Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN:
2548-1398
Vol.
5, No. 8, Agustus 2020
� ���������
PEMANFAATAN LAPANGAN RUMPUT SEBAGAI SARANA
PEMBELAJARAN SISWA KELAS VII MELALUI
METODE DISCOVERY LEARNING PADA
MATERI KLASIFIKASI MAKHLUK HIDUP �DI SMP YABUJAH SEGERAN INDRAMAYU
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP)
Pangeran Dharma Kusuma Indramayu, Indonesia
Email: [email protected]
Abstract
This research is motivated by a phenomenon that the
use and use of instructional media can influence the learning achievements of biological
science.� Based on the average value at
the end of each cycle of learning activities that use discovery learning
models, there is an increase in the learning outcomes of the cognitive domain
of science VII graders of Yabujah Segeran Indramayu Middle School.� The increase in the average grade of 5.56,
from 76.38 in the first cycle to 81.84 in the second cycle.� The percentage of the number of students who
achieved the KKM score or was declared complete learning also increased by
23.28%, from 61.53% in the first cycle to 84.81% in the second cycle.� In the first cycle, 7 students had not yet
reached the KKM, while in cycle II there were only 2 students who had not yet
reached the KKM.� It can be said that in
cycle II there was an increase of 5 students who had reached the KKM.� The increase in science learning outcomes
occurs very significantly in the second cycle because researchers have applied
7 components of the discovery learning model in natural science learning
appropriately.� The main components of discovery
learning models are constructivism, asking, finding/inquiry, learning communities, modeling,
reflection, and authentic assessment.
Keywords: discovery learning; science; learning
outcomes
Abstrak
Penelitian ini
dilatarbelakangi oleh sebuah fenomena bahwa penggunaan dan pemanfaatan media
pembelajaran dapat mempengaruhi prestasi belajar IPA biologi, dalam hal ini
peneliti memanfaatkan lapangan rumput menggunakan media pembelajaran discovery learningpada materi
klasifikasi makhluk hidup di SMP Yabujah Segeran Indramayu. Berdasarkan nilai
rata-rata di setiap akhir siklus kegiatan pembelajaran yang menggunakan model
pembelajaran discovery learning,
menunjukkan terjadi peningkatan hasil belajar ranah kognitif IPA siswa kelas
VII SMP Yabujah Segeran Indramayu. Peningkatan nilai rata-rata kelas sebesar
5,56, dari 76,38 pada siklus I menjadi 81,84 pada siklus II. Persentase jumlah
siswa yang mencapai nilai KKM atau dinyatakan tuntas belajar juga terjadi
peningkatan sebesar 23,28%, dari 61,53% pada siklus I menjadi 84,81% pada
siklus II. Pada siklus I terdapat 7 siswa yang belum mencapai KKM, sedangkan
pada siklus II tinggal 2 siswa yang belum mencapai KKM. Dapat dikatakan bahwa
pada siklus II ada kenaikan 5 siswa yang telah mencapai KKM. Peningkatan hasil belajar
IPA terjadi sangat signifikan pada siklus II karena peneliti telah menerapkan 7
komponen model pembelajaran discovery
learningdalam pembelajaran IPA secara tepat. Komponen utama model
pembelajaran discovery learningyaitu
konstruktivisme, bertanya, menemukan/inkuiri, masyarakat belajar, pemodelan,
refleksi, dan penilaian autentik.
Kata kunci : discovery learning; IPA;
hasil belajar
Pendahuluan
Pendidikan adalah
investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis
bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia. Oleh sebab itu, hampir semua
negara menempatkan variabel pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama dalam
konteks pembangunan bangsa dan negara. Begitu juga Indonesia menempatkan pendidikan sebagai
sesuatu yang penting dan utama
melalui proses belajar (Kunandar, 2011).
Arsyad menyampaikan
pesan atau informasi dalam proses belajar mengajar dapat merangsang perhatian dan minat siswa dalam belajar
(Azhar, 2013). Upaya
yang dapat dilakukan oleh
guru dalam proses belajar mengajar adalah menggunakan model dan media (Lisa, 2019).
