

Abstrak

Bahasa Inggris merupakan satu dari sekian mata pelajaran yang cukup vital. Salah satu penyebab kenapa mata pelajaran ini vital adalah perannya yang mengajarkan peserta didik untuk cakap berbahasa Inggris, dimana bahasa Inggris sendiri merupakan bahasa internasional yang digunakan di banyak negara. Namun demikian, kendati memiliki peran yang vital, mata pelajaran ini masih belum efektif diajarkan pada kalangan pelajar, khususnya pelajar yang duduk di sekolah menengah pertama dan atas. Kelas X IPA 8 SMAN 2 Cirebon tahun pelajaran 2016/2017 adalah contoh kelas yang tidak maksimal dalam menerima pembelajaran bahasa Inggris. Hasil pengamatan menyebutkan bahwa pola pengajaran bahasa Inggris di kelas tersebut cenderung kaku dan tidak kooperatif. Two Stay � Two Stray adalah salah satu model pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif karena merujuk pada pola pengajaran kooperatif yang disukai pelajar. Sebelum diterapkan model pembelajaran Two Stay � Two Stray rata-rata hasil belajar kelas X IPA 8 hanya 71,5 dengan total kelulusan 26,5% dari KKM ≥ 77. Setelah penerapan model pembelajaran Two Stay � Two Stray pada siklus I rata-rata hasil belajar siswa naik menjadi 77,5 dengan kelulusan 42,5%. Pada siklus II nilai rata-rata hasil belajar siswa kemudian naik menjadi 80,1 dengan kelulusan 93,3%. Peningkatan sendiri tidak terjadi pada hasil rata-rata belajar saja, melainkan juga terjadi pada aktivitas belajar siswa. Dengan demikian pembelajaran kooperatif Two Stay � Two Stray dapat dan/atau efektif digunakan pada materi explanation text di mata pelajaran Bahasa Inggris.

 

Kata Kunci: Two Stay � Two Stray, Hasil Belajar

 

Pendahuluan

 

Perkembangan zaman belakangan ini telah mencapai tahap yang menggembirakan. Hal tersebut terlihat dari pesatnya perkembangan teknologi dan maraknya pertukaran budaya. Namun selain perkembangan yang membahagiakan tersebut terselip suatu permasalahan baru terkait penggunaan bahasa global.

Dalam kaitannya dengan perkembangan global, bahasa memiliki andil penting dalam sektor komunikasi. Bahasa global merupakan bahasa yang digunakan oleh hampir seluruh negara yang ada di dunia. Dari sekian bahasa global yang ada, bahasa Inggris merupakan salah satunya. Bahasa Inggris merupakan bahasa resmi yang digunakan oleh hampir 60 negara di dunia (Wikipedia: 2007). Karena menjadi bahasa global bahasa Inggris harus dipelajari dan dikuasai oleh pihak yang ingin mengikuti perkembangan global, tidak terkecuali Indonesia.

Indonesia adalah negara dengan perkembangan yang cukup baik. Negara yang juga berada di ASEAN ini kerap mengikuti perkembangan global dengan ikut berbagai macam even di berbagai sektor. Di sisi lain, guna meningkatkan kualitas komunikasi global, Indonesia juga menanamkan pembelajaran bahasa Inggris pada setiap pelajar. Penanaman pembelajaran bahasa Inggris sendiri tidak lain karena keinginan Indonesia untuk dapat bersaing dengan negara lain di sektor global.

Pada pelaksanaannya pendidikan bahasa Inggris di Indonesia dilakukan sejak usia dini. Hal tersebut terlihat dari banyaknya PAUD dan Taman Kanak-Kanak yang mulai memberlakukan pembelajaran bahasa Inggris di institusi masing-masing. Pembelajaran bahasa Inggris di pendidikan dasar memang menjadi suatu kebutuhan mengingat usia dini merupakan usia emas yang dimana pada usia tersebut manusia memiliki daya tangkap yang lebih. Di samping pandangan tersebut, keputusan pemberlakuan ini juga selaras dengan apa yang disampaikan Lenneberg (1967). Menurutnya setiap individu sejatinya memiliki masa penting dalam mempelajari sebuah bahasa. Adapun masa yang dimaksud adalah critical period, yakni masa dimana seseorang belum mengalami masa baligh.

