� Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
� e-ISSN: 2548-1398
� Vol. 5, No. 9, September 2020
PENGARUH
INFLASI DAN KURS RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH
SEKTOR PARIWISSATA DKI JAKARTA 2010-2014
Pramono Margono dan Erwin Rasyid
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) UniSadhuGuna
Jakarta, Indonesia
Email: [email protected] dan [email protected]
Abstract
This study aims to determine the effect of the inflation rate
and the Rupiah exchange rate on the US Dollar on Regional Original Income (PAD)
of the tourism sector in DKI Jakarta for the period 2010-2014. The first
hypothesis test assumes that the exchange rate of the rupee to the U.S. dollar
affects the regional raw income (PAD) of the Jakarta DKI tourism industry. The
second hypothesis assuming that the level of inflation has an effect on local
revenue (PAD) in the tourism sector in DKI Jakarta. The
third hypothesis is that the Rupiah exchange rate against the US Dollar and the
Inflation Rate together affect the Regional Own-Owned Income (PAD) of the
tourism sector in DKI Jakarta. The population in this
study is the local revenue (PAD) in the tourism sector in DKI Jakarta. The data in this study use primary data and secondary
data. Primary data is obtained from interviews
with the DKI Jakarta Tourism Office and secondary data is
obtained from the websites of the DKI Jakarta Provincial Government,
Bank Indonesia, and BPS. Sekunder data consists of
the Inflation Rate, the Rupiah Exchange Rate against the United States Dollar (Kurs). The methods used in data collection are
documentation and interview methods. Which then analyzed
using the multiple linear regression method. The results of the study
indicate that the Rupiah exchange rate against the US Dollar partially affects
the Regional Original Income (PAD) of the tourism sector in DKI Jakarta. Likewise, the inflation rate has a partial effect on the
Regional Original Income (PAD) of the tourism sector in DKI Jakarta. The
Rupiah exchange rate against the US Dollar and the Inflation Rate together
affect the Regional Original Income (PAD) of the tourism
sector in DKI Jakarta.
Keyword: Inflation Rate; Rupiah Exchange
Rate against the US Dollar; Regional Original Income (PAD) for tourism in DKI
Jakarta
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat inflasi dan kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) sektor pariwisata DKI Jakarta periode 2010-2014. Hipotesis pertama menguji diduga nilai kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) sektor pariwisata DKI Jakarta. Hipotesis kedua diduga Tingkat Inflasi berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) sektor pariwisata DKI Jakarta. Hipotesis ketiga diduga kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika dan Tingkat Inflasi secara bersama-sama mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah (PAD) sektor pariwisata DKI Jakarta. Populasi dalam penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) sektor pariwisata DKI Jakarta. Data dalam penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer daidapat dari wawancara dengan Dinas Pariwisata DKI Jakarta dan data sekunder diperoleh dari website Pemprov DKI Jakarta, Bank Indonesia dan BPS. Data-data sekundr terdiri dari Tingkat Inflasi, Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat (Kurs). Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode dokumentasi dan wawancara. Yang kemudian dianalisis dengan menggunakan metode regresi linier berganda. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika berpengaruh secara parsial Pendapatan Asli Daerah (PAD) sektor pariwisata DKI Jakarta. Demikian juga dengan Tingkat Inflasi berpengaruh parsial terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) sektor pariwisata DKI Jakarta. Kurs Rupiah terhdap Dollar Amerika dan Tingkat Inflasi secara bersama-sama mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah (PAD) sektor pariwisata DKI Jakarta.
Kata
kunci: Tingkat Inflasi; Kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika; Pendapatan Asli Daerah (PAD) pariwisata DKI Jakarta
Pendahuluan
Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,
menguatkan peranan otonomi daerah dalam mengembangkan dan membangun daerah
secara berkelanjutan. Undang-undang tersebut memberikan hak otonom kepada
daerah secara penuh untuk mengatur dan mengurus keperluan daerahnya sendiri
sesuai dengan kebijakan dan aspirasi masyarakat. Sebagai konsekuensi dari
pemberian otonomi yang luas kepada daerah maka sumber-sumber keuangan telah
banyak yang bergeser ke daerah. Hal ini sesuai dengan arti desentralisasi
fiskal yang mengandung pengertian bahwa kepada daerah diberikan kewenangan
untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri dalam wadah Pendapatan Asli Daerah
dan didukung dengan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah (Alisyahbana,
2011).
