Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN:
2548-1398
Vol. 5, No. 7, Juli 2020
�
PERBEDAAN
PENGARUH SENAM YOGA DAN SENAM TAI CHI TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA
OSTEOARTRITIS LUTUT
Politeknik Kesehatan Surakarta
Email:
[email protected]
Abstract
The
enhancement of elderly rate in Indonesia will increase risk of degenerative
diseases prevalence such as knee osteoarthritis. Pain is the biggest issue for
OA patients that lead to joint immobility and quality of life. Based on that
issue, we need mind and body approach that will decrease knee OA pain such as
Yoga and Tai Chi.The goals are knowing the effect of Yoga on knee OA pain, the
effect of Tai Chi on knee OA pain, the difference effect of Yoga and Tai Chi on
knee OA pain, and the most effective mind and body exercise on knee OA pain.
Sixteen elderly women at Posyandu Ngudi Kasarasan, Malangjiwan, Colomadu,
Karanganyar, Jawa Tengah from age 50 to 74 year old. This research uses two
group pre and post test design. Sixteen subjects have been divided into two
groups. The fisrt group (n=8) receive Yoga intervention and the second group
(n=8) receive Tai Chi intervention. These groups receive intervention 3 times a
week for 12 weeks or 3 months. The researcher use Woman Ontario McMaster
University pain scale Likert version (WOMAC pain scale likert version) to scale
the pain intensity.The research result is analyzed by the statistical analysis
are performed in descriptive and non parametric test.�� Based on the statistic result, the knee pain
intensity decrease significantly in Yoga group, which is obtained significance
value or p = 0.011 (p<0.05). The knee pain intensity also decrease
significantly in Tai Chi group with significance value or p= 0.011 (p<0.05).
The result of difference test between Yoga and Tai Chi group obtaining
significance value or p = 0.220 (p>0.05) which means there is no significant
difference between Yoga and Tai Chi group on knee OA pain. This research shows
that Yoga and Tai Chi have the same effect on reducing knee OA pain. Therefore,
the elderly at Posyandu Lansia Ngudi Kasarasan should perform Yoga or Tai Chi
to reduce knee pain due to knee OA and achieve better quality of life.
Keywords: Knee
osteoarthritis; Tai Chi;
Yoga; pain.
Abstrak
Peningkatan
jumlah lansia di Indonesia meningkatkan pula risiko peningkatan penyakit
degeneratif seperti osteoarthritis lutut. Problematik yang paling dikeluhkan
oleh pasien osteoarthritis lutut adalah nyeri yang akan menurunkan mobilitas
sendi dan kualitas hidup. Berdasarkan masalah tersebut, diperlukan senam yang
dapat menurunkan nyeri OA lutut melalui pendekatan mind and body seperti senam
Yoga dan Tai Chi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam Yoga
terhadap penurunan nyeri pada osteoartritis lutut,� pengaruh senam Tai Chi terhadap penurunan
nyeri pada osteoartritis lutut, perbedaan pengaruh antara senam Yoga dan senam
Tai Chi terhadap penurunan nyeri pada osteoartritis lutut,� metode yang lebih efektif antara senam Yoga
dan senam Tai Chi terhadap penurunan nyeri pada osteoartritis lutut. 16 lansia
wanita di posyandu Ngudi Kasarasan Desa Malangjiwan, Colomadu, Karanganyar,
Jawa Tengah dengan usia antara 50-74 tahun. Penelitian ini menggunakan desain
two groups pre and post test. Subyek sebanyak 16 lansia wanita dibagi menjadi 2
kelompok menggunakan undian. Kelompok I mendapatkan perlakuan senam Yoga dan
kelompok II mendapatkan perlakuan senam Tai Chi. Perlakuan dilakukan seminggu 3
kali, selama 12 minggu. Pengukuran nyeri menggunakan Woman Ontario Measure
versi skala likert (WOMAC PAIN SCALE). Analisis dilakukan secara deskriptif dan
statistic menggunakan uji hipotesis non parametrik. Berdasarkan hasil
statistik, terjadi penurunan nyeri yang signifikan pada kelompok I (Yoga)
dengan nilai signifikansi p = 0.011 (p<0.05) dan penurunan nyeri yang
signifikan pada kelompok II (Tai Chi) dengan nilai signifikansi p = 0.011
(p<0.05). Uji beda antara kelompok I dan II, diperoleh nilai signifikansi p=
0.220 (p>0.05) yang berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara
senam Yoga dan senam Tai Chi dalam menurunkan nyeri OA lutut. Penelitian ini
menunjukkan bahwa senam Yoga dan senam Tai Chi sama-sama dapat menurunkan nyeri
OA lutut. Maka, disarankan kepada posyandu lansia Ngudi Kasarasan untuk
melakukan senam Tai Chi maupun Yoga untuk mengurangi nyeri sehingga tercapai
kualitas hidup yang lebih baik bagi lansia.
Kata kunci : Osteoarthritis
lutut; Tai Chi; Yoga;
nyeri.
Pendahuluan
Penduduk Indonesia mengalami peningkatan
derajat kesehatan dan kesejahteraan yang berpengaruh pada peningkatan Usia
Harapan Hidup (UHH) dan populasi lanjut usia (lansia).
Status gizi lansia
dimulai sejak awal kehidupan, yaitu mulai dari
sejak periode kehamilan. Pertumbuhan janin yang optimal dilanjutkan dengan pemberian ASI eksklusif dan kecukupan gizi pada masa bayi dan balita menentukan kesehatan pada masa selanjutnya, dimana intensi dan peran ibu dalam
memberikan gizi berdampak terhadap status gizi balita, dan selanjutnya secara berkesinambungan menentukan status
gizi dan kesehatan pada periode selanjutnya (Komalasari, Permatasari, & Supriyatna, 2020). Berdasarkan laporan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (2011), pada tahun 2000-2005 UHH adalah 66,4 tahun dengan
persentase populasi lansia tahun 2000 adalah 7,74% dan angka ini akan meningkat
pada tahun 2045-2050 yang diperkirakan UHH menjadi 77,6 tahun dengan persentase
populasi lansia tahun 2045 adalah 28,68%, begitu pula dengan laporan Badan
Pusat Statistik (BPS) terjadi peningkatan UHH. Pada tahun 2000, UHH di
Indonesia adalah 64,5 tahun dengan persentase populasi
lansia adalah 7,18%. Angka ini meningkat menjadi 69,43 tahun pada tahun 2010
dengan persentase populasi lansia adalah 7,56% dan pada tahun 2011 menjadi
69,65 tahun dengan persentase populasi lansia adalah 7,58% (Maharani, 2007).
