Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN:
2548-1398
Vol.
5, No. 10, Oktober 2020
�
AKTUALISASI NILAI PENDIDIKAN MASYARAKAT ETNIK GAYO
MELALUI BUDAYA ADAT BERU BERAMA BUJANG BERINE
Evanirosa dan Ramsah Ali
Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Takengon Aceh, Indonesia
Email:
[email protected] dan [email protected]
Abstract
The rise of indifference and indifference
to public education indicates the lack of social responsibility. This
indifference is not only seen among relatives but in all educational circles
and even in society. This paper aims to re-actualize the heritage value of the Gayo community and can be used as a reference in public
education, this value is beginning to be eroded by regulation and
globalization. To respond to this, it is necessary to have an agenda of
preservation or re-actualizing social responsibility that has been a local
policy from generation to generation. As in the Gayo
community, have a shared responsibility in education. These responsibilities
are made by joint obligations in life. This research method uses descriptive
qualitative, with field research and participants using a purposive sampling
technique namely the cultural figures of the Gayo
Community. This data collection uses observations, semi-structured interviews,
documentation, while data analysis uses reduction data, display data, and
conclusions. Findings in research, that the Gayo
community has a value of responsibility for moral education for the Gayo generation, maintain honor from one another as a form
of shared responsibility in life. Every child in the Gayo
community is considered a biological child who needs to be nurtured and guided
together, as an obligation.
Keywords: Educational Value; Gayo
Ethnic Community; Beru Berama Bujang Bernie Culture.
Abstrak
Maraknya sikap acuh dan tidak perduli terhadap pendidikan
masyarakat mengisyaratkan minimnya tanggung jawab sosial. Sikap acuh tersebut
bukan hanya terlihat di kalangan kerabat, tetapi
terhadap seluruh lingkungan pendidikan bahkan
masyarakat. Tulisan ini bertujuan untuk mengaktualisasikan kembali nilai pusaka
masyarakat Gayo dan dapat dijadikan acuan dalam pendidikan masyarakat, Nilai
ini mulai terkikis oleh regulasi dan globalisasi. Untuk menghadapi hal itu, butuh agenda
pelestarian maupun pengaktualisasian
kembali tanggung jawab sosial yang telah menjadi kebijaksaan lokal secara turun temurun. Seperti halnya
pada masyarakat Gayo, memiliki tanggung jawab bersama dalam pendidikan. Tanggung jawab
tersebut dijadikan kewajiban bersama dalam kehidupan. Metode penelitian yang digunakan ialah deskriptif kualitatif, dengan penelitian lapangan (field research) juga partisipan memakai
teknik purposive sampling yakni tokoh budaya masyarakat Gayo. Pengumpulan data ini memakai pengamatan,
wawancara semi terstruktur, dokumentasi adapun analisa data memakai data reduction, display data serta kesimpulan. Temuan
dalam penelitian, bahwa Masyarakat Gayo memiliki nilai tanggung jawab terhadap
pendidikan akhlak generasi Gayo, menjaga kehormatan antara satu dengan yang
lainnya sebagai bentuk� tanggung jawab
bersama dalam kehidupan. Setiap anak dalam masyarakat Gayo dianggap sebagai
anak kandung yang perlu dibina dan dibimbing bersama, sebagai sebuah kewajiban.
�
Kata kunci: Nilai
Pendidikan; Masyarakat Etnik Gayo; Budaya Beru Berama Bujang Berine
Pendahuluan
Manusia
sebagai makhluk sosial, mempunyai motivasi serta kebutuhan untuk berinteraksi kepada manusia lainnya. Sudah menjadi kodratnya manusia saling membutuhkan satu
sama lain dalam hidup bersama. Untuk mengharmoniskan hubungan sosial tersebut
diperlukan adanya nilai-nilai pendidikan yang perlu ditanamkan dan dipelihara
selama hidup bersama, Jadi values pendidikan ialah sifat-sifat maupun hal-hal yang melekat pada pendidikan yang dipakai sebagai fundamental manusia untuk
meraih
tujuan hidup manusia yakni mengabdi pada Allah SWT. Nilai-nilai itu harus ditanamkan pada
anak sejak kecil, sebab pada saat itu ialah masa yang tepat untuk menanamkan kebiasaan yang baik
padanya. Suatu nilai memberikan makna dalam hidup yang memberikan hidup ini
titik tolak, isi serta tujuan. Karakter�
adalah� ciri dari sifat� individu�
yang dapat membedakan� dengan
yang� lain.� Yang�
dimaksud� dalam� hal�
ini� ialah� ciri�
khas nilai� budi� pekerti�
yang dapat� diterapkan� dalam�
berinteraksi� dengan� lingkungan�
sosial,� diri� sendiri,�
antar manusia,� maupun� dengan�
Tuhannya,� yang� terwujud�
dalam� sikap,� perbuatan,�
dan perasaaan� berdasarkan� norma (Ihsan, 2019). Sebagaimana penelitian Aep Saepudin mengatakan bahwa manusia diciptakan
Tuhan dengan beragam sifat. Keragaman sifat manusia menimbulkan persoalan perilaku
di kalangan masyarakat. Pendidikan Karakter ialah solusi dalam menyelesaikan tiap-tiap
persoalan yang ada di masyarakat khususnya di dunia pendidikan (Saepudin, 2018).
