Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia
p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 5, No. 9,
September 2020
MANAJEMEN KOMUNIKASI INFID
DALAM PENDAMPINGAN PEMDA KABUPATEN CIREBON DAN KOTA YOGYAKARTA MENCAPAI
SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS
Salsabila Pratiwi dan
Yayu Sriwartini
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu
Politik (FISIP) Universitas
Nasional Depok, Indonesia Email: [email protected] dan [email protected]
Abtract
This research raises the implementation of communication
management in non-governmental organizations, namely the International NGO
Forum on Indonesian Development (INFID). One of the focuses of INFID's work is
assisting local governments in Cirebon and Yogyakarta Regencies to achieve the
goals of sustainable development goals (SDGs). Local governments have an
important role in holding SDGs in the regions. Cirebon and Yogyakarta Regencies
are two regions that have poverty issues that need to be tackled which are in
line with the SDGs goal of zero poverty. The role of communication management
is needed because local government assistance is a difficult focus of work. It
is based on performance and decisions that can affect the welfare of society.
The purpose of this study is to provide an overview of planning, organizing,
mobilizing or directing and controlling in terms of communication as an effort
to assist local governments in Cirebon and Yogyakarta Regencies carried out by
non-governmental organizations. In this study, researchers used concepts from
communication management and organizational information theory. The methodology
in this study uses a qualitative approach, descriptive research type, data
collection methods use interviews and documentation and uses data validity
techniques consisting of triangulation, certainty, extending observations and
also dependence. The results showed that the communication management carried
out by INFID involved multi-stakeholders either from the government or other
non-governmental organizations and by means of the SDGs. In terms of
organizational information theory, INFID is described as an organization formed
from communication activities in every stage of communication management.
Keywords: Communication Management; Mentoring;
Sustainable Development Goals
Abstrak
Kata kunci : Manajemen
Komunikasi, Pendampingan, Sustainable Development
Goals
Pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu negara yang berpartisipasi dalam
penyelengaraan Sustainable Development Goals (SDGs). Pelaksanaan SDGs di
Indonesia memiliki tantangan. Melansir dari publikasi INFID, tantangan yang
dimaksud adalah komunikasi yang dilakukan, pembiayaan dan menyiapkan daerah
untuk mengadopsi serta melaksanakan SDGs pada masing-masing Kabupaten dan Kota.
Menurut Kepala Sekretariat Nasional SDGs sebagaimana yang dikutip oleh liputan6.com,
keberhasilan tujuan SDGs membutuhkan kolaborasi seluruh pemangku kepentingan
yakni pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pelaku usaha, akademisi dan
praktisi, serta organisasi masyarakat dan media. Peran strategis pemerintah
daerah dalam pencapaian SDGs sangat penting untuk memastikan implementasi
pelayanan publik dan indikator SDGs berjalan baik di tingkat lokal.
Pemerintah daerah memiliki peranan yang penting dalam pelaksanaan
SDGs karena didukung dari pemberlakukan desentralisasi di Indonesia yakni dua
pertiga nasib dan kualitas hidup warga. Selain itu, pemerintah daerah dianggap
lebih dekat dengan warganya, memiliki wewenang dan dana, dapat melakukan
inovasi serta menjadi ujung tombak penyedia layanan publik dan berbagai
kebijakan serta program pemerintah (Hoelman, Parhusip, Eko, Bahagijo, & Santono, 2016).
Berbicara mengenai SDGs lebih jauh, maka perlu ditinjau setiap
tujuan yang ada di dalamnya, salah satunya adalah tanpa kemiskinan atau no
poverty dengan tujuan utama mengakhiri segala bentuk kemiskinan dimana pun.
Hal itu didasarkan bahwa isu kemiskinan ini merupakan isu yang penting bagi
negara berkembang di Indonesia. Tujuan tanpa kemiskinan menjadi poin pertama
dalam SDGs. Pengentasan kemiskinan ini juga tentu akan sangat terkait dengan tujuan
global lainnya. Data yang diambil dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bappeda) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), kemisikinan masih menjadi
problem di berbagai dunia, termasuk Indonesia. Untuk itu, penghilangan
kemiskinan dan kelaparan pada tahun 2030 merupakan tulang punggungnya.
Penghilangan kemiskinan ini dijadikan tujuan utama dalam SDGs. Pada proses pelaksanaannya
pengembangan kawasan erat kaitannya�
dengan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat sendiri memiliki
tujuan �guna menciptakan� masyarakat�
yang� lebih� mandiri,�
sejahtera, dan� partisipatif� dalam�
agenda pembangunan (Avianto, 2017).
Radar Cirebon mengutip Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan
angka kemiskinan di Indonesia mencapai 9,41% dari jumlah per Maret 2019 atau
mencapai 25,14 juta jiwa. Jika dibandingkan dengan Maret 2018 yang berada di
angka 9,82% atau 25,95 juta jiwa, angka kemiskinan sebesar 41 basis poin (bps)
atau sebanyak 810 ribu jiwa. Bersumber pada data BPS yang dilansir oleh Radar Cirebon,
penurunan kemiskinan hampir terjadi di seluruh pulau di Indonesia. Apabila
dirinci lebih lanjut, penduduk miskin paling banyak masih terdapat di Pulau
Jawa dengan jumlah 13,34 juta jiwa atau 8,94%. Menurut data BPS 2019, di pulau
Jawa, provinsi yang memiliki angka kemiskinan di atas angka nasional terdapat
di DIY di peringkat ke 12 per Juli 2019. Provinsi lainnya seperti Jawa tengah
di peringkat ke- 15 dengan angka kemiskinan 10,8% sedangkan Jawa Timur di
peringkat ke- 16 dengan angka kemiskinan 10,37%. Adapun provinsi yang memiliki
angka kemiskinan terendah adalah DKI Jakarta sebesar 3,47% dan Bali 3,79% .