Pembelajaran merupakan
suatu sistem, yang terdiri atas berbagai
komponen yang saling berhubunga satu dengan yang lain. Komponen ersebut meliputi: tujuan, materi, metode dan evaluasi.� Keempat� komponen� pembelajaran� tersebut harus� diperhatikan oleh�
guru� dalam� memilih� dan menentukan� metode� pembelajaran� apa� yang� akan digunakan dalam kegiatan belajar (Rusman, 2011). Namun
kenyataan umum yang dapat dijumpai di sekolah menunjukkan bahwa belum mencapai
tujuan tersebut. Akibatnya siswa� kurang� berminat� untuk mengikuti pelajaran, karena siswa merasa
bosan dan tidak tertarik sehingga tidak ada motivasi
dari dalam dirinya untuk berusaha� memahami apa� yang diajarkan oleh guru, sehingga proses
belajar mengajar menjadi tidak efektif
(Syah, 2012).
Hasil belajar dapat dilihat dan di ukur,
pengukuran hasil belajar biasanya dilakukan dengan
menggunakan butir soal baik itu berupan soal cois maupun
soal pilihan ganda. Keberhasilan dalam proses belajar dapat dilihat dari hasil
belajarnya (Sumantri, 2014).
Indikator hasil belajar siswa yang utama
adalah ketercapaian daya serap terhadap
bahan pembelajaran yang di ajarkan, baik secara individu maupun secara kelompok. Pengukuran ketercapaain
daya serap ini biasanya dilakukan dengan penetapan kriteria ketuntasan belajar
minimal (KKM) (Darmadi, 2017).
Hasil belajar siswa SMP Yabujah Segeran
Indramayu masih belum mencapai target, terutama hasil dari
mata pelajaran IPA. Hal ini terlihat dari hasil nilai ulangan kenaikan kelas. Khususnya kelas 7 yang naik kelas 8 memperoleh rata-rata
nilai 5,30.
Adapun nilai pelajaran biologi juga masih jauh dari harapan. Rata-rata nilai
ulangan harian dari pokok bahasan klasifikasi makhluk hisup adalah 6,80. Dari
21 siswa ternyata yang tuntas belajar� hanya
15 sedang lebihnya belum tuntas.
Kondisi hasil belajar yang sangat
memprihatinkan ini perlu segera ditangani. Tentunya tidak mudah menangani masalah
seperti ini, karena menyangkut berbagai pihak diantaranya ialah kurikulum, sistem
evaluasi, sarana dan prasarana pembelajaran, proses belajar mengajar, siswa,
guru, sekolah, dan orang tua siswa. Pihak sekolah bertanggung jawab atas
penyediaan sarana dan prasarana yang menunjang proses belajar mengajar dan
berbagai kebijakan yang dapat menciptakan iklim belajar yang kondusif.
Model
pembelajaran �merupakan salah satu komponen utama
dalam menciptakan suasana belajar yang aktif,inovatif dan kreatif serta menyenangkan.Model
pembelajaran yang yang menarik dan variatif akan berimplikasi pada minat maupun
motivasi peserta didik dalam mengikutiproses belajar mengajar dikelas.
Menurut (Suryosubroto, 2009) metode penemuan (discovery learning) diartikan sebagai prosedur mengajar yang
mementingkan pengajaran, perseorangan, manipulasi obyek dan percobaan, sebelum
sampai kepada generalisasi. Sehingga metode penemuan (discovery learning) merupakan komponen dari praktik pendidikan yang
meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif, berorientasi pada
proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri, dan reflektif.
Langkah-langkah metode discovery learningadalah
pemberian rangsangan, identifikasi masalah, pengumpulan data, pengolahan data,
pembuktian, menarik kesimpulan.
Dalam pembelajaran
discovery (penemuan), kegiatan atau pembelajaran yang dirancang
sedemikian� rupa,� sehingga�
siswa� dapat� menemukan konsep-konsep� dan prinsip-prinsip� melalui�
proses mentalnya sendiri (Sukardi, Wigati, & Masripah, 2015). Dalam menemukan
konsep, siswa melakuakn� pengamatan,� menggolongkan,� membuat dan� sebagainya� untuk� menemukan� beberapa� konsep atau prinsip
(Cahyo, 2012).