Mempelajari bahasa Inggris memang dianjurkan sejak dini. Hal tersebut dilakukan untuk mempermudah pelajar dalam memahami, memperkaya, serta memperdalam materi bahasa Inggris dan kosakata bahasa Inggris. Dengan cara tersebut seseorang akan dapat mempelajari bahasa Inggris dengan mudah.

Penerapan pembelajaran bahasa Inggris di sekolah merupakan tindak lanjut atas penerapan bahasa Inggris yang dilakukan di pendidikan dasar dan usia dini. Pada usia dini dan pendidikan dasar siswaakan dikenalkan dengan berbagai macam kosakata dalam bahasa Inggris. Pada pendidikan lanjutan siswa akan dikenalkan dengan berbagai macam aturan tentang tenses dan sebagaimana. Begitu pun pada pendidikan lanjutan setingkat SMA. Namun, untuk tingkatan SMA, pembelajaran bahasa Inggris umumnya dibarengi dengan peningkatan kemampuan siswa seperti berbicara dan menulis. Hal ini mengharuskan siswa untuk berusaha sekuat tenaga untuk mendalami bahasa Inggris demi meningkatkan kemampuan yang dimilikinya.

Merujuk dari pandangan di atas, dapat dikatakan bahwa pembelajaran bahasa Inggris di SMA memiliki tingkatakan yang jauh lebih tinggi dibanding strata pendidikan di bawahnya. Oleh karena hal tersebut tidak sedikit siswa yang beragumen bahwa pembelajaran bahasa Inggris di SMA cenderung lebih sulit dan tidak menyenangkan. Ditambah dengan model pembelajaran yang monoton dan konvensional, mata pelajaran bahasa Inggris di SMA menjadi mata pelajaran yang lebih memberatkan hingga membuat siswa memiliki nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM).

Kelas X IPA 8 SMA Negeri 2 Cirebon adalah contoh kelas dengan nilai di bawah KKM. Menurut pengamatan peneliti, kelas tersebut merupakan kelas dengan antusiasme tinggi namun tidak diimbangi dengan model pembelajaran yang tepat. Penggunaan model pembelajaran yang tidak tepat itulah yang membuat kelas X IPA 8 memiliki nilai di bawah KKM.

Pada awal diteliti kelas X IPA 8 memiliki nilai rata-rata 71, 5 dengan total kelulusan 26,5%. Hasil tersebut bukanlah hasil terbaik mengingat jauh dari apa yang diharapkan sekolah. Oleh karenanya, guna mendongkrak hasil tersebut, kelas X IPA 8 harus menerapkan model pembelajaranbaru yang lebih dibutuhkan siswa. Salah satu model pembelajaran baru yang demikian adalah model pembelajaran two stay � two stray. Model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran kooperatif yang lebih menekankan pada kekompakan dan kerja sama kelompok.

Menurut Huda (2004: 207),metode two stay two stray ialah metode yang memungkinkan peserta didik untuk saling bekerja sama, bertanggung jawab, saling mendorong untuk berprestasi, serta melatih para peserta didik untuk saling membantu guna memecahkan suatu masalah. Menurut pandangan lain model pembelajaran two stay � two stray adalah metode pembelajaran kooperatif yang memberi pengalaman lebih pada pembelajar dalam hal memberi pengalaman, baik di dalam atau di luar kelompok. Lebih lanjut, metode two stay � two stray sendiri adalah metode yang dikembangkan oleh Spencer Kagan di tahun 1990 dan digunakan untuk semua mata pelajaran di semua rentang usia. Sutikno (2004: 104) menjelaskan beberapa tahapan yang harus dilakukan guna menerapkan model pembelajaran two stay �two stray berikut:

1.        Peserta didik membentuk kelompok dengan jumlah anggota perkelompok adalah 4 orang.

2.        Pada tahap lanjut, setelah diskusi kelompok selesai, dua orang dari kelompok akan pergi meninggalkan kelompok dan bertamu pada kelompok lain.

3.        Dua anggota kelompok yang tinggal kemudian menjelaskan hasil diskusi pada tamu kelompok yang berkunjung ke kelompoknya.

4.        Setelah pemaparan dilakukan, tamu kemudian mohon diri untuk kembali ke kelompoknya dan menjelaskan hasil penemuan mereka pada kelompok masing-masing.

5.        Pada tahap lanjut, tiap kelompok akan membahas hasil kerja mereka.

Merujuk dari apa yang dipaparkan di atas, penulis berharap model pembelajaran two stay � two stray memiliki dampak baik terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa kelas X IPA 8 SMA Negeri 2 Cirebon tahun pelajaran 2016/2017.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan suatu hasil penelitian guna membuat kesimpulan (Sugiyono: 2005).Berbeda dengan Sugiyono, Nazir (1988) mengungkapkan bahwa metode penelitian deskriptif adalah metode yang digunakan untuk meneliti suatu objek, sekelompok manusia, set pemikiran, kondisi, maupun peristiwa di masa sekarang untuk keperluan penggambaran atas objek yang diteliti pada penelitian.

Penelitian ini dilakukan selama 2 bulan 1 minggu. Lamanya proses penelitian dikarenakan banyaknya siklus yang digunakan. Pada penelitian tindakan kelas �khususnya yang dilakukan di kelas X IPA 8� siklus yang digunakan sebanyak 3 siklus yang terdiri dari 1 pra siklus dan 2 siklus normal.

Tempat yang dipilih untuk penelitian kali ini adalah kelas X IPA 8 SMA Negeri 2 Cirebon tahun pelajaran 2016/2017. Menurut pengamatan peneliti, kelas tersebut adalah kelas dengan nilai rata-rata bahasa Inggris yang relatif rendah. Di samping itu, kelas X IPA 8 merupakan kelas dengan murid yang relatif aktif dan suka dengan sesuatu yang baru, sehingga penerapan model pembelajaran baru untuk meningkatkan hasil belajar dan aktivitas belajar siswa sangat dapat dilakukan pada kelas tersebut.

Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sejumlah kelas yang terdapat di kelas X IPA 8 SMA Negeri 2 Cirebon tahun pelajaran 2016/2017. Adapun siswa yang terjdapat di kelas X IPA 8 adalah sejumlah 45 siswa. Dalam kaitannya dengan populasi, sampel merupakan hal yang harus diperhatikan, terlebih pada penelitian tindakan kelas.

Secara sederhana sampel merupakan sebagian dari populasi yang diteliti Arikunto (2002). Dalam prosesnya sampel akan dibagi ke dalam beberapa jenis, salah satunya adalah purposive sample. Secara sederhana purposive sampling diartikan sebagai teknik pengambilan sampel yang dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal. Dalam penerapan Penelitian Tindakan Kelas, purposive sampling merupakan salah satu teknik yang umum digunakan untuk mengambil sampel. Pada Penelitian Tindakan Kelas teknik ini memiliki orientasi untuk memasukkan seluruh populasi. Sebab, pada penerapannya, populasi yang digunakan dalam Penelitian Tindakan Kelas merupakan keseluruhan siswa kelas yang harus diteliti. Oleh karena alasan tersebut, sampel haruslah keseluruhan dari populasi agar terealisasi Penelitian Tindakan Kelas yang optimal. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 45 siswa yang berada di kelas SMA Negeri 2 Cirebon.

Data pada penelitian ini didapat melalui tes tulis dan observasi yang dilakukan peneliti. Dari kedua teknik pengambilan data tersebut peneliti berhasil mendapat data kualitatif dan kuantitatif. Proses pengambilan data mengandalkan beberapa instrument pengambilan data seperti lembar observasi dan butir soal. Melalui pemanfaatan yang baik dari kedua instrument tersebut, peneliti berhasil mendapat data yang dibutuhkan untuk penelitian.

Analisis data dilakukan untuk mendapat kesimpulan atas data yang dikumpulkan. Pada penelitian ini�� peneliti menggunakan 2 hingga 3 analisis data yang umum digunakan pada Penelitian Tindakan Kelas. Adapun teknik analisis yang dimaksud adalah rata-rata (Mean) dan Prosentase.

Rata-rata (Mean) digunakan untuk mengetahui nilai rata-rata siswa, data yang diperoleh dari penelitian tindakan kelas dianalisa menggunakan rumus:

 

X = X

N

Keterangan:

X�������������������� = rata-rata nilai akhir belajar

N�������������������� = Banyaknya siswa

X ��������������� = Jumlah skor seluruh siswa

Untuk mengetahui hasil belajar siswa, data yang diperoleh dari tes akhir yang telah dikerjakan oleh siswa dikelompokan sesuai dengan kriteria sebagai berikut:

Tabel 1

Kriteria Pengelompokan Nilai

 

Nilai

Kriteria

Keterangan

80≤X≤100

A

Baik Sekali

70≤X≤80

B

Baik

60≤X≤70

C

Cukup

50≤X≤60

D

Kurang

0≤X≤50

E

Kurang Sekali

�����������

Prosentase adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk mendapat gambaran mengenai hasil penelitian. Untuk mengetahui prosentase darihasil Penelitian Tindakan Kelas, dapat dilakukan dengan rumusan seperti berikut:

Prosentase = ax 100%

����������������������������������������������������������������������� b

Keterangan:

a �������� = selisih skor rata-rata hasil belajar siswa pada dua siklus

b �������� = skor rata-rata siswa pada siklus sebelumnya

����������� Teknik analasis di atas merupakan teknik yang digunakan untuk data dengan sifat kuantitatif. Adapun untuk data kualitatif peneliti memberlakukan analisis sebagai berikut:

Tabel 2

Kriteria Penilaian Aktivitas Belajar

No

Aspek yang diamati

Nilai

1

Aktif dalam diskusi

20

2

Berani menyampaikan pertanyaan dan pendapat pada kelompok lain

20

3

Mampu mengemukakan jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan pada kelompoknya

20

4

Turut serta dalam mengambil kesimpulan final

20

5

Menggunakan kata (vocabulary) secarabenar

20

 

Kategori:

Rata-rata 80-100 ������� = Tinggi

Rata-Rata 60-79��������� = Sedang

Rata-Rata < 60 ���������� = Rendah

Hasil dan Pembahasan

Berikut adalah rekapitulasi data hasil belajar yang didapat dari pra siklus hingga siklus II:

Tabel 3

Rekapitulasi Hasil Belajar Siswa

Aspek Nilai

Prasiklus

Siklus I

Siklus II

Refleksi KondisiAwal Ke Kondisi Akhir

Nilai Tertinggi

84

84

85

Terjadi peningkatan

Nilai Terendah

61,5

71

74,5

Nilai Rata-rata

71,5

77,5

80,1

Nilai ≥ 77

12

26

42

26,5%

42,5%

93,3%

Nilai <77

33

19

3

73,5%

57.5%

6,7%

Jumlah siswa

45

45

42

 

Tabel di atas menerangkan bahwa pada tiap tahap siklus hasil belajar siswa mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Peningkatan sendiri tidak hanya terjadi pada satu atau dua sektor saja, melainkan merata di hampir semua sektor. Pada baris nilai teringgi peneliti melihat terdapat peningkatan. Pada pra siklus nilai tertinggi berada di angka 84, kemudian konstan di 84 pada siklus I, dan naik menjadi 85 di siklus II.

Peningkatan sendiri tidak hanya terjadi pada nilai tertinggi. Menurut data yang tercantum di atas, peningkatan juga terjadi pada nilai terendah. Jika pada pra siklus nilai terendah berada di angka 61.5, pada siklus I nilai terendah meningkat dan menembus angka 71. Pada tahap lanjut angka tersebut kemudian naik menjadi 74,5 di siklus II.

Pada baris lain di tabel tersebut peneliti mendapati peningkatan di nilai rata-rata. Pada pra siklus nilai rata-rata hasil belajar siswa hanya berada di angka 71,5. Naik menjadi 77,5 di siklus I dan memuncak menjadi 80,1 di siklus II. Peningkatan tersebut berdampak baik pada total siswa dengan nilai lebih dari dan/atau sama dengan 77. Pada pra siklus jumlah siswa dengan nilai ≥ 77 berjumlah 12 siswa (26,5%). Kemudian di siklus I naik menjadi 26 siswa (42,5%) dan memuncak di angka 43 siswa (93,3%) pada siklus II.

Pada ranah lain peneliti juga mendapati peningkatan yang cukup signifikan. Ranah tersebut adalah aktivitas belajar, salah satu objek yang dijadikan fokus pengamatan oleh peneliti.

Untuk lebih jelas mengenai aktivitas belajar, berikut penulis lampirkan hasil rekapitulasi aktivitas belajar siswa sepanjang pra siklus hingga siklus II:

Tabel 3

Hasil Rekapitulasi Aktivitas Belajar Siswa

Kritera Siklus

Kriteria

Kategori

Tinggi

Sedang

Rendah

Pra Siklus

18

5

22

Rendah

Siklus I

26

18

1

Sedang

Siklus II

36

9

-

Tinggi

 

Merujuk pada tabel di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa terdapat peningkatan aktivitas belajar di setiap siklus. Pada pra siklus, aktivitas belajar dengan kategori tinggi berjumlah 18 siswa, kategori sedang 5 siswa, dan kategori rendah 22 siswa. Setelah model pembelajaran two stay � two stray diterapkan di siklus I aktivitas belajar dengan kategori tinggi meningkat menjadi 26 siswa, kategori sedang meningkat menjadi 18 siswa, dan kategori rendah berkurang menjadi 1 siswa. Peningkatan tersebut kemudian berlanjut pada siklus II. Pada siklus tersebut aktivitas belajar dengan kategori tinggi dimiliki oleh 36 siswa, kategori sedang dimiliki oleh 9 siswa, dan tidak ada aktivitas belajar dengan kategori rendah di siklus II.

Peningkatan-peningkatan yang terjadi pada masing-masing siklus bukan tanpa alasan, mengingat model pembelajaran two stay � two stray adalah model pembelajaran kooperatif yang dibutuhkan peserta didik, sehingga menjadi suatu hal yang wajar jika model pembelajaran ini memberi dampak baik terhadap aktivitas belajar dan hasil belajar siswa kelas X IPA 8 SMA Negeri 2 Cirebon tahun pelajaran 2016/2017. Di sisi lain model pembelajaran two stay � two stray adalah model pembelajaran baru yang jarang ditemui, sehingga menjadi suatu hal yang umum jika kelas X IPA 8 tertarik untuk mengikuti pembelajaran dengan orientasi two stay � two stray.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan di SMA Negeri 2 Cirebon pada siswa kelas X IPA 8 tahun pelajaran 2016/2017, maka dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas belajar dan hasil belajar. Peningkatan aktivitas belajar terlihat pada meningkatnya jumlah siswa dengan kategori aktivitas belajar tinggi, sedang, dan berkurangnya siswa dengan aktivitas belajar rendah di tiap tingkatan siklus. Peningkatan hasil belajar terlihat dari meningkatnya nilai rata-rata kelas X IPA 8 pada setiap siklus. Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan, nilai rata-rata siswa kelas X IPA 8 di pra siklus adalah 71,5 kemudian naik menjadi 77,5 dan berakhir di angka 80,1. Peningkatan-peningkatan yang terjadi umumnya bersifat bertahap dan tidak begitu signifikan. Kendati demikian, dari hasil analisis dan pembahasan di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa model pembelajaran two stay � two stray memiliki dampak baik terhadap peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas X IPA 8 SMA Negeri 2 Cirebon tahun pelajaran 2016/2017.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Arikunto, S. 2002. Prosedur Suatu Penelitian. Edisi Revisi. Kelima. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

 

Huda , Miftahul. 2004. Cooperatif Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

 

Nazir. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia

 

NN. Daftar Negara Yang Menuturkan Bahasa Inggris Sebagai Bahasa Resmi. Disudur tanggal 27 Maret 2017 pukul 18.32 WIB. https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_negara_yang_menuturkan_bahasa_Inggris_sebagai_bahasa_resmi.

 

Lenneberg H. Eric. 1967. Biological Foundation of Language. New York: John Wiley and Son

 

Sugioyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

 

Sutikno. 2004. Menuju Pendidikan Bermutu. Mataram: NTP press.