Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

�Vol. 5, No. 10, Oktober 2020

�

PENGEMBANGAN model ethnic tourism berbasis komunitas adat DI kampung sindangbarang kabupaten bogor

(KAJIAN MASA PANDEMI COVID-19)

 

Bhakti Nur Avianto

Universitas Nasional (UNAS) Jakarta, Indonesia

E-mail: [email protected]

 

Abstract

This study aims to investigate the development of ethnic tourism model based on indigenous communities with an emphasis on measuring strategies for empowering local indigenous communities with tourism marketing development programs, developing partnerships, developing tourism potentials developed by coastal communities, rural tourism models, agro tourism, religious tourism, educational tourism, culture (cultural), craft (handicraft) to culinary. Researchers used a survey method by conducting data collection techniques based on surveys and this study aims to obtain valid data by giving clear boundaries to the data for a particular object. The effects show that with their development ethnic tourism model, it is projected to provide benefits both in imaging and financially for people's lives, besides that it can provide opportunities for easy and beneficial access by participating in the management of tourism products and improving the local economy, but in fact, the role of stakeholders (government) with the public interest in this model is still very low.

 

Keywords: Ethnic Tourism; Development; Product Handycraft; Empowering

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan menyelidiki pengembangan pariwisata model pariwisata etnik berbasis komunitas adat dengan menitikberatkan pada strategi pengukuran pemberdayaan masyarakat adat setempat dengan program strategi pemasaran pariwisata, keterlibatan kemitraan, pengembangan potensi wisata yang diolah masyarakat pesisir, model wisata-desa, wisata-agro, wisata-religi, wisata-pendidikan, budaya-entocultural, kerajinan sampai pada kuliner. Peneliti menggunakan metode survey dengan melakukan tekknik pengumpulan data berdasarkan survei serta penelitian ini bertujuan untuk menemukan data yang signifikan dengan memberi batasan yang jelas tentang pendataan obyek yang diteliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan adanya pengembangan model ethnic tourism, diproyeksikan dapat berpeluang ada manfaatnya baik secara pencitraan maupun pendapatan lokal bagi kehidupan masyarakat, selain itu dapat memudahkan potensi kemudahan dan kebermanfaatan akses dengan pelibatan komunitas lokal dalam pengelolaan handycraft-wisata dan peningkatan ekonomi lokal, namun kenyataanya peranan stakeholder (pemerintah) dengan animo masyarakat terhadap model tersebut masih sangat rendah.

 

Kata kunci: Wisata Etnik; Pengembangan; Produk Handycraft; Pemberdayaan

 

Pendahuluan

Ruang lingkup wilayah Indonesia sangat luas dengan berlimpahnya sumber daya alam baik aneka tambang migas maupun non-migas yang dapat dikelola bagi kesejahteraan hajat hidup orang banyak. Selain non-migas, ternyata negara kita memiliki potensi kebhinekaan seni budaya daerah, adat-istiadat, sejarah dan sektor pariwisata dengan keindahan panorama alamnya yang cukup potensial untuk dikelola dengan optimal. Ditambah banyaknya potensi wisata dari aspek wisata alam ataupun budaya bersisipan dari suku, adat istiadat dan kebudayaan dengan letak geografis Indonesia yang strategis sebagai negara tropis sehingga panorama alam dan satwa sangat berlimpah. Hasil penelitian yang cukup relevan dikemukakan bahwa bidang pariwisata secara komersial dapat dikeola untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat maupun pembangunan nasional (Yoeti, 2008). Pengembangan pariwisata merupakan dari konsep pembangunan diwujudkan sebagai upaya membentuk keselarasan tata-kelola sumber dayanya dengan mengkonsolidasi segala gambaran aspek-aspek di luar pariwisata baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap keberlangsungan program pengelolaan pariwisata.

Sejak Tahun 2000an keanekaragaman objek pariwisata Indonesia sudah terkenal tidak saja dalam negeri bahkan sudah merambah ke berbagai mancanegara. Oleh karena itu program pengembangan pariwisata harus dilakukan semua stakeholder, UMKM bidang pariwisata, bahkan pengusaha lokal di seluruh Indonesia. Untuk menindaklnjuti program tersebut maka dibentuklah Departemen Kebudayaan dan Pariwisata di tingkat nasional dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Daerah di tingkat daerah. Lebih lanjut dijelaskan bahwa Dinas Pariwisata adalah badan kepariwisataan yang dibentuk oleh pemerintah sebagai suatu badan yang diberi tanggung jawab dalam pengembangan dan pembinaan kepariwisataan pada umumnya baik tingkat nasional maupun ditingkat daerah. Mengacu pendapat (Nuri, 2017) bahwa Potensi wisata Indonesia yang berupa 17.508 pulau-pulau yang terbentang sejauh 5.120 km dengan iklim tropis sejuk baik di darat maupun di pantai dan laut. Tetapi berdasarkan data statistik Organisasi Pariwisata Dunia dari 1,3 miliar orang wisatawan di dunia hanya 4 juta saja yang berkunjung ke Indonesia sementara sisanya banyak berkunjung ke Malaysia, Thailand, dan negara Eropa (Primadany, 2013).