Adanya peningkatan UHH akan diikuti dengan peningkatan prevalensi penyakit yang
berhubungan dengan lansia. Salah satu penyakit yang paling
banyak dialami oleh lansia adalah OA lutut.
Gambaran
klinis utama dari OA adalah nyeri sendi, krepitasi, kekakuan sendi setelah
istirahat, hyperthermia, dan keterbatasan gerak pada lutut yang progresif (Schencking, Otto, Deutsch, & Sandholzer, 2009).
Karakteristik utama lainnya OA ditandai dengan adanya degenerasi kartilago
sendi dan respon sekunder tulang pembentuk�
sendi (Ebnezar, Nagarathna, Yogitha, & Nagendra, 2012).
Adanya degenerasi ini, akan mengakibatkan terbentuknya osteophyte dan adanya kontak antar permukaan tulang pembentuk sendi
yang menghasilkan nyeri pada sendi tersebut.
Nyeri
merupakan gejala utama OA lutut. Semakin berat nyeri yang dirasakan pasien,
maka akan semakin rendah tingkat kemampuan aktifitas fungsionalnya. Penurunan
kemampuan fungsional ini akan menurunkan pula kualitas hidup pasien (Bennell & Hinman, 2011).
Menurut
the international association for the
study of pain (IASP), nyeri adalah suatu pengalaman sensori dan emosional
yang tidak menyenangkan, berhubungan dengan kerusakan jaringan secara aktual
maupun potensial atau yang didefinisikan dalam istilah tersebut. Nyeri
merupakan keluhan utama yang sering dilaporkan pasien dalam setiap kasus OA (Susko & Fitzgerald, 2013). Nyeri OA dapat berupa nyeri ringan tumpul ringan
yang hanya terasa bila pasien melakukan aktivitas berat pada OA lutut derajat
1; nyeri tumpul yang meningkat dan mulai mengganggu aktivitas sehari-hari pada
OA lutut derajat 2; dan pada OA derajat 3, nyeri tumpul yang konstan terasa
saat melakukan aktivitas ringan hingga pasien tidak dapat melakukan aktivitas
di masyarakat (Hawker, Mian, Kendzerska, & French, 2011).
Penanganan
nyeri pada OA lutut merupakan hal yang sangat penting karena kebanyakan keluhan
utama pasien adalah nyeri. Berbagai modalitas fisioterapi direkomendasikan
untuk mengatasi nyeri. Diantaranya modalitas yang umum diberikan adalah Transcutenous Electrical Nerve Stimulation
(TENS) dan latihan penguatan otot-otot disekitar sendi lutut untuk menangani
nyeri pada OA lutut.
Pada
masyarakat modern sekarang ini, telah bermunculan berbagai jenis senam yang
dapat dijadikan alternatif bagi pasien OA lutut untuk mengurangi nyeri OA lutut
yaitu Yoga dan Tai Chi. Yoga sendiri
sedang popular dilakukan berbagai kalangan masyarakat termasuk lansia yang
berpotensi memiliki masalah lutut. Sedangkan Tai Chi memang sudah menjadi senam yang sering dikaitkan dengan
lansia.
Yoga
adalah salah satu jenis senam yang memiliki prinsip penyatuan tubuh dan pikiran
memalui berbagai postur tubuh. Satu sesi Yoga terdiri dari beberapa bagian yang
berbeda yang dilakukan secara berurutan, yaitu (1) postures (asanas of Hatha Yoga), (2) breathing techniques (pranayama) dan (3) mental concentration or meditation (dhyana) (Ebnezar et al., 2012).
Sedangkan Tai Chi adalah bentuk seni bela diri
dari kebudayaan Oriental yang mengkombinasikan pernapasan dalam diafragma dan
gerakan-gerakan sirkuler yang perlahan dengan postur semi-squat yang membutuhkan gerakan sendi yang tepat, stabil dan
seimbang (Chen & Wong, 2015).
Beberapa
penelitian terhadap Yoga dan Tai Chi
membuktikan adanya pengaruh yang baik terhadap nyeri pasien OA. Pada penelitian
Effectiveness of Yoga Therapy with the Therapeutic
Exercises on Walking Pain, Tenderness, Early Morning Stiffness and Disability
in Osteoarthritis of the Knee Joint - A Comparative Study oleh
(Ebnezar et al., 2012)
menunjukkan adanya
penurunan nyeri saat berjalan. Tetapi pada penelitian (Ghasemi, Golkar, & Marandi, 2013)
berjudul Effects
of Hata Yoga on Knee
Osteoarthritis, membandingkan kelompok perlakuan Yoga dengan
kelompok kontrol, hasilnya tidak terdapat perbedaan pengaruh antara kelompok
perlakuan Yoga dan kelompok kontrol.
Metode Penelitian
��������� Penelitian ini
menggunakan desain two groups pre and
post test. Subyek sebanyak 16 lansia wanita dibagi menjadi 2 kelompok
menggunakan undian. Kelompok I mendapatkan perlakuan senam Yoga dan kelompok II
mendapatkan perlakuan senam Tai Chi.
Perlakuan dilakukan seminggu 3 kali, selama 12 minggu. Pengukuran nyeri
menggunakan Woman Ontario Measure versi skala likert (WOMAC PAIN SCALE). Analisis dilakukan secara deskriptif dan
statistic menggunakan uji hipotesis non parametrik.
Hasil dan Pembahasan
A.
Hasil
1.
