Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN:
2548-1398
Vol.
5, No. 8, Agustus 2020
����������
TRADISI DALAM BINGKAI REALITAS
SOSIAL-KEAGAMAAN: STUDI KASUS HAUL
KI NEWES INDRAMAYU
Taufiq
Zaenal Mustofa
STKIP
Pangeran Dharma Kusuma Indramayu,
Indonesia
Email: [email protected]
Abstract
Tradition
is a part of the culture that often appears in the course of human life. One
tradition that is still alive among the people, especially Muslims, is haul.
Haul Ki Newes Indramayu is one of them. Haul which later became a social and
religious reality of the community has been running for decades. How then a
tradition can survive and take root in society is a question for researchers. The
researcher used a descriptive qualitative approach based on Max Weber's theory
of action to answer that big question. From the results of the study, it was
found that the tradition of Ki Newes haul had become a community trust in Kedungwungu
Village, Krangkeng, Indramayu and it was hereditary. Haul Ki Newes has two goals.
First, as a tribute and thanks to the ancestors who have fought for their
religion. Second, as an intermediary to get closer to Allah SWT. The ultimate
goal is the fulfillment of all intentions.
Keywords: Haul tradition; Ki
Newes; social; religious
reality
Abstrak �
Tradisi adalah bagian dari kebudayaan yang seringkali muncul dalam
perjalanan kehidupan manusia. Salah satu tradisi yang
masih hidup di kalangan masyarakat khususnya umat muslim adalah haul. Haul Ki Newes Indramayu salah satunya.
Haul yang kemudian menjadi sebuah realitas sosial keagamaan masyarakat tersebut
sudah berjalan puluhan tahun. Bagaimana kemudian sebuah tradisi bisa bertahan
dan mengakar di masyarakat. Peneliti menggunakan pendekatan
kualitatif deskriptif berdasarkan teori tindakan Max Weber untuk menjawab pertanyaan besar tersebut.
Dari hasil penelitian ditemukan, bahwa tradisi haul Ki Newes telah menjadi
kepercayaan masyarakat Desa Kedungwungu Kecamatan Krangkeng Kabupaten Indramayu
dan bersifat turun temurun. Haul
Ki Newes memiliki dua tujuan. Pertama, sebagai
penghormatan dan ucapan terima kasih pada para leluhur yang telah berjuang. Kedua,
sebagai perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tujuan akhirnya
adalah terkabulkannya semua hajat.
�
Kata kunci
: Ki Newes; Tradisi
Haul; realitas
sosial keagamaan
Pendahuluan
Penyebaran
agama Islam di Indonesia sampai Islam berkembang dengan pesat tidak lepas dari
peranan ulama-ulama dari tanah Arab. Perkembangan Islam sampai zaman modern
sampai sekarang bukti-bukti peninggalan ulama itu masih banyak yang belum
diungkap secara formal dalam bentuk penelitian oleh sejarawan. �Ulama mempunyai posisi tersendiri dalam
masyarakat Islam, meskipun telah terjadi beberapa perubahan dalam bidang
penekanan dan bidang garapannya, mereka tetap memiliki posisi penting sampai
sekarang (Putri, 2018). Di
Pulau Jawa dikenal dengan Wali Songo sebagai tokoh yang berhasil mengembangkan
agama Islam sedangkan di daerah Cirebon, Indramayu, dan sekitarnya yang
terkenal dan sukses sebagai pembawa agama Islam, yaitu Sunan Gunung Jati (Qomariyah, 2019).
Setelah Sunan
Gunung Jati meninggal dunia penyebaran agama Islam diteruskan oleh keturunan
dan santri-santri Sunan Gunung Jati. dari salah satu santri Sunan Gunung Jati
ialah Ki Royani yang di kenal dengan nama�
Ki Geden Srengseng yang�
menyebarkan agama Islam di wilayah Indramayu bagian timur tepatnya yang� sekarang menjadi Desa Srengseng sebelum terjadi
pemekaran desa. Ki Royani mempunyai santri dari Demak yang bernama Ki Mridin
dan Ki Karang, keduanya di tugaskan di wilayah�
yang sekarang menjadi Desa Kedungwungu setelah terjadi pemekaran dari Desa
Srengseng. Ki Mridin mempunyai anak bernama Ki Newes sedangkan Ki Karang
mempunyai anak bernama Nyi Newes, lalu mereka dinikahkan. Sampai akhirnya
meninggal di Desa Kedungwungu. Seperti tradisi masyarakat Jawa yang menghormati
leluhurnya dengan doa bersama yang di sebut haul, demikian halnya masyarakat
Desa Kedungwungu mengadakan� haul setiap
satu tahun sekali untuk mengenang jasa dan mengharapkan karomahnya.