Berdasarkan data di atas, dapat ditunjukkan bahwa minat para wisman mancanegara maupun wisman lokal ke wilayah objek wisata Indonesia dapat dikatakan masih rendah, di mana jumlah pengunjung ke berbagai destinasi wilayah Indoensia tidak sesuai target, dan selama ini pula tata kelola pariwisata belum optimal. Sektor pariwisata menjadi andalan bagi suatu negara dalam peningkatan sumber investasi di luar pajak dan ekonomi-migas. Detik inipun pemerintah berupaya memaksimalkan program-program wisata dengan aktif mempromosikan bidang pariwisata dan kemenarikannya mulai dari kuliner, handycraft, desain sampai wisata etnik. Hal ini bertujuan agar wsaita di Indonesia semakin terkenal masyarakat internasional untuk berkunjung. Kegiatan-kegiatan promosi inilah yang dilakukan pemerintah untuk memperkenalkan keragaman wisata dan budaya Indonesia dengan harapan mendapatkan tanggapan positif dengan hadirnya wisataran nasional dari mancanegara yang berkunjung ke Indonesia.

Karakteristik keberagaman budaya dan potensi wisata kita berlimpah sehingga diharapkan mampu membantu pemecahan rendahnya income ekonomi dari penerimaan devisa di daerah. Dengan demikian sebagai negara yang kaya akan keragaman budaya dan wisata tersebut, diharapkan dapat menumbuhkan potensinya di sektor pariwisata. Karena para turis yang akan berkunjung pasti mencari bahkan menikmati keayuan eksotik tempat wisata sehingga memberikan efek secara kumulatif bagi wisatawan dalam negeri maupun luar negeri serta dapat meningkatkan tambahan devisa untuk mengangkat derajat kesejahteraan ekonomi masyarakat lokal yang ada saat ini. Sehingga program pariwisata memiliki fungsi yang penting bagi program-program pembangunan nasional. Oleh sebab itu selain menghasilkan pendapatan devisa juga sebagai berkaitan erat dengan peningkatan penanaman modal investor (Manoppo, 2017). Strategi ini dilakukan pemerintah agar peningkatan kualitas, kuantitas dan program pariwisata tercipta mulai dari destinasi yang �aman, nyaman, menarik, mudah dicapai, berwawasan lingkungan, serta mampu meningkatkan pendapatan nasional, daerah, dan masyarakat.

Bisnis di bidang pariwisata merupakan program yang bermaksud untuk mengelola penyedia jasa pariwisata dan memasarkan program wisatawan, usaha pengangkutan barang pariwisata dan usaha lain yang berkaitan dengan bidang tersebut. Sedangkan model industri pariwisata sebagai salah satu cara untuk mencapai neraca perdagangan luar negeri yang berimbang, karena melalui kegiatan industri inilah pemasukan devias dapat bertambah (Manoppo, 2017).� Model tersebut apabila bisa memaksimalkan berbagai potensi yang ada, maka pemerintah dan masyarakat daerah saling bahu-membahu untuk pembangunan tersebut, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan potensi ekonomi, budaya dan pendidikan daeranya. Di mana program pariwisata diharapkan bisa mengatasi berbagai masalah kesejahteraan sosial apabila dikembangkan secara profesional (Syamsu, 2015).

Pariwisata merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh manusia baik secara perorangan maupun kelompok di dalam wilayah negara lain yang dapat terus diperbaharui, direnovasi dan bisa dirawat secara teratur. Kegiatan tersebut menggunakan kemudahan, jasa dan faktor penunjang lainnya yang diadakan oleh pemerintah dan atau masyarakat, agar dapat mewujudkan keinginan wisatawan disamping sebagai investasi penting pada sektor non migas (Manoppo, 2017). Bahkan wujud pariwisata sebagai pendapatan ekonomi masa depan, maka secara otomatis akan mempermudah perputaran layanan barang dan jasa di tempat wisata (Wulandari, 2014). Lebih jauh ke depannya, program-program pariwisata menumbuhkan stabilitas ekonomi nasional, namun demikian langkah keberhasilan dalam pengembangan pariwisata dapat dirasakan optimal apabila faktor-faktor pendukungnya telah dipersiapkan dengan baik (Murdiastuti & Rohman, 2018). Pelaksanaan ekonomi pariwisata daerah tersebut diarahkan untuk memacu paritas industri pariwisata dalam rangka meningkatkan optimalisasi potensi wisata daerah (Syamsu, 2015).

Keselarasan kegiatan industri pariwisata dengan pendapatan daerah yang dikelola peemrintah berjalan melalui bagi hasil pajak/bukan pajak (Rahayu, Dewi, & Fitriana, 2016). Peranan pariwisata berpotensi dorong pertumbuhan PDB ekonomi nasional pada Tahun 2017 (10 destinasi yang diterapkan Kemenpar) sebesar 1,9%, kontribusi langsung terhadap kesempatan kerja bidang pariwisata mencapai 1,6%, kontribusi pariwisata terhadap investasi mencapai USD 14,717 Miliyar, data pertumbuhan ini meningkat sejak Tahun 2016 sebesar USD 13,568 Miliyar dengan target di Tahun 2020 diproyeksikan menjadi USD 24 Milyar. Sektor Pariwisata tersebut mendominasi income negara terbesar dan merupakan sektor terkuat dari segi pembiayaan ekonomi nasional. Sehingga diharapkan dari segi pariwisata ini menjadi pemacu utama sendi-sendi perekonomian dunia di dekade ini, serta menjadi tulang punggung sektor industri global. Situasi inilah yang mesti dieksplorasi oleh para penguasaha lokal, pemerintah daerah dan pusat secara sinergi dalam rangka peningkatan devisa di dunia pariwisiata