Kearifan� lokal�
adalah� pandangan� hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai
strategi kehidupan� yang� berwujud�
aktivitas� yang dilakukan� oleh�
masyarakat� lokal� dalam menjawab berbagai masalah dalam
pemenuhan kebutuhan mereka (Fajarini, 2014). Kearifan lokal adalah akumulasi pengetahuan serta kebijakan yang berkembang pada suatu
komunitas yang merangkum perspektif teologis, kosmologis serta sosiologis (Musanna, 2012). Kearifan lokal mengacu pada filosofi,
nilai-nilai, etika, serta perilaku yang melembaga dengan tradisional
untuk mengatur sumber daya (alam, manusia, juga budaya) secara
berkelanjutan. Oleh karena itu, kearifan lokal bisa dirumuskan menjadi formulasi pandangan hidup (world-view) suatu komunitas terkait fenomena alam serta sosial yang
mentradisi maupun sosial diikuti.� Kearifan lokal
yang tercapai dalam pantangan maupun konsepsi terkait hutan larangan, contohnya menunjukkan terkait esensi yang
boleh serta tidak boleh dilaksanakan. Jika terdapat pelanggaran pada pantangan itu maka menimbulkan
konsekuensi pengucilan serta implikasi-implikasi lain yang bisa menggangu
harmoni dalam pergaulan sosial. Kearifan lokal teruji serta mampu bertahan
dalam waktu yang lama. Kearifan lokal� bisa digali serta dijadikan basis
pendidikan karakter. Itu karena kearifan lokal memiliki beberapa
kelebihan yakni, dapat bertahan akan budaya luar, mempunyai kemapuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar, memiliki kemampuan mennyatukan unsur budaya
luar ke dalam budaya asli, memiliki kemampuan mengendalikan, serta mampu memberi arah pada perkembagan budaya (Lestari, 2012).
Orang
tua atau generasi yang lebih tua beranggapan, �proses pembelajaran dan
pengajaran budaya dapat diproleh secara langsung dari lingkungannya, lingkungan
berbudaya yang ada di Gayo sudah berubah dengan masuknya budaya-budaya lain.
Akibatnya terjadinya kontak budaya, ada yang bertahan dan ada yang kalah dalam
pelaksanaan budaya Beru Berama Bujang Berine ini. Dengan demikian, banyak
terjadi pergeseran nilai, norma, dan budaya (Al-Gayoni, 2018)
Suku
Gayo adalah sebuah suku bangsa yang mendiami dataran tinggi Gayo di Provinsi
Aceh bagian tengah. Selain itu suku Gayo juga mendiami sebagian wilayah di Aceh
Tenggara, Aceh Tamiang, dan Aceh Timur. Suku Gayo beragama Islam dan mereka
dikenal taat dalam agamanya dan mereka menggunakan Bahasa Gayo dalam percakapan
sehari-hari mereka.� Suku bangsa Gayo
memiliki beragam budaya yang menjadi budaya dan kebiasaan masyarakat Gayo pada
umumnya. Budaya secara umum adalah cara hidup yang mengatur agar setiap manusia
mengerti dan memahami bagaimana mereka harus bertindak, berlaku, berbuat dan
menentukan sikap saat berhubungan dengan orang lain. Semua hal ini berkaitan
dengan cara komunikasi atau bahasa, budaya dan kebiasaan yang terjadi di
lingkungan tersebut (Al-Gayoni, 2018). Suku Gayo
memiliki budaya yang begitu kuat salah satunya seperti Budaya Beru Berama Bujang Berine. Budaya Beru Berama Bujang merupakan
suatu budaya yang sejak dahulu kala telah dijalankan oleh masyarakat Gayo,
budaya tersebut sangat erat hubungannya dengan kebersamaan, tolong menolong dan
saling menyayangi satu dengan yang lainnya, jika satu yang tersakiti maka semua
masyarakat yang harus bertanggung jawab, tiada istilah untuk menyatakan
keluarga masing-masing, setiap anak yanga da dalam masyarakat tersebut adalah
anak sendiri yang harus dibimbing bersama, artinya bagi anak semua petue adalah
orangtua mereka yang wajib di patuhi dan dihormati. begitulah persaudaraan yang
ditanamkan dalam budaya Beru Berama Bujang
Berine. Budaya Beru Berama Bujang Berine ini sudah dikenal dengan budaya
kekeluargaan atau kelompok, dalam suatu desa sudah dianggap seperti keluarga
sendiri. Beru Berama Bujang Berine ini mengajarkan kita juga akan eratnya
persaudaraan dalam satu kampung tersebut. Sedangkan arti persaudaraan adalah
persaudaraan yang sangat karib seperti layaknya saudara atau persahabatan yang serupa
dengan pertalian saudara, dengan kata lain persaudaraan adalah pertalian persahabatan
yang sangat dekat bagaikan antara adik dan kakak seayah dan seibu.� Budaya masyarakat Gayo itu pada dasarnya
bermuatan pengetahuan, keyakinan, nilai-nilai, aturan, hukum yang menjadi acuan
bagi tingkah laku dalam kehidupan suatu masyarakat (Hurgronje, 1903) (Jamhir, 2018).
Pendidikan
dalam Budaya Beru Berama Bujang Berine ini adalah orang tua kemudian yang
menjalankannya adalah masyarakat itu sendiri, dalam menjalankan budaya Beru
Berama Bujang Berine tentu memiliki segi positif dan negatif. manfaat budaya
Beru Berama Bujang Berine ini adalah kuatnya jalinan silaturahmi antara
masyarakat satu dengan lainnya. Kemudian saling menjaga, tolong menolong,
memliliki rasa kasih sayang, kemudian salah
Bertegah benar
Berpapah (Sabariah, 2014).