Jumlah penduduk miskin DIY yaitu 460.100 jiwa.
Di sisi lain, data yang dilansir dari penakhatulistiwa.com yakni terdapat
Kabupaten Cirebon yang memiliki program penanggulangan kemiskinan sebagai
program prioritas pemerintah. Hal itu dikarenakan kabupaten ini mempunyai
persentasi penduduk miskin sebanyak 10,70%. Kemiskinan di Kabupaten Cirebon
dikarenakan perencanaan pemerintah desa yang lebih mengutamakan pembangunan
infrastruktur dibandingkan pemberdayaan masyarakatnya karena tidak selamanya
problem kemiskinan dapat dituntaskan dengan infrastruktur.
Dari beberapa paparan mengenai SDGs dan isu pembangunan seperti
kemiskinan, terdapat salah satu non government organization (NGO) yang
memiliki kekhususan advokasi dalam hal-hal tersebut. International NGO Forum
on Indonesian Development (INFID) adalah organisasi non-pemerintah yang
sejak awal pendiriannya, INFID telah memainkan peran penting dalam pembangunan
dan proses demokratisasi Indonesia. Salah satu kerja program SDGs yang tengah
dijalankan yaitu melakukan pendampingan bagi pemangku kepentingan di daerah
yang salah satunya adalah pemerintah daerah dalam pelaksanaan dan pencapaian
SDGs. Dalam upaya pendampingan kepada pemangku kepentingan di daerah yang salah
satunya adalah pemerintah daerah, perlu adanya jalinan komunikasi yang menjadi
titik perhatian suatu organisasi yakni pelaksanaan komunikasi yang baik dan
efektif. Berangkat dari hal tersebut, manajemen komunikasi merupakan hal yang
penting terlebih dalam hal pendampingan pemerintah daerah bagi INFID sebagai
organisasi yang melakukan� kerja pada
SDGs.
Penelitian tentang manajemen komunikasi ini masih perlu diteliti,
terutama yang kaitannya mengenai komunikasi tentang SDGs berikut perannya dalam
pendamping desa untuk pembangunan, salah satunya menurut (Triyanto, 2018) bahwa
kinerja pendamping desa dalam membangun kemandirian desa
sangat penting untuk dikaji, karena berdasarkan nawa cita presiden Joko Widodo
desa diharapkan dapat membangun perekonomian masyarakat dengan cara membangun
usaha-usaha desa, oleh karena itu dengan adanya pendamping desa diharapkan
dapat mensukseskan program tersebut. Program tersebut menyiratkan
proses dimana informasi, interpretasi dan pendapat sehubungan dengan isu-isu
yang ada dapat dipertukarkan dan didiskusikan. Pembangunan desa menjadi kunci
dan fondasi pembangunan daerah dan nasional, sehinggaperan pendamping desa
diharapkan dapat mempercepat ketertinggalan dan kesejahteraanmasyarakat (Saragih & Agung, 2018). Komunikasi juga bukan hanya tentang menyediakan informasi terkait
keberlanjutan saja tetapi juga meningkatkan kesadaran untuk pertimbangan
keberlanjutan. Penelitian ini mengaitkan dengan manajemen komunikasi
dikarenakan manajemen komunikasi merupakan cara yang dapat menyelaraskan
berbagai unsur komunikasi untuk mencapai tujuan tersebut. Manajemen dalam hal
ini diperlukan bukan hanya mencapai tujuan tetapi juga menjaga keseimbangan
serta mencapai efisiensi dan efektifitas (Abidin, 2015)
Manajemen komunikasi dilakukan untuk menyusun perencanaan,
mengorgani-sasikan, menggiatkan komunikator dalam hal mensinergikan seluruh
bagian dari INFID� baik dari tingkat atas
hingga anggota, pesan yang akan disampaikan, media yang digunakan, komunikan
yang disasar dan pengaruh yang diinginkan serta mengontrol atau mengawasi
komunikator, penyajian pesan, pemilihan dan penggunaan media, pemilihan dan
penetapan komunikan atau khalayak serta pengaruh yang diharapkan. Manajemen
komunikasi yakni ilmu yang mempelajari bagaimana mengelola informasi untuk
mencapai tujuan (Syamsi, 2015); (Suprapto, 2011).
Selain itu, pada fokus kerja pendampingan pemerintah daerah
merupakan hal yang tidak mudah. Hal itu didasari pada kinerja dan keputusan
pemerintah daerah yang dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakatnya, terutama
pada hal yang kompleks yaitu pengurangan kemiskinan (Sarmiati, 2014); (Azwar, 2014). Komunikasi
yang dilakukan INFID dalam pendampingan itulah yang perlu dikondisikan dan
dilaksanakan dengan efektif serta dapat dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini,
segala bentuk komunikasi di� pendampingan
yang dilakukan oleh INFID juga secara tidak langsung membuka pikiran pemerintah
daerah Kabupaten Cirebon dan Yogyakarta�
untuk mengambil keputusan dalam setiap kebijakannya.
Hal yang perlu dipertanggungjawabkan bukan hanya sekadar
menyampaikan pesan berupa informasi, tanggapan serta masukan agar tidak terjadi
kekeliruan dalam pelaksanaan pendampingan (Fatimah, Arifin, & Sumpena, 2019). Lebih dari itu, unsur-unsur komunikasi perlu diidentifikasi dan
direncanakan agar tepat sasaran dan sesuai tujuan yaitu pengurangan kemiskinan.
