Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia
p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN : 2548-1398
Vol. 5, No. 10, Oktober 2020
GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
STUNTING BALITA USIA 24-59 BULAN
Rina
Nuraeni dan Suharno
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
(STIKes) YPIB Majalengka Jawa Barat, Indonesia
Email: [email protected]
dan [email protected]
Abstract
This study aims to
determine factors the relationship between the incidence of stunting among
children aged 24-59 months in the Work Area of Kadipaten
CHC, Majalengka District in 2019. This was a
quantitative study with cross sectional design. The samples in this study were
328 children and parents of children aged 24-59 months in the work area of Kadipaten CHC, taken with simple random sampling technique.
This study was conducted in February-July 2020. Data were analyzed using univariate
analysis with frequency distribution and bivariate analysis with chi square
test. The results showed that among children aged 24-59 months in the Work Area
of Kadipaten CHC, in 2019, children aged 24-59 months
11.3% experienced stunting, with an education parents level of 3.75%, 37.8% of
family heads are not working, low socioeconomic status (36.6%), age range 24-59
months (37.8%), male gender (50.9%), 36.6% LBW, birth length 40.2%,
breastfeeding pattern (36.6%), parenting style (39.6%), immunization status
(41.2%), and history of infection (36.6%). and there was a significant
relationship between the factor and the incidence of stunting in the Work Area
of Kadipaten CHC, Majalengka
District in 2019, except factor age group, sex, LBW, breastfeeding pattern and
immunization status due to p value> 0.05. CHC should collaborate with cadres
in conducting routine posyandu activities and
providing health education about stunting and collaborating with related
agencies to motivate mothers to participate in posyandu
activities regularly every month, an effort to provide education about stunting
which will have an impact on preventing stunting.
Keywords: Stunting;
Nutrition; Children aged 24-59 months
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui factor-faktir yang mempengaruhi kejadian stunting anak usia 24-59 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2019. Jenis penelitiannya yaitu kuantitatif dengan desain cross sectional. Sampel penelitian ini ialah balita
dan orang tua balita usia 24-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka sebanyak 328 orang dengan teknik simple random
sampling. Waktu penelitian yaitu
bulan Februari-Juli 2020. Analisis data meliputi analisis univariat dengan distribusi frekuensi serta analisis bivariat dengan chi square-test. Hasil penelitian
menunjukan balita usia 24-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2019 sebesar 11,3% mengalami stunting,
dengan tingkat pendidikan 3.75%, 37.8% kepala keluarga tidak bekerja, status sosial ekonomi rendah (36.6%), rentang usia 24-59 bulan (37,8%), jenis kelamin laki-laki (50,9%), 36.6%
BBLR, panjang lahir 40.2%, pola pemberian ASI (36.6%), pola asuh anak
(39.6%), status imunisasi (41.2%), dan riwayat infeksi (36.6%). Dan ada hubungan yang bermakna faktor-faktor dengan kejadian stunting di
Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2019, kecuali factor kelompok usia, jenis kelamin,
BBLR dan status imunisasi dikarenakan
p value >0.05. Pihak Puskesmas
bekerja sama dengan instansi terkait, kader dalam upaya penyuluhan
tentang stunting, dan memotivasi
ibu untuk rutin membawa anaknya
ke posyandu yang akan berpengaruh terhadap pencegahan stunting.
Kata kunci: Stunting Gizi; Anak Usia
24-59 bulan
Pendahuluan
Kesehatan anak dalam pembangunan
kesehatan suatu bangsa mempunyai peran yang penting, karena anak adalah
generasi penerus bangsa di masa mendatang. Usaha membentuk
generasi emas diikuti adanya persoalan
stunting yang beresiko. Stunting mengindikasi pada keadaan lebih
pendek dari tinggi badan seumurannya. Terjadinya stunting karena
kekurangan gizi dalam masa yang lama pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) (RI,
2016).
Masalah gizi pada anak terutama perlu
ditangani dengan tepat karena berpotensi terhadap tingginya angka kematian.
Menurut Laporan Global Nutrition Report tahun 2018, balita yang mengalami
kejadian stunting di dunia sebanyak 150,8.juta.(22,2%)
dari balita didunia (Kemenkes
RI, 2019).Indonesia adalah
salah satu negara dengan kejadian stunting di dunia dengan urutan ke-5
terbanyak. Dari jumlah balita di dunia sebanyak 195,1 juta negara India adalah
negara dengan kejadian stunting paling tinggi yaitu 60.788 kasus (31,2%),
disusul berikutnya oleh negara China sebanyak 12.685 kasus (6,5%), Nigeria
sebanyak 10.158 kasus (5,2%), Pakistan sebanyak 9.868 kasus (5,1%). Kemudian
Indonesia dengan jumlah kasus sebanyak 7.688 kasus (3,9%) (Kemenkes
RI, 2019).