Metode Penelitian
Metode penelitian
yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural). Selain itu data hasil peneliti lebih berkenaan dengan interptetasi yang ditemukan di lapangan. Menurut (Moleong, 2019) penelitian
kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati.
Pemilihan pendekatan
ini berdasarkan permasalahan bahwa permasalahan yang diangkat penilaian analisis bahan ajar buku teks IPA yang membutuhkan data lapangan yang bersifat aktual dan kontekstual. Selain itu didasarkan
pada keterkaitan masalah
yang dikaji dari subjek penelitian guna mengungkap wacana kualitas buku dalam tingkat
akomodasi pendekatan saintifik kurikulum 2013.
Dalam penelitian� ini�
variabel� bebasnya� (X)�
adalah� Pemanfaatan Lapangan
Rumpun sebagai sarana Pembelajaran Melalui Metode Pembelajaran Discovery Learning. Sedangkan variabel
dependen (Y) adalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi
Klasifikasi mahkluk hidup. Sampel dalam
penelitian ini adalah peserta didik kelas VII yang terdiri dari 25 siswa.
Hasil dan Pembahasan
Hasil pengamatan menunjukkan
data hasil belajar siswa ranah kognitif
mata pelajaran IPA kelas VII A SMP Yabujah Segeran Indramayu Kabupaten Indramayu masih
rendah. Hal ini terlihat dari nilai
ulangan harian siswa. Nilai rata- rata kelas pra tindakan adalah
65 padahal
KKM IPA adalah 70. Nilai rata-rata kelas untuk pembelajaran IPA tersebut masih di bawah KKM. Siswa yang nilainya sudah mencapai KKM baru sebanyak 5 siswa
atau 23,80%. Sedangkan siswa yang nilainya belum mencapai KKM sebanyak 16 siswa
atau 76,19%. Nilai terendah
yang diperoleh siswa adalah 61 sedangkan
nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 71. Untuk
lebih jelasnya dapat disajikan tabel di bawah ini.
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Hasil Tes
IPA Pra Tindakan
No |
Nilai |
Frekuensi |
Persen |
1. |
61 |
1 |
4,76 |
2. |
62 |
2 |
9,52 |
3. |
63 |
3 |
14,28 |
4. |
64 |
5 |
23,8 |
5. |
65 |
4 |
19,04 |
6. |
67 |
1 |
4,76 |
7. |
70 |
4 |
19,04 |
8. |
71 |
1 |
4,76 |
Total |
21 |
100 |
Tabel 2
Kriteria Hasil Tes IPA Pra
Tindakan Skor
Skor |
Kriteria |
Jumlah |
Persentase |
86 � 100 |
Amat Baik |
0 |
0% |
76 � 85 |
Baik |
0 |
0% |
66 � 75 |
Cukup |
6 |
28,56% |
51 � 65 |
Kurang |
15 |
71,4% |
≤50 |
Gagal |
0 |
0% |
Berdasarkan tabel
di atas, dapat dilihat bahwa nilai
siswa berada pada kriteria gagal (≤50) sejumlah 0 siswa.
Siswa yang mencapai kriteria kurang (51-65) sejumlah 15 siswa
atau sekitar 71,4%. Siswa
yang mencapai kriteria cukup (66-75) sejumlah 6 siswa atau
28,56%. Kriteria
baik (76-85) berjumlah 0 siswa atau
0% dan baru ada siswa yang mencapai nilai dengan kriteria amat baik (86-100) sejumlah 0 siswa
atau 0%.
Pengamatan terhadap
tindakan siklus I dilakukan observer yang meliputi aktivitas guru dan siswa. Pengamatan dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung sampai pembelajaran selesai. Hasil pengamatan terhadap aktivitas guru di siklus I menunjukkan bahwa guru belum sepenuhnya melaksanakan model pembelajaran discovery learning dengan baik. Guru belum memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menceritakan pengalamannya
yang relevan secara maksimal dengan materi di tahap konstruktivisme. Artinya, guru belum mengaitkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa dalam kehidupan
sehari-hari yang merupakan
inti dari pembelajaran discovery learning. Guru belum memberi kesempatan
kepada setiap siswa untuk menjawab
pertanyaan yang diajukan
oleh guru. Guru juga belum berhasil
mengarahkan siswa untuk aktif bertanya
dan menanggapi presentasi kelompok lain.
