� Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

� e-ISSN: 2548-1398

� Vol. 5, No. 9, September 2020

�

PENGARUH INFLASI DAN KURS RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH SEKTOR PARIWISSATA DKI JAKARTA 2010-2014

 

Pramono Margono dan Erwin Rasyid

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) UniSadhuGuna Jakarta, Indonesia

Email: [email protected] dan [email protected]

 

Abstract

This study aims to determine the effect of the inflation rate and the Rupiah exchange rate on the US Dollar on Regional Original Income (PAD) of the tourism sector in DKI Jakarta for the period 2010-2014. The first hypothesis test assumes that the exchange rate of the rupee to the U.S. dollar affects the regional raw income (PAD) of the Jakarta DKI tourism industry. The second hypothesis assuming that the level of inflation has an effect on local revenue (PAD) in the tourism sector in DKI Jakarta. The third hypothesis is that the Rupiah exchange rate against the US Dollar and the Inflation Rate together affect the Regional Own-Owned Income (PAD) of the tourism sector in DKI Jakarta. The population in this study is the local revenue (PAD) in the tourism sector in DKI Jakarta. The data in this study use primary data and secondary data. Primary data is obtained from interviews with the DKI Jakarta Tourism Office and secondary data is obtained from the websites of the DKI Jakarta Provincial Government, Bank Indonesia, and BPS. Sekunder data consists of the Inflation Rate, the Rupiah Exchange Rate against the United States Dollar (Kurs). The methods used in data collection are documentation and interview methods. Which then analyzed using the multiple linear regression method. The results of the study indicate that the Rupiah exchange rate against the US Dollar partially affects the Regional Original Income (PAD) of the tourism sector in DKI Jakarta. Likewise, the inflation rate has a partial effect on the Regional Original Income (PAD) of the tourism sector in DKI Jakarta. The Rupiah exchange rate against the US Dollar and the Inflation Rate together affect the Regional Original Income (PAD) of the tourism sector in DKI Jakarta.

 

Keyword: Inflation Rate; Rupiah Exchange Rate against the US Dollar; Regional Original Income (PAD) for tourism in DKI Jakarta

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat inflasi dan kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) sektor pariwisata DKI Jakarta periode 2010-2014. Hipotesis pertama menguji diduga nilai kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) sektor pariwisata DKI Jakarta. Hipotesis kedua diduga Tingkat Inflasi berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) sektor pariwisata DKI Jakarta. Hipotesis ketiga diduga kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika dan Tingkat Inflasi secara bersama-sama mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah (PAD) sektor pariwisata DKI Jakarta. Populasi dalam penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) sektor pariwisata DKI Jakarta. Data dalam penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer daidapat dari wawancara dengan Dinas Pariwisata DKI Jakarta dan data sekunder diperoleh dari website Pemprov DKI Jakarta, Bank Indonesia dan BPS. Data-data sekundr terdiri dari Tingkat Inflasi, Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat (Kurs). Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode dokumentasi dan wawancara. Yang kemudian dianalisis dengan menggunakan metode regresi linier berganda. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika berpengaruh secara parsial Pendapatan Asli Daerah (PAD) sektor pariwisata DKI Jakarta. Demikian juga dengan Tingkat Inflasi berpengaruh parsial terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) sektor pariwisata DKI Jakarta. Kurs Rupiah terhdap Dollar Amerika dan Tingkat Inflasi secara bersama-sama mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah (PAD) sektor pariwisata DKI Jakarta.