Karakteristik
Subyek Penelitian
Pada bulan Januari sampai Maret
2015 telah dilakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan pengaruh senam Yoga
dengan Tai Chi terhadap penurunan
nyeri osteoartritis lutut. Penelitian ini menggunakan rancangan two groups pre test and post test design. Subyek
penelitian ini dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok I senam Yoga dan
kelompok II senam Tai Chi dengan
perlakuan sebanyak 36 kali, seminggu 3 kali selama 3 bulan.
Subyek
penelitian ini adalah anggota posyandu lansia di desa Malangjiwan, Karanganyar,
Surakarta yang berusia lebih dari 50 tahun yang masuk kriteria inklusi dan
eksklusi. Subyek di kelompok I diberikan
perlakuan senam Yoga dengan jumlah subyek awal adalah 13 orang, dari total
tersebut terdapat 8 orang yang menyelesaikan program dan 5 orang dinyatakan
gugur karena subyek tidak mengikuti senam sebanyak 5 kali. Subyek kelompok II
diberikan perlakuan berupa senam Tai Chi dengan
jumlah subyek adalah 13 orang, dimana sebanyak 8 orang menyelesaikan program,
sedangkan 5 orang dinyatakan gugur karena tidak menyelesaikan program. Sehingga jumlah subyek yang dianalisis dari kedua kelompok adalah
16 orang.
1) Karakteristik
umum subyek penelitian
Pada
tabel 1 dibawah ini, menunjukkan bahwa total subyek penelitian adalah 16 orang
(n= 30), dengan kelompok I dan kelompok II masing-masing berjumlah 8 orang (100%),
serta keseluruhan subyek berjenis kelamin perempuan (100%).
Kemudian,
pada tabel 2, karakteristik umur subyek kelompok I memiliki rerata 54.5 tahun,
umur minimum 51 tahun, umur maksimum 67 tahun dan standar deviasi �6.475.
Tinggi badan memiliki rerata 155 cm, nilai minimum 150 cm, nilai maksimum 158
cm dan standar deviasi 3.251. Berat badan memiliki rerata 63.5 kg, nilai
minimum 50 kg, nilai maksimum 75 kg dan standar deviasi �7.171. Sedangkan pada
kelompok II, subyek memiliki rerata 63 tahun, nilai minimum 50 tahun, nilai
maksimum 73 tahun dan standar deviasi �7.978. Tinggi badan memiliki rerata 153
cm, nilai minimum 150 cm, nilai maksimum 156 cm dan standar deviasi �2.712.
Berat badan memiliki rata-rata
59 kg, nilai minimum 48 kg, nilai maksimum 57 kg dan standar deviasi �6.761.
Sedangkan,
pada tabel 3 dibawah, dapat dilihat pada kelompok I persentasi IMT normal
12.5%, overweight 25%, obesitas I 50%
dan obesitas II 12.5% dengan rerata 25.85 kg/m2. Sedangkan untuk
kelompok II persentasi IMT normal 25%, overweight
25%, Obesitas 1 50% dan obesitas 2 0% dengan rerata 24.88 kg/m2.
Tabel
1
Data
Karakteristik Subyek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis
kelamin subyek |
|||
|
Laki-laki |
Perempuan |
Persentase
(%) |
Kelompok
I |
0 |
8 |
100 |
Kelompok
II |
0 |
8 |
100 |
Total |
0 |
16 |
100 |
Tabel
2
Data
Karakteristik Subyek Penelitian Berdasarkan Usia,
Tinggi
Badan dan Berat Badan
Kelompok |
N |
Karakteristik |
Minimum |
Maksimum |
Mean |
Standar
deviasi |
I |
8 |
Umur
(tahun) Tinggi
badan (cm) Berat
badan (kg) |
51 150 50 |
67 158 75 |
54.50 155 63.50 |
�6.475 �3.251 �7.171 |
II |
8 |
Umur
(tahun) Tinggi
badan (cm) Berat
badan (kg) |
50 150 48 |
73 156 67 |
63 153 59 |
�7.978 �2.712 �6.761 |
Tabel
3
Data
Karakteristik Subyek Penelitian
Berdasarkan
Indeks Massa Tubuh (Imt)
Kelompok |
Normal |
Overweight |
Obesitas
I |
Obesitas
II |
Mean |
|
I |
Jumlah % |
1 12.5 |
2 25 |
4 50 |
1 12.5 |
25.85 |
II |
Jumlah % |
2 25 |
2 25 |
4 50 |
0 0 |
24.88 |
a. Karakteristik
subyek penelitian berdasarkan distribusi frekuensi
1) Pekerjaan
Pada tabel 4
menunjukkan distribusi subyek pada masing-masing kelompok berdasarkan
pekerjaan. Pada kelompok 1 sebanyak 7 orang dengan
persentase 87.5% merupakan ibu rumah tangga dan sebanyak 1 orang dengan
persentase 12.5% merupakan guru. Sedangkan pada kelompok II sebanyak 7 orang
dengan persentase 87.5% merupakan ibu rumah tangga dan sebanyak 1 orang dengan
persentase 12.5% merupakan pembantu rumah tangga.
Tabel
4
Distribusi
Subyek Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan |
Kelompok
I |
Kelompok
II |
||
Frekuensi |
Persentase |
Frekuensi |
Persentase |
|
Ibu
rumah tangga |
7 |
87.5 |
7 |
87.5 |
Pembantu
rumah tangga |
0 |
0 |
1 |
12.5 |
Guru |
1 |
12.5 |
0 |
0 |
2) Umur
Pada
tabel 5
distribusi subyek berdasarkan umur pada kelompok senam Yoga menunjukkan paling
banyak pada rentang umur 50-53 tahun dan umur 54-57 tahun, yaitu sebanyak 3
orang, diikuti umur 62-65 tahun dan 66-69 tahun sebanyak orang 1 orang.
Sedangkan pada kelompok senam Tai Chi paling
banyak pada rentang umur 58-61 tahun dan umur 70-73, yaitu sebanyak 2 orang,
diikuti umur 50-53, 54-57, 62-65 dan 66-69 tahun masing-masing sebanyak 1 orang.