Dewasa ini degradasi nilai moral bangsa sudah mencapai
titik yang memprihatinkan. Persoalan ini menjadi tanggung jawab semua pihak,
termasuk keluarga. Keluarga merupakan lembaga masyarakat pertama dan utama yang
menjadi wadah tumbuh kembangnya kepribadian dan karakter setiap individu.
Keluarga mempunyai peranan yang amat penting dan strategis dalam penyadaran,
peneneman, dan pengembangan nilai moral sosial budaya. Adanya ikatan emosinal
yang terjalin antara orangtua dengan anak yang demikian kuat, maka pendidikan
di keluarga memiliki sisi keunggulan dalam pembinaan nilai moral anak guna
mengatasi degradasinilai moral
(Purwaningsih, 2012). Untuk itu perlunya kembali menanamkan nilai-nilai
pendidikan melalui pendekatan nilai lokal yang sudah turun temurun.
Jadi
Habib Thoha mengutip pendapat Milton Rokeach dan James Bank, Nilai adalah suatu
tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan yang mana
seseorang bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau mengenai sesuatu yang
pantas atau tidak pantas dikerjakan (Thoha, 1996).
Sedangkan
pendidikan adalah pendidikan�
merupakan� proses pengubahan sikap
dan tata laku seseorang���
atau� kelompok� orang�
dalam� usaha mendewasakan manusia
melalui� upaya� pengajaran�
dan� pelatihan.� Secara�
umum pendidikan� adalah suatu� proses yang didesain untuk memindahkan atau menularkan���
pengetahuan dan� keahlian atau��� kecakapan serta��� kemampuan yang berlangsung� secara terus-menerus, dari� suatu�
generasi kepada generasi berikutnya. Pendidikan merupakan proses budaya
untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia, pendidikan berlangsung seumur
hidup dan dilaksanakan didalam lingkungan keluarga,� sekolah dan masyarakat, karena itu pendidikan
adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintahan (Panjaitan, Darmawan, Purba, Rachmad, & Simanjuntak, 2014).
Nilai-nilai
Islam itu pada hakikatnya adalah kumpulan dari prinsip-prinsip hidup, kebijakan lokal sarat dengan
nilai-nilai agama (Yunus, 2015),
ajaran-ajaran tentang bagaimana manusia seharusnya
menjalankan kehidupannya di dunia ini, yang satu prinsip dengan lainnya saling
terkait membentuk satu kesatuan yang utuh tidak dapat dipisah-pisahkan (Rasyidin & Rasyidin, 2011). Nilai adalah esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat
melekat pada kehidupan manusia.
1. Nilai- nilai Pendidikan Islam
Dilihat
dari sumbernya nilai dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu:
a. Nilai Ilahiyah (Hablumminallah)
Nilai Ilahiyah adalah nilai yang bersumber dari Tuhan yang
dititapkan melalui para rasul-Nya yang berbentuk takwa, iman, adil yang diabadikan
dalam wahyu Ilahi. Nilai-nilai Ilahiyah selamanya tidak mengalami perubahan,
nilai-nilai Ilahi yang fundamental mengandung kemutlakan bagi kehidupan manusia
selaku pribadi dan anggota masyarakat, serta tidak berkecenderungan untuk
berubah mengikuti hawa nafsu manusia dan berubah-ubah sesuai dengan tuntutan
perubahan sosial, dan tuntutan individual. Nilai Ilahiyah adalah nilai yang
bersumber pada agama (Islam). Nilai Ilahiyah terdiri atas nilai keimanan (aqidah),
nilai ubudiyah, dan nilai muamalah.
1. Nilai Keimanan (Aqidah)
Keimanan (aqidah) adalah sesuatu yang perlu
dipercayaiterlebih dahulu sebelum yang lainnya. Kepercayaan tersebuthendaklah
bulat dan penuh, tidak ragu dankesamaran. Dalam pembinaan nilai-nilai aqidah
ini memiliki pengaruhyang luar biasa pada kepribadian anak, pribadi anak tidak
akandidapatkan selain dari orang tuanya.Pembinaan tidak dapat diwakilidengan
sistem pendidikan yang matang.
2. Nilai Ubudiyah
Nilai Ubudiyah merupakan nilai yang timbul dari hubungan
manusia dengan khalik, hubungan ini membentuk sistem ibbudaya, segala yang
berhubungan dengan Tuhan, yang diatur di dalam ibadah dan mengandung nilai
utama. Agama atau kepercayaan adalah nilai-nilai yang bersumber pada Tuhan.
Manusia menerima nilai-nilai agama, beriman, taat pada agama/ Tuhan demi
kebahagiaan manusia sesudah mati.Manusia bersedia memasrahkan diri dan hidupnya
kepada Tuhan demi keselamatan dan kebahagiaan yang kekal.