Haul adalah
suatu trdisi yang berkembang kuat di kalangan nahdiyin. Berbentuk
peringatan kematian seseorang setiap tahun (Mufidah, 2016). Biasanya dilakukan tepat pada hari, tanggal dan bulan
kematiannya.� Sedangkan Tradisi atau
kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, yang merupakan adat istiadat serta lain-lain yang berkaitan
dengan kemampuan dan kebiasaan� sebagai
anggota masyarakat
(Soekanto, 2009).� Selo Soemardi
seperti dikutip Purwanto, mengemukakan bahwa kebudayaan adalah semua hasil
cipta, karsa, rasa dan karya manusia dalam masyarakat (Purwanto, 2007). Istilah haul sering digunakan di dalam
kegiatan-kegiatan urusan zakat,� yakni zakat
suatu barang yang harus dikeluarkan apabila telah mencapai genap satu tahun
(haul). Sedangkan pengertian yang biasa berlaku di tengah-tengah masyarakat Islam
di Indonesaia dan khususnya di Jawa, istilah haul biasanya diartikan pada
tiap-tiap tahun (setahun sekali) atas wafatnya seorang yang telah dikenal
sebagai pemuka agama, wali, ulama atau para pejuang Islam �(Hoeve, 2003).
Di era modern seperti sekarang ini yang ditandai dengan
industrialisasi memiliki pengaruh yang sangat�
besar bagi keberlangsungan tradisi yang berkembang di tengah masyarakat (Fathor, 2012). Industrialisasi
setidaknya� dapat mengikis banyak� tradisi yang berjalan sekian tahun. Sedangkan
kebudayan memiliki pengaruh yang sangat besar bagi pembentukan kepribadian dan
sikap hidup manusia. Dalam kebudayaan itu terdapat norma-norma dan nilai-nilai
yang mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat. Kepribadian tidak dapat
dipahami terlepas dari nilai-nilai dan norma-norma kebudayaan tersebut (Arifin, 2004).
Dalam rangka
untuk mengenang jasanya, meneladani dan menghormati ajaran serta perilakunya maka sampai sekarang masyarakat Desa Kedungwungu tetap
melestarikan� ritual haul, disamping makam� Ki Newes�
tersebut juga terdapat� makam
istrinya yang dimakamkan di sebelahnya.
Meskipun zaman
sudah modern di desa ini masih tetap mempertahankan kebiasaan-kebiasaan yang
sudah mendarah daging pada masyarakat Desa Kdungwungu semisal haul, tradisi yang
masih eksis dan tetap dilestarikan oleh masyarakat� Desa Kedungwungu adalah haul Ki Newes �yang biasa diadakan setiap tahun sekali yang
dihadiri oleh masyarakat sekitar.
Metode
Penelitian
Penelitian ini
menggunakan pendekatan dengan metode kualitatif deskriptif dan didukung oleh
teori tindakan Max Weber yang sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini.
Dengan metode dan teori ini� akan mampu
menjelaskan dan mencari data-data mengenai tokoh Ki Newes serta Haul Ki Newes
yang ada di Desa Kedungwungu Kecamatan Krangkeng Kabupaten Indramayu tersebut.
Sehingga akan diketahui apakah benar-benar sesuai dengan fakta yang ada.