Hasil Riskesdas tahun 2018 menyajikan
prevalensi stunting di wilayah nasional sejumlah 30,8%, yakni
prevalensi pendek 19,3% serta sangat pendek
sebesar 11,5%. Sementara tahun 2017, prevalensi stunting di Indonesia sebesar
29,0% yang terdiri dari prevalensi pendek 19,8% serta sangat
pendek sejumlah 9,8%. Informasi demikian mengindikasikan bahwa
kejadian stunting pada balita di Indonesia tahun 2017-2018 mengalami kenaikan
sebesar 1,8% dan menjadi persoalan kesehatan
masyarakat yang berat karena prevalensi stunting di Indonesia berkisar antara 30-39% (Kemenkes
RI, 2019). Sedangkan di
Provinsi Jawa Barat pada tahun 2018, balita yang mengalami stunting sangat
pendek 11,70% serta yang pendek sejumlah 19,40% dan pada
tahun 2017 balita yang mengalami stunting sangat pendek sebesar 8,40% serta yang
pendek sebesar 20,80% (Barat,
2018).
Merujuk data Dinas
Kesehatan Kabupaten Majalengka tahun 2019, dari jumlah 88.139 bawah lima tahun
atau balita, yang mengalami kejadian balita pendek sebanyak 3.905 balita
(4,43%) dan yang sangat pendek sebanyak 737 balita (0,84%). Sedangkan pada
tahun 2018 balita yang mengalami balita pendek (stunting) sebanyak 1.958 balita
(2,19%) dari jumlah 89.541 balita. Ini artinya bahwa kejadian stunting pada
balita di Kabupaten Majalengka mengalami kenaikan sebesar 2,24% yaitu dari
2,19% menjadi 4,43% tahun 2018 (Majalengka,
2019).
Berdasarkan laporan pada Bulan
Penimbangan Balita (BPD) di wilayah kerja Puskesmas Kadipaten tahun 2018
terdapat 17 orang balita umur 24-59 bulan yang mengalami stunting dari total
3262 balita yang dilakukan pengukuran. Desa yang memiliki prevalensi stunting
tertinggi yaitu Desa Liangjulang dan pada tahun 2019 terdapat balita yang mengalami
stunting sebanyak 4,6%.
Balita ialah suatu masa usia manusia
setelah bayi dengan umur antara dua hingga lima
tahun, juga bisa memakai
perhitungan bulan yakni umur 1-5 tahun.
Balita ini terdiri dari dua kelompok yaitu usia troddler dan usia preschool.
Usia troddler yaitu usia 1-3 tahun, pada fase tersebut seorang
anak mulai belajar memutuskan arah
perkembangan dirinya, sebuah masa yang melatar belakangi
bagaimana tingkat kesehatan, perkembangan emosional, tingkat
pendidikan, kepercayaan diri, kapabilitas sosial
serta diri seorang anak di waktu yang akan datang. Sedangkan usia preschool yaitu usia
4-6 tahun, anak dalam proses tumbuh kembang yang begitu cepat, maka
membutuhkan stimulasi intensif dari orang di lingkungannya agar memiliki
kepribadian yang berkualitas dalam waktu yang akan datang (Sudiaoetama,
2015).
Kejadian stunting pada balita dapat
menyebabkan berbagai dampak atau kerugian. Kerugian akibat stunting bagi
pemerintah yaitu naiknya pengeluaran untuk jaminan kesehatan nasional yang berkaitan dengan
penyakit tidak menular yakni jantung,
stroke, diabetes maupun gagal ginjal. Masa dewasa, anak
yang mengidap stunting rentan
mengalami kegemukan maka mudah terserang
penyakit tidak menular misalnya jantung,
stroke maupun diabetes (Kemenkes
RI, 2019).
Kejadian stunting dapat terus meningkat
apabila faktor risiko stunting di suatu daerah belum diketahui. Hal tersebut
dapat berakibat pada sulitnya upaya pencegahan kejadian kekurangan gizi kronis
secara dini. Gizi buruk kronis diakibatkan oleh banyak
faktor, yang
mana faktor itu �saling
berkaitan. Tiga Faktor fundamental penyebab stunting yakni tidak
seimbangnya asupan makanan,
riwayat berat badan lahir rendah serta riwayat
penyakit (Wiyogowati, 2012).
