Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 5, No. 9, September 2020
EFEKTIVITAS MUSRENBANG KABUPATEN
CIREBON DI MASA COVID-19
Fatin Hamamah
Universitas 17 Agustus (UNTAG) Cirebon Jawa Barat, Indonesia
Email:
[email protected]
Abstract
MUSRENBANG is an important moment of the
foremost planning in the development process. 2020 is the first year in the
government of the currently elected regent for the 2019-2024 period.
This annual deliberation is very important because it is decisive for the
future development of the Cirebon Regency. However, in 2020 the Cirebon Regency
MUSRENBANG will be carried out by teleconference, given the Covid-19 pandemic
period. This was done as an effort to prevent the increasing impact of
Covid-19. The purpose of this study was to determine the consistency of
MUSRENBANG in the preparation of the Regional Income and Expenditure Budget
(APBD) in the Cirebon Regency and to determine the effectiveness of MUSRENBANG
in the preparation of the Cirebon Regency Regional Budget (APBD) during the
Covid-19 period. This research was conducted using
descriptive-analytical research methods with juridical normative and empirical
juridical approaches. The results of this research are first, the consistency
of MUSRENBANG in the Preparation of Regional Income and Expenditure Budget
(APBD) in Cirebon Regency is often not linear with what is discussed in
MUSRENBANG so that the APBD runs not following the will and needs of the
Community and second, the effectiveness of MUSRENBANG in Preparing the Income
Budget And Regional Expenditure (APBD) of Cirebon Regency with the perspective
of Law Number 25 of 2004 concerning the National Development Planning System.
Development planning refers to all applicable regulations, namely based on the
first, at the national level, the source of law used in development planning is
Law Number 25 of 2004 concerning the National Development Planning System, the
second at the Regency level refers to the Cirebon Regency Perda Number 9 Years
2012 Concerning the Regional Development Planning System regarding the Stages
and Procedures for Implementing MUSRENBANG
Keywords: Effectiveness; MUSRENBANG; APBD
Abstrak
MUSRENBANG adalah momentum penting
dari perencanaan paling utama dalam proses pembangunan. Tahun
2020 merupakan tahun pertama di masa pemerintahan bupati terpilih sekarang
periode 2019-2024. Musyawarah tahunan
ini sangat penting�
karena ini menentukan untuk pembangunan kabupaten Cirebon
kedepan. Namun pada tahun 2020 MUSRENBANG Kabupaten Cirebon
pelaksanaannya dilakukan secara teleconverence, mengingat masa pandemi
covid-19. Hal ini dilakukan sebagai upaya pecegahan
dampak covid-19 yang semakin meningkat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsistensi MUSRENBANG
dalam penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di
kabupaten Cirebon dan untuk mengetahui efektifitas
MUSRENBANG dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Cirebon dimasa Covid-19. Penelitian ini dilaksanakan
dengan menggunakan
metode penelitian deskriptif analistis dengan
Pendekatan
yuridis
normatif dan yuridis empiris. Hasil penelitian ini pertama, konsistensi MUSRENBANG dalam
Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) di Kabupaten Cirebon seringkali tidak linier dengan apa yang
dibahas dalam MUSRENBANG, sehingga APBD berjalan tidak sesuai dengan kehendak dan kebutuhan Masyarakat dan yang kedua, efektifitas
MUSRENBANG dalam Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Cirebon perspektif Undang-undang Nomor 25
Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Perencanaan pembangunan mengacu pada semua peraturan yang
berlaku yaitu berdasarkan
pada: yang
pertama, ditingkat nasional
sumber hukum yang
digunakan
dalam
perencanaan pembangunan adalah
Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional, yang
kedua ditingkat Kabupaten mengacu
pada Perda
Kabupaten Cirebon Nomor 9 Tahun 2012 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Daerah tentang Tahapan dan Tata Cara Pelaksanaan MUSRENBANG.
Kata kunci : Efektivitas; MUSRENBANG; APBD
Pendahuluan
Keberhasilan
pembangunan disuatu wilayah atau pemerintahan
daerah akan sangat
ditentukan oleh bagaimana kualitas perencanaan
pembangunannya. Sebagaimana diketahui bersama bahwa
sebuah perencanaan yang matang akan menunjukkan arah
yang jelas tentang apa yang menjadi kebutuhan bagi setiap warga.
Melalui perencanaan juga, semua aktivitas
pembangunan yang dilakukan di berbagai sektor memiliki
target
yang terukur, jelas dan tersistem. Oleh karena
itu perencanaan akan lebih memudahkan para pelaku pembangunan� dalam�
mencapai� target-target
yang telah ditentukan (Yunas,
2017). �
Namun demikian untuk
memastikan bahwa pencapaian hasil
agar sesuai dengan rencana maka diperlukan adanya
pengendalian
atau pengawasan. Proses penyusunan rencana pembangunan di Negara kita secara normatif
mengikuti
sistem politik yang berlaku yakni sistem politik demokratis dimana
sistem politik ini akan menjadi dasar
semua kegiatan pemerintahan, termasuk kegiatan
perencanaan pembangunan
yang senantiasa melibatkan semua
pemangku
kepentingan dalam pemerintahan
Negara (Anggara,
2013). Diantara
elemen-elemen
pemangku kepentingan yang�
utama adalah pemerintah,
masyarakat (warga Negara) dan swasta.