Menjawab tantangan tersebut, pengembangan Ethnic Tourism sebagai bentuk kegiatan wisata etnik untuk mengamati wujud budaya maupun gaya hidup suatu komunitas adat sebagai strategi dalam rangka peningkatan ekonomi lokal. Model ini belum dilakukan penelitian sebagai based-line data terbarukan dalam bidang pariwisata. Meskipun riset di bidang pariwisata lainnya tak terhitung baik dari aspek deskripsi lokasi, pengembangan, marketing maupun evaluasi program pariwisata. Karena itulah kerbaruan dan urgensi rencana penelitian ini penting dilakukan sebagai bahan kelengkapan penelitian relevan lainnya yang sejenis. Karena itu, penelitian ini diharapkan didapatkan konsep teoritik sebagai konsep dasar untuk penelitian selanjutnya agar terjadi peningkatan di sektor bisnis, meminimalisir resiko-bisnis, strategi pemasaran, dan peningkatan produktivitas perusahaan.

Pengembangan model ethnic tourism, diproyeksikan dapat menambah kebermanfatan sebagai wujud pencitraan dan kehidupan ekonomi lokal. Selain itu mempermudah aksesibilitas masyarakat untuk menerima income wisata dengan mendominasi pelibatan tata kelola wisata. Inovasi tata kelola wisata ini mengacu pada usaha pembangunan program berkelanjutan. Mengkonstruksi model tata kelola pariwisata ini dikembangkan melalui keterlibatan komunitas adat setempat, sehingga model ethnic tourismdapat dijadikan fenomena modern yang mengandung sejumlah konsekuensi terhadap masyarakatsebagai pendekatan program wisata komunitas adat, wisata belanja, heritage-culture, handycraft, sejarah budaya dan minat eksklusif berwawasan budaya maupun lingkungan. Oleh sebab itu model ini dituntut adanya tata kelola kebermanfatan potensi ekologi lingkungan sebagai daya tarik wisata yang sekaligus revitalisasi bidang konservasi. Penelitian ini berjudul: �Pengembangan Program Pariwisata Model Ethnic Tourism Berbasis Komunitas Adat� akan diusulkan dalam skema penelitin riset dasar dapat memberikan jawaban terhadap sebuah fenomena tersebut.

Pemahaman etnik pariwisata secara komprehensif dijelaskan (Salasiah, 2014) dan (Jafari, 2002) bahwa: �Ethnic tourism is motivated by tourists� search for exotic cultural experiences through interaction with distinctive minority groups and the desire of those groups to use aspects of their culture to create economic opportunities. It provides the chance for tourists to experience aspects of unique cultures, landscapes, and ways of life. It has been widely adopted and promoted as a strategy for economic development and cultural preservation in many countries throughout the world, particularly as many such minority groups are relatively disadvantaged when compared to the majority population and their culture may be viewed as one of their strongest assets.� Dengan demikian, hasil riset tersebut sekiranya dapat mengidentifikasi secara spesifik pekerjaan untuk masyarakat lokal, pembangunan lokal, sumber barang dan jasa lokal, dan jumlah wisatawan sebagai indikator untuk manfaat dan tantangan pengembangan pariwisata yang lebih efektif di masa Pandemi Covid-19.

Keterlibatan masyarakat adat khususnya dalam proses penilaian dan perencanaan partisipatif pariwisata lokal memberikan potensi besar untuk memberdayakan anggota masyarakat adat untuk mengembangkan keterampilan, pengetahuan, dan kepercayaan diri yang diperlukan untuk mengarahkan pengembangan pariwisata etnik (ethnic tourism). Dalam konteks pembangunan pariwisata etnik tersebut melibatkan faktor kemandirian dalam melakukan pengorganisasian aset sehingga nilai tersebut menjadi daya tarik utama bagi pengalaman berwisata bagi wisatawan. Melalui konsep pariwisata etnik (ethnic tourism), bahkan kriteria komunitas adat diarahkan sebagai bagian dari rantai ekonomi pariwisata global.

 

Metode Penelitian

Pendekatan kualitatif deskriptif digunakan dengan harapan agar dapat membantu menganalisis kejadian, fenomena atau keadaan secara sosial. Pendekatan ini menitikberatkan pada kegiatan pengembangan potensi wisata-daerah di Kabupaten Bogor. Untuk mendukung penelitian tersebut, maka peneliti menggunakan teknik purposive sampling sebagai unit analisis di Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Bogor, dengan rincian 5 pejabat Disbudparpora Kab. Bogor, 5 tokoh masyarakat dan 4 pelaku UMKM Pariwisata. Dengan rancangan dan analisis data dilakukan melalui observasi, telaah dokumentasi dan wawancara dengan mengutamakan penajaman substansi pengembangan model. Selain itu pula dilakukan teknik telaah dokumen elektronik, mengingat kondisi penelitian pada masa pandemi Covid-19.