Persoalan stunting pada
balita harus memperoleh
perhatian intensif selain menyebabkan
kerugian bagi pemerintah, juga memberi pengaruh negatif baik
jangka pendek/jangka
panjang. Menurut (Kemenkes, 2017), pengaruh negatif yang diakibatkan
stunting dalam jangka pendek ialah terhambatnya perkembangan
otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, serta
gangguan metabolisme dalam tubuh. Adapun dalam jangka panjang pengaruh negatif yang bisa timbul yakni melemahnya
kemampuan kognitif serta prestasi
belajar, menurunnya daya tahan tubuh
sehingga rentan sakit, juga mempunyai resiko tinggi menimbulkan
penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung serta pembuluh darah,
kanker, stroke, juga disabilitas di masa lansia.
Banyak faktor yang menyebabkan kejadian
stunting pada balita 1-5 tahun. Menurut Kementerian Kesehatan RI, faktor-faktor
penyebab stunting ialah penyebab gizi buruk yang
dialami oleh ibu hamil serta anak balita, minimnya pemahaman ibu terkait kesehatan serta gizi
sebelum serta pada fase
kehamilan, tebatasnya layanan kesehatan diantaranya layanan
antenatal care, masih minimnya akses kepada
makanan bergizi serta kurangnya akses ke air bersih serta
sanitas. Sedangkan menurut Aridiyah,
faktor determinan terjadinya anak stunting ialah faktor
makanan seperti asupan energi, protein juga seng. Sedangkan
faktor risiko stunting dapat disebabkan oleh faktor pendapatan keluarga, jumlah
anggota keluarga, pendidikan ibu, pengetahuan ibu, riwayat pemberian ASI, berat
badan saat lahir serta kelengkapan imunisasi (Aridyah,
Farah Okky, 2013).
Berat badan saat lahir rendah merupakan
penyebab balita mengalami stunting. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
akan mengalami hambatan pada tumbuh kembang juga kemungkinan
akan mengalami kemunduran fungsi intelektualnya, disamping itu bayi
lebih mudah terjangkit infeksi
serta terjadi hipotermi. Keterlambatan tumbuh kembang
dapat dilihat dari fisik BBLR yaitu berat badan rendah < 2500 gram. Stunting
yang sudah terjadi jika tidak diimbangi dengan catch�up growth (kejar tumbuh)
akan menyebabkan penurunan
pertumbuhan ((IDAI), 2015).
Pengetahuan perihal gizi sangat dibutuhkan supaya bisa menanggulangi persoalan-persoalan yang muncul karena asupan gizi. Perempuan khususnya ibu yang berkewajiban pada asupan makanan untuk keluarga. Ibu perlu mempunyai pemahaman perihal gizi bisa didapatkan dari pendidikan formal/non-formal (Sudiaoetama, 2015). Sedangkan menurut (Notoatmodjo, 2015), tingkat pendidikan berpengaruh terhadap seseorang dalam menerima informasi terkait gizi terutama ibu. Ibu akan lebih mudah menerima informasi gizi dengan jenjang pendidikan yang lebih baik dibandingkan dengan jenjang pendidikan yang kurang. Fakta itu menjadi bekal ibu untuk mengurus balitanya dalam kesehariannya sehingga dapat mencegah kejadian stunting.
Status social ekonomi keluarga
dihambarkan oleh penghasilan keluarga atau pendapatan keluarga yang juga
penentu utama yang berkaitan dengan kualitas
makanan. Jika penghasilan
keluarga meningkat, penyediaan lauk pauk akan bertambah pula
mutunya. Tidak bisa dipungkiri bahwa pendapatan keluarga ikut berpengaruh
pada makanan yang disajikan bagi keluarga
sehari-hari, dari kualitas ataupun kuantitas makanan (Susianto,
2014). Peningkatan
pendapatan akan memiliki pengaruh
terhadap perbaikan kesehatan serta keadaan
keluarga serta selanjutnya berkaitan dengan
status gizi. Tetapi peningkatan pendapatan ataupun daya beli
seringkali tidak bisa mengalahkan dampak kebiasaan makan pada perbaikan gizi
yang efektif (Beck, 2011). Penelitian ini
sangat penting dilakukan karena dapat menambah informasi dalam bidang kesehatan
yaitu dapat menjadi gambaran tentang kejadian stunting dan menjadi bahan
masukan dalam penanganan stunting dengan metode yang tepat untuk meningkatkan
kualitas peningkatan tumbuh kembang balita.
Metode Penelitian
Penelitian ini
menggunakan metode kuantitatif dengan desain cross sectional. Tujuannya
untuk memahami keterkaitan status sosial ekonomi keluarga dengan keadaan stunting pada balita usia 24-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2019.
Populasinya ialah
orang tua dan balita usia 24-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka. Adapun sampelnya ialah balita dan orang tua balita usia
24-59 bulan sejumlah 328
orang dengan teknik simple
random sampling. Data penelitian ini
berupa data primer hasil pengukuran antropometri balita dan juga menggunakan
instrument penelitian berupa
kuesioner yang berisi pertanyaan yang akan diajukan kepada responden.
