Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia
p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN:
2548-1398
Vol.
5, No. 10, Oktober 2020
�
PENERAPAN PROSEDUR LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) PASIF
SEDINI MUNGKIN PADA PASIEN STROKE NON HEMORAGIK (SNH)
Anita Shinta Kusuma dan Oktavia
Sara
Akademi Keperawatan (AKPER) Ngesti Waluyo Jawa Tengah, Indonesia
Email:[email protected] dan
[email protected]
Abstract
The purpose of this scientific writing is to determine the effect of passive range of
motion (ROM) training as early as possible on muscle strength in non-hemorrhagic
stroke patients. The method used in this study is a literature review. The databases used are Google scholar and Garuda. The inclusion criteria are full text articles in accordance with the research
objectives, that is a ROM training interventions to increase muscle
strength in stroke patients. Based on four articles that have been reviewed on the ROM effect
ROM on increasing muscle strength in stroke patients, it is proven that ROM
exercise is effective for increasing muscle strength. ROM
exercises are given twice a day every morning and evening, and
are carried out continuously. The conclusion from the selected articles is
that ROM exercises as early as possible on a sustainable basis are proven to
increase muscle strength in stroke patients. The ROM
exercises were given with a duration of 15-35 minutes twice a day every
morning and evening for a minimum of 4 weeks. As a suggestion,
in carrying out nursing interventions for stroke
patients, nurses can� do holistically including bio, psycho, and spiritual aspects. Nursing interventions that include biological measure for example is ROM exercises; whereas interventions which include
psychological measure for example
is relaxation techniques by doing breathing exercises or listening to music; and interventions which include spiritual measure is by praying. Therefore, combining bio-psycho-spiritual exercises
that are done as early as possible is important to increase muscle strength optimally.
Relaxation and prayer can be
done before the ROM exercise starts so that the
patient feels calm and
the exercise are giving benefits.
Keywords: Stroke; Range Of Motion (ROM); Stroke Non Hemoragik (SNH)
Abstrak
Tujuan penulisan yaitu untuk mengetahui pengaruh ROM pasif
sedini mungkin terhadap kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah literature review. Sumber jurnal
menggunakan database google scholar, Garuda Garba, fulltext artikel yang sesuai
dengan tujuan penelitian, merupakan jurnal intervensi latihan ROM terhadap
peningkatan kekuatan otot pada stroke dan jurnal kesehatan terindeks di
Indonesia. Berdasarkan empat jurnal yang telah direview tentang pengaruh (ROM)
terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke membuktikan bahwa latihan
ROM efektif untuk meningkatkan kekuatan otot. Latihan range of motion diberikan
dua kali sehari setiap pagi dan sore serta dilakukan secara berkelanjutan.
Kesimpulan dari jurnal yang terpilih yaitu latihan ROM sedini mungkin secara berkelanjutan
terbukti dapat meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke. Pemberian latihan
ROM dengan durasi waktu 15-35 menit dilakukan dua kali sehari setiap pagi dan
sore minimal pelaksanaan 4 minggu. Saran dalam
melakukan intervensi keperawatan pada pasien stroke dapat dilakukan secara
menyeluruh meliputi bio, psiko, spiritual. Tindakan keperawatan yang mencakup
biologis dalam kasus stroke seperti melakukan latihan ROM, yang mencakup
psikologis dengan teknik relaksasi berupa latihan pernapasan atau mendengarkan
musik, dan yang mencakup spiritual dengan berdoa. Jadi untuk meningkatkan
kekuatan otot secara optimal dapat dilakukan dengan mengkombinasikan latihan
yang dilakukan sedini mungkin. Relaksasi dan berdoa dilakukan sebelum latihan
ROM dimulai agar pasien merasa tenang.
Kata Kunci: Stroke; Range of Motion (ROM); Stroke Non Hemoragik
(SNH)
Pendahuluan
��������� Berdasarkan data (Kementrian Kesehatan Repunlik Indonesia, 2014) tiap tahun lebih dari 17,3 juta kematian disebabkan karena penyakit
kardiovaskuler, dan yang paling tinggi penyakit stroke dan jantung koroner. Jika melihat tren saat ini, diperkirakan
akan terus meningkat hingga mencapai 23,3 juta kematian pada tahun 2030. Secara
umum, prevalensi gejala stroke di Indonesia 12,1 per 1000. Artinya, ada lebih
12 orang Indonesia yang tercatat menderita stroke per 1000 penduduk. Angka itu
naik dibandingkan tahun 2007 yang hanya sebesar 8,3. Tidak heran jika Indonesia
menduduki peringkat pertama dengan penderita stroke terbanyak di Dunia. Stroke
adalah suatu kondisi karena adanya gangguan peredaran darah pada otak yang
menyebabkan kematian jaringan otak serta seseorang mengalami kelumpuhan atau
kematian. Menurut jurnal penelitian (Susilawati, F., 2018) faktor risiko penyebab stroke adalah faktor jenis kelamin
dan faktor makanan. Sedangkan trigliserid yang tinggi (lemak), umur yang semakin
tua dan tempat tinggal di kota bukan lagi merupakan faktor risiko, akan tetapi
hal ini disebabkan oleh gaya hidup. Kemajuan teknologi dan globalisasi
mendorong masyarakat Indonesia mengalami perubahan pola hidup. Pola hidup yang
awalnya sehat, saat ini berubah menjadi pola hidup tidak sehat seperti makan makanan
instan, merokok, kurang berolahraga, minum alkohol, kerja berlebih.