Unsur-unsur komunikasi ini lah yang menjadi penting, bukan hanya pada satu
tahapan yakni perencanaan saja, tetapi juga dalam tahapan lainnya. Hal itu
didasari dengan manajemen komunikasi yang memiliki sinergitas dengan
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dapat mendorong keberhasilan
pemberdayaan pembangunan (Suhaeri, 2018). Komunikasi� merupakan�
salah� satu� jalan�
keluar� bagi� permasalahan�
yangkini terjadi. Strategi� pada� hakikatnya�
serupa� dengan� perencanaan�
dan� menejemen sedangkan strategi
digunakan� untuk sampai� ke�
tujuan.
Dua daerah yang telah dijabarkan oleh peneliti yakni Yogyakarta
dan Kabupaten Cirebon memiliki isu kemiskinan yang serius. Kabupaten Cirebon
ini merupakan bagian provinsi Jawa Barat yang merupakan provinsi terpadat dan
juga memiliki permasalahan kemiskinan sebagai isu penting yang perlu
ditanggulangi. Di sisi lainnya, Yogyakarta merupakan provinsi di Jawa yang
memiliki angka kemiskinan di atas angka nasional.� Selain itu DI Yogyakarta memiliki proses Pemberdayaan
masyarakat yang mengaktualisasikan potensi yang sebenarnya telah dimiliki oleh
individu dalam masyarakat untuk mengorganisir diri mereka sendiri (Kartika, 2012).
Berdasarkan dari latar belakang yang telah dipaparkan, maka
peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian berjudul �Manajemen Komunikasi
INFID dalam Pendampingan di Kabupaten Cirebon dan Kota Yogyakarta untuk Mencapai
Tujuan Sustainable Development Goals�. Adapun tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui bagaimana manajemen komunikasi INFID dalam pendampingan
di Kabupaten Cirebon dan Kota Yogyakarta untuk mencapai tujuan sustainable
development goals?
Metode Penelitian
Wawancara mendalam kepada staf internal INFID yang
terdiri dari 2 key informan dan 1 informan. Wawancara dilakukan
di kantor sekretariat INFID di Jalan Jatipadang Raya Kav.3 Nomor 105, Pasar
Minggu. Dokumentasi merupakan
pelengkap dari penggunaan wawancara dalam penelitian kualitatif (Sugiyono, 2014). Dokumentasi dalam penelitian ini
berupa studi pustaka dan rekaman arsip.
Data primer diperoleh dari staf internal INFID
yang diwakili oleh Ibu Tatat sebagai program manager, Pak Bona Tua
sebagai program officer SDGs serta Ibu Megawati sebagai program officer
inequality. Data sekunder diperoleh dari riset, studi, buku-buku panduan
yang dipublikasikan oleh INFID, dokumentasi foto, penelusuran website
INFID serta arsip pekerjaan pendampingan seperti workplan ataupun action
plan. Penelitian ini menggunakan uji keabsahan data, diantaranya
triangulasi yang terdiri dari triangulasi sumber dan triangulasi metode,
kepastian (confermability), memperpanjang pengamatan serta
kebergantungan (depandibility).
Dalam mengolah dan menganalisis data, peneliti
melakukan tahapan yaitu mereduksi data dari data yang didapat dari wawancara
dan dokumentasi. Data yang diambil yaitu terkait dengan manajemen komunikasi
INFID dalam hal pendampingan di Kabupaten Cirebon dan Kota Yogyakarta dalam
mencapai tujuan SDGs. Selain data-data yang tidak terkait kebutuhan materi
penelitian, maka dieliminasi dan tidak digunakan.
Langkah kedua yaitu mendisplay atau
menyajikan data berupa teks yang bersifat naratif. Tujuan dari mendisplay data
adalah memudahkan untuk memahami apa yang terjadi serta merencanakan kerja
selanjutnya berdasarkan apa yang dipahami. Lagkah terakhir dalam penelitian ini
adalah penarikan kesimpulan.
Uji analisis data dalam penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dengan jenis deskriptif. Penyajian data
deskriptif kualitatif dipaparkan ke dalam sebuah narasi yang sistematis serta
dikuatkan oleh kutipan langsung dari para narasumber yang telah ditentukan
maupun dari data sekunder lainnya. Hal tersebut seperti apa yang dipaparkan
oleh Moleong yaitu laporan-laporan penelitian deskriptif kualitatif akan berisi
kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut (Moleong, 2019). Selain dipaparkan secara narasi, terdapat data
yang disajikan dengan tabel sehingga dapat memberikan gambaran manajemen
komunikasi terutama dalam tahapan actuating di kedua daerah, yaitu
Kabupaten Cirebon dan Kota Yogyakarta.
Hasil dan Pembahasan
1.
Tahap Perencanaan Komunikasi INFID dalam Pendampingan Kabupaten Cirebon
dan Kota Yogyakarta
Perencanaan (planning) merupakan langkah awal dalam unsur
manajemen. Perencanaan dapat dikatakan sebagai fondasi untuk memulai kegiatan.
Dalam perencanaan perlu mempertimbangkan beberapa unsur seperti komunikator,
pesan, media, khalayak serta efeknya. Langkah pertama dalam pendampingan yaitu
dilakukan riset. Riset ini dilakukan oleh program officer, program manager
dan direktur eksekutif yang bertujuan ntuk mengetahui masalah serta menggali
informasi yang ada di Kabupaten Cirebon dan Yogyakarta.
Selain itu, riset yang dilakukan juga dapat menentukan kriteria
daerah yang perlu didampingi hingga pada perencanaan pesan. Pengonsepan masalah
dalam perencanaan yaitu pemerintah daerah baik di Kabupaten Cirebon� dan Yogyakarta diharapkan lebih responsif
seperti memastikan adanya keterbukaan informasi yang salah satunya adalah penganggaran.