Analisa data pada penelitian ini terdiri dari
Analisa Univariat untuk analisis masing-masing variable penelitian
dengan distribusi frekuensi dan Analisa Bivariat terhadap dua variable yang diduga berkaitan satu dengan yang lainnya memakai uji chi square.
Setelah mendapat izin penelitian, selanjutnya yaitu melaksanakan penelitian dengan ditekankan pada persoalan etika terdiri dari
Lembar Persetujuan (Inform Consent), Tanpa Nama (Anonymity), Kerahasiaan
(Confidentiality) dan manfaat (Benefience).
Hasil dan Pembahasan
Status Gizi |
F |
(%) |
Stunting |
37 |
11.3 |
Normal |
291 |
88.7 |
Total |
328 |
100 |
Berdasarkan tabel 1 diatas dapat diketahui balita usia 24- 59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2019 yang mempunyai status gizi pendek (stunting) sebanyak 37 balita (11,3%) dan sisanya sebanyak 291 balita (88,7%) memiliki status gizi normal. Hal ini menunjukan sebagian kecil (11,3%) balita usia 24-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2019 mengalami stunting.
Faktor Yang Mempengaruhi
Stunting |
F |
% |
|
|
|
Rendah |
123 |
37.5 |
Tinggi |
205 |
62.5 |
|
|
|
Tidak Bekerja |
124 |
37.8 |
Bekerja |
204 |
62.2 |
|
|
|
Rendah |
120 |
36.6 |
Tinggi |
208 |
63.4 |
|
|
|
24-36 bulan |
124 |
37.8 |
37-59 bulan |
201 |
61.3 |
5. Jenis Kelamin |
|
|
Laki-laki |
167 |
50.9 |
Perempuan |
161 |
49.1 |
|
|
|
< 2500 gram |
137 |
41.8 |
≥ 2500 gram |
191 |
58.2 |
|
|
|
< 46 cm |
132 |
40.2 |
≥ 46 cm |
196 |
58.8 |
|
|
|
Petugas Kesehatan |
21 |
21.9 |
Sendiri |
19 |
19.8 |
9. Pola Asuh Anak |
F |
% |
Kurang Baik Baik |
130 198 |
39.6 60.4 |
10. Status Imunisasi |
F |
% |
Tidak Lengkap |
135 |
41.2 |
Lengkap |
193 |
58.8 |
11. Riwayat Infeksi |
f |
% |
Ya, ada riwayat |
135 |
41.2 |
Tidak ada |
193 |
58.8 |
Total |
328 |
100 |
Berdasarkan tabel 3 diatas menunjukan kurang dari setengah orang tua�� balita usia 24-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2019 berpendidikan rendah (37,7%). Kurang dari setengah orang tua balita usia 24-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2019 tidak bekerja (37,8%). Kurang dari setengahnya (36,6%) status ekonomi keluarga pada kelompok balita usia 24-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2019 dengan status ekomomi rendah. Kurang dari setengah balita usia di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2019 berada pada rentang usia24-59 bulan (37,8%). Berdasarkan jenis kelamin balita 24-59 bulan menunjukan lebih dari setengah balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2019 berjenis kelamin laki-laki (50,9%). Menunjukan kurang dari setengah balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2019 memiliki riwayat BBLR <2500gram sebanyak 137 balita (41,8%). Kurang dari setengah balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2019 mempunyai riwayat dengan panjang badan saat lahir < 46 cm sebanyak 132 balita (40,2%). Kurang dari setengah balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2019 memiliki riwayat pemberian ASI non Eksklusif sebanyak 120 balita (36,6%). Kurang dari setengah balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2019 memiliki riwayat pola asuh kurang baik sebanyak 130 balita (39,8%). Kurang dari setengah balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2019 mempunyai riwayat status imunisasi tidak lengkap sebanyak 135 balita (41,2%). Kurang dari setengah balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2019 ada riwayat penyakit infeksi sebanyak 120 balita (36,6%).