Hasil
dan Pembahasan
Berdasarkan pengamatan
peneliti di lapangan dan setelah mendatangi beberapa tokoh yang dijadikan
sumber, keberadaan atau asal usul diadakannya tradisi haul Ki Newes di Desa
Kedungwungu sampai saat ini belum diketahui secara pasti mengenai tahun dan
tanggal dicetuskannya. Acara haul ini sudah turun-temurun dari nenek moyang
sebelumnya. (Muin, 2008) selaku
salah satu sesepuh dan juga tokoh di desa ini, menjelaskan, �Jangankan saya,
orang-orang sebelum saya kalau ditanyakan tentang asal usul adanya haul Ki
Newes tidak akan tahu. Diadakannya haul tidak lain kecuali sebagai ungkapan
terima kasih kepada Allah, karena berkat leluhur yang telah babat desa ini bisa
ada.�
Haul Ki Newes dilakukan di
dusun satu� RT 03/ RW 01 disebuah makam
yang berukuran 3x3m �di Desa
Kedungwungu. Di tempat inilah Ki Newes bersama istrinya dimakamkan, sebagai
tempat peristirahatan terakhirnya. Perjalanan haul dari waktu ke waktu
sampai saat ini mengalami perkembangan, terutama semangat masyarakat terhadap
acara haul Ki Newes itu sangat tinggi. Dukungan dan partisipasi masyarakat yang
sampai saat ini menjadi hal yang penting demi terlaksana dan eksisnya sebuah
kearifan lokal, yaitu haul Ki Newes ini.
Gambar
1
Makam
Ki Newes
Haul diadakan
setiap bulan Robiul tsani (syawal mulud). Pada mulanya acara haul diadakan dengan cara
berbeda dengan acara yang ada pada saat ini. Bentuk aacara haul diantaranya
sejak pagi sekitar jam 07.30 WIB diadakan pembacaan Maulid Al Barzanzi
(Marhabanan) oleh ibu-ibu jam�iyah Qur�an dan jamiyah Maulid Al
Barzanzi dan masyarakat Desa Kedungwungu, dilanjutkan siang hari setelah Dzuhur
dengan acara Tahlil bersama tokoh agama, masyarakat Desa Kedungwungu
dan keluarga keturunan Ki Newes yang ada di sekitar Desa Kedungwungu. Dilanjutkan
pada malam harinya sebelum pada acara inti diisi dengan penampilan group salawat
Al-Istiqomah. Kemudian setelah Isya dilanjutkan dengan ceramah Agama. Biasanya
yang mengisi ceramah agama tersebut adalah seorang dai atau kiai. Adapun tokoh-tokoh
yang diundang pada acara haul Ki Newes ialah dari instansi kelembagaan, tokoh-tokoh
agama, dan tokoh-tokoh masyarakat Desa Kedungwungu secara umum.
Acara haul Ki
Newes sampai saat ini sudah menjadi tradisi masyarakat Desa Kedungwungu, yang
diadakan secara turun-temurun mulai sejak zaman dahulu, mulai sejak
sesepuh-sesepuh hingga saat ini tetap dilestarikan sebagai wujud kepedulian dan
penghormatan pada leluhur yang telah mengajarkan agama Islam. Melalui tradisi
haul, salah kearifan lokal ini tetap tejaga dan dilestarikan.
Gambar
2
Kegiatan
Acara Haul Ki Newes
Tradisi haul Ki
Newes dilakukan dengan tiga hal kegiatan yaitu Pembacaan Maulid Al-Barzanzi, Ziaroh kubur, dan Pengajian umum. Orang
yang memberi nama Desa Kedungwungu adalah Ki Mridin dan Ki Karang. Asal mula
penamaan Desa Kedungwungu adalah terdapat Balong yang sangat dalam dan luas
yang dikelilingi oleh pohon wungu, maka dari itu terjadilah nama Kedungwungu.
Kedung artinya balong yang dalam dan luas, wungu artinya� nama pohon yang mengelilingi balong. Tokoh Ki
Mridin dan Ki Karang adalah dua pemuda yang datang dari Demak yang ditugaskan
oleh Ki Royani (Ki Geden Srengseng) untuk tinggal di Kedungwungu.
Bagi masyarakat
Desa Kedungwungu, kegiatan tahunan yang bernama haul, merupakan ungkapan kegiatan
sosial keagamaan. Hal ini dilakukan dalam bentuk berziaroh ke makam yang
dipercaya ajaran agam Islam di Desa Kedunwungu. Haul dengan ziaroh kubur
merupakan dua ekpresi kultural keagamaan yang memiliki kesamaan dalam kegiatan
dan objeknya. Perbedaannya hanya pada pelaksanaannya saja, di mana haul
biasanya ditentukan waktunya oleh pihak yang memiliki otoritas di daerah dan
pelaksanaannya dilakukan secara kolektif.