3. Nilai Muamalah
Muamalah secara harfiah berarti �pergaulan� atau hubungan
antar manusia. Dalam pengertian bersifat umum, muamalah berarti perbuatan atau
pergaulan manusia di luar ibadah. Seperti hubungan manusia dengan Tuhannya,
manusia dengan dinnya, manusia dengan orang lain dan manusia dengan lingkungan
sekitar. Segala sesuatu yang menjaga hubungan dengan Tuhan dan manusia adalah
baik, bagus dan benar. Sasaran dari agama adalah dunia dan akhirat, sedangkan sasaran
kebudayaan adalah dunia, keduaduanya mengandung nilai yang saling berkaitan,
akhirat sebagai ujung mengendalikan dunia sebagai pangkal kehidupan.
b. Nilai Insaniyah
Nilai Insaniyah adalah nilai yang diciptakan oleh manusia
atas dasar kriteria yang diciptakan oleh manusia pula, dengan kata lain nilai
insaniah adalah nilai yang lahir dari kebudayaan masyarakat baik secara
individu maupun kelompok. Islam masih mengakui adanya tradisi masyarakat. Hal
tersebut karena tradisi merupakan warisan yang sangat berharga dari masa
lampau, yang harus dilestarikan selama-lamanya, tanpa menghambat timbulnya kreativitas individual.
1. Nilai Etika
Etika lebih cenderung ke teori dari pada praktik yang
membicarakan bagaimana seharusnya, yang menyelidiki, memikirkan dan mempertimbangkan
baik dan buruk, etika memandang laku perbuatan manusia secara universal. Dalam
pengertian lain etika adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana kita harus
mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan pelbagai ajaranmoral.
2. Nilai Sosial
Nilai sosial menyangkut hubungan antara manusia dan
pergaulan hidup dalam Islam, banyak terdapat anjuran maupun tatanan bagaimana
pergaulan manusia dengan sesamanya, nilai sosial lebih terpengaruh kepada
kebudayaan, dalam prakteknya, nilai sosial tidakterlepas dari aplikasi
nilai-nilai etika, karena nilai sosial merupakan interaksi antar pribadi dan manusia
sekitar tentang nilai baik buruk,pantas dan tidak pantas, mesti dan semestinya,
sopan dan kurang sopan.
3. Nilai Estetika
Nilai estetika mutlak dibutuhkan manusia, karena merupakan
bagian hidup manusia yang tak terpisahkan, yang dapat membangkitkan semangat.
Nilai estetika tidak hanya berlaku pada institusi, tetapiberlaku dimana saja,
baik itu agama, pendidikan, sosial, politik,hukum, ekonomi, ideologi dan
sebagainya. Nilai estetika inimerupakan fenomena sosial yang lahir dari
rangsangan cepat dalamruhani seseorang. Rangsangan tersebut untuk memberikan
ekspresi.dalam bentuk cipta dari suatu emosi atau pemikiran yang agung,
karyaestetika akan melahirkan rasa yang disebut keindahan.
c. Nilai Budaya
Kehidupan manusia dalam masyarakat, baik sebagai pribadi
maupun sebagai kolektivitas, senantiasa berhubungan dengan nilai-nilai, norma,
dan moral.� Kehidupan masyarakat
dimanapun tumbuh dan berkembang dalam ruang lingkup interaksi nilai, norma, dan
moral yang memberi motivasi dan arah seluruh anggota masyarakat yang berbuat,
bertingkah, dan bersikap. Dengan demikian, nilai adalah suatu yang berharga,
berguna, indah, memperkaya batin, dan menyadarkan manusia akan harkat dan
martabatnya.� Nilai bersumber pada budi
yang berfungsi mendorong dan mengarahkan sikap dan perilaku manusia.Nilai
sebagai suatu sistem (sistem nilai) merupakan salahsatu wujud kebudayaan,
disamping sistem sosial dan karya�.
Nilai pendidikan dapat dirumuskan dari dua pengertian
dasar yang terkandung dalam istilah nilai dan pendidikan. Ketika dua istilah
itu disatukan, arti keduanya menyatu dalam defenisi nilai pendidikan. Namun,
karena nilai pendidikan dan arti nilai dimaksud�
berbeda, defenisi nilai pendidikan adalah makna yang terkandung dalam
pendidikan yang dijalankan.
Kementerian pendidikan nasional melalui badan penelitian
dan pengembangan, pusat kurikulum dan perbukuan telah mengidentifikasikan 18
nilai yang bersumber dari agama, pancasila, budaya dan tujuan pendidikan
nasional, yaitu: Religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,
demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsan, cinta tanah air, menghargai
prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli
sosial, dan tanggung jawab.
1) Religius adalah berkaitan dengan nilai ini pikiran,
perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada
nilai-nilai ketuhanan dan ajaran agamanya.
2) Jujur, merupakan perilaku yang di dasarkan pada upaya
menjadikan dirinya sebagai seorang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri maupun orang lain.
3) Toleransi adalah sikap dan tindakan menghargai perbedaan
agama, suku, etnis, pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dari
dirinya.
4) Disiplin adalah tindakan yang menunjukkan prilaku tertib
dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5) Kerja Keras adalah suatu istilah yang melingkupi suatu
upaya yang terus dilakukan (tidak pernah menyerah) dalam menyelesaikan
pekerjaan yang menjadi tugasnya sampai tuntas.
6) Kreatif adalah berfikir dan melakukan sesuatu untuk
menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7) Mandiri adalah sikap dan prilaku yang tidak mudah
tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8) Demokratis adalah cara berfikir, bersikap dan bertindak
yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9) Rasa Ingin Tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu
berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan luas dari sesuatu yang dipelajari,
dilihat dan didengar.
10) Semangat Kebangsaan adalah cara berfikir, bertindak dan
berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara, yaitu kepentingan
diri dan kelompok.
11) Cinta Tanah Air adalah cara berfikir, bersikap dan berbuat
yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap
bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik bangsa.