Tabel 3
Distribusi Proporsi Faktor-faktor
Yang Berkaitan Dengan Kejadian Stunting Balita Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2020
Karakteristik |
Status Gizi Anak Balita 24-59 bulan |
Jumlah |
r
value |
||||
Stunting |
Normal |
||||||
f |
% |
f |
% |
F |
% |
0,010 0.012 |
|
Pendidikan |
|
|
|
|
|
|
|
Rendah |
21 |
17,1 |
102 |
82,9 |
123 |
100 |
|
Tinggi |
16 |
7,8 |
189 |
92,2 |
205 |
100 |
|
�����
Pekerjaan |
|
|
|
|
|
|
|
Tidak Bekerja |
21 |
16.9 |
103 |
83.1 |
124 |
100 |
|
Bekerja |
16 |
7.8 |
188 |
92.2 |
204 |
100 |
|
Status Ekonomi |
|
|
|
|
|
|
0.002 |
Rendah |
22 |
18.3 |
98 |
81.7 |
120 |
100 |
|
Tinggi |
15 |
7.2 |
193 |
92.8 |
208 |
100 |
|
Kelompok Usia |
|
|
|
|
|
|
|
24-36 bulan |
13 |
10.5 |
111 |
89.5 |
124 |
100 |
0����� 0.688 |
37-59 bulan |
24 |
11.9 |
177 |
88.1 |
201 |
100 |
|
Jenis Kelamin |
|
|
|
|
|
|
|
Laki-laki |
22 |
13.2 |
145 |
86.8 |
167 |
100 |
0.270 |
Perempuan |
15 |
9.3 |
146 |
90.7 |
161 |
100 |
|
BBLR |
|
|
|
|
|
|
00.108 |
< 2500 gram |
20 |
14.6 |
117 |
85.6 |
137 |
100 |
|
≥2500 gram |
17 |
8.9 |
174 |
91.1 |
191 |
100 |
|
Panjang Badan Lahir |
|
|
|
|
|
|
|
<48 cm |
21 |
15.9 |
111 |
84.1 |
132 |
100 |
0.030 |
≥48 cm |
16 |
8.2 |
180 |
91.8 |
196 |
100 |
|
Pola Pemberian ASI |
|
|
|
|
|
|
0.007 |
Tidak Eksklusif |
21 |
17.5 |
99 |
82.5 |
120 |
100 |
|
Eksklusif |
16 |
7.7 |
192 |
92.3 |
208 |
100 |
|
Pola Asuh Anak |
|
|
|
|
|
|
|
Kurang Baik |
21 |
16.2 |
109 |
83.8 |
130 |
100 |
|
Baik |
16 |
8.1 |
182 |
91.9 |
198 |
100 |
0.024 |
Status Imunisasi |
|
|
|
|
|
|
|
Tidak Lengkap |
19 |
14.1 |
116 |
85.9 |
135 |
100 |
0.181 |
Lengkap |
18 |
9.3 |
175 |
90.7 |
193 |
100 |
|
Riwayat Penyakit Infeksi |
|
|
|
|
|
|
|
Ya, ada riwayat |
20 |
16.7 |
100 |
83.3 |
120 |
100 |
0.019 |
Tidak ada |
17 |
8.2 |
191 |
91.8 |
208 |
100 |
|
Total |
�� 37 |
11.3 |
291 |
88.7 |
328 |
100 |
|
Berdasarkan tabel 4 Hasil perhitungan
statistic menggunakan chy square, Menunjukkan bahwa
balita usia 24-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2019 diketahui p.Value=
0,01 (p Value<0,05), Terdapat kaitan yang bermakna diantara status pendidikan orang tua balita serta
kejadian stunting
di Wilayah Kerja Puskesmas
Kadipaten� Kabupaten Majalengka Tahun 2019. Hasil penelitian ini lebih rendah dibanding
dengan hasil penelitian (Nadiyah, Briawan, &
Martianto, 2014) di Provinsi Bali, Jawa Barat, dan Nusa Tenggara Timur mengindikasikan pendidikan orang tua yang rendah sebesar 70,5%. Jenjang pendidikan berdampak pada seseorang dalam menerima pengetahuan terkait gizi terutama ibu.
Ibu dengan jenjang pendidikan yang lebih baik maka lebih
mudah dalam mendapatkan pengetahuan gizi dibandingkan orang dengan jenjang pendidikan yang kurang. Pengetahuan itu menjadii bekal ibu untuk mengasuh
balitanya dalam kehidupan sehari-hari maka bisa mencegah
kejadian stunting
(Notoatmodjo, 2015).
Status pekerjaan orang tua dari hasil uji statistik Chi Square diketahui p.Value= 0,012 (p Value<0,05) Terdapat kaitan yang bermakna diantara status pekerjaan orang tua balita dengan kejadian stunting diWilayah Kerja Puskesmas Kadipaten� Kabupaten Majalengka Tahun2019. Hasil serupa didapatkan pada penelitian (Anisa, 2012) yang menyatakan bahwa proporsi ibu balita yang tidak bekerja mempunyai anak denga status gizi stunting lebih banyak yakni 23% daripada dengan ibu yang bekerja yakni sebesar 11,8%.