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional, bahwa mekanisme penyusunan
rencana pembangunan, baik di tingkat pusat maupun daerah dilakukan
melalui mekanisme forum yang
disebut dengan Musyawarah Perencanaan
Pembangunan (MUSRENBANG) (Suroso,
Hakim, & Noor, 2014).
Tujuan
diadakannya MUSRENBANG ini salah satunya adalah untuk menampung dan menetapkan semua agenda kegiatan pembangunan skala prioritas sesuai dengan
kebutuhan dari Masyarakat, yang didapatkan dari proses perencanaan ditingkat
bawahnya yang dibiayai
melalui APBD atau dari berbagai sumber dana lainnya
(Azhar,
2015).�
APBD
saat ini terkenal dengan sebutan anggaran publik dan sering ditempatkan pada
posisi yang tidak seharusnya, kesalahan-kesalahan inilah misalnya
yang sering terjadi pada proses kegiatan
penyusunan Anggaran Pendapatan Daerah yang hanya terlihat adalah para pejabat eksekutif �terlibat hanyalah pejabat eksekutif, seperti Bupati, Sekda, Kepala-kepala Dinas dan para anggota DPRD.
Sementara itu rakyat/ masyarakat hanya sebagai penonton yang posisi keberadaannya seperti sangat jauh dan bahkan
hampir mereka tidak mendengar terkait bagimana perencaan pebangunan daerah ini akan dilaksanakan. Hal ini menjadi bertolak belakang sebenarnya
karena Masyarakat seyogyanya adalah bagian daripada pemerintah yang harus
mengetahuinya (Hirawan,
2014).
Sehingga akhirnya disimpulkan bahwa keterlibatan masyarakat
dalam rangka menyusun
anggaran publik ini adalah �hanya pada proses MUSRENBANG ditingkat desa/kelurahan, kecamatan, maupun
daearah. Asumsi lain
bahwa keterlibatan Masyarakat juga hanya dijadikan sebagai alat legitimasi bagi
para pejabat pemerintah dan prosesnya dianggap hanya sebagai formalitas belaka. Proses penjaringan
aspirasi Masyarakat atau dengan
pendapat, merupakan mekanisme
yang biasa dipergunakan DPRD untuk mendapat masukan rakyat. Seringkali proses tersebut tidak optimal, karena pada
proses pelaksanaanya
seringkali bisa
dan menonjolkan kepentingan individu dan kelompok. Sedangkan mekanisme eksekutif yang sering
dilakukan melalui cara sosialisasi juga
tidak banyak membantu, hal ini disebabkan
proses pelaksanaanya
masih bertumpu pada pendekatan struktural tidak berdasarkan pada kebutuhan masyarakat (Samosir,
2017).
Realitas
tersebut tentu sangat
merugikan masyarakat karena
dampaknya adalah masyarakat
akan sangat
kesulitan untuk mengakses anggaran
publik atau bahkan untuk melakukan kontrol terhadap pelaksanaan APBD.
Hal
ini terjadi karena masyarakat
tidak mengetahui seluk-beluk dari penyusunannya
secara�� jelas, mulai dari tahap perencanaan RAPBD,disahkannya
menjadi APBD, pelaksanaan anggaran sampai
dengan pertanggungjawaban
anggaran tersebut.
Padahal APBD mempunyai beberapa tahapan
mulai dari proses perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan
dan evaluasi pertanggungjawaban. Sementara� di ketahui oleh masyarakat
hanyalah
sekelumit pada proses perencanaan,
setelah itu masyarakat
tidak tahu lagi tentang pelaksanaan
hingga
evaluasi dan pertanggungjawabannya (Samosir,
2017).
Oleh
karena
itu, pada era saat ini sudah waktunya bagi
masyarakat
untuk terlibat lebih serius dalam
seluruh proses dan tahapan penyusunan
anggaran publik. Maka saat ini tidak ada alasan lagi bagi pemerintah untuk melaksanakan proses
dan tahapan pembuatan APBD sebagaimana
diamanatkan dalam peraturan perundangan-undangan
seperti: Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004,
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004,
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004, Undang-undang Nomor17 Tahun
2003, Undang-undang Nomor 1 Tahun2004
dan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004. Dari seperangkat
aturan yang ada telah
memberikan ruang bagi masyarakat
untuk terlibat�� dalam�� seluruh�
�proses�� APBD, yaitu
mulai perencanaan hingga pengawasan yang
dapat
dilakukan oleh masyarakat.
Sinergitas perencanaan dapat dilihat ketika perencanaan
pembangunan selalu menekankan kerja sama
antar wilayah administrasi dan geografi, serta
interaksi diantara stakeholders. Forum
yang melibatkan masyarakat hanya terbatas di tingkat musyawarah
perencanaan pembangunan
desa, representasi masyarakat dalam forum-forum di tingkat kecamatan sangat kecil.Ini menyebabkan
banyaknya
usulan program� masyarakat� yang�� hilang
di tengah jalan. Di
tingkat desa, kegiatan
rapat yang berkaitan
dengan perencanaan pembangunan
sebenarnya
tidak hanya dilakukan dalam forum
MUSRENBANG saja, diselenggarakan
forum-forum lain di luar MUSRENBANG bila dibutuhkan.