Untuk Kabupaten Cirebon point �permasalahan lebih mengarah kepada gender
awareness dan gender responsiveness. Ibu Tatat sebagai program manager
menjelaskan:
�Kabupaten Cirebon ini memang seperti Kabupaten biasa yang memang
ya perempuan banyak berperan tapi suaranya tidak didengar. Kabupaten Cirebon
ini banyak pesantren dan lembaga agama lainnya, cukup kuat ya. Daerah-daerah
yang bisa dikatakan agak konservatif, peran perempuannya agak kurang ya�
Sementara untuk Yogyakarta lebih kepada
akses ketenagakerjaan seperti yang diungkapkan oleh informan yakni Ibu
Megawati:
�Ada fakta bahwa SDM kita
rendah, kita butuh peningkatan kualitas jadi mereka butuh untuk latihan kerja.
Sejauh mana BLK mampu memberikan ruang itu.�
Berdasarkan dari pengonsepan
masalah, maka perencanaan pesan akan lebih terarah. Pesan-pesan kunci atau key
messages yang perlu ditekankan dan perlu dirumuskan dari permasalahan isu
kemiskinan di daerah Kabupaten Cirebon dan Yogyakarta adalah bagaimana
program-program pemerintah daerah tersebut benar-benar menargetkan masyarakat
miskin.
Di Yogyakarta, masalah
kemiskinan berhubungan dengan akses. Akses yang dimaksud bukan hanya akses
mengenai pekerjaan tetapi juga keterampilan. Sejalan dengan hal itu, key
message yang perlu ditekankan di Yogyakarta adalah mengintervensi Balai
Latihan Kerja (BLK) yang ada di daerah sebagai upaya dalam meningkatkan keterampilan
masyarakat terkait. Sedangkan di Kabupaten Cirebon, key message yang
perlu ditekankan yaitu pembangunan infrastruktur serta program pelatihan yang
mempertimbangkan aspek gender serta �pertimbangan pelibatan perempuan dalam
forum.
Pada tahap ini, perlu adanya
penyusunan perencanaan untuk komunikator yang bertujuan untuk mengetahui peran
yang akan diembannya. INFID sebagai komunikator yaitu sebagai penyampai
informasi, penyampai usulan kebijakan, penyampai pesan masukan atau tanggapan
serta pemberi informasi untuk meningkatkan pengetahuan mitra daerah. Selain itu, INFID sebagai komunikator juga mencoba
melakukan pendekatan untuk mendorong keterlibatan semua pihak dalam setiap
program untuk pelaksanaan SDGs.
Pertimbangan dalam menentukan
media yang tepat dalam perencanaan pendampingan pemerintah daerah yakni bisa
dilihat dari penggunaan FGD, lokakarya, sharing knowledge dan audiensi.
Penggunaan non mediated communication ini dengan pertimbangan eketifitas
karena pesan dari diskusi dapat disampaikan langsung. Hal tersebut dipaparkan
oleh Ibu Megawati yaitu:
�Temuan-temuan
pun lebih enak didiskusikan secara langsung. Jadi tatap mata dua arah itu,
lebih memudahkan kita untuk berkomunikasi karena ketika dua arah ini, kita juga
mendapatkan informasi dari pemda ini�.
Penyusunan komunikan dalam
perencanaan manajemen komunikasi merupakan langkah yang tidak boleh
terlewatkan. Komunikan akan berpengaruh terhadap jalannya pendampingan serta
pihak yang memberikan feedback. Komunikan dalam pendampingan pemerintah
daerah yaitu salah satunya adalah Bappeda yang merupakan lembaga pemerintah
yang merencanakan dan menyusun hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan di
daerah.
Namun, bukan hanya kepada
lembaga pemerintahan saja, INFID juga berkomunikasi dengan Aisyiyah Cirebon dan
Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Yogyakara sebagai NGO lokal. Tujuan
berkomunikasi dengan NGO lokal dipertimbangkan sebagai pihak yang menjembatani
pendampingan kepada lembaga pemerintah masing-masing daerah seperti Bappeda
ataupun pemerintah daerah terkait.
Aisyiyah dipertimbangkan
karena memiliki visi pendidikan dan pembinaan perempuan, berikut juga KPI
adalah NGO yang mengedepankan isu advokasi kesetaraan gender dan
keadilan gender. Melihat dari visi misi tersebut, Aisyiyah dan KPI
memiliki tujuan yang sama dengan salah satu fokus SDGs di INFID yaitu tujuan
lima (kesetaraan gender).
Pada tahapan perencanaan,
riset-riset yang dijalankan ini, dalam teori informasi organisasi merupakan
tahapan dari pembuatan untuk menghilangkan kesamaran informasi.
Berdasarkan� hasil-hasil riset, maka
pengonsepan masalah ini menjadi acuan dalam perencanaan pesan. Hal itu
dikarenakan agar pesan-pesan yang disampaikan tepat sasaran. Untuk itu,
informasi atau pesan yang dikemas disesuaikan dengan permasalahan dari masing-masing
daerah. Kabupaten Cirebon fokus pada permasalahan gender awareness dan gender
responsiveness sedangkan Yogyakarta fokus pada akses ketenagakerjaan.
Dengan adanya pengonsepan permasalahan berdasar riset, peneliti menganalisis
bahwa pada tahap ini INFID melakukan pemilihan sebagai bagian dari tahapan
untuk mengurangi kesamaran informasi, agar pesan-pesan yang disampaikan jelas
dan tidak bias.
Tahapan pemilihan informasi
atau pesan juga merupakan tahapan dari pemilihan pada teori informasi organisasi.
Pemilihan ini didasarkan untuk menerima beberapa informasi dengan mempersempit
bidang agar kesamaran informasi dapat diminimalisir. Dalam
mencapai tujuan kemiskinan, selain informasi SDGs secara luas, informasi
mengenai pengaruh-pengaruh kesetaraan gender serta pekerjaan yang layak
difokuskan. Dalam arti, informasi mengenai pengaruh tersebut dapat diterima
karena relevan, yakni berpengaruh dalam pengurangan kemiskinan sebagaimana yang
tergambar pada goal �tanpa
kemiskinan.