Status sosial ekonomi hasil uji statistik Chi Square diketahui p.Value= 0,02 (p Value<0,05) Ada kaitan yang bermakna diantara status sosial ekonomi keluarga balita dengan kejadian stunting di Puskesmas Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten� Kabupaten Majalengka Tahun2019. Menurut (Beck, 2011) kenaikan pendapatan akan berdampak pada penyempurnaan kesehatan serta keadaan keluarga. Setelah itu �berkaitan pada kejadian stunting. Tetapi kenaikan pendapatan/daya beli kerapkali tidak bisa mengalahkan dampak kebiasaan makan pada perbaikan gizi yang efektif..
Berdasarkan kelompok usia didapatkan hasil uji statistik Chi Square diketahui p.Value= 0,68 (p Value>0,05) Tidak ada kaitan yang bermakna diantara usia balita dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten� Kabupaten Majalengka Tahun2019. Hasil penelitian ini tidak searah dengan (Andi Setiawan, 2018) mengindikasikan bahwa terdapat kaitan diantara umur dengan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang juga penelitian (Lestari, Margawati, & Rahfiludin, 2014) bahwa umur berhubungan dengan stunting pada anak usia 6-24 bulan di Kecamatan Penanggalan Kota Subulussalam Provinsi Aceh.
Berdasarkan jenis kelamin, hasil uji statistik Chi Square diketahui p.Value= 0,270 (p Value>0,05) Tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten� Kabupaten Majalengka Tahun2019. Hal ini sejalan dengan penelitian (Setyawati, 2018) dengan judul kajian stunting berdasarkan usia serta gender di kota Semarang, bahwa tidak adanya hubungan diantara jenis kelamin serta kejadian stunting dengan p.Value = 0,46, dan prevalensi anak yang menderita stunting lebih banyak pada anak dengan jenis kelamin laki-laki daripada �perempuan, beberapan sebab diantaranya ialah pertumbuhan motorik kasar anak laki-laki lebih pesat serta beragam maka memerlukan energy tidak sedikit.
Hasil uji statistik Chi Square diketahui p.Value= 0,108 (p Value>0,05) Tidak ada relasi yang bermakna diantara berat badan lahir dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten� Kabupaten Majalengka Tahun2019. Hasil penelitian ini tidak searah dengan penelitian (Ni�mah & Nadhiroh, 2015) yang menyatakan bahwa separuhnya balita stunting serta normal memiliki berat badan (BB) lahir normal. Meskipun begitu, beberapa penelitian menunjukan bahwa BB lahir merupakan indikator paling baik agar tahu kondisi gizi serta tumbuh kembang anak. Sehingga berat badan lahir balita yang rendah harus tetap menjadi perhatian karena berkontribusi dalam kejadian stunting pada balita.
Hasil uji statistik Chi Square diketahui p.Value= 0,03 (p Value<0,05) Terdapat kaitan yang bermakna diantara panjang. badan lahir dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun2019. Hasil penelitian tersebut searah dengan penelitian (Ni�mah & Nadhiroh, 2015) yang menyatakan bahwa balita stunting memiliki presentasi panjang. badan lahir normal sebesar 64,7%. Panjang badan lahir pendek pada anak mengindikasikan kekurangan asupan zat gizi selama masa kehamilan, maka perkembangan janin tidak maksimal yang menyebabkan bayi yang lahir mempunyai panjang badan lahir pendek. Sama hal nya seperti pada penjelasan gambaran berat lahir balita, status gizi ibu hamil juga perlu diperhatikan untuk mengatasi pnajang badan lahir pendek pada balita.
Hasil uji statistik
Chi Square diketahui
p.Value=
0,07 (p Value>0,05) Tidak ada hubungan yang bermakna antara pemberian ASI� dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja
Puskesmas Kadipaten� Kabupaten Majalengka Tahun2019.Penelitian ini tidak sejalan
dengan hasil penelitian (Indrawati, 2017) di Desa Karangrejek Kecamatan Wonosari Kabupaten Gunung Kidul bahwa
ada hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada balita
2-3 tahun (ρ = 0,002). Berdasarkan
teori bahwa ASI mempengaruhi keadaan gizi pada balita dikarenakan ASI mengandung zat antibodi sehingga
balita yang tidak diberikan ASI eksklusif akan rentan terhadap
penyakit dan akan berperan langsung terhadap status gizi balita.
Hasil uji statistik Chi Square diketahui p.Value= 0,024 (p Value<0,05), Ada hubungan yang bermakna antara pola asuh� dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten� Kabupaten Majalengka Tahun 2019. Pola asuh terdiri dari pola asuh makan serta perawatan anak. Pola asuh makan ialah cara makan seseorang maupun sekelompok orang dalam menentukan makanan serta memakannya sebagai reaksi pada dampak fisiologi, psikologi budaya serta sosial. Praktek� perawatan� kesehatan� anak �di kondisi� sakit� ialah� satu diantara aspek� pola� asuh� yang� bisa berpengaruh kepada status� gizi� anak.