 

Kata kunci: Tingkat Inflasi; Kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika; Pendapatan Asli Daerah (PAD) pariwisata DKI Jakarta

 


Pendahuluan

Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, menguatkan peranan otonomi daerah dalam mengembangkan dan membangun daerah secara berkelanjutan. Undang-undang tersebut memberikan hak otonom kepada daerah secara penuh untuk mengatur dan mengurus keperluan daerahnya sendiri sesuai dengan kebijakan dan aspirasi masyarakat. Sebagai konsekuensi dari pemberian otonomi yang luas kepada daerah maka sumber-sumber keuangan telah banyak yang bergeser ke daerah. Hal ini sesuai dengan arti desentralisasi fiskal yang mengandung pengertian bahwa kepada daerah diberikan kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri dalam wadah Pendapatan Asli Daerah dan didukung dengan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah (Alisyahbana, 2011).

Dari segi bentuk dan strukturnya komponen penerimaan pembangunan diseluruh pemerintah daerah diseragamkan menjadi 20 sektor. Selanjutnya dari segi alokasi dana, ukuran-ukuran kinerja yang baik seperti halnya pada pos penerimaan rutin, satu-satunya ukuran kinerja yang dipakai adalah aturan bahwa jumlah dana untuk penerimaan pembangunan yang tertera dalam anggaran daerah adalah jumlah dana maksimal yang dapat di belanjakan untuk setiap pos penerimaan pembangunan. Dengan demikian, bila pada penerimaan rutin pemerintah daerah cendrung menghabiskan dana, maka pada penerimaan pembangunan, hal yang sama juga terjadi (Hepi, 2015).

Pemungutan� pajak daerah dan retribusi sebagai sumber pendapatan asli daerah (PAD) menurut Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 Perubahan Atas Undang-Undang No. 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang dimaksud dengan pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan, kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang (Kesek, 2013). Sedangkan, menurut Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU Nomor, 34AD), pengertian pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan, kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan pembangunan daerah (Gomies & Pattiasina, 2011).

Salah satu unsur pajak daerah yang mengalami peningkatan dalam memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pajak daerah sektor pariwisata yang terbagi menjadi 3 unsur yaitu pajak hotel, pajak restoran dan pajak hiburan (Alikodra, 2012) Pungutan pajak sektor pariwisata hampir setiap tahunnya mengalami peningkatan. Berkembangnya kepariwisataan di dunia sebagai sektor non migas yang menjadi andalan devisa negara, mendorong daerah-daerah lainnya di Indonesia berlomba-lomba mengembangkan potensi daerah yang dimilikinya (Arida, 2011). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada awalnya membentuk unit organisasi yang khusus menangani kepariwisataan di Jakarta. Berdasarkan Perda No. 3 Tahun 2001 Dinas Pariwisata Provinsi DKI Jakarta dibentuk, sedangkan Struktur Organisasi dan Tata Kerja dibentuk berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 107 Tahun 2001.

Salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan asli daerah (PAD) adalah inflasi (Weley, Kumenaung, & Sumual, 2019). Menurut Teti Ika W., 2016 bahwa yang dimaksud inflasi adalah suatu kenaikan harga secara terus-menerus dari barang dan jasa secara umum. Pengalaman disetiap Negara yang mengalami inflasi menunjukan bahwa beberapa penyebab tetap inflasi yaitu terlalu banyaknya uang yang beredar, upah, krisis energi, paceklik, kekeringan, dan defisit anggaran. Akan tetapi, tidak satupun faktor tersebut mampu menjelaskan inflasi secara konsisten sepanjang waktu. Kebanyakan model inflasi menekankan dampak kenaikan upah pada jumlah uang yang beredar sebagai penyebab utamanya, dan biasanya dikatakan bahwa ada dua penyebab antara jumlah uang yang beredar atau inflasi karena uang beredar yang berlebihan. Tingginya inflasi seperti kondisi saat ini akan berakibat terhadap rendahnya daya beli masyarakat, dan sebaliknya jika kondisi inflasi rendah akan berdampak pada pendapatan masyarakat (Richardson, Robert B., 2010). Inflasi� ini� harus� selalu� dijaga� kestabilannya� minimal mencapai sekecil mungkin tingkat inflasinya (Rusmadi, 2017).