12) Menghargai prestasi adalah sikap dan tindakan yang
mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat,
mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain.
13) Bersahabat adalah tindakan yang memperlihatkan rasa senang
berbicara, bergaul dan bekerja sama dengan orang lain.
14) Cinta damai adalah Sikap, perkataan dan tindakan yang
menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15) Gemar membaca adalah kebiasaan menyediakan waktu untuk
membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16) Peduli lingkungan adalah sikap dan tindakan yang selalu
berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam disekitarnya dan mengembangkan
upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17) Peduli sosial adalah sikap dan tindakan yang selalu ingin
memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18) Tanggung Jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dilakukan terhadap diri
sendiri, masyarakat dan lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Allah
SWT. Segala sesuatu bernilai jika taraf penghayatan seseorang itu telah sampai
pada taraf kebenaran nilai tersebut pada dirinya. Sehingga sesuatu yang bernilai
bagi seseorang belum tentu bernilai bagi orang lain, karena nilai itu sangat
penting dalam kehidupan.
Metode Penelitian
Penulis menggunakan pendekatan dalam
penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, penelitian ini menghasilkan data
dekskriptif yang terbentuk tulisan tentang masyarakat dan prilakunya yang
tampak dan kelihatan serta data yang ditemukan berdasarkan pada fenomena atau
gejala yang bersifat alami (Sugiyono, 2016). Penggunaan metode ini dipandang sebagai prosedur penelitian yang
diharapkan dapat menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari sejumlah orang dan prilaku yang diamati.
Alasan mendasar untuk memilih pendekatan
tersebut didasari atas pertimbangan bahwa penelitian ingin mengkaji, mengetahui
dan berusaha mendeskripsikan secara sistematis dan mendalam mengenai
aktualisasi nilai pendidikan dalam budaya Gayo Beru Berama Bujang Berine.
Sejalan dengan ungkapan bahwa penelitian kualitatif bertujun untuk memahami
fenomena sosial dari sudut partisipan (orang yang diwawancarai), diobservasi,
diminta untuk memberi data, pendapat, pemikiran tentang situasi dan pristiwa.
waktu penelitian dilakukan 26 Agustus 2020 sampai 3 Oktober 2020
Hasil dan
Pembahasan
Nilai pendidikan
Islam di dalam budaya Gayo Beru Berama
Bujang Berine, Bahwa hubungan� nilai
yang terdapat dalam budaya beru berama
bujang berine adalah nilai kasih sayang yaitu saling menyayangi antara
sesama masyarakat baik itu beberu dan
bebujang yang tidak lebih menganggap
hanya batas saudara saja di dalam kampung tersebut sudah melainkan dari saudara
kandung kita sendiri. Saling
tolong menolong, membantu, menasihati, memberikan arahan dalam hal apapun
didalam suatu kampung tersebut.
�Nilai yang terdapat dalam budaya beru berama bujang berine adalah nilai kasih sayang,
menyayangi dan mengasihi masyarakat yang membutuhkan bantuan, contohnya ketika ada masyarakat
yang kurang mampu dalam hal ekonomi
maka mereka saling bersibantu (membantu), dengan memberikan infak. Nilai menjaga yaitu saling
menjaga marwah, contohnya anak tetangga sudah menjadi kewajiban bagi masyarakat lainnya, jika anak
tetangga itu berbuat salah maka masyarakat lainnya menjaga untuk menasihati,
memberikan arahan, sebelum terjadinya hal yang tidak diinginkan. Nilai kebersamaan yaitu ketika melakukan
sesuatu hal apapun maka harus
bersama contohnya dalam hal bergotong
royong nilai toleransi yaitu saling introfeksi
diri dan tidak mementingka diri sendiri dan nilai-nilai ke Islaman yaitu
saling tolong menolong dan saling menyayangi. Dan nilai terpentingnya nilai ukhwa Islamiah (persaudaraan dalam islam), karena sudah sekampung tersebut seperti sara ine sara ama (satu ibu satu ayah) maka peraudara didalam kampung tersebut erat sekali. Hal tersebut sudah mencakup kedalam nilai ke Islaman�.
Di dalam kampung atau desa tersebut
seperti saudara sekandung sendiri. Jika kita tidak memiliki
orang tua maupun saudara ayah dan ibu lagi. Maka orang kampung tersebut masih menganggap kita seperti anak kandungnya.
Karna itulah reje kampung (gecik) mengarahkan kepada masyarakat mana yang layak untuk menghidupi
anak tersebut. Perkembangan budaya beru berama bujang berine dari sejak zaman dahulu sampai saat
ini. Nilai yang terdapat seperti tolong menolong dan memberikan kasih sayang. Bapak Bentara Linge salah satu tokoh mengemukakan bahwa tolong menolong
dan memberikan kasih sayang kepada anak
tersebut. Maka masyarakat memberikan julukan budaya gayo adalah edet tulah (budaya
yang sesuai dengan hukum manusia), dan kontrol sosial antara masyarakat juga sangat erat sekali
hubungannya mengarahkan ke hal-hal yang baik. Lebih lanjut
beliau mengemukakan:
�Budaya beru berama bujang berine ini sangat erat hubungannya
dengan pendidikan Islam. Contoh: jika ada
dikampung tersebut yang sudah tidak memiliki
ayah dan ibu atau yatim piatu, maka
reje
kampung (Kepala desa)
akan
menyatakan kepada saudaranya maupun orang yang ada dikampung tersebut
untuk menghidupi anak tersebut. Jika kita kaitkan dengan
pendidikan Islam disini kita diajarkan tolong menolong dan memberikan kasih sayang kepada anak
tersebut. Maka masyarakat memberikan julukan budaya gayo adalah edet tulah (budaya
yang sesuai dengan hukum manusia), dan kontrol sosial antara masyarakat juga sangat erat sekali
hubungannya mengarahkan ke hal-hal yang baik�.
