Syntax
Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia � ISSN
: 2541-0849���
e-ISSN : 2548-1398
Vol.
1, no 2 Oktober 2016
ANALISIS PERBEDAAN BERAT BADAN ASEPTOR KB MENGGUNAKAN KONTRASEPSI
SUNTIK TIGA BULAN
Merlly
Amalia
STIKes YPIB Majalengka
email:[email protected]
Abstrak
Salah
satu efek samping penggunaan alat kontrasepsi KB suntik adalah penambahan berat
badan yang dikarenakan efek dari hormon progesteron menyebabkan peningkatan
nafsu makan dan menurunkan aktifitas fisik sehingga pemakaian suntikan ini
berakibat penambahan berat badan. Jumlah akseptor KB suntik di Wilayah
Kerja UPTD Puskesmas Waringin Kecamatan Palasah tahun 2014 sebesar 60,32%. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan
berat badan akseptor KB suntik tiga bulan
sebelum dan sesudah menggunakan kontrasepsi suntik di Wilayah Kerja
UPTD Puskesmas Waringin Kecamatan Palasah Kabupaten
Majalengka Tahun 2014. Jenis penelitian ini menggunakan analisis
komparasi dua mean dependen. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 92 akseptor
KB suntik tiga
bulan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Waringin Kecamatan Palasah. Analisis
univariat menggunakan distribusi tendensi sentral dan analisis bivariat menggunakan uji T berpasangan (paired t-test). Hasil penelitian menunjukkan bahwa diketahui
rata-rata berat badan akseptor sebelum menggunakan KB suntik di Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas Waringin Kecamatan Palasah Kabupaten Majalengka Tahun 2014 sebesar 55,49 Kg dan rata-rata berat
badan akseptor
sesudah menggunakan KB suntik sebesar 52,03 Kg. Hasil uji T berpasangan menunjukkan nilai
p = 0,000 (p value < α), yang
berarti terdapat perbedaan berat badan ibu sebelum dan sesudah menggunakan alat
kontrasepsi suntik tiga bulan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Waringin Kecamatan Palasah Kabupaten
Majalengka Tahun 2014 (p value = 0,000). Sarannya yaitu perlunya meningkatkan
peran petugas kesehatan dalam memberikan layanan konseling tentang KB pada
akseptor.
Kata Kunci : Berat badan, kontrsepsi suntik tiga bulan
Pendahuluan
Indonesia
sebagai salah satu negara berkembang memiliki tujuan untuk mensejahterakan
rakyatnya. Salah satu bidang yang menjadi prioritas negara berkembang adalah
kesejahteraan bidang kesehatan. Kesehatan merupakan salah satu unsur
kesejahteraan umum yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa
Indonesia melalui pembangunan nasional yang berkesinambungan dan diarahkan pada
peningkatan derajat kesehatan yang dicerminkan oleh besar kecilnya kematian
maternal dan kematian neonatal (Wiknjosastro, 2005).
Upaya
pemerintah yang nyata guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat salah
satunya difokuskan pada program kesehatan ibu dan anak. Setiap pelayanan
kesehatan program kesehatan ibu dan anak yang telah dilaksanakan selama ini
bertujuan untuk meningkatkan status derajat kesehatan ibu dan anak serta
menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Untuk itu
diperlukan upaya pengelolaan program kesehatan ibu dan anak yang bertujuan
untuk memanfaatkan dan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan kesehatan
ibu dan anak secara efektif dan efesien. (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2009).
Peningkatan
derajat kesehatan ini dapat dilakukan melalui program Keluarga Berencana yang
memiliki paradigma tersendiri. Adapun�
paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional telah diubah visinya
dari mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) menjadi visi
untuk mewujudkan �Keluarga Berkualitas Tahun 2015�.� Keluarga yang berkualitas adalah yang
sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan
kedepan, bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
(Saifuddin, 2003).