Membahas mengenai pariwisata tidak lepas dari kontribusi wisatawan mancanagera dalam sumbangsih menggerakan perekonomian industri sektor pariwisata. Kurs adalah harga sebuah mata uang dari suatu negara yang diukur atau dinyatakan dalam mata uang lainnya. Menurut (Himna, 2013) kurs adalah pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, maka akan mendapat perbandingan nilai/harga antara kedua mata uang tersebut.

 

Metode Penelitian����

Populasi dalam suatu penelitian merupakan kumpulan individu atau obyek yang merupakan sifat-sifat umum. Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. (Arikunto, 2016) Sedangkan menurut (Sugiyono, 2015.) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah pendapatan asli daerah (PAD) sektor pariwisata Provinsi DKI Jakarta.

Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari laju inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (Kurs) dan, pendapatan asli daerah (PAD) sektor pariwisata Provinsi DKI Jakarta

Jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif, yaitu data yang diukur dalam suatu skala numerik. Data kuantitatif disini berupa runtut waktu (time series) yaitu data yang disusun menurut waktu pada suatu variabel tertentu. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang dipublikasikan oleh lembaga negara untuk masyarakat luas. Data dalam penelitian ini diperoleh dari publikasi Bank Indonesia berupa laporan tahunan Bank Indonesia, dan publikasi pemprov DKI Jakarta melalui website data.jakarta.go.id dari lembaga tersebut penulis mendapatkan data berupa jumlah pendapatan triwulan dari pajak daerah sektor pariwisata, inflasi, kurs dolar Amerika terhadap rupiah (US$/Rp) dengan menggunakan kurs tengah yang dihitung atas dasar kurs jual dan kurs beli yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, yang terdiri dari data bulanan periode 2010-2014.

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode dokumentasi, yaitu dengan mencatat dan mengcopy datadata tertulis yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti, baik dari dokumen atau buku-buku, koran, majalah, maupun internet. Metode analisis yang digunakan adalah Regresi Linear Berganda.

Secara umum analisis regresi pada dasarnya adalah studi mengenai ketergantungan antara variabel terikat (dependen) dengan satu atau lebih variabel bebas (independen), dengan tujuan untuk mengestimasi dan memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel terikat (dependen) berdasarkan nilai variabel bebas (independen) yang diketahui (Sugiyono, n.d.) Pusat perhatian adalah pada upaya menjelaskan dan mengevaluasi hubungan antara suatu variabel dengan satu atau lebih variabel independen (Azwar, 2013)

Persamaan Regeresi Linear Berganda yang digunakan adalah:

PAD = βo+ β1 Kurs + β2Inf + �i

 

1.    Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik harus dilakukan untuk menguji asumsi-asumsi yang ada dalam permodelan regresi berganda. Tujuan dari asumsi klasik adalah untuk mengetahui apakah uji regresi yang telah dilakukan layak atau tidak sebagai alat prediksi. Dalam penelitian ini di lakukan 4 uji asumsi klasik yaitu uji normalitas, uji multikolinieritas, uji autokolerasi dan uji heterokedastisitas (Arikunto, 2016)

a.    Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel dependen maupun variabel independen mempunyai distribusi normal atau tidak (Azwar, 2013) Model regresi yang baik adalah model yang mempunyai distribusi data yang normal. Uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Kolmogorov smirnov.

b.    Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik multikolinearitas yaitu adanya hubungan linear antara variabel independen dalam model regresi (Sugiyono, n.d.) Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya multikolinearitas. Uji multikolinearitas dilakukan dengan menghitung nilai Variance Inflation Factor (VIF) tiap -tiap variabel independen. Multikolinearitas terjadi jika nilai Variance Inflation Factor (VIF) melebihi 10,00. Jika nilai Variance Inflation Factor (VIF) kurang dari 10,00 menunjukkan bahwa korelasi antar variabel independen masih bisa ditolerir.

c.    Uji Heteroskedastisitas

Uji hesteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui apakah ada penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas yaitu adanya ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi (Sugiyono, n.d.) Heteroskedastisitas merupakan salah satu faktor yang menyebabkan model regresi linier sederhana tidak efisien dan akurat, juga mengakibatkan penggunaan metode kemungkinan maksimum dalam mengestimasi parameter (koefisien) regresi akan terganggu.