Dari segi bentuk dan strukturnya komponen penerimaan
pembangunan diseluruh pemerintah daerah diseragamkan menjadi 20 sektor. Selanjutnya
dari segi alokasi dana, ukuran-ukuran kinerja yang baik seperti halnya pada pos
penerimaan rutin, satu-satunya ukuran kinerja yang dipakai adalah aturan bahwa
jumlah dana untuk penerimaan pembangunan yang tertera dalam anggaran daerah
adalah jumlah dana maksimal yang dapat di belanjakan untuk setiap pos
penerimaan pembangunan. Dengan demikian, bila pada penerimaan rutin pemerintah
daerah cendrung menghabiskan dana, maka pada penerimaan pembangunan, hal yang
sama juga terjadi (Hepi, 2015).
Pemungutan� pajak daerah dan retribusi sebagai sumber pendapatan asli daerah (PAD) menurut Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 Perubahan Atas Undang-Undang No. 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang dimaksud dengan pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan, kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang (Kesek, 2013). Sedangkan, menurut Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU Nomor, 34AD), pengertian pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan, kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan pembangunan daerah (Gomies & Pattiasina, 2011).
Salah satu unsur pajak daerah yang mengalami peningkatan dalam memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pajak daerah sektor pariwisata yang terbagi menjadi 3 unsur yaitu pajak hotel, pajak restoran dan pajak hiburan (Alikodra, 2012) Pungutan pajak sektor pariwisata hampir setiap tahunnya mengalami peningkatan. Berkembangnya kepariwisataan di dunia sebagai sektor non migas yang menjadi andalan devisa negara, mendorong daerah-daerah lainnya di Indonesia berlomba-lomba mengembangkan potensi daerah yang dimilikinya (Arida, 2011). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada awalnya membentuk unit organisasi yang khusus menangani kepariwisataan di Jakarta. Berdasarkan Perda No. 3 Tahun 2001 Dinas Pariwisata Provinsi DKI Jakarta dibentuk, sedangkan Struktur Organisasi dan Tata Kerja dibentuk berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 107 Tahun 2001.
Salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan asli daerah
(PAD) adalah inflasi (Weley, Kumenaung, & Sumual, 2019). Menurut Teti
Ika W., 2016 bahwa yang dimaksud inflasi adalah suatu
kenaikan harga secara terus-menerus dari barang dan jasa secara umum. Pengalaman
disetiap Negara yang mengalami inflasi menunjukan bahwa beberapa penyebab tetap
inflasi yaitu terlalu banyaknya uang yang beredar, upah, krisis energi,
paceklik, kekeringan, dan defisit anggaran. Akan tetapi, tidak satupun faktor
tersebut mampu menjelaskan inflasi secara konsisten sepanjang waktu. Kebanyakan
model inflasi menekankan dampak kenaikan upah pada jumlah uang yang beredar
sebagai penyebab utamanya, dan biasanya dikatakan bahwa ada dua penyebab antara
jumlah uang yang beredar atau inflasi karena uang beredar yang
berlebihan. Tingginya inflasi seperti kondisi saat ini akan berakibat terhadap
rendahnya daya beli masyarakat, dan sebaliknya jika kondisi inflasi rendah akan
berdampak pada pendapatan masyarakat (Richardson, Robert B., 2010). Inflasi�
ini� harus� selalu�
dijaga� kestabilannya� minimal mencapai sekecil mungkin tingkat inflasinya
(Rusmadi, 2017).
Membahas mengenai pariwisata tidak lepas dari kontribusi wisatawan mancanagera dalam sumbangsih menggerakan perekonomian industri sektor pariwisata. Kurs adalah harga sebuah mata uang dari suatu negara yang diukur atau dinyatakan dalam mata uang lainnya. Menurut (Himna, 2013) kurs adalah pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, maka akan mendapat perbandingan nilai/harga antara kedua mata uang tersebut.