2.
Tahap Pengorganisasian Komunikasi INFID dalam Pendampingan Kabupaten
Cirebon dan Kota Yogyakarta
Organizing merupakan
tahap penyusunan struktur organisasi yang sesuai dengan tujuan penyiaran sumber
daya yang dimiliki dan lingkungan yang melingkupinya. Tujuan dari
pengorganisasian ini adalah untuk mengelompokkan kegiatan sumber daya manusia
dan sumber daya lainnya yang dimiliki agar pelaksanaan berdasarkan rencana yang
sebelumnya dibuat dan disusun dapat dicapai secara efektif.
Program officer
merupakan staf yang dikordinasikan sebagai komunikator dalam pendampingan.
Penetapan program officer didasari karena memiliki kemampuan managerial,
pengetahuan mengenai substansi permasalahan, memiliki gambaran yang dalam mengenai
SDGs serta struktur pelaksanaan SDGs di Indonesia. Di tingkatan nasional,
direktur eksekutif juga terlibat untuk menetukan aspek strategis dan bertemu
dengan high level discussion.
Dalam
mengkordinasikan staf internal, pembagian atau spesialisasi kerja berdasarkan
SOP yang ada. Di program SDGs, kordinasi dan komunikasi utama melalui program manager,
program officer serta program asistensi yang didasarkan pada struktur
organisasi. Sedangkan pelibatan direktur eksekutif dipertimbangkan dengan
beberapa hal. Adanya kerjasama program officer dengan SDGs dan juga
ketimpangan karena tujuan tanpa kemiskinan merupakan persinggunngan dari dua program
tersebut. Media komunikasi yang dilakukan untuk berkoordinasi dalam menjalankan
tugas yaitu melalui email dan pertemuan langsung seperti rapat.
Pengorganisasian pesan-pesan selama proses pendampingan pada
pemerintah daerah di Kabupaten Cirebon dan Yogyakarta berputar diantara program
manager, program officer dan juga program asisten. Komunikasi
vertikal ini� dilakukan untuk
menyelaraskan agar program pendampingan berjalan efektif. Peneliti menganalisis
bahwa adanya double interact dalam teori informasi organisasi. Double
interact ini bertujuan untuk memastikan tugas yang dilakukan sudah tepat.
Hal ini dapat digambarkan melalui adanya komunikasi dua arah diantara dua level
yang berbeda, seperti mengklarifikasi tugas pembuatan format laporan, surat
menyurat oleh program asisten berdasarkan arahan dari program officer sebelumnya.
Kemudian, INFID turut berkoordinasi dengan mitra daerah. Di� Kabupaten Cirebon INFID berkordinasi dengan
Aisyiyah Cirebon. Sedangkan Yogyakarta dengan Koalisi Perempuan Indonesia (KPI)
dan Suara Nusa Institut dalam hal ketimpangan. Media yang digunakan untuk
mengkordinasikan tugas ataupun kerja yakni publikasi, laporan kegiatan, workplan
dengan mitra daerah agar kegiatan pendampingan dapat berjalan sesuai dengan
timeline.
3.
Tahap Pengarahan atau Penggerakan Komunikasi INFID dalam Pendampingan
Kabupaten Cirebon dan Kota Yogyakarta
Actuating dalam hal ini bukan hanya pengarahan atau menggerakkan anggota
untuk mencapai tujuan tetapi juga sebagai upaya untuk menjadikan perencanaan
menjadi terealisasi. Untuk penggiatan komunikasi internal dalam pendampingan
pemerintah daerah, pengarahan atau penggiatan di INFID ini dilakukan oleh
program manager ataupun direktur eksekutif dengan bertahap atau
berjenjang. Media komunikasi yang digunakan yaitu sharing dan rapat
bulanan. Adapun pesan yang disampaikan mengenai�
perkembangan terbaru SDGs yang memang mencakup isu-isu atau tema diluar
SDGs sehinga seluruh staf mengetahui informasi terbaru.
Dampak atau efek dari
penggiatan komunikasi program berjalan sesuai dengan timeline, informasi
dapat menyebar kepada seluruh staf, memudahkan pemahaman di level bawah, memperjelas
gambaran kegiatan kepada pelaksana. Hal tersebut sebagaimana yang diterangkan
oleh Pak Bona Tua sebagai program officer SDGs, yaitu:
�Dalam artian SDGs ini secara substansi juga mencakup isu-isu atau
tema lainnya. Jadi dalam artian, pengampu atau program lainnya juga mendapatkan
tambahan atau pengetahuan, bagaimana misalnya strategi atau pengalaman yang
dilakukan oleh program SDGs.�
Pendampingan pemerintah daerah
dapat pula dikatakan sebagai penggerakan dan pengarahan. Penggerakan dan
pengarahan yang dimaksud adalah untuk mengupayakan adanya keberhasilan di SDGs
pada masing-masing daerah.� Media yang
dipilih adalah non mediated communication seperti FGD, lokakarya,
workshop, media briefing ataupun press conference untuk
memberikan informasi seputar SDGs. Metode komunikasi untuk pengusulan kebijakan
kepada pemerintah daerah tidak dilakukan dengan pendekatan yang keras.
Metode komunikasi juga bisa
didasarkan kepada mitra atau jaringan dengan memberikan riset, laporan dan capacity
building kepada mitra atau jaringan terkait untuk melakukan monitoring
terhadap penggunaan anggaran yang kemudian diadvokasikan agar terjadinya
perubahan, seperti di Kabupaten Cirebon, diadakannya uji coba tools monitoring
SDGs yang turut melibatkan Aisyiyah Cirebon. Kemudian, di Yogyakarta terdapat
FGD peer review analisa fiskal dan dialog rencana aksi daerah.