Tabel
5
Distribusi
Subyek Berdasarkan Umur
Umur (tahun) |
Kelompok
I |
Kelompok
II |
||
Frekuensi |
Persentase |
Frekuensi |
Persentase |
|
50-53 |
3 |
37.5 |
1 |
12.5 |
54-57 |
3 |
37.5 |
1 |
12.5 |
58-61 |
0 |
0 |
2 |
25 |
62-65 |
1 |
12.5 |
1 |
12.5 |
66-69 |
1 |
12.5 |
1 |
12.5 |
70-73 |
0 |
0 |
2 |
25 |
3) Indeks
massa tubuh (IMT)
Pada
tabel 6 dapat dilihat di kelompok I tidak ada subyek dengan klasifikasi kurus,
normal sebanyak 1 orang dengan persentase 12.5%, overweight sebanyak 2 orang dengan persentase 25%, dan obesitas I
sebanyak 4 orang dengan persentase 50% dan obesitas II sebanyak 1 orang dengan
persentase 12.5%. Sedangkan untuk kelompok II tidak ada subyek dengan
klasifikasi kurus , klasifikasi normal sebanyak 2 orang dengan persentase 25%, overweight sebanyak 2 orang dengan
persentase 25%, dan obesitas I sebanyak 4 orang dengan persentase 50%.
Tabel
6
Distribusi
Subyek Berdasarkan Klasifikasi Indeks Massa Tubuh
IMT |
Kelompok
I |
Kelompok
II |
||
Frekuensi |
Persentase |
Frekuensi |
Persentase |
|
Kurus |
0 |
0 |
0 |
0 |
Normal |
1 |
12.5 |
2 |
25 |
Overweight |
2 |
25 |
2 |
25 |
Obesitas
I |
4 |
50 |
4 |
50 |
Obesitas
II |
1 |
12.5 |
0 |
0 |
b. Keadaan Awal Subyek Penelitian
Seluruh subyek penelitian
diukur nilai nyeri menggunakan kuesioner WOMAC
Pain Scale. Hal ini menggambarkan kualitas nyeri
lutut subyek sebelum mendapatkan perlakuan senam Yoga maupun senam Tai Chi. Data tersebut dicantumkan dalam
tabel 7.
Berdasarkan hasil pengukuran pada tabel 7,
rerata nilai nyeri sebelum perlakuan pada kelompok I (n=8) adalah 15.5 dan
standar deviasi �1.604. Hal ini menunjukkan nilai nyeri
sebelum perlakuan pada kelompok I bervariasi dengan nilai minimum 13 dan nilai
maksimum 18. Sedangkan untuk kelompok II (n=8), rata-rata nilai nyeri
sebelum perlakuan adalah 15.63 dan standar deviasi �1.302. Hal
ini menunjukkan nilai nyeri sebelum perlakuan pada kelompok II bervariasi
dengan nilai minimum 13 dan nilai maksimum 17.
Tabel
7
Nilai
Womac Pain Sebelum Perlakuan
Penilaian |
Kelompok
I |
Kelompok
II |
N |
8 |
8 |
Mean |
15.50 |
15.63 |
Minimum |
13 |
13 |
Maksimum |
18 |
17 |
Standar
Deviasi |
�1.604 |
�1.302 |
2.
Data
Deskriptif
Pada hasil pengukuran nilai nyeri setelah
perlakuan sebanyak 36 kali pada kelompok I (n=8), diperoleh nilai nyeri dengan
rerata 5.38, standar deviasi �2.504, nilai minimum 2 dan nilai maksimum 10.
Sedangkan pada kelompok II (n=8) diperoleh nilai nyeri dengan nilai rerata
3.88, standar deviasi �1.727, nilai minimum 1 dan nilai maksimum 6. Hasil dapat dilihat pada tabel 8.
Setelah diberi perlakuan, dilakukan
pengambilan data post test. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa keadaan subyek penelitian
setelah mendapatkan perlakuan untuk kelompok I terdapat penurunan rata-rata
nilai nyeri yaitu 10.12, sedangkan pada kelompok II terjadi penurunan rerata
nilai nyeri sebesar 11.75. Hasil dapat dilihat pada tabel
9. Sedangkan pada tabel 10 menunjukkan nilai nyeri
sebelum dan setelah perlakuan pada masing-masing subyek. Secara keseluruhan, setiap subyek mengalami penurunan nyeri setelah
mendapatkan perlakuan dalam masing-masing kelompok.
Tabel
8
Nilai
Womac Pain Setelah Perlakuan
Penilaian |
Kelompok
I |
Kelompok
II |
N |
8 |
8 |
Mean |
5.38 |
3.88 |
Minimum |
2 |
1 |
Maksimum |
10 |
6 |
Standar
Deviasi |
�2.504 |
�1.727 |
Tabel
9
Nilai
Rata-Rata Womac Pain Sebelum Dan
Setelah PerlakuAN
Kelompok |
Penilaian |
Sebelum |
Setelah |
Perbedaan
Sebelum dan Setelah |
I |
N |
8 |
8 |
8 |
Mean |
15.50 |
5.38 |
10.12 |
|
Minimum |
13 |
2 |
11 |
|
Maksimum |
18 |
10 |
8 |
|
Standar
Deviasi |
�1.604 |
�2.504 |
�0.9 |
|
II |
N |
8 |
8 |
8 |
Mean |
15.63 |
3.88 |
11.75 |
|
Minimum |
13 |
1 |
12 |
|
Maksimum |
17 |
6 |
11 |
|
Standar
Deviasi |
�1.302 |
�1.727 |
�0.425 |
Tabel
10
Nilai
Rata-Rata Womac Pain Sebelum dan
Setelah Perlakuan
Masing-Masing
Subyek
|
N |
Nama
Subyek |
Nilai
Nyeri Pre Test |
Nilai
Nyeri Post Test |
Perbedaan
Nilai Nyeri Pre-Post Test |
Kelompok
I |
8 |
Sugiyatni Sri
Lestari Didik
Sri Jumiati Sri
Listya Retnaning TH
Nurhastuti Purwanto |
17 14 15 13 16 15 16 18 |
6 6 3 4 5 2 7 10 |
11 8 12 9 11 13 9 8 |
Kelompok
II |
8 |
THM
Rukmini Yatmi Sikar Wagiyem Tugianti Sri
Hartatik Suparni Suyati |
16 15 17 17 16 16 15 13 |
1 6 5 4 3 6 3 3 |
15 9 12 13 13 10 12 10 |
3.