Adapun lokasi penelitian di Desa/Kampung Sindangbarang Kabupaten Bogor dengan harapan diperoleh data-data reduksi, karakteristik data, dan ketepatan penarikan kesimpulan, sebagaimana mengacu pada pendapat (Miles & Huberman, n.d.) penyajian data sebagai suatu analisis dalam mendesain deretan dan kolom matriks data kualitatif serta membentuk data baru yang dimasukkan ke dalam suatu kotak-kotak metriks tersebut. Setelah melakukan pengolahan data maka selanjutnya dilakukan pengolahan data melalui survey-monkey (survei cepat) dengan menggunakan alat bantu berupa aplikasi google-form.

 

Hasil dan Pembahasan

A.    Perubahan Tata Nilai Budaya di Masyarakat Kampung Sindangbarang

Menurut tradisi peradaban Timur Asia mempunyai bentuk penyesuaian pada nilai budaya yang bersifat mistis, magis, kosmis dan religius (Alikodra, 2012). Bangsa yang beradaptasi pada nilai budaya ini, secara umum ingin hidupnya menggabungkan dengan alam karena mereka menyadari bahwa dirinya sub-bagian dari alam. Alam semesta merupakan sumber kehidupan yang memiliki potensi tertentu yang memberi atau mempengaruhi hidupnya (Alikodra, 2012). Hal demikian berarti segala upaya yang dilakukannya selalu harmoni dengan alam dan semampunya meminimalisir segala hal yang berakibta fatal bila melawan kehidupan alamnya. Kenyataannya pandangan seperti itulah alam yang terbentuk dua gabungan dari makrokosmos dan manusia itu sendiri dengan harapan tercapainya kehidupan yang sejahtera dan selamat. Harmonisasi kehidupan dengan alam itulah karya-karya seni tradisional yang dihasilkan baik seni rupa, seni musik maupun bentuk lainnya. Apabila terjadi tradisi upacara ritual, secara ilmu antropologi diibaratkan seperti halnya daur hidup kehidupan, menganggap harus sedakah bumi bahkan pesta panen. Menggambarkan kegembiraan atas sedekah bumi tersebut, secara tradisional meraka melangsungkan seni pertunjukkan yang dikemas untuk suatu kepentingan ritual-adat tertentu, seperti upacara �serahan bumi� atau kegiatan upacara keagamaan. Itulah Wisata ethnic tourism dapat dirasakan turis wisman (lokal dan inernasional) sebagai perjalanan untuk mengamati perwujudan kebudayaan dan gaya hidup masyarakat yang menarik dan religius.

Globalisasi ternyata sudah membentuk budaya lokal dan etnik di masyarakat Sindangbarang. Adaptasi perubahan global tersebut akhirnya menggeser tatanan dan sistem nilai budaya bahkan sikap maupun cara pandang masyarakat setempat terhadap etnoteknologi budayanya masing-masing. Kemudian secara tiba-tiba dampak globalisasi tersebut meruntuhkan semangat mobilitas sosial serta pelibatan hubungan tata nilai budaya sosial di Kampung Sindangbarang Kabupaten Bogor. Pengaruh globalisasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara terbuka telah berdampak terhadap intensitas kontak budaya dalam dan luar, khususnya dengan bentuk kebudayaan asing yang notabene intensitasnya cukup tinggi. Namun demikian, bentuk penyebarannya berlangsung dengan epat dan luas yang menyebabkan perubahan orientasi nilai-nilai budayanya. Dalam rangka menghadapi tantangan di era global ini, sebaiknya masyarakat Kampung Sindangbarang semestinya mampu membangun serta memanfaatkan potensi kekayaan budaya alam berbasis kearifan lokal. Olah karena itu urgensinya memahami budaya daerah di wilayah ini sebagai bagian integral negara kesatuan yang dinilai-agungkan oleh karya seni filsafat nusantara dan mistika (Setyaningrum, 2018). Gerak sosial budaya itu, walaupun berupaya memiliki spektrum cakupan yang luas sampai pada akar rumput masyarakat. Demikian pula keterkaitan partisipasi masyarakat dengan kebutuhan budaya Indonesia yang dulunya pernah berkembang dengan pesatnya di masa lampau, walaupun saat ini pertumbuhannya tertinggal jika dilihat di negara maju (modern) lainnya.

Betapapun, keragaman budaya dan masyarakat di Indonesia yang seakan tidak pernah terjadi kemunduran peradaban masyarakat daerah terhadap hambatan yang bakal terjadi sebagai dampak perubahan lingkungan global lintas generasi. Salah satu pola dalam mensikapi keadaan ini yaitu upaya memperbaiki pola didik masyarakat dengan mengadopsi nilai-nilai budaya masyarakat yang berkembang saat ini, meskipun dengan durasi waktu yang cukup lama. Di samping itu terdapat perubahan penerapan nilai-nilai dasar karena adanya peran pendidikanyang terbukti bisa menumbuhkan inovasi budaya daerah yang berkorelasi tinggi dengan pendidikan, tetapi pendidikan sendiri tidak mempunyai korelasi langsung dengan inovasi (Haryanti & Sari, 2017).