Dampak yang akan terjadi apabila terdapat keadaan heterokedastisitas adalah sulit mengukur standart deviasi yang sebenarnya, dapat menghasilkan standart deviasi yang terlalu lebar maupun terlalu sempit. Jika tingkat error dari varians terus bertambah, maka tingkat kepercayaan akan semakin sempit.

Metode uji Glesjer mengusulkan untuk meregresi nilai absolut residual (ABRES) sebagai variabel dependen dengan persamaan sebagai berikut ABRES = a + bXt+vi.

Jika variabel independen secara signifikan mempengaruhi ABRES maka ada indikasi heteroskedastisitas, sebaliknya jika variabel independen tidak mempengaruhi ABRES maka tidak ada indikasi heteroskedastisitas.

d.    Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dimaksudkan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Apabila terjadi korelasi, disinyalir ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul disebabkan adanya observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena residual (variabel penganggu) tidak bebas dari satu bservasi ke observasi yang lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runut waktu atau time series karena gangguan pada seorang individu/kelompok cenderung mempengaruhi �gangguan� pada individu/kelompok yang sama pada periode berikutnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi, maka penulis melakukan pengujian menggunakan kurva Durbin-Watson (DW). Dengan ketentuan sebagai berikut:

1.    Jika d lebih kecil dari dL atau lebih besar dari (4-dL) maka hipotesis
nol ditolak, yang berarti terdapat autokorelasi.

2.    Jika d terletak antara dU dan (4-dU), maka hipotesis nol diterima,
yang berarti tidak ada autokorelasi.

3.    Jika d terletak antara dL dan dU atau diantara (4-dU) dan (4-dL),
maka tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti.

Nilai du dan dl dapat diperoleh dari tabel statistik Durbin Watson yang bergantung banyaknya observasi dan banyaknya variabel yang menjelaskan.

2.    Pengujian Parameter

a.    Uji Parameter Individual

Uji signifikansi parameter individual (uji statistik t) bertujuan untuk mengukur seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel independen. Pengujian ini dilakukan dengan cara membandingkan antara tingkat signifikansi t dari hasil pengujian dengan nilai signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini. Cara pengujian parsial terhadap variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.    Jika nilai signifikansi t dari masing-masing variabel yang diperoleh dari pengujian lebih kecil dari nilai signifikansi yang dipergunakan yaitu sebesar 5 persen maka secara parsial variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen.

2.    Jika nilai signifikansi t dari masing-masing variabel yang diperoleh dari pengujian lebih besar dari nilai signifikansi yang dipergunakan yaitu sebesar 5 persen maka secara parsial variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

b.    Uji Parameter Simultan

Uji signifikansi simultan (uji statistik F) bertujuan untuk mengukur apakah salah satu variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen.

Pengujian secara simultan ini dilakukan dengan cara membandingkan antara tingkat signifikansi F dari hasil pengujian dengan nilai signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini dengan nilai F pada tabel. Apabila hasil dari F tabel lebih kecil dari hasil F statistik, maka dapat disimpulkan bahwa semua variabel bebas (independen) secara simultan berpengaruh terhadap variabel bebas (dependen).

3.    Pengujian Best of Fit Model

Ketepatan Perkiraan Model (Goodness of Fit) atau sering kali disebut Koefisien Determinasi (R�) bertujuan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen.

Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R� yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas.Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Bila terdapat nilai adjusted R� bernilai negatif, maka nilai adjusted R� dianggap bernilai nol.