Analisis
Data
Analisis data penelitian
menggunakan program SPSS 17, yang meliputi uji prasyarat analisis, uji
homogenitas dan uji hipotesis.
a. Uji
pra syarat analisis
Data penelitian diperoleh untuk
mengetahui perbedan pengaruh senam Yoga dan senam Tai Chi terhadap penurunan nyeri OA lutut, pengaruh masing-masing
perlakuan terhadap penurunan nyeri, serta perlakuan mana yang lebih efektif
dalam menurunkan nyeri.
Uji normalitas
Data
penelitian ini tidak dilakukan uji normalitas karena subyek penelitian kurang
dari 30 orang, maka hipotesis penelitian ini diuji menggunakan uji statistik
non parametrik (Hastono, 2001).
b. Uji
homogenitas
Berdasarkan uji statistik pada data
pre test antar kelompok menggunakan Mann-Whiney didapatkan hasil p = 0.787
(p>0.05). Hasil ini menunjukkan tidak ada perbedaan nilai
nyeri pada kelompok I dan kelompok II sebelum perlakuan. Maka, subyek
pada kedua kelompok memiliki kondisi yang sama sebelum
perlakuan.
c. Uji
hipotesis
1) Uji
hipotesis I
�Berdasarkan
hasil statistik uji beda hipotesis I menggunakan uji Wilcoxon untuk mengetahui pengaruh pemberian senam Yoga terhadap
penurunan nyeri OA lutut, didapatkan hasil nilai p= 0.011 (p<0.05). Hal ini
menunjukkan bahwa ada pengaruh pemberian senam Yoga terhadap penurunan nyeri OA
lutut.
2) Uji
hipotesis II
Berdasarkan
hasil statistik uji beda hipotesis II menggunakan uji Wilcoxon untuk mengetahui pengaruh pemberian senam Tai Chi terhadap penurunan nyeri OA
lutut, didapatkan hasil nilai p= 0.011 (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa
ada pengaruh pemberian senam Yoga terhadap penurunan nyeri OA lutut.
3) Uji
hipotesis III
Berdasarkan
hasil statistik uji beda hipotesis III menggunakan uji Mann-Whitney, dimana untuk mengetahui perbedaan pengaruh antara
senam Yoga dan senam Tai Chi� terhadap penurunan nyeri OA lutut yang
dilihat dari nilai rata-rata post test
nyeri dari masing-masing kelompok didapatkan hasil nilai p = 0.220 (p>0.05).
Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada beda pengaruh yang signifikan pemberian senam
Yoga terhadap penurunan nyeri OA lutut yang artinya senam Yoga maupun senam Tai Chi sama baiknya dalam menurunkan
nyeri OA lutut.
B.
Pembahasan
Berdasarkan
hasil uji Wilcoxon kelompok Yoga
didapatkan hasil nilai p = 0.011 (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa ada
pengaruh signifikan pemberian senam Yoga terhadap penurunan nyeri OA lutut. Hal
ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Ebnezar et al.,
2012) yang meneliti tentang
Effectiveness of Yoga Therapy with the Therapeutic
Exercises on Walking Pain, Tenderness, Early Morning Stiffness and Disability
in Osteoarthritis of the Knee Joint A Comparative Study. Penelitian ini menggunakan
subjek sebanyak 235 orang dengan usia 35-80 tahun, yang kemudian dibagi menjadi
dua kelompok. Kelompok I merupakan kelompok senam Yoga sebanyak 118 orang dan
kelompok kontrol sebanyak 117 orang. Kelompok Yoga diberikan senam Yoga selama
40 menit setiap hari selama 3 bulan, sedangkan kelompok kontrol mendapatkan therapeutic exercises dengan dosis yang
sama. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan dalam pre dan post masing-masing kelompok (Wilcoxon,
p<0.001), juga ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara kelompok Yoga
dan kontrol (Man-Whitney,
p<0.001). Semua variable
menunjukkan peningkatan yang lebih baik pada kelompok Yoga daripada kelompok
kontrol (p<0.001).
Pada penelitian (Ebnezar
et al., 2012) dikatakan bahwa penurunan stamina
otot dan spasme otot merupakan faktor lainnya yang memperberat nyeri dan
disabilitas. Kedua hal ini dapat dikurangi dengan melakukan senam Yoga karena
senam Yoga merupakan pendekatan holistik kesehatan yang
meningkatkan fleksibilitas, kekuatan, dan stamina serta memperbaiki kesadaran
diri dan wellness (Mehta, Mehta, & Mehta, 1990).
Selain itu, gerakan-gerakan senam Yoga cenderung rmenggunakan static stretching secara aktif yang akan
berfungsi dalam koreksi postural dan memberikan efek traksi pada otot-otot di
sekitar sendi sehingga terjadi peningkatan fleksibilitas (Middleton et al,
2013).
Senam
Yoga memanfaatkan 3 fenomena terstimulasinya reseptor pada otot yaitu melalui muscle spindle, reciprocal inhibition
dan golgi tendon organ (GTO). Saat stretching otot, terjadi perubahan
panjang otot yang mengaktifkan muscle
spindle di muscle belly yang akan
mengirimkan sinyal perubahan panjang otot ke spinal cord yang akan menanggapi sinyal ini sebagai perubahan yang
mengancam sehingga dia akan mengirimkan sinyal untuk kontraksi pada otot yang
sedang diulur yang disebut stretch
reflex. Maka, diperlukan penguluran yang dilakukan secara perlahan dan
adanya penahanan yang pertahap agar muscle
spindle beradaptasi terhadap perubahan sehingga spinal cord akan mengurangi kualitas impuls kontraksi sehingga otot
lebih mudah diulur dan dapat lebih dalam lagi melakukan postur yoga yang kemudian
akan meningkatkan fleksibilitas (Long & Macivor, 2008).