Populasi dalam suatu penelitian merupakan kumpulan individu atau obyek yang merupakan sifat-sifat umum. Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. (Arikunto, 2016) Sedangkan menurut (Sugiyono, 2015.) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah pendapatan asli daerah (PAD) sektor pariwisata Provinsi DKI Jakarta.
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari laju inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (Kurs) dan, pendapatan asli daerah (PAD) sektor pariwisata Provinsi DKI Jakarta
Jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif, yaitu data yang diukur dalam
suatu skala numerik. Data kuantitatif disini berupa runtut waktu (time series) yaitu data yang disusun menurut waktu pada suatu variabel tertentu. Data-data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data sekunder yang dipublikasikan oleh lembaga negara untuk masyarakat luas. Data
dalam penelitian ini diperoleh dari publikasi Bank
Indonesia berupa laporan tahunan Bank Indonesia,
dan publikasi pemprov DKI Jakarta melalui website data.jakarta.go.id dari
lembaga tersebut penulis mendapatkan data berupa jumlah pendapatan triwulan dari pajak daerah sektor pariwisata,
inflasi, kurs dolar Amerika terhadap
rupiah (US$/Rp) dengan menggunakan kurs tengah yang dihitung atas dasar kurs jual dan kurs beli yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia, yang terdiri dari data bulanan periode
2010-2014.
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode dokumentasi, yaitu
dengan mencatat dan mengcopy datadata tertulis yang berhubungan dengan masalah
yang akan diteliti, baik dari dokumen atau
buku-buku, koran, majalah, maupun internet. Metode analisis yang digunakan
adalah Regresi Linear Berganda.
Secara umum analisis regresi pada dasarnya adalah studi mengenai ketergantungan antara variabel terikat (dependen) dengan satu atau lebih variabel bebas (independen), dengan tujuan untuk mengestimasi dan memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel terikat (dependen) berdasarkan nilai variabel bebas (independen) yang diketahui (Sugiyono,
n.d.) Pusat perhatian adalah pada upaya menjelaskan dan mengevaluasi hubungan antara suatu variabel dengan satu atau lebih variabel independen (Azwar,
2013)
Persamaan Regeresi
Linear Berganda yang digunakan adalah:
PAD = βo+ β1 Kurs +
β2Inf + �i
1.
Uji Asumsi
Klasik
Uji asumsi
klasik harus dilakukan untuk menguji asumsi-asumsi yang ada dalam permodelan
regresi berganda. Tujuan dari asumsi klasik adalah untuk mengetahui apakah uji
regresi yang telah dilakukan layak atau tidak sebagai alat prediksi. Dalam
penelitian ini di lakukan 4 uji asumsi klasik yaitu uji normalitas, uji
multikolinieritas, uji autokolerasi dan uji heterokedastisitas (Arikunto, 2016)
a.
Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui
apakah variabel dependen maupun variabel independen mempunyai distribusi normal
atau tidak (Azwar, 2013) Model regresi
yang baik adalah model yang mempunyai distribusi data yang normal. Uji
normalitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Kolmogorov smirnov.
b.
Uji Multikolinearitas
Uji
multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan
asumsi klasik multikolinearitas yaitu adanya hubungan linear antara variabel
independen dalam model regresi (Sugiyono, n.d.) Prasyarat yang harus terpenuhi dalam
model regresi adalah tidak adanya multikolinearitas. Uji multikolinearitas
dilakukan dengan menghitung nilai Variance Inflation Factor (VIF) tiap -tiap
variabel independen. Multikolinearitas terjadi jika nilai Variance Inflation
Factor (VIF) melebihi 10,00. Jika nilai Variance Inflation Factor (VIF) kurang
dari 10,00 menunjukkan bahwa korelasi antar variabel independen masih bisa
ditolerir.
c.
Uji Heteroskedastisitas
Uji
hesteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui apakah ada penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas yaitu adanya ketidaksamaan varian dari residual
untuk semua pengamatan pada model regresi (Sugiyono,
n.d.) Heteroskedastisitas merupakan salah satu faktor yang menyebabkan model regresi
linier sederhana tidak efisien dan akurat, juga mengakibatkan penggunaan metode kemungkinan maksimum dalam mengestimasi parameter (koefisien) regresi akan terganggu.