Untuk
mengetahui apakah suatu usulan mempunyai keterkaitan
dengan
usulan lain� yang��
diajukan� baik� oleh SKPD maupun desa lain diperlukan interaksi diantara semua peserta.
Sinergitas perencanaan merupakan bagian dari kriteria yang harus
dipenuhi oleh semua� usulan yang�
masuk� untuk dijadikan daftar prioritas usulan yang didanai
oleh APBD (Hirawan,
2014). Sinergitas usulan
antara satu SKPD dengan SKPD lainnya menjadi salah satu
kriteria diakomodasi tidaknya
suatu usulan kegiatan. Disini ditekankan kerja
sama
antar wilayah dan geografi untuk mencapai sinkronisasi kegiatan,
juga diperlukan�
interaksi diantara stakeholders dalam
membahas kegiatan apa saja yang dijadikan
prioritas untuk diusulkan ketingkat yang
lebih tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, MUSRENBANG Kabupaten
Cirebon sudah memenuhi kriteria� sinergitas
perencanaan, meskipun dalam pelaksanaannya
belum
optimal. Hal ini
ditandai dengan masih terdapatnya
ketidaksinkronan antara usulan SKPD dengan usulan desa sehingga
harus ada usulan yang
dikorbankan dari pihak Desa. Namun dengan adanya program
P3K diharapkan Usulan desa yang tercover dalam prioritas usulan kecamatan
tidak tergeser oleh usulan SKPD.
Perencanaan
pembangunan
mengacu pada semua peraturan
yang berlaku yaitu berdasarkan pada:yang
pertama, ditingkat� nasional�
sumber hukum yang� digunakan�
dalam perencanaan pembangunan
adalah Undang-undang
Nomor 25� tahun 2004 tentang� Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang
kedua ditingkat Kabupaten
mengacu pada Peraturan Bupati
Nomor 7 Tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Hasil�
wawancara�
dengan perangkat
desa bahwa, kurang pahamnya
terhadap Mekanisme perencanaan pembangunan berdasarkan Undang- undang Nomor 25 Tahun 2004 dan Peraturan
Bupati Nomor 49 Tahun
2012 belum disosialisasikan dengan baik
kepada pemerintah desa dan masyarakatnya,
sehingga mekanisme yang digunakan dalam proses perencanaan pembangunan menggunakan cara
yang turun-temurun dari kades periode sebelumnya.
�Hal ini disebabkan� ketercukupan�
aparat� yang
rendah dan rendahnya keterampilan komunikasi kepada masyarakat.
Metode Penelitian
Penelitian
ini dilaksanakan dengan
menggunakan metode deskriptif analistis
dengan
Pendekatan
yuridis
normatif dan yuridis empiris (Suyanto, 2015). Pendekatan yuridis normatif digunakan
untuk mengetahui sejauh mana asas-asas hukum, sinkronisasi vertikal atau horizontal, dan
sistematik hukum diterapkan.
Menurut perspektif Wigjosoebroto Pendekatan yuridis empiris,
pada
prinsipnya hukum dikonsepsikan
secara sosiologis sebagai gejala
empiris yang dapat diamati
dalam
kehidupan secara empiris
yang teramati
dalam pengalaman (Kasim & Kasim, 2002). Untuk memudahkan
penelusuran
data maka dapat digunakan pendekatan
penegakan hukum berdasarkan
pada
faktor-faktor yang
mempengaruhinya
(Soekanto, 1983).
Data didapatkan dengan menggunakan bahan hukum yang berkaitan dengan
masalah penelitian. Data
yang diperoleh dari bahan hukum yaitu (Soekanto &
Mamudji, 2001):
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari:
a. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004,
b. Undang-undang Nomor 33
Tahun 2004,
c. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004,
d. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003,
e. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 dan
f. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004.
2. Bahan hukum sekunder,
yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer,
doktrin,� yurisprudensi,
dan asas-asas hukum.
3. Bahan hukum tersier,
yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder, terdiri dari: 1) Kamus Umum Bahasa
Indonesia, 2) Kamus Hukum, 3) Buku literature, Hasil-hasil penelitian, Hasil
karya dari kalangan hukum, 4) Majalah, koran, media cetak dan elektronik.
Tahap
berikutnya setelah memperoleh hasil data dan mengolah data tersebut, kemudian
selanjutnya melakukan analisis data yang diperoleh baik dari sumber primer
ataupun bahan sumber sekunder secara deskriptif kualitatif dan dari sudut
pandang ilmu hukum. Data primer dan
data sekunder yang diperoleh dari penelitian telah disusun dengan teratur dan
sistematis, kemudian dianalisa untuk mendapatkan suatu kesimpulan.
Hasil dan Pembahasan
A.
Konsistensi
MUSRENBANG Dalam Penyusunan
Anggaran Pendapatan Dan
Belanja Daerah (APBD) di Kabupaten Cirebon
Penyelenggaraan MUSRENBANG
di tingkat pemerintah daerah secara
institusi dikoordinasikan oleh BAPPEDA
dan dengan mengikut sertakan elemen-elemen
pemangku
kepentingan di daerah,
sebagai wujud pendekatan partisipasi
terhadap warga
dalam perumusan kebijakan publik. Sebenarnya partisipasi warga
dalam suatu kebijakan tidak hanya terletak dalam tingkat
perencanaan saja,
melainkan�� harus�� dilakukan�� juga�� pada tahap
implementasi atau pelaksanaan dan pada
tahap evaluasinya.