Pesan secara menyeluruh untuk
Kabupaten Cirebon dan Yogyakarta yaitu no one leave behind yaitu
perempuan yang termasuk biasa ditinggalkan serta pemerintah perlu menempatkan
prioritas program. Pesan yang ditekankan mengenai Yogyakarta adalah intervensi
BLK dengan adanya keterlibatan banyak pihak seperti Asosiasi Pengusaha
Indonesia (APINDO) dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN).
Tabel I Contoh Kegiatan di
Yogyakarta
Target dan Sasaran Advokasi |
Bentuk Kegiatan |
Identifikasi gap kebijakan (program, anggaran dan kelembagaan)
di daerah |
-
Survey need assesment anak muda dan perempuan terhadap pelatihan kerja -
Mapping gap kebijakan ketenagakerjaan -
Dialog dengan pemerintah di
daerah -
Workshop dengan organisasi masyarakat sipil -
Pembuatan website |
Pemerintah Nasional memiliki Rencana Aksi Daerah (RAN) SDGs
untuk tujuan 8 yaitu pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi |
-
Penyusunan RAN SDGs tujuan 8
oleh konsorsium -
FGD dan workshop untuk
memperkaya RAN SDGs (pelatihan vokasi dan pemagangan) -
Dialog dengan pemerintah
nasional terutama kementerian ketenagakerjaan -
Kunjungan ke BLK -
Konfrensi pers |
Pemerintah daerah memiliki draft Perda tentang pelatihan kerja |
-
Penyusunan kertas kebijakan
oleh masyarakat sipil -
Dialog kebijakan dengan
pemerintah daerah -
Asistensi pemerintah dalam
penyusunan naskah akademik Perda bersama universitas dan sektor swasta |
Pemerintah daerah memiliki perda pelatihan kerja |
-
Dialog kebijakan dengan
pemerintah daerah dan nasional -
Penguatan konsorsium
masyarakat sipil |
Terbangunnya kemitraan antara pemerintah daerah, akademisi,
masyarakat sipil dan sektor swasta di dalam pelatihan kerja |
-
Dialog regular multi pihak
mengenai pelatihan kerja -
Media briefing, jurnalis
fellowship -
Konfrensi pers dan lain-lain |
Pelaksanaan pendampingan di
Yogyakarta dapat dilihat dengan pendekatan advokasi melalui engagement dan
dialog dengan pemerintah daerah, DPRD, akademisi, media dan pihak swasta. Salah
satu dialog yaitu dengan pemerintah khususnya kementerian ketenagakerjaan
dengan masyarakat sipil mengenai rencana aksi SDGs.
Dialog dengan pemerintah
daerah lebih kepada dialog kebijakan sedangkan terdapat dialog regular antar
pihak di daerah mengenai pelatihan kerja. Pelaksanaan pendampingan lainnya
berbentuk workshop dengan organisasi masyarakat sipil, FGD dan workshop
untuk memperkaya rencana aksi SDGs (pelatihan vokasi dan pemagangan), serta
dilakukannya konferensi pers, media briefing serta jurnalis fellowship
untuk menguatkan dukungan publik terhadap pelatihan kerja.
Kemudian, pesan yang
ditekankan mengenai Kabupaten Cirebon sesuai dengan semangat SDGs yang
responsif gender, inklusif dan transformatif seperti penyusunan
pelatihan kerja yang mempertimbangkan aspek gender serta peningkatan capacity
building agar perempuan dapat dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
Tabel II Contoh Kegiatan di Kabupaten Cirebon
Outcome |
Kegiatan |
Terbentuknya kepanitiaan bersama sekaligus komite penyusunan
Rencana Aksi SDGs di Kabupaten Cirebon yang terdiri atas organisasi
perempuan, masyarakat sipil dan pemerintah dalam pelaksanaan SDGs |
Pertemuan dengan organisasi masyarakat sipil mitra MAMPU,
Kibbla, GOW dan perguruan tinggi di Kabupaen Cirebon |
Diskusi terbatas dengan Bappeda dan organisasi perangkat daerah
di Kabupaten Cirebon |
|
Audiensi dengan Bupati Kabupaten Cirebon |
|
Lokakarya tenatng inisiasi pembentukan panitia bersama yang
dihadiri oleh organisasi masyarakat sipil, organisasi perangkat daerah dan
perguruan tinggi |
|
Media briefing untuk media lokal |
Keterlibatan perempuan ini
juga dapat terlihat dalam suatu pendampingan yakni untuk mendorong terbentuknya
kepanitiaan bersama sekaligus komite penyusunan Rencana Aksi SDGs di Kabupaten
Cirebon yang terdiri dari organisasi perempuan, masyarakat sipil� dan pemerintah dalam pelaksanaan SDGs. Pelaksanaan
pendampingan yang dilakukan diantaranya pertemuan langsung, diskusi terbatas,
audiensi, lokakarya dan juga media briefing. Dampak dari pelaksanaan
pendampingan tersebut bukan hanya mendorong dukungan dan komitmen dari
pemerintah daerah seperti Bappeda, tetapi juga mendorong keterlibatan dan
dukungan media, organisasi masyarakat sipil serta woman right organization (WRO)
yang diimplementasikan salah satunya melalui pertemuan dengan organisasi mitra
MAMPU, Kibbla, GOW dan perguruan tinggi di Kabupaten Cirebon.
Pada tahap pengarahan atau
penggerakan, media penyampai pesan dalam pendampingan pemerintah daerah berupa
FGD, lokakarya, workshop ataupun seminar. Penggunaan media non
mediated communication ini, merupakan siklus perilaku (behavior cycles)
dalam teori informasi organisasi. Dimana dalam menyampaikan usulan, masukan
ataupun advokasi kebijakan memang merupakan media yang selalu INFID lakukan,
termasuk dalam pendampingan pemerintah daerah Kabupaten Cirebon dan Yogyakarta.