Program KB yang didasarkan pada Undang-undang Nomor 10
tahun� 1992 tentang perkembangan
kependudukan dan perkembangan keluarga kecil�
sejahtera yang serasi dan selaras dengan daya dukung dan daya tampung
lingkungan. Kebijakan operasional dikembangkan berdasarkan empat misi gerakan
KB Nasional yaitu pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan
ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga, yang selanjutnya
secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi pelayanan kesehatan keluarga
gerakan KB Nasional (Depkes RI.1999).
Pengaturan
kelahiran dapat dilakukan dengan cara memilih alat kontrasepsi� hormonal maupun non hormonal. Setiap alat
kontrasepsi mempunyai kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Seperti
kontrasepsi suntik tiga bulan dapat meningkatkan berat badan penggunannya. Cara
kerja KB suntik sangatlah sederhana. Caranya dengan menghalangi terjadinya
ovulasi atau masa subur dengan menghentikan keluarnya sel telur dari indung
telur (Insania, 2010).
Berdasarkan
hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 penggunaan KB saat ini di
Indonesia meningkat dari 55,8% pada tahun 2010 menjadi 59,7% pada tahun 2013.
Dari 59,7% yang menggunakan KB saat ini diantaranya 59,3% menggunakan cara
modern yaitu 51,9% penggunaan KB hormonal dan 7,5% non-hormonal. Menurut
metodenya 10,2% penggunaan kontrasepsi jangka panjang (MKJP) dan 49,1%
non-MKJP.
Jumlah
akseptor KB di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2013 sebanyak 2,27 juta akseptor.
Akseptor yang menggunakan kontrasepsi MKJP sebanyak 427.447 akseptor (18,8%),
sementara yang menggunakan kontrasepsi non MKJP sebanyak 1.855.236 akseptor
(81,2%) (Profil Kesehatan Propinsi Jawa Barat, 2013).
Berdasarkan
data Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka tahun 2012 pengguna kontrasepsi
sebanyak 169.427 orang. Pengguna kontrasepsi berdasarkan metodenya yang
menggunakan kontrasepsi MKJP sebanyak 25.842 akseptor diantaranya yang
menggunakan IUD sebanyak 8.497 akseptor (5,02%), MOP sebanyak 2.515 akseptor
(1,48%), MOW sebanyak 7.350 akseptor (4,34%), implan sebanyak 7.460 akseptor
(4,41%),��� sedangkan yang menggunakan
kontrasepsi non-MKJP sebanyak 143.585 diantaranya yang menggunakan suntik
sebanyak 107.552 akseptor (63,48%), pil sebanyak 27.987 akseptor (16,52%) dan
kondom sebanyak 2.501 akseptor (1,48%) (Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka,
2012).
Jumlah
akseptor KB aktif di wilayah UPTD
Waringin Kecamatan Palasah sebanyak 359 orang. Pengguna kontrasepsi
berdasarkan metodenya yang menggunakan kontrasepsi MKJP sebanyak 1.772 akseptor
diantaranya yang menggunakan IUD sebanyak 47 akseptor (13,1%), MOP sebanyak satu
akseptor (0,3%), MOW sebanyak 16 akseptor (4,5%), implan sebanyak 141 akseptor
(39,4%), sedangkan yang menggunakan kontrasepsi non-MKJP sebanyak 153
diantaranya yang menggunakan suntik sebanyak 151 (42,2%), pil sebanyak dua akseptor
(0,6%) (UPTD Waringin Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, 2013).
Menurut
Hartanto (2010) bahwa metode kontrasepsi tentu mempunyai efek samping seperti
pada metode kontrasepsi hormonal salah satunya kontrasepsi suntik. Kontrasepsi
suntik umumnya mempunyai efek samping gangguan haid, perubahan berat badan,
pusing atau sakit kepala dan kenaikan tekanan darah.
Program
KB suntik mempunyai beberapa dampak bagi wanita, salah satunya adalah kenaikan
berat badan. Sering kali berat badan bertambah sampai 2-4 kg dalam waktu dua
bulan karena pengaruh hormonal yaitu progestin (Proverowati, 2010).