Reciprocal inhibition
menyeimbangkan kontraksi dan relaksasi otot secara bergantian antara agonis dan
antagonis. Kontraksi otot antagonis dapat
mengurangi aktivitas dari otot agonis melalui reciprocal inhibition. Impuls descending
ke motorneuron pada otot antagonis, juga memberikan input eksitasi pada
interneuron inhibisi Ia yang bersinaps pada motoneuron dari otot agonis. Hasil
dari inhibisi motorneuron agonis dapat dibuktikan melalui meningkatkan input
eksitasi dari aferen Ia� antagonis diubah
menjadi interneuron Ia yang sama, terutama selama kontraksi. Input aferen Ia
dari antagonis biasanya terjadi dalam stretching
sebagai kontributor terbesar terhadap elongasi agonis (Hunter & Eckstein, 2009). Bebebapa penelitian memperlihatkan bahwa stretching berhubungan dengan pemendekan
saat kontraksi antagonis untuk memanjangkan agonis mencapai ROM yang lebih luas
dan efek ini dimanfaatkan saat melatih asana yoga (Long & Macivor, 2008).
Kemudian
saat senam Yoga, golgi tendon organ terstimulasi dengan adanya perubahan
ketegangan otot yang terjadi selama menahan gerakan-gerakan (Long & Macivor, 2008).
GTO akan mengirimkan sinyal ke spinal
cord tentang adanya perubahan ketegangan otot (Shah, 2012). Kontraksi otot yang terjadi saat menahan postur Yoga
menimbulkan relaksasi otot setelah melakukan postur terebut yang akhirnya
gerakan Yoga dapat meningkatkan fleksibilitas dan rileksasi tubuh (Long, 2008).
Hasil penelitian ini juga sejalan
dengan penelitian (Kolasinski
et al., 2005). berjudul
Iyengar
Yoga For Treating Symptoms Of Osteoarthritis Of The Knees: A Pilot Study pada subyek berusia lebih dari 50 tahun mengatakan bahwa Yoga yang meningkatkan kekuatan otot
juga akan diikuti peningkatan kestabilan dan fleksibilitas sendi. Penelitian
ini dilakukan selama 8 minggu dengan durasi 90 menit, seminggu sekali.
Hasilnya, adanya perbaikan postur, peningkatan kesadaran terhadap posisi tubuh,
peningkatan kekuatan otot yang dihasilkan dari yoga dapat menurunkan nilai
nyeri WOMAC pain.
Nyeri sendiri merupakan gabungan
dari proses faktor afektif, sikap dan kognitif. Pendekatan multi faktorial dari
senam Yoga memberikan latihan yang tidak hanya melatih fisik melalui asana (postur yoga) tetapi meliputi juga
pernapasan melalui pranayama, meditasi (dharana and dhyana), jnana
yoga dan pengaturan emosi melalui bhakti yoga yang memicu gaya hidup
yang lebih baik (Sindhu,
2006). Penguatan
otot merupakan kunci dari latihan karena penyebab terbanyak dari nyeri dan
disabilitas adalah karena kelemahan otot. Peningkatan fleksibilitas, mobilitas,
koordinasi dan propioseptif dapat mengurangi nyeri.
Pada
hasil uji Wilcoxon kelompok senam Tai Chi didapatkan nilai p = 0.011
(p<0.05). Hasil ini menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan pemberian
senam Tai Chi terhadap penurunan
nyeri OA lutut. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Chenchen Wang et al., 2009) berjudul Tai Chi is Effective in Treating Knee Osteoarthritis:
A Randomized Controlled Trial. Penelitian ini dilakukan pada 40 orang dengan OA tibiofemoral yang secara
acak dibagi menjadi 2 kelompok menjadi kelompok I Tai Chi dan kelompok II kontrol atensi. Kedua kelompok menjalani
program selama 60 menit, 2 hari dalam seminggu selama 12 minggu. Nilai nyeri
diukur menggunakan WOMAC index pain score
pada minggu ke 12. Hasilnya, 20 subyek dengan
rata-rata usia 65 tahun dan IMT 30 kg/m2 yang mengiuti Tai Chi,�
mengalami penurunan nilai nyeri WOMAC pain dibandingkan dengan kelompok
kontrol.
Tai Chi dapat memberikan manfaat pada kardiovaskuler, meningkatkan
kekuatan otot, keseimbangan, koordinasi dan fungsi fisik. Hal-hal tersebut
diperkirakan dapat mengurangi nyeri sendi. Semakin kuat otot dan koordinasi
yang lebih baik meningkatkan stabilitas sendi dan mengurangi nyeri karena
kualitas nyeri berhubungan langsung dengan kelemahan otot (Chuan Ju Wang, Tsai, Liu, & Chang, 2013).
Pada penelitian (Chenchen Wang et al., 2009) disimpulkan bahwa pada Tai Chi terjadi peningkatan kekuatan
otot periatrikuler yang dapat menjaga sendi dari trauma.� Keselarasan antara tubuh dan pikiran yang
didapat dari Tai Chi dapat
mempengaruhi sistem imun, endokrin, neurokimia dan fungsi otonom. Kemudian,
latihan mengontrol pernapasan dan gerakan meningkatkan kondisi ketenangan
mental dan fisik. Pengaruh ini dapat membantu memutus lingkaran nyeri.
Peningkatan self-efficacy, fungsi
sosial dan depresi dapat membantu untuk meningkatkan kepercayaan diri, dukungan
dan memutus lingkaran nyeri.