Namun demikian, nampaknya keadaan tesebut di atas telah memacu perkembangan tatanan sosial disegenap sektor kehidupan yang pada gilirannya telah menimbulkan berbagai reaksi pro dan kontra di kalangan masyarakat. Dalam proses perkembangan sosial budaya itu, biasanya hanya mereka yang mempunyai berbagai keunggulan sosial-politik, ekonomi dan teknologi yang akan keluar sebagai pemenang dalam persaingan bebas. Akibatnya mereka yang tidak siap akan tertindas dan semakin terpuruk hidupnya, dan memperlebar bahkan memperdalam kesenjangan sosial yang pada gilirannya dapat menimbulkan kecemburuan sosial yang memperbesar potensi konlik sosial masyarakat majemuk dengan multi kulturnya

B.     Revitalisasi Budaya Ethnic Tourism Kampung Sidangbarang

Revitalisasi budaya merupakan pelurusan kembali nilai-nilai budaya lokal yang mungkin banyak penyimpangan di kalangan penganut budaya, penyimpangan-penyimpangan tersebut bisa ditinjau dari perspektif agama, sosial, pendidikan, ekonomi maupun masyarakat, sehingga keberadaan budaya tersebut tidak merupakan salah satu pihak di satu sisi dan menguntungkan sisi yang lain. Dalam perspektif agama dijelaskan bahwa, agama memiliki peranan yang sangat substantif dalam menganalisa dan sebagai problem of solving dalam mengatasi persoalan-persoalan manusia, agama sebagai simbol penterjemahan manusia akan eksistensi Tuhan, jika dalam perjalanan budaya tersebut bersaing bahkan bertentangan dengan aturan hukum secara normatif syariat maka agamalah yang kita prioritaskan dan budaya yang harus patuh dan tunduk mengikuti aturan baku agama dan bukan sebaliknya. Sebagai contoh sederhana adalah ketika seseorang yang ingin melaksanakan ikatan suci sebuah pernikahan yang baginya sudah memenuhi syarat agama namun beberapa item upacara adat yang tidak bisa dipenuhinya baik dari sisi hantaran, belis, seserahan yang kurang sesuai dengan yang di inginkan pihak perempuan maka niat suci pernikahan bisa digaglkan dan dibatalkan. Inilah yang menjadi indikator bahwa revitalisasi budaya mesti ditegakkan.

Kebudayaan sebagai wadah mestinya memberikan nilai-nilai yang dapat di jalankan dan di mengerti oleh siapapun, serta mampu mengakomodir seluruh elemen baik elemen agama, pendidikan, sosial, maupun ekonomi. Sehingga berjalanya budaya sesuai dengan elemen-elemen tersebut dan tidak berseberangan (Evita & Rosalina, 2017). Budaya juga mestinya dapat dijadikan peningkan ekonomi, pendidikan, sosial dan sebagainya sebagai wujud bahwa budaya tersebut mempunyai tatanan etika yang baik dan jika dalam perjalananya budaya dapat menghantarkan berbagai pesoalan kehidupan sosial kultural maka budaya tersebut mesti dipertahankan, namun jika sebaliknya dan merugikan banyak pihak maka budaya tersebut mesti di tiadakan. Sehingga adanya bentuk penelusuran kembali nilai-nilai budaya lokal memungkinkan aset-revitalisasi budaya etnik yang dapat menjawab perubahan jaman, aspek globalisasi, pengenalan budaya-sosial dan dasar-dasar psikologi sosial masyarakat setempat.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti mencoba mengkompolasi dari hasil penelitian sebelumnya yang relevan bahwa makna kebudayaan lebih menjiwai bagian dari warisan nenek moyang dan dipercayai oleh warga masyarakat penganutnya dengan jalan mempelajarinya dan melestarikannya. Hal ini menunjukkan ada suatu metode tertentu untuk mempelajari kebudayaan yang didalamnya terkandung norma-norma bahkan nilai-nilai kehidupan yang berlaku dalam tata pergaulan masyarakatnya, seperti menjunjung tinggi nilai-nilai penting bagi warga masyarakat demi kelestarian hidup bermasyarakat (Abdillah & Purwanto, 2016). Oleh karena itu peran masyarakat selalu ingin melakukan revitalisasi terhadap nilai-nilai budaya yang dimiliki, jika nilai-nilai budaya tersebut terkoyak oleh hadirnya nilai-nilai pendatang yang dianggap tidak tepat bahkan merusak tatanan budaya sebelumnya telah lahir.

Pentingnya revitalisasi budaya lokal di Kampung Sindangbarang Kabupaten Bogor disebabkan kehidupan masyarakat yang didasarkan pada kultur (budaya) yang ada pada masa lampau, kenyataannya sekarang diharapkan lebih baik jika dibandingkan masa lalunya, artinya kehidupan masyarakat sekarang banyak mengadopsi budaya luar setiap saat (Sutiyono & Seriati, 2013). Memperhatikan hal tersebut, perlu kiranya peran revitalisasi dilakukan dengan segera agar revitalisasi budaya itu sendiri dapat melestarikan budayanya sendiri tanpa dampak ekologi-sosial budaya yang begitu cepat berkembang. Secara kontekstualnya dengan kehidupan sekarang dapat dicari peran mana yang sesuai dengan nilai kultur budayanya (Nurdin, 2013). Salah satu bentuk kegiatan revitalisasi yaitu metode menghidupkan kembali kawasan tidak berkembang yang pada masa silam pernah hidup, atau mengendalikan, dan kemudian mengembalikan potensi kawasan untuk menemukan kembali potensi yang dimiliki atau pernah dimiliki oleh sebuah kota baik dari segi sosial-kultural, etnik-sosial, sosio-ekonomi, segi fisik alam lingkungan, sehingga diharapkan dapat memberikan dampak peningkatan kualitas lingkungan yang pada akhirnya berdampak pada kualitas hidup dari penghuninya (https://www.pu.go.id/Ditjenkota-/Revitalisasi/indeks.hti). Dalam hal ini revitalisasi wisata etknik berarti usaha menghidupkan kembali suatu budaya dengan berdasarkan pertimbangan dan tujuan tertentu. Hal ini cukup beralasan karena Kampung Sindangbarang termasuk salah satu Cagar Budaya atau dengan kata lain adalah salah satu destinasi wisata perkotaan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah Kabupaten Bogor itu sendiri.