Pada
Akseptor KB Suntik Depo Medroksi Progesteron Asetat (DPMA) ini disebabkan
kenaikan berat badan karena hormon progesteron mempermudah perubahan
karbohidrat� dan gula menjadi lemak
sehingga lemak di bawah kulit bertambah, selain itu hormon progesteron
menyebabkan peningkatan nafsu makan dan menurunkan aktifitas fisik sehingga
pemakaian suntikan ini berakibat penambahan berat badan (Uliyah, 2010).
Berdasarkan
latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
�Analisis Perbedaan Berat Badan Akseptor KB Suntik Tiga Bulan Sebelum Dan
Sesudah Menggunakan Kontrasepsi Suntik di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Palasah
Kabupaten Majalengka Periode Januari � Agustus Tahun 2014�.
Metode
Penelitian
Rencana atau desain dalam penelitian ini adalah analisis komparasi,
dua mean dependen (pairet sample)
yaitu untuk menguji perbedaan mean antara dua kelompok data.
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang akan
diteliti. Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah semua akseptor KB
Suntik tiga bulan yang berjumlah 92 orang di Wilayah Kerja
UPTD Puskesmas Waringin Kecamatan Palasah.
Sampel adalah sebagaian atau wakil populasi yang diteliti. Pada
penelitian ini yang dijadikan sampel adalah semua akseptor kontrasepsi suntik tiga
bulan yang berjumlah 92 orang dari bulan Januari
sampai Agustus.
Penelitian mengenai perbedaan berat badan akseptor KB sebelum dan sesudah menggunakan
alat kontrasepsi suntik tiga bulan dengan jumlah responden yang berhasil
diteliti sebanyak 92 akseptor yang diuraikan ke dalam analisis
univariat dan bivariat sebagai berikut:
1.
Analisis Univariat
a.
Berat badan akseptor KB sebelum
menggunakan alat kontrasepsi suntik tiga bulan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Palasah
Kabupaten Majalengka Tahun 2014. Rata-rata berat badan dari 92 akseptor KB
sebelum menggunakan alat kontrasepsi suntik tiga
bulan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1� Distribusi tendensi sentral berat
badan akseptor KB sebelum
menggunakan alat kontrasepsi suntik tiga bulan di
Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Palasah Kabupaten Majalengka Tahun 2014
Variabel |
Mean |
Median |
Standar Deviasi |
Minimum-Maksimum |
Berat
badan akseptor KB sebelum
menggunakan alat kontrasepsi suntik tiga bulan |
55,49 |
54,50 |
10,326 |
39-87 |
b.
Berat badan akseptor KB sesudah
menggunakan alat kontrasepsi suntik tiga bulan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas
Palasah Kabupaten
Majalengka Tahun 2014 Rata-rata berat badan dari 92 akseptor KB
sesudah menggunakan alat kontrasepsi suntik tiga
bulan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel �2 ��� Distribusi tendensi
sentral berat
badan akseptor KB sesudah menggunakan
alat kontrasepsi suntik tiga bulan di
Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Palasah Kabupaten Majalengka Tahun 2014
Variabel |
Mean |
Median |
Standar Deviasi |
Minimum-Maksimum |
Berat
badan akseptor KB sesudah
menggunakan alat kontrasepsi suntik tiga bulan |
52,03 |
51,00 |
9,857 |
34-80 |
2.
Analisis Bivariat
a.
Perbedaan berat
badan akseptor KB sebelum dan
sesudah menggunakan alat kontrasepsi suntik tiga bulan di
Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Palasah Kabupaten
Majalengka Tahun 2014.
Tabel� 3 ��� Perbedaan berat badan akseptor KB sebelum
dan sesudah menggunakan alat kontrasepsi suntik tiga bulan di Wilayah Kerja
UPTD Puskesmas Palasah Kabupaten Majalengka Tahun 2014
Variabel |
Mean |
Standar Deviasi |
Beda Mean |
t-
value |
p
value |
N |
Sebelum KB suntik 3 bulan |
55,49 |
10,326 |
5,46 |
14,104 |
0,000 |
92 |
Seudah KB suntik 3 bulan |
52,03 |
9,857 |
Hasil penelitian menunjukkan, rata-rata berat badan akseptor
sebelum menggunakan KB suntik tiga bulan
sebesar 55,49
dengan standar deviasi 10,326 sementara rata-rata berat badan akseptor sesudah menggunakan KB suntik 3 bulan sebesar 52,03
dengan standar deviasi 9,857. Hal ini
menunjukkan bahwa ada perbedaan rata-rata sebesar 5,46 dan perbedaan tersebut
menunjukkan perbedaan yang bermakna yang terlihat dari� t value
= 14,104 dan p value = 0,000 yang berarti p value < α.