Dampak yang akan
terjadi apabila terdapat keadaan heterokedastisitas adalah sulit mengukur standart deviasi
yang sebenarnya, dapat menghasilkan standart deviasi
yang terlalu lebar maupun terlalu sempit. Jika tingkat error dari varians terus bertambah, maka tingkat
kepercayaan akan semakin sempit.
Metode uji Glesjer mengusulkan untuk meregresi nilai absolut residual (ABRES) sebagai variabel dependen dengan persamaan sebagai berikut ABRES
= a + bXt+vi.
Jika variabel
independen secara signifikan mempengaruhi ABRES maka ada indikasi heteroskedastisitas, sebaliknya jika variabel
independen tidak mempengaruhi ABRES maka tidak ada indikasi
heteroskedastisitas.
d.
Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi
dimaksudkan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Apabila terjadi korelasi, disinyalir ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul
disebabkan adanya observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini
timbul karena residual (variabel penganggu) tidak bebas dari satu bservasi ke observasi yang lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data
runut waktu atau time
series karena gangguan pada
seorang individu/kelompok cenderung mempengaruhi �gangguan� pada individu/kelompok yang
sama pada periode berikutnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari
autokorelasi. Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi, maka penulis melakukan pengujian menggunakan kurva Durbin-Watson (DW). Dengan ketentuan sebagai berikut:
1.
Jika
d lebih kecil dari dL atau lebih besar dari (4-dL) maka hipotesis
nol ditolak, yang berarti terdapat autokorelasi.
2.
Jika
d terletak antara dU dan (4-dU), maka hipotesis nol diterima,
yang berarti tidak ada autokorelasi.
3.
Jika d terletak antara dL
dan dU atau diantara (4-dU) dan (4-dL),
maka tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti.
Nilai du dan dl
dapat diperoleh dari tabel statistik Durbin Watson yang bergantung banyaknya observasi dan
banyaknya variabel yang menjelaskan.
2.
Pengujian Parameter
a.
Uji Parameter Individual
Uji signifikansi
parameter individual (uji statistik t) bertujuan untuk mengukur seberapa jauh pengaruh satu variabel independen
secara individual dalam menerangkan variasi
variabel independen. Pengujian ini dilakukan dengan
cara membandingkan antara
tingkat signifikansi t dari hasil pengujian dengan nilai signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini. Cara pengujian parsial
terhadap variabel independen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Jika nilai signifikansi t dari masing-masing
variabel yang diperoleh dari pengujian lebih kecil
dari nilai signifikansi yang dipergunakan yaitu sebesar 5 persen maka secara parsial variabel independen
berpengaruh terhadap variabel dependen.
2. Jika nilai signifikansi t dari masing-masing
variabel yang diperoleh dari pengujian lebih besar
dari nilai signifikansi yang dipergunakan yaitu sebesar 5 persen maka secara parsial variabel independen
tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
b.
Uji Parameter Simultan
Uji signifikansi
simultan (uji statistik F) bertujuan untuk
mengukur apakah salah satu variabel independen yang
dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh
terhadap variabel dependen.
Pengujian secara
simultan ini dilakukan dengan cara membandingkan antara tingkat signifikansi F dari hasil pengujian dengan nilai signifikansi yang digunakan dalam
penelitian ini dengan nilai F pada tabel. Apabila hasil dari F tabel lebih kecil dari hasil F statistik, maka dapat disimpulkan bahwa
semua variabel bebas (independen) secara simultan
berpengaruh terhadap variabel bebas (dependen).
3. Pengujian Best
of Fit Model
Ketepatan
Perkiraan Model (Goodness
of Fit) atau sering kali
disebut Koefisien Determinasi (R�) bertujuan untuk
mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam
menerangkan variasi variabel dependen.
Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R� yang kecil
berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam
menjelaskan variasi variabel dependen amat
terbatas.Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Bila terdapat nilai adjusted R� bernilai negatif, maka nilai adjusted R� dianggap bernilai nol.