 

Hasil dan Pembahasan

Salah satu unsur pajak daerah yang mengalami peningkatan dalam memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pajak daerah sektor pariwisata yang terbagi menjadi 3 unsur yaitu pajak hotel, pajak restoran dan pajak hiburan. Pungutan pajak sektor pariwisata hampir setiap tahunnya mengalami peningkatan. Berkembangnya kepariwisataan di dunia sebagai sektor non migas yang menjadi andalan devisa negara, mendorong daerah-daerah lainnya di Indonesia berlomba-lomba mengembangkan potensi daerah yang dimilikinya. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada awalnya membentuk unit organisasi yang khusus menangani kepariwisataan di Jakarta. Berdasarkan Perda No. 3 Tahun 2001 Dinas Pariwisata Provinsi DKI Jakarta dibentuk, sedangkan Struktur Organisasi dan Tata Kerja dibentuk berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 107 Tahun 2001.

Dengan terjadinya perubahan/reformasi birokrasi, baik di tingkat pusat maupun daerah, maka pada beberapa struktur organisasi pada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengalami perubahan. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 10 tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah, Dinas Pariwisata, Dinas Kebudayaan dan Permuseuman bergabung menjadi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, sedangkan struktur organisasi dan tata kerja diatur berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 107 Tahun 2009. Akibat perubahan tersebut, Pendapatan Asli Daerah sektor pariwisata juga mengalami kenaikan seperti terlihat pada Grafik 1 di bawah ini.

 

 

Grafik 1 menunjukkan rasio pertumbuhan pendapatan asli daerah (PAD) pariwisata setiap kuartal pada tahun 2010-2014 mengalami peningkatan, kecuali pada kuartal II tahun 2010-2011 mengalami penurunan karena terjadinya krisis ekonomi global. Untuk lengkapnya fluktuasi nilai masing-masing variabel dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

 

 

Tabel 1

�Fluktuasi Nilai Masing-masing Variabel

Tahun

PAD

Inflasi

Kurs USD

2010 > I

332856049654

10,96

9265,796667

II

538777093901

13,12

9119,633333

III

503198594949

18,46

8998,236667

IV

482662714464

18,96

8962,966667

2011 > I

533543289607

20,51

8903,806667

II

523814380736

17,68

8590,366667

III

532056935740

14,01

8610,246667

IV

578077231115

12,36

8999,633333

2012 > I

613059027791

11,18

9100,076667

II

630361113126

13,48

9305,626667

III

657379108869

13,45

9507,593333

IV

740854883719

13,23

9623,66

2013 > I

698000000000

15,78

9694,466667

II

760000000000

16,94

9788,83

III

787000000000

25.80

10664,04333

IV

846000000000

25,07

11689,03333

2014 > I

846300000000

23,29

11847,26667

II

895200000000

21,27

11618,10333

III

910500000000

13,05

11762,16667

IV

1043700000000

19,42

12247,15333

 

Dengan menggunakan SPSS 22 didapat hasil regresi linear berganda sebagai berikut:

 

Tabel 2

�Regresi Linear Berganda

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t

Sig.

B

Std. Error

Beta

1

(Constant)

-564774317252.798

101906288621.633

 

-5.542

.000

INF

-9873257520.993

4203111099.638

-.230

-2.349

.039

KURS

144229205.402

12913763.775

1.094

11.169

.000

 