Seyogianya, proses
perencanaan yang
berbentuk MUSRENBANG yang
telah menghasilkan rencana pembangunan daerah berkorelasi erat dengan
penetapan
APBD-nya.
Dalam�� �realitanya�� �justru setelah APBD ditetapkan terdapat banyak poin-poin yang
dibahas
dalam MUSRENBANG tidak terakomodir dalam APBD
yang telah
ditetapkan.
Selama ini keterlibatan masyarakat
dalam rangka menyusun
anggaran publik hanyalah
pada proses MUSRENBANG ditingkat desa/kelurahan,
kecamatan, maupun daearah. Namun keterlibatan masyarakat sering
kali hanya dijadikan alat legitimasi dan prosesnya �hanyalah� formalitas.
Proses penjaringan aspirasi masyarakat
atau dengan� pendapat,
merupakan mekanisme yang
biasa� dipergunakan DPRD�
untuk mendapat masukan rakyat. Seringkali proses tersebut tidak optimal, karena pada
proses pelaksanaanya
seringkali bisa
dan menonjolkan kepentingan individu dan kelompok. Sedangkan mekanisme
eksekutif yang sering dilakukan melalui cara
sosialisasi juga tidak banyak
membantu, hal ini disebabkan proses pelaksanaanya masih bertumpu pada pendekatan struktural
tidak berdasarkan pada kebutuhan masyarakat.
Realitas tersebut tentu sangat merugikan masyarakat karena
dampaknya adalah masyarakat
akan sangat kesulitan untuk mengakses anggaran publik atau bahkan untuk melakukan control terhadap pelaksanaan APBD.
Hal ini
terjadi karena masyarakat
tidak mengetahui selukbeluk dari penyusunannya secara jelas, mulai dari tahap perencanaan
RAPBD, disahkannya menjadi APBD, pelaksanaan anggaran sampai dengan pertanggungjawaban anggaran tersebut.
Padahal APBD mempunyai beberapa
tahapan mulai dari
proses
perencanaan, penyusunan,
pelaksanaan dan evaluasi
pertanggungjawaban.
Sementara di ketahui oleh masyarakat hanyalah sekelumit pada proses perencanaan, setelah itu masyarakat tidak
tahu lagi tentang pelaksanaan hingga evaluasi dan
pertanggungjawabannya.
Oleh karena itu, pada era saat ini sudah waktunya bagi masyarakat untuk terlibat lebih serius dalam seluruh proses dan tahapan penyusunan anggaran publik. Maka saat ini tidak ada alasan lagi bagi
pemerintah untuk melaksanakan proses dan tahapan
pembuatan
APBD sebagaimana diamanatkan dalam peraturan perundangan-undangan seperti: Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, Undang-undang Nomor 25 Tahun
2004, Undang-undang Nomor 17 Tahun
2003, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004
dan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004. Dari seperangkat
aturan yang ada telah memberikan ruang bagi masyarakat untuk
terlibat�� dalam�� seluruh��
proses�� APBD, yaitu mulai perencanaan
hingga pengawasan yang dapat dilakukan oleh masyarakat.
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (MUSRENBANG) menjadi media pemerintah
untuk melibatkan partisipasi masyarakat. Pelibatan masyarakat�
dalam pembangunan sudah tentu mutlak adanya,
disamping merangkul keikutsertaan masyarakat
itu sendiri, partisipasi yang diberikan secara tidak langsung
memberi peningkatan
kapasitas
program yang
dijalankan, maupun bagi masyarakat itu sendiri. Namun jauh panggang
dari api,
MUSRENBANG nyatanya seringkali hanya
menjadi �ritual� tahunan,
atau sekadar penggugur kewajiban.
Keterlibatan masyarakat masih sangat kurang dan terkadang didominasi wajah yang sama dari tahun
ke tahun. Akibatnya,
perencanaan program
tidak mendapat asupan gagasan variatif.� Sehingga program berjalan sukses, terkadang program malah dirongrong
sendiri Masyarakat.
Analisis
lebih mendalam terkait dengan fenomena partisipasi berdasarkan
hasil pengamatan dan interaksi dengan
berbagai pihak yang
terlibat dalam proses penyusunan APBD di temukan hasil bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan ketidakefektifan partisipasi
masyarakat
dalam proses penyusunan APBD Kabupaten Cirebon adalah terbagi
menjadi ��dua�� bagian� �yaitu��
partisipasi dalam hal kebijakan dan partisipasi
dalam hal proses perencanaan
dan
penganggaran daerah.
Terkait dengan kebijakan
penyusunan APBD belum
adanya
jaminan hukum berupa Peraturan Daerah (PERDA) yang
memayungi partisipasi
masyarakat proses penyusunan APBD dianggap
sebagai
kendala
utama dalam pengembangan
partisipasi masyarakat.