Dengan demikian maka terdapat perbedaan berat badan akseptor KB� sebelum dan sesudah menggunakan alat
kontrasepsi suntik tiga bulan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Palasah Kabupaten
Majalengka Tahun 2014.
Pembahasan
1.
Berat badan
akseptor KB sebelum menggunakan alat kontrasepsi suntik tiga bulan di Wilayah
Kerja UPTD Puskesmas Palasah Kabupaten Majalengka Tahun 2014
Hasil
penelitian menunjukan bahwa rata-rata berat akseptor sebelum menggunakan KB
suntik di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Palasah Kabupaten Majalengka Tahun 2014
sebesar 55,49 Kg. Pada umumnya, akseptor sebelum menggunakan KB suntik tidak
ada perubahan kenaikan berat badan yang signifikan, dikarenakan tidak mengalami
peningkatkan nafsu makan dari biasanya sebagai efek dari penggunaan KB suntik.
Frekuensi makan masih normal yaitu dalam satu hari sebanyak 3 kali dengan porsi
sedikit dan sedang, berbeda ketika sudah menggunakan KB suntik tiga bulan
karena efek samping dari KB suntik adalah meningkatkan nafsu makan
penggunannya.
Hasil
penelitian yang dilakukan Haryani, dkk (2010) di Kabupaten Purwokerto
menyatakan bahwa rata-rata berat badan akseptor sebelum menggunakan KB suntik
DMPA sebesar 47,5 Kg dan hasil penelitian Mardiyaningsih, dkk (2013) di BPS Ny.
Ismiati Desa Jatirunggo Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang menyatakan bahwa
berat badan rata-rata sebelum menggunakan KB suntik 3 bulan adalah 46,2 kg.
Menurut Handayani (2010) bahwa berat badan
merupakan ukuran antropometri yang terpenting pada masa bayi dan balita. Berat
badan merupakan hasil peningkatan atau penurunan semua jaringan yang ada pada
tubuh. Berat badan dipakai sebagai indikator yang terbaik saat ini untuk
mengetahui keadaan gizi dan tumbuh kembang anak, sensitif terhadap perubahan
sedikit saja,� pengukuran objektif dan
dapat diulangi. Sementara menurut Supiyanto (2012)
mengatakan bahwa berat badan adalah ukuran yang lazim atau sering dipakai untuk
menilai keadaan suatu gizi manusia. Berat badan adalah ukuran tubuh dalam sisi
beratnya yang ditimbang dalam keadaan berpakaian minimal tanpa perlengkapan
apapun. Berat badan diukur dengan alat ukur berat badan dengan suatu satuan
kilogram. Dengan mengetahui berat badan seseorang maka kita akan dapat
memperkirakan tingkat kesehatan atau gizi seseorang.
Salah
satu jenis kontrasepsi efektif yang menjadi pilihan akseptor adalah KB suntik,
ini disebabkan karena aman, efektif, sederhana, dan murah. Namun, Varney (2007) menyatakan bahwa
peningkatan berat badan merupakan permasalahan yang paling sering dihadapi
akseptor KB suntik. Salah satu jenis KB suntik yang banyak digunakan adalah KB
suntik tiga bulan yaitu Depo Provera. Depo Provera merupakan suspensi cair yang
mengandung kristal-kristal Mikro Depot Medroksiprogesteron Asetat (DMPA). DMPA
merupakan turunan progesteron.