Prosesi ritual
haul biasanya dilakukan sejak hari Selasa pagi sekitar jam 08.00 diadakan pembacaan
maulid Al-Barzanzi oleh ibu Nyai dan ibu-ibu jamiyah serta masyarakat
Desa Kedungwungu sedangkan setelah zuhur acara haul Ki Newes yang
bertempat di makam Ki Newes, dihadiri oleh para tokoh masyarakat, aparat
pemerintahan, masyarakat Desa Kedungwungu serta masyarakat sekitar Desa
Kedungwungu yang masih ada hubungan keturunan dengan Ki Newes.
Acara�
pada malam harinya adalah pengajian agama. Sebelum acara inti, diselingi
dengan pembacaan kosidah solawat nabi oleh grup solawat Al-Istiqomah, kemudian
setelah Isya dilanjutkan dengan acara ceramah keagamaan. Biasanya yang mengisi
ceramah tersebut adalah salah seorang dai atau kiyai. Hal itu dilakukan sebagai
ungkapan solidaritas dan ugkapan kesalehan sosial kepada sesama. Kemudian dalam
acara tersebut masyarakat merayaknnya dengan tumpeng sebagai bentuk syukuran
atau mensyukuri nikmat yang diberikan oleh Allah SWT. Itu yang terjadi
masa-masa dahulu. Namun dewasa ini,�
masyarakat tidak merayakannya dengan tumpeng, tetapi juga dengan
buah-buahan, roti, kue dan sebagainya. Hal tersebut dilakukan supaya nasi yang
diberikan masyarakat tidak mubazzir.
Dari kegiatan
haul Ki Newes dapat dilihat bahwa terdapat pergeseran
motivasi seseorang dalam melakukan kegiatan keagamaan. Menurut (Sztompka, 2011) terjadi suatu
pergeseran tekanan ke arah keyakinan, motivasi, dan tujuan pada diri anggota
masyarakat, yang semuanya memberi isi dan bentuk kepada tindakannya. Kata
tindakan dipakai oleh Weber untuk perbuatan-perbuatan yang bagi sipelaku mempunyai
arti subyektif. Mereka dimaksudkan, pelaku hendak mencapai suatu tujuan yang
ingin dicapainya, atau ia didorong oleh motivasi. Tindakan akan menjadi sosial
menurut Weber, bilamana itu terjadi hanya kalau arti maksud subyektif dari
tingkahlaku membuat individu memikirkan dan menunjukkan suatu keseragaman yang
bermakna. Pelaku individual mengarahkan kelakuannya kepada penetapan-penetapan
atau harapan-harapan tertentu yang berupa kebiasaan umum atau dituntut dengan
tegas atau bahkan dibekukan dengan undang-undang.
Dalam pandangan
Max Weber pelestarian tradisi haul Ki Newes yang terdapat di Desa Kedungwungu
adalah bagian dari suatu ilmu yang dengannya mampu memberikan
pemahaman-pemahaman terhadap tindakan sosial dengan cara menerangkan dan
menguraikan dan sebab-sebab tindakan sosial yang ada. Jadi, pandangan Weber
bukan dari bentuk substansialnya melainkan yang dilakukan secara subjektifnya,
tindakan yang dilakukan Weber disini adalah tindakan-tindakan yang nyata dari
perseorangan yang timbul dari alasan-alasan subjektif.
Salah satu
tindakan yang termasuk dalam kategori tindakan tradisional adalah tradisi haul
Ki Newes di Desa Kedungwungu. Tradisi ini merupakan tindakan sosial
yang didorong dan berpedoman kepada tradisi-tradisi yang telah terjadi pada
masa lampau atau kebiasaan-kebiasaan yang berkembang di masa lalu. Biasanya
tindakan yang seperti ini, cara-cara yang dilakukan selalu bersandar terhadap
hukum-hukum yang sifatnya umum dan lazim dilakukan dalam kehidupan masyarakat.
Memang pada
dasarnya menurut Weber setiap perilaku sosial dapat mengandung makna tersendiri
terlepas apakah atau beberapa orang memberikan arti lebih terhadap perilaku
tersebut. Dari itu semua yang paling penting dari adanya tradisi haul di Desa
Kedungwungu termasuk bagian dari perilaku sosial yang mempunyai tujuan yang
jelas sehingga yang akan dipergunakan dalam tujuan tersebut juga lebih jelas.