Nilai pendidikan yang terdapat pada Beru Berama Bujang Berine . Pendidikan yang
terdapat seperti tolong menolong, kasih sayang, musyawarah,
nilai mukemel, sumang opat. Bapak Julfan salah satu tokoh budaya mengemukakan
bahwa nilai pendidikan tersebut seperti tolong menolong, kasih sayang, musyawarah, nilai mukemel, sumang opat. Lebih lanjut beliau
mengemukakan:
�Perkembangan budaya ini dari
zaman dahulu sampai saat ini tentu
jauh berbeda, karena pada zaman dahulu tidak terdapat percampuran suku, dominannya hanya suku Gayo saja,
akan tetapi pada zaman sekarang ini mengapa
budaya beru berama bujang berine
ini menurut diakibatkan banyaknya percampurn suku dan budaya yang masuk kedalam daerah hal tersebutlah yang mempengaruhi pola pikir masyarakat atau para remaja saat ini, remaja
tidak mau tertinggal oleh perkembangan
zaman. Pendidikan yang terdapat seperti
tolong menolong, kasih sayang, musyawarah,
nilai mukemel, sumang opat�.
Adapun nilai pendidikan yang terdapat nilai mempererat silaturahmi yaitu saling berkunjung ketetangga lainnya agar silaturahmi mereka tidak terputus, kemudian bersijejulen (mengantar). Contoh saling mengantar makanan ke tetangga
maupun kerabat. Bapak Najman Bale salah satu tokoh mengemukakan pendapat bahwa nilai yang terdapat nilai mempererat silaturahmi, nilai menghormati dan nilai kasih sayang. Lebih
lanjut beliau mengemukakan:
�Nilai yang terdapat dalam budaya beru berama bujang berine nilai mempererat silaturahmi yaitu saling berkunjung
ketetangga lainnya agar silaturahmi mereka tidak terputus, kemudian bersijejulen (mengantar) minsalnya saling mengantar makanan kepada tetangga lainnya agar silaturahminya semakin kuat.� nilai menghormati yaitu apabila salah satu beberu atau bebujang memiliki Ama, (Ayah), Ine (Ibu) Awan (Kakek), Anan Nenek dan nilai kasih sayang, atau
tutur (panggilan) lainnya, maka semua
beberu dan bebujang harus menghormati
mereka dan memanggil dengan panggilan yang sama�.
Nilai pendidikan Islam yang terdapat seperti nilai keagamaan yaitu benar bertegah salah berpapah apabila salah satu masyarakat yang memiliki kesalahan dalam hal apapun maka
sebagai masyarakat yang beragama harus saling teguru menegur.
Bapak M. Yusin Saleh nilai
yang terdapat dalam budaya beru berama bujang berine
adalah nilai menjaga yaitu menjaga
segala peraturan yang terdapat dalam kampung tersebut atau sumang opat. Nilai keagamaan
yaitu benar bertegah salah berpapah apabila salah satu masyarakat yang memiliki kesalahan dalam hal apapun maka
sebagai masyarakat yang beragama harus saling teguru menegur,
yang benar di pertahankan
yang salah diperbaiki. Lebih
lanjut beliau mengemukakan:
�Bahwa nilai
dalam budaya beru berama bujang berine adalah nilai menjaga
yaitu menjaga sumang opat, pelangkahen, peceraken, pekunulen, penengonen, semua masyarakat harus saling menjaga
hal ini dengan
baik. nilai keagamaan yaitu apabila satu masyarakat
yang melanggar agama maka masyarakat lainnya menasihati dan memberi arahan agar dia tidak terjerumus kedalam kesesatan�.
Nilai dalam budaya beru berama bujang berine
adalah nilai musyawarah yaitu setiap yang dilakukan harus dengan musyawarah
dengan masyarakat yang lainnya agar yang dilukukan tersebut berjalan dengan baik, nilai
tolong menolong yaitu saling bahu membahu antara masyarakat yang sedang membutuhkan segala bantuan, maka masyarakat
lainnya membantu dengan sebisa mereka.
Nilai menjaga yaitu menjaga peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh agama dan budaya. Nilai kasih sayang yaitu sebagai
anggota masyarakat yang menganggap semua anggota menjadi sudara maka mereka
saling menyayangi sebagaimana mereka menyayangi saudara kandungnya. Nilai tertib yaitu dalam melakukan
hal apapun harus dengan teratur.