Hasil dan Pembahasan
Salah satu unsur pajak daerah
yang mengalami peningkatan dalam memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli
Daerah (PAD) adalah pajak daerah sektor pariwisata yang terbagi menjadi 3 unsur
yaitu pajak hotel, pajak restoran dan pajak hiburan. Pungutan pajak sektor
pariwisata hampir setiap tahunnya mengalami peningkatan. Berkembangnya
kepariwisataan di dunia sebagai sektor non migas yang menjadi andalan devisa
negara, mendorong daerah-daerah lainnya di Indonesia berlomba-lomba
mengembangkan potensi daerah yang dimilikinya. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
pada awalnya membentuk unit organisasi yang khusus menangani kepariwisataan di
Jakarta. Berdasarkan Perda No. 3 Tahun 2001 Dinas Pariwisata Provinsi DKI
Jakarta dibentuk, sedangkan Struktur Organisasi dan Tata Kerja dibentuk
berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 107 Tahun 2001.
Dengan terjadinya
perubahan/reformasi birokrasi, baik di tingkat pusat maupun daerah, maka pada
beberapa struktur organisasi pada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengalami
perubahan. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 10 tahun 2008 tentang Organisasi
Perangkat Daerah, Dinas Pariwisata, Dinas Kebudayaan dan Permuseuman bergabung
menjadi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, sedangkan struktur organisasi dan tata
kerja diatur berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 107 Tahun 2009. Akibat
perubahan tersebut, Pendapatan Asli Daerah sektor pariwisata juga mengalami
kenaikan seperti terlihat pada Grafik 1 di bawah ini.
Grafik 1 menunjukkan rasio pertumbuhan pendapatan
asli daerah (PAD) pariwisata setiap kuartal pada tahun 2010-2014 mengalami
peningkatan, kecuali pada kuartal II tahun 2010-2011 mengalami penurunan karena
terjadinya krisis ekonomi global. Untuk lengkapnya fluktuasi nilai
masing-masing variabel dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1
�Fluktuasi Nilai Masing-masing Variabel
Tahun |
PAD |
Inflasi |
Kurs USD |
2010 > I |
332856049654 |
10,96 |
9265,796667 |
II |
538777093901 |
13,12 |
9119,633333 |
III |
503198594949 |
18,46 |
8998,236667 |
IV |
482662714464 |
18,96 |
8962,966667 |
2011 > I |
533543289607 |
20,51 |
8903,806667 |
II |
523814380736 |
17,68 |
8590,366667 |
III |
532056935740 |
14,01 |
8610,246667 |
IV |
578077231115 |
12,36 |
8999,633333 |
2012 > I |
613059027791 |
11,18 |
9100,076667 |
II |
630361113126 |
13,48 |
9305,626667 |
III |
657379108869 |
13,45 |
9507,593333 |
IV |
740854883719 |
13,23 |
9623,66 |
2013 > I |
698000000000 |
15,78 |
9694,466667 |
II |
760000000000 |
16,94 |
9788,83 |
III |
787000000000 |
25.80 |
10664,04333 |
IV |
846000000000 |
25,07 |
11689,03333 |
2014 > I |
846300000000 |
23,29 |
11847,26667 |
II |
895200000000 |
21,27 |
11618,10333 |
III |
910500000000 |
13,05 |
11762,16667 |
IV |
1043700000000 |
19,42 |
12247,15333 |
Dengan
menggunakan SPSS 22 didapat hasil regresi linear berganda sebagai berikut:
Tabel 2
�Regresi Linear Berganda
Coefficientsa |
||||||
Model |
Unstandardized
Coefficients |
Standardized
Coefficients |
t |
Sig. |
||
B |
Std. Error |
Beta |
||||
1 |
(Constant) |
-564774317252.798 |
101906288621.633 |
|
-5.542 |
.000 |
INF |
-9873257520.993 |
4203111099.638 |
-.230 |
-2.349 |
.039 |
|
KURS |
144229205.402 |
12913763.775 |
1.094 |
11.169 |
.000 |
Dari Tabel 2 di atas tingkat
siginifikansi variabel Inflasi berada di atas 0,05 yaitu 0,790� hal ini menjelaskan bahwa inflasi tidak
signifikan terhadap PAD Pariwisata. Setelah data inflasi dibawah 13,23 (pada
Tabel 1 diwarnai dengan warna kuning) dipisahkan maka variabel inflasi menjadi
signifikan terhadap variabel PAD. Hal tersebut dapat dilihat dari pembahasaan
berikutnya. Menurut teori konsumsi Keynes disebutkan Konsumsi dikenal dengan
Hipotesis Pendapatan Absolut (Absolute
Income Hypotesis) yang pada intinya menjelaskan bahwa konsumsi seseorang
atau masyarakat secara absolut ditentukan oleh tingkat pendapatan, kalaupun ada
faktor lain yang juga menentukan, maka menurut Keynes kesemuanya itu tidak
berarti apa-apa dan sangat tidak menentukan. Maka dengan kenaikan inflasi tanpa
di imbangi dengan kenaikan pendapatan, masyarakat akan lebih selektif memilih
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dari pada menghabiskan konsumsi untuk
berwisata. Untuk pembahasan selanjutnya adalah dengan memisahkan nilai Inflasi
di bawah 13,23.