Dari Tabel 2 di atas tingkat siginifikansi variabel Inflasi berada di atas 0,05 yaitu 0,790� hal ini menjelaskan bahwa inflasi tidak signifikan terhadap PAD Pariwisata. Setelah data inflasi dibawah 13,23 (pada Tabel 1 diwarnai dengan warna kuning) dipisahkan maka variabel inflasi menjadi signifikan terhadap variabel PAD. Hal tersebut dapat dilihat dari pembahasaan berikutnya. Menurut teori konsumsi Keynes disebutkan Konsumsi dikenal dengan Hipotesis Pendapatan Absolut (Absolute Income Hypotesis) yang pada intinya menjelaskan bahwa konsumsi seseorang atau masyarakat secara absolut ditentukan oleh tingkat pendapatan, kalaupun ada faktor lain yang juga menentukan, maka menurut Keynes kesemuanya itu tidak berarti apa-apa dan sangat tidak menentukan. Maka dengan kenaikan inflasi tanpa di imbangi dengan kenaikan pendapatan, masyarakat akan lebih selektif memilih untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dari pada menghabiskan konsumsi untuk berwisata. Untuk pembahasan selanjutnya adalah dengan memisahkan nilai Inflasi di bawah 13,23.

1.      Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik harus dilakukan untuk menguji asumsi-asumsi yang ada dalam permodelan regresi berganda. Tujuan dari asumsi klasik adalah untuk mengetahui apakah uji regri yang telah dilakukan layak atau tidak sebagai alat prediksi. Dalam penelitian ini di lakukan 4 uji asumsi klasik yaitu uji normalitas, uji multikolinieritas, uji autokolerasi dan uji heterokedastisitas.

a.    Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel dependen maupun variabel independen mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah model yang mempunyai distribusi data yang normal. Uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Kolmogorov smirnov.

Tabel 3

Hasil Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

 

Standardized Residual

N

14

Normal Parametersa,b

Mean

.0000000

Std. Deviation

.91986621

Most Extreme Differences

Absolute

.123

Positive

.123

Negative

-.083

Test Statistic

.123

Asymp. Sig. (2-tailed)

.200c,d

 

Berdasarkan Tabel 3 di atas, nilai signifikansi (2-tailed) sebesar 0.200, dapat diartikan bahwa nilai signifikansi (2-tailed) alat ukur tersebut berada di atas 0.05 sehingga data dikatakan berdistribusi normal.

b.    Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik multikolinearitas yaitu adanya hubungan linear antara variabel independen dalam model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya multikolinearitas. Uji multikolinearitas dilakukan dengan menghitung nilai Variance Inflation Factor (VIF) tiap -tiap variabel independen. Multikolinearitas terjadi jika nilai Variance Inflation Factor (VIF) melebihi 10,00. Jika nilai Variance Inflation Factor (VIF) kurang dari 10,00 menunjukkan bahwa korelasi antar variabel independen masih bisa ditolerir. Hasil uji multikolinearitas pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4

Uji Multikolinearitas

Model

T

Sig.

Collinearity Statistics

Tolerance

VIF

1

(Constant)

-5.542

.000

 

 

INF

-2.349

.039

.609

1.642

KURS

11.169

.000

.609

1.642

 

Berdasarkan Table 4 di atas, dapat diketahui bahwa nilai Variance Inflation Factor (VIF) dari masing-masing variabel independent tidak memiliki nilai yang lebih dari 10,00 sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian ini tidak mengandung gejala multikolinieritas.

Selain menggunakan Variance Inflation Factor (VIF) untuk mendeteksi gejala multikolineritas di dalam model dapat dilihat pula pada nilai tolerance yaitu harus lebih besar dari 0,10 dari Tabel 4 di atas dapat dilihat bahwa nilai tolerence dari kedua variabel independent lebih besar dari 0,10 dengan demikian dapat disimpulkan tidak terjadi gejala multikolinearitas dalam model.

c.    Uji Heterskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi gejala heteroskedastisitas.

Tabel 5

Hasil Uji Heteroskedastisitas Menggunakan Metode Glejser

Model

T

Sig.