��������� Penderita stroke akan mengalami
kehilangan fungsi motorik dan sensorik yang mengakibatkan hemiparesis,
hemiplegia, serta ataksia. Akibat adanya gangguan motorik pada otak, maka otot
akan diistirahatkan sehingga menyebabkan atrofi otot. Atrofi otot menyebabkan
kekakuan otot, sehingga otot yang kaku tersebut dapat mengalami keterbatasan
gerak pada pasien stroke (Ariani, 2012).
��������� Di Indonesia setiap tahunnya angka
kejadian stroke berkisar 800-1000 penderita. Tidak heran jika Indonesia sebagai
penyumbang stroke terbesar di Negara Asia (Susilawati, F., 2018). Di Indonesia, peringkat pertama penyebab kematian tahun
1990 dan tahun 2017 adalah stroke dengan jumlah +122,8%. Bahkan menurut (World Life Expectancy, 2018) Indonesia menduduki peringkat pertama dengan penderita stroke
terbanyak di Dunia.
��������� Penelitian mengenai latihan ROM dengan penyembuhan stroke yang dilakukan oleh (Setyawan, Rosita, & Yunitasari, 2017) dengan hasil adanya pengaruh antara latihan ROM dengan penyembuhan stroke. Menurut penulis latihan yang paling optimal �adalah latihan yang tidak membuat kelelahan,
durasi pendek tapi dapat dilakukan sesering mungkin. ROM berguna untuk meningkatkan kekuatan
otot, mempertahankan fungsi dari jantung & latihan pernapasan, dapat menghindari munculnya kontraktur
serta kaku sendi.
��������� Berdasarkan beberapa faktor diatas
penulis tertarik untuk memilih intervensi latihan ROM. Ini menarik bagi penulis
karena penderita stroke yang mengalami keterbatasan fisik atau kelemahan
anggota gerak juga mengalami gangguan psikologis seperti depresi. Penggunaan
intervensi tersebut diharapkan dapat memberikan perubahan Activity Daily
Living (ADL), meningkatnya kekuatan otot serta mencegah depresi
yang dapat muncul pada pasien. ROM yang dilakukan sedini mungkin mampu meningkatkan
kekuatan otot dan kualitas hidup pasien. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penerapan prosedur latihan ROM pasif sedini mungkin pada Pasien SNH terhadapat
kenaikan kekuatan otot.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah literature review. Penelitian ini akan mensintesis literature
kekuatan dari otot pada pasien SNH. Penilaian kekuatan otot akan dilakukan 2x sebelum dan sesudah
prosedur latihan ROM.
Literatur review ini dilakukan dengan metode: Membaca tulisan-tulisan
ilmiah terkait metode yang digunakan dalam penulisan
ini. Sumber jurnal yang digunakan google scholar, Garuda Garba, dan jurnal
kesehatan terindeks di Indonesia. Mengevaluasi semua tulisan ilmiah yang dibaca
Penulis mengevaluasi kesesuaian topic artikel satu dengan yang lainnya,
kesamaan prosedur intervensi yang dianalisis, validitas jurnal dan fokus studi,
dan membuat ringkasan dalam tabel. Terakhir membuat dan menyimpulkan satu
cerita ilmiah yang lengkap tentang latihan ROM efektif meningkatkan kekuatan pada otot pasien SNH.
Hasil dan
Pembahasan
A. Hasil
��������� Dalam
penelitian (Susanti & Bistara, n.d.) ROM berpengaruh dalam peningkatan kekuatan otot ektermitas atas pasien SNH di Ruang ICU. Peneliti menjelaskan
terjadi peningkatan kekuatan otot dan fungsionalnya �dengan signifikan. Menurut (Fitriyani, 2015), menjelaskan latihan ROM yang
dilakukan dua kali setiap hari jauh lebih efektif dibanding hanya latihan ROM satu
kali sehari.