Kemudian, pelibatan pemerintah dan organisasi pemerintah dalam setiap
pendampingan, baik dalam bentuk diskusi, FGD, seminar dan bentuk lainnya,
merupakan bentuk aturan tindakan atau assembly rules yang menuntun
pilihan kebiasaan yang digunakan untuk menyelesaikan proses-proses
pendampingan. Keterlibatan dari berbagai pihak ini merupakan assembly rules,
dimana sesuai dengan cara kerja SDGs yaitu mendorong dan melibatkan multipihak.
Penerapan manajemen komunikasi
INFID bertujuan untuk menimbulkan dampak komunikasi seperti dampak kognitif,
afektif serta konatif� kepada mitra dan
pemerintah daerah terkait. Penggunaan media dalam pendampingan lebih
menggunakan non mediated communication terutama pada tahap
pengorganisasian dan pengerahan komunikasi. Hal itu dipertimbangkan karena
adanya umpan balik langsung atau immediated feedback. Penggunaan
berbagai media juga dapat terlihat dengan adanya pelibatan pers terutama pada
tahap pengerahan komunikasi. Hal itu dapat terlihat adanya konfrensi pers, media
briefing serta jurnalis fellowship di Yogyakarta dan media briefing
untuk media lokal di Kabupaten Cirebon. Keterlibatan dengan pers menekankan
adanya publicly yakni dikarenakan pesannya tidak ditujukan kepada
perseorangan tertentu yang ekslusif, tetapi bersifat terbuka untuk umum atau
publik.
4.
Tahap Pengendalian Komunikasi INFID dalam Pendampingan Kabupaten Cirebon
dan Kota Yogyakarta
Tahap pengendalian atau controlling
bertujuan untuk melihat, memantau jalannya organisasi dan kegiatan yang
dilakukan, menilai tercapainya tujuan serta melihat faktor apa saja yang dapat
mendukung sekaligus menghambat baik untuk organisasi ataupun untuk kegiatan
terkait. Di INFID, terdapat kegiatan controlling dalam pendampingan
daerah yang disebut monitoring dan
evaluasi (monev). Pengendalian kepada pemerintah daerah dilakukan oleh program officer
dan juga berkolaborasi dengan program manager dan program asisten. Controlling
diutamakan dapat dilakukan oleh mitra daerah. Di Kabupaten Cirebon
berkordinasi dengan Aisyiyah Cirebon dan di Yogyakarta berkordinasi dengan
Koalisi Perempuan Indonesia serta Suara Nusa Institut dalam hal ketimpangan.
Pendekatan komunikasi dapat
dilakukan secara langsung melalui email, whatsapp juga telepon ataupun
mengundang ke dalam lokakarya. Tetapi dengan mitra daerah lainnya, mereka
sendiri yang melakukan kordinasi langsung dengan Aisyiyah Cirebon ataupun KPI
Yogya. Mengenai hal tersebut, program officer SDGs menjelaskan:
�Supaya, kembali lagi, mitra daerah itu
pertama secara kapasitas naik, kemampuan advokasi, pengetahuan dan lainnya.
Terus yang kedua juga, secara kapasitas kemampuan kita juga tidak bisa untuk
ngurusin semua daerah langsung.�
Riset dapat dijadikan media
untuk mengetahui sejauh mana program pemerintah dijalankan. Di Cirebon, berkordinasi
dengan di Cirebon terdapat koordinasi dengan Universitas Muhammadiyah Cirebon
(UMC), Bappeda, DPPKBP3A, KPI Cirebon, WCC Balqis dan Dinas sosial Cirebon.
Sedangkan di Yogyakarta terdapat kordinasi dengan CIQAL, Bappeda DIY, Kadin
DIY, PBHI DIY, Forum LSM DIY, Aisyiyah Pusat atau DIY. Hasil-hasil riset di
diseminasikan� melalui FGD, lokakarya,
dan konfrensi pers. Faktor keberhasilan dari adanya pendampingan pemerintah
daerah dapat dilihat dari dua hal, yakni pertama, pemerintah mengikutsertakan
organisasi non pemerintah. Kedua, ada faktor keterlibatan masyarakat melahirkan
trust kepada pemerintah sebagaimana yang diterangkan oleh Pak Bona Tua
sebagai key informan II:
�Jadi dalam artian, dari sisi paling mudah
kita melihat, memonitor dari sisi angka, kuantitatif, data dan statistik dan
kita juga melihat dari sisi proses, terlepas dari pencapaiannya gagal atau
tidak. Pelibatan multipihak, itu sudah hal-hal praktik baik, entah apakah itu
gagal atau tidak, kan ada faktor-faktor lain yang bisa mempengaruhi
kemiskinan.�
Dalam tahapan pengendalian,
implementasinya bukan kepada pengendalian ataupun controlling kepada
komunikator, tetapi lebih kepada�
komunikan yaitu pemerintah daerah dari Kabupaten Cirebon dan juga
Yogyakarta. Komunikator yaitu pihak INFID yang berkordinasi dengan organisasi
non pemerintah lainnya lebih melihat proses dan pengawalan dari
kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Adapun pengendalian dalam
tahap ini juga bukan melakukan pengendalian atau controlling dalam
penggunaan medianya, tetapi media komunikasi ini menjadi saluran untuk
mengetahui sejauh mana kebijakan. Sehingga yang lebih ditekankan pada tahap ini
adalah pengendalian kepada komunikan yakni pemerintah daerah.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelaahan data di lapangan dan pembahasan,
dapat disimpulkan bahwa manajemen komunikasi INFID dalam melakukan pendampingan
pemerintah daerah di Kabupaten Cirebon dan Yogyakarta cukup berbeda. Hal ini
didasarkan pada pesan, komunikan serta pola komunikasi yang digiatkan dalam
pelaksanaannya. Pesan dalam pengurangan kemiskinan pada Kabupaten Cirebon lebih
mengarah kepada aspek gender dimana permasalahan gender
responsiveness dan gender awareness perlu digarisbawahi. Sedangkan
di Yogyakarta, pesan lebih mengarah kepada sisi ketenagakerjaan.