Bapak M. Thabib Kb salah satu
tokoh mengemukakan pendapat bahwa nilai pendidikan yang terdapat seperti, musyawarah, sumang opat, kasih sayang. Lebih
lanjut beliau mengemukakan:
�Nilai-nilai yang terdapat dalam budaya beru
berama bujang berine adalah musyawarah
yaitu ketika hendak melakukan sesuatu hal maka
terlebih dahulu musyawarah dengan tetangga lainnya, minsalnya dalam hal pernikahan ketika seorang anak yang mau dinikahkan
maka antara masyarakat harus mengadakan musyawarah tentang hari apa
yang cocok dengan penyelenggaraan pernikahan itu, berapa mahar
yang akan diminta, melihat kecocokan antara calon pengantin
wanita dengan calon pengantin pria, tolong menolong
yaitu dalam hal ekonomi apabila
ada masyarakat yang kurang mampu dalam
hal ekonomi maka masyarakat akan melakukan musyawarah untuk membantunya, kemudian dalam hal berkebun
mereka saling membantu dengan mangan lo saling bergantian untuk membantu. saling menjaga yaitu menjaga
hal-hal yang telah dilarang dalam budaya seperti sumang opat, kasih sayang yaitu
saling menyayangi yang lebih tua dan mengasihi
yang lebih muda, tertib yaitu dalam
melakukan suatu pernikahan mereka saling menjaga ketertiban mukemel (malu) terhadap keluarga pendatang, mereka berusaha agar menjaga ketertiban tanpa ada keributan
dalam acara tersebut�
(Hasil wawancara dengan bapak M. Thabib Kb , Ketua II� Majelis Adat Gayo,� Takengon,� Senin 25 September
2020,� Pukul
12.04 WIB)
A.
Nilai pendidikan
Islam di dalam budaya Gayo Beru Berama Bujang Berine
Bahwa
hubungan nilai yang terdapat dalam budaya beru berama bujang berine
adalah nilai kasih sayang yaitu
saling menyayangi antara sesama masyarakat
baik itu beberu (pemudi) dan bebujang (pemuda) yang
tidak lebih menganggap hanya batas saudara saja
di dalam kampung tersebut sudah melainkan dari saudara kandung
kita sendiri. Saling tolong menolong,
membantu, menasihati, memberikan arahan dalam hal apapun
didalam suatu kapung tersebut. Di dalam kampung atau desa tersebut seperti
saudara sekandung sendiri. Jika kita tidak memiliki orang tua maupun saudara
ayah dan ibu lagi. Maka orang kampung tersebut masih menganggap kita seperti anak
kandungnya.Karna itulah reje kampung (gecik) mengarahkan kepada masyarakat mana yang layak untuk menghidupi anak tersebut. Perkembangan budaya beru berama bujang berine dari sejak zaman dahulu sampai saat
ini. Nilai yang terdapat seperti tolong menolong dan memberikan kasih sayang.
Artinya:� Barangsiapa yang memberikan syafa'at yang baik, niscaya ia
akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. dan Barangsiapa memberi syafa'at yang buruk, niscaya ia akan
memikul bahagian (dosa) dari padanya.
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Maksud ayat
diatas Barangsiapa yang memberikan bantuan kepada orang lain untuk melakukan kebajikan, ia akan mendapatkan
bagian dari pahalanya. Dan barangsiapa yang memberikan bantuan kepada orang lain untuk melakukandosa, ia pun akan mendapatkan bagian dari dosanya.
Allah Maha Menyaksikan semua yang dilakukan oleh manusia dan Dia akan memberikan balasan yang setimpal. Maka barangsiapa yang menjadi perantara dalam upaya untuk
menghasilkan kebaikan, dia akan mendapatkan
bagian darinya. Dan barangsiapa yang menjadi perantara dalam upaya untuk menghasilkan
keburukan, ia pun akan mendapatkan bagian darinya. Juga menegaskan bahwa sikap saling tolong
menolong merupakan pondasi dalam membangun
kerukunan hubungan antar identitas masyarakat. Karena, tolong menolong mencerminkan segala perilaku yang memberi manfaat pada orang lain. Yakni, saling membantu
untuk meringankan beban orang lain dengan melakukan suatu tindakan nyata. Tolong menolong dalam kebaikan dapat mewuju.
Yang
mana nilai pendidikan dalam budaya� ini
dapat dikelompokkan sebagai berikut: Nilai sosial yang terdapat didalamnya adalah kasih sayang, menjaga,
kebersamaan, tolerasansi, tolong menolong, musyawarah, dan tertib. Kemudian nilai religius yaitu nilai tentang mempercayai
dan melakukan perintah
Allah dan menjauhi segala larangannya.
a.
Nilai kasih
sayang, yaitu saling menyayangi dan mengasihi antara sesama masyarakat setempat. Contohnya ketika ada masyarakat
yang kurang mampu dalam hal ekonomi
maka masyarakat setempat memberikan sedekah kepadanya agar kehidupan ekonominya terpenuhi.
b.
Nilai menjaga
yaitu menjaga sumang opat :1) sumang kenunulen, (sumbang ketika duduk) yaitu ketika seseorang
hendak duduk maka yang dijaga adalah kesopanan
duduknya. 2) sumang pelangkahen, (sumbang dalam melangkah) yaitu sumbang ketika
hendak bepergian, tahu batas waktu
pergi dan pulang dari rumah, kemudian
berjalan dengan baik yang sesuai dengan yang dijarkan dalam agama Islam3) sumang penengonen, (sumbang ketikamelihat) yaitu tidak boleh melihat
sesutau yang tidak baik atau tidak
boleh melirik 4) sumang peceraken. (sumbang ketika mengeluarkan kata-kata), yaitu harus menjaga ucapan,
harus berbicara dengan sopan.
c.
Nilai keagamaan
/ Religius. Yaitu budaya beru berama bujang berine
tidak keluar dari keagamaan, budaya beru berama bujang berine
tidak terlepas dari aqidah dan akhlak yang tidak bertentangan dengan aturan-aturan keagamaan, sesuai dengan kutipan
bahwa budaya itu sebagai pagarnya
agama.
d.