Hartanto
(2010) menyatakan bahwa kontrasepsi hormonal seperti suntik memiliki daya kerja
yang lama, tidak membutuhkan pemakaian setiap hari tetapi tetap efektif dan
tingkat reversibilitasnya tinggi, artinya kembali kesuburan setelah pemakaian
berlangsung cepat. Namun demikian KB suntik juga mempunyai banyak efek samping, seperti amenorea (30%), spoting (bercak darah), dan menoragia,
seperti halnya dengan kontrasepsi hormonal lainnya dan dijumpai pula keluhan
mual, sakit kepala (pusing) (1-17%), galaktorea (90%), perubahan berat badan
(7-9%).
Adanya
efek samping pada KB suntik maka intervensi yang dilakukan petugas kesehatan
adalah dengan cara memberikan infromasi dan penjelasan yang tepat mengenai KB
suntik pada akseptor dengan baik dan benar sehingga akseptor KB khususnya yang
menggunakan KB suntik dapat memahami efek samping yang dapat ditimbulkan oleh
KB suntik.
2.
Berat badan ibu
setelah menggunakan alat kontrasepsi suntik tiga bulan di Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas Palasah Kabupaten Majalengka Tahun 2014.
Berdasarkan
hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata berat dan akseptor sesudah
menggunakan KB suntik di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Palasah Kabupaten
Majalengka Tahun 2014 sebesar 52,03 Kg. Hasil observasi setelah Ibu menggunakan
kontrasepsi KB suntik berat badan Ibu cenderung mengalami kenaikan dikarenakan
adanya rangsangan terhadap nafsu makan menjadi lebih banyak daripada biasanya
sebagai efek samping dari KB suntik. Frekuensi makan menjadi lebih sering antara 3-4 kali
dalam sehari dengan porsi sedang.
Hasil
penelitian Haryani, dkk (2010) di Kabupaten Purwokerto menyatakan bahwa
rata-rata berat badan akseptor sesudah menggunakan KB suntik DMPA sebesar 54,3
Kg dan hasil penelitian Mardiyaningsih, dkk (2013) di BPS Ny. Ismiati Desa
Jatirunggo Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang menyatakan bahwa berat badan
rata-rata selama menggunakan KB suntik tiga bulan adalah 50,0 kg.
Menurut
Handayani (2010), alat kontrasepsi merupakan faktor yang penting dalam
kehidupan seorang wanita, dengan tingkatan kebutuhan yang bervariasi sesuai
dengan tahapan dalam rangkaian kehidupan tertentu, dan sebaiknya dipandang
dalam konteks seksual dan kesehatan reproduksi yang lebih luas. Hingga kini
masih menjadi perdebatan apakah menjaga kesuburan mereka sendiri merupakan
faktor terbesar utama yang mempengaruhi kemandirian wanita.
Sementara menurut Fitri (2009) bahwa program
KB merupakan salah satu pelayanan kesehatan preventif yang paling efektif bagi
wanita. Banyak wanita harus menentukan
kontrasepsi yang sulit, tidak hanya karena terbatasnya jumlah metode yang
tersedia tetapi juga karena metode-metode tertentu
mungkin tidak dapat diterima sehubungan dengan kebijakan nasional KB seperti
strategi peningkatan penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP)
yang terlihat kurang berhasil, kesehatan individual dan seksualitas wanita atau
biaya untuk memperoleh kontrasepsi.
Namun, ada beberapa alat kontrasepsi yang
dapat menaikan berat badan penggunannya seperti KB suntik tiga bulan. Menurut Insania (2010) bahwa setiap alat kontrasepsi mempunyai
kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Seperti kontrasepsi suntik tiga bulan dapat meningkatkan berat badan penggunanya.
Menurut Hartanto (2010) kenaikan berat
badan merupakan kelainan metabolisme yang paling sering dialami akseptor KB.