��������� Penelitian Yudha dan Amatiria, ROM memiliki pengaruh peningkatan kekuatan otot tangan serta kaki. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa latihan ROM dapat berpengaruh
terhadap peningkatan kekuatan otot secara signifikan. Peneliti menganalisis
peningkatan kedua ektermitas yaitu kekuatan otot pada tangan dan kaki (Yudha & Amatiria, 2017).
��������� Penelitian
menurut (Yudha, 2014) menyebutkan bahwa adanya pengaruh antara ROM dengan kekuatan otot pasien setelah perawatan. Cara
mengevaluasi dengan
dihitung selisih kekuatan otot hari per-1 dengan hari ke -28 setelah dilakukan ROM serta setelah
penelitian tersebut, peneliti menyarankan agar menerapkan latihan ROM secara
rutin dan berkelanjutan secara dini.
��������� Penelitian
ini sejalan dengan (Ni�mah & Nadhiroh, 2015) yaitu menunjukkan adanya hubungan antara latihan ROM dengan kemampuan motorik pasien stroke di RSUD Gambiran Kediri
2014. Peneliti memberikan latihan ROM pasif dua kali perhari dalam 7 hari dengan pelaksanaan pagi dan sore.
B. Pembahasan
��������� Berdasarkan
empat jurnal tersebut kegunaan dari latihan ROM adalah untuk mencegah kekakuan
dan kontraktur otot, meningkatkan kekuatan otot, merangsang sirkulasi darah,
serta mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan. Kelebihan dari latihan ROM
adalah gerakan mudah, dapat dilakukan dimana saja, tidak membutuhkan alat.
Adapun kekurangan dari latihan ROM adalah membuat pasien bosan karena gerakan
yang dilakukan sama dan diulang-ulang. Menanggapi kekurangan dari latihan ROM,
maka penulis menambahkan beberapa alternatif selain dengan latihan ROM
berdasarkan sumber penelitian untuk meningkatnya kekuatan pada otot pasien stroke.
��������� Alternatif
pertama dari penelitian yang dilakukan oleh (Amirudin, Anonim, & Saleh, 2018) dengan cara mengkombinasi masase frirage
dan akupresur yaitu melakukan pijatan untuk merilekskan otot-otot yang tegang,
memperlancar peredaran darah dan melakukan penekanan pada titik tertentu
sekitar ekstermitas untuk mempercepat proses pemulihan bagian yang mengalami
kelemahan. Penelitian oleh� (Faridah, Sukarmin, & Kuati, 2019) juga dapat menjadi alternatif 57 lain
yaitu dengan ROM Exercise bola karet. Intervensi yang dilakukan dengan cara
melatih gerakan tangan menggunakan alat bantu bola karet yang bertujuan untuk
meningkatkan kekuatan otot tangan. Kelebihan dari ROM exercise bola karet
selain untuk meningkatkan kekuatan otot tangan adalah bola karet mudah didapat
dan dapat sewaktu-waktu digunakan apabila pasien mengalami kelemahan otot
tangan karena ringan dibawa.
��������� Setelah
penulis menganalisis empat jurnal tersebut banyak kesamaan yaitu meningkatnya kekuatan otot setelah diberikan ROM. Penulis memberikan argument bahwa ROM harus dilakukan
sedini mungkin setelah pasien terkena stroke dan waktu pelaksanaannya minimal 4
minggu. Alasan harus dilakukan sedini mungkin agar pasien terhindar dari
depresi, meningkatkan kualitas hidup (Ngatini, Wardaningsih, & Afandi,
2016). Adapun alasan lain latihan ROM harus
dilakukan sedini mungkin agar tidak
muncul komplikasi
stroke (seperti kontraktur), untuk memperbaiki
pernapasan, sirkulasi dari peredaran darah serta dapat berperan maksimal dalam perawatan diri (Murtaqib, 2013). Terdapat beberapa sumber referensi lain juga yang dapat memperkuat
argument penulis, Sumber referensi yang pertama ditulis oleh (Syahrim, Azhar, & Risnah, 2019) mengatakan bahwa latihan ROM sangat efektif meningkatkan kekuatan otot, latihan yang dilakukan 2x setiap hari di pagi dan selama 15 sampai 35 lalu diulang 4x, minimal 4 minggu latihan
Kesimpulan
Berdasarkan literature review yang dilakukan terkait ROM dengan peningkatan kekuatan otot pasien stroke dapat disimpulkan
ROM harus dilakukan sedini mungkin dan secara terus menerus minimal pelaksanaan
4 minggu. Latihan ROM harus dilakukan sedini mungkin untuk mencegah terjadinya
komplikasi stroke (kontraktur), melancarkan sirkulasi peredaran darah, dan
meningkatkan kualitas hidup. Pemberian latihan ROM dengan durasi waktu 15-35 menit
dilakukan 2x perhari di pagi dan sore. Latihan ROM yang dilakukan berkelanjutan terbukti dapat meningkatkan kekuatan otot,
meningkatkan ADL� dan kekuatan otot,
pasien terhindar dari depresi serta dapat meningkatkan kualitas hidup pada
pasien stroke. Saran dalam
melakukan intervensi keperawatan pada pasien stroke dapat dilakukan secara
menyeluruh meliputi bio, psiko, spiritual. Tindakan keperawatan yang mencakup
biologis dalam kasus stroke seperti melakukan latihan ROM, yang mencakup
psikologis dengan teknik relaksasi berupa latihan pernapasan atau mendengarkan
musik, dan yang mencakup spiritual dengan berdoa. Jadi untuk meningkatkan
kekuatan otot secara optimal dapat dilakukan dengan mengkombinasikan latihan
yang dilakukan sedini mungkin. Relaksasi dan berdoa dilakukan sebelum latihan
ROM dimulai agar pasien merasa tenang.