1.
Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik harus dilakukan untuk menguji asumsi-asumsi yang ada
dalam permodelan regresi berganda. Tujuan dari asumsi klasik adalah untuk
mengetahui apakah uji regri yang telah dilakukan layak atau tidak sebagai alat
prediksi. Dalam penelitian ini di lakukan 4 uji asumsi klasik yaitu uji
normalitas, uji multikolinieritas, uji autokolerasi dan uji heterokedastisitas.
a.
Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan
untuk mengetahui apakah variabel dependen maupun variabel independen mempunyai
distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah model yang
mempunyai distribusi data yang normal. Uji normalitas dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan metode Kolmogorov
smirnov.
Tabel 3
Hasil
Uji Normalitas
One-Sample
Kolmogorov-Smirnov Test |
||
|
Standardized Residual |
|
N |
14 |
|
Normal Parametersa,b |
Mean |
.0000000 |
Std. Deviation |
.91986621 |
|
Most Extreme Differences |
Absolute |
.123 |
Positive |
.123 |
|
Negative |
-.083 |
|
Test Statistic |
.123 |
|
Asymp. Sig. (2-tailed) |
.200c,d |
Berdasarkan Tabel 3 di atas, nilai signifikansi (2-tailed) sebesar
0.200, dapat diartikan bahwa nilai signifikansi (2-tailed) alat ukur tersebut
berada di atas 0.05 sehingga data dikatakan berdistribusi normal.
b.
Uji Multikolinearitas
Uji
multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan
asumsi klasik multikolinearitas yaitu adanya hubungan linear antara variabel
independen dalam model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model
regresi adalah tidak adanya multikolinearitas. Uji multikolinearitas dilakukan
dengan menghitung nilai Variance Inflation Factor (VIF) tiap -tiap variabel
independen. Multikolinearitas terjadi jika nilai Variance Inflation Factor
(VIF) melebihi 10,00. Jika nilai Variance Inflation Factor (VIF) kurang dari
10,00 menunjukkan bahwa korelasi antar variabel independen masih bisa
ditolerir. Hasil uji multikolinearitas pada penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 4 di bawah ini.
Tabel 4
Uji
Multikolinearitas
Model |
T |
Sig. |
Collinearity
Statistics |
||
Tolerance |
VIF |
||||
1 |
(Constant) |
-5.542 |
.000 |
|
|
INF |
-2.349 |
.039 |
.609 |
1.642 |
|
KURS |
11.169 |
.000 |
.609 |
1.642 |
Berdasarkan Table 4 di atas, dapat diketahui bahwa nilai Variance Inflation Factor (VIF) dari masing-masing variabel independent tidak memiliki nilai yang lebih dari 10,00 sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian ini tidak mengandung gejala multikolinieritas.
Selain menggunakan Variance Inflation Factor (VIF) untuk mendeteksi gejala multikolineritas di dalam model dapat dilihat pula pada nilai tolerance yaitu harus lebih besar dari 0,10 dari Tabel 4 di atas dapat dilihat bahwa nilai tolerence dari kedua variabel independent lebih besar dari 0,10 dengan demikian dapat disimpulkan tidak terjadi gejala multikolinearitas dalam model.
c.
Uji Heterskedastisitas
Uji heteroskedastisitas
bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian
dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Model regresi yang baik
adalah tidak terjadi gejala heteroskedastisitas.