Hasil uji statistik Chi Square diketahui p.Value= 0,18 (p Value<0,05) tidak ada hubungan yang bermakna antara status imunisasi� dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun2019. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian (Lestari et al., 2014) menunjukkan bahwa ada hubungan antara riwayat imunisasi dengan dengan kejadian stunting pada anak umur 6-24 bulan di Kecamatan Penanggalan Kota Subulussalam Provinsi Aceh. Juga hasil penelitian (Eko Setiawan, Machmud, & Masrul, 2018) menunjukkan bahwa ada hubungan antara riwayat imunisasi dengan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang. Berdasarkan teori bahwa pemberian imunisasi adalah sebagai salah satu usaha dalam memproteksi balita agar terhindar dari penyakit. Apabila balita terhindar dari penyakit maka asupan gizi yang diberikan dapat terserap dengan optimal dan mendukung tumbuh kembang balita.
Hasil uji statistik Chi Square diketahui p.Value= 0,01 (p Value<0,05) maka terdapat kaitan yang bermakna diantara riwayat penyakit infeksi dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten� Kabupaten Majalengka Tahun2019. Penyakit infeksi ialah satu dari beberapa faktor penyebab langsung status gizi balita. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Anisa (2012) yang menunjukan bahwa keseimbangan balita yang mempunyai status gizi stunting lebih sering menderita penyakit infeksi dalam satu bulan terakhir yakni sejumlah 22,1% daripada dengan yang tidak menderita penyakit infeksi (19,4%). Penelitian ini sama dengan penelitian (Aridiyah, Rohmawati, & Ririanty, 2015), yang mengindikasikan bahwa ada kaitannya diantara penyakit infeksi dan kejadian stunting besat p.Value= 0,001, pada balita di desa maupun diperkotaan mayoritas mempunyai riwayat penyakit infeksi dengan presentasi 100%.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian sertta pembahasan terkait �Gambaran
Faktor-Faktor Yang Berpengaruh terhadap
Kejadian� Stunting Balita Usia 24-59
Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2019�, bisa
disimpulkan beberapa hal yakni: (1) Minoritas (11,3%)
balita usia 24-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten
Majalengka Tahun 2019 mengalami stunting. (2) Kurang dari
setengah orang tua balita usia 24-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten
Kabupaten Majalengka Tahun 2019 tidak bekerja (37,8%). (3) Kurang dari
setengahnya (36,6%) status ekonomi keluarga pada kelompok balita usia 24-59
bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2019
dengan status ekomomi rendah. (4) Kurang dari setengah balita usia usia 24-59 bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2019 berada pada
rentang usia 24-59 bulan (37,8%). (5) Lebih dari setengah balita usia 24-59 bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2019 bergender
laki-laki (50,9%). (6) Kurang dari setengah balita usia 24-59 bulan di Wilayah
Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2019 mempunyai riwayat BBLR
< 2500gram sebanyak 137 balita (41,8%). (7) Kurang dari
setengah balita usia 24-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten
Majalengka Tahun 2019 memiliki riwayat dengan panjang badan saat lahir < 46
cm sebanyak 132 balita (40,2%). (8) Kurang dari setengah balita usia 24-59 bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2019 memiliki
riwayat dengan panjang badan saat lahir� < 46 cm sebanyak 132 balita
(40,2%). (9) Kurang
dari setengah balita usia 24-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten
Kabupaten Majalengka Tahun 2019 memiliki riwayat pemberian ASI non Eksklusif
sebanyak 120 balita (36,6%). (10) Kurang dari setengah balita usia 24-59
bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2019 memiliki riwayat
pola asuh kurang baik sejumlah 130 balita
(39,8%). (11)
Kurang dari setengah balita usia 24-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas
Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2019 mempunyai riwayat
status imunisasi tidak lengkap sebanyak 135 balita (41,2%). (12) Terdapat
hubungan diantara jenjang
pendidikan orang tua balita usia 24-59 bulan dan kejadian
stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2019. (13) Terdapat
hubungan diantara status
pekerjaan orang tua balita usia 24-59 bulan dengan kejadian stunting di Wilayah
Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2019. (14) Terdapat
hubungan antara Sosial Ekonomi orang tua balita usia 24-59 bulan dengan
kejadian stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten
Majalengka Tahun 2019. (15) Tidak terdapat
hubungan antara Kelompok Usia Balita usia 24-59 bulan dengan kejadian stunting
di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2019. (16) Tidak terdapat hubungan
antara Jenis Kelamin Balita usia 24-59 bulan dengan kejadian stunting di Wilayah
Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2019. (17) Tidak terdapat hubungan
antara BBLR Balita usia 24-59 bulan dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja
Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2019. (18) Terdapat
hubungan antara Panjang Badan Balita usia 24-59 bulan dengan kejadian
stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2019. (19) Tidak terdapat hubungan
antara Pola Pemberian ASI Balita usia 24-59 bulan dengan kejadian stunting di
Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2019. (20) Terdapat
hubungan antara Pola Asuh Anak Balita usia 24-59 bulan dengan kejadian
stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2019. (21) Tidak terdapat hubungan
antara Status Imunisasi Balita usia 24-59 bulan dengan kejadian stunting di
Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 2019. (22) Terdapat
hubungan antara Riwayat Penyakit Infeksi Balita usia 24-59 bulan dengan
kejadian stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Kadipaten Kabupaten Majalengka
Tahun 2019.