Banyaknya aktivitas komunikasi yang dilakukan dalam pendampingan
pemerintah daerah, membuat aktivitas komunikasi INFID menjadi dinamis. Jika
dilihat dari segi komunikan, INFID selalu berkomunikasi pada mitra-mitra
terkait seperti Aisyiah Cirebon di Kabupaten Cirebon. Sementara di Yogyakarta
terdapat KPI Yogya, Suara Nusa Institut dalam hal ketimpangan serta pihak
swasta seperti KADIN dan APINDO. Selain mitra daerah, INFID juga mendorong
keterlibatan pihak lain seperti Bappeda, dinas sosial, kementerian
ketenagakerjaan ataupun pemerintah daerah di Kabupaten Cirebon dan Yogyakarta� untuk mengentaskan masalah-masalah yang
mempengaruhi faktor-faktor kemiskinan.
Manajemen komunikasi INFID dalam pendampingan di Kabupaten Cirebon
dan Kota Yogyakarta cukup sistemik dan terintegrasi terutama dalam tahap
perencanaan, pengorganisasian serta penggerakan atau pengarahan. Pada tiga
tahap tersebut, unsur-unsur komunikasi yaitu komunikator, pesan, media,
komunikan atau khalayak diidentifikasi dan turut digiatkan dalam penerapan.
Pada tahap pengorganisasian dan pengarahan, manajemen komunikasi INFID menjadi
dua bentuk yaitu internal dan eksternal. Internal dilakukan kepada staf yang
bekerja di INFID sedangkan eksternal dilakukan kepada mitra daerah dan
pemerintah daerah. Dalam tahapan pengendalian yang dilakukan oleh INFID dalam
pendampingan kepada pemerintah daerah. Terdapat unsur dari manajemen komunikasi
yang tertinggal seperti komunikator, media serta efeknya. Pengendalian ini
hanya berfokus pada komunikan saja atau khalayak saja sehingga kurang adanya
sinergitas dan efektifitas dalam hal pengendalian.
BIBLIOGRAFI
Abidin,
Yusuf Zainal. (2015). Manajemen Komunikasi: Filosofi, Konsep, dan Aplikasi. Bandung:
Pustaka Setia.
Avianto,
Bhakti Nur. (2017). Analisis Pengembangan Home Industri Unggulan Kaos Etnik
Khas Cirebon Di Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon. Syntax Literate; Jurnal
Ilmiah Indonesia, 2(5), 48�57.
Azwar,
Budi. (2014). Program Pemberdayaan Masyarakat Dalam Penanggulangan Kemiskinan
di Kabupaten Kampar (Studi Tentang Efektifitas Bantuan Dana Bergulir Sektor
Agribisnis). MENARA, 13(1), 102�117.
Fatimah,
Siti, Arifin, Isep Zaenal, & Sumpena, Deden. (2019). Komunikasi
Pemberdayaan Masyarakat melalui Kegiatan Program Keluarga Harapan. Prophetica:
Scientific and Research Journal of Islamic Communication and Broadcasting, 5(1),
63�80.
Hoelman,
Mickael B., Parhusip, Bona Tua Parlinggoman, Eko, Sutoro, Bahagijo, Sugeng,
& Santono, Hamong. (2016). Sustainable Development Goals-SDGs Panduan Untuk
Pemerintah Daerah (Kota dan Kabupaten) dan Pemangku Kepentingan Daerah. Sustain
Dev, 1�92.
Kartika,
Ray Septianis. (2012). Partisipasi masyarakat dalam mengelola Alokasi Dana Desa
(ADD) di Desa Tegeswetan dan Desa Jangkrikan Kecamatan Kepil Kabupaten
Wonosobo. Jurnal Bina Praja: Journal of Home Affairs Governance, 4(3),
179�188.
Moleong,
Lexy J. (2019). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Saragih,
Ramainim, & Agung, Sarwititi. (2018). Peran Komunikasi Politik Pemerintah
Dalam Upaya Peningkatan Partisipatif Masyarakat Dalam Pemanfaatan Dana Desa (Penggalian
Bentuk Komunikasi Warga Masyarakat Terhadap Penggunaan Dana Desa). Reformasi:
Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 7(1).
Sarmiati,
Sarmiati. (2014). Strategi Komunikasi Berbasis Kearifan Lokal dalam Penanggulangan
Kemiskinan. Jurnal Ilmu Komunikasi, 10(1).
Sugiyono.
(2014). Metode Penelitian Manajemen. Bandung: Alfabeta.
Suhaeri,
Suhaeri. (2018). Strategi Komunikasi Inovasi Dalam Meminimalisir Konflik
Horizontal Pengemudi Taksi Online Dan Konvensional Di Kota Bandung. Syntax
Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 3(2), 122�131.
Suprapto,
Tommy. (2011). Pengantar Ilmu Komunikasi dan Peran Manajemen dalam
Komunikasi. CAPS.
Syamsi,
Syahrul. (2015). Partisipasi masyarakat dalam mengontrol penggunaan anggaran
dana desa. JISIP: Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 3(1).
Triyanto,
Deni. (2018). Analisis Kinerja Pendamping Desa Dalam Upaya Membangun
Kemandirian Desa. Mimbar: Jurnal Penelitian Sosial Dan Politik, 7(2),
56�62.