Adapaun rencana pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan revitalisasi ethnic tourism (wisata etnik) di Kampung Sindangbarang Kabupaten Bogor, dilakukan upaya konkritnya meliputi:

a)      Mengidentifikasi kelompok UMKM bidang Pariwisata di Kampung Sindangbarang Kabupaten Bogor yang berpotensi untuk diberdayakan kembali agar dapat faktor pendukung pelaksanaan budaya berbasis wisata etnik;

b)      Mengidentifikasi sumber daya lokal desa atau budayanya yang telah dimiliki Desa/Kampung Sindangbarang Kabupaten Bogor;

c)      Metode pemberdayaan masyarakat di Kampung Sindangbarang Kabupaten Bogor perlu dilakukan dengan pelibatan seluruh komponen masyarakat desa maupun di luar wilayahnya yang mendukung program revitalisasi wisata etnik;

d)      Upaya sosialisasi tentang rencana program revitalisasi wisata etnik di Kampung Sindangbarang Kabupaten Bogor bersama dilakukan dengan stakeholder dan pemerintah setempat;

e)      Ada upaya menjalin kerjasama dengan swasta maupun NGO dalam melakukan kegiatan pengembangan model wisata etnik berbasis komunitas adat di desa/kampung Sindangbarang Kabupaten Bogor khususnya di masa Pandemi Covid-19

Rencana pengembangan model wisata etnik berbasis komunitas adat tersebut menjadi sangat penting mengingat desa ini menjadi bagian atau destinasi alternatif masyarakat Bogor secara luas untuk berekreasi dan salah satu potensi alternatif bagi peningkatan PAD Kabupaten Bogor. Selain itu pula diharapkan bisa mendongkrak budaya lokal yang dapat ditiru oleh desa lainnya yang memliki potensi sejenis bahkan telah disahkan sebagai desa wisata.

C.    Startegi Pengembangan Budaya Ethnic Tourism di Kampung Sindangbarang

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Mengacu pengertiannya secara luas, pembangunan dimaknai sebagai pengembangan budaya masyarakat secara bertahap. Konsep pengembangan budaya diartikan sebagai macam usaha untuk mengembangkan atau memodernkan ragam kehidupan berbudaya. Sehingga program pengembangan budaya tersebut tidak dapat terpisahkan dari usaha pelestariannya. Konsep kebudayaan sudah menjadi deskripsi sangat luas bahkan ke seluruh pola hidup sebagai masyarakat didalamnya terkandung tatanan nilai, praktek, symbol, level kepercayaan, aklimatisasi, relasi antar manusia dan kelompok masyarakatnya. Kebudayaan adalah konsep rumit, berlapis-lapis dan bertaksonomi sangat luas.

Kebudayaan kita menghadapi dua tantangan besar, yaitu tantangan internal dan tantangan eksternal. Tantangan internal adalah tantangan dari dalam, yaitu ketika kekuatan budaya lokal, kearifan lokal, nilai-nilai tradisional dianggap tidak lagi relevan hingga mulai diabaikan oleh pelaku budayanya. Tantangan eksternal adalah tantangan yang muncul dari luar. Yang paling dahsyat adalah globlisasi. Globalisasi adalah fenomena sosial yang tak mungkin dielakkan. Globalisasi membuka deteritorialisasi dalam banyak hal. Identitas sosial dan ruang sosial runtuh dalam globalisasi. Deteritorialisasi menyebutkan kebudayaan tidak lagi memiliki nilai �hening� untuk merenung, mengeluh dan memantapkan jati diri, namun tereduksi menjadi kebudayaan �kenikmatan� semata. Kedekatan geografis dan kedekatan sosial bukan lagi menjadi faktor yang menentukan hidup manusia, inilah yang diistilah oleh Sindhunata sebagai �orang tidak lagi hidup di suatu tempat untuk hidup bersama. Sementara orang hidup bersama di suatu tempat sama sekali bukan jaminan bahwa orang memang hidup bersama.

Kebudayaan, baik yang bersifat benda dan tak benda, hidup matinya tidak semata bergantung pada pemerintah atau institusi terkait. Pemerintah atau institusi terkait hanya berperan sebagai pemicu awal bukan sebagai kekuatan besar yang menjamin kelangsungan hidup sebuah produk kebudayaan. Yang sanggup menjamin kelangsungan kebudayaan dalam era global ini hanyalah: para pewaris aktif dan pasar (pewaris pasif). Jikalau pewaris aktifnya masih mempertahankan dan memeliharanya dengan baik, maka sebuah produk budaya akan tetap hidup. Jikalau pasar atau pewaris pasifnya masih mengapresiasinya, maka produk kebudayaan tersebut akan bertahan bahkan berkembang. Diperlukan sebuah strategi yang matang, terarah, dan terencana untuk mengembangkan kebudayaan. Strategi itu harus berpusat pada pewaris aktif dan pewaris pasif. Strategi pengembangan kebudayaan haruslah berpusat pada masyarakat atau rakyat yang berbasis partisipasi (Anandhyta & Kinseng, 2020). Pengembangan kebudayaan yang berpusat pada masyarakat rakyat berarti menempatkan individu sebagai subjek bukan objek. Pengembangan kebudayaan yang berpusat pada masyarakat berarti menampung, menghargai prakarsa masyarakat, kekhasan lokal, lokalitas dan kearifan lokal. Inisiatif kreatif masyarakat harus dibuka selebar-lebarnya dengan sebanyak mungkin mengembangkan industri kreatif.