Kerja kelompok
belum berjalan dengan baik karena
guru tidak membimbing siswa melakukan pembagian tugas pada setiap anggota kelompok. Hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa pada siklus I menunjukkan bahwa belum ada siswa
yang menceritakan pengalamannya
yang berhubungan dengan materi yang dipelajari. Siswa masih mengalami
kesulitan dalam melakukan kegiatan eksperimen. Hal ini dikarenakan siswa belum memahami penjelasan guru tentang langkah kegiatan observasi. Ketika guru menjelaskan
masih ada siswa yang bermain sendiri dan tidak memperhatikan penjelasan guru dengan baik. Kerja
kelompok belum berjalan dengan baik karena masih
ada siswa yang pasif dalam diskusi
bahkan ada yang asyik bermain atau
berbicara sendiri dengan temannya. Siswa masih malu
untuk bertanya dan mempresentasikan hasil diskusinya. Dan siswa masih mengalami kesulitan dalam menyimpulkan hasil kegiatan eksperimen yang dilakukan. Beberapa kekurangan pada siklus I tersebut menyebabkan hasil belajar siswa
ranah kognitif belum maksimal.
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Hasil Tes
Siklus I
No. |
Nilai |
Frekuensi |
Persen |
1. |
53 |
2 |
7,69% |
2. |
60 |
1 |
3,84% |
3. |
67 |
4 |
15,38% |
4. |
73 |
5 |
19,23% |
5. |
80 |
7 |
26,92% |
6. |
87 |
4 |
15,92% |
7. |
93 |
3 |
11,53% |
Total |
26 |
100% |
Berdasarkan tabel
3, dapat dilihat
siswa yang sudah mencapai KKM sebanyak 14 siswa (54,37%) dan siswa yang belum mencapai KKM sebanyak 12 siswa (45,63%). Nilai
rata-rata kelas pada siklus
I adalah 76,38. Nilai tertinggi
yang diperoleh siswa adalah 93 dan nilai terendah 53.
Tabel 4
Kriteria Hasil Tes IPA Siklus
I
Skor |
Kriteria |
Jumlah |
Persentase |
86 �
100 |
Amat Baik |
6 |
23,07% |
76 �
85 |
Baik |
7 |
26,92% |
66 �
75 |
Cukup |
9 |
34,61% |
51 �
65 |
Kurang |
4 |
15,38% |
≤50 |
Gagal |
0 |
0,00% |
Berdasarkan tabel
4 di atas, rata-rata nilai siswa masih
terletak pada kategori cukup (66-75) sebesar 34,61%.
Tabel berikut
ini merupakan kekurangan yang masih ditemui pada siklus I dan perencanaan yang dilakukan pada siklus II.
Tabel 5 Kekurangan yang masih
ditemui pada siklus I dan perencanaan yang dilakukan pada siklus II
Refleksi Siklus
I |
Rencana Perbaikan |
Guru belum
banyak memberi kesempatan siswa untuk menceritakan pengalamannya yang dapat dikaitkan dengan materi yang akan dipelajari untuk membangun pengetahuan baru siswa.(konstruktivisme). |
Siswa diberi kesempatan Menceritakan pengalamannya yang berkaitan dengan materi peristiwa alam dan bencana alam. (konstruktivisme) |
Guru belum
memberi kesempatan merata kepada setiap siswa untuk menjawab pertanyaan. (bertanya) |
Siswa diberi giliran bertanya dan menjawabpertanyaan secara berurutan. (bertanya) |
Guru belum
membimbing siswa melakukan pembagian tugas pada setiap anggota kelompok masih ada beberapa
siswa yang pasif dan bermain sendiri. (masyarakat belajar) |
Siswa dibimbing dalam Melakukan pembagian tugas dalam kerja kelompok
agar tidak ada siswa yang pasif dan bermain sendiri.(masyarakat belajar) |
Siswa belum melakukan eksperimen dengan baik karena belum
memahami langkah observasi. (pemodelan) |
Guru Menjelaskan petunjuk praktikum dengan lebih jelas dan siswa dilibatkan dalam demonstrasi penyusunan serta penggunaan alat. (pemodelan) |
Kerja kelompok atau diskusi belum berjalan dengan baik. Masih terdapat beberapa siswa yang pasif dan asyik bermain sendiri ketika diskusi kelompok. Bahkan ada kelompok yang menyerahkan pekerjaan kepada satu siswa
saja.(inkuiri) |
Memberi motivasi kepada siswa yang pasif dengan memberikan pertanyaan pancingan agar lebih aktif, sehingga diskusi menjadi hidup.Siswa yang aktif berdiskusi diharapkan menguasai materi percobaan dan mendapatkan konsep IPA dengan betul.(inkuiri) |
70 Siswa
masih malu menyampaikan pendapat dan tanggapan terhadap kegiatan yang dilakukan. (refleksi) |
Setiap kelompok diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya (refleksi) |
Kegiatan pembelajaran
pada siklus II sudah menunjukkan peningkatan terhadap aktivitas siswa dan guru. Hal ini memberi pengaruh terhadap hasil belajar siswa. Pada siklus II, telah terjadi peningkatan hasil belajar siswa
dilihat dari hasil tes siklus
II yang meningkat dibandingkan
hasil tes pra tindakan dan hasil tes siklus
I. Demikian juga persentase
pencapaian KKM pada siklus
II juga mengalami peningkatan.