Ritual dalam
Haul Ki Newes merupakan tindakan sosial. Selain tindakannya yang
nyata-nyata telah diarahkan kepada orang lain, juga termasuk tindakan yang
bersifat membatin atau bersifat subjektif yang mungkin terjadi karena adanya
pengaruh positif dari situasi tertentu. Atau mungkin ritual haul Ki
Newes merupakan tindakan yang sering diulang secara sengaja akibat dari situasi
yang serupa.
Jadi, realitas
ini (tradisi Haul Ki Newes) sudah menjadi kebiasaan dalam struktur sosial
masyarakat setempat. Ritualitas ini sebagai warisan leluhur nenek moyang yang
dipercaya ada unsur keagamaan� dari para
pendahulu dari generasi ke generasi sehingga masyarakat menjadikan pada tindakan
ini sebagai bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupannya bersifat
(membatin), sebagai warisan leluhur serta diyakini oleh masyarakat Desa
Kedungwungu. Weber menyebutnya sebagai traditional action, di mana
tindakan masyarakat Desa Kedungwungu� di dasarkan
pada kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan dengan turun-temurun dari para
pendahulu mereka.
Kesimpulan
Upacara haul Ki
Newes yang sekarang terdapat di Desa Kedungwungu Kecamatan Krangkeng� Indramayu adalah salah satu tradisi yang
sampai saat ini tetap bertahan meskipun berada di tengah modernisasi teknologi.
Hal ini disebabkan selain telah mendapat pengakuan dari masyarakat setempat,
keberhasilan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yang ikut mendukung
pelestarian haul tersebut.
Pandangan masyarakat Desa Kedungwungu
Kecamatan Krangkeng Indramayu pada tradisi haul Ki Newes adalah sebagai wujud
kepedulian dan penghormatan pada leluhur yang telah berjuang dan berkorban
menyebarkan agama Islam, menyampaikan doanya untuk mendapatkan keselamatan dan
keberkahan, sebagai dharma bakti masyarakat Desa Kedungwungu Krangkeng
Indramayu yakni berupa takziyah ke makam Ki Newes, untuk mengenang jasa dan
perjuangan serta bentuk ucapan rasa terima kasih kepada Ki Newes selaku orang
pertama yang menyebarkan agama Islam desa ini.
BIBLIOGRAFI
Arifin,
M. (2004). Psikologi dakwah: suatu pengantar studi. Bumi Aksara.
Fathor,
Fathor. (2012). Mempertahankan Tradisi di Tengah Industrialisasi: studi
kasus pelestarian tradisi haul mbah Sayyid Mahmud di desa Karangbong kecamatan
Gedangan kabupaten Sidoarjo. UIN Sunan Ampel Surabaya.
Hoeve,
Van. (2003). Insklopedia Islam (Cet. Ke-11). Jakarta: PT Ictiar Baru.
Mufidah,
Umi. (2016). Studi tentang Upacara Haul dan dampaknya terhadap kehidupan
masyarakat di desa Wates kecamatan Tanggulangin Sidoarjo. UIN Sunan Ampel
Surabaya.
Muin,
KH. Mustofa Abdul. (2008). Silsilah Ki Newes. Tidak diterbitkan.
Purwanto,
S. U. (2007). Sosiologi Untuk Pemula. Yogyakarta: Media Wacana.
Putri,
Kiti Tiara. (2018). KH. Abdullah Zawawi Izhom (1930-2013) Biografi dan
Peranannya dalam Perkembangan Islam di 1 Ilir Palembang.
Qomariyah,
Alfi. (2019). Penerapan Nilai-Nilai Etika Bisnis Islam Dalam Pengelolaan
Wisata Religi Di Cirebon (Studi Kasus: ObjekWisataMakam Sunan Gunung Jati).
Soekanto,
Soerjono. (2009). Sosiologi suatu pengantar, edisi baru. Jakarta: Rajawali
Pers.
Sztompka,
Piotr. (2011). Sosiologi perubahan sosial (cetakan keenam). Jakarta:
Prenada Media Group.