1

(Constant)

.030

.977

INF

1.445

.176

KURS

-.384

.708

 

Tingkat signifikan masing-masing variabel X1 dan X2 berada di atas 0.05. Hal ini menjelaskan bahwa di dalam model tidak terdapat gejala heteroskedastisitas atau dengan kata lain model homoskedastisitas.

d.    Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dimaksudkan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya).� Apabila terjadi korelasi, disinyalir ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul disebabkan adanya observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena residual (variabel penganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi yang lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtut waktu atau time series karena �gangguan� pada seorang individu/kelompok cenderung mempengaruhi �gangguan� pada individu/ kelompok yang sama pada periode berikutnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi, maka penulis melakukan pengujian menggunakan metode Durbin-Watson (DW).

 

Tabel 6

�Hasil Uji Autokorelasi

Model

R

R Square

Adjusted R Square

Durbin-Watson

1

.967a

.936

.924

1.120

 

Berdasarkan hasil penghitungan seperti tampak pada table dan kurva DW di atas diketahui nilai Durbin-Watson (DW) sebesar 1.120. karena nilai DW berada di daerah tidak ada kesimpulan dengan demikian� dapat disimpulkan bahwa di dalam model tidak terjadi autokorelasi.

2.      Uji Parameter Variabel

  1. Uji Pasial Variabel

Hasil uji parsial (uji-t) penelitian dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.

Tabel 7 Uji Parsial Variabel

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t

Sig.

B

Std. Error

Beta

1

(Constant)

-564774317252.798

101906288621.633

 

-5.542

.000

INF

-9873257520.993

4203111099.638

-.230

-2.349

.039

KURS

144229205.402

12913763.775

1.094

11.169

.000

 

Nilai thitung untuk variabel X1 (Inflasi) sebesar -2.349, sedangkan nilai ttabel untuk n = 14 sebesar 2.145. Karena -2.349 < 2.145, dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel Inflasi (X1) berkorelasi negatif terhadap PAD sektor pariwisata (Y).

Tabel 7 di atas menunjukan nilai thitung untuk variabel X2 (Kurs) sebesar 11.169, sedangkan nilai ttabel untuk n = 14 sebesar 2.145. Jadi, 11.169 > 2.145, dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel Kurs (X2) berkorelasi positif terhadap PAD Pariwisata (Y).

  1. Uji Simultan Variabel

Pengujian secara simultan ini dilakukan dengan cara membandingkan antara tingkat signifikansi F dari hasil pengujian dengan nilai signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini dengan nilai F pada tabel. Apabila hasil dari Ftabel lebih kecil dari hasil F statistik, maka dapat disimpulkan bahwa semua variabel bebas (independen) secara simultan berpengaruh terhadap variabel bebas (dependen). Hasil uji F penelitian dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini.

Tabel 8

Uji F Penelitian

Model

Sum of Squares

F

Sig.

 

Regression

364395325001739750000000

79.998

.000b

Residual

25052674774400907000000

 

 

Total

389447999776140670000000

 

 

 

Dari Tabel 8 di atas didapat nilai Fhitung sebesar 79.998 dimana lebih besar dari nilai Ftabel untuk n = 14 sebesar 4.60, atau 79.998 > 4.60 dengan tingkat signifikan sebesar 0,00 karena 0,00 < 0,05, maka dapat dikatakan
Inflasi (X1) dan Kurs (X2) secara bersama-sama mampu menjelaskan PAD
Pariwisata (Y) pada α = 5%.

3.      Uji Kesesuaian Model (Koefisien Deteminasi)

Dari hasil olah data penelitian bengan menggunakan software SPSS 22, didapat hasil seperti terlihat pada Tabel 9 berikut ini:

Tabel 9

�Koefisien Determinasi Penelitian

Model

R

R Square

Adjusted R Square

1

.967a

.936

.924

 

Berdasarkan hasil pada Tabel 9 di atas, didapat nilai R Square sebesar 0.936, yang artinya bahwa Kurs dan Inflasi secara bersama-sama mampu menjelaskan variabel PAD Pariwisata DKI Jakarta sebesar 93.6% sedangkan sisanya sebesar 6,4% adalah faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

4.      Analisis Regresi Linear Berganda

Dari Tabel 7 didapat persamaan Regresi penelitian sebagai berikut:

PAD = 5,65. 1011 - 9,88 . 1010 Inflasi + 1,44 . 108 Kurs + e

1.    Nilai PAD pariwisata adalah 5,65. 1011 pada saat tingkat inflasi dan nilai kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika nol.