Di sisi lain, pelestarian kearifan lokal dalam budaya lokal dapat dilakukan melalui keteladanan di jalur keluarga, pendidikan dan masyarakat (Cemporaningsih, Raharjana, & Damanik, 2020). Segala bentuk kearifan lokal harus diaktualisasikan sesuai dengan kekinian untuk memudahkan transformasinya kepada pewaris kebudayaan. Untuk memicu para pewaris aktif, selain memberikan ruang berekspresi yang luas dan merdeka perlu pula dipicu dengan pemberian fasilitas, penghargaan secara berkala kepada insan-insan pengembang kebudayaan, penghargaan terhadap para pewaris aktif. Untuk mengembangkan pasar (pewaris pasif) perlu adanya pelibatan para pemilik modal untuk mendampingi pengembangan industri kreatif dengan mengadakan pekan produk kreatif berbasis kearifan lokal dengan bersinergi dengan berbagai nstansi terkait misalnya kebudayaan dan pariwisata, pendidikan, perindustriaan, perdagangan serta UKM.

Apabila dikaji lebih jauh tentang strategi pengembangan pariwisata etnik di Kampung Sindangbarang Kabupaten Bogor, peneliti melakukan survey berkaitan dengan periode Pandemi Covid-19 dan masa Adaptasi Kebiasan Baru (AKB) berhasil mewawancara Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Bogor berjumlah 5 orang. 2 orang Tokoh Masyarakat, 17 Masyarakat setempat, dan 2 pelaku usaha. Mereka semua warga Kabupaten Bogor sebagai tolok ukur penelitian di mana informan maupun responden dipilih berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan sebelumnya dan menggunakan alat bantuk aplikasi google-form. Hasil survey tersebut menunjukan bahwa:

a.       Responden menyatakan kesediaannya untuk melestarikan budaya dan menghargai budaya lokal 92% setuju, tidak tahu 5% sisanya faktor lain;

b.      Responden menyatakan bahwa tradisi lokal merupakan bagian penting dalam menanamkan �bermasyarakat� 90% setuju, 7,2% setuju dan sisanya faktor lain;

c.       Responden menyatakan bahwa Pariwisata etnik memberikan keuntungan ekonomi lokal sebesar 40% setuju, 54,10% tidak setuju, 5,9% tidak tahu;

d.      82,6% responden setuju bahwa melestarikan budaya asli oleh pribumi dan 17,4% harus dilestarikan oleh pemerintah setempat;

e.       32% responden menyatakan setuju terhadap pengembangan budaya wisata etnik, 15,67% tidak setuju karena faktor transparansi digital; 26,7% dipengaruhi faktor industri lokal dan sisanya faktor lain;

f.        26,7% pribumi tidak memahami multikulturalisme kelompok etnis, 42,06% tidak tahu homogen kultur; 12,01% tidak tahu wisata etnik (ethnic tourism) dan sisanya faktor lain

g.      Responden 15% tidak setuju adanya pengembangan wisata etnik, 55,09% tidak tahu sosialisasi wisata dan 29% setuju dengan alasan meningatkan faktor ekonomi desa dan sisanya faktor lain.

Dari hasil survery tersebut dapat diketahui bahwa pengembangan ethnic tourism di Kampung Sindangbarang Kabupaten Bogor dapat dilakukan dengan memperhatikan aspek kearifan lokal sebagai nilai budaya lokal yang harus dipertahankan. Semakin bernilai hasil dari upaya pengembangan budaya ini bagi masyarakat maka semakin besar harapan untuk meningkatkan budaya tersebut.Jika penghargaan yang diberikan antar satu masyarakat ke masyarakat lainnya dianggap bernilai, maka orang-orang yang melakukan perilaku-perilaku yang sesuai dengan nilai budaya yang baru tersebut, mereka akan mendapat prestise dari masyarakat lainnya.Hal ini tidak lepas dari pengaruh dari luar masyarakat penganut budaya asli, proses ini menjadi faktor pendorong utama dalam peningkatan atau penurunan nilai pada suatu budaya dalam masyarakat. Dengan itu, aspek ini yang berada di luar masyarakat, menjadi indikator yang sangat penting dalam proses pengembangan budaya dewasa ini.