Tabel 5
Hasil
Uji Heteroskedastisitas Menggunakan Metode Glejser
Model |
T |
Sig. |
||
1 |
(Constant) |
.030 |
.977 |
|
INF |
1.445 |
.176 |
||
KURS |
-.384 |
.708 |
Tingkat signifikan masing-masing variabel X1 dan X2 berada di atas 0.05. Hal ini menjelaskan bahwa di dalam model tidak terdapat gejala heteroskedastisitas atau dengan kata lain model homoskedastisitas.
d.
Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dimaksudkan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya).� Apabila terjadi korelasi, disinyalir ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul disebabkan adanya observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena residual (variabel penganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi yang lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtut waktu atau time series karena �gangguan� pada seorang individu/kelompok cenderung mempengaruhi �gangguan� pada individu/ kelompok yang sama pada periode berikutnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi, maka penulis melakukan pengujian menggunakan metode Durbin-Watson (DW).
Tabel 6
�Hasil Uji Autokorelasi
Model |
R |
R Square |
Adjusted R Square |
Durbin-Watson |
1 |
.967a |
.936 |
.924 |
1.120 |
Berdasarkan hasil penghitungan seperti
tampak pada table dan kurva DW di atas diketahui nilai Durbin-Watson (DW) sebesar 1.120. karena nilai DW berada di daerah
tidak ada kesimpulan dengan demikian�
dapat disimpulkan bahwa di dalam model tidak terjadi autokorelasi.
2. Uji Parameter Variabel
Hasil uji parsial (uji-t) penelitian
dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.
Tabel 7 Uji
Parsial Variabel
Coefficientsa |
||||||
Model |
Unstandardized
Coefficients |
Standardized Coefficients |
t |
Sig. |
||
B |
Std. Error |
Beta |
||||
1 |
(Constant) |
-564774317252.798 |
101906288621.633 |
|
-5.542 |
.000 |
INF |
-9873257520.993 |
4203111099.638 |
-.230 |
-2.349 |
.039 |
|
KURS |
144229205.402 |
12913763.775 |
1.094 |
11.169 |
.000 |
Nilai thitung untuk variabel X1 (Inflasi) sebesar -2.349, sedangkan nilai ttabel untuk n = 14 sebesar 2.145. Karena -2.349 < 2.145, dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel Inflasi (X1) berkorelasi negatif terhadap PAD sektor pariwisata (Y).
Tabel 7 di atas menunjukan nilai thitung untuk variabel X2 (Kurs) sebesar 11.169, sedangkan nilai ttabel untuk n = 14 sebesar 2.145. Jadi, 11.169 > 2.145, dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel Kurs (X2) berkorelasi positif terhadap PAD Pariwisata (Y).
Pengujian secara
simultan ini dilakukan dengan cara membandingkan antara tingkat signifikansi F dari hasil pengujian dengan nilai
signifikansi yang digunakan dalam
penelitian ini dengan nilai F pada tabel. Apabila hasil dari Ftabel lebih kecil
dari hasil F statistik, maka dapat disimpulkan bahwa semua variabel bebas (independen) secara simultan berpengaruh terhadap
variabel bebas (dependen). Hasil uji F
penelitian dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini.
Tabel 8
Uji F Penelitian
Model |
Sum of Squares |
F |
Sig. |
|
|
Regression |
364395325001739750000000 |
79.998 |
.000b |
Residual |
25052674774400907000000 |
|
|
|
Total |
389447999776140670000000 |
|
|
Dari Tabel 8 di
atas didapat nilai Fhitung sebesar
79.998 dimana lebih besar dari nilai Ftabel untuk n = 14 sebesar 4.60, atau 79.998 > 4.60 dengan tingkat signifikan sebesar 0,00 karena 0,00 < 0,05, maka dapat
dikatakan
Inflasi (X1) dan Kurs (X2) secara bersama-sama mampu
menjelaskan PAD Pariwisata (Y) pada
α = 5%.