Sementara terkait dengan proses perencanaan dan penganggaran
melalui
proses koordinasi antar instansi pemerintah dan proses partisipasi
seluruh pelaku pembangunan dalam suatu forum MUSRENBANG yang menjadi kendala utama
adalah sosialisasi yang dianggap kurang sehingga
proses�� partisipasi yang�� ada
hanya
di nikmati oleh beberapa masyarakat yang dekat dengan pejabat
keluarahan atau Kepala Desa sebagai lembaga yang
melakukan proses MUSRENBANG.
B.
Efektifitas MUSRENBANG Dalam
Penyusunan Anggaran
Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Cirebon perspektif
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangaunan
Nasional
Tingkat� �efektivitas� �pelaksanaan
MUSRENBANG perlu diperhatikan karena
akan berpengaruh pada
kualitas hasil perencanaan
pembangunan pada tahun berikutnya sehingga dapat pula berpengaruh
pada proses alokasi anggaran
untuk� �usulan yang dibahas
dalam MUSRENBANG tersebut. Selain itu Efektivitas
pelaksanaan MUSRENBANG penting ditinjau agar pelaksanaan
MUSRENBANG tidak hanya sebagai formalitas
saja. �Karena dewasa ini muncul kecenderungan bahwa pelaksanaan MUSRENBANG tidak dapat
dijadikan tolok ukur perencanaan yang
partisipatif dan mengutamakan
transparansi (keterbukaan)
sehingga output dari pelaksanaan MUSRENBANG tersebut tidak sesuai seperti yang diharapkan. Jika hal tersebut
terjadi, maka akan berpengaruh
terhadap
besaran
tingkat partisipasi masyarakat
dalam
MUSRENBANG yang menurun dan tidak
sebanding dengan usulan serta alokasi
anggaran program yang semestinya diperlukan dan diperuntukkan untuk masyarakat
itu sendiri.
Berangkat dari berbagai
kendala tersebut di atas, dapat diidentifikasi beberapa aspek-aspek yang
menentukan
efektivitas pelaksanaan MUSRENBANG dalam rangka penyusunan RKPD khususnya di Kabupaten Cirebon antara lain adalah
:
a.
Terfokus pada
kepentingan masyarakat
Salah satu ciri perencanaan partisipatif adalah terfokus
pada kepentingan masyarakat, yaitu berdasarkan pada
masalah dan kebutuhan yang dihadapi masyarakat. Masyarakat diberikan keleluasaan untuk
berpartisipasi agar membangkitkan
semangat kemandirian dan kerjasama yang
baik dalam masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan ditujukan agar membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat,
untuk memberikan kontribusi terutama untuk mencapai
suatu hasil atau tujuan yang telah ditetapkan.Selain itu, perencanaan program mendorong penguatan dan peningkatan kapasitas masyarakat dalam memecahkan berbagai persoalan.
Perencanaan partisipatif yang terfokus
pada kepentingan masyarakat
dapat diperolehmelalui kegiatan
penyelidikan yaitu sebuah
proses untuk mengetahui, menggali danmengumpulkan masalah dan kebutuhan-kebutuhan
bersifat lokal yang
berkembang di masyarakat. Kegiatan ini
idealnya dilakukan setiap
satu tahun sekali karena
merupakan bagian dari proses perencanaan pembangunan yang dilaksanakan
setahun sekali.
b.
Partisipatoris
Salah satu SKPD yang
harus
menyelenggarakan praktek
perencanaan pembangunan adalah kecamatan. Pada tingkat kecamatan ini
dilakukan penjaringan aspirasi
dalam proses perencanaan pembangunan
melalui Musyawarah
Perencanaan Pembangunan
(MUSRENBANG).�
Partisipasi�� selain��
telah� �menjadi kata kunci dalam
pembangunan, juga menjadi salah satu karakteristik
dari penyelenggaraan �pemerintah
�yang �baik.
Melihat dampak penting dan positif
dari perencanaan partisipatif, dengan adanya
partisipasi masyarakat
yang optimal dalam perencanaan diharapkan dapat
membangun rasa pemilikan
yang kuat dikalangan masyarakat terhadap hasil-
hasil pembangunan yang
ada. Geddesian
dalam Soemarmo (2005: 26) mengemukakan bahwa
pada dasarnya masyarakat dapat dilibatkan secara aktif sejak tahap awal penyusunan rencana. Keterlibatan masyarakat dapat
berupa: (1) pendidikan melalui pelatihan, (2) partisipasi aktif dalam pengumpulan
informasi, (3) partisipasi dalam memberikan alternatif rencana dan usulan kepada pemerintah.
c.
Dinamis�
Karena� �MUSRENBANG� �merupakan salah satu rangkaian proses
perencanaan
pembanguna yang tidak dapat dipisahkan dalam rangkaian pembangunan dalam suatu wilayah.
Khususnya di Kabupaten Cirebon, bahwa MUSRENBANG secara kontinu dilakukan 1 tahun sekali. Untuk itulah, dalam perencanaan tahunan daerah, pemerintah
Daerah
melakukan proses MUSRENBANG mulai dari
tingkat
Desa/
Kelurahan,
Kecamatan, forum SKPD/ forum
gabungan SKPD dan MUSRENBANG di tingkat
Kabupaten.