Perubahan kenaikan berat badan ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti faktor hormonal yang terkandung dalam kontrasepsi suntik yaitu hormon
estrogen dan progesteron. Kenaikan berat badan pada akseptor KB suntik karena
pengaruh hormon estrogen dan progesteron akan mempermudah perubahan karbohidrat
dan menjadi lemak, sehingga lemak subkutan bertambah. Umumnya pertambahan berat
badan tidak terlalu besar, bervariasi antara kurang dari 1-3 kg dalam tahun
pertama. Selain itu hormon estrogen dan progesteron juga menyebabkan nafsu
makan meningkat. Hipotesa para ahli, kontrasepsi suntik dapat merangsang pusat
pengendali nafsu makan hipotalamus yang menyebabkan akseptor makan lebih banyak
daripada biasanya.
Maka
dari itu, perlunya informasi yang baik kepada akseptor mengenai kekurangan dan
kelebihan KB suntik serta perlunya menjaga pola makan, istirahat yang teratur,
menghindari makanan yang berlebihan serta aktivitas sehari-hari untuk mengurangi
efek samping seperti kenaikan berat badan yang berlebihan.
3.
Perbedaan berat
badan ibu sebelum dan sesudah menggunakan alat kontrasepsi suntik tiga bulan di
Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Palasah Kabupaten Majalengka Tahun 2014.
Hasil
penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan
berat badan ibu sebelum dan sesudah menggunakan alat kontrasepsi suntik tiga
bulan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Palasah Kabupaten Majalengka Tahun 2014
dengan nilai P = 0,000. Adapun perbedaan rata-ratanya setelah menggunakan KB
suntik tiga bulan yaitu sebesar 5,46 Kg.
Hasil penelitian ini sejalan
dengan hasil penelitian Mardiyaningsih (2013) mengenai perbedaan berat badan
sebelum dan selama menggunakan KB suntik tiga bulan di BPS Ny. Ismiati
Desa Jatirunggo Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang yang menyatakan bahwa
ada perbedaan berat badan sebelum dan selama menggunakan KB suntik tiga bulan.
Hasil penelitian ini sejalan juga dengan hasil
penelitian Palimbo dan Widodo (2013) mengenai hubungan penggunaan KB Suntik tiga
bulan dengan kenaikan berat badan pada wanita akseptor KB di Wilayah Kerja
Puskesmas Lok Baitan menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
penggunaan KB suntik tiga bulan dengan kenaikan berat badan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori Hartanto (2010) bahwa metode
kontrasepsi tentu mempunyai efek samping seperti pada metode kontrasepsi
hormonal salah satunya kontrasepsi suntik. Kontrasepsi suntik umumnya mempunyai
efek samping gangguan haid, perubahan berat badan, pusing atau
sakit kepala dan kenaikan tekanan darah.
Menurut Proverowati (2010) bahwa program
KB suntik mempunyai beberapa dampak bagi wanita, salah satunya adalah
kenaikan berat badan. Sering kali berat badan bertambah sampai 2-4 kg dalam
waktu dua bulan karena pengaruh hormonal yaitu progestin. Kenaikan berat badan yang disebabkan oleh
kelebihan KB suntik 3 bulan yaitu retensi cairan disebabkan oleh kurangnya
pengeluaran air dan natrium.
Uliyah
(2010) menyatakan, pada Akseptor KB Suntik Depo Medroksi Progesteron Asetat
(DPMA) ini disebabkan kenaikan berat badan karena hormon progesteron
mempermudah perubahan karbohidrat� dan
gula menjadi lemak sehingga lemak dibawah kulit bertambah, selain itu hormon
progesteron menyebabkan peningkatan nafsu makan dan menurunkan aktifitas fisik
sehingga pemakaian suntikan ini berakibat penambahan berat badan.
Berdasarkan
hasil penelitian ini maka perlunya pemberian informasi yang tepat pada pengguna
KB suntik untuk mencegah efek samping yaitu kenaikan berat badan yang
berlebihan dan nafsu makan yang berlebihan dengan cara mengimbangi dalam pola
makan yang sehat serta istirahat yang cukup.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis
perbedaan berat badan akseptor KB suntik tiga bulan sebelum dan sesudah
menggunakan kontrasepsi suntik di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Palasah
Kabupaten Majalengka Tahun 2014 maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
3. Terdapat
perbedaan berat badan akseptor KB
sebelum dan sesudah menggunakan alat kontrasepsi suntik tiga bulan di
Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Palasah Kabupaten
Majalengka Tahun 2014 dengan p value = 0,000. Terjadi peningkatkan
rata-rata dari 55,49 Kg menjadi 52,03 Kg setelah menggunakan alat kontrasepsi suntik tiga bulan.