Tabel 6
Distribusi Frekuensi Hasil Tes
Siklus II
No. |
Nilai |
Frekuensi |
Persen |
1. |
53 |
2 |
7,69% |
2. |
73 |
2 |
7,69% |
3. |
80 |
10 |
38,46% |
4. |
87 |
7 |
26,92% |
5. |
93 |
4 |
15,38% |
Total |
26 |
100% |
Berdasarkan tabel
6, dapat dilihat bahwa siswa yang sudah mencapai KKM ≥75 sebesar 80,76% atau sebanyak 21 siswa. Sedangkan siswa yang belum mencapai KKM tinggal 5 siswa. Nilai terendah pada siklus II ini adalah 67, sementara nilai tertinggi sudah mencapai 93. Hasil belajar IPA siswa kelas VA SD Negeri Rejondani rata-rata masuk pada kriteria amat baik
(86-100) yaitu sebesar
46,15%.
Tabel 7
Kriteria Hasil Tes IPA Siklus
II
Skor |
Kriteria |
Jumlah |
Persentase |
86 �
100 |
Amat Baik |
12 |
46,15% |
76 �
85 |
Baik |
10 |
38,46% |
66 �
75 |
Cukup |
4 |
15,38% |
51 �
65 |
Kurang |
0 |
0% |
≤50 |
Gagal |
0 |
0% |
Berdasarkan data 7 dapat
dilihat bahwa pada siklus II terjadi peningkatan pada nilai rata-rata kelas yang mencapai 81,84. Dari
data tersebut, rata-rata kelas
dalam siklus II ini sudah melebihi
KKM yaitu ≥ 75. Sedangkan
persentase siswa yang mencapai nilai KKM ≥ 75
minimal 75% dari jumlah siswa, juga sudah terpenuhi. Persentase siswa yang mencapai KKM sebesar 84,61 % atau sebanyak 22 siswa dari 26 siswa.
Nilai rata-rata kelas setelah
dilakukan tindakan mengalami peningkatan dari kondisi awal
pra tindakan 66,69 menjadi 76,38 pada siklus I dan
81,84 pada siklus II. Persentase
pencapaian KKM juga mengalami
peningkatan dari kondisi awal pratindakan
38,46% menjadi 61,53% pada siklus
I dan 84,81% pada siklus II. d. Refleksi
Hasil observasi dan hasil tes pada siklus II menunjukkan bahwa tindakan pada siklus II sudah berjalan sesuai dengan yang diharapkan yaitu tercapainya nilai ratarata kelas ≥75 dan persentase nilai yang mencapai KKM sudah ≥75%.
Hasil yang diperoleh pada siklus
II sudah memenuhi semua kriteria keberhasilan penelitian sehingga penelitian tindakan kelas ini diakhiri dan tidak perlu dilanjutkan
ke siklus berikutnya.