2.    Dari persamaan reggresi linear berganda penelitian, diketahui bahwa tingkat inflasi mempunyai korelasi yang negatif dengan PAD pariwisata. Setiap kenaikan 1% inflasi akan menurunkan 5,65. 1011 Rupiah PAD pariwisata, jika diasumsikan koefisien intersep dan nilai kurs tetap.

3.    Nilai kurs Rupiah terhadap PAD pariwisata mempunyai korelasi positif, artinya setiap kenaikan 1 Rupiah akan meningkatkan 5,65. 1011 Rupiah PAD pariwisata dengan asumsi koefisien intersep dan tingkat inflasi tetap.

 

Kesimpulan

Dari hasil pembahasan penelitian didapat kesimpulan bahwa pada Tingkat Inflasi di bawah 13,23%, Inflasi tidak berpengaruh terhadap PAD pariwisata Provinsi DKI Jakarta, hal ini menunjukan bahwa pemerintah harus bisa menjaga tingkat inflasi di bawah 13,23%. Sedangkan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika berkorelasi postif dengan PAD pariwisata Provinsi DKI Jakarta, artinya semakin terdepresiasi Rupiah terhadap Dollar Amerika, PAD pariwisata DKI Jakarta semakin meningkat. Hal ini disebabkan semakin banyak wisatawan asing yang berkunjung ke DKI jakarta. Sedangkan wisatwan lokal cenderung sama dari tahun ke tahunnya.

 

�

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Alikodra, H. S. (2012). Konservasi, Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

 

Alisyahbana, S. A. Kementrian Perencanaan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (2011). Arah Kebijakan Pembangunan Nasional dalam Menunjang Pariwisata Daerah. Disampaikan pada Konferensi Pariwisata Nasional. Jakarta.

 

Arida, Nyoman. (2011). Strategi Alternatif untuk Keberlanjutan Pariwisata Bali ; dalam Pariwisata Berkelanjutan dalam Pusaran Krisis Global. Denpasar. Udayana University Press.

 

Arikunto, Suharsimi. (2016). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: PT Rineka Cipta.

 

Azwar, Saifudin. (2013). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

 

Gomies, Stevanus J., & Pattiasina, Victor. (2011). Analisis Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Maluku Tenggara. Jurnal Ilmiah Aset, 13(2), 175�183.

 

Himna, Edwin Ismedi. (2013). Daya Tarik Wisatawan. Kedaulatan��� Rakyat��� (19��� Januari��� 2013).

 

Kesek, Feisly. (2013). Efektivitas dan kontribusi penerimaan pajak parkir terhadap pendapatan asli daerah Kota Manado. Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 1(4).

 

Nomor, Undang Undang. (34AD). Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang�Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta: Lembaran Negara RI, (246).

 

Rusmadi, Rusmadi. (2017). Pengaruh Harga Cabai Terhadap Tingkat Inflasi Di Indonesia Tahun 2016. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(2), 124�132.

 

Sugiyono. (n.d.). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Methode). Bandung: Alfabeta.

 

W, Teti Ika. (2016). Pengaruh Pendapatan Sektor Pariwisata Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kota Makasar. Skripsi. Universitas Islam Negeri Alaudin Makasar.

 

Weley, Indra Randy, Kumenaung, Anderson Guntur, & Sumual, Jacline I. (2019). Analisis Pengaruh Inflasi dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Manado. Jurnal Pembangunan Ekonomi Dan Keuangan Daerah, 19(3).