3. Uji Kesesuaian Model (Koefisien
Deteminasi)
Dari
hasil olah data penelitian bengan menggunakan software SPSS 22, didapat hasil
seperti terlihat pada Tabel 9 berikut ini:
Tabel 9
�Koefisien Determinasi Penelitian
Model |
R |
R Square |
Adjusted R Square |
1 |
.967a |
.936 |
.924 |
Berdasarkan hasil pada Tabel 9 di atas, didapat nilai R
Square sebesar 0.936, yang
artinya bahwa Kurs dan Inflasi secara bersama-sama mampu
menjelaskan variabel PAD Pariwisata DKI Jakarta sebesar 93.6% sedangkan sisanya sebesar
6,4% adalah faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
4. Analisis Regresi Linear Berganda
Dari Tabel 7 didapat
persamaan Regresi penelitian sebagai berikut:
PAD = 5,65. 1011 - 9,88 . 1010 Inflasi + 1,44 . 108 Kurs + e
1. Nilai PAD pariwisata adalah 5,65. 1011 pada
saat tingkat inflasi dan nilai kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika nol.
2. Dari persamaan reggresi linear
berganda penelitian, diketahui bahwa tingkat inflasi mempunyai korelasi yang
negatif dengan PAD pariwisata. Setiap kenaikan 1% inflasi akan menurunkan 5,65. 1011 Rupiah
PAD pariwisata, jika diasumsikan koefisien intersep dan nilai kurs tetap.
3. Nilai kurs Rupiah terhadap PAD
pariwisata mempunyai korelasi positif, artinya setiap kenaikan 1 Rupiah akan
meningkatkan 5,65. 1011 Rupiah PAD pariwisata dengan asumsi koefisien intersep
dan tingkat inflasi tetap.
Kesimpulan
Dari hasil pembahasan penelitian
didapat kesimpulan bahwa pada Tingkat Inflasi di bawah 13,23%, Inflasi tidak
berpengaruh terhadap PAD pariwisata Provinsi DKI Jakarta, hal ini menunjukan
bahwa pemerintah harus bisa menjaga tingkat inflasi di bawah 13,23%. Sedangkan
nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika berkorelasi postif dengan PAD
pariwisata Provinsi DKI Jakarta, artinya semakin terdepresiasi Rupiah terhadap Dollar
Amerika, PAD pariwisata DKI Jakarta semakin meningkat. Hal ini disebabkan
semakin banyak wisatawan asing yang berkunjung ke DKI jakarta. Sedangkan
wisatwan lokal cenderung sama dari tahun ke tahunnya.
�
BIBLIOGRAFI
Alikodra, H. S. (2012). Konservasi, Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Alisyahbana, S. A. Kementrian Perencanaan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (2011). Arah Kebijakan Pembangunan Nasional dalam Menunjang Pariwisata Daerah. Disampaikan pada Konferensi Pariwisata Nasional. Jakarta.
Arida, Nyoman. (2011). Strategi Alternatif untuk Keberlanjutan Pariwisata Bali ;
dalam Pariwisata Berkelanjutan dalam Pusaran Krisis Global. Denpasar. Udayana
University Press.
Arikunto, Suharsimi. (2016). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Azwar, Saifudin. (2013). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gomies, Stevanus J., & Pattiasina, Victor. (2011). Analisis Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Maluku Tenggara. Jurnal Ilmiah Aset, 13(2), 175�183.
Himna, Edwin Ismedi. (2013). Daya Tarik Wisatawan. Kedaulatan��� Rakyat��� (19��� Januari��� 2013).
Kesek, Feisly. (2013). Efektivitas dan kontribusi penerimaan pajak parkir terhadap pendapatan asli daerah Kota Manado. Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 1(4).
Nomor, Undang Undang. (34AD). Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang�Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta: Lembaran Negara RI, (246).
Rusmadi, Rusmadi. (2017). Pengaruh Harga Cabai Terhadap Tingkat Inflasi Di Indonesia Tahun 2016. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(2), 124�132.
Sugiyono. (n.d.). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Methode). Bandung: Alfabeta.
W, Teti Ika. (2016). Pengaruh Pendapatan Sektor Pariwisata Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Di Kota Makasar. Skripsi. Universitas Islam Negeri
Alaudin Makasar.
Weley, Indra Randy, Kumenaung, Anderson Guntur, & Sumual, Jacline I. (2019). Analisis Pengaruh Inflasi dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Manado. Jurnal Pembangunan Ekonomi Dan Keuangan Daerah, 19(3).