Penurunan nyeri yang yang signifikan (p= 0.000) terjadi setelah
perlakuan selama 3 bulan pada Tai Chi
di penelitian ini, juga sejalan dengan hasil penelitian dari Tsai et al (2013) berjudul A Pilot Cluster Randomized Trial of a 20-Week Tai Chi Program in Elders
With Cognitive Impairment and Osteoarthritic Knee: Effects on Pain and Other
Health Outcomes. Penelitian ini dilakukan pada subyek dengan usia yang
lebih tua yaitu lebih dari atau sama dengan 60 tahun sebanyak 28 orang pada
kelompok Tai Chi dan 27 orang pada
kelompok kontrol selama 20 minggu. Pada minggu ke-8 sudah terdapat perbedaan
yang signifikan terhadap penurunan nyeri yang terlihat lebih baik pada kelompok
Tai Chi daripada kelompok kontrol dan
penurunan nyeri ini terus terjadi sampai di minggu ke-20. Penelitian ini
menyimpulkan, penurunan nyeri yang terjadi pada subyek yang lebih tua dapat
terjadi lebih lambat dari subyek yang lebih muda tetapi penurunan yang terjadi
dapat terjadi terus menerus sehingga diperkirakan bila subyek menjalani program
Tai Chi dalam jangka panjang dapat
lebih menurunkan nyeri OA lutut.
Kemudian,
pembebanan yang adekuat dan tepat merupakan stimulus alami untuk mempertahankan
homeostasis fisiologis sendi. Pembebanan saat melakukan Tai Chi dianggap cara yang ideal bagi penanganan OA karena gerakan Tai Chi cenderung low impact, memiliki pembebanan yang rendah pada sendi, melatih
neuromuskuler dan memiliki pola gait yang perlahan dan spesifik (Torzilli et al., 1997). Menurut (Wu & Hitt, 2005)
beban paling berat pada sendi lutut ketika melakukan gerakan Tai Chi hanya
setara 1.2 kali berat badan dan berat ini lebih kecil dibandingkan beban sendi
lutut ketika berjalan yang terbebani 3 kali berat badan.
Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney pada pada
kelompok I dan II, didapatkan nilai p =0.220 (p>0.05). Hal ini menunjukkan tidak ada beda yang
signifikan penurunan nyeri OA lutut antara kelompok senam Yoga dan senam Tai
Chi yang artinya kedua perlakuan sama baiknya terhadap penurunan nyeri OA
lutut. Secara teori, mekanisme
biologis tentang proses Tai Chi
mengurangi gejala pada OA lutut masih belum diketahui, tetapi keselarasan
antara komponen fisik dan mental yang didapat dari senam Tai Chi tampak memberikan pengaruh utama dalam hal ini (Chenchen Wang et al., 2009).
Yoga dan Tai Chi memberikan
efek relaksasi pada tubuh melalui kontrol pernapasan dan meditasi atau yang
dalam istilah medis disebut biofeedback
(Batra, 2011). Menurut (Rhoads, 2013) meditasi
dapat mengalihkan kondisi narrow focus menjadi open
focus. Kondisi narrow focus
merupakan kondisi yang ada pada pasien dengan nyeri kronik dimana PHC gampang
terstimulasi oleh sedikit impuls nyeri yang langsung menimbulkan reaksi
ketegangan otot (attenstion state).
Kondisi narrow focus ini dapat
dilihat dari adanya gelombang beta pada gelombang otak. Bila gelombang beta
muncul maka akan menstimulasi pengeluaran hormon stress seperti kortisol dan adrenalin, sebaliknya, kondisi open focus merupakan kondisi relaks pada
tubuh dengan gambaran gelombang otak alfa dan gamma. Kedua gelombang ini
menstimulasi pengeluaran neurotransmitter dopamin, serotonin, nor adrenalin,
asetilkolin, GABA, dan endorphin. Neurotransmitter ini mengaktivasi saraf vagus
yang menurunkan tekanan darah dan denyut nadi, menjadikan napas lebih dalam dan
terkontrol (Fehmi & Robbins,
2010).
Kemudian
peningkatan endorphin saat senam Yoga
bertanggung jawab atas berbagai reaksi fisiologis termasuk relaksasi dan well-being. Efek stretching saat Yoga memicu pengeluaran faktor neuroendokrin ini. Endorphin akan berikatan dengan reseptor
di pemukaan jaringan yang menyebabkan membran sel membuka sehingga endorphin dapat masuk ke sel saraf untuk
memberikan efek relaksasi sehingga nyeri berkurang (Long & Macivor, 2008).
Endorphin mengontrol nyeri melalui stimulasi retikula
formasio di batang otak yang mendepolarisasi neuron pertama sebelum terjadi
sinapsis ke neuron kedua, menyebabkan neuron pertama dalam fase depolarisasi
sehingga impuls ascendant yang muncul
tidak ditransmisikan ke otak (Escudero,
2003).
Senam Yoga dan Tai
Chi yang mengharuskan adanya pernapasan yang lebih dalam dan mengontrol
gerakan yang dilakukan hingga tercapai gerakan yang stabil dan dalam kondisi
tenang, secara tidak langsung melatih pergantian narrow focus menjadi open
focus. Otot-otot yang relaks saat meditasi mengirimkan stimulus pada otak
bahwa tidak ada potensi kerusakan jaringan atau bahaya lain. Hormon stress seperti kortisol dan adrenalin
akan berkurang, tekanan darah dan denyut nadi pun akan menurun diikuti
vasodilatasi pembuluh darah. Secara keseluruhan, kondisi ini menormalkan sistem
dalam tubuh, (Rhoads, 2013).
Pada
OA terjadi kerusakan artikular yang menstimulasi mekanoreseptor artikular untuk
membangkitkan informasi sensoris yang abnormal dimana akan terjadi penurunan
aktivasi volunter. Pada kerusakan artikular akan membangkitkan informasi aferen
abnormal yang akan menurunkan eksitabilitas dari γ -motoneuron dan
selanjutnya akan mengurangi aktivasi volunter otot-otot di sekitar lutut (Kidd, 2012).