Berkaitan
dengan hal tersebut,
salah satu� perangkat�
desa mengungkapkan
bahwa MUSRENBANG yang
dilakukan� pada� tingkat
�kelurahan� atau desa merupakan salah satu
wadah atau forum semua
elemen masyarakat desa/ kelurahan yang
merumuskan suatu program� kegiatan �yang� akan
direncanakan dalam tahun anggaran
namun mengacu kepada RPJP Desa yang sesuai dengan program pemerintah Kabupaten. Hal tersebut mengandung makna bahwa dalam MUSRENBANG
tingkat Desa/
Kelurahan perwakilan elemen masyarakat�� dapat�
�memberikan�� usulan yang
mungkin menjadi usulan prioritas pembangunan. Dan usulan tersebut tidak bertentangan dengan pembangunan yang akan dilaksanakan oleh Pihak
Kabupaten sebagai
Pemerintah Daerah.
Karena dalam MUSRENBANG
tingkat
Desa/Kelurahan akan menghasilkan
usulan prioritas utama desa yang akan
dilaksanakan�� �oleh��
�desa��
�sendiri dan dibiayai melalui dana swadaya,
ADD bahkan APBD Kabupaten.�
Berkaitan
dengan tingkat Kecamatan,
salah satu informan mengemukakan bahwa MUSRENBANG tingkat kecamatan tidak
jauh berbeda dengan tingkat
kelurahan,
namun dalam forum ini terdapat
pembahasan dan
menyepakati��
langkah-langkah
penanganan program
kegiatan
prioritas yang tercantum dalam daftar prioritas lintas desa/kelurahan yang
tidak bertentangan dengan pembangunan Kabupaten
Cirebon.
Di dalam forum kecamatan, terdapat pagu indikatif. Artinya bahwa Kabupaten
memberikan pagu anggaran
sebesar 2 milliar untuk perencanaan
wilayah (pagu Kecamatan). Hal
ini diharapkan bahwa setiap kecamatan memberikan kesempatan
kepada desa untuk dapat lebih mengembangkan
desanya sesuai dengan
kebutuhan.
Namun kenyataan tidak demikian,
banyaknya
usulan dari setiap desa mengakibatkan
anggaran yang
tersedia tidak cukup untuk usulan tersebut.
d.
Sinergitas
Sinergitas dalam���
hal ini merupakan bagaimana
proses
pembangunan yang dimulai dari MUSRENBANG, baik itu
MUSRENBANG Kecamatan, MUSRENBANG OPD melibatkan semua elemen masyarakat sehingga dapat merefleksikan
kebutuhan akan pembangunan. Selain itu, MUSRENBANG memperhatikan kerjasama
dari semua stakeholder, baik dari tokoh masyarakat,
tokoh adat, tokoh agama, aparatur
pemerintah, LSM, bahkan melibatkan pihak Universitas
yang diharapkan bahwa
proses pembangunan direncanakan.
Sinergitas perencanaan dapat dilihat ketika perencanaan
pembangunan selalu menekankan kerja sama
antar wilayah administrasi dan geografi, serta
interaksi diantara stakeholders. Forum yang
melibatkan masyarakat hanya
terbatas di tingkat musyawarah
perencanaan pembangunan desa,
representasi masyarakat dalam forum- forum
di tingkat kecamatan sangat kecil. Ini menyebabkan banyaknya usulan program� �masyarakat�
�yang�� hilang�� di tengah
jalan.
Di
tingkat desa, kegiatan
rapat yang berkaitan dengan
perencanaan
pembangunan sebenarnya tidak
hanya
dilakukan dalam forum MUSRENBANG saja, diselenggarakan forum-forum lain di luar MUSRENBANG bila dibutuhkan. Ketika ada program atau kegiatan yang
sumber dananya dari yang
lain, misalnya dari
APBN. Seperti program
PNPM yaitu program pembangunan yang sumber dananya dari pusat, berupa pemberian
bantuan modal kepada masyarakat disesuaikan �dengan �keahlian,
misalnya peternak diberi bantuan modal berupa domba, petani diberi bantuan
modal berupa benih, pupuk, penjahit
diberi bantuan modal� berupa
�mesin� jahit�
dan lain sebagainya.
Sehingga keberlanjutan perencanaan dapat dipertahankan di
Kabupaten Cirebon melalui forum
rembug
warga yang diselenggarakan di luar MUSRENBANG desa.
Untuk mengetahui apakah
suatu usulan mempunyai keterkaitan
dengan
usulan� �lain�
�yang�� diajukan�
�baik�
�oleh SKPD maupun desa lain diperlukan interaksi �diantara� semua �peserta. Sinergitas perencanaan merupakan
bagian dari
kriteria yang harus dipenuhi oleh
semua usulan yang masuk untuk dijadikan daftar prioritas usulan yang
didanai oleh APBD. Sinergitas usulan antara satu SKPD dengan
SKPD lainnya menjadi salah satu kriteria
diakomodasi tidaknya suatu
usulan kegiatan. Disini ditekankan kerja sama antar wilayah dan
geografi untuk mencapai sinkronisasi kegiatan,
juga diperlukan interaksi diantara
stakeholders dalam membahas kegiatan apa saja yang dijadikan prioritas untuk diusulkan ke tingkat yang lebih tinggi. Berdasarkan hasil
penelitian, MUSRENBANG Kabupaten Cirebon sudah memenuhi kriteria sinergitas perencanaan,
meskipun dalam pelaksanaannya
belum
optimal. Hal
ini ditandai dengan
masih
terdapatnya ketidaksinkronan antara usulan SKPD
dengan usulan desa sehingga harus ada usulan yang
dikorbankan dari pihak Desa.