BIBLIOGRAFI
Amirudin, Zaenal, Anonim, Tri, & Saleh, Rosmiati. (2018).
Efek Kombinasi Antara Masase Frirage dan Akupresur terhadap Kekuatan Otot
Ekstremitas atas Pasien Pasca Stroke Iskemik. Jurnal Litbang Kota Pekalongan,
14.
Ariani, T. A. (2012). Sistem Neurobehavior. Jakarta:
Salemba Medika.
Faridah, Umi Faridah, Sukarmin, Sukarmin, & Kuati, Sri.
(2019). Pengaruh ROM Exercise Bola Karet terhadap Kekuatan Otot Genggam Pasien
Stroke di RSUD Raa Soewondo Pati. Indonesia Jurnal Perawat, 3(1), 36�43.
Fitriyani, Wahyu N. U. R. (2015). Efektifitas Frekuensi
Pemberian Range Of Motion (ROM) Terhadap kekuatan Otot Pada Pasien Stroke di
Instalasi Rawat Inap RSUD PROF. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Universitas
Muhammadiyah Purwokerto.
Kementrian Kesehatan Repunlik Indonesia. (2014). Pusat
Data dan Informasi Kesehatan Kementerian Indonesia. Jakarta: Kemenkes.
Murtaqib, Murtaqib. (2013). Pengaruh Latihan Range Of Motion
(ROM) Aktif terhadap Perubahan Rentang Gerak Sendi pada Penderita Stroke di
Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember. IKESMA, 9(2).
Ngatini, Ngatini, Wardaningsih, Shanti, & Afandi, Moh.
(2016). Pengaruh Latihan Pasrah Diri dan Latihan Range of Motion Melalui Discharge
Planning Terhadap Perubahan Activity Daily Living pada Pasien Stroke Iskemik. IJNP
(Indonesian Journal of Nursing Practices), 1(1), 48�54.
Ni�mah, Khoirun, & Nadhiroh, Siti Rahayu. (2015). Faktor
yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita. Media Gizi Indonesia,
10(1), 13�19.
Setyawan, Adi Didin, Rosita, Ani, & Yunitasari, Nindy.
(2017). Pengaruh Pemberian Terapi ROM (Range Of Motion) Terhadap Penyembuhan
Penyakit Stroke. Global Health Science (GHS), 2(2).
Susanti, Susanti, & BIstara, Difran Nobel. (n.d.).
Pengaruh Range of Motion (ROM) terhadap Kekuatan Otot pada Pasien Stroke. Jurnal
Kesehatan Vokasional, 4(2), 112�117.
Susilawati, F., &. Nurhayati. (2018). Faktor Risiko
Kejadian Stroke di Rumah Sakit. Repository UNAIR.
Syahrim, Wahdaniyah Eka Pratiwi, Azhar, Maria Ulfah, &
Risnah, Risnah. (2019). Efektifitas Latihan ROM Terhadap Peningkatan Kekuatan
Otot Pada Pasien Stroke: Study Systematic Review. MPPKI (Media Publikasi
Promosi Kesehatan Indonesia): The Indonesian Journal of Health Promotion, 2(3),
186�191.
World Life Expectancy. (2018). World Health Rankings. https://www.worldlifeexpectancy.com/world-health-rankings
Yudha, Fajar. (2014). Pengaruh Range of Motion (ROM) terhadap
Kekuatan Otot dan Rentang Gerak Pasien Pasca Perawatan Stroke. Jurnal Ilmiah
Keperawatan Sai Betik.
Yudha, Fajar, & Amatiria, Gustop. (2017). Pengaruh Range of
Motion (ROM) terhadap Kekuatan Otot Pasien Pasca Perawatan Stroke. Jurnal
Ilmiah Keperawatan Sai Betik, 10(2), 203�208.