 

Kesimpulan

Pengembangan model wisata etnik berbasis komunitas adat ini merupakan bagian usaha di bidang pariwisata lokal yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah dengan mengandeng stakholder dalam rangka peningkatan asli daerahnya. Pengembangan desa wisata tersebut dilakukan melalui penguatan adat dan tata nilai budaya Kampung Sindangbarang sebagai destinasi pariwisata perkotaan selain itu adanya upaya pemerintah untuk merevitalisasi budaya wisata etnik (ethnic tourism) berbasis komunitas adat melalui program menghidupkan kembali kawasan wisata menjadi lebih baik, meskipun usahanya dilakukan pada masa Pandemi Covid-19 ini. Namun demikian, Pariwisata sangatlah mampu dalam mengatasi masalah kesejahteraan di masa pandemi ini (Covid-19) bila dikembangkan secara profesional. Hal ini dapat dikaji dari hasil survey yang rata-rata responden bersedia melestarikan budaya lebih tinggi (92%); bagian penting untuk menanamkan kebiasaan bermasyarakat (90%); setuju terhadap pengembangan ekonomi lokal melalui wisata etnik (54,10%); generasi muda dikenalkan dengan transparansi digital (15,67%) dan sisanya merupakan faktor lain yang tidak diteliti akan tetapi memberikan dampak cukup siginifikan salah satunya rendahnya animo masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengembangan wisata etnik.

 

����������������������������������������������������������������������������������������������

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Abdillah, Selvy Yulita, & Purwanto, Nanang. (2016). Pengaruh Good Corporate Governance pada Manajemen Laba (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013-2014). Jurnal Riset Mahasiswa Akuntansi Unikama.

 

Alikodra, Hadi S. (2012). Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan: Pendekatan Ecosophy bagi Penyelamatan Bumi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

 

Anandhyta, Annisya Rakha, & Kinseng, Rilus A. (2020). Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat dalam Pengembangan Wisata Pesisir. Jurnal Nasional Pariwisata, 12(2), 68�81.

 

Cemporaningsih, Esti, Raharjana, Destha Titi, & Damanik, Janianton. (2020). Ekonomi Kreatif sebagai Poros Pengembangan Pariwisata di Kecamatan Kledung dan Bansari, Kabupaten Temanggung. Jurnal Nasional Pariwisata, 12(2), 106�125.

 

Evita, Rossi, & Rosalina, Tita. (2017). Pengembangan Potensi Temajuk Sebagai Destinasi Pariwisata di Kabupaten Sambas. Jurnal Nasional Pariwisata, 9(1), 44�54.

 

Haryanti, Rina Herlina, & Sari, Candra. (2017). Aksesibilitas Pariwisata Bagi Difabel di Kota Surakarta (Studi Evaluasi Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30 Tahun 2006 Tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan). Spirit Publik: Jurnal Administrasi Publik, 12(1), 85�96.

 

Jafari, Jafar. (2002). Encyclopedia of Tourism. Routledge.

 

Lah, Salasiah Che. (2014). Ethnic Tourism: A Case Study of Language and Culture Preservation of The Bateq Indigenous Group of Orang Asli in Peninsular Malaysia. SHS Web of Conferences, 12, 1071. EDP Sciences.

 

Manoppo, Reinnheart. (2017). Peran Pemerintah dalam Mempengaruhi Penanaman Modal Untuk Sektor Pariwisata di Kabupaten Minahasa Tenggara. Lex Administratum, 5(4).

 

Miles, Huberman, & Huberman, A. Michael. (n.d.). Qualitative Data Analysis: A Methods Sourcebook, 3.

 

Murdiastuti, Anastasia, & Rohman, Hermanto. (2018). Kebijakan Pengembangan Pariwisata Berbasis Democratic Governance. http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/73658

 

Nurdin, Abidin. (2013). Revitalisasi kearifan lokal di Aceh: Peran budaya dalam menyelesaikan konflik masyarakat. Analisis: Jurnal Studi Keislaman, 13(1), 135�154.

 

Nuri, M. Azam. (2017). Strategi Pengembangan Wisata Pulau Sarinah Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Geografi: Geografi Dan Pengajarannya, 15(2), 73�79.

 

Primadany, Sefira Ryalita. (2013). Analisis Strategi Pengembangan Pariwisata Daerah (Studi pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Daerah Kabupaten Nganjuk). Jurnal Administrasi Publik, 1(4), 135�143.

 

Rahayu, Sugi, Dewi, Utami, & Fitriana, Kurnia Nur. (2016). Pengembangan Community Based Tourism sebagai Strategi Pemberdayaan ekonomi Masyarakat di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Penelitian Humaniora UNY, 21(1), 124561.

 

Setyaningrum, Naomi Diah Budi. (2018). Budaya lokal di era global. Ekspresi Seni: Jurnal Ilmu Pengetahuan Dan Karya Seni, 20(2), 102�112.

 

Sutiyono, Sutiyono, & Seriati, Ni Nyoman. (2013). Pemberdayaan Masyarakat Desa dalam Melaksanakan Revitalisasi Budaya Lokal �Bersih Desa� di Ketingan, Sleman. Jurnal Penelitian Humaniora, 18(1).

 

Syamsu. (2015). Desa Wisata dalam Konteks Industri Pariwisata. Diakses tanggal 18 Juli 2019.

 

Wulandari, Lastiani Warih. (2014). Pengembangan Pariwisata Ekonomi Kreatif Desa Wisata Berbasis Budaya Sebagai Niche Market Destination (Studi Kasus Pengembangan Desa Wisata di Kabupaten Sleman). Jurnal Aplikasi Bisnis, 16(9), 2140.

 

Yoeti, Oka A. (2008) Perencanaaan dan Pengembangan Pariwisata. Jakarta, Pradaya Pratama.