Namun dengan adanya program P3K diharapkan Usulan desa yang tercover dalam prioritas usulan kecamatan tidak tergeser oleh usulan SKPD.
e.
Legalitas
Perencanaan pembangunan mengacu pada semua peraturan yang berlaku
yaitu berdasarkan pada: pertama,
ditingkat nasional sumber hukum yang
digunakan
dalam
perencanaan pembangunan adalah
Undang-undang No. 25 tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional, yang
kedua ditingkat Kabupaten mengacu
pada Peraturan Bupati Nomor 49 Tahun
2012 tentang Tahapan dan Tata Cara
Pelaksanaan MUSRENBANG.
Mekanisme
perencanaan pembangunan diatur dalam peraturan Bupati
No. 49 Tahun 2012 sebagaimana
yang telah diuraikan sebelumnya. Namun
tidak semua Desa menyelenggarakan
proses perencanaan pembangunan
sesuai dengan Peraturan Bupati tersebut. Hal ini
disebabkan oleh�� keterbatasan��
Kepala desa, perangkat desa, dan
masyarakat dalam memahami peraturan tersebut, sehingga proses perencanaan pembangunan diselenggarakan berdasarkan mekanisme yang
biasa dilakukan sebelumnya.
Hasil
wawancara
dengan perangkat desa bahwa, kurang pahamnya terhadap Mekanisme perencanaan
pembangunan berdasarkan
Undang-undang No. 25 Tahun 2004 dan Peraturan
Bupati No. 49 Tahun 2012 belum disosialisasikan dengan baik
kepada pemerintah desa dan masyarakatnya, sehingga mekanisme
yang digunakan
dalam proses perencanaan
pembangunan menggunakan cara yang turun temurun
dari kades periode sebelumnya.
Hal ini disebabkan� �ketercukupan aparat� �yang
rendah, dan rendahnya keterampilan komunikasi kepada masyarakat.
Untuk pelaksanaan MUSRENBANG tingkat Kecamatan, bahwa
secara
umum pelaksanaan MUSRENBANG menjungjung tinggi
etika dan tata nilai masyarakat,
hal ini dapat dilihat dari tidak adanya gejolak dari masyarakat atas
perencanaan pembangunan yang
diputuskan, karena masyarakat
pun terlibat dalam proses tersebut.
Keterlibatan masyarakat hanya terbatas pada tahap merumuskan kegiatan
saja, tidak terlibat dalam pengambilan keputusan
dalam memutuskan kegiatan prioritas, itupun masyarakat yang terlibat dalam proses
perencanaan pembangunan di tingkat
Desa maupun Kecamatan hanya
sebagian
kecil masyarakat
saja,
dan sebagian besar adalah
mereka yang
sudah beberapa kali ikut terlibat dalam proses
perencanaan pembangunan tersebut. Dari
pernyataan
di atas dapat disimpulkan bahwa Perencanaan
pembangunan berdasarkan
kesepakatan masyarakat
melalui Musyawarah
perencanaan pembangunan
(MUSRENBANG) sehingga sesuai
sumber hukum dalam perencanaan pembangunan
dan menjungjung etika dan nilai
yang ada di masayarakat.
f.
Fisibilitas
Proses perencanaan pembangunan (MUSRENBANG) juga memfokuskan kepada beberapa program saja,
misalnya perbaikan
infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan. Hal ini menandakan
bahwa program yang akan dibentuk
oleh OPD dan anggaran yang tertuang
dalam APBD memang untuk program
tersebut.
Sehingga program benar-benar
dapat diukur secara hasil dan waktu penyelesaiannya.
MUSRENBANG merupakan proses
perencanaan pembangunan yang
diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah dan
Peraturan Bupati Kabupaten Cirebon Nomor 49 Tahun 2012 tentang
Tahapan
dan Tata Cara Pelaksanaan MUSRENBANG. Program pembangunan Kabupaten
Cirebon memfokuskan dalam 3 bidang
Sosbud, Bidang Fisik dan Bidang
ekonomi. �Bidang� Sosbud
�memuat
program dan kegiatan
pendidikan, kesehatan, olah raga,
sosial, tenaga kerja, pemerintahan
umum, komunikasi, kependudukan dan perencanaan. Bidang
fisik dan prasarana
memuat program
dan
kegiatan
urusan jalan dan irigasi, lingkungan hidup,
perhubungan, permukiman, kebersihan dan
tata ruang. Untuk
Bidang
Ekonomi memuat program dan kegiatan urusan
pertanian, peternakan, kehutanan, koperasi dan pariwisata.
Berkaitan
dengan hal tersebut,
bahwa� pelaksanaan �program pembangunan di�
Kabupaten Cirebon masih memfokuskan
kepada program perbaikan
fisik. Hal ini
didasarkan pada hasil wawancara
dengan informan bahwa program perbaikan fisik atau perbaikann infrastruktur masih menjadi program utama. Karena mengingat kebutuhan
sarana jalan masih menjadi kebutuhan utama dalam segala sektor,
baik sektor pertanian, ekonomi, perdagangan��
dan juga sektor pendidikan. Sehingga perbaikan jalan menjadi perhatian penting
bagi
Kabupaten Cirebon untuk
kepentingan masyarakat secara luas.