BIBLIOGRAFI
Alauddin.
2012. Penggunaan Kontrasepsi Oral dan
Suntik Terhadap Kenaikan Indeks Massa Tubuh Pada Ibu Akseptor KB. http://www.uin-alauddin.ac.id, diakses tanggal 15 Juni 2014.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi VI. Jakarta: Rineka Cipta.
Arisman. 2009. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta
: EGC.
Arum, Siti. 2008. Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini. Yogyakarta : Penerbit Buku Mitra
Cendekia Press.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 2008. KB Sebagai Suatu Kebutuhan. http://www.bkkbn.go.id,diakses tanggal 2 Juni 2014.
_________________________________________. 2011. Kajian Implementasi Kebijakan Penggunaan Kontrasepsi IUD. Jakarta : Pusat Penelitian dan
Pengembangan KB dan Keluarga Sejahtera (PUSNA)
_________________________________________. 2013. Evaluasi Pelayanan Keluarga
Berencana Bagi Masyarakat Miskin (Keluarga Prasejahtera/Kps dan Keluarga
Sejahtera�I/Ks�I). Jakarta:
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.
Dinas
Kesehatan Kabupaten Majalengka. 2012. Profil Dinas Kesehatan Jawa Barat tahun 2012. Majalengka: Dinas Kesehatan
Kabupaten Majalengka.
Hanafi.
2010. Buku Pelayanan Keluarga Bercana
Terpadu. Jakarta: Mitra Jaya.
Handayani. 2010. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta: Pustaka Rihana.
Hartanto.
2010. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Haryani, dkk. 2010. Pengaruh Frekuensi Kontrasepsi Suntik
DMPA terhadap Kenaikan Berat Badan pada Akseptor Kontrasepsi Suntik DMPA di
Kabupaten Purwokerto. Akademi
Kebidanan YLPP Purwokerto.
Kristiyanasari,
Widya. 2010. Gizi Ibu Hamil. Yogyakarta : Nuha Medika.
Mardiyaningsih, dkk. 2013. Analisis Perbedaan Berat Badan Sebelum dan
Selama Menggunakan KB Suntik 3 Bulan di BPS Ny. Ismiati Desa Jatirunggo
Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang. Akademi
Keperawatan Ngudi Waluyo Ungaran.
Maulana. 2010. Pengaruh Frekuensi Kontrasepsi Suntik Dmpa Terhadap Kenaikan Berat
Badan Pada Akseptor Kontrasepsi Suntik. http://ojs.akbidylpp.ac.id,diakses
tanggal 15 Juni 2014
Melani, dkk. 2010. Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta: Citramaya.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Palimbo dan Widodo. 2013. Hubungan Penggunaan KB Suntik 3 Bulan dengan Kenaikan Berat Badan pada
Wanita Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Lok Baitan. Jurnal Dinamika
Kesehatan Vol.12.No.12.17 Desember 2013.
Profil Jawa Barat. 2011. Jumlah Penduduk Provinsi Jawa Barat.�
.http://jabarprov.go.id,diakses tanggal 2 Juni 2014
Proverowati.
2010. Pelayanan Keluarga Berencana.
Jakarta: Rineka Cipta.
Saifudin, AB. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sugiyono. 2009. Statistik Untuk Penelitian. Bandung : CV. Alfabeta.
Supriyanto. 2012. Tijauan Teori Berat Badan. http://dr.supriyanto.go.id
,diakses tanggal 2 juni 2014
Uliyah, Mar�atul. 2010. Panduan Aman dan Sehat Memilih Alat KB. Yogyakarta: Insania.
Varney, H. 2006. Buku Ajar Asuhan kebidanan. Edisi IV. Jakarta: EGC.