Nilai kebersamaan.
Yaitu apabila terdapat masyarakat yang terkena musibah maka seluruh masyarakat
yang berduka cita, dan apabila salah satu masyarakat yang� menghadapi kesusahan maka masyarakat lain yang saling membantu.
e.
Nilai toleransi.
Yaitu saling menghargai antara masyarakat satu dengan yang lainnya
f.
Nilai musyawarah.
Yaitu setiap sesuatu yang dilakukan harus mengadakan musyawarah dengan masyarakat lainnya.
g.
Tolong
menolong. Yaitu saling menolong masyarakat yang dalam keadaan susah
h.
Tertib.
Yaitu dalam melakukan kegitan harus teratur tanpa
ada cek-cok (perkelahian)
�Nilai menjaga yaitu menjaga peraturan-peraturan
yang telah ditetapkan oleh
agama dan budaya. Nilai kasih
sayang yaitu sebagai anggota masyarakat yang menganggap semua anggota menjadi
sudara maka mereka saling menyayangi
sebagaimana mereka menyayangi saudara kandungnya. Nilai tertib yaitu dalam melakukan
hal apapun harus dengan teratur.
Kesimpulan
Nilai yang terdapat di budaya beru berama bujang berine ini adalah
nilai pendidikan dalam budaya� ini dapat
dikelompokkan sebagai berikut: Nilai sosial yang terdapat didalamnya adalah
kasih sayang, menjaga, kebersamaan, tolerasansi, tolong menolong, musyawarah,
dan tertib. Kemudian nilai religius yaitu nilai tentang mempercayai dan
melakukan perintah Allah dan menjauhi segala larangannya. Nilai menjaga yaitu
menjaga peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh agama dan budaya. Nilai
kasih sayang yaitu sebagai anggota masyarakat yang menganggap semua anggota menjadi
sudara maka mereka saling menyayangi sebagaimana mereka menyayangi saudara
kandungnya. Nilai tertib yaitu dalam melakukan hal apapun harus dengan teratur.
bahwa Masyarakat Gayo memiliki nilai tanggung jawab terhadap pendidikan akhlak
generasi Gayo, menjaga kehormatan antara satu dengan yang lainnya sebagai
bentuk� tanggung jawab bersama dalam
kehidupan. Setiap anak dalam masyarakat Gayo dianggap sebagai anak kandung yang
perlu dibina dan dibimbing bersama, sebagai sebuah kewajiban.�
BIBLIOGRAFI
Al-Gayoni, Yusradi Usman. (2018). Tutur Gayo.
Tangerang Banten: Mahara Publishing.
Fajarini, Ulfah. (2014). Peranan Kearifan Lokal Dalam
Pendidikan Karakter. Sosio-Didaktika: Social Science Education Journal, 1(2),
123�130.
Hurgronje, Christiaan Snouck. (1903). Het Gajōland en
zijne bewoners. Landsdrukkerij.
Ihsan, Bisarul. (2019). Peran Pembelajaran Budaya Lokal Dalam
Pembentukan Karakter Siswa Madrasah Ibtidaiyah (MI). MIDA: Jurnal Pendidikan
Dasar Islam, 2(2), 1�8.
Jamhir, Jamhir. (2018). Nilai-Nilai Adat Gayo Bersandarkan
Hukum Islam Sebagai Pedoman Dalam Menyelesaikan Kasus Hukum Pada Masyarakat
Gayo. Jurnal Justisia: Jurnal Ilmu Hukum, Perundang-Undangan Dan Pranata
Sosial, 2(1), 33�56.
Lestari, Titit. (2012). �Sumang� dalam budaya Gayo.
Banda Aceh: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh.
Musanna, Al. (2012). Artikulasi Pendidikan Guru Berbasis
Kearifan Lokal untuk Mempersiapkan Guru yang Memiliki Kompetensi Budaya. Jurnal
Pendidikan Dan Kebudayaan, 18(3), 328�341.
Panjaitan, Ade Putra, Darmawan, Alan, Purba, Ikhwan Rivai,
Rachmad, Yopi, & Simanjuntak, Ridayani. (2014). Korelasi Kebudayaan dan
Pendidikan: Membangun Pendidikan Berbasis Budaya Lokal. Yayasan Pustaka
Obor Indonesia.
Purwaningsih, Endang. (2012). Keluarga dalam mewujudkan
pendidikan nilai sebagai upaya mengatasi degradasi nilai moral. Jurnal
Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora, 1(1).
Rasyidin, Al, & Rasyidin, Al. (2011). Demokrasi
pendidikan Islam: nilai-nilai intrinsik dan instrumental. Perdana
Publishing.
Sabariah, Sabariah. (2014). Implementasi pendidikan sumang
dalam pembinaan karakter siswa MTsN Pegasing Kabupaten Aceh Tengah.
Pascasarjana UIN Sumatera Utara.
Saepudin, Aep. (2018). Konsep Pendidikan Karakter dalam
Perspektif Psikologi dan Islam. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia,
3(1), 11�20.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Thoha, H. M. Chabib. (1996). Kapita selekta pendidikan
Islam. Pustaka Pelajar.
Yunus, Abd Rahim. (2015). Nilai-Nilai Islam Dalam Budaya dan
Kearifan Lokal (Konteks Budaya Bugis). Jurnal Rihlah, 2(1), 1�12.