Informan
yang lain mengemukakan bahwa
program pembangunan pada sektor yang
lain juga tidak dapat dipisahkan dalam proses pembangunan.
Khususnya program pendidikan dan kesehatan. Mengingat beberapa wilayah Kabupaten
Cirebon masih terkendala bidang kesehatan dan
pendidikan. Pengembangan
bidang kesehatan melalui pelaksanaan kebersihan lingkungan,
program keluarga berencana,
fasilitas posyandu bahkan sampai dengan
pengadaan mobil ambulance desa. Hal ini menandakan bahwa proses
pembangunan dalam
bidang kesehatan masih menjadi
pusat perhatian pemerintah
Kabupaten Cirebon.
Kesimpulan
Semua elemen atau stakeholder dalam proses MUSRENBANG
sudah dilibatkan, mulai�� dari� tokoh
agama,� perwakilan perempuan, tokoh adat,
tokoh masyarakat, LSM, aparatur pemerintah. Proses MUSRENBANG merupakan proses tidak terpisahkan mulai dari usulan
desa, MUSRENBANG Kecamatan,
MUSRENBANG OPD dan juga mengevaluasi hasil pembangunan tahun sebelumnya.
Konsistensi MUSRENBANG Dalam Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan
Belanja Daerah (APBD)
di Kabupaten Cirebon seringkali
tidak linier dengan apa yang
dibahas dalam MUSRENBANG, sehingga APBD berjalan tidak sesuai dengan kehendak dan kebutuhan masyarakat.
Terjadi kecenderungannya bahwa para
wakil masyarakat yang
duduk di DPRD selaku lembaga�
legislatif,� ataupun aparatur Pemerintah Daerah selaku lembaga eksekutif yang
semestinya
memperjuangkan aspirasi masyarakat luas lebih mendahulukan individu dan golongan. Sehingga proses
MUSRENBANG yang seyogianya dapat mencerminkan
berbagai kebutuhan masyarakat dalam pembangunan belum
efektif sebagaimana dilaksanakan.
Efektifitas MUSRENBANG Dalam
Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Cirebon perspektif
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangaunan
Nasional, Perencanaan� pembangunan mengacu pada semua peraturan yang berlaku
yaitu berdasarkan pada: yang pertama,�
ditingkat� nasional�
sumber hukum �yang� digunakan�
dalam perencanaan pembangunan adalah
Undang-undang��
No.� �25� �tahun�
�2004 tentang� Sistem �Perencanaan Pembangunan Nasional, yang
kedua ditingkat Kabupaten mengacu
pada Peraturan Bupati Kabupaten Cirebon
Nomor 49 Tahun 2012 tentang Tahapan dan Tata Cara
Pelaksanaan MUSRENBANG. Perencanaan pembangunan
berdasarkan kesepakatan
masyarakat melalui Musyawarah perencanaan
pembangunan (MUSRENBANG) sehingga sesuai sumber hukum dalam perencanaan pembangunan
dan menjungjung etika dan nilai
yang ada di masayarakat.
BIBLIOGRAFI�
Anggara, Sahya. (2013). Sistem Politik Indonesia (Vol. 1). CV
Pustaka Setia.
Azhar, Fikri. (2015). Partisipasi masyarakat dalam musyawarah
perencanaan pembangunan (musrenbang) di Kelurahan Pegirian Kecamatan Semampir
Kota Surabaya. Kebijakan Dan Manajemen Pubik, 3(2), 63�70.
Hirawan, Zaenal. (2014). Efektivitas Musrenbang Dalam
Penyusunan Apbd Kabupaten Cirebon. Jurnal Administrasi Publik Volume 5,
Nomor 2, Desember 2014, 5(2).
Kasim, Ifdhal, & Kasim, Ifdhal. (2002). Hukum:
Paradigma, metode dan dinamika masalahnya. Lembaga Studi dan Advokasi
Masyarakat (ELSAM), Perkumpulan untuk Pembaruan
Samosir, Lasma Romauli. (2017). Partisipasi Masyarakat
dalam Perencanaan Pembangunan (Studi Kasus pada Kecamatan Gunung Sitember
Kabupaten Dairi).
Soekanto, Soerjono. (1983). Faktor-faktor yang
mempengaruhi Penegakan Hukum. Rajawali.
Soekanto, Soerjono, & Mamudji, Sri. (2001). Penelitian
hukum normatif: Suatu tinjauan singkat. RajaGrafindo Persada.
Suroso, Hadi, Hakim, Abdul, & Noor, Irwan. (2014).
Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam perencanaan
pembangunan Di Desa Banjaran Kecamatan Driyorejo Kabupaten Gresik. Wacana
Journal of Social and Humanity Studies, 17(1), 7�15.
Suyanto, Bagong. (2015). Metode Penelitian Sosial:
Berbagai Alternatif Pendekatan. Prenada Media.
Yunas, Novy Setia. (2017). Efektivitas E-Musrenbang di Kota
Surabaya dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Berparadigma Masyarakat. Otoritas:
Jurnal Ilmu Pemerintahan, 7(1), 19�27.