(IDAI), Ikatan Dokter
Anak Indonesia. (2015). Pencegahan dan Penananganan Balita Stunting. https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/mencegah-anak-berperawakan-pendek
Anisa,
Paramitha. (2012). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada
balita usia 25-60 bulan di Kelurahan Kalibaru Depok tahun 2012. Universitas
Indonesia.
Aridiyah,
Farah Okky, Rohmawati, Ninna, & Ririanty, Mury. (2015). Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kejadian Stunting pada Anak Balita di Wilayah Pedesaan dan
Perkotaan (The Factors Affecting Stunting on Toddlers in Rural and Urban
Areas). Pustaka Kesehatan, 3(1), 163�170.
Aridyah,
Farah Okky, Ninna Rohmawati dan Mury Ririanty. (2013). Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kejadian Stunting padaAnak Balita di Wilayah Pedesaan dan
Perkotaan. Jurnal UNEJ.
Barat,
Dinkes Jawa. (2018). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2017. Dinas
Kesehatan Jawa Barat.
Beck,
Mary E. (2011). Ilmu Gizi dan Diet Hubungannya dengan Penyakit-penyakit
untuk perawat dan dokter. CV.Andi Offset Yogyakarta.
Indrawati,
Sri. (2017). Hubungan Pemberian Asi Esklusif Dengan Kejadian Stunting Pada
Anak Usia 2-3 Tahun di Desa Karangrejek Wonosari GunungkiduL. Universitas�
Aisyiyah Yogyakarta.
Kemenkes,
R. I. (2017). Profil kesehatan Republik Indonesia tahun 2017. Kementerian
Kesehatan RI. Jakarta.
Kemenkes RI. (2019). Profil Kesehatan Indonesia 2018.https://www.kemkes.go.id/folder/view/01/structure-publikasi-pusdatin-profil-kesehatan.html
Lestari,
Wanda, Margawati, Ani, & Rahfiludin, Zen. (2014). Faktor risiko stunting
pada anak umur 6-24 bulan di kecamatan Penanggalan Kota Subulussalam Provinsi
Aceh. Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of Nutrition), 3(1),
37�45.
Majalengka,
Dinas Kesehatan Kabupaten. (2019). Profil Kesehatan Kabupaten Majalengka
Tahun 2018. Majalengka: Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka.
Nadiyah,
Nadiyah, Briawan, Dodik, & Martianto, Drajat. (2014). Faktor Risiko
Stunting Pada Anak Usia 0�23 Bulan Di Provinsi Bali, Jawa Barat, Dan Nusa
Tenggara Timur. Jurnal Gizi Dan Pangan, 9(2).
Ni�mah,
Khoirun, & Nadhiroh, Siti Rahayu. (2015). Faktor yang berhubungan dengan
kejadian stunting pada balita. Media Gizi Indonesia, 10(1),
13�19.
Notoatmodjo,
Soekidjo. (2015). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: rineka
cipta.
RI,
Kementrian Kesehatan. (2016). Data Dasar Puskesmas, Kondisi Desember 2015.
Jakarta.
Setiawan,
Andi. (2018). Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap Promosi Jabatan Melalui
Penilaian Prestasi Kerja Sebagai Variabel Intervening (Studi pada PT Yuasa
Battery Indonesia Tangerang). Universitas Mercu Buana Jakarta.
Setiawan,
Eko, Machmud, Rizanda, & Masrul, Masrul. (2018). Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan di Wilayah
Kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2018. Jurnal
Kesehatan Andalas, 7(2), 275�284.
Setyawati,
Vilda Ana Veria. (2018). Kajian Stunting Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di
Kota Semarang. Proceeding of The URECOL, 834�838.
Sudiaoetama.
(2015). Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta: Dian Rakyat.
Susianto.
(2014). The Miracle of Vegan. Jakarta: Qanita.
Wiyogowati,
C. (2012). Kejadian stunting pada anak berumur dibawah lima tahun (0 � 59
tahun) di provinsi papua barat tahun 2010.