Berdasarkan nilai
rata-rata di setiap akhir siklus kegiatan pembelajaran yang menggunakan
model pembelajaran discovery learning, menunjukkan
terjadi peningkatan hasil belajar ranah
kognitif IPA siswa kelas VII SMP Yabujah Segeran Indramayu. Peningkatan nilai rata-rata kelas sebesar 5,56, dari 76,38 pada siklus I menjadi 81,84 pada siklus II. Persentase jumlah siswa yang mencapai nilai KKM atau dinyatakan tuntas belajar juga terjadi peningkatan sebesar 23,28%, dari 61,53% pada siklus I menjadi 84,81% pada siklus II.
Pada siklus I terdapat 7 siswa yang belum mencapai KKM, sedangkan pada siklus II tinggal 2 siswa yang belum mencapai KKM. Dapat dikatakan bahwa pada siklus II ada kenaikan
5 siswa yang telah mencapai KKM. Peningkatan hasil belajar IPA terjadi sangat signifikan pada siklus II karena peneliti telah menerapkan 7 komponen model pembelajaran discovery learning dalam pembelajaran IPA secara
tepat. Komponen utama model pembelajaran discovery learning yaitu konstruktivisme, bertanya,
menemukan/inkuiri, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian autentik.
Model pembelajaran Discovery learning pada siklus II lebih efektif jika
dibandingkan pada siklus I karena guru telah mengaitkan antara materi pembelajaran dengan pengalaman dan lingkungan nyata di sekitar siswa. Kegiatan pembelajaran menjadi lebih bermakna
dan berkesan bagi siswa, sehingga siswa lebih mudah
memahami materi IPA. Kegiatan mengaitkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa dilakukan melalui pemberian kesempatan kepada siswa untuk menceritakan
pengalamannya yang terkait materi (konstruktivisme), melibatkan siswa aktif dalam pembelajaran untuk mengalami langsung/melakukan observasi (inkuiri), bekerjasama, berdiskusi dengan teman (masyarakat belajar), dan bertanya. Kegiatan pembelajaran ini membantu siswa
untuk dapat menemukan sendiri makna dari materi
yang dipelajari dan membangun
sendiri pengetahuannya.
Kesimpulan
Terdapat perbedaan
pada minat belajar siswa yang menggunakan�
model pembelajaran� discovery learning terhadap kelas yang
menggunakan model pembelajaran konvensional. Minat belajar siswa yang
menggunakan model pembelajaran discovery
learning menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai partisipasi mereka dalam
pembelajaran. Terdapat perbedaan pada hasil belajar siswa kelas yang menggunakan
model pembelajaran discovery learning terhadap
kelas yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Hasil belajar siswa
yang menggunakan pembelajaran discovery
learning menunjukkan peningkatan prestasi yang siginfikan.
BIBLIOGRAFI
Azhar,
Arsyad. (2013). Media pembelajaran. In Raja Grafindo Persada.
Cahyo, A. N. (2012). Teori-Teori Belajar Mengajar. Yogyakarta: Diva
Press.
Darmadi, H. (2017). Pengembangan model dan metode pembelajaran dalam
dinamika belajar siswa. Yogyakarta: Deepublish.
Kunandar. (2011). Guru Profesional. Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada.
Lisa, Sri Mona. (2019). Penerapan Model Discovery Learning Pada Materi
Klasifikasi Makhluk Hidup Kelas VII Di SMPN 5 Seunagan Kabupaten Nagan Raya.
UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Moleong, Lexy J. (2019). Metodologi penelitian kualitatif.
Rusman. (2011). Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Perss.
Sukardi, Ismail, Wigati, Indah, & Masripah, Imas. (2015). Pengaruh
metode pembelajaran discovery learning terhadap hasil belajar siswa pada mata
pelajaran biologi Kelas VII di MTs Patra Mandiri Plaju Palembang. Bioilmi,
1(1), 22�29.
Sumantri, Bambang. (2014). Peningkatan Kualitas Pembelajaran Pkn Melalui
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Game Tournamen (TGT) Pada Siswa Kelas
III SD Negeri Pelem 2 Ngawi. Media Prestasi, 13(1).
Suryosubroto, Buang. (2009). Proses belajar mengajar di sekolah wawasan
baru: beberapa metode pendukung dan beberapa komponen layanan khusus. PT
Rineka Cipta.
Syah, Muhibbin. (2012). Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Press.