Yoga
dan Tai Chi sebagai senam dengan prinsip closed-kinetic
chain (CKC) menstimulasi kembali propioseptor sendi lutut yang rusak karena
OA. Mekanoreseptor pada sendi lutut akan terstimulasi melalui gerakan-gerakan
tersebut yang akan meningkatkan eksitabilitas γ-motoneuron, ketajaman
propioseptif dan peningkatan sensitivitas gelondong otot untuk berkontraksi
sebagai stabilitas aktif sendi dalam gerakan sehingga kontak permukaan sendi
lutut tidak menimbulkan nyeri saat lutut bergerak karena otot-otot
periartikuler lutut menstabilkan gerakan (Clark, R�ijezon, & Treleaven, 2015).
Kedua
senam ini meliputi gerakan-gerakan repetitif dan perlahan yang meningkatkan
kontrol gerakan sendi pada berbagai posisi. Stabilitas dinamis sendiri dapat
membantu mengontrol translasi sendi yang abnormal yang terjadi selama kegiatan
sehari-hari dan meningkatkan kontrol motorik melalui alur reflek (Diracoglu, Aydin, Baskent, & Celik, 2005).
Tai Chi dan Yoga dapat meningkatkan kekuatan otot, keseimbangan,
koordinasi dan fungsi fisik. Hal-hal tersebut diperkirakan dapat mengurangi
nyeri sendi. Semakin kuat otot dan koordinasi yang lebih baik meningkatkan
stabilitas sendi dan mengurangi nyeri karena kualitas nyeri berhubungan
langsung dengan kelemahan otot (Tsai, Egelman, Cranor, & Acquisti, 2011).
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan selama 3 bulan yaitu mulai tanggal 1 Januari 2015 sampai 30 Maret
2015 di� Sanggar senam RM 7� Malangjiwan RT 09/02 Colomadu, Surakarta,
Jawa Tengah tentang perbedaan pengaruh senam Yoga dan senam Tai Chi terhadap penurunan nyeri
osteoartritis lutut sebanyak 36 kali perlakuan, didapatkan kesimpulan sebagai
berikut: (1) ada pengaruh yang signifikan senam Yoga terhadap penurunan nyeri
OA lutut, (2) ada pengaruh yang signifikan senam Tai Chi terhadap penurunan nyeri OA lutut, (3) tidak ada perbedaan
pengaruh yang signifikan antara senam Yoga dan senam Tai Chi terhadap penurunan nyeri OA lutut dan (4) senam Yoga dan
senam Tai Chi sama baiknya dalam menurunkan nyeri pada OA lutut.
BIBLIOGRAFI
Batra, Abhinandan. (2011). Comparative Study of the
Effects of Tai Chi and Strength Training on Osteoarthritis in Older Adults.
Bennell, Kim L., & Hinman, Rana S. (2011). A review of
the clinical evidence for exercise in osteoarthritis of the hip and knee. Journal
of Science and Medicine in Sport, 14(1), 4�9.
Chen, Wei Wen, & Wong, Yi Lee. (2015). Chinese mindset:
Theories of intelligence, goal orientation and academic achievement in Hong
Kong students. Educational Psychology, 35(6), 714�725.
Clark, Nicholas C., R�ijezon, Ulrik, & Treleaven, Julia.
(2015). Proprioception in musculoskeletal rehabilitation. Part 2: Clinical
assessment and intervention. Manual Therapy, 20(3), 378�387.
Ebnezar, John, Nagarathna, Raghuram, Yogitha, Bali, &
Nagendra, Hongasandra Ramarao. (2012). Effects of an integrated approach of
hatha yoga therapy on functional disability, pain, and flexibility in
osteoarthritis of the knee joint: a randomized controlled study. The Journal
of Alternative and Complementary Medicine, 18(5), 463�472.
Fehmi, Les, & Robbins, Jim. (2010). Dissolving pain:
Simple brain-training exercises for overcoming chronic pain. Shambhala
Publications.
Ghasemi, Gholam A., Golkar, Ainaz, & Marandi, Sayyd M.
(2013). Effects of hata yoga on knee osteoarthritis. International Journal
of Preventive Medicine, 4(Suppl 1), S133.
Hawker, Gillian A., Mian, Samra, Kendzerska, Tetyana, &
French, Melissa. (2011). Measures of adult pain: Visual analog scale for pain
(vas pain), numeric rating scale for pain (nrs pain), mcgill pain questionnaire
(mpq), short‐form mcgill pain questionnaire (sf‐mpq), chronic
pain grade scale (cpgs), short form‐36 bodily pain scale
(sf‐36 bps), and measure of intermittent and constant
osteoarthritis pain (icoap). Arthritis Care & Research, 63(S11),
S240�S252.
Kidd, Bruce. (2012). Mechanisms of pain in osteoarthritis. HSS
Journal, 8(1), 26�28.
Komalasari, Tresna, Permatasari, Tria Astika Endah, &
Supriyatna, Nana. (2020). Pengaruh Edukasi Dengan Metode Peer Group Terhadap
Perubahan Pengetahuan, Sikap dan Tekanan Darah Pada Lansia Di UPTD Puskesmas
Sukahaji Kabupaten Majalengka. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia,
5(5), 184�196.
Rhoads, C. J. (2013). Mechanism of pain relief through Tai
Chi and Qigong. J Pain Relief, 2(115), 846�2167.
Shah, Salvi. (2012). Plyometric exercises. International
Journal of Health Sciences and Research, 2(1), 115�126.
Susko, Allyn M., & Fitzgerald, G. Kelley. (2013). The
pain-relieving qualities of exercise in knee osteoarthritis. Open Access
Rheumatology: Research and Reviews, 5, 81.
Tsai, Janice Y., Egelman, Serge, Cranor, Lorrie, &
Acquisti, Alessandro. (2011). The effect of online privacy information on
purchasing behavior: An experimental study. Information Systems Research,
22(2), 254�268.
Wang, Chuan Ju, Tsai, Ming Feng, Liu, Tse, & Chang, Chin
Ting. (2013). Financial sentiment analysis for risk prediction. Proceedings
of the Sixth International Joint Conference on Natural Language